Hanya butuh tiga puluh menit dari kampus menuju rumah Felisia. Cinta sedikit deg-degan ketika kembali harus menginjakkan kaki di rumah sahabatnya tersebut. Sudah hampir sebulan lebih ia tidak bertemu lagi dengan Om Ridwan. Mungkin ini adalah pertama kalinya dalam beberapa bulan terakhir Cinta datang ke rumah Felisia. Kalau pun Felisia mengajaknya bertemu, biasanya sahabat karibnya itu yang menjemputnya ke kosan. Rasa segannya kepada Tante Vera yang sudah baik kepadanya-lah, yang membuat Cinta berusaha sekuat mungkin untuk menghindari datang ke rumah tersebut. Namun kali ini keadaannya berbeda. Felisia yang mengajaknya dan Felisia yang memegang kemudi.
“Oke lu tunggu di mobil aja, gue masuk bentar”.
“Uuuhh”, Cinta menghela nafas panjang. Paling tidak ia tak perlu masuk ke dalam rumah.
Namun sepertinya kelegaan Cinta langsung berakhir ketika ponsel milik Felisia berbunyi.
“Halo..”.
Cinta melirik ke arah sahabatnya.
“Oh udah pulang Ma, musti dijemput sekarang? Iya deh, Feli kesana sekarang”.
Percakapan selesai.
“Sory Ta, gue musti jemput mama di bandara, lu tunggu gue di dalem aja deh”.
“Hhhmm..”. Cinta bingung harus menjawab apa. Kenapa semuanya jadi serba kebetulan begini, ucap Cinta membatin.
“Gue bentar aja kok, lagian kalo mama pulang pasti bawa banyak oleh-oleh, lu pasti kebagian”.
“Gimana kalo gue pulang aja naik taxi, ntar kita keluarnya lain kali aja”.
“Ealah masih aja mau ngeles. Ayo kita masuk dulu”.
Dipaksa seperti itu akhirnya mau tidak mau Cinta harus keluar mobil. Dengan langkah berat ia mengikuti sahabatnya masuk ke dalam pekarangan rumah. Berbagai bayangan berkelebat di kepala Cinta tentang skenario yang mungkin terjadi apabila ia bertemu lagi dengan Om Ridwan. Tanpa adanya Tante Vera dirumah sebagai catatan. Rasa deg-degan Cinta bertambah ketika Felisia mengetuk pintu dan tak lama Om Ridwan-lah yang muncul dari dalam.
“Eh Cinta, apa kabar? Tumben nih main ke rumah?”, Om Ridwan menyapa dengan ramah.
“Baik-baik Om, iya nih Feli yang ngajakin”.
Melihat Cinta yang memakai balutan kemeja putih dan rok pendek berwarna hitam, Om Ridwan langsung teringat cerita anaknya kalau Cinta akan menjalani ujian skripsi. Itu pun setelah ia menelan ludah, melihat kemolekan tubuh Cinta.
“Oya, gimana ujiannya? Lancar?”.
“Iya Om, lancar kok”.
“Ayo-ayo masuk dong, masa diluar aja”, ajak Om Ridwan.
Kemudian Felisia memotong. “Pah, Feli jemput mama dulu ya ke bandara”.
“Mama udah dateng? Kok gak nelpon papa?”.
“Tadi katanya udah nelpon cuma HP papa katanya mati”.
“Oh iya papa tadi charge HP, lupa… Maklum udah tua hehehe”, Om Ridwan terkekeh. “Terus siapa yang jemput? Kamu apa papa aja?”.
“Biar Feli aja, kata mama biar cepet abis papa kalo nyetir suka lama”.
“Oke..”, sahut Om Ridwan singkat.
“Lu diem disini aja ya Ta, serius gue abis dari bandara langsung balik deh”. Felisia tersenyum. “Mama juga pasti seneng ngeliat lu lagi”.
Tak tahu harus menjawab apa, akhirnya Cinta hanya bisa mengangguk pasrah.
“Ya udah gue berangkat dulu, titip Cinta bentar ya pah”.
Tak lama mobil Felisia sudah menghilang dari pandangan Cinta dan Om Ridwan. Dan sesaat setelah itu, tiba-tiba saja Om Ridwan memegang tangan kanan Sinta dan menarik gadis itu masuk ke dalam rumah. Laki-laki paruh baya itu menempelkan telunjuk di bibir memberi isyarat agar Cinta tidak bersuara.
“Ssssttt… ayo cepet masuk”, bisik Om Ridwan. Kemudian Om Ridwan menutup kembali pintu rumahnya dengan hati-hati.
“Ada apa Om?”, Cinta ikut berbisik.
“Udah jangan ribut, ayo ikut Om”, laki-laki itu terus menggandeng Cinta sampai masuk ke dalam sebuah kamar.
Melihat gelagat ini, Cinta yang semula kaget akhirnya segera mengerti maksud dan tujuan Om Ridwan. Apalagi ketika laki-laki itu langsung memeluk tubuhnya dari belakang dan mendaratkan ciuman di pundak, leher dan pipinya.
“Iddihh Om nekat.. nanti ketauan yang lain gimana Om?”, Cinta membalikkan tubuhnya dan berbisik lagi tapi kali ini dengan nada sedikit terdengar panik.
“Sstt tenang aja.. Kita aman, dirumah cuma ada Denny yang lagi tidur..”, jelas Om Ridwan. Denny adalah adik laki-laki Felisia yang duduk di kelas 12 SMU.
“Iya tapi gimana kalo mendadak dia bangun Om? Belum lagi bahaya kan kalo Bi Ijah sampai denger”.
Bi Ijah adalah pembantu di rumah keluarga Felisia. Wanita tua itu adalah tetangga di desa dimana Om Ridwan berasal. Bi Ijah diajak ke kota saat Tante Vera mulai harus sering keluar kota untuk menjalankan bisnisnya.
“Bi Ijah lagi keluar belanja, pokoknya sekarang situasinya aman! Kita quiky bentar yuk?”
“Tapi Om, Cinta takut…”.
“Please Ta… Om mendadak jadi ‘pengen’ waktu ngeliat kamu, kita kan udah lama gak gituan”.
“Tapi Om…”.
Belum lagi sempat Cinta melanjutkan kata-katanya, tiba-tiba terdengar suara pintu kamar terbuka diluar. Suara itu sepertinya terdengar dari kamar Denny di lantai dua. Keduanya pun kompak terdiam.
“Tuh kan Om…”, Cinta berbisik panik