Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

sarah

jonioioi

Guru Semprot
Daftar
15 Jan 2018
Post
644
Like diterima
241
Bimabet
Tokoh kita kali ini adalah Sarah. Gadis muda yang dikaruniai wajah jelita. Usianya baru 22 tahun saat dia menikah. Heru, suaminya kini, melamarnya setelah 2 tahun memacarinya. Bagi sebagian orang terutama kalangan modern penghuni kota besar, usia itu jelas dipandang terlalu muda buat menikah.
Sarah sendiri menyadari hal itu. Teman-temannya saat itu juga banyak yang mengkritik, “Buru-buru amat lo Sar, ga pingin meniti karir dulu?”, “Beneran lo dah mantep sama si Heru?”, “Kuliah lo gimana Sar?”, dan banyak lagi kata-kata semacam itu dari teman-temannya, tak terkecuali dari orang tuanya sendiri. Tapi Sarah tak bergeming. Usia Sarah terpaut 6 tahun dengan Heru yang saat itu 28 tahun. Sebenarnya di usia itu Heru telah menjadi seorang eksekutif muda yang sukses, jadi masalah ekonomi sudah bukan masalah bagi keluarga baru mereka kelak. Tapi, di samping masalah ekonomi itu, Sarah punya alasan lain mengapa ia langsung menerima saat Heru melamarnya. Sepanjang 2 tahun berpacaran dengan Heru, mereka telah terbiasa dengan hubungan seks yang bebas. Sarah sendiri memang sudah terbiasa dengan pergaulan bebas sejak duduk di bangku SMA. Sebelum berpacaran dengan Heru, dia menghitung sudah 5 pria yang pernah bersetubuh dengannya. Tidak semuanya pacar, hanya 2 orang yang pernah benar-benar berpacaran dengannya, 3 lainnya hanya teman, bahkan salah satunya hanya hubungan one night stand. Jadi heru adalah laki-laki keenam yang hadir dalam kehidupan bebas Sarah. Diam-diam, saat itu Sarah yang benar-benar mencintai Heru sempat berpikiran bahwa Heru harus menjadi laki-laki terakhirnya. Sebenarnya saat berpacaran dengannya pun Sarah beberapa kali menjalin hubungan persetubuhan dengan seorang mantan pacarnya. Orang bilang itu selingkuh, tapi bagi Sarah sendiri, dia melakukannya hanya untuk bersenang-senang karna dia memang sudah terbiasa melakukan itu. Mantan pacarnya itu pun sudah mempunyai pacar yang lain lagi. Jadi, Sarah tetap mencintai Heru yang dia pandang sudah mapan, lebih dewasa, dan secara penampilan, bagi Sarah Heru itu paling tampan dibanding lainnya.

Selama menikah Sarah bersyukur memiliki Heru dan tak ingin kehilangan dia. Tapi dasar kelakuannya itu sudah susah dirubah, kadang dia pun memaki dirinya sendiri yang terlalu ‘kegatelan’. Sarah tidak berdaya dan kembali jatuh ke dalam hubungan persetubuhan dengan laki-laki lain lagi yang baru dia kenal. Anton, namanya. Mahasiswa tingkat dua, penghuni baru kos sebelah. Anton ini ini memang terkenal playboy. Penjahat kelamin sejati. Wajahnya memang cukup ganteng, pacarnya barangkali ada selusin lebih. Tapi, sekali lagi, hubungan Sarah dengannya juga sebatas bersenang-senang. Anton dan Sarah sama-sama tahu keliaran masing-masing. Anton tahu bahwa Sarah tahu tentang keplayboy-annya. Jadi hubungan mereka benar-benar tanpa ada embel-embel cinta dan tuntutan apapun. Semuanya murni nafsu. Celakanya, karna Anton itu tetangga kos Sarah, maka hubungan persetubuhan mereka pun intensitasnya mulai melebihi hubungan Sarah dengan Heru yang berjarak cukup jauh darinya. Apalagi ditambah dengan kesibukannya gara-gara karirnya yang memang sedang menanjak. Sungguh Sarah benar-benar lemah kalau soal godaan seks ini. Walhasil, sudah 7 laki-laki pernah mengisi kehidupan liar Sarah saat itu. Angka 6 yang dianggapnya lebih dari cukup, ternyata tidak bertahan lama. Tapi bagaimanapun Sarah berpikir, hatinya tetap milik Heru, sang laki-laki keenam. Itulah sebabnya dia langsung menerima lamaran Heru saat itu. Bahkan Sarah meminta Heru untuk mempercepat pernikahan mereka. Heru yang baru dapat promosi senang saja waktu itu tanpa ada kecurigaan apapun. Sarah sendiri juga merasa tulus, hubungannya dengan laki-laki lain tidak pernah dianggapnya sebagai penghianatan, walau tentu saja tetap dirahasiakan dari Heru. Sarah benar-benar berharap dengan status barunya sebagai seorang istri bisa meredam gejolak liarnya, dan juga menghalangi orang untuk menggoda dirinya yang memang berwajah di atas rata-rata itu.

Kalau saja niat Sarah yang tulus itu benar-benar bisa berjalan lancar tentu cerita ini tidak akan pernah ada. Yah, apa daya, walau dia telah menikah, Anton tetap saja kerap mengunjunginya. Sarah juga tak kuasa menolaknya. Suatu ketika dengan perasaan was-was, Sarah mengingatkan pada Anton, “Ingat Ton, jangan ada cinta! Hatiku tetap milik mas Heru!” Dia khawatir Anton yang tak berhenti mengunjunginya itu gara-gara diam-diam menaruh cinta padanya. Tapi kekhawatirannya agaknya tak terbukti. “Tenang mbak, siapa sih yang tidak senang bisa berhubungan dengan wanita secantik mbak tanpa ada tuntutan tanggungjawab apapun?” Jawabnya terkekeh, “Aku juga masih muda, semua ini kita lakukan just for fun kan? Aku masih sadar dan merasa beruntung dengan itu.” Anton menegaskan pada Sarah untuk tidak khawatir dengan perasaannya. Kurang ajar juga, pikir Sarah, tapi Sarah sendiri pun sudah terbiasa menikmati hubungan semacam itu. Dia pun mencoba menunjukkan sikap tidak tersinggung dengan itu. Kadang dalam hati saat sedang merenung Sarah kerap berapologi membela diri sendiri. “Suamiku sudah sangat sibuk di kantornya. Dia berangkat kerja pagi jam 7 dan pulang ke rumah jam 7 malamnya. Itu kalau tidak lembur. Apalagi tidak jarang juga di akhir pekan dia ada tugas keluar kota,” gumamnya dalam hati. “Walau memang hal itu sama sekali tidak mengurangi kemesraan kami sih… Saat ada di rumah, mas Heru agaknya tahu bagaimana memanfaatkan waktu yang tidak lama itu untuk habis-habisan bercumbu denganku. Aku pun merasa senang dengan hal itu. Hubungan sex-ku dengan suamiku tetap mesra, panas, dan baik-baik saja. Yang menjadi masalah mungkin hanya ‘kurang sering’ saja,” pikirnya lebih lanjut. “Agaknya libidoku ini terlalu tinggi…” Keluhnya.Namun, belakangan Sarah mulai menyadari bahwa masalahnya bukan hanya itu. Otak nakalnya mulai menyatakan; “beda ‘batang’, beda rasa dan beda sensasi”. Sarah mulai memahami hal itu saat dia tak kuasa menerima laki-laki lain lagi selain Anton masuk ke dalam kehidupan seks-nya. Gila, 2 pria sudah yang diajaknya berselingkuh. Dialah Bambang, teman Heru -suaminya sendiri- saat kuliah. Nasibnya tidak seberuntung Heru. Pekerjaan dan penghasilannya biasa-biasa saja. Dia seorang salesman yang kerjaannya keliling. Karna itulah dia sering sempat mampir ke rumah di tengah hari. Sarah yang sudah kenal Bambang lama sebagai teman Heru baik-baik saja menerima dia. Bambang selalu curhat pada Sarah tentang pekerjaannya. Keakraban mereka yang memang sudah lama membuat perselingkuhan terjadi tanpa membutuhkan waktu lama. Hanya dalam kunjungan ketiga, Bambang sudah berakhir di ranjang Sarah. Bambang memang supel dan humoris, Sarah merasa sangat nyaman dan terhibur ngobrol dengannya. Yah, begitulah… Di tengah hubungan gelapnya dengan Anton dan ditambah lagi Bambang, Sarah mulai berpikir, “Beginilah diriku… Aku memang binal, i just can’t help it…” Bahkan hubungan suami istri antara dia dengan suaminya yang masih harmonis dan saling mencintai, malah menjadi pembenaran baginya dalam melakukan hubungan gelap itu. “Yang penting aku tetap cinta dengan suamiku, dan tidak sekali-kali hatiku beralih ke laki-laki lain. Hubunganku dengan Anton dan Bambang tidak akan merusak dan tidak membahayakan!” Begitu pikirnya mencari pembenaran yang tentu saja terbalik logikanya. Yah namanya juga pembenaran. Plesetan kata ‘selingkuh’, yakni ‘selingan indah keluarga tetap utuh’ benar-benar terjadi pada kasus Sarah ini. Yah setidaknya begitulah so far…Sejujurnya, berbeda dengan Anton dan apalagi suaminya, wajah Bambang bisa dikatakan jauh di bawah mereka alias jelek. Sarah sendiri merasa heran bagaimana dia bisa berakhir di ranjang dengan orang seperti Bambang. Semuanya mengalir begitu saja saat itu. Maybe it was just the right time and the right place…? Sarah juga tidak berpikir panjang, dan karna ternyata Bambang sama sekali tidak ‘mengecewakan’ dalam hal bercinta, Sarah pun tidak mengeluh. Bahkan, Bambang bisa dikatakan mengalahkan Anton yang playboy itu dalam hal memuaskan dirinya, kalau dibandingkan dengan Heru yang lebih jarang menggauli dirinya, apalagi. Hanya saja kalau dipikir-pikir di malam hari, mengenang-ngenang persetubuhan dengan Bambang yang buruk rupa itu di siang harinya, Sarah tersenyum kecut sendiri dibuatnya. Tapi pada akhirnya dia malah sering merasa geli sendiri dengan hal itu. “Ahh sudahlah…” pikirnya.
Bagaimanapun, hubungan gelap Sarah itu harus terhenti ketika ia mulai hamil. Anton dan Bambang juga tahu diri. Walau begitu, sebagai teman, mereka kadang tetap mengunjungi Sarah tanpa mengharapkan seks. Sarah senang mereka begitu. Kehamilannya ini tidak mengurangi kesibukan Heru, jadi sering sekali dia membutuhkan teman di siang hari saat Heru bekerja.
Saat itu hadirlah seorang laki-laki lain dalam kehidupan Sarah. Dialah Tejo, keponakannya sendiri yang datang dari desa. Usianya baru 15 tahun-an atau kurang, yang jelas dia masih duduk di bangku SMP. Tejo adalah anak tiri dari kakak Heru, alias kakak iparnya. Berbeda dengan Heru yang merantau ke kota dan menggapai sukses, kakaknya itu tetap di desa dan hidup biasa-biasa saja. Pernikahan pertamanya tidak dikaruniai momongan dan berakhir dengan perceraian. Beberapa waktu kemudian dia menikah lagi dengan janda beranak satu, yaitu ibu Tejo ini. Namun hidup kakak Heru tetap kekurangan dan akhirnya dia mengalami kesulitan dalam menanggung biaya sekolah Tejo yang sudah masuk SMP. Heru mendengar hal itu dan mengutarakan keinginannya untuk mengajak Tejo tinggal bersama dia dan Sarah di kota untuk disekolahkan di sana. Tentu saja Heru akan menanggung seluruh biaya sekolah dan hidup Tejo. Yah bisa dikatakan seperti mengambil anak angkat, tapi memang tidak ada kata-kata mengangkat anak, adopsi, atau yang semacamnya. Niat Heru itu langsung disetujui oleh kakaknya dan dia merasa sangat berutang Budi dengan begitu. Tejo sendiri nurut-nurut saja, dan Sarah juga sama sekali tidak menunjukkan rasa keberatan.
Pada hari kedatangan Tejo, Sarah mengamati perawakannya dalam-dalam. Badannya kurus, kulitnya hitam legam. Dia tidak terlalu tinggi, barangkali sekitar 150cm. Wajahnya jauh dari tampan, yang terlintas spontan di benak Sarah saat itu adalah, “Benar-benar ndeso….” Walaupun tentu saja banyak sekali orang-orang desa yang tampan. Contohnya ya suaminya sendiri, Heru yang notabene berasal dari desa yang sama dengan Tejo.
“Masuk Jo sini jangan malu-malu!” Panggil Heru pada Tejo yang berdiam di ruang tamu. Tejo pun masuk, Heru mengenalkan Sarah padanya, “Ini tantemu, tante Sarah, istri Oom…ayo salaman!” Tejo meraih tangan Sarah dan sebagai sopan santun dia menundukkan kepala menyentuhkan keningnya pada punggung tangan tantenya itu. “Saya Tejo tante…” Dia memperkenalkan dirinya. “Ya, kamu baik-baik ya di sini, belajar yang baik nanti.” Kata Sarah basa-basi. “Di sini santai saja nggak usah canggung, anggap saja rumah sendiri… Tante Cuma berdua sama Oom-mu di rumah ini.” Lanjutnya. “Oom tiap hari ngantor, kami tidak ada pembantu jadi nanti kamu bantu-bantu tantemu ya.” Timpal Heru. Tejo tidak banyak bicara saat itu, hanya sekedar mengangguk atau menggeleng dalam menjawab penjelasan-penjelasan Heru. Pikiran remajanya terusik dengan kecantikan Sarah. Benar-benar Sarah ini wanita tercantik yang pernah dia tahu sepanjang hidupnya. Tejo memandangi Sarah dengan tertegun saat itu. Dia yang masih kecil tidak berusaha menyembunyikan pandangannya, atau mengalihkan muka dan berusaha curi-curi pandang pada Sarah. Tidak. Dia benar-benar terang-terangan memandangi wajah Sarah. Hanya saat bertemu pandangan mata dengan Sarah saja dia merasa segan dan mengalihkan pandangannya dari wajah Sarah, tapi turun ke tubuh Sarah dan bukan memandang ke arah lain. Sama sekali tidak kelihatan salah tingkah, termasuk saat Sarah mengantar ke kamarnya dan membantu membereskan barangnya. Sarah jelas menyadari hal itu. “Anak ini antara lugu atau tidak sopan,” pikirnya. Tampak tipis perbedaannya, tapi tentu Sarah menganggapnya lugu. “Belum pernah lihat cewek cantik mulus ya?” Pikirnya lagi dalam hati kegeeran. Memang dalam pandangan Tejo itu tidak bisa disembunyikan kekagumannya pada tantenya itu. Dalam bahasa binal Sarah; “Gila, mupeng banget ni anak… Hehehehe. Aduh, aku ini mikir apa sih, binal banget!” Sarah menghardik dirinya sendiri dalam hati.
Saat itu Sarah mengenakan pakaian sehari-hari biasa; daster tipis yang bawahnya hampir sejengkal di atas lutut. Pakaian yang dipikirnya jauh dari seksi. Daster yang sangat biasa sekali, jauh dari seksi karna agak longgar supaya tidak gerah. Benar-benar pakaian yang biasa dipakai ibu-ibu di rumah. Tapi, ibu yang satu ini masih muda, putih, langsing, dan segar dipandang… Begitulah Sarah yang walaupun sudah jadi ibu tapi usianya memang masih terbilang muda. Tejo sendiri memang silau dengan paha Sarah yang terbuka bebas itu. Putih dan mulusnya itu benar-benar gak nahan. Desa asalnya yang dekat pesisir itu memang nyaris tidak ada manusia berkulit putih di sana, semuanya berkulit gelap, hitam terbakar matahari yang sangat terik, tidak terkecuali anak-anak sekalipun dan para wanitanya. Heru sendiri juga berkulit gelap. Jadi, maklum saja, jangankan Tejo yang dari desa, pemuda kota seperti Anton pun blingsatan jika memandangi tubuh mulus Sarah itu.

Walaupun tengah hamil saat itu, Tejo tetap terpesona dengan tantenya itu. Berkali-kali dia menelan ludah, dan itu kentara sekali hingga disadari oleh Sarah sendiri. Dasar binal, Sarah tidak merasa risih sama sekali. Dalam hati dia malah jadi tidak bisa berhenti memuji-muji diri sendiri. Akibatnya dari luar tidak sadar dia suka senyum-senyum sendiri. “Ada apa senyum-senyum sendiri?” Tanya Heru membuyarkan lamunannya. Sarah terkaget, “Eh… mas ini, gak papa, gak ada apa-apa!” sahutnya tergagap. “Tejonya mana?” Tanya Heru lagi. “Ya lagi beres-beres pakaiannya di lemarinya mas, banyak juga bawaan dia,” jawab Sarah. “Tadi aku bantu sebentar dengan barang-barangnya, tapi masalah pakaian biarlah dia yang menata sendiri.” Kata Sarah lagi.
Tidak lama kemudian, Sarah pun melahirkan. Anaknya cowok, mungil dan sehat. Sarah benar-benar bahagia saat itu, dia dan Heru menamai putra pertamanya itu Doni. Hari-harinya setelah itu pun disibukkan dengan mengurusi bayinya. Di tengah bahagianya, satu hal yang membuat Sarah resah adalah penampilan badannya yang menjadi seakan melar setelah melahirkan. “Benar-benar menjadi tidak menarik,” pikirnya saat memandangi dirinya di depan cermin. Sarah yang menyadari kesempurnaan fisiknya itu memang sangat peduli dengan perawatan tubuh. Dia menyadari betul kelebihannya dan tidak mau kehilangan karunianya itu. Kalau berat badannya naik sedikit saja dia sudah panik dan langsung mengurangi makan. Karna itulah Sarah menjadi sangat pintar dalam menjaga dan merawat kebugaran tubuhnya. Oleh karena itu, di samping kesibukan mengurus bayi, Sarah mencanangkan program pribadi: ‘mengembalikan keadaan tubuh seperti semula!’ Sarah berkata mantap dalam hati. Semangat banget dia kalau sudah bicara urusan penampilan. Dengan kedisiplinan dan keseriusannya, hasilnya pun segera nampak. Bentuk badannya kembali normal tidak lebih dari 2 bulan. Suatu ketika sehabis mandi Sarah terlihat asik berpatut diri di depan cermin dengan hanya berlilitkan handuk. “Yess, sudah ideal lagi bentuk badanku kini!” Sarah berbangga diri. Kebanggaan itu bahkan bertambah lagi dengan payudaranya yang semakin montok berisi gara-gara sudah memproduksi ASI di dalamnya. Dia melepas handuknya dan mengelus-elus sendiri payudaranya yang membanggakan itu di depan cermin. Sambil tersenyum puas dan bangga tidak bosan-bosannya dia berlama-lama di depan cermin. Yah, bernarsis-narsis ria di depan cermin ini juga sudah menjadi kebiasaan Sarah sejak kecil.
Suatu ketika Anton mengunjunginya. Padahal saat itu hari minggu, jadi Heru dan Tejo sedang ada di rumah. “Mau menengok bayi…” begitu alasan Anton. Sarah memperkenalkannya sebagai teman saat kuliah pada Heru. Anton yang mendapati tubuh Sarah sudah kembali seksi seperti sediakala jelas mupeng berat. Dia berbisik pada Sarah, “Gimana nih mbak, hampir setahun kita libur, menunggu bayimu lahir, eh sekarang ada si Tejo di rumahmu?” Mendengar itu, Sarah mencubit lengan Anton sambil tertawa kecil, “kamu ini kirain sudah insyaf ternyata masih ngarep ya?” Godanya.

“Ya iyalah mbak, kamu ini kan wanita favoritku…” Rayu Anton masih berbisik.

“Gombal ih Ton, kamu kan banyak pacar mahasiswi yang masih seger-seger, muda-muda, dibanding aku yang sudah Ibu-ibu…” Sarah pura-pura tidak termakan rayuannya.

“Yah, mbak Sarah ini sok merendah… Gak mungkin mbak nggak nyadar dengan kecantikan sendiri. Jujur aja, kalau secara wajah dan bodi mbak ini nggak kalah deh dengan pacar-pacarku itu, tapi kalau masalah pengalaman dan pengertian, mbak Sarah jelas nomor satu!” Jawab Anton meyakinkan. “Hubunganku dengan mbak Sarah ini yang paling ingin kupertahankan loh! Kita sama-sama mengerti, ga ada tuntutan satu sama lain. Dengan pacarku yang lain aku harus keluar uang buat makan, nonton atau apalah… namanya juga orang pacaran, repot. Sedangkan sama mbak Sarah gak ada embel-embel lain, tiap kali ketemu langsung tancap!” Terangnya nakal. Sarah sudah tahu keuntungan hubungan mereka itu, dia pun senyum-senyum menggoda Anton tanpa menjawab.

“Yah malah senyum-senyum menggoda nih, mentang-mentang manis,” ujar Anton gemas menjawil dagu Sarah. “Eit! Kamu ini, kalau suamiku lihat gimana?!” Hardik Sarah pelan, dia pun menengok kanan-kiri, suaminya tidak ada, mungkin masih di kamar. Heru memang kurang pandai bersosialisasi dengan teman-teman maupun keluarga Sarah. “Huh, aman..” pikir Sarah. Tapi dia kemudian terhenyak melihat keberadaan Tejo di teras yang tidak terhalang pintu dengannya. Tejo yang sedang meyirami tanaman tampak fokus pada pekerjaannya, tapi andai tadi dia melihat ke dalam ruang tamu pasti dia menyaksikan peristiwa tadi. Sarah tidak tahu apakah Tejo tadi melihat, tapi hatinya jadi was-was juga, “uh kamu sih, udah datangnya hari minggu, malah ga liat-liat keadaan!” Tukas Sarah pelan. Anton tidak kelihatan menyesal malah tersenyum nakal, “Kamu ini terlalu parno, ga mungkin tadi dia mengintip kita!” jawabnya menenangkan. Sarah tetap merengut kesal. Anton yang mengangggap Sarah sedang merajuk bermanja malah merasa ge-er. Dalam hatinya dia girang, Sarah belum lepas dari pelukannya. Cuma satu masalahnya, si Tejo ponakannya ini keberadaannya jelas mengganggu.

“Apa besok-besok kita perlu keluar ke hotel atau…”

“Ssst!” Sarah memotong pertanyaan Anton kesal. “Bisa nggak sih mikirnya nggak ke situ melulu?” Walau dalam hati Sarah juga merindukan permainannya lagi dengan Anton dan bahkan Bambang seperti masa-masa sebelum hamil dulu. Memang nyaris setahun hubungan gelap itu terhenti. Tidak hanya dengan Anton dan Bambang, dengan suaminya sendiri otomatis juga berhenti. Sarah sudah mulai membayangkan kenikmatan aktifitas seks lagi setelah pesonanya kembali seperti sedia kala, bagai perawan yang belum pernah menikah apalagi melahirkan bayi.

“Tejo memang tinggal di sini, tapi dia kan anak sekolah Ton… Jadi dari pagi sampai siang sebelum Tejo pulang ya di sini dijamin masih aman!” Terang Sarah mengerling.

Anton jelas girang mendengar kalimat Sarah itu. “Baru saja dia minta mengalihkan pembicaraan, ternyata kepikiran juga. Dasar…” Batin Anton. Tapi benar juga, pikirnya. Walaupun tidak seperti dulu yang bisa memuaskan diri mencumbu Sarah sampai sore, dengan keberadaan Tejo bakal jadi terbatasi sampai siang saja. Tapi lebih baik sedikit daripada tidak sama sekali! Tidak ingin menunggu lama, Anton “membooking” Sarah senin besoknya langsung. Sarah yang dalam hatinya sempat kepikiran ingin jual mahal dengan menolak, tapi yang keluar dari bibir indahnya itu malah mengiyakan begitu saja. “Duh, keliatan banget pengennya aku ini…” gerutu Sarah dalam hati. “Biarlah, kalo sama dia sih ga mempan jaim…” Sarah terus bergumam dalam hati sambil mengantarkan Anton keluar rumah.
“Oi, Jo, mas pulang dulu!” Anton berpamitan pada si Tejo dengan gaya ‘sok kenal sok dekat’.

“Ya, Oom…” Jawab Tejo sambil menyirami tanaman.

“Loh kok Oom sih? Aku ini masih mahasiswa lha!” Sahut Anton.

“Mahasiswa abadi! Pantes dong dipanggil Oom!” Sarah ikut menyahut, “Skripsi dah ganti judul 2 kali, mau lulus kapan Oom?” lanjut Sarah menggoda.

“Gimana mau lulus, garap skripsi ga bisa konsen mikirin tante Sarah terus, lagian kalo lulus nanti kudu pulang kampung ga bisa main bareng tante Sarah lagi dong.” Canda Anton.

Gebleg! Pikir Sarah, di depan Tejo dia malah terang-terangan menggoda begitu. Tapi Sarah tidak ambil pusing, entah apa yang dipikirkan Tejo, begitu Anton pergi dengan motornya Sarah langsung masuk rumah, bergegas menuju kamar suaminya. “Sebelum besok ‘dikerjain’ Anton, habis hamil mustinya suamiku dulu yang merasakan tubuhku lagi,” Pikir Sarah. Seks perdana setelah hamil, ga etis kalau langsung diberikan ke orang lain dulu. Lagipula perbincangan dengan Anton tadi memang membuat dia horny berat. Langsung butuh pelampiasan! Dengan semangat 45 Sarah masuk kamar. Tapi, alangkah kecewanya Sarah mendapati suaminya tertidur pulas tidak bisa dibangunkan. “Nyebelin banget sih…” gerutu Sarah. Tapi dia sendiri sudah hafal, kalau hari minggu seperti ini suaminya itu emang lebih sering menghabiskan hari dengan tidur. Sebelum hari ini Sarah tidak pernah mempermasalahkan hal itu, tapi kali ini dalam keadaannya yang sedang ‘on’ jelas bete Sarah dibuatnya.
Tiba-tiba Sarah mendengar tangisan Doni. “Wah, terbangun rupanya dia…” Pikir Sarah. Dia pun segera mendatangi bayinya itu. “Sudah waktunya mimik susu ya cayang?” Sarah mengangkat bayinya, “Yailah biasa deh ngompol…” keluh Sarah. Sarah langsung memanggil Tejo meminta bantuan, “Jon, sudah selesai kan nyiram tanamannya? Tolong ambilin popok Doni ya!” Pintanya.

Sarah

“Ya udah selesai dari tadi dong tante, emang halaman tante segede apa?” Jawab Tejo sambil segera memenuhi perintah tantenya itu. “Makasih ya,” Sarah menerima popok dari Tejo dan dengan sigap mengganti popok Doni. Tejo melihat tantenya dengan kagum, meskipun baru jadi ibu, Sarah memang tidak terlihat canggung dan sangat cekatan mengurusi segala keperluan bayinya itu. Inilah kelebihan Sarah, walaupun binal, naluri keibuannya tinggi. Selesai mengganti popok, Sarah menggendong Doni dengan 1 tangan, sementara tangan satunya mulai melolosi kancing bajunya satu demi satu dari atas. Melihat hal itu mata Tejo langsung melotot tahu apa yang akan terjadi, sebentar lagi tantenya ini akan mengeluarkan buah dadanya untuk menyusui Doni. Glek! tanpa sadar Tejo menahan napas dan menelan ludah. Belum apa-apa penisnya langsung mengeras di balik celananya. Akan tetapi sambil membuka kancing bajunya, dan belum sempat mengeluarkan payudaranya itu, Sarah sudah menyuruh Tejo membawa popok kotor Doni ke belakang. “Tolong, bawa popok kotor ini ke belakang ya, ditaruh di ember biru!” Pinta Sarah sambil melepas kancing ketiga di bajunya. Dugaan Tejo itu kancing terakhir yang harus diloloskan supaya tantenya itu bisa mengeluarkan payudaranya dengan mudah dan bebas. Sungguh sial! “Eeh, i.. iya tante, baik..” Tejo tidak menduga perintah itu dan menjawab dengan napas agak tercekat. Tenggorokannya kering gara-gara terangsang. “Duh belum rejekinya nih,” gerutunya dalam hati saat membawa popok kotor Doni ke belakang.

Saat kembali Tejo tidak menduga ternyata tantenya yang telah menyusui Doni itu tidak masuk ke dalam kamar, melainkan duduk dengan santai di ruang tengah. Tidak diduga juga, Tejo melihat ternyata Tantenya melolosi semua kancing bajunya walau hanya untuk mengeluarkan 1 buah dadanya itu. Sungguh tidak disangka, padahal dengan meloloskan 3 kancing saja, sudah cukup terbuka untuk bisa mengeluarkan 1 buah dada, tapi tantenya ini sedang kegerahan rupanya, pikir Tejo. Tejo sama sekali tidak punya perasaan bersalah membayangkan tantenya dengan pikiran-pikiran nakal seperti itu. Bahkan dia mulai mempertimbangkan untuk ikut duduk di ruang tengah menemani tantenya yang sedang menyusui itu. Dia membayangkan bisa melihat dari dekat kemulusan kulit payudara tantenya yang putih bersih itu. Tak mengapa, pikirnya, walau dia melewatkan adegan dikeluarkannya payudara itu dari sarangnya sehingga dia akan sempat mengintip puting yang menjadi ‘point of interest’ dari buah dada sebelum dicaplok mulut Doni yang sangat lahap itu. Tejo membayangkan dirinya sudah cukup senang dengan suguhan kulit payudara terbuka tante Sarah. Tapi Tejo ragu juga, jangan-jangan setelah dia ikut duduk di sana, tantenya malah mengusirnya. Malu dong kalau begitu.

Walau ragu toh Tejo melangkah juga mendekati tantenya itu. Lagi-lagi tanpa terduga, Sarah yang melihat Tejo mendekat memanggilnya, “Gimana Jo, sudah nggak ada kerjaan ya? Sini duduk sini istirahat sambil ngobrol sama tante!” Bagai disamber geledek Tejo mendengar kata-kata tantenya itu. Tante Sarah benar-benar penuh kejutan! Pikirnya girang.

Tejo duduk di depan Sarah. Jantungnya blingsatan nggak karuan melihat dada tantenya yang terbuka bebas gara-gara kancing bajunya terlepas semua itu. Satu buah dada keluar dan sedang dihisap Doni dengan lahap. Sementara buah dada satunya tersembunyi di balik kain baju Sarah. Hanya bagian sampingnya yang terlihat karna kancing baju yang terbuka semua. “Putiiihh muluuussss…” batin Jo yang mulai berkeringat dingin melihat pemandangan luar biasa itu. Di dalam benaknya terbayang-bayang seperti apa puting payudara tantenya ini yang saat itu dalam keadaan ‘tersensor’. “Duh, kayak apa ya indahnya, bisa-bisa aku pingsan saking bahagianya kalau bisa melihat susu tante Sarah secara utuh! Lha wong begini saja sudah blingsatan aku dibuatnya…” Lamunan mesum tentang tantenya sendiri itu terus menari-nari di benak Tejo. Walau begitu, tampak luar, Tejo berusaha sekalem mungkin di depan Sarah.

Bukan Sarah namanya kalau tidak menyadari kegelisahan Tejo. Sepintar apapun Tejo menyembunyikannya Sarah tetap bisa melihatnya. Padahal, Sarah sama sekali tidak bermaksud menggoda Tejo dengan membuka seluruh kancing bajunya dan mengajak Tejo mengobrol sementara dia menyusui bayinya. Sarah biasa melakukan itu saat menyusui bayinya di dalam rumah. Dia suka payudaranya keluar dengan bebas tanpa hambatan. Dan yang namanya ibu menyusui dianggapnya bukan sesuatu yang binal sama sekali. Jangankan di dalam rumah, di luar rumah saja orang-orang akan maklum jika seorang ibu harus mengeluarkan buah dada untuk menyusui bayinya. Walau ada pakaian khusus ibu yang menyusui, yang memungkinkan seorang ibu membuka area puting susu saja tanpa mengekspos seluruh buah dadanya saat harus menyusui bayi, Sarah sama sekali tidak memiliki baju semacam itu. Mungkin karena dia memang sangat jarang keluar rumah sehingga dia tidak merasa perlu memiliki baju seperti itu.

“Bagaimana sekolahmu Jo? Tante dengar kamu nakal ya di sekolah?” Sarah mengawali perbincangan. Dia berusaha serileks mungkin supaya keadaan tersebut tampak wajar dan bukannya seperti seorang tante yang sedang merangsang ponakannya sendiri.

“Ah nggak kok tante, Tejo rajin belajar kok di sekolah…” Jawab Tejo. Dia pun sama berusaha bersikap sewajar mungkin meski di ‘bawah’ sana terjadi gejolak hebat.
Sarah sendiri tidak berbasa-basi dalam topik perbincangan ini. Dia memang ingin mengajak bicara Tejo tentang masalah sekolah ini. Sebelumnya orang tua Tejo memang sempat menyampaikan perilaku Tejo yang agak badung. Pergaulannya dengan anak-anak nakal dan kerap membolos sekolah. Meski begitu, otaknya memang cukup encer untuk bisa memahami tiap pelajaran di sekolah.

“Bukan masalah itu Jo, tante tahu kok, tante juga sudah melihat nilai hasil ulanganmu yang sudah-sudah. Nilai-nilaimu memang nggak mengecewakan. Tapi yang tante maksud masalah pergaulan kamu Jo…” Sarah meneruskan pembicaraan. Tejo pernah beberapa kali mengajak teman sekolahnya main ke rumah. Sarah melihat ada 5 teman yang selalu di bawa Tejo main ke rumahnya. Memang Sarah hanya menilai penampilan luar ‘geng’ Tejo yang terlihat urakan. Baju kumal yang dikeluarkan, sepatu tanpa kaos kaki, memakai topi terbalik, bahkan ada yang bertato dan bertindik. Sarah juga melihat ada yang membawa rokok walau belum pernah sekalipun mereka merokok di rumahnya. Sarah dan Heru yang agak liberal sebenarnya cuek dengan hal-hal semacam itu… Asal tidak mabuk, ngedrugs atau tawuran aja sih, pikir Sarah waktu itu. Tapi ada baiknya jangan sampai tidak ada komunikasi antara dia dengan Tejo yang notabene di bawah asuhannya kini.

“Tante tidak menghakimi teman kamu atau ngatur-ngatur kamu sih Jo, sejauh tante lihat meski penampilannya urakan teman-teman kamu cukup sopan kalau main kemari…” Sarah tersenyum mencoba tidak terkesan angker. Dia takut Tejo salah paham mengira dia sedang diceramahi apalagi dimarahi.

“Iya tante, walau penampilannya begitu teman-teman Tejo itu baik-baik kok…” Jawab Tejo singkat.

“Ya makanya itu, sejauh yang tante lihat di sini sih tante tidak ada komplain. Tapi takutnya kamu di luar suka terlibat tawuran atau yang semacamnya… Nggak kan Jo, kamu bisa menjaga kepercayaan tante kan Jo?” Tanya Sarah lembut.

“Wah nggak tante kalau sampe tawuran mah… Tejo nggak pintar berkelahi tante, badan Tejo kan kecil… Tejo ini kalahan tante!” Tejo mencoba meyakinkan.

“Ah kamu bisa aja Jo… Ya sudah tante sih percaya aja sama kamu. Yang penting kamu jaga nilai-nilai kamu tuh, jangan sampai turun ya?” Sarah berpesan, “Oh ya, kalau bisa teman-teman kamu kalau main ke sini lagi dikenalin lah sama tante. Tante di sini kan pengganti orang tuamu Jo.” Lanjut Sarah.

Pembicaraan mereka terus berlanjut santai, sambil saling menyembunyikan perasaannya masing-masing. Sarah mulai menyadari, ternyata keadaan dirinya yang merangsang Tejo itu juga membuat dirinya sendiri terangsang. Jadi Sarah merasa terangsang memikirkan bahwa saat ini di depannya Tejo sedang terangsang dengan dirinya. Lagipula sebelumnya memang dia dalam keadaan terangsang dan tidak mendapatkan pelampiasan. Walau mulai hilang ketika dia menyusui Doni dan bebrbicara dengan Tejo, perasaan itu datang lagi dalam bentuk yang berbeda. Mulanya hal itu dirasakan sebagai perasaan yang aneh mendesir dalam dadanya, belakangan Sarah sadar bahwa perasaan itu adalah rangsangan seksual yang memang tidak lazim. Sarah mulai membayangkan dirinya sebagai wanita penggoda atau jangan-jangan malah seorang ekshibisionis.

Anehnya, walau sama-sama mencoba bersikap wajar menyembunyikan gejolaknya masing-masing, Tejo ini tidak berusaha menyembunyikan pandangannya terhadap dada Sarah yang terbuka itu. Persis seperti saat pertama bertemu. Sarah tahu hal itu, dan Tejo juga sebenarnya sadar bahwa tantenya itu tahu bahwa dirinya terus menatap buah dadanya. Suasana itu terus terjadi sepanjang Doni menyusu pada Sarah. Terkadang saat topik pembicaraan habis, suasana berubah menjadi serba canggung, baik Sarah maupun Tejo seperti terkunci dalam posisi masing-masing. Tidak satupun dari mereka yang beranjak. Bedanya, jika Tejo terangsang dan membayangkan pelampiasannya pada tantenya itu, Sarah yang terangsang jelas tidak membayangkan pelampiasannya pada Tejo. Dia lebih membayangkan ingin segera bermasturbasi sambil membayangkan Anton yang besok akan datang untuk mendaki kenikmatan bersama lagi seperti dulu.

Baru pada saat Doni kenyang menyusu dan Sarah mengancingkan bajunya kembali, kunci itu seakan dibuka. Seakan terlepas dari belenggu, Sarah dan Tejo sama-sama bangkit dari duduknya. Hal itu menimbulkan perasaan aneh canggung di antara keduanya. Bagaimana tidak, begitu Sarah menutup bajunya, dia dan Tejo bangkit dengan cepat dalam waktu yang benar-benar bersamaan. Benar-benar seperti orang yang baru menonton film di bioskop dan filmnya berakhir, atau seperti murid-murid dalam kelas yang mendengar bel tanda akhir pelajaran berbunyi.

“Eh, mau kemana Jo?” Sarah spontan bertanya canggung. Pertanyaan bodoh! Pikirnya. Ngapain juga bertanya begitu.

“Eh, yaa… mau ke kamar tante…” Jawab Tejo sama canggung.

“Ya udah, tante juga mau ke kamar tante… yuk…” Sahut Sarah. Jawaban ini juga disesalinya, duh ngapain juga dijawab lagi? Mau ke kamar aja saling pamitan!? Batin Sarah menghardik dirinya sendiri.

Mereka berdua segera menuju kamar masing-masing. Dapat diduga adegan selanjutnya yang terjadi adalah, baik Tejo maupun Sarah sama-sama bermasturbasi dengan hebat di kamar mandi masing-masing. Paahal ketika Sarah memasuki kamar, dia mendapati suaminya sudah terbangun dan sedang asik di depan laptopnya. Tapi entah kenapa Sarah lebih memilih bermasturbasi diam-diam di bawah shower dalam kamar mandinya.

“Duuh Tejo, kamu ini nakal banget sih memandangi tante seperti itu? Gak malu-malu gitu loh kamu ini melototin buah dada tante. Tante benar-benar merasa ditelanjangi oleh kamu Jooo… Nakal kamu Jo! Kamu mau memperkosa tante ya?! Kurang ajar kamu Jo, nakal kamu…!” Dalam benak Sarah terus mengalir kata-kata kotor tentang Tejo semacam itu di tengah masturbasinya yang begitu hebat. Dia menggosok-gosokkan jari pada memeknya dengan kencang, dipelintir-pelintirnya klitorisnya sendiri, di bawah shower yang deras. “Ouuhh…” “Aaaahhh…” rintihnya pelan.

“Duuh, tanteku sayaaang… Tante kok cantik sekali siiih? Mulus sekaliii…! Tejo ngaceng berat melihat tante tau nggaak…? Tanggung jawab dong tantee… Ini semua gara-gara tante terlalu cantik! Putihhh mulus… Bisa-bisanya sih ada perempuan secantik Tante di dunia ini.. Terus bagaimana nasib laki-laki kayak Tejo tante? Apakah Tejo selamanya hanya bisa memandang tante tanpa dapat meraih kenikmatan dari tante? Tejo ga terima kalau Tejo ga bisa nikmatin tubuh tante! Aahh tejo ga kuat tantee… Puaskan Tejo tantee… mana susumu tantee, Tejo ingin kenyot sampe puas tante, pliss tantee… pliss…!” Begitulah kalimat-kalimat mesum tentang tantenya sendiri yang terus diucapkan Tejo dalam hati di tengah-tengah kocokannya pada batang pelernya yang sudah mengeras dari tadi. “Kasihan kamu pelerkuu… kamu tersiksa dari tadi ya?? Kamu mau memek tante Sarah ya?? Tuhh tante, tanggung jawab dong! Ayo tante…!” Tidak ada perasaan bersalah sama sekali membayangkan tantenya sendiri seperti itu. Tidak lama Tejo beronani, tidak sampai 10 menit spermanya sudah berhamburan keluar banyak sekali. “Crooott..croott!”, “Ooohhh… tantee… terima pejuku tantee… Enak nggak tante, hangat kan tante…??” Tejo tetap membayangkan hal-hal kotor terhadap Sarah benar-benar sampai tetes spermanya yang terakhir.

Sementara dengan Sarah, tentu masturbasinya tidak berakhir secepat itu. Bahkan kini di kamar mandi ia mulai kebingungan mencari-cari benda yang bisa digunakan untuk menggaruk memeknya yang terasa sangat gatal itu. Pancuran air dia setel yang paling deras diarahkan langsung ke bibir memeknya, “ooouuhhh…” Nikmat rasanya tapi tetap saja hal itu tidak cukup bisa memancing cairan cintanya untuk munrat keluar. “Duh gimana ini, aku kok jadi blingsatan begini?” Sarah terus mencari-cari. Dia menggenggam satu demi satu benda yang ada di situ, dari sabun, botol shampo, botol parfum, semuanya dia timbang-timbang untuk dapat digunakan menyodok-nyodok memeknya sendiri. “Uuhh sial, ga ada yang pas sih bentuknya!” Makinya dalam hati. Sarah meraih handuk, dililitkannya ke tubuhnya yang masih basah dan bergegas keluar. Dia bermaksud mengambil dildo yang dia simpan dalam lemari. Tentu dia berharap suaminya sudah keluar kamar saat itu supaya dia tidak melihat dirinya mengambil dildo. Sarah memiliki beberapa koleksi dildo yang suaminya sendiri tidak tahu. Sial, ternyata suaminya masih betah aja di dalam kamar berkutat dengan laptopnya.

“Mas kok nggak keluar sih?” Tanpa sadar Sarah bertanya ketus pada Heru.

“Gak ah lagi males!” Jawab Heru tanpa menoleh. Dia tidak menyadari keketusan Sarah.

Sarah pun ngeloyor keluar kamar. “Lho mau kemana kamu kok masih handukan aja gitu? Pakai pakaian dulu!” Tanya Heru baru menoleh dan melihat keadaan istrinya.

“Emang aku belum selesai mandinya kok! Ini mau ambil sabun di dapur! Sabun habis!” Sahut Sarah berbohong. Tujuannya sebenarnya mengambil mentimun di lemari es. Seingatnya, masih ada beberapa mentimun yang dia simpan di sana. Kaget sekali Sarah ketika menuju dapur berpapasan dengan Tejo yang sudah selesai duluan mandi (dan bermasturbasi) nya.
“Eh, Tejo, sudah mandi kamu?” Tanya Sarah menyembunyikan keterkejutannya.

“Sudah tante!” Jawab Tejo. Gila! tantenya ini tahu-tahu muncul di hadapannya dengan tubuhnya hanya berbalut handuk kecil. Badannya yang masih basah juga tercium wangi sabun darinya membuat penis Tejo langsung berdenyut lagi. “Shiiit! Mulus abisss!” gumamnya dalam hati.

“Tante sendiri baru mandi juga tante?” Tanya Tejo sekenanya.

“Ya, tapi tante belum selesai mandinya ini mau mengambil sesuatu Jo.” Jawab Sarah membuka kulkas. “Duh, kok nggak ada sih? Apa sudah habis, perasaan kemarin masih ada!” Gerutu Sarah. Tejo yang memandang takjub dari belakang Sarah yang sedang menungging di depan kulkas mulai meremas-remas selangkangannya sendiri. “Aduh, tante jangan siksa Tejo begini terus dong…!” dalam hati Tejo terus mengata-ngatai tantenya dengan kata-kata kotor. Handuk yang digunakan melilit tubuh tantenya itu memang tebal tapi tidak terlalu besar. Handuk putih itu hanya bisa menutupi sebagian kecil pahanya di bawah pantat. Tejo benar-benar memuaskan matanya melahap pemandangan indah di depannya. Dari betis, paha, hingga pundak tantenya yang terbuka dipelototinya bergantian tanpa henti. Kulitnya yang putih mulus dihiasi butiran-butiran air itu benar-benar mempesona Tejo. Sesekali dengan gerakan kecil Sarah, butiran-butiran air itu tergelincir satu-demi satu di atas halus kulitnya. Hal itu makin membuat Tejo mengangankan menyentuh dan mengelus kulit itu, merasakan lembutnya, menikmati putihnya. Dalam posisi menungging begitu, pantat Sarah yang montok menghadap langsung ke arah Tejo. Tambahlah Tejo tak kuasa terus membayangkan keindahannya jika tidak tertutup handuk seperti itu. Dibayangkan juga lubang keramat yang bukitnya dihiasi bulu-bulu halus terselip di antara kedua bongkahan pantat montok tersebut. Bahkan Tejo berpikir nakal, “kalau aku jongkok pasti memek tante bisa kulihat…” Gelisah sekali Tejo memikirkan hal itu. Dia bimbang untuk berjongkok atau tidak. Jantungnya berdegup makin kencang. “Kalau aku jongkok sadarkah tante kalau aku berusaha mengintip selangkangannya…?” Tejo bertanya pada diri sendiri dalam hati. “Pasti tante sadar deh, tapi mungkin juga tidak… mungkin aku bisa berpura-pura ikut membantu… atau pura-pura keseleo di kaki… atau… duh gimana ya, jongkok… tidak… jongkok… tidak…” Dalam hatinya terus bergolak pertanyaan itu. Dianggapnya ini kesempatan langka yang jarang ada. Tejo yang tidak kunjung berani berjongkok memaki dirinya sendiri pengecut, maho, payah, dan sebagainya.

“Emangnya cari apa tante, kok di kulkas nyarinya?” akhirnya Tejo bertanya.

“Tante nyari timun Jo, kamu yang makan ya, perasaan kemarin masih ada?” ups, tanpa sadar Sarah menjawab jujur pada Tejo. Benar saja Tejo langsung bertanya lagi keheranan, “Loh, buat apa mentimun buat mandi tante?” Dalam hati dia menyesal karna kesempatannya sudah berlalu. Kini tantenya sudah bangkit dan menutup kulkas. Walau begitu pikirannya makin keruh mendengar tantenya itu mencari timun. Penisnya makin berontak saja di balik celana jeansnya yang sempit. Sarah sendiri juga menyadari kekeliruannya dan menjadi gelagapan memikirkan jawabannya. “Ya buat masker wajah Jo, kamu tahu kan kayak di majalah-majalah itu loh, timun diiris-iris dan ditempelkan di wajah. Itu berkhasiat buat kulit wajah bersih dan kencang Jo…” Fiuuh… Sarah merasa lega bisa menjawab begitu. Jawaban itu cukup masuk akal baginya. Tejo juga tampaknya mangut-mangut paham. “Makanya kamu lihat gak mentimun tante?” lanjutnya bertanya pada Tejo. “Nggak lihat tante, bukan Tejo kok yang makan, mungkin Oom Heru tante.” Jawab Tejo. “Emang nggak bisa pakai yang lain ya tante?” Tejo bertanya lagi. “Duuh, ya pakai apa ya kalau nggak pakai mentimun…?” sahut Sarah sambil berpikir, tapi jawaban itu terdengar seperti balik bertanya pada Tejo. Tanpa diduga Tejo menjawab, “Mmm… Kalau pakai jagung bisa nggak tante?” Terkejut sekali Sarah dengan pertanyaan Tejo itu. “Haah, ada-ada aja kamu, emangnya jagung bisa buat masker wajah?” Tanya Sarah gusar.

“Ya Tejo gak tahu tante. Kan tante lebih tahu kalo masalah itu…” Jawab Tejo.

Sarah benar-benar masih terkejut, bisa-bisanya Tejo memberi alternatif jagung untuk pengganti timun yang dia cari. “Jangan-jangan ni anak tahu maksudku? Duuhhh parah!” Keluh Sarah dalam hati.

“Kalo jagung memangnya ada Jo?” Ternyata Sarah bertanya juga penasaran.

“Ada tante, Tejo baru beli jagung rebus sama abang yang lewat di depan.” Jawab Tejo. “Kalau bisa ya gapapa Tejo kasih tante, tapi kalau gak bisa ya sudah…” lanjutnya.

“Eh, bisa Jo… bisaa! Bisa kok, boleh buat tante Jo?” Sahut Sarah penuh harap. “Tante baru ingat kayaknya Tante pernah liat juga di majalah…” lanjutnya ngeles.

“Ooh, ya kalau bisa pake aja tante, gapapa kok nanti Tejo bisa beli lagi. Tapi gimana caranya tante jagung dibuat masker…?” Tejo menjawab sambil berjalan menuju kamarnya untuk mengambil jagung yang baru dibelinya. Sarah mengikutinya dari belakang. “Ni anak pake ngejar masalah masker lagi… Mana bisa, monyong?!” Batin Sarah agak kesal tapi bercampur geli. “Ee, iya kayaknya sih Tante pernah liat gitu di majalah… Nanti Tante liat-liat lagi. Memang banyak Jo tips-tips tentang kosmetik alami begitu. Kayaknya semua buah-buahan bisa dimanfaatin buat perawatan begitu Jo…” Sarah menjawab sekenanya aja. Gak tahu deh Tejo peduli apa nggak dengan jawaban itu. “Eh, besar nggak Jo jagungnya?” Nah lo, dasar sableng Sarah malah iseng bertanya begitu. “Biarin deh, ngapain jadi keliatan kagok… Sekalian aja aku pancing-pancing ke yang menjurus begitu. Sambil liat juga gimana reaksi dia…” Begitu pikir Sarah mulai nakal. “Besar juga kok tante, niih… Besar kan?” Tejo menjawab santai sambil mengeluarkan jagung dari dalam kresek hitam. Raut mukanya terlihat biasa-biasa saja. Jagung rebus di tangan Tejo itu masih hangat, masih terlihat sedikit uap mengepul dari batangnya yang masih terbungkus kulit. Sarah langsung meraih jagung itu seperti tak sabar, “sempurna!” Pikirnya girang. Dia tidak menanggapi kata-kata Tejo karna tidak tahu harus menjawab apa. Walau dia cukup kaget dengan jawaban Tejo, tapi dia melihat ekspresi Tejo tampak biasa-biasa saja. Raut mukanya tidak berubah. “Duh, aku aja kali yang mikirnya terlalu liar kebablasan, gimanapun dia ini kan masih kecil… Ponakanku sendiri lagi!” Pikirnya menyesali diri. Ternyata penyesalan Sarah tidak lama karna sesaat kemudian Tejo menambahi, “Mungkin gak sebesar timun tante sih… Tapi segitu juga cukup besar kan tante? Gimana tante, ukurannya pas nggak?” tanyanya sambil tersenyum yang bagi Sarah terlihat seperti senyum mesum. “Gebleeg ni anak…!” maki Sarah dalam hati. Kini Sarah benar-benar hampir yakin Tejo sudah menduga dan membaca pikirannya.

“Iya Jo segini mah cukup besar… Pas dengan keinginan tante! Makasih ya…!” Jawab Sarah sambil menggenggam jagung itu di tangan kanannya. Dia seperti ingin menunjukkan genggaman itu pada Tejo. Tejo terdiam menelan ludahnya, “glek!”

Benar-benar aneh rasanya peristiwa itu. Seorang tante dan keponakannya yang masih SMP berbincang dengan kata-kata menjurus seperti saling menggoda. Walau itu didasari oleh asumsi satu sama lain. Sarah yang berasumsi Tejo tau pikirannya, dan Tejo yang berasumsi tantenya hendak bermasturbasi dengan batang jagung yang diberinya. Hati keduanya hanya berasumsi dan terjadilah percakapan yang sama-sama memacu degup jantung masing-masing. Walaupun asumsi-asumsi tersebut benar adanya, tentu saja baik Tejo dan Sarah tetap tidak ada yang tahu secara pasti. Tapi diam-diam timbul keinginan di dalam hati keduanya untuk memastikan hal itu. Yang jelas, setelah berterima kasih pada Tejo, Sarah langsung bergegas kembali ke kamar mandi. Disembunyikan jagung dari Tejo itu di balik handuknya supaya suaminya tidak melihat. Sementara Tejo yang penisnya sudah menegang lagi juga buru-buru masuk ke kamarnya. Adegan masturbasi bersama di kamar masing-masing pun terjadi lagi dengan jauh lebih bersemangat dibanding sebelumnya.
Kali ini Tejo tidak melakukannya di kamar mandi. Dia berbaring di kasurnya sambil matanya menerawang ke langit-langit. Dia mengelus penisnya pelan, mengurutnya, kadang mempercepat gerakan tangannya, tapi saat hendak mencapai klimaks dia buru-buru memperlambat gerakannya. Kali ini dia ingin berlama-lama membayangkan keindahan tantenya. Berbagai bayangan jorok terus menari di benaknya. Ketelanjangan tantenya, kemontokan payudaranya, putih mulus kulitnya. Tejo membayangkan senyum manis tantenya, dia mengkhayalkan mengecup bibirnya, membenamkan wajahnya di antara buah dadanya, menciumi permukaannya yang wangi, dan seterusnya… Tejo tak ingin bayangan-bayangan indah itu segera berlalu. Tentu saja semua itu sangat tidak pantas dia lamunkan terhadap Sarah yang jelas-jelas tantenya sendiri. Istri Oomnya yang dia hormati. Yang selama ini telah mengasuh dan membiayainya bagai anak sendiri. Tapi bagai kerasukan setan, pikiran semacam itu jelas hilang sama sekali dalam benak Tejo. Apalagi terus terbayang juga dalam benak Tejo tantenya di kamar mandi pada saat yang bersamaan juga sedang asik menyodok-nyodok memeknya dengan jagung pemberiannya. Dengan bayangan itu makin tidak terpikir perasaan bersalah apalagi kesadaran moral dalam diri Tejo. Yang ada Tejo malah makin terobsesi dengan tantenya sendiri itu. Tejo jelas tidak tahu pasti bahwa Sarah bermasturbasi dengan jagung pemberiannya. Bisa saja tantenya itu memang hendak memanfaatkannya untuk perawatan kulit, seperti penjelasannya. Tapi Tejo lebih senang membayangkan adegan masturbasi itu (di mana kenyataannya memang itulah yang terjadi). Terlebih lagi terus terngiang-ngiang juga percakapan singkat yang ‘ajaib’ tadi.

Hal serupa jugalah yang dialami Sarah. Dia seperti menemukan keasyikan baru. Sesuatu yang sudah lama dialaminya, terutama saat bersama Bambang, tapi dengan Tejo baru sekarang dia makin menyadarinya. Sarah suka membayangkan orang lain terangsang pada kecantikan dirinya. Terangsangnya orang lain pada dirinya, membuat dirinya terangsang pula. Makin terlihat mupeng seseorang terhadapnya, makin terangsang pulalah dia. Karena, untuk membuat orang makin terangsang, bernafsu, dan mupeng terhadapnya, maka berarti Sarah sendiri harus makin berani ‘membuka’ dirinya. Bukan hanya itu, dengan Tejo yang ditambahi kata-kata nakal yang menjurus dan saling berbalas, makin menambah sensasi rangsangan tersebut. Segera setelah memasuki kamar mandi dan menguncinya, Sarah langsung membuka kulit jagung pemberian Tejo. Membersihkan rambut-rambutnya hingga tersisa hanya batang jagung dengan biji-biji kuningnya yang rapat. Dirasakan batang itu masih hangat. Jantung Sarah masih berdegup kencang, belum pernah dirinya bermasturbasi dengan batang jagung seperti itu. Dengan mentimun yang dia cari awalnya juga tidak pernah. Yang tadi itu hanya kreatifitas spontan akibat dirinya yang sedang dibakar nafsu.

Ditempelkannya batang jagung itu ke pipinya, dielus-eluskannya di sana sambil memejam matanya. Sarah berbaling rileks di bathub. Tangan satunya sibuk merangsang memeknya agar segera memproduksi pelumas alami supaya batang jagung itu bisa keluar masuk dengan lancar dalam liangnya. Jari telunjuk dan tengahnya menyusup masuk ke liang memeknya, dikeluarmasukkannya dengan pelan dan lembut. Terkadang jarinya hanya mengelus di seputaran liangnya itu. Memijit-mijit labia dan klitorisnya hingga mulai dirasakannya kenikmatan itu. Kenikmatan yang bukan melegakan, melainkan kenikmatan yang malah makin membutuhkan pelampiasan lebih. Kenikmatan gatalnya dinding-dinding rahimnya, mengeras dan makin berkedutnya klitorisnya, menuntut sesuatu yang lebih. “Uuhh….” erang Sarah lirih. Jantungnya berdegup makin kencang. Matanya mulai nanar. Dieluskan pelan batang jagung dari pipi satu ke pipi lainnya. Terkadang berhenti diciumi dan dijilatinya batang itu. “Sekarang giliranmu ya sayang… Mau kan masuk ke dalam liangku?” digerak-gerakkan batang jagung itu di depan wajahnya seakan sedang berbicara dengannya. Matanya menatap sayu seakan sedang menggoda batang itu. “Apa? Kamu takut gelap…? Duh gapapa lagi, kan ada tante menjaga di luar sini… Mau ya sayang?” bisiknya sambil menggoyang-goyangkan batang itu seperti sedang memainkan boneka. “Walau gelap tapi nyaman loh di dalam sana, kamu pasti ketagihan deh… Lagian hangat, tuh badan kamu udah mulai mendingin…” dikecupinya batang jagung itu, lalu ditempelkannya lagi ke pipinya. Dimainkannya batang jagung itu seperti anak kecil yang sedang merajuk, diusap-usapkannya ke pipinya dengan penuh penghayatan Sarah berbisik lagi, “Nah, mau ya? Masuk ya? Iya kan, tuh kamu kedinginan kan…?” Seperti orang gila saja Sarah mengajak bicara sebatang jagung.

Sarah mulai mengarahkan jagung itu ke liangnya. Tangan satunya membuka liangnya dengan kedua jari. Dihadapkannya batang jagung itu ke arah memeknya yang terbuka itu. “Nah, asik kan? Gak nyeremin kan?” Di oles-oleskannya ujung batang jagung itu di muka liangnya. “Kalau udah liat pasti langsung kepingin masuk deh… Dasar kamu tadi pura-pura takut, sekarang malah maksa-maksa segera masuk…!” Sarah terus bertingkah seperti itu, baginya menyenangkan dan sensasional berlaku seperti itu. Kalau saja adegan itu direkam dan ditontonnya sendiri di keesokan hari pasti dia pun akan malu sendiri. Sarah mulai memasukkan pelan-pelan batang itu centi demi centi… “Ouuhhh…” Kamu besar juga sayang, jadi sempit deh, makanya pelan-pelan ya masuknya…” Sarah menghentikan dorongannya saat batang itu sudah masuk separuhnya. Dilepas kedua tangannya dan dia memandangi batang jagung yang terbenam separuh di dalam liangnya itu. Kedua tangannya bertumpu di dasar bathub lalu dinaikkannya pantatnya sambil kakinya mengangkang. Dia membuat liangnya seperti mengacung-acungkan batang jagung itu, digoyang-goyangkan pinggulnya untuk mengetes bagaimana kencangnya batang jagung itu tertanam di liangnya. “Hi hi hi…” Tertawa geli sendiri Sarah dengan tingkahnya itu. Besarnya batang jagung itu membuat posisinya kencang di dalam memeknya yang sebenarnya sudah tidak terlalu sempit lagi.

“Apa? mau masuk semua? Iya… iyaa deeh… sabar dong…” Sarah menurunkan kembali pantatnya. Diraihnya jagung itu dan didorongnya lagi pelan-pelan hingga benar-benar terbenam seluruhnya di dalam memeknya. Dari luar yang terlihat hanya tangkainya yang cukup panjang untuk bisa dipegang dengan 3 jari. “Horeee…. Sudah masuk semua! Pinteer…!” Sarah bertepuk tangan pelan kegirangan. Digoyang-goyangkan lagi pantatnya untuk melihat tangkai jagung itu ikut bergerak-gerak di luar sementara batang jagungnya sendiri dengan kencang tertancap mantap dalam memeknya. Kemudian langsung diraihnya tangkai itu dengan tangan kanannya, 2 jari tangan kirinya berusaha membelah bibir memeknya. Ditarik keluar lagi jagung itu pelan-pelan. Seeettt… Aahhh, Sarah benar-benar meresapi tiap gesekan butiran2 biji jagung yang rapat itu di dinding rahimnya. Matanya memicing sayu, menatap sedikit-demi sedikit penampakan batang yang bergerak keluar dari memeknya itu. Sebelum batang itu keluar semuanya, sudah didorongnya balik masuk ke dalam lagi, kali ini dengan gerakan yang lebih cepat. Setelah terbenam seluruhnya, serta merta ditariknya keluar lagi. Sampai hampir keluar seluruhnya, didorongnya masuk lagi, begitu seterusnya dengan gerakan yang makin cepat dan makin cepat. Hingga dinding rahimnya mulai menyesuaikan diri dengan tekstur batang jagung. Gesekan-gesekan keduanya pun dirasa makin lancar dengan makin licinnya liang Sarah yang mulai dibanjiri cairan cintanya. Akhirnya batang jagung itu benar-benar mengocok-ngocok liangnya. Tangan Sarah bergerak dengan cepat mengeluarmasukkan batang jagung itu. Bila mulai pegal bergantian dengan tangan kirinya. Kepalanya mendongak ke atas, matanya terpejam. Dihayati dan diresapinya rasa sensasional tekstur batang jagung di dalam memeknya, sambil telinganya mendengarkan suara merdu yang dihasilkan kocokan itu. “Preet… preet… preet… !” Mulutnya juga mulai meracau dan mengerang seirama dengan kocokan itu. “Uuuhh… aahhh…”

“Preet… ssreet… preet… !”

“Uuuhh… aahhh… ouuhhh”

Suara kocokan itu bagaikan sebuah musik nan merdu, dan erangan Sarah itu sebagai nyanyiannya, menghasilkan simponi nan indah di ruang mandi yang kedap suara itu yang sebagai arena konsernya.

Tak lama kemudian Sarah menggelinjang saat mengalami orgasme pertamanya. Matanya makin memejam rapat. Cairan cintanya menyembur dengan kencang membasahi jagung yang masih berada dalam liangnya sambil tetap dikocok-kocokkan bersamaan dengan orgasmenya itu. “Aahhhh……” Sarah menjerit kecil. Luar biasa sekali kenikmatan yang dirasakan Sarah saat itu. Sampai semburan cairannya berhenti, Sarah pun menghentikan kocokannya. Nafasnya terengah-engah. Dicabutnya batang jagung itu dan dipandanginya dengan takjub. Biji-biji kuning jagung yang rapat itu dihiasi lumuran cairan cintanya. Tanpa jijik diciuminya batang jagung itu. Cup cup cup, “Ternyata kamu kalo udah di dalam keenakan ya…? Malah liar sekali gak bisa diam… Jadi nyembur dong liang tante ini… Enak tahuu?” Sarah mulai bertingkah lagi mengajak bicara jagung itu.

“Ya sudah sekarang masuk lagi ya…?” bisiknya lagi. Dian menggoyang-nggoyangkan jagung itu seperti memainkan boneka dengan ekspresi kegirangan. “Iiihh ngebet juga kamu ternyata… genit ih! Ya sabar doong…”

Sarah beranjak keluar dari bathub yang dianggapnya membatasi gerak. Dia ingin berbaring di lantai kamar mandinya yang memang luas. Di siramkannya beberapa gayung air di atas permukaan lantai kamar mandinya kemudian Sarah mulai berbaring sambil mengarahkan batang jagung itu lagi ke memeknya. “Seettt,” batang jagung itu masuk lagi untuk kedua kalinya, kali ini jauh lebih lancar, dan tanpa banyak pemanasan Sarah langsung bisa mengocok-ngocokkannya lagi dengan cepat.
“Preet… ssreet… preet… !”

“Uuuhh… aahhh… ouuhhh”

Konser orkes masturbasi pun berkumandang lagi dengan megah.

Benar saja di lantai kamar mandi Sarah bisa bergerak bebas. Lantai kamar mandinya yang dari keramik itu memang senantiasa digosok tiap hari sehingga kondisinya sangat bersih. Karna itulah Sarah tidak merasa risih berguling-guling di atas lantai itu sambil terus mengocok-ngocok liangnya. Tubuhnya seperti kelojotan, berputar ke kiri, balik ke kanan, terkadang diangkatnya pantatnya tinggi-tinggi, dijatuhkannya lagi, berbalik tengkurap, menungging… benar-benar adegan yang seru sekali. Jauh lebih seru dari yang bisa dibayangkan Tejo. Walau kondisi di kamar mandi dingin dan basah, Sarah tetap memanas dan peluh mulai deras membanjiri tubuhnya.

Entah berapa menit adegan itu berlangsung, yang jelas setelah orgasme ketiganya barulah Sarah mulai berhenti. Di tengah-tengah adegan tadi sebenarnya Sarah mendengar suaminya mengetuk-ngetuk pintu kamar mandi. Mungkin dia penasaran kenapa Sarah berlama-lama di dalam. Padahal yang namanya wanita, terlebih Sarah, memang sudah biasa lama di kamar mandi. Heru juga sangat biasa memahami itu. Jadi, bila sampai dia mengetuk pintu kamar mandi, itu artinya kali ini Sarah sudah terlalu lama di dalam. Sarah menyadari hal itu, karna itulah dia menyudahi masturbasinya walau masih kuat dan ‘nagih’. Selama suaminya mengetuk tadi Sarah juga tidak menyahut apapun. Dia takut suaminya itu minta masuk karna memang tidak lazim Sarah mengunci pintu kamar mandi darinya. Sarah berpikir akan berbohong pada suaminya nanti dengan mengatakan bahwa dirinya ketiduran di bathub.

Tanpa mencabut jagung itu dari memeknya Sarah berbaring menatap langit-langit kamar mandi. Masih dirasakan sedikit denyutan pelan di dinding rahimnya setelah orgasme ketiga barusan. Nafasnya yang tadinya terengah-engah kini mulai teratur. Keringatnya dibiarkan berlelehan di wajah dan tubuhnya yang halus itu. Beberapa saat kemudian dicabutnya batang jagung itu pelan. Dipandangnya sebentar dan dikecupnya tanpa merasa jijik dengan lumuran cairan cintanya sendiri di seluruh permukaan jagung itu, bahkan dihirupnya aroma khas cairan itu dalam-dalam, “terima kasih yaa?” ucapnya sambil tersenyum. Badannya yang masih agak capek ingin dibaringkannya sebentar lagi. Diletakkannya jagung itu di atas perutnya yang langsing. Dirasakan basah cairannya ada yang turun melelehi perutnya. Pikirannya menerawang lagi megingat perbincangan sebelumnya dengan Tejo. “Apa Tejo sedang membayangkan aku masturbasi begini ya? Kalau begitu dia pasti membayangkan sambil bermasturbasi juga…” Pikirnya. Dibayangkannya keponakannya yang ndeso itu mengocok-ngocok penisnya. Tubuhnya hitam legam, penisnya juga pasti hitam, segede apa ya miliknya…? Penasaran juga Sarah dibuatnya. “Aku ragu dia percaya kebohonganku tentang masker wajah tadi, duuh, tapi moga-moga aja deh dia percaya…” Walau berpikir begitu, sejurus kemudian dia berubah pikiran lagi, “tapi kalau dia nggak percaya seru juga sih, hi hi hi…” batinnya.

Sarah tidak merasa malu bertemu Tejo lagi setelah ini. Dia bahkan seperti tidak sabar untuk berinteraksi lagi dengan Tejo, mengamati mimik wajahnya dengan obrolan-obrolan menjurus lagi. Diam-diam Sarah terobsesi juga untuk benar-benar bisa mengetahui secara pasti isi benak Tejo tentang dirinya , dan berharap Tejo juga akan tahu dengan pasti tentang dirinya yang hobi seks itu. Tentu saja semua itu tanpa bicara terang-terangan, “ahh bagaimana caranya ya..?” pikir Sarah. “Musti main cantik nih…” pikirnya terus sambil senyum-senyum sendiri. Makin mantaplah keyakinan bahwa dalam dirinya terdapat bakat ekshibisionis.

“Terima kasih ya Jo, kamu sudah memberikan solusi jagung ini pada tante. Tahu aja kamu apa mau tante…” lamunan Sarah makin nakal. Coba tadi dia jadi memakai mentimun, tentu tidak senikmat jagung yang lebih halus dengan tekstur yang khas kumpulan biji-biji yang menutupi batangnya itu. “Tejo.. tejo.. Tante harus kasih hadiah apa ya ke kamu? Hi hi hi… Kamu maunya apa Jo? Pasti kamu mau tubuh tante ini ya… ih enak aja, dasar mesum jelek! HI hi hi…” Takut makin lama, sarah pun bangkit dan membasuh diri di bawah shower. Segar sekali rasanya. Kepenatan tubuhnya gara-gara masturbasi yang penuh semangat tadi seakan dilolosi satu persatu dari tubuhnya dengan kucuran air shower yang hangat itu. Setelah membasuh dan menyabuni tubuhnya, tidak lupa membersihkan memeknya dari cairan orgasme yang membanjirinya, Sarah pun keluar, tidak lupa dibawanya jagung itu sambil disembunyikannya di balik handuk.

“Duh, kamu lama banget mandinya, lagian kenapa dikunci sih…?” Heru yang menungguinya di kamar langsung menggerutu begitu Sarah keluar.

“iya, aku ketiduran di bathub mas… Sori ya, mas nungguin ya?” Jawab Sarah seperti direncanakan.

“Iya lah sudah sore begini gitu loh…” Heru bangkit menuju kamar mandi, dikecupnya pipi Sarah sebelum masuk. “Wanginya istriku…” godanya. “Iiih kamu masih bau nyium-nyium aku…” Sarah mencoba mengelak. “Kamu jangan kebiasaan ketiduran di kamar mandi seperti itu, kalau masuk angin gimana? Kan repot…” Nasehat heru sebelum kemudian masuk ke kamar mandi. Sarah manggut-manggut saja tanpa berkata. “Oh iya, Doni bangun tuuuhh, sekarang lagi digendong si Tejo!” Teriak Heru dari dalam kamar mandi.

Setelah berpakaian rapi Sarah pun keluar kamar. Dia hanya memakai daster yang bagian bahunya terbuka dengan tali melintasi pundak, dan seperti biasa dengan mengekspos paha terbuka sejengkal di atas lutut. “Spesial buat kamu Jo. Hi hi hi…” kata Sarah dalam hati. Diam-diam dia ingin tampil cantik di depan keponakannya itu. Tidak lupa Sarah membawa jagung tadi keluar kamar hendak membuangnya. Dia memegangnya dengan selembar tissu. Sarah mendapati Tejo sedang menimang-nimang Doni di teras rumah.

“Tejo, makasih ya sudah jagain Doni bentar… Tadi tante ketiduran di kamar mandi. Rewel gak si Doni?” Tanya Sarah sambil tersenyum manis. Tejo makin melek aja bertemu lagi dengan tantenya yang molek itu. “Duuh tante ini makin dilihat makin cantik aja…!” gumam Jo dalam hati. “Ah nggak rewel sama sekali kok tante, mungkin tadi sudah kenyang minum susu tante… Jadi anteng deh.” Jawab Tejo menyinggung-nyinggung susu Sarah yang tersipu dibuatnya. “Iya tadi siang dia lahap sekali minum susu tante.” Jawab Sarah tak mau kalah. “Sini Jo Doninya biar tante yang gendong sekarang…” kata Sarah sambil merunduk di depan Tejo meraih Doni dari gendongan Tejo. Hal itu membuat Tejo terbelalak yang melihat daster Sarah yang ikut menurun. Terlihat jelas kini walau singkat sekali seluruh bongkahan payudara tantenya menggantung di balik daster yang dikenakannya. “Gleekk…” Tejo menelan ludah kesekian kalinya demi telah menikmati pemandangan dari tantenya yang super indah itu. Sarah agak kerepotan karena lupa tangannya masih menggenggam jagung yang hendak dibuangnya.

“Oh iya, ini Jo tolong dibuang jagung kamu tadi habis tante pakai..!” Pinta Sarah pada Tejo.

“Ok tante.” Tejo meraih jagung itu dengan perasaan tak tentu.

“Masih utuh jagungnya tante?” Tanya Tejo.

“Lah iya lah, emangnya tante makan, kan tadi tante bilang itu buat masker.” Jelas Sarah sambil geli dalam hatinya. Dia sama sekali tidak khawatir lagi dengan apa yang akan dipikirkan Tejo.

“Tapi gak dibelah-belah ya Tante?” Tanya Tejo lagi.

“Ya nggaklah Jo, emangnya timun bisa dibelah. Kan keras Jo, gimana belahnya? Cara pakainya ya berbeda dong Jo…” Sarah menjawab sambil tersenyum.

“Oiya, lantas gimana tadi cara pakainya tante?” Tejo bertanya lagi tanpa merasa grogi walau terus terpesona dengan senyum tantenya itu.

“Udah ga usah nanya terus… emang kamu mau ikut-ikutan pake kaya tante? Mau pake satu ton jagung juga ga bakal putih kulitmu Jo… Hi hi hi…” ledek Sarah menggoda Tejo. Sarah tidak kelabakan lagi menjawab pertanyaan Tejo yang mengejar itu. Dia menjawab sekenanya saja tanpa peduli. Diam-diam dia malah senang Tejo mengejarnya dengan pertanyaan seperti itu.

“Bukan gitu tante, maksudnya ini kalo masih bisa dimakan kan sayang kalo dibuang tante… Tejo makan ya tante?” Jawab Tejo tersipu. Kali ini Sarah cukup terkejut juga dengan kata-kata Tejo itu. “Haah… mau dimakan? Gila kamu Jo, bukannya kamu sebenarnya tahu itu habis tante pake buat ngocok memek tante tadi? Penuh cairan tante tuh Jo… Atau jangan-jangan justru karna itu kamu mau memakannya ya?” Pikir Sarah gusar. Tapi sambil tertawa kecil menggoda, yang keluar dari mulutnya malah kalimat ini; “Oh mau kamu makan? Ya makan aja Jo, masih bisa kok, dijamin menyehatkan lagi! Hi hi hi… Kirain kamu udah ngikhlasin jagung itu tadi, ternyata masih ngidam ya? Hi hi hi…”

Tejo makin tersipu, “iya tante, kebetulan juga sudah agak lapar, buat ganjal perut sambil nunggu makan malam tante.” Jawabnya. Dia pun duduk sambil mulai menyantap jagung itu. Sarah yang ikut duduk bersebelahan dengannya memandang dengan takjub. Berdesir lagi perasaan aneh dalam dadanya. Jagung itu sama sekali tidak dicucinya tadi. Walau sudah kering cairannya, pastilah masih tersisa lengket-lengket di seluruh permukaan jagung itu, belum lagi baunya yang khas pasti tercium juga oleh Tejo. Bagaimanapun juga Tejo tetap memakan jagung itu dengan lahap. Sarah melihatnya menggigit dan mengunyah biji-biji jagung itu tanpa menunjukkan erubahan ekspresi apapun, seakan-akan itu jagung yang masih normal-normal saja. “Eeh… Enak nggak Jo?” dengan penasaran Sarah bertanya.
“Ya enak tante, Tejo memang paling suka makan jagung sih.” Jawab Tejo.

“Ooh gitu ya…?” Sarah manggut-manggut.

“Memang tante mau?” Tanya Tejo sambil tersenyum.

Makin surprise Sarah dengan keponakannya yang satu ini. “Kurang ajar bener ni anak…” batinnya. Tapi tertantang juga Sarah untuk mencobanya, “Ee… Boleh deh Jo, tante juga sebenernya sudah lapar juga sih… Hi hi hi…” Tejo makin gemas saja dengan tantenya itu. Apalagi dari tadi tantenya itu terus tersenyum padanya. Sebenarnya dari awal memang Tejo lebih akrab pada Sarah ketimbang Heru yang sibuk bekerja. Heru sendiri juga seperti menitipkan Tejo pada Sarah. Dimintanya Sarah yang memperhatikan dan mengajari Tejo selama dia hidup menumpang bersama mereka. “Bukan hanya nilai pelajaran di sekolah, tapi juga pergaulan dia, sikap dia, dan sebagainya…” Pesan Heru waktu itu pada Sarah. Heru sadar juga dengan sifat keibuan istrinya yang cukup menonjol. Meskipun begitu, bagi Tejo kali ini dirasakan kedekatannya yang paling akrab pada tantenya itu. Kalau di awal tantenya lebih banyak bersikap formal, kali ini tantenya itu lebih sering tersenyum lepas padanya. Gilanya, hal itu malah makin membuat Tejo terobsesi. Apalagi dalam diri Sarah sendiri memang terbesit niat untuk menggoda dan memancing Tejo.

“Tapi tangan tante sibuk menggendong Doni nih, kayaknya mulai rewel ga mau anteng.” Sarah memecah keheningan sesaat yang baru saja terjadi. Bayinya memang agak aktif dalam gendongannya membuat Sarah cukup repot. “Kamu suapin ke mulut tante ya?” Pinta Sarah sambil mengerling tersenyum pada Tejo. “Makin manis saja senyummu tantee…” Dalam hati Tejo gemas. Dia agak canggung mendengar permintaan tantenya itu. Dengan ragu dia mengulurkan jagung itu ke arah mulut tantenya. Tanpa ragu Sarah pun menyambutnya, haap…! Jantung Tejo berdegup makin kencang, darahnya terasa panas naik ke ubun-ubun demi melihat bibir mungil tantenya menempel di permukaan biji-biji jagung itu. Gara-gara itu tangan Tejo pun kurang kuat dalam menyodorkan jagung itu, hal itu membuat Sarah cukup kesulitan dalam menggigit jagung itu. “Duh Jo, kayak lomba makan kerupuk aja nih, yang kuat dong megangnya!” ujar Sarah cemberut manja pada Tejo yang makin blingsatan aja dibuatnya. “Eeh.. iya sori tante, Tejo gak konsen!” Tertawa lepas Sarah mendengar jawaban lugu Tejo itu, “Ha ha ha… kamu ini, ga konsen mikirin apa siih?” godanya. Tejo pun tersipu. Kali ini dia tidak menjawab lagi, dan Sarah pun berhasil menggigit jagung yang disodorkan Tejo padanya. Ada perasaan aneh dan bau yang khas tercium dari jagung itu. Hal itu malah membuat Sarah bersemangat. Dia mengunyah jagung itu sambil tersenyum menatap Tejo. Seperti ingin berkata pada Tejo, “niihhh, tante makan juga jagung yang dibumbui cairan cinta tante sendiri!” Tejo pun ikut tersenyum. Dia juga segera menggigit jagung itu karna ingin makan bersamaan dengan Tantenya. Kemudian sambil sama-sama mengunyah jagung ‘spesial’ itu keduanya saling berpandangan sambil tersenyum. Jika sudah menelan seluruhnya Sarah segera minta lagi, “Aaa’ Jo…” Tejo pun dengan sigap menyodorkan jagung itu lagi ke mulut Sarah, dan setelah itu juga ikut mengambil segigit lagi jagung itu. Adegan itu terus berlangsung sampai seluruh biji jagung itu habis tak bersisa.

“Ah, bener juga nikmat Jo jagungnya, besok kamu beli lagi yah?” pinta Sarah.

“Mau ‘maskeran’ lagi tante?” tanya Tejo sambil senyam senyum.

“Ya nggaklah, buat dimakan! Dasar kamuu…” Sarah tertawa.

Timbul kepuasan aneh dalam hati mereka berdua setelah itu. Baik Sarah maupun Tejo merasa sudah saling tahu perasaan masing-masing. Sarah sudah sangat yakin dengan apa yang dipikirkan Tejo, dan dia merasa puas dengan itu. “Tejo, kamu ternyata nakal juga ya…? Tapi tante maklum kalau kamu mupeng berat dengan tantemu sendiri ini. Hi hi hi… Tunggu aja besok-besok tante akan bikin kamu makin blingsatan lagi!” Pikir Sarah nakal.

Begitu pun Tejo yang makin yakin pada apa yang terjadi pada diri tantenya. Tejo juga yakin bahwa tantenya tahu juga tentang perasaan Tejo terhadapnya, dan itu makin memacu obsesi Tejo untuk bisa mendapatkan yang ‘lebih’ lagi di hari-hari ke depan yang akan dia jelang bersama Sarah. “Tanteku…, tante ini cantik-cantik tapi binal juga. Hari yang akan kita lalui bersama masih panjang tante! Tejo pasti akan mereguk keindahan dan kenikmatan dari tante secara maksimal!” Begitu yang dipikirkan Tejo. Membayangkan persetubuhan dengan tantenya bisa dibilang bagai pungguk merindukan bulan bagi Tejo, amat sangat terlalu mewah bagi anak desa sepertinya. Karna itu Tejo memang tidak berani membayangkan hingga ke situ. Dia hanya berani membayangkan strategi-strategi nakal untuk bisa mengintip ketelanjangan total tantenya itu saat mandi, bila beruntung bisa mendapati adegan masturbasi atau bahkan adegan persetubuhan tantenya dengan Oom Heru… Panas dingin tubuh Tejo yang tidak bisa mengenyahkan bayangan-bayangan mesum itu dalam benaknya. Dia berpikir, malam ini bakal jadi malam yang panjang baginya. Sepertinya malam ini dia bakal menguras habis lagi spermanya yang banyak itu demi tantenya. Sementara Sarah sendiri berpikir, “Malam ini harus bercinta! Ya! Mas Heru harus bisa muasin aku malam ini! Awas kalo dia ogah-ogahan aku perkosa saja dia nanti!”

Begitulah Tejo dan Sarah, seorang keponakan dan tantenya sendiri dengan rencananya masing-masing malam ini maupun untuk hari-hari esok. Entah apa yang akan terjadi nanti antara mereka berdua yang hari ini sama-sama sudah kehilangan sense of moralitynya.
 
ikut nyimak huu.. tambain tantenya nakal2 pake oakean seksi di rumah, atau ga pake sekalian
 
ini repost apa remake ya....sepertinya dulu pernah ada ......
 
Cerita pengantarnya ok bgt suhu.. Nungguin actionnya aja lagi nih. Sesegera dilanjut.
 
next time bikin teaser gan klo di awal cerita, pembukaan sederhana tapi menggoda. Baru deh bikin cerita per fragmen sehingga menarik pembaca.
 
Part 2
Sarah terlihat gelisah. Waktu hampir menunjukkan jam 11 siang, belum sejam yang lalu dia menidurkan Doni, kini dia menunggu-nunggu Anton di ruang tamu. Dibuka-bukanya halaman majalah, walaupun tidak benar-benar membacanya. Anton memang berjanji untuk datang hari ini. Walau bukan Sarah yang meminta, tapi ternyata Sarah kini menunggunya seolah tak sabar.
Perasaan Sarah tak begitu tenang seperti biasanya. Sebelumnya hubungan gelap dengan Anton mengalir begitu saja. Tapi kini ada semacam rasa ‘grogi’ dalam hatinya. Mungkin karena sudah sekian lama dia dan Anton tak berhubungan. Bagaimanapun, Sarah merasa konyol sendiri dengan perasaan groginya saat itu.

Barulah setengah jam kemudian didengarnya suara mobil Anton. Sarah bergegas membereskan majalahnya. Tanpa bangkit dari kursinya ditunggunya Anton muncul. Wajahnya menunjukkan raut merajuk. Moodnya sudah agak berkurang saat itu. Saat Anton menampakkan wajahnya, dia tersenyum lebar melihat Sarah yang sudah kelihatan menunggunya di ruang tamu.

“Kemana aja sih Ton, jam segini baru datang…?” Sarah langsung bertanya ketus.

“Loh, kok merengut, kayak akunya yang telat aja… Padahal aku kan ga bilang mau datang jam berapa, jadi ga telat dong! He he he…” Anton malah menjawab santai. Dia segera duduk di samping Sarah, meraih tangannya dan mengecupnya. Sarah membiarkan saja Anton melakukan itu. Tangan Anton beralih membelai pipi Sarah, menyibak rambut yang terurai menutupi telinganya.

“Maaf ya say, sebenarnya aku ketahan di kampus tadi sama dosen pembimbingku.” Anton beralasan. Dia mendekatkan wajahnya dan mulai mengecupi pipi Sarah. Sebagai playboy tulen, dia memang pintar menciptakan suasana romantis. Sarah diam saja, dia menghirup wangi parfum Anton yang tidak terlalu tajam. Dia suka itu. Moodnya pun mulai datang. Sambil menciumi pipinya, Anton juga memuji wangi parfum yang dipakai Sarah.

“Aku suka wangimu sayang…” bisik Anton di telinganya.

Sarah menghela napas pelan, dia memundurkan kepalanya supaya bisa berhadapan wajah dengan Anton. Tapi Anton malah beralih mulai mengecupi bibirnya pelan-pelan. Sarah menyambut dan menikmatinya. Anton berhasil mengembalikan mood Sarah dengan mengecupi bibirnya beberapa kali secara putus-putus dan tidak langsung melumatnya.

Sejenak kemudian Sarah menghentikan kecupan-kecupan Anton. Dilepaskannya tangan Anton dari kepalanya dan digenggamnya.

“Kamu tahu ini jam berapa? Sebentar lagi Tejo pulang sekolah…” Matanya mulai sendu. ditatapnya dengan mata Anton. Nafsunya mulai meluap. Jantungnya berdegup kencang. Dia baru sadar betapa dia merindukan sentuhan Anton setelah sekian lama ini. Anton terdiam sejenak pada awalnya sambil balik menatap mata Sarah. Dia pun sangat merindukan memetik kenikmatan dari wanitanya yang satu ini. Sarah memang teramat istimewa baginya dibanding pacar-pacarnya selama ini.

“Tejo balik jam 1 kan? Kita punya waktu sejam lebih…” Anton mengira-ngira.

“Aku ingin puas Ton…” Sarah tidak malu-malu lagi menunjukkan birahinya secara vulgar di hadapan Anton. Bibir tipisnya yang mengucap itu terlihat seksi sekali di mata Anton. Tanpa menjawab, Anton mulai mengecupi lagi bibir itu. Kali ini diakhiri dengan lumatan yang cukup panjang. Sarah melenguh pelan sambil menyambut lumatan bibir Anton. Mereka pun berpelukan sambil saling melumat bibir. Dengan lihai Anton memainkan lidahnya di dalam mulut Sarah. Sarah membalasnya dengan melumat lidah Anton. Lidah mereka pun saling berpagutan hingga terdengar berdecakan.

Tiba-tiba Anton menghentikan pagutannya dan mengangkat tubuh Sarah dalam gendongannya.

“Kyaa..!!” Sarah yang terkejut menjerit kecil. Wajahnya memerah tersadar bahwa mereka berdua masih berada di ruang tamu. Anton membawa tubuhnya menuju kamar sambil sesekali mengecup bibir Sarah yang merekah. Mata mereka saling bertatapan, bagai orang buta yang sudah hafal jalan, Anton membopong Sarah menuju kamar dengan lancar tanpa melepaskan tatapannya dari mata Sarah.

Di dalam kamar Anton menghempaskan tubuh Sarah di atas ranjang. Sarah kembali menjerit kecil, tubuhnya terpental pelan di atas spring bed yang berdaya pegas tinggi itu. Dia menunggu berbaring pasrah di situ sementara Anton mengunci pintu kamar. Setelah mengunci pintu Anton berbalik menatap Sarah yang berbaring pasrah di atas ranjang menantinya. Gemas sekali dirinya melihat pemandangan itu. Baginya, itulah pemandangan terindah. Wanita cantik berbaring di ranjang, menatap pasrah, siap diterkam kapan saja olehnya. Sesungguhnya pemandangan itu sangat sering dia jumpai sebagai pendekar kelamin yang sudah malang melintang di rimba persilatan playboy. Tapi tak pernah bosan dia memandangnya. Apalagi kini pemandangan itu adalah Sarah yang sudah setahun lamanya lepas dari pelukannya.

Sarah yang gemas melihat Anton memandanginya saja hendak bangkit menariknya ke atas ranjang. Namun tangan Anton dengan sigap menahan tubuhnya dan membaringkannya lagi. Sarah seperti tidak berdaya diperlakukan begitu oleh Anton. Dia diam saja terlentang di atas ranjang, sementara tangan Anton yang menahan pundaknya mulai beralih membelai-belai kedua pipinya. Anton mengecup bibirnya lagi pelan dan lembut, sebelum tangannya kembali beralih ke pundaknya dan meraih tali dasternya. Anton mengurai simpulnya dan perlahan tapi pasti mulai menarik tali daster itu ke bawah melolosinya dari tubuh Sarah. Daster semacam itu biasa dipakai Sarah. Sangat longgar sehingga bisa dilolosi dengan sekali lorot ke bawah. Sarah terdiam, tangannya mengincup ke samping tubuhnya supaya Anton mudah melorotkan dasternya itu dari tubuhnya. Tubuh putih Sarah pun mulai terkuak pelan-pelan mulai dari atas ke bawah. Anton sangat menikmati proses pelorotan daster itu. Dia melakukannya pelan karna memang posisi Sarah yang berbaring di kasur sehingga cukup menghambat. Tapi pada dasarnya Anton memang suka melakukannya dengan pelan. Sarah merasakan darahnya berdesir nikmat dalam tubuhnya. Dia sendiri juga menikmati gesekan dasternya juga angin AC yang menerpa kulitnya yang sedikit-demi sedikit mulai terbuka dari atas sampai bawah hingga polos. Sarah merasa seksi sekali dalam posisi itu.

Seperti biasa, Sarah sudah tidak mengenakan apapun di dalam dasternya itu sehingga tubuhnya langsung polos tanpa sehelai benang pun. Setelah meloloskan daster Sarah dari kaki jenjangnya dan melemparkannya ke pojok kamar, Anton merayapi tubuh Sarah dengan kedua tangannya. Mulai dari ujung kaki, tangannya mengelus lembut kulit telanjang Sarah melewati paha, perut, payudara, hingga berhenti di leher, sambil tubuhnya mulai naik di atas ranjang mengangkangi tubuh Sarah.

“Kamu makin cantik sayang… Aku kangen sekali…” Rayu Anton sambil membelai-belai leher dan dagu Sarah. Matanya menatap Sarah tajam. Seakan terhipnotis menyambut tatapannya sarah menjawab, “Kalau begitu tunggu apa lagi Ton, Ayo…” Tangannya meraih kepala Anton. Keduanya mulai berpagutan mesra lagi. Anton juga memagut leher Sarah yangs ensitif. “Mmmhh… Aah…” Sarah melenguh-lenguh manja. Merdu sekali kedengarannya di telinga Anton. Anton kemudian menghentikan pagutannya, kedua tangannya beralih menggenggam kedua payudara Sarah. Payudara yang lebih besar dan montok dari sebelumnya terasa pas sekali di tangan Anton. Sambil mengelusnya pelan kedua mata mereka bertemu lagi. Tiba-tiba Anton meremas kedua payudara itu pelan tapi cukup kencang seakan gemas.

“Ouuuhhh…!” Sarah mendesah nikmat.

Anton melakukannya sambil terus menatap wajah Sarah. Dia suka melihat perubahan raut wajah Sarah ketika payudaranya diremas. Menggemaskan sekali. Beberapa kali Anton mengulangnya, melonggarkan genggamannya, meremasnya lagi, sambil sesekali memelintir puting susunya. “Uuhh… Toon…” bisik Sarah lirih, wajahnya makin sayu saja dibuatnya. Anton yang gemas segera melancarkan kecupan bertubi-tubi ke wajah Sarah sebelum kemudian beralih ke payudara yang sejak tadi diremasnya. Mula-mula Anton meremasi lagi kedua payudara itu sambil menatap mengagumi keindahannya. Kulitnya sangat putih dan lembut, putingnya yang mungil mengacung mirip penghapus pensil menempel tepat di tengah puncaknya makin menyempurnakan keindahan gunung kembar tersebut. Tak tahan lama-lama meremas dan memelintirnya, mulut Anton pun mulai beraksi. Dicucupnya bergantian kedua puting itu. Sambil sesekali gigi serinya menggigit-gigit kecil. Tubuh Sarah menggelinjang dibuatnya. “Aahhh…! Geli Ton…” Desahnya manja. Dipandanginya Anton yang sedang asik dengan payudaranya. Tangannya membelai-belai mesra rambut Anton, seperti seorang ibu pada anaknya.

Anton makin nyaman menikmati suguhan kedua payudara indah itu. Bervariasi dia mempermainkannya. Kadang menjilati kulit dan putingnya, kadang menggigit dan menarik putingnya dengan mulutnya, kadang mengenyotnya seperti bayi yang menyusui. Payudara Sarah yang makin besar dan kencang membuat Anton sedikit berlama-lama menikmatinya lebih daripada biasanya. Bahkan tidak terasa makin kasar saja mulutnya melumat payudara itu saking gemasnya. Sarah sendiri senang dan bangga dibuatnya.

“Aahh.. Duuh, Ton… pelan dong, ga bakal habis kok…” ucap Sarah menggoda.

“Sayang, Kamu benar-benar pintar merawat tubuh dan kulitmu… Sumpah, aku benar-benar nggak nyangka, setelah hamil kamu bukan saja menjaga tubuh supaya tetap menarik tapi malah membuatnya lebih menarik! Lebih seksi!” Anton memuji-muji Sarah. Bukan menggombal tapi memang begitulah kenyataannya, dan itulah kelebihan Sarah. Sarah pun tersenyum manis, mukanya memerah. Tangan Anton mulai turun ke selangkangan Sarah. Dia membelai-belai bulu halus di sekitar kemaluan Sarah dan kemudian mulai menyusup di selangkangan itu dan mengelus permukaan vaginanya. Sarah segera melebarkan pahanya, memberi kemudahan akses bagi tangan Anton. Dengan lampu hijau itu Anton langsung tancap, kedua jari tengah dan manisnya segera menyeruak ke dalam vagina Sarah dan mengobelnya.

“Ooouhh…” Seketika Sarah memejamkan matanya dan mendesah panjang.

Anton tidak berlama-lama, segera dia beringsut turun hendak mengoral vagina itu. Dipandangnya sebentar bibir vagina yang merekah itu, dihiasi bulu-bulu tipis di sekitarnya. Tangannya membelai-belai lagi, kemudian masuk dan membukanya. Dicarinya kelentit Sarah untuk dicucupnya. Sarah membantu menekan bagian samping vaginanya dari atas dengan 2 jari. Vaginanya terkuak memunculkan kelentit yang sudah mulai mengeras. Anton langsung memijit-mijit dan membalai kelentit itu. Jarinya menusuk ke dalam vagina yang mulai basah itu dan mengeluarkannya sambil membelai kelentit itu. Sesekali dia menggesek-geseknya dengan kencang membuat Sarah makin menggelinjang. Anton pun memulai mengoral vagina Sarah. Dicucupnya kelentit Sarah, dijilat-jilati sambil sesekali menggigit kecil. Bibirnya makin liar menyeruak masuk liang vagina Sarah. Ditarik-tariknya labia Sarah dengan giginya, begitu juga kelentitnya. Sambil menggigitnya, digoyang-goyangkannya ke kiri dan ke kanan. Sarah benar-benar merasa dimanjakan dengan perlakuan Anton ini. Heru yang suaminya sendiri tidak pernah seliar ini dalam mempermainkan vaginanya. Tubuhnya menggelinjang-gelinjang. Kadang matanya menatap nanar memperhatikan bagaimana Anton mengoral vaginanya, tapi lebih sering ia memejamkan matanya rapat sambil mendongakkan kepala.

“Ouuuh… Ton… uuhh.. pintar kamu…!” Desahnya berulang-ulang. Tangannya menekan kepala Anton seakan hendak membenamkannya ke dalam liangnya yang makin membanjir itu. Anton makin bersemangat mencucupi vagina Sarah. Lendir yang membanjiri liang itu tidak menahannya, justru dijilati dan dihirupnya dalam-dalam seperti anak kecil yang sedang menikmati es krim.

“Ton, buka dong… Cepetan…!” Sarah menarik tubuh Anton yang masih mengenakan baju lengkapnya. Begitulah Anton jika bercinta. Dia suka langsung menelanjangi wanitanya hingga polos tanpa sehelai benangpun, sementara dirinya sendiri berlama-lama dalam menanggalkan bajunya sendiri. Sarah menarik baju Anton, dan tangannya mengarah ke selangkangan Anton.

“Udah kangen ya sama adik kecilku?” Goda Anton sambil mulai bangkit.

“Iya nih, dari tadi aku sudah bugil sendiri, ayo cepet kamu juga buka bajunya…” jawab Sarah manja.

Anton pun menanggalkan seluruh bajunya hingga bugil total. Sarah memandang takjub tubuh Anton yang atletis itu. Penis Anton yang berukuran 15 cm itu sudah menegang keras dari tadi. Sarah memekik dalam hati seperti anak kecil yang diberi mainan ketika Anton mengacungkan batang penisnya kepadanya. Segera diraih dan digenggamnya dengan gemas batang itu.

“Nah… lega kan? Dari tadi dikurung terus kan kasihan… sempit kan sayaang…?” Seperti biasa Sarah berkata-kata sendiri seperti mengajak bicara batang penis itu. Anton sangat senang dengan kelakuan Sarah yang satu ini.

“Kamu ini tega banget sama adik kecilmu ini… dari tadi dia pasti tersiksa kesempitan…” Ujar Sarah lagi, kali ini pada Anton berlagak seperti memarahinya.

“Ya… sekarang kan udah kubebasin, dari tadi memang sudah berontak terus di balik celanaku. Hi hi hi… Sekarang kamu manjain dong sayang.” Jawab Anton sambil membelai rambut Sarah. Tak perlu diminta 2 kali, Sarah mulai menciumi penis itu Anton. Dikecupnya berkali-kali kepala penis yang mirip jamur berwarna merah muda itu. Sebelum mulai mengulum seluruh batang itu, terlebih dulu ia jilati seluruh batang keras berurat itu sambil tangannya mengurut maju mundur dengan pelan.

“Oohh… yess..” Anton merem melek keenakan.

Sarah mengulum kepala penis terlebih dahulu, diemut-emutnya seperti permen sementara tangannya tetap mengocok pelan batang penis itu. “Oohh Saraahh…” Anton terus mengerang keenakan. Kedua tangannya yang penasaran menyibak rambut Sarah ke balik telinga, kemudian didorongnya pelan kepala Sarah supaya menelan semua batang penisnya. Sarah tidak melawan, sedikit demi sedikit batang penis itu pun masuk ke dalam mulut Sarah hingga penuh. Kemudian Anton melonggarkan cengkeramannya pada kepala Sarah supaya dia bisa leluasa mengatur ritme kulumannya sendiri. Sarah kemudian mulai memajumundurkan kepalanya hingga mulutnya mengocok seluruh batang penis Anton. Rambut Sarah yang mulai jatuh menutupi wajah disibakkan lagi oleh Anton hingga dia bisa melihat bibir Sarah yang mengulum penisnya. “Uuhh… nikmatnya sayaang…” desahnya.

Sarah mendongakkan kepalanya ke atas. Sambil tetap mengulum mereka pun bertatapan mesra. Anton membelai-belai pipi dan rambut Sarah lembut. Kemudian Sarah melepaskan batangnya, lidahnya menyapu dari bawah batang Anton mulai dari pangkal hingga ujungnya. Begitu sampai di ujung, “haaapp…” segera dilahap dan dikulum kepala penis Anton dengan rakus. Kemudian Sarah mengeluar-masukkannya dengan cepat sementara mulutnya mengatup rapat sehingga tiap kepala penis itu keluar dari mulutnya terdengar bunyi, “poop!” Sarah mengulangi lagi adegan itu, dia sapu bagian bawah batang dari pangkal lagi, mengulum kepala penis kemudian mengeluarmasukkannya dari mulutnya. “Poop… poop.. poop…!” Beberapa kali Sarah melakukan itu sambil sesekali bertatapan wajah dengan Anton seperti memamerkan kebolehannya memanjakan penis Anton. Kadang Sarah memasukkan seluruh batang penis Anton kemudian dengan seperti menggigit ditariknya keluar lagi sehingga batang Anton bergesekan dengan gigi seri Sarah. Anton menggelinjang ketika gigi Sarah menggesek kepala penisnya. Geli, ngilu, sekaligus nikmat sekali dia rasakan. “Auuuhhh…!”

Diangkatnya kepala Sarah dan dikecupi bibir tipis Sarah yang telah memanjakan ‘adik kecil’nya dengan baik sekali. “Kamu makin pintar sayaang…” dikecupinya bertubi-tubi kemudian dilumatnya bibir Sarah yang menggemaskan itu. Belum sempat Sarah membalas lumatannya, Anton sudah mendorong kembali kepala Sarah ke bawah. Anton menggenggam batangnya dengan tangan kanan, sementara tangan kirinya memegangi tengkuk Sarah. Anton kemudian menyodokkan batangnya masuk ke mulut Sarah. Untuk beberapa saat dia mengendalikan kepala Sarah mengeluarmasukkan batang penisnya seperti melakukan felatio. Hal itu terlihat seperti kasar, bahkan seperti pemaksaan, tapi sebenarnya Anton melakukannya dengan lembut, dan Sarah pun sama sekali tidak melawan. Dibiarkannya Anton melakukan itu selama beberapa saat. Sampai akhirnya dia melepaskan tangannya dan menyerahkan kendali sepenuhnya kepada Sarah lagi. “Muuahh…” Sarah mengeluarkan batang Anton dari mulutnya dan menarik napas panjang. Kemudian dia mulai mengecupi lagi batang itu sambil tersenyum menatap Anton.

“Keenakan nih…? Awas ya keluar duluan…” Godanya.

Anton meringis. Tadi beberapa kali memang rasanya seperti sudah di ujung spermanya hendak memuncrat. Tapi seperti sudah kompak, baik Sarah maupun Anton sendiri saling menjaga supaya hal itu tidak terjadi.

Poop… pop… poop…! Sarah melanjutkan mengulum dengan cepat sehingga suara khas itu terdengar nyaring lagi.

“Mmmaahhh… uuhhh… terus yang, begitu…!” Merem melek Anton dibuatnya.

Setelah beberapa saat Sarah menyudahi aktifitas oralnya, didorongnya badan Anton hingga jatuh merebah di atas kasur. Sambil tetap memegangi penis Anton, Sarah pun naik di atasnya, mengarahkan penis Anton ke memeknya dan, blesss… Penis Anton menyeruak masuk ke dalam liangnya tanpa hambatan berarti.

“Aahhh…” Keduanya mendesah bersamaan. Sarah yang kini menduduki Anton diam sesaat menikmati rasa penis memenuhi liangnya. Mereka saling bertatapan mesra, tangan Anton mengelus-elus pinggul Sarah, “Ayo sayang… kamu duluan yang jadi nahkoda…” bisiknya. Sarah mulai menggoyang-goyangkan pinggulnya hingga batang Anton menggesek-gesek dinding vaginanya. “Aahhh… yesss…” Desah keduanya.

Sarah makin mempercepat goyangan pinggulnya, dan Anton juga tidak tinggal diam ikut menggerak-gerakkan pantatnya turun naik.

“Enaakk.. sayaanng…!”

“Oohhh… Auuhhh…!”

“Iyyyaahh… ooouuhh…”

Keduanya seakan berlomba mendesah, mengiringi suara selangkangan mereka yang terus bertumbukan dengan keras dan cepat, “Plok…plok… plok…!” Bahkan seiring dengan irama persetubuhan mereka yang makin cepat, suara gesekan penis Anton di liang Sarah yang makin membanjir juga terdengar jelas, “Clek..cleek… cleekk…!”

“Teruuss sayaang… Aahhh…!”

Tetap dalam posisi yang sama mereka saling berpagutan, melumat bibir dan lidah masing-masing. Untuk sesaat irama persetubuhan mereka berkurang, tapi Anton segera mempercepatnya lagi. “Mhhh…” Sarah menjatuhkan dirinya ke samping, Anton kini mengambil alih ‘kepemimpinan’. Dia bangkit duduk di ranjang, ditelentangkannya tubuh Sarah dan tangannya membuka paha Sarah lebar-lebar dan ditusukkannya lagi batang penisnya ke dalam liang Sarah. Jleeebh…! “Aaahhh….!” Sarah menjerit pelan. Anton menusuk liangnya dengan cepat dan langsung mengocoknya.

“Yeahh yaahhh… aahh…!” Desah Anton memacu tubuh Sarah.

“Plookk…plokk.. plokkk…!” Dengan posisi ini suara persetubuhan mereka pun makin kencang terdengar. Tangan Anton meraih kedua payudara Sarah dan meremas-remasnya sambil tetap memacu. “Uuhh.. Toon… yeeessh….!” Sarah melenguh keenakan.

Setelah beberapa saat mereka menghentikan kocokannya. Anton menindih tubuh Sarah memeluk dan menciuminya. Mereka saling mengatur napas masing-masing sambil bertatapan. Anton membelai-belai rambut Sarah, “luar biasa sayang…” bisiknya. Sarah diam mengatur napas. Dia memeluk tubuh Anton, kepalanya menggelayut manja di dadanya. Anton balas memeluk Sarah, kemudian mulut mereka saling berpagutan lagi.

“Lanjutin lagi sayang…? Aku belum keluar tadi…” bisik Sarah.

“Doggy yaah…?” Pinta Anton.

Sarah tersenyum manis. Tanpa menjawab ia langsung mengambil posisi menungging tanda setuju. Anton yang mengambil posisi di belakang Sarah tidak langsung menusuknya. Dielus dan diremas-remasnya kedua bongkah pantat Sarah yang mulus dan seksi. Sesekali dia menepuk-nepuknya gemas.

Plaak…! Plaaak…!

“Aahh…!” Desah Sarah manja.

Kemudian Anton membenamkan wajahnya di selangkangan Sarah yang menungging. Dioralnya lagi sejenak memek sarah.

“Sluurrp… slurrpp!” Suara decak lidah Anton.

“Mmhhh… Aaahhh…!” Sarah menggoyang-goyangkan pinggulnya manja.

“Ayoo doong…. tusuk lagi toonn…!” pintanya tak sabar meskipun merasa nikmat dioral begitu. Ibarat rasa gatal yang harus digaruk, makin gatal makin nikmat ketika digaruk. Permainan lidah Anton membangkitkan sensasi ‘gatal’ di seluruh dinding rahim Sarah, batang keras Anton lah yang kemudian bertugas ‘menggaruk’nya. Setelah dirasa cukup, Anton segera menusukkan batangnya lagi, “Jleeb…!” dan mulai mengocoknya pelan. “Oohh… Iyaahh… Sayaangg…!” Sarah ikut memajumundurkan pantatnya mengiringi gerakan Anton.

Namun sungguh tak disangka, baru saja Anton mulai mempercepat kocokannya pada vagina Sarah, gerakannya itu terinterupsi suara tangisan Doni dari ruang sebelah.

“Shiit..!” Umpatnya dalam hati.

“Duuhhh Ton, si Doni bangun…!” Keluh Sarah. Dia segera bangkit dan berlari menuju box bayi tempat ditidurkannya Doni tadi. Doni memang berada satu kamar dengan mereka, namun berbeda ruangan. Terang saja dia terbangun, barangkali terganggu suara berisik percintaan Mamanya dengan Anton.

Anton tentu saja agak kecewa. Dia terduduk di ranjang sambil mengurut-urut pelan adik kecilnya menjaga supaya tetap tegang. Sarah kemudian muncul menggendong Doni yang menyusu padanya. Sarah yang sama sekali tidak mengenakan bajunya lagi menjadi pemandangan unik bagi Anton. Seorang wanita telanjang bulat menyusui anaknya.

“Maaf ya Ton, sebentar, kayaknya tadi kita terlalu berisik sampe dia bangun…” Ucap Sarah. Anton mencoba tidak menampakkan wajah merengut. Biasanya mereka memang selalu berisik kalau bercinta. Apalagi ini pertama kali setelah setahun.

“Ya iyalah say… lagian ternyata Doni di sebelah tooh…?” Sahut Anton.

“Habis di mana lagi? Aku kan juga harus menjaga dia. Kalau dia di kamar lain trus aku ga dengar dia nangis kan repot juga…” Sahut Sarah duduk di sebelah Anton di ranjang. Anton mengecup pipinya mesra. Dia sadar posisi Sarah kini sudah berbeda. Kalau saja Doni sudah bisa berpikir saat itu tentu dia akan terkejut melihat Mamanya telanjang bulat bersama pria lain yang bukan Papanya di kamar. Hal ini juga tidak mengusik Sarah maupun Anton sama sekali. Dengan tenang Sarah menyusui Doni sambil telanjang bulat dengan Anton di sampingnya.

“Ini Oom Anton… TTM (Teman Tapi Mesra) Mama loh… Kamu nakal ya gangguin Oom ngentot Mama. Kasihan tuh Oom nahan konak…! Hi hi hi…” Gila, Sarah malah mengajak bicara bayinya dengan bahasa cabul seperti itu dan menganggapnya lucu. Anton tertegun untuk sesaat, tapi kemudian ikut menimpali, “Duuh enaknya nyusu, gantian doong Don…”

Sarah cekikikan mendengarnya, “Kan susuku ada dua, boleh nih nyusu bareng kalo mau…?” Ujarnya. Tak perlu disuruh 2 kali Anton langsung meraih payudara Sarah. “Oh iya nih satunya nganggur… boleh ya Don bagi-bagi sama Oom…?”

Benar-benar gila 2 manusia ini, entah bagaimana nanti perkembangan mental dan moral Doni nanti. Saat kecil saja sudah disuguhi tontonan Mamanya berselingkuh. Anton mengenyot-ngenyot puting Sarah dengan rakus. Sarah pun menggelinjang kegelian… “Iihh nafsu amat sih… kayak si Doni ini loh kalem!” Candanya.

Benar-benar pemandangan yang ganjil. Seorang ibu muda menyusui 2 laki-laki sekaligus. Bedanya, yang satu masih bayi dan satunya lagi pria dewasa yang bukan Papa si bayi. Tapi nampaknya hal itu sama sekali tidak mengusik Sarah maupun Anton. Bahkan ada sensasi tersendiri dalam adegan tersebut yang menambah panas hubungan gelap mereka. Tentu saja Anton tidak benar-benar menghisap air susu Sarah. Dia hanya mempermainkan payudara dan putingnya untuk merangsang Sarah.

“Uuhh Ton… Nakal kamu…!” Desah Sarah geli sekaligus nikmat, tanpa peduli dengan Doni yang masih dalam gendongannya. Bahkan kemudian terbesit dalam benaknya untuk melanjutkan persetubuhan.

“Ton… baring dong…?” Pintanya.

“Hah?” Jawab Anton heran.

“Iyaah… Baring…!” Sarah mendorong tubuh Anton.

“Aku mau ditusuk lagi…!” Ucap Sarah lagi.

“Haah, Doni gimana…?” Tanya Anton sambil berbaring.

“Gapapa, dia anteng ini… Aku naikin kamu biar bisa gendong dia, kamu yang goyang yaah?” Jelas Sarah sambil menaiki tubuh Anton. Gila sekali dia minta disetubuhi sementara masih menggendong bayinya. Anton diam tak berkata, dia manut saja mengacungkan batangnya ke atas, sementara Sarah mendudukinya hingga menancap di memeknya.

“Aaahh…” Desahnya.

“Kamu yakin…?” Tanya Anton.

“Kita coba…!” Jawab Sarah.

“Ayo Toon…” pintanya sambil dia sendiri mulai menggoyang pinggulnya pelan.

Anton pun tidak berkata lagi, Dia sendiri juga tidak ingin terlalu lama menunggu untuk menyetubuhi Sarah lagi. Dia mulai mengocok memek Sarah dengan menaik turunkan pantatnya. Mulanya pelan, tapi dengan pasti mempercepat iramanya sedikit demi sedikit sementara Sarah sendiri mengatur posisi Doni di gendongannya supaya tidak terlalu terngganggu. “Ouuww.. yeesshh…” Keduanya mulai mendesah.

Seiring dengan kocokan Anton yang makin cepat, tubuh Sarah makin terguncang-guncang. “Aaahhh Toonn…” Susah bagi dia menjaga Doni supaya tidak ikut terguncang-guncang. Dia takut Doni menangis lagi apalagi malah muntah. Tapi di luar dugaan, Doni yang tidak menyusu lagi malah terlihat tertawa-tawa kegirangan ketika tubuhnya ikut terguncang-guncang ke atas dan ke bawah. Papanya Doni, Heru memang sering memainkannya begitu ketika menggendongnya. Heru sering mengangkat Doni tinggi-tinggi bahkan dilambung-lambungkannya tubuh Doni. Doni sangat senang diperlakukan begitu. Bahkan kadang kalau menangis bukan karena lapar, seringkali hal itu yang dapat menghentikan tangisannya.

“Sayaang… Aahh… Kamu kesenengan yaaah…! Kayak main sama Papaaah…?”

“Samaa dong…, Mamaah juga enak nih kayak main sama Papa juga… aaahh!”

Edan! Sarah mengajak bicara bayinya sambil mendesah-desah keenakan karena Anton juga tidak memperlambat irama kocokannya. Sarah kemudian mengangkat Doni dengan kedua tangannya, “Iyaaakkhh… terbaangg…” Seperti mengajaknya bermain. Tentu saja dengan tubuhnya terus bergoncang dihajar Anton tanpa ampun dari bawah. “Aahhh gilaah Ton… Nikmaatt!!” Jerit Sarah penuh kepuasan. Ini benar-benar sensasi baru dalam bercinta. Serta merta dia mengalami orgasme pertamanya sambil menggendong bayinya.

“Seerrr… Craatt…” Cairan cinta Sarah mengalir dengan deras, membasahi batang Anton. Anton memperlambat kocokan, dirasakannya cairan cinta Sarah yang muncrat menyelimuti seluruh permukaan batangnya. Sarah memeluk erat Doni sambil memejamkan matanya saat menyemprotkan cairannya sampai tetes terakhir. “Aaa… aaa… aahhh…” Desahnya panjang. “Nikmaat Toon… Gilaa Tooon…” Kemudian dikecupinya pipi Doni, “Kamu juga seneng kan sayaang…? Mama juga enaak loh… Anak pintar… nggak rewel ya… Mama mau ronde kedua sama Oom Anton, kamu boboan saja yaah?” bisik Sarah padanya.

“Boboan di sini aja bareng Mama sama Oom…” Sarah membaringkan Doni di samping Anton yang diam saja melihat kelakuan ibu muda itu. Tapi baru saja Sarah hendak melepaskan tangannya dari Doni, bayinya itu langsung rewel lagi. Agaknya dia ingin tetap digendong Mamanya. Biasanya kalau baru bangun tidur memang musti disusui dan ditimang-timang. Jelas tak mungkin Doni bisa segera tidur lagi. Disuruh boboan saja juga jelas tidak betah. Dia seperti menuntut haknya sebagai bayi pada Sarah, Mamanya. “Gendong…! Gendong…!” Kalau bisa bicara mungkin itu yang sedang hendak dikatakannya.

“Tuuhh sayaang, kok rewel…?” Sarah meraih Doni, diangkatnya lagi dalam gendongannya.

“Iya… iya… main terbang lagi yaah?” Sarah mencoba menenangkan bayinya itu.

“Yaah, Oom kan pingin doggy sama mama kamu… Tadi mau doggy gak jadi gara-gara kamu bangun…” Celetuk Anton nakal.

“Huussh kamu ini…” Ujar Sarah sambil tertawa geli. Kedua pasangan gelap ini memang seperti sudah gila. Doni yang masih bayi malah dikenalkan pada istilah-istilah persetubuhan.

“Oom ngentotin Mama dulu yaa, kamu bobo lagi dong?” Anton malah semakin menjadi. Sarah dan Anton sama-sama geli dengan tingkah mereka sendiri itu.

“Kita doggy sambil berdiri Ton… Supaya aku bisa sambil nggendong Doni.”

“Waah gimana tuh…”

“Ga tau, kita coba dulu…?”

“Gimana kalo aku yang gendong? Kamu kan nungging, pasti susah…”

“Mmm coba deh, dia rewel nggak sama kamu…?” Sarah menyerahkan Doni pada Anton. Anton mulai menimang-nimang Doni. “Anak manis… anak cakep… Tau aja mamanya dientotin orang jadi rewel… Heh he he…!”

“Iih kamu inii…” Sarah mencubit tangan Anton.

“Aduuhhh… awas ya, nanti kubalas kugelitikin memekmu habis-habisan sampe kamu minta ampun…!”Ledek Anton.

Ternyata Doni tak mau tenang. Anton memang asing baginya, dia ribut minta segera kembali ke pelukan Mamanya. Dengan sigap Sarah pun segera mengambil kembali Doni dari gendongan Anton. “Iyaa… sini sayang sama Mama…” Ajaknya. Doni pun mulai tenang lagi.

Anton kemudian memeluk Sarah dari belakang. Diciuminya tengkuk Sarah, tangannya mengusap-usap pinggul Sarah yang diam saja sambil terpejam menghayati.

“Coba membungkuk dikit aja sayang…” pinta Anton kemudian. Dia membimbing Sarah menghadap dinding supaya satu tangannya bisa bertumpu di situ. Sarah pun mencoba, tangan kirinya menggendong Doni, sementara tangan kanannya bertumpu pada dinding, dia membungkuk sedikit, menyodorkan pantatnya ke belakang dan melebarkan kakinya. Anton mengambil posisi di belakangnya, mengelus memek Sarah kemudian mulai mengarahkan batangnya.

Akan tetapi sungguh di luar dugaan. Lagi-lagi datang gangguan kedua.

Belum sempat Anton menusukkan batangnya itu, tiba-tiba mereka dikejutkan oleh suara ketukan di pintu kamar itu.

“Tok… tok… tok…!”

Bagai disambar geledek mereka mendengarnya. Baik Sarah maupun Anton sama-sama terdiam seribu bahasa.

“Tok… tok… tok…!”

“Shiiit!!” Sarah mengumpat dalam hati. Apakah suaminya pulang sesiang ini, batinnya khawatir. Jantungnya berdegup kencang.

“Tante…? Tante ada di dalam?” Terdengar tanya dari luar.

“Ya ampuun, itu Tejo…!” Hampir lupa Sarah dengan keponakannya itu. Matanya spontan melirik jam dinding. Tak terasa waktu berlalu, dan kini Tejo pun sudah pulang dari sekolah. Sarah yang tadinya mengira itu suaminya jelas merasa lega. Walaupun kehadiran Tejo tentu saja mengganggu aktifitasnya bersama Anton. Kamar Sarah yang luas, dengan dinding dan pintu yang tebal memang nyaris kedap suara. Jika berada di dalam, suara-suara di luar hampir tidak terdengar. Begitu juga dari luar juga akan sulit mendengar suara-suara dari dalam kamar. Itulah mengapa Sarah tidak mendengar Tejo memasuki rumah. Akan tetapi, tidak biasanya juga Tejo mengetuk pintunya saat pulang dari sekolah kecuali mungkin dia ada urusan.

“Yaa Jo? Ada apa, kamu udah pulang ya? Bentar…!” Sarah menjawab setengah teriak.

“Gimana ni say?” Tanya Anton gusar. Raut mukanya memperlihatkan kekecewaan.

“Iih ga tau, kamu diam aja di sini…” Jawab Sarah. Ini yang dia khawatirkan tadi dengan Anton yang datang terlalu siang. Dia bergegas mengenakan dasternya dan keluar menemui Tejo sambil menggendong Doni. Anton duduk terdiam di atas ranjang. Untuk berjaga-jaga dia juga mengenakan pakaiannya lagi. Posisi ranjang Sarah yang strategis membuatnya tidak terlihat dari luar meski pintu kamar terbuka.

Ternyata teman-teman Tejo datang lagi seperti biasa. Mereka sudah duduk-duduk di ruang tamu Sarah. Rupanya inilah alasan Tejo mengetuk pintu kamar Sarah. Setiap teman-temannya datang Tejo memang selalu memberitahu Sarah. Biasanya Tejo hanya menyampaikan, “Tante, teman-teman Tejo mau main di sini.” Dan biasanya Sarah juga menjawab sekenanya, “iya…” atau sekedar, “he eh…” Tejo kadang memang khawatir Tantenya keberatan ketika dia mengajak teman-temannya main ke rumah.

“Ada apa Jo…?” Tanya Sarah setelah menutup pintu kamar. Dia agak terkejut juga dengan keberadaan teman-teman Tejo, apalagi saat itu dirinya hanya mengenakan daster pendek yang tipis dan terbuka di bagian bahu. Tapi dia tidak ingin memperlihatkan kekagetan itu. Sikapnya berusaha terlihat wajar.

“Tante, tadi kirain rumah sepi… Tapi Tejo lihat mobil Oom Anton di luar. Ini teman-teman Tejo mau main di sini.” Jawab Tejo. Seperti biasa dirinya terpesona dengan penampilan Sarah. Meski tadi Sarah sudah menghapus keringat, masih terlihat sisa-sisa titik keringat di kulit halusnya. Tejo tentu bertanya-tanya karena kamar tantenya itu ber-AC.

“Oh iya Jo, ya udah santai aja… Iya Oom Anton juga lagi main di sini.” Jawab Sarah. Dia sudah menduga tentu Tejo sudah melihat mobil Anton di luar. Bisa saja dia berbohong dengan mengatakan Anton hanya menitipkan mobil di situ, tapi dia takut nanti tidak ada kesempatan bagi Anton untuk menyelinap keluar tanpa ketahuan Tejo.

“Mmm… Oom Antonnya ada di dalam ya?” Tanya Tejo penasaran.

“Iyah… yuk, Tante masuk dulu. Kalian santai aja, Tante lagi ada urusan belum selesai sama Oom Anton.” Jawab Sarah. “Oh iya, kalau mau makan juga ada camilan tuh di meja, tapi kalo nasi ga tau ya cukup apa tidak buat kalian…” Lanjutnya lagi.

“Makasih Tante, tadi udah pada jajan kok di sekolah… Mmm anu…” Tejo tidak melanjutkan kalimatnya membuat Sarah tertahan untuk segera masuk ke dalam kamar. Diliriknya teman-teman Tejo pada blingsatan curi-curi pandang ke arahnya dari ruang tamu. Alih-alih merasa risih, dirinya malah senang dikagumi begitu.

“Ada apa lagi…?” Tanya Sarah tersenyum pada Tejo.

“Ini Tante… ee… Kemarin katanya Tejo suruh ngenalin temen-temen Tejo sama Tante?” Jawab Tejo. Terlihat dia agak ragu menyampaikan itu.

Sarah teringat kemarin dia memang meminta itu. Awalnya Sarah agak ragu karena penampilan dia kini yang hanya memakai pakaian sekedarnya bahkan tanpa mengenakan daleman. Tapi sejurus kemudian, justru hal itulah yang membuat dia tertantang untuk tampil di hadapan teman-teman Tejo dan berkenalan dengan mereka. Agaknya naluri ekshibisionisnya muncul lagi.

“Mmmm… ya udah ayo sini Tante dikenalin…” Jawab Sarah.

Tejo terlihat girang seakan dia memang berniat memamerkan tantenya yang molek itu pada teman-temannya. Satu persatu temannya menjabat tangan Sarah memperkenalkan dirinya. Sarah tersenyum manis ketika menyalami mereka. Diperhatikannya wajah mereka yang terlihat malu-malu mupeng itu. Mereka semua berlima, masing-masing namanya Beni, Luki, Yadi, Boim, dan Eno.

Sarah mengamati wajah mereka yang ‘sebelas dua belas’ dengan wajah Tejo ponakannya, alias ancur.

“Ga bisa milih temen yang mendingan apa, kok parah semua begini… Dasar sejenis… Hi hi hi…” Sarah tertawa dalam hati. Jeleknya wajah mereka yang menampakkan kemupengan itu justru menjadi sensasi pemandangan tersendiri bagi Sarah. Sejenak dia teringat pada Bambang, selingkuhannya selain Anton. Wajah Bambang tidak setampan Anton, bahkan jauh. Akan tetapi ketika sama-sama mupeng terhadap dirinya, Sarah merasa lebih gemas pada Bambang ketimbang Anton. Entah kelainan apa itu, Sarah tidak terlalu peduli.

“Putranya umur berapa Tante?” Luki yang terlihat paling bongsor di antara mereka mencoba berbasa-basi. “Ooh ini? Belum ada setahun nih… berapa bulan yaa?” Jawab Sarah menerawang. “Mmm, hampir 7 bulanlah…” Jawabnya lagi. “Lah kamu sendiri umur berapa? Kok berteman dengan Tejo? Kayaknya kamu udah ‘tua’ deh… Masak masih kelas 2 SMP?” Ledek Sarah penasaran.

“Nah lo… kena deh lo… Ha ha ha…!” Teman-temannya yang lain tertawa terbahak. Wajah Luki memerah malu.

“Dia udah 17 tahun Tante! Ga naik kelas terus!” Tejo menjawab pertanyaan Sarah sambil tertawa. Luki merengut pada Tejo. Sarah ikut tertawa lepas membuat Luki tersipu lagi. Tapi dia dan teman-temannya diam-diam makin terpesona dengan wajah Sarah ketika tertawa lepas itu.

“Lah kalo 17 tahun mustinya udah SMA dong? Parah luu…” Goda Sarah. Luki tambah salah tingkah dibuatnya. Menyesal sekali tadi dia berbasa-basi menanyakan umur yang akhirnya malah jadi bumerang buat dia.

“Ya sudah… sudah…” Sarah tidak mau berlama menggoda Luki. “Makanya temenan sama ponakan Tante ini, biar ketularan pinter…” Lanjut Sarah memuji Tejo sambil mengelus rambut Tejo. Bangga sekali Tejo dipuji begitu, bahkan baru kali ini tantenya itu mengelus-elus kepalanya dengan sayang seperti pada anaknya sendiri. Semua itu berjalan alami saja, Sarah juga tidak ambil pusing. Ketika hendak berpamitan masuk terbesit ide dalam benak Sarah untuk menitipkan Doni pada mereka.

“Mmmm… Jo?” Tanyanya ragu.

“Ada apa Tante?” Jawab Tejo.

“Kamu bisa ajak main Doni ini? Dia kan udah biasa sama kamu…” pinta Sarah.

“Ya gapapa Tante…” Tejo menyanggupi.

Senang sekali Sarah mendengarnya. Apalagi ketika digendong Tejo, Doni memang tidak meronta. Tidak seperti dengan Anton, bayinya itu sudah terbiasa dengan Tejo. Tejo sendiri juga tidak pernah canggung dengan anak Sarah yang terhitung sepupunya sendiri itu.

“Tante, kita boleh nonton DVD nggak?” Pinta Tejo.

“Ya boleh aja, tapi Tante nggak punya film, emang kamu bawa sendiri?” Tanya Sarah.

“Iya ini si Luki yang bawa…” Jawab Tejo.

“Ya udah terserah…” Sarah mengijinkan, lalu bergegas masuk kamar meninggalkan mereka.

Setelah mengunci pintu kamarnya, Sarah langsung melolosi dasternya hingga telanjang bulat lagi. Ditubruknya dan dipeluknya tubuh Anton yang berbaring tertegun di atas ranjangnya. Anton sudah berpakaian lengkap saat itu.

“Iiihh kok udah dipake bajunya…?” Tanya Sarah manja.

“Jadi…? Lanjut niihh…?” Tanya Anton seperti tak percaya.

“Ya iyya lahh… Nggak mau kamu…?” Kerling Sarah manis.

“Ya mau lah… Tapi gimana si Tejo, kayaknya tadi juga ada teman-temannya? Trus si Doni juga gimana?” Tanya Anton lagi penasaran.

“Udaah itu urusanku… Doni juga udah sama Tejo…” Terang Sarah sambil mulai melucuti celana Anton.

“Gila… Yakin nih?” Anton masih ragu.

“Udaahh bawel…!” Jawab Sarah. Geli juga dia dengan kekhawatiran Anton.

“Nakaall ya kamuu…” Anton tiba-tiba bangkit mendorong Sarah hingga terlentang. “Kyaaa..!” Pekik Sarah kaget. Anton bergegas membuka dan melempar semua pakaiannya. Mereka berdua kini kembali berbugil ria.

“Jadi sampe puas nih? Tejo sudah ga jadi masalah?” Goda Anton. Tangannya mulai mengocok-ngocok pelan penisnya yang sempat layu. Kini perlahan tapi pasti batangnya mengeras kembali hingga maksimal. Dia yang tadi memang belum mencapai klimaks kini siap ‘membantai’ Sarah lagi tanpa ampun.

“Enak aja, nanti aku harus memandikan dan menyuapi Doni…” Jawab Sarah membelai pipi Anton yang telah bersiap menindihnya dari atas. Anton tidak ambil pusing dengan jawaban sarah itu. Dia tidak ingin membuang waktu lagi. Bleesss! Batang penisnya segera menembus liang vagina Sarah dengan cepat.

Keduanya mulai memacu bersama mendaki puncak kenikmatan tanpa ada gangguan berarti lagi. Walau kali ini mereka agak mengontrol lenguh desah mereka supaya tidak terlampau keras hingga terdengar dari luar. Selain itu tak ada masalah lainnya. Dengan bebas mereka bergumul seru berguling-guling di atas ranjang. Berganti-ganti posisi dan kendali hingga beberapa kali. Bahkan sambil berdiri mereka berpindah tempat menjelajahi tiap sudut ruangan kamar Sarah.

Sekian lama mereka bersetubuh seperti tak kenal lelah. Siang itu mereka benar-benar saling melepas rindu. Anton memberi 3 orgasme pada Sarah selama hampir 2 jam sebelum akhirnya gilirannya datang. Irama mereka mulai melambat seiring dengan berakhirnya orgasme ketiga Sarah. Anton merasa tidak mampu lagi menahan lebih lama. Dia harus segera menuntaskannya.

Sarah

“Facial ya sayang…?” bisiknya di telinga Sarah yang masih terengah setelah menyemburkan cairannya untuk ketiga kalinya. Matanya terpejam, tangannya masih mencengkeram bantal dengan erat.

“Aahh… Baru pertama udah minta facial aja kamu…?” Jawab Sarah sambil tersenyum manis pada Anton saat napasnya mulai agak teratur. Anton memang kerap meminta menumpahkan spermanya di wajah cantik Sarah. Dia sangat suka dengan hal itu. Dia sangat senang memperhatikan wajah cantik wanita yang ditidurinya menengadah di bawah penisnya menanti semburan spermanya. Terlebih saat spermanya menyembur, dia benar-benar menikmati membidik dan menembakkannya ke wajah itu hingga tetes terakhir. Akan tetapi tidak semua wanitanya senang dibegitukan. Kebanyakan tentu karena jijik dan merasa direndahkan dengan perilaku begitu. Tapi Sarah termasuk wanita yang kadang mau menuruti kemauan Anton itu. Walaupun awalnya Sarah juga menolak dan merasa risih, tapi karena Anton sering merajuk memintanya, akhirnya Sarah mau mencobanya.

Pengalaman pertama difacial rasanya aneh bagi Sarah. Wajar saja, meski hal itu sering dia lihat dalam adegan film-film biru, baginya hal itu sama sekali tidak nyaman. Akan tetapi lama kelamaan dia mulai bisa menikmatinya. Awalnya hanya sensasi memuaskan fantasi Anton, namun pada akhirnya dia terbiasa juga dengan rasa sperma. Di antara sedikit wanita yang mau menerima facial, Sarah juga paling memuaskan dalam memenuhi permintaan Anton itu. Anton bisa memintanya membuka mata dan mulut ketika menerima semburannya, sementara wanita yang lain lebih sering memejamkan mata dan menutup mulut mereka rapat-rapat. Hal itu cukup mengurangi kepuasan Anton sebagai laki-laki.

Meskipun begitu, tidak selalu Sarah mau menuruti permintaan itu tiap mereka bercinta. Anton juga mengerti hal itu. Kebanyakan dia tetap berejakulasi di dalam rahim Sarah. Hanya sesekali dia meminta facial di beberapa momen persetubuhan mereka. Kali ini dia ingin menikmati lagi menyembur wajah manis Sarah dengan cairannya yang sudah di ujung itu.

“Mau ya sayang…” pintanya lagi penuh harap. Sarah tersenyum dan mengangguk pelan tanda setuju. Sungguh girang Anton karenanya. Mereka pun segera ambil posisi. Sarah duduk bersimpuh di lantai di hadapan Anton yang berdiri sambil mengocok penisnya dengan cepat. Tangan kiri Anton membelai dan menaikkan dagu Sarah supaya wajahnya menegadah ke atas. Sarah menurut saja, dia sudah mengerti harus bagaimana. Mulutnya menganga, lidahnya agak dijulurkan keluar menanti tepat di depan batang Anton yang sedang dikocok. Diperhatikannya kepala jamur yang makin memerah gara-gara dikocok dengan kecepatan penuh siap memuntahkan lahar panasnya. Dan… Crooott! Crooot! Crooot….! Sperma Anton menyembur dengan deras menyirami wajah Sarah. “Yeesshh… That’s it baby…!” Desah Anton puas, badannya bergetar hebat. Spermanya ditembakkan nyaris rata ke seluruh wajah Sarah, sebagian besar mendarat mulus di lidah dan rongga mulut Sarah.

“Aaahhh…” Desah Sarah pelan. Dia berusaha menjaga tidak menutup matanya kecuali ada sperma mendarat di atasnya. Sementara dia sudah terlatih untuk tidak menutup mulut sampai tetes terakhir sperma Anton keluar.

“Ooo ooo hhh……” Anton melenguh panjang. Sarah mengulum penisnya, menghisap-hisapnya memastikan tidak ada lagi sperma tersisa di dalamnya. Kemudian Anton rubuh di atas ranjang. Sarah bangkit dan duduk di sebelahnya memamerkan wajahnya yang berlepotan sperma. Tangannya mengelus-elus batang Anton yang mulai mengecil.

“Luar biasa sayang….” Ucap Anton lirih. Raut mukanya menunjukkan kepuasan yang sangat. “Kamu cantik sekali sayang…” Pujinya sambil mengagumi wajah Sarah yang dihiasi cairan kental putihnya.

“Spermamu hangat dan kental sekali… Dah lama gak dikeluarin ya?” Goda Sarah. Dia membiarkan sperma Anton yang melelehi wajahnya berlama menggantung di pipi dan dagunya. Hanya sedikit yang jatuh menetes ke bawah saking kentalnya. Sungguh pemandangan yang menakjubkan bagi Anton. Sarah memang teramat istimewa baginya. Memang benar, sejujurnya dia baru saja diputuskan oleh pacarnya dan sudah hampir 2 bulan tidak bercinta dengan wanita. Dia menyeka sperma dari wajah Sarah dengan satu jari dan menyuapkannya ke mulut Sarah.

Sarah melenguh manja tapi tidak menolak. Dijilatinya hingga bersih tiap Anton menyodorkan jarinya. Habis sudah seluruh sperma itu dari wajahnya berpindah ke perutnya. Tanpa rasa jijik Sarah menelan semuanya.

“Terima kasih cantiik…” Anton tersenyum penuh kepuasan. Keduanya saling bertatapan dengan senyum penuh arti, kemudian saling melumat bibir dengan mesra.

Sarah bangkit menarik tangan Anton yang masih terlihat malas-malasan. Wajarlah, sebenarnya tubuh mereka sama-sama masih lemas. Namun Sarah tetap menarik Anton ke kamar mandi untuk bersama-sama membilas tubuh mereka di situ. Di hari-hari sebelumnya memang biasanya mereka akan bermalas-malasan rebah di ranjang selepas bercinta. Bahkan mereka tidak takut untuk tidur siang bersama dan kemudian mengulang persetubuhan hingga bisa sampai 3 atau 4 kali. Tapi kali ini keadaannya telah berbeda. Anton pun tahu diri. Mereka membilas diri di bawah shower air hangat sambil sedikit bercumbu mesra tanpa memulai persetubuhan lagi.

Ketika Sarah dan Anton keluar dari kamar mereka menjumpai Tejo dan teman-temannya asik menonton DVD di ruang tengah. Spontan kedua pihak itu saling bertatapan. Anton agak canggung dibuatnya. Entah apa yang dipikirkan para pemuda tanggung itu melihat dia dan Sarah keluar dari kamar bersama. Sungguh heran Anton yang melihat Sarah tampak santai dan cuek. “Apa dia yakin anak-anak ini tidak menduga apa yang barusan kita lakukan?” Tanyanya dalam hati gusar. Sarah malah tersenyum manis pada Tejo dan teman-temannya yang terdiam itu. Jelas mereka memang memiliki bayangan kotor mengenai apa yang barusan terjadi di antara Anton dan Sarah. Hanya saja bayangan itu tidak seliar dengan apa yang dipikirkan Tejo. Hal itu karena mereka tidak mengenal siapa Anton. Mereka hanya tahu bahwa dia bukan suami Sarah, tapi mereka pikir bisa saja Anton itu saudara dari keluarga Sarah. Berbeda dengan Tejo yang tahu betul bahwa Anton bukan siapa-siapa dalam keluarga Sarah. Dalam hatinya, Tejo sudah merasa yakin betul bahwa Tantenya itu baru saja berselingkuh! “Bener bener nakal tanteku yang satu ini…” Batinnya. Jadi gemas dan terangsang sendiri Tejo memikirkannya.

“Udahh ayo pamit…” Ujar Sarah agak geli melihat Anton yang mendadak canggung.

“Eeh iya, Jo, semua… Mas pamit dulu…!” Seru Anton.

“Dah selesai Oom..?” Sahut Tejo.

“Duh anak ini manggilnya Oom terus dari kemarin,” gerutu Anton dalam hati. “Iya Jo, mas udahan… Yuuk semua!” Jawab Anton. Dia melambaikan tangannya lalu bergegas pergi. Sarah mengantarnya sampai di teras. Setelah itu dia kembali masuk menemui Tejo dan teman-temannya. “Doni rewel nggak Jo?” Tanya Sarah. Dia meraih Doni dari pangkuan Tejo dan duduk memangkunya. “Tadi sih agak rewel sampe Tejo bingung… Tapi Tejo takut ganggu Tante sama Oom Anton jadi Tejo ajak main aja sampe capek.” Jawab Tejo Santai. Sarah tertawa kecil mendengar kalimat ‘takut ganggu Tante sama Oom Anton’ dari mulut Tejo.

“Iya makasih ya… Tante udah repotin.” Jawab Sarah menghadiahkan senyum manis pada ponakannya itu. Sarah berpikir, sudah 2 kali Tejo membantu memperlancar ‘urusan birahi’nya: Kemarin dengan jagungnya dan kini dengan bantuannya menjaga Doni. Tersenyum-senyum sendiri Sarah dibuatnya. Sementara Tejo makin kesengsem dengan Tantenya itu, teman-temannya agak salah tingkah dengan hadirnya Sarah duduk menemani mereka di ruang tengah itu.

“Serius amat kalian, nonton film apa siih…?” Ujar Sarah memecah perhatian mereka.

“Eehh ini Tante… Film Transformers Tante…!” Sahut mereka hampir bersamaan.

“Dari tadi kalian nonton film ini aja?” Selidik Sarah curiga. Dia melihat tampaknya film itu baru mulai, padahal kalau dari tadi mereka menontonnya mustinya sudah hampir habis film berdurasi 2 jam itu. Tanpa menunggu jawaban dia langsung memungut plastik di atas meja yang tampaknya adalah wadah CD. Tejo dan teman-temannya langsung terlihat panik, “Eh Tante… itu….” Seru mereka tertahan, tak bisa menemukan kata-kata untuk mencegah Sarah.

“Nah lo…” pikir Sarah. “Pasti ada yang lain…”

Benar saja, Sarah menemukan ada 1 CD lagi di dalam plastik itu. Wajah Tejo dan teman-temannya langsung pucat pasi namun mereka diam seribu bahasa. Naluri Sarah diam-diam berharap mendapati DVD porno dan menangkap basah mereka. Dan ternyata benar, ditemukannya DVD film porno berjudul GangBang D*b**ch*ry di dalam plastik itu. Sablengnya, Sarah justru merasa girang di dalam hatinya, tapi di hadapan Tejo dan teman-temannya tentu saja dia berlagak terkejut.

“Haah, Tejo…! Apa ini?!” Sarah meninggikan suaranya biar terkesan angker.

“Eh… Anu Tante… itu… itu Luki yang bawa tante…” Jawab Tejo tergagap. Seluruh teman-temannya terdiam. Luki yang namanya disebut-sebut jelas sewot. Walaupun memang benar dia yang membawa dan memprovokasi teman-temannya untuk menonton film cabul tersebut.

“Tapi tadi kalian semua pada nonton kan?” Tanya Sarah lagi pura-pura gusar.

“Yaa iya Tante, tapi cuman bentar iseng-iseng aja, filmnya jelek kok, sumpah Tejo ga suka!” Tejo membela diri.

“Iya Tante, beneran, emang tadi kita pingin nonton, tapi ternyata kita ga suka kok… jelek filmnya…” Salah satu dari temannya ikut menjawab meyakinkan. Sarah lupa namanya, tapi bukan Luki. Hanya Luki yang dihafalnya tadi. Dipandangnya wajah Luki yang masih mengkeret. “Iihh… Kamu ini paling gede malah ngajak-ngajakin ga bener siih?” Omel Sarah padanya, tapi nada bicaranya sudah turun. “Maaf Tante… Kita cuman penasaran aja awalnya Tante. Tapi bener kok, setelah ditonton kita-kita ga suka filmnya… beneraaan…” Jawab Luki.

“Yee biar ga suka tetep aja nonton…” Cibir Sarah.

“Tapi bentar Tante, kita cepet-cepetin aja, habis jelek sih…” Tejo menjawab lagi.

“Iya utamanya kita emang mau nonton Transformers kok Tante.” Sahut yang lain.

“Yaa sudah… Sudah…” Ujar Sarah. Semua pun terdiam. Sarah sendiri juga lantas bingung harus bicara apa. Jelas dia tidak dalam posisi menceramahi anak-anak itu tentang moral sedangkan dia sendiri juga baru saja berselingkuh.

“Tante tahu gimana anak-anak muda kayak kalian ini…” Akhirnya Sarah angkat bicara lagi. Tejo dan teman-temannya masih diam. “Hanya saja Tante kaget kalo kalian sudah sampai nonton film secabul ini…” Kata Sarah lagi sambil mengacungkan DVD porno itu. “Tante tahu ngelarang anak-anak muda nonton film porno itu nyaris nggak mungkin.” Lanjutnya. Memang benar, di jaman sekarang ini pornografi dengan sangat mudah dan murah dapat diakses kapan saja di mana saja. Melarang orang mengkonsumsinya, terlebih remaja yang sedang memasuki masa puber, jelas nyaris mustahil. Itulah yang Sarah pikirkan. Mungkin lebih mudah melarang remaja cowok merokok, pikirnya.

Karena Tejo dan teman-temannya masih membisu Sarah pun melanjutkan, “Tapi mestinya kan ada batasnya…? Kalian masih di bawah 17 tahun, memang anak-anak sekarang lebih cepat pubernya… Okelah, standar 17 tahun mungkin sudah kuno, tapi Tante masih lebih memaklumi kalau kalian sekedar baca majalah playboy.” Anak-anak itu pun mangut-mangut tapi belum menjawab. “Tapi kalo film kayak gini?? Ya ampun… Ini udah kebablasan namanya… Oom Heru juga ga bakal Tante bolehin deh kalo sampai nonton yang kayak beginian.” Terang Sarah lagi. “Kalo bokep biasa sih mungkin boleh aja, tapi yang ini sudah ekstrim tahu?” Seperti judulnya, film itu memang berisi adegan-adegan gangbang alias seks keroyokan. Seorang wanita disetubuhi dengan kasar oleh banyak pria.

Sarah kemudian terdiam. Dia kehabisan kata-kata. Tejo dan teman-temannya surprise juga mendengar Sarah mengucapkan kata ‘bokep’. Tejo pun mulai berani menjawab. “Iya Tante, kita tadi juga kaget dan nggak selera kok liat isinya… Sumpah deh!” Ujarnya meyakinkan. “Iya Tante, tadi kita memang cuma penasaran aja kok…”, “Iya Tante…” Sahut Beni disambung Boim.

“Penasaran apa? Penasaran lihat adegan cewek digangbang?” Tanya Sarah.

“Kalian terangsang lihat adegan itu?” Cerocos Sarah lagi.

“Makanya Tante, nggak kok kita nggak suka…” Tejo mencoba meyakinkan terus.

“Halaah bo’ong…” Sarah mulai menghilangkan ekspresi marahnya.

“Sumpah Tante, iya kan temen-temen…?” Tejo minta dukungan teman-temannya.

“Eh iya Tante… Sumpah deh…” Luki menimpali.

“Kalo kalian sampai punya fantasi yang beginian pasti kalian udah sering kan nonton bokep yang biasa? Hayooo ngaku…” Kini Sarah mulai tersenyum. Suasana pun jadi agak cair. Tejo dan teman-temannya agak lega melihat Sarah tidak terus memarahi mereka.

“Yaa nggak juga Tante, beneran deh…” Jawab tejo.

“Iya Tante, jarang kok…” Sambung Boim.

“Nah lo, kalo jarang berarti udah pernah lebih dari sekali…?” Sarah memojokkan.

“Eeh… Bukan gitu Tante… Yaa iya juga siih…” Boim langsung tersipu.

“Huu kalian ini… kecil-kecil…” Sahut Sarah gemas.

“Trus kalian nggak puas ya, pingin lihat yang lebih?” Tanyanya menyelidik.

“Ya bukan gitu juga kok Tante… Penasaran aja kita…” Jawab Boim lagi pelan.

“Penasaran trus nagih ya…? He he he…” Goda Sarah.

“Ya nggak dong Tante…” Jawab mereka nyaris serempak.

“Ahh masa sih…? Beneran tuh nggak nagih…?” Tanya Sarah lagi.

“Iyaa… habis yang main nggak ada yang cantik siihh…” Jawab Luki setengah bercanda. Mendengar jawaban ini Sarah pun tertawa lepas. Tejo dan yang lainnya ikut tersenyum. Perasaan mereka kini plong karna yakin Sarah sudah benar-benar tidak marah.

“Coba yang main cantik-cantik kayak Tante, mungkin aja kita ketagihan…” Jawab Luki makin berani. “Dasaar kamu yaa… Jelek…!” Sarah langsung mencubitnya dengan gemas. “Aduuh sakit Tante…” Luki meringis kesakitan tapi masih tertawa-tawa setelahnya. Semua juga ikut tertawa tak terkecuali Sarah sendiri.

“Bener loh Tante, kalo ga percaya tonton aja sendiri deh…”

“Iya yang main ancur-ancur Tante…”

“Ancur-ancur emangnya apaan? Dasar nggak ngaca tuh muke lo yang ancur…”

Ya, suasana kini benar-benar sudah cair. Sarah berhasil mengakrabkan diri di tengah mereka sekaligus dengan sengaja tebar pesona. Hal itu tentu saja berhasil. Siapa yang tidak kesengsem dengan kecantikan Sarah yang alami. Teman-teman tejo pun mendapatkan kesan yang mendalam sore itu.

“Udah… Nih kamu simpen, awas ya kalo besok bawa-bawa ginian lagi Tante sita…” Sarah melemparkan DVD itu pada Luki. Dia pun bangkit karena melihat waktu sudah mulai sore, saatnya memandikan Doni dan mengerjakan urusan-urusan lainnya. Setelah ditinggal Sarah Tejo dan teman-temannya pun saling pandang sambil cekikikan.

Akhirnya, karena Tejo juga punya jatah pekerjaan rumah, teman-temannya pun kemudian pamit pulang. Masalah kebersihan rumah adalah tanggungjawab Tejo dan dia harus mulai setiap sore. Sementara Sarah mengerjakan urusan dapur termasuk mengurusi kebutuhan-kebutuhan bayinya.

Ketika Tejo memamitkan teman-temannya pada Sarah, dengan genit Luki menyalami dan mencium tangan Sarah. Karena Tejo pun biasa begitu, awalnya Sarah diam saja. Tapi hal itu membuat teman-teman lainnya melakukan hal yang sama. Barulah Sarah tertawa kecil karenanya. “Idih kalian ini pake cium tangan segala, kayak sama siapa aja….” ucapnya. Mereka pun meringis malu. “Pamit Tante… Makasih.” Ucap mereka bersamaan terakhir sebelum pergi.

Begitulah Sarah kali ini berhasil mengakrabkan diri pada teman-teman Tejo. Agaknya inilah sebabnya dia merasa girang waktu menemukan DVD porno tadi. Dengan itu dia jadi punya alasan untuk mengintervensi mereka. Selain memberi kesan bahwa dia adalah orang yang liberal, cuek, dan tidak canggung membicarakan hal yang tabu, sekaligus dia juga bisa tebar pesona dan sedikit menggoda para remaja tanggung itu. Diam-diam dalam hatinya muncul gejolak untuk bisa menggoda mereka lebih jauh.
Sejak hari itu keberadaan Tejo sudah tidak menjadi batasan Sarah dalam berhubungan dengan Anton. Kedatangan Anton selanjutnya justru lebih siang lagi dari waktu itu, yaitu setelah Tejo pulang sekolah. Walhasil, jelas sekali Tejo menyaksikan bagaimana Sarah membawa Anton masuk kamar dan tidak keluar-keluar hingga sore. Setelah keluar, Anton bahkan tidak buru-buru pergi melainkan menyempatkan berakrab-akrab dengan Tejo. Pernah suatu ketika Anton datang pagi, tapi persetubuhannya dengan Sarah tidak juga berakhir hingga Tejo pulang sekolah. Ketika Tejo pulang, Anton dan Sarah masih di dalam kamar. Tak berapa lama mereka keluar, tapi Anton tidak pamit. Dia ngobrol dengan Tejo sementara Sarah menyusui Doni. Setelah Doni selesai menyusu, Sarah menidurkannya di kamar Tejo dan menitipkannya pada Tejo, kemudian dia dan Anton masuk kamar lagi sampai sore. Semuanya berjalan wajar seperti tak ada apapun yang terjadi. Walau geregetan, Tejo juga tidak pernah menanyakan apapun perihal hubungan mereka. Sarah dan Anton juga tidak pernah membuka percakapan mengenai hal itu. Seperti sudah ada saling pengertian saja di antara mereka.

Tejo bahkan sempat berpikir nakal. Beberapa kali dia mencoba mengintip atau mencuri dengar. Tapi hal itu tidak memungkinkan. Tejo tak berhasil menemukan celah untuk itu. Gusar dan penasaran sekali Tejo dibuatnya. Hatinya merasa iri sekali pada Anton. Tiap kali dia selalu membayangkan apa yang dilakukan Anton di dalam kamar terhadap Tantenya itu. Makin dibayangkan makin tersiksa pulalah perasaan Tejo. Tidak jarang juga pemikiran jahat melintasi benaknya. Ingin sekali dia meminta imbalan untuk tutup mulut. Imbalan untuk tidak mengadukan perselingkuhan itu. Imbalannya tentu saja Tejo meminta tubuh Sarah. Perasaan Tejo melambung tak terkendali tiap kali dia membayangkan hal itu. Tapi tak pernah dia sampai hati untuk melakukannya. Dia tidak berani.

Untunglah Tejo tak mengenal Bambang. Kebetulan Bambang pindah tugas keluar kota tidak lama setelah Sarah melahirkan. Jadi hilang sudah kehadiran Bambang dalam kehidupan Sarah. Entah bagaimana kalau Tejo menyaksikan Sarah berselingkuh dengan Bambang yang juga buruk rupa seperti dirinya. Mungkin Tejo akan protes begini; “Lho kalau begitu aku juga mau!”

Sarah bukannya tidak kangen pada Bambang (Di sisi lain Bambang pastinya jauh lebih kangen pada Sarah). Bahkan bakat ekshibisionisnya makin menjadi-jadi gara-gara kekangenannya pada Bambang. Kini makin sering Sarah mengenakan daster mininya, dengan bahu terbuka di hadapan Tejo. Tidak terkecuali saat teman-teman Tejo main ke rumah. Justru saat itulah hasrat Sarah untuk ‘pamer diri’ makin bergejolak. Saat harus menyusui Doni pun menjadi kesempatan bagi dia untuk membuka diri lebih di hadapan mereka. Dengan itu dia bisa mengekspos kulit payudaranya yang putih mulus dengan wajar. Suatu ketika saat Tejo dan teman-temannya sedang duduk-duduk mengobrol, dengan cueknya Sarah yang sedang menyusui Doni duduk di tengah-tengah mereka. Sarah yang sudah akrab dan hafal dengan mereka, dapat dengan luwes nimbrung mengikuti obrolan mereka. Sarah sangat menikmati memperhatikan bagaimana teman-teman Tejo setengah mati berusaha bersikap wajar di hadapannya. Mereka tidak pintar melakukan itu sehingga sikapnya malah menjadi tidak karuan. Kadang-kadang terlihat sangat grogi sehingga kalau bicara pun tergagap, tapi terkadang juga malah over acting cari perhatian. Sarah sering tertawa terkikik bila mereka begitu. Tawa Sarah sendiri makin membuat mereka blingsatan. Wajah mupengnya pun makin menjadi.

Saat itu adalah keadaan Sarah yang paling terekspos di hadapan teman-teman Tejo. Dia mengenakan pakaian yang bahunya terbuka, kulit payudaranya terbuka bebas karena menyusui Doni, ditambah hotpants ketat yang dikenakannya mencetak bongkahan semok pantat dan mengekspos seluruh kulit pahanya. Perasaannya selalu menuntut lebih berani dari itu, tapi sejauh ini baru sebatas itulah yang terjadi. Itupun sangat membuat Sarah puas dan bagi Tejo dan teman-temannya pun hal itu sudah sangat luar biasa. Sarah menyadari, teman-teman Tejo kini makin sering datang. Dia pun ge-er karena menganggap semua itu karena daya tariknya.
Suatu hari Sarah jatuh sakit. Tidak parah, hanya demam biasa tapi badannya menjadi lemah dan dia terus berbaring di ranjang. Heru benar-benar prihatin melihat keadaannya yang tergolek lemas di atas ranjang. Pagi itu Heru sudah mengenakan pakaian lengkap bersiap berangkat ke kantor, tapi sejenak dia merasa ragu. Dia pun duduk di sebelah Sarah. Sambil berbaring Sarah memeluk pinggang suaminya itu dengan manja. Heru membelai-belai rambutnya dengan mesra.

“Sayang, apa aku tidak usah berangkat ngantor saja ya?” Ucapnya lembut.

“Memangnya boleh kamu mendadak ijin begitu?” Tanya Sarah.

“Ya mestinya bos bakal ngamuk, he he he…” Jawab Heru nyengir.

“Huuh…” Sahut Sarah cemberut manja.

“Kalo ga diijinin bisa aja aku bolos, emang bos mau nyusul aku kesini nyeret aku ke kantor?” Jawab Heru. “Kalo besok dia marah-marah itu urusan belakangan lah…” Lanjutnya.

“Hmmm… kamu rela dimarahin demi aku yaah…?” Sarah tersenyum manis.

“Jangankan dimarahi, dipecat aja aku rela…” Rayu Heru. Dikecupnya pipi Sarah.

“Iih gombal!” Sahut Sarah tertawa lepas. “Udah deh, kayak akunya parah banget aja… Aku cuman demam biasa aja kok…” Sarah melanjutkan meyakinkan supaya Heru tidak terlalu mengkhawatirkannya.

“Yakin gapapa kutinggal…?” Tanya Heru.

“He eh… gapapa mas.” Jawab Sarah.

“Gini aja, Tejo aja kusuruh bolos sekolah. Biar nanti kutelpon sekolahnya… Pokoknya aku gak mau kamu sendirian.” Heru menyampaikan idenya.

“Hmmm terserah mas deh, kalo Tejo bolos sekolah gapapa kali…” Jawab Sarah menyetujui. “Mungkin dianya juga seneng disuruh bolos. He he he…”

Begitulah akhirnya Heru tetap berangkat kerja seperti biasa, sebagai gantinya Tejo yang diminta bolos supaya bisa menjaga Sarah hari itu. Setelah Heru pergi, Tejo menemui Sarah di dalam kamar. Mula-mula dia berdiri saja di samping ranjang tanpa berkata apa-apa. Dipandanginya Sarah yang berbaring lemas. Walau terlihat pucat, tapi kecantikannya sama sekali tidak berkurang. Ingin rasanya Tejo membelai Tantenya itu.

“Mmm… Tante sakit apa sih?” Akhirnya Tejo bertanya basa-basi.

“Cuma demam aja kok Jo, Tante gapapa…” Jawab Sarah sambil tersenyum.

“Tante butuh apa nih? Biar Tejo ambilkan…” Tejo menawarkan diri.

“Mmm… Sekarang Tante mau lanjutin tidur dulu Jo, kamu beres-beres rumah ya…?” Jawab Sarah. “Paling nanti kalo Doni bangun Tante juga minta tolong kamu yang mandiin dia yaah… Bisa kan kamu?” Lanjut Sarah.

“Siap Tante…” Jawab Tejo kocak. Sarah tersenyum lagi. Duh senang sekali rasanya hati Tejo. Hari ini dia akan menjaga dan melayani Sarah seharian. Dia pun segera mulai membersihkan rumah. Tejo memang pekerja yang rajin. Dia tak pernah membantah bila dimintai tolong. Di samping itu Sarah dan Heru juga tidak pernah memperlakukannya seperti babu. Tugas-tugas yang dibebankan kepada Tejo hanya yang sewajarnya. Sarah pun meneruskan tidurnya dengan tenang. Menyuruh Tejo bolos sekolah hari ini benar-benar ide yang bagus, pikirnya.

Pagi itu dengan cekatan Tejo melakukan semua yang diminta Sarah. Dia rapikan dan bersihkan seisi rumah. Ketika Doni bangun, Tejo juga tampak sudah mahir mengurusi segala keperluannya. Saat itu Sarah sudah terjaga, tapi dia tetap berbaring bermalas-malasan. Didengarnya suara-suara Doni dan kecipak air. “Pasti lagi dimandiin Tejo.” Pikirnya tenang. “Bisa diandalkan juga dia…” gumamnya.

Tak berapa lama kemudian Tejo muncul menggendong Doni yang sudah rapi dan wangi. Didapatinya Sarah yang sudah terjaga. Tejo pun tersenyum bangga padanya.

“Wah hebat kamu Jo, sudah selesai semua?” Tanya Sarah kagum. “Kamu ganti baju bersih sama popoknya juga kan?” Tanyanya lagi.

“Ya iya lah Tante… Beres pokoknya.” Jawab Tejo.

“Sudah bedakan kan? Baby oilnya juga gak lupa?” Tanya Sarah lagi.

“Iya Tante, Tejo sudah hafal kok, sering liat Tante…” jawab tejo meyakinkan.

“Mmm… Tapi ada yang Tejo ga bisa Tante… Harus Tante sendiri.” Ucap Tejo lagi sambil senyum-senyum.

“Apa itu Jo?” Tanya Sarah penasaran.

“Yaa menyusui Tante…! He he he…” Jawab Tejo cengengesan. Sarah pun ikut tertawa mendengarnya. “Dasar…” Sahutnya.

“Tapi Tante masih lemes kalo harus gendong dan nyusuin Doni… Coba kamu ke belakang Jo, lihat di lemari es ada botol berisi susu, kamu ambil, kamu angetin bentar trus masukin ke botol susu Doni… Kamu yang susuin dia ya…?” Pinta Sarah.

“Oohh…” Tejo mangut-mangut. Dalam hatinya dia merasa kecewa tidak bisa melihat Sarah menyusui Doni. Dia pun beringsut ke belakang dan melaksanakan permintaan Tantenya itu. Tak berapa lama dia balik ke kamar Sarah lagi, di gendongannya tampak Doni sedang asyik menyedot susu dari botolnya. Sarah pun tersenyum melihat Tejo melaksanakan permintaannya dengan baik.

“Naah bisa kan, gak lupa kamu angetin kan? Tapi tidak terlalu panas kan?” Tanya Sarah. “Udah Tante, cukup kok, nih lihat Doninya sudah minum lahap…” Jawab Tejo.

“Tapi, emangnya boleh minum selain ASI ya Tante?” Tanya Tejo penasaran.

“Ya boleh aja kok Jo… Tapi itu ASI lho…” Jawab Sarah tersenyum. Tejo heran dibuatnya. “Haah, ini ASI…? Yang diminum Doni ini? Kok bisa?” Tanyanya. “Ya itu ASI Tante Jo…” Jawab Sarah. “Itu Tante memang memeras dan menyimpan air susu Tante sendiri, ya untuk jaga-jaga kalau ada kondisi begini…” Sarah menjelaskan karna Tejo kelihatannya masih belum paham. Setelah dijelaskan begitu Tejo pun mangut-mangut, “Ohh gitu ya, ternyata bisa ya susu Tante diperas begitu…?” Gumamnya. Sarah tertawa mendengar perkataan Tejo yang lugu itu.

Tejo tersadar kata-katanya tadi terlalu vulgar, wajahnya pun memerah malu. “Eh… Nggak… Kirain yang bisa diperas cuman susu sapi aja Tante…” ucapnya agak tergagap. Sarah makin geli, benaknya mulai nakal, dia pun menjawab, “Ya semua susu pastinya bisa diperas Jo kalau memang ada isinya…” Jawabnya.

“Kalo gak percaya kamu mau coba meras susu Tante?” Godanya nakal.

Tejo cukup salah tingkah dibuatnya, adik kecil di balik celananya seketika menegang. “Percaya kok Tantee… Cuman gak pernah kepikiran aja…” Jawabnya jaim. Padahal di dalam hatinya jelas mau banget dia memeras susu Tantenya itu. Tapi dia sadar Tantenya itu tentu hanya bercanda dan menggoda dirinya. “Duh sialan Tante Sarah ini, bercandanya bikin cenat cenut yang di bawah aja…” gerutunya dalam hati.
Malamnya Heru pulang membawa makan malam dan buah-buahan. Keluarga itu kemudian makan malam bersama. Heru dan Sarah makan sepiring berdua. Sarah yang masih keliatan lemas disuapi oleh Heru, sementara Tejo sambil makan juga menyuapi Doni. Tampak mesra sekali pasangan suami istri itu. Diam-diam Tejo pun merasa iri dengan Oomnya. Beruntung sekali dia mendapatkan Sarah yang jelita itu. Walaupun Tejo kemudian memikirkan kelakuan Sarah yang binal dan bahkan berselingkuh. Dia jadi bingung, Oomnya itu sebenarnya beruntung atau malah sial. Tapi ketika dilihatnya hubungan mereka hangat-hangat saja dan tampak saling mencintai, Tejo pun tidak ambil pusing lebih jauh.

Di tengah makan malam Heru mengumumkan bahwa besok dia musti tugas keluar kota dan menginap beberapa hari. Dia minta pertimbangan Sarah mengingat kondisi Sarah yang masih belum fit. Heru mengatakan bahwa dia bisa saja menunda kepergiannya. Tapi Sarah kemudian meyakinkan bahwa dirinya baik-baik saja, bahkan dia memuji Tejo yang menurutnya bisa diandalkan. Heru paham, Sarah memang istri yang mandiri. Dia bukan istri yang rewel dan selalu mendukungnya sebagai suami. Dirinya pun lega.

Malam itu Heru berkemas-kemas dibantu Tejo. Paginya sebelum berangkat dia meninggalkan sejumlah uang pada Sarah, dan dia berpesan pada Tejo untuk tidak berangkat sekolah dulu selama Sarah masih belum pulih benar. “Nanti urusan dengan wali kelasmu belakangan, Oom yang jelaskan…” Kata Heru. Tejo menurut saja apa kata Oomnya itu.

Dan… Mulai pagi itu, dimulailah hari-hari di mana Tejo dan Sarah melewati hari bersama-sama tanpa kehadiran Heru selama beberapa hari ke depan.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd