Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Shinta jadi Simpanan

Bimabet
Lanjutan


“Hah, kamu hamil ? Kok kita samaan jadi gini sih?” tanyaku memastikan hal ini.”Udahlah Shin, apa saja bisa terjadi kan?” ujar Selly. Aku terdiam, Rissa belum mengeluarkan sepata katapun, kemudian ia berkata. “Laki-laki atau Perempuan Shin, suamimu pasti senang ya?” kata Rissa. Aku terdiam sejenak, rupanya ia tidak ingin kami menjadi pusat perhatian, ada dua perempuan hamil dengan usia cukup muda. Saat memasuki Café aku kemudian Selly menjadi pusat perhatian hamil dan sexy. “Iya Riss, dia senang sekali. Maklum baru 8 bulan nikah udah dapat bayi,” kataku bersandirwara. “Sama ya, aku juga suamiku senang banget deh,” kata Selly ikut bersandiwara. Situasi lebih terkendali, tidak lagi orang memperhatikan.

Kembali kami melanjutkan pembicaraan dengan suara cukup pelan, “Pak Irda orang baik dan peduli. Awalnya aku berharap aku gak dipakai lagi Shin, tapi sejak 1 bulan kerja. Kami dekat, dan mulai hal-hal itu terjadi,” kata Rissa menceritakan kisahnya. “Maksudmu?” kataku penasaran dengan perkata Rissa. “Pak Irda mulai mengajak ku pergi untuk mengecek proyek dengan Om Liem, kadang kami menginap diluar kota. Pak Irda ajak main dan aku mau karena ttakut ia marah dan memecatku. Sejak kejadian itu, aku makin sering melayani Pak Irda,” kata Rissa sambil meminum teh hangat. “Terus usia kandunganmu udah berapa Riss?” kata Selly. “Aku belum tahu pasti, bulan ini aku tidak datang bulan. Aku merasa aku hamil,” kata Rissa cukup singkat.

“Kalo kamu Selly, aku kangen kamu. Kenapa belum ada kabar tentang kamu 6 bulan ini?” tanyaku pada Selly. “ Kalo bapaknya bisa naklukin kamu, anaknya bisa buat kaya gini. Ivan memintaku untuk menuruti keinginanya,” kata Selly. Selly sambil mengelus perutnya. Ia menceritakan bahwa Ivan memang ingin dirinya menjadi pacarnya. “Ivan pengen aku sudah sejak lama, gw juga naksir sama dia. Kamu tahu itu Shin,” kata Selly menjelaskan pada Rissa. Meski Rissa sudah mengenal Selly karena pertemuan antara Ivan dan Pak Irda karena sebuah proyek dengan Om Liem.”Oh iya, menceritakan kehidupan dengan Ivan, yang membuat dirinya tidak menyangka Ivan memiliki keinginan sejak lama untuk memiliki Selly.

Ivan melakukan segala permainan untuk memiliki Selly secepatnya, ia akhirnya mendapatkan Selly sebagai Pacar juga Simpanannya. “Aku akuin Shin, awalnya aku jengkel banget dengan kelakukan Ivan. Aku seperti diculik untuk kemauan dia, tapi selanjutnya Ivan memberikan sesuatu yang gak pernah ku rasain. Dia buat aku nyaman sama hubungan ini,” kata Selly menjelaskan. “Kamu akhirnya sayang sama Ivan kan?” tanyaku. Selly menganggukan kepala, “Kalo begitu. Kamu sama denganku. Om Liem dan aku juga udah mutusin untuk bersama. Aku mencintai Om Liem. Aku senang jika kamu sama Ivan bakal bersama,” kataku. Rissa terdiam dengan obrolan aku dan Selly, aku berpandangan dengan Selly.

“Riss, gimana kamu sekarang periksa dulu? Biar abis itu kita makan dan pulang,” kataku menawarkan bantuan pada Rissa. “Aku takut Shin,” kata Rissa. “Masalah itu nanti dulu, semuanya belum pasti Ris. Kalau kita periksa hasilnya pasti,” kataku. Rissa terdiam, kemudian ia setuju. Kami memutuskan untuk meninggalkan Café, namun sebelumnya aku menelepon Supir untuk menjemput kami. Setelah Mobil datang, kami berangkat untuk mencari klinik yang bisa memeriksakan Rissa. Untung dengan kenalanku terhadap berberapa kenalan “Istri” penguasaha dan pejabat. Aku mengetahui klinik yang aman untuk kami memeriksa. Rissa akhirnya memeriksakan diri, awalnya dalam tes Rissa belum hamil. Ia sempat lega, namun aku mengajukan tes lainnya. Tes darah dilakukan untuk memeriksa apakah ada indikasi kehamilan. Hasilnya indikasi kehamilan menunjukan hasil positif. Rissa binggung dengan dua hasil tes ini.


Ia cukup shock dengan hasil ini, kemudian berkata. “Aku harus bagimana nih? Aku gak mau menjadi buah bibir orang. Pak Irda pasti akan memecatku, dan hidupku akan berantakan,” katanya. Aku dan Selly berpandangan, Selly mencoba mendekati Rissa, “Ris, emang aku sama Shinta tidak tahu apa yang dilakukan Pak Irda. Aku mau nanya, dia udah tahu kamu telat?” tanya Selly. Rissa menggelengkan kepalanya, Rissa memang belum menceritakannya. Kami terdiam, karena kami berada disituasi yang cukup ramai orang aku mengajak mereka untuk pergi makan. Mereka menyetujuinya, “Kita makan dulu yuk. Selanjutnya kita bicarain dirumahku,” kataku. Aku merasa rumah Om Liem adalah pilihan terbaik untuk menyelesaikan masalah ini.

Alasannya, obrolan ini akan cukup pribadi maka menjaga privasi kami aku takut salahsatu dari kami mengundang perhatian orang. Kedua, Rissa adalah sekertaris pribadi Pak irda rekan bisnis Om Liem sedangkan Selly adalah pasangan dari Ivan. Singkat cerita kami makan siang, kemudian pulang. Sesampainya dirumah Om Liem, kami mencoba beristirahat, untung aku sempat menyuruh Ira untuk merapihkan kamar Ivan melalui pesan singkat. Sehingga kamar bisa digunakan tepat waktu,Selly mengajak Rissa untuk mandi dikamar Ivan. Setelah aku mandi, aku menelepon Om Liem untuk menyampaikan kejadian hari ini. “Halo Om, kapan pulang?” tanyaku saat panggilan teleponku diterima Om Liem. “Oh, nanti ya. Om masih ada urusan nih,” kata Om Liem diseberang telepon.

“Gini, Om aku tadi ketemu dengan Rissa sama Selly. Mereka disini, aku senang banget om,” kataku menjelaskan. “Oh, Om udah tau kok. Mereka udah di Jakarta sejak 3 hari lalu, hanya Om biarin kalian ketemuan sendiri aja. Ini Om sama Pak Irda lagi nunggu Ivan lagi mau rapat,” kata Om Liem. Aku terkejut, kenapa aku selalu mendapat informasi yang terakhir. Aku mulai menganggapi pernyataan Om Liem itu. “Om, udah tahu mereka udah datang? Tapi Om gak kasih tahu Shinta, jangan-jangan Om juga udah tau Selly hami jugal ya?” tanyaku. “Iya, Om udah tau. Hebat Ivan bisa kasih cucu ke Om dengan cepat,” kata Om Liem dengan nada penuh kebanggaan.

“Kok bangga, Om kan udah punya calon bayi. Om gak suka sama anak kita yang lagi Shinta kandung?” tanyaku. “shin, dimana-mana laki-laki seneng kalo punya anak saat dia udah pengen,” terang Om Liem. “Apa lagi Om akan punya anak dari kamu yang cantik dan sexy kaya kamu. Om juga sayang sama kamu” jelas Om Liem. “Om gitu ya om, nanti Shinta hubungin Om lagi ya,” kataku. aku menutup telepon kemudian merapihkan pakaian. Aku keluar kamar, Selly dan Sinta sedang bersantai diruang santai dilantai atas. Mereka sudah berada disana, pakaian mereka sudah berganti.”Lho kalian udah mandi?” tanyaku. “Iya, tadi kita belanja sendiri-sendiri sebelum ke café tadi.

Aku duduk dan mengelus perutku, mereka juga duduk di Sofa. “Calon bayinya laki-laki atau Perempuan Shin?”tanya Selly. “Laki-laki. Kamu udah cek jenis kelamin?” tanyaku pada Selly. ia juga melakukan hal yang sama mengelus perutnya. “Belum, baru jadwal besok periksa rutin. Soalnya aku mau ganti dokter. Udah dapat dan serahin rekam medis,” kata Selly menjelaskan. Kami menoleh ke Rissa, ia mengamati obrolan kami. “Riss, kamu bakal cek ulang bulan depan?” tanya Selly, Rissa membuka mulutnya. “Iya, aku pengen kepastian. Terlebih Pak Irda udah punya istri, dan posisi aku lemah banget,” kata Rissa menjelaskan posisinya. Situasi yang aku takutkan, aku memang tidak terlalu memahami siapa Pak Irda.


“Kamu bagimana Selly, apakah Ivan sama kamu akan tinggal disini?” tanyaku. “Kayanya gak Shin, Ivan udah booking hotel 1 minggu ini, rencananya ia akan ambil Appartement untuk aku dan Ivan buat tinggal,” kata Selly. “Yah, aku kira kamu akan tinggal disini Selly. Aku masih kangen sama kalian berdua,” kataku menanggapi. “Yah, mau gimana lagi Shin. Ivan itu udah jadi pacar dan calon ayah ini. Gw harus nurutin kemampuan dia daripada ditinggalin,” kata Selly sambil mengelus perutnya. Mungkin ini dilakukan banyak Perempuan hamil saat santai. Kami akan lebih sering mengelus perut kami terlebih semakin membesarnya kandungan kami. “Shin, gimana pak Liem cukup hebat diranjang?” tanya Rissa kepadaku.

Aku cukup terkejut dengan pertanyaannya yang diluar dugaanku. “Kenapa Riss, kok kamu nanya gitu,” kataku. “Gak hanya penasaran saja,”katanya. “Om Liem itu hebat banget, setiap dia mau melakukannya ke aku. Aku puas, hanya butuh berberapa hari saja, buat aku membutuhkan Om Liem buat aku ingin seks,” kataku secara jujur. “Maksudmu, Om Liem buat kamu tinggal dengannya, hanya butuh berberapa hari?” ujar Rissa. “Yah, aku sih ngerasa gitu Riss, namun aku berusaha jual mahal dulu. Minta dibiayain sekolah dan tabungan,” kataku. “Jadi Om Liem mau bayarin?” tanyanya. “Dia mau, namun malah aku malah jadi ngatur keuangan rumah ini,” kataku. “Karena itu, semakin sering seks dengan dia, semakin sering ketemu. Aku merasa kesalku perlahan hilang, dan cinta muncul. Aku melayani Om Liem seperti suamiku,” kataku dengan jelas.

“Riss, aku boleh bertanya. Kamu udah tahu bagimana kami menjadi simpanan Om Liem maupun Ivan. Apakah kamu siap menjadi jika istrinya Pak Irda mengetahui hubungan kalian selama ini?” tanya Selly. Rissa terdiam sejenak, lalu ia mengela nafas panjang. “Aku tahu ada waktunya hubungan kami tercium. Istri Pak Irda, Ibu Sofie tahu dengan kebiasaan suaminya pernah mengecani berberapa perempuan. Bu Sofie meminta Pak Irda memutuskannya , Pak Irda setuju bahkan dia cek kesehatan untuk memastikan tidak ada masalah dari kebiasaannya itu,” ujar Rissa. “Kapan itu?” kata Selly. “ Berberapa tahun yang lalu, mungkin 5 tahun yang lalu atau lebih,” balas Rissa.

“Kalo gitu, Bu Sofie orang yang memiliki sesuatu dong, Pak Irda bisa memiliki ketakutan dalam ceritamu,” kata Selly. “Dulu, Bu Sofie yang memiliki banyak modal untuk usaha Pak Irda. Bahkan Pak Irda memiliki banyak usaha yang dimiliki Pak Irda akibat modal dan jaringan Bu Sofie yang berasal dari keluarga kaya.” jelas Rissa. “5 bulan ini, Pak irda balikin modal Bu Sofie namun tetap punya kepemilikian dengan jumlah jauh lebih kecil. Sejak saat itu, mereka mulai berjarak dan Pak Irda mulai melakukan kebiasaannya itu. Ujungnya ke aku,” jelas Rissa. Aku menjadi simpatik dengan Rissa,dengan masalah tersebut. Pak Irda memiliki ikatan pernikahan, dan hubungan regang antara Pak Irda dan Istrinya bukan berarti istrinya tidak menganggap ini masalah.

“Sulit sekali masalahmu Riss. Coba nanti bujuk Pak Irda kasih kepastian, tapi jangan terkesan kita memaksa. Aku takut Pak Irda bakal marah,” kataku. “Iya Shin, aku akan coba nanti,” kata Rissa. Aku terdiam, masalah ini jauh lebih pelik dari masalahku dengan Om Liem atau Selly dengan Ivan. Aku dan Om Liem hanya memiliki penyelesaian gampang yaitu menikah, jika tidak dengan posisi tanpa status dan membiarkan bayi dalam kandunganku tanpa status yang jelas. Om Liem memilih jalan berbeda namun juga paling mudah, ia menikahiku. Sebuah jalan cukup berbeda untuk seorang penguasaha yang memiliki dompet tebal untuk menghidupi simpanannya. Hal lain sedikit bisa diduga awalnya, karena Om Liem dan Ivan masih bebas dan tidak memiliki pasangan.

Sedangkan Rissa memiliki masalah, Rissa tidak bisa memaksa Pak Irda menikahinya, karena Pak Irda sudah memiliki istri dan Pak Irda belum tentu akan setuju dengan permintaan ini. Rissa harus membicarakan dengan baik-baik dan memilih terbaik sesuai dengan keinginan Pak Irda. “Shin, sebetulnya, aku udah tahu Pak Irda akan menginginkan tidur denganku. Aku tidak menolak permintaan Pak Irda karena aku butuh,” kata Rissa. “Maksudmu uang atau apa?” tanya Selly. “Awalnya uang, Pak Irda mau memberikan uang untuk melunasi hutang dan uang buat tabungan aku dan keluargaku,” kata Rissa. “Sejak aku menemani Pak Irda, Pak Irda memuaskan aku. itulah yang membuatku berat dalam hal ini,” kata Rissa.

Rissa menceritakan, ada hasrat yang mengebu-gebu untuknya untuk memuaskan Pak Irda. Maka setiap Pak Irda menginginkan “Layanan” dari Rissa. Pak Irda mengajaknya secara langsung, kala Pak Irda memang menginginkanya. Rissa bahkan pernah melayani Pak Irda di Kantor sampai tengah malam dan di Rumah Pak irda saat istrinya pergi liburan. “Begitulah Shin..Sell, jika kalian mungkin sama bisa diminta dilakuin dimana saja, aku merasakan kepuasan namun khawatir jika hubungan ini tersebar,” kata Rissa. “Terus bagimana Riss, kamu mau kita lakuin apa? Tapi maaf, hubungan kalian sudah diketahui banyak orang?” tanyaku. “ Ada yang tahu, juga mungkin ada yang belum. Mungkin Tahu namun diam saja. Sudah resiko, jika memiliki atasan seperti itu” ujar Rissa.

“Bahkan Ibu Shofie sudah mengetahuinya, dan dia tidak peduli. Ia bahkan memintaku untuk menggantikannya jika benar-benar akan menjauhi Pak Irda,” kata Rissa. Aku tidak mengerti dengan cerita Rissa. Tiba-tiba Handphone Selly berbunyi, ia menangkatnya. Telepon dari Ivan, Selly pun beranjak pergi. Selama Selly pergi, aku memuntuskan untuk mengobrol hal-hal lain dengan Rissa. 10 menit kemudian, Selly kembali. “Ayo, mereka udah ngumpul kita diminta nyusul,” kata Selly. “Kemana Selly, kita gak makan di Rumah. Kalian bisa nginap disini lho?” ujarku. “Iya bisa, tapi kita harus nurutkan sma mereka,” tegas Selly. Ucapan Selly, ada benarnya juga. Ivan, Om Liem, dan pak Irda menguasai kami sehingga kami lebih mengikuri keinginan mereka.

Kami pergi ketempat yang diminta Ivan pada Selly. bahkan mereka pun membawa barang yang dibeli tadi. Mobil berjalan menuju tempat yang dituju, dalam perjalanan aku menatap keduanya di kursi belakang. Mereka teman-temanku, yang kini perjalanan hidupnya hampir sama denganku. Aku penasaran dengan bagimana selanjutnya kehidupan Selly dan Ivan,aku putuskan bertanya. “Selly, terus kapan kamu nikah dengan Ivan. Ivan maukan nikahin kamu?” tanyaku pada Selly. “Jujur nih, aku sama Ivan belum kepikiran nikah. Ivan sayang sama aku, dan aku juga sama sayang sama dia,” kata Selly menanggapi pertanyaanku. “Aku juga hidup sama kaya istrinya Ivan, kami saling melengkapidan aku melayani dia. Aku hamil, kami bahagia. Mungkin jika kami sepakat kami menikah, semua terserah Ivan,” kata Selly.

Aku terdiam, aku menghormati keputusannya. Aku tidak mau memaksakan Ivan nanti untuk menikahi Selly. Satu Jam kemudian, mobil masuk sebuah Hotel. Kami turun dan masuk kegedung tersebut, Resepsonist menyapa kami. “Ada bisa dibantu?” tanya Resepsonist. Selly berbicara,”Sebentar mbak, Pak ivan duduk dimana ya ?” tanya Selly singkat. Resepsonist terdiam, lalu bersikap hati-hati. “Belok kiri aja Bu. Paling pojok,” kata Resepsonist. “Sendiri atau Ramai mbak?” tanyaku. Aku mendapatkan istilah ini untuk kami sebagai simpanan jika menanyakan keadaan suatu tempat. “Safe mbak, itu ada tandanya. Jadi bakal nyaman,” kata Resepsonist dengan kata berbisik. Aku mengeluarkan berberapa lembar uang untuk Resepsonist. ia tersenyum, ia memberikan 3 kartu kamar hotel.

“378 Sh…382…S…..385…R,” kata Resepsonist sambil memberi kunci. Kami tersenyum dan mengambil kartu dan menginggalnya. Kami pergi menuju tempat mereka berkumpul, dua penjaga dengan badan tegap berdiri. Depanya ada pagar dengan tali berudu yang biasa digunakan sebagai pembatas antrian. Penjaga itu menatap kami, “Buka, kami mau ketemu Ivan,” kata Selly. Mereka saling berpandangan sejenak lalu membuka pagar pembatas. Kami masuk, masih ada lorong harus dilalui. Cukup gelap penerangan hanya seputar jalan. Namun diujung cukup terang. Aluan musik klasik cukup pelan ruangan yang cukup luas. Terlihat meja-meja tertata rapih namun tidak ada orang menempatinya. Kami berjalan lebih kedalam, lorong kami lalui tepat di tengah ruangan.

Kami mencari-cari Ivan atau Om Liem, “Itu mereka disana,” kata Rissa. Terlihat Om Liem, Ivan, dan Pak Irda sedang ngobrol. Kami segera menuju mereka, kami menyapa mereka. “Shin, sini sayang. Om pengen ngelus perut kamu. “Ih, Om. Inikan tempat umum vulgar banget sih,” kataku terkejut dan sedikit malu. “Ah, gak usah malu. Ivan udah sewa ruangan ini kok, benerkan Van?” kata Om Liem menjelaskan. “Iya, jadi gak usah ragu santai aja,” kata Ivan. Ivan yang berada sisi kanan menarik tangankan Selly yang berada sebelah kiriku. “Aduh,” kata Selly yang tersentak dengan tindakan Ivan badan tertarik dan maju mendekati Ivan. Ketika badan Selly akan berkenaan dengan tangan kursi ivan menahan sedikit terbangun.

Ivan menahan tubuh Selly dengan kedua tangan yang mengenggam kedua pundak Selly. Dengan hati-hati ia duduk dan masih memegang tubuh Selly. Selly dengan hati-hati menempel badan kursi, “Pelan-pelan sih. Kamu selalu pengen cepatan dan puasin diri deh,” kata Selly. “He..he…he…, tapi kamu suka dan puaskan. Buktinya langsung ada isinya nih,” kata Ivan sambil mengelus perut Selly. Mereka terdiam dan mulai berciuman dengan mersa. Ivan mencoba mendekap tubuh Selly, tangannya menyentuh pinggang Selly. Ia memiringkan sedikit kekiri, lalu ia mengangkat Selly. “Ah….,” teriak Selly, Ivan dengan sigap menahan tubuh Selly dan mengedongnya dengan kedua tangannya. Ketika badan Ivan setikit bergoyang, Selly sedikit takut.

Wajar saja, berat badan aku dan Selly naik cukup banyak meski masih proposional. Namun tetap saja, membuat kami khawatir. “Tenang Sell, bisa kok,” jawab Ivan dengan santai dan tersenyum. Namun Selly mengalungkan tangannya di leher Ivan dan terdiam. Ivan menengok kebelakang dan kemudian berjalan mundur untuk ke kursinya. Aku dan Selly melengos tidak ingin melihat kejadian selanjutnya. Pada saat aku melegos kedepan. Tepat aku menatap Om Liem. ia mengangkat dua tangannya kearahku meski ia masih duduk. Ia megelengnya kepala kekiri, aku tahu ia berharap aku melakukan hal yang sama dengan Selly. “Ih…Om, aku malu. Aku juga berat lho, ada dedek,” kataku sekenanya.

“Gak, papa Shin. Om uda taruh batal kok dipaha biar gak pegal. Ayo,” kata Om Liem. Aku mencoba melirik kearah Rissa. Rissa menoleh, dan mengagguk. Ia akan melakukannya dengan Pak Irda. Pak Irda justru lebih berani. Ia berdiri dan menghampiri Rissa lalu mengandeng tangannya. Pak Irda mengajaknya untuk melakukanya. Kejadian tersebut, membuat aku menoleh Shinta. Ivan sedang mencium leher Selly. Selly mulai merem-melek, “Ah…Shin…oh…ah…. Coba…,” katanya. Desahan itu membuatku terkejut dan jantung berpacu cepat. Pikiranku tertuju pada Om Liem, aku putuskan untuk melakukannya.berjalan kearahnya. Om Liem senang dan tersenyum puas. Aku berputar melewati bangku Pak Irda. Lalu menuju lengan bangku kiri Om Liem.

Dengan berbalik badan, aku duduk di Lengan bangku kiri. Secara perlahan aku menjatuhkan kepala dan punggungku. Sementara kakiku masih seperti setengah terduduk. Aku merasa akan jatuh, buru-buru kukalungkan Tangan Kiriku dan Tangan Kananku menyentuh Bahu Kanannya. Sementara Om Liem mengunakan tangan kirinya menahan Kepalaku dan Tangan Kanannya memegang paha bawahku. “Om, jaga keseimbangannya ya,” kataku cukup tengang. “Santai Shin, Om tahu kok. Hmmmmm…” kata Om Liem menunduk badan kebawah dan langsung mencium bibirku. Aku tidak terkeju, namun belum terbiasa dengan suasana ini. Om Liem memang tidak pernah membawaku untuk Sexy Party atau semacamnya. Om Liem yang tiada henti terus menjilat dan merangsek masuk kedalam mulutku mungil berbibir tipis ini.

Permainan lidah Om Liem sangat hebat, hanya dalam berberapa gerakan saja. Aku membalasnya, seperti naluriku menyuruh untuk menyambut lidah Om Liem. Tangan Kiri Om Liem memiringkan bahu kananku dan menaikan sedikit tubuhku, hal ini menyebabkan ruang Om Liem lebih banyak untuk menjelajahi mulutku. Ciuman Om Liem makin intens dan menganas membuatku bersikap mengikuti kemauannya itu. sementara tangan kanan Om Liem bergerak keatas. Menyetuh perutku dan mulai mengelus-elus perutku. “ghh….,Nghhh!” suara tertahan dari mulutku yang tengah tersumbat oleh bibir Om Liem itu terdengar samar. Tangan Kananku bergerak dibelakang kepalanya dan mengelusnya. Sementara Tangan Kiriku masih mengenggam erat kerah jasnya untuk pegangan.

Permainan ini membuatku terlena, bahkan aku tidak menyadari bahwa disekitarku melakukan hal yang sama denganku. Baik Ivan dan Selly atau Pak Irda dan Rissa saling mengembangkan suara birahi mereka masing-masing. Setelah 20 menit kami berciuman, Om Liem melepaskan ciumannya. Kini ia mengincar pipi dan leherku.Dengan menundukan kepala, Ia mulai mendaratkan ciuman-ciuman mautnya kelehr dan pipiku. Om Liem bergeriliya menciumi bagian leherku dan pipirku. Sesekali ia memberikan nafas-nasfasnya yang cukup mendesah bagiku. Sementara Tangan Kirinya masih menahan badanku. Tangan Kananku bergerak kebawah pelan ke paha lalu menuju bagian selangkanganku. “Oh…oh… Om, .. uuh . terusin….ah…..ah…...ssssssssssshhh sssssssssssshh hhhh “ desisku dengan mata terpejam mendongak, aku mulai mengeluarkan suaraku menikmati permainan Om Liem.

Hal itu, membuat Selly dan Rissa melirik kearah kami, hal itu aku sadari setelahnya. Aku memandang ke sekitarku. Tampak Selly dan Rissa memandang permainan kami namun kemudian terhanyut kembali dalam permainan Sex mereka. Tangan Kanan Om Liem mulai masuk kedalam bagian bawah gaun yang aku gunakan. Saat membuka penahan perut dari CDku membuatku tekejut. Om Liem membukanya cukup kasar. “Auww. Om pelan-pelan.!!” jerit aku kaget. “Maaf ya, Om lupa. Kamu pakai CD hamil,” kata Om Liem yang berbisik disamping Telinga Kananku. Selanjutnya Om Liem melanjutkan kembali permainanya itu. Om Liem mencoba membuka CDku dengan Tangan Kanannya, sementara ia masih fokus menciumi pipi dan leherku kemudian menuju dadaku.

Namun sepertinya kurang berhasil, ia membuka CDku. Pada sisi lain, Ia berhasil menaikan nafsuku. “Om, pakai dua tangan aja.,” kataku pada Om Liem. “Okay, deh. Kayanya itu lebih mudah. Aku mengangkat pantatku. Sementara kedua tanganku mengalungi kepala Om Liem. kedua Tangan Om Liem mencoba membuka CDku. Karena kami berpikir pendek untuk melepaskan CD itu dengan posisi seperti itu. cukup sulit, namun karena aku mengangkat pantatku. Om Liem lebih mudah melepaskan saat melepaskan melalui bagian Pantatku. Om Liem yang awal ingin dari depan, tidak berhasil akhirnya membuka dari belakang. 5 menit kemudian Om Liem melepaskan CD. Kami bersiap memulai permainan kami kembali.

Aku kembali menyandarkan tubuhku kepangkuan Om Liem, setelah CD dilepaskan dan ditaruh dilantai. Tangan Kanan Om Liem langsung membuka rok gaunku dan mengelus-elus Bagian Kanan Pahaku, sehingga terlihat lalu maju menuju Vaginaku. JariTelunjuk dari Tangan Kanan Om Liem mulai masuk dan memainkan Vaginaku dengan lincah. “Oooooooooh…mmmhhh…. aaaaaaaah…mmhhh …Om….aaaaaah .. teruin….oh……Shinta.. aduh .. aduuuuuh .. teruus .. sssssssssssssshhh sssssssssshh hhhhh “ lenguh dan desisku. Aku mulai langsung merasa kenikmatan tiada tara ketika Om Liem melakukannya. Permainan Om Liem terus berlanjut, aku pun makin mendesah hebat. Enaaak… aauh….ah..ah..h .. oooh oooh .. oooh …uh..uh..uh…uuh .. ah…ah….. Ooh Noo . Noo… O, “ erangku merasakan permainan jari nakal Om Liem itu.

Semakin aku mendesah kenikmatan, permainan Jari dari Om Liem makin piawai menjelahi isi Vaginaku. Akibatnya aku maskin sering mendesah dan berteriak kenikmataan. “aaaaaaaaaah .. aaaaaaauh …mmmmmmmmhh .. terus.. yaaang .. terus .. aduuuh .. aaaaaauh, memekku .. aaaaah, “ desah dan keluhku menikmati permainan Om Liem. Sementara Om Liem sangat puas dengan reaksiku itu, “Terusin Shin, Om suka kamu kaya gini.hehehehhe,” kata Om Liem. Sudah 1,5 Jam kami melakukan ini tidak terhitung desahan yang mengema dari permainan kami atau yang lain. Om Liem mulai menemukan biji klitorisku. Om Liem pun memijat dan dan memainkan dengan fasih, akibatnya tidak lama dari memainkan biji klistoris. “sher….,” Sedikit cairan kenikmataanku keluar.

“Tahan dulu Shi. Om mau masuk dan jilatin,” kata Om Liem dengan vulgarnya.”Gak bisa lama Om, paling…oh…..ah…. 2 menit, lebih la…ma…bisa banjir Om,” kataku. Aku memang sudah tidak menahan ini lebih lama. Kehamilan ini, membuatku tidak bisa menahan diri untuk mengeluarkan cairan dari Vaginaku. “Tenang keburu,” jawab Om Liem dengan penuh keyakinan. Aku mencoba bangun dan berdiri, untuk bisa Om Liem bangkit dari bangkunya. Setelah bangun, aku yang menyadarkan. Kepalaku menyadarkan diatas salah satu lengan kursi. Sementara kedua kamiku dengan membentuk “V” terbalik menginjak lengan Kursi lainnya. Om Liem berjalan kedepan kakiku. Ia melebarkan jarak dari kedua kakiku dan membuka rokku lebih lebar dan terbuka.

Setelah melakukannya, Om Liem langsung membuka Jasnya dan membuangnya. Ia pula cepat membuka kancing lengan kemeja. Pada sisi yang lain, aku sedikit risih posisi ini membuatku seperti pada posisi melahirkan seperti pada adegan film. Om Liem masuk kedalam rokku dan memulai permainannya dalam roku. Ia menjulurkan lidahnya dan menjilati bagian luar dari Vaginaku. “.oooh .... teruus Oh,” desahku. Dalam persekian detik aku mengeluarkan cairan kenikmatan itu, yang sudah kutahan,”om…ah keluar,” kataku. Sejurus permainan itu, Om Liem sedikit menyedot vaginaku. “aduuuuuuuuuh .. uuuh .. duuuuh ssssssssssssssshh ssssssssssshhh hhh “ desah dan desisku yang tak karuan dengan mata merem melek merasakan keenakan lidah Om Liem menyedot dan menjilati Vaginaku juga menjilati klitorisnya berulang-ulang.

Cairan itu akhirnya berhenti, dan Om Liem keluar dari dalam Roku. “Istirahat sebentarnya ya Shin,” kata Om Liem singkat. Aku melihatnya lewat sedikit celah dari mata yang mengejamkan mata, aku rasa cukup lelah. Perlu 3 menit aku cukup bisa bangun dan melihat kelilingan. Aku melihat Rissa hampir telanjang dada juga Selly mulai merapihkan pakaiannya. Aku mencoba memperbaiki posisi dudukku dan sedikit malu dengan yang sudah terjadi. Para Pria sudah tidak terlihat entah kemana. Aku merapihkan pakaianku. Kemudian ke Rissa untuk membantunya dia terlihat lelah. “Rapihin baju sama muka aja Shin, Riss. Katanya mereka mau makan dulu, makanan juga dikirim ke sini,” kata Selly. “Jadi kita makan disini?” kataku. Selly mengangguk.

Kami berusaha cepat merapihkan pakaian kami dan kursi tempat kami melakukan “pemanasan”. Kami tidak ingin petugas hotel mengetahui apa yang dilakukan barusan. Untunglah Pelayan Hotel datang setelah kami sudah merapihkan diri, kami makan. “Shin juga kamu Riss, kira-kira apa yang terjadi selanjutnya ya?” tanya Selly. “Maksud Loe apa Sell ?” tanya Rissa. “Gini, kamu sama Om Liem sebentar lagi akan menikah. Sedangkan aku dan Ivan masih menikmati hubungan kami. Rissa juga belum jelas,” ungkap Selly menjelaskan maksudnya. “Apakah mereka masih akan melakukan kaya gini jika udah dapat banyak dari kita?” tanya Selly. “Aku belum tahu bagimana, sebetulnya Om Liem mau menikah denganku udah lebih dari cukup. Tapi jika Om Liem mau berkeluarga denganku aku mau banget,” jelasku.

“Aku masih nunggu kedepan Shin, Sell. Bagimanapun, semua tergantung Pak Irda mau mutusin apa,” kata Rissa menanggapi pertanyaan. Sesaat kami terdiam, dan melanjutkan makan. Tidak berapa lama, mereka datang. “Selly, kamu kalo udah selesai kita ke naik ya! Kamu juga Ris, sama Pak irda,” kata Ivan singkat lalu memeluk mersa Selly. Setelah makan selesai, mereka berjalan pergi. Aku masih disana mengunggu Om Liem yang belum datang. Om Liem datang 3 menit kemudian, “Maaf Shin, Om terlambat. Kamu udah lama nunggu?” tanya Om Liem. “Gak juga Om, cuma 3 menit. Tapi bentar Om mau ke Toilet ya?” ujarku meminta izin ke Om Liem.

“Kenapa? Apa ada masalah?” tanya Om Liem cukup perhatian. “Gak Om, hanya aku belum pakai CD ini. Jadi masih disimpan diplastik,” ungkapku sedikit malu. Aku tidak mengira akan menginap, karena hanya bertemu dan makan malam. “Jadi kamu lagi gak pakai?” tanya Om Liem sambil tersenyum nakal. “Ih Om, genit lagi,” Kataku. “Ya, gak usah buang aja ditempat sampah. Biar besok Om suruh orang rumah antarin pakaian ya?” kata Om Liem. “Tapi? Kan malu Om?” kataku. “Ah, gak papa. Tidak akan ada yang tahu kok. Kamu cukup tenang aja,” kata Om Liem sedikit tersenyum. Aku menjadi teringat bagimana Om Liem meminta CD dahulu saat memperwaniku. Senyum nakal kembali.

Aku tidak mau berdebat, menyetujuinya. “Okay deh Om, aku mau. Tapi pakaian udah ada ya besok?” kataku memastikan. “Pasti,” jawab Om Liem. Om Liem menganjak ku untuk kekamar, kami berjalan bergadengan tangan lalu menuju lift di Lobi Hotel untuk naik kekamar kami. 10 menit kemudian kami sampai, lalu masuk kedalam ruangan. Kamar yang terlihat mewah. “Gimana Shinta sayang? Kamu suka kamarnya?” tanya Om Liem sambil memeluku dari belakang. “Suka Om, tapi kenapa kita harus nginap Om? Dirumahkan bisa kita melakukannya?” tanyaku. “Ya banyak hal sih, Pertama rayain suksesnya resmi usaha di Bali dan meningkat bisnis Om. Kedua bisnis dengan Pak irda cukup naik nilai jualnya jadi nikmati sumber keuangan aaja,” kata Om Liem.

“Oh gitu ya, Btw Selly sama Ivan belum menikah. Soalnya Selly lagi hamilkan?” tanyaku kepada Om Liem. Bagimanapun Ivan adalah anak Om Liem, bisa jadi Om Liem belum memaksakan Ivan untuk menikahi Selly.” Terserah mereka sih, Om sih setuju aja. Lagian Om merasa Ivan udah bisa punya keluarga,” kata Om Liem. meski belum memuaskan namun jawaban lebih baik dari Selly yang belum memikirkan untuk dinikahi Ivan adalah hal yang cukup penting. “Shin?” tanya Om Liem. Aku menyadari Om Liem mengingin sesuatu., aku melepaskan diri dari pelukannya lalu berbalik. Aku menunduk kepalaku dan memegangi kepala Om Liem. kami berciuman, OmLiem menggapai ia balas ciumanku.

Aku masih memegang kepala Om Liem, sementara ia mencoba mengusasai permainan mulut kami. Ia kembali mencium bibirku dengan mesra, kami berciuman sangat lembut, pagutan kami sangat nikmat sekali. Ia sangat ingin berlama-la memagut bibirku yang seksi ini. Seakan Om Liem berusaha menikmati setiap inchi bagian dari tubuhku ini. Menerima ciuman ini aku menjadi lebih berani untuk membalas ciumannya. Aku langsung balas melumat bibirnya, dan perasaan menjadi campur aduk, tiba-tiba aku rasakan. Ibarat seseorang yang tidak mau kehilangan sesuatu, Aku memeluknya dengan cukup mersa. Sambil terus menikmati bibirnya, tangannya terus mengelus dan mengusap seluruh bagian tubuhnya. Mungkin beginilah cara aku mengungkapkan rasa cintaku terhadapnya.

Aku putuskan untuk memulainya lebih dulu, Aku melepas ciuman lalu nunduk kebawah. Aku menatap ke Celana Panjang Om Liem. Om Liem yang mulai naik nafsu melepaskan Jasnya. “Aku duluan ya Om?” kataku meminta izin. “Kamu yakin Shin?” tanyanya. “Yakin om, sebagai Calon Pasangan mesti mau lakuin apa aja kan,” kataku mengegaskan. Ia diam, dengan yakin aku menempelkan kedua tanganku didepan ikat pingangnya. Aku membuka ikatan Ikat Pingangnya, setelah terbuka baru mulai aku melepas Celana Panjang yang sedang Om Liem pakai ini disusul dengan melepas celana dalamknya, sehingga terlihat Penisnya yang membuat mata tidak bisa melepaskan padangan pada Penisnya. Inilah yang menjadi tuan bagi tubuhku.

Aku menatap Penisnya persekian detik dan menyentuhnya dengan Tangan Kananku. Aku sudah terbiasa, namun untuk memulainya adalah tindakan yang membutuhkan keberanianya. Dengan mantap aku menggegam Batang Penis Om Liem. Aku mengelusnya dengan Tangan Kananku, kemudian dengan Tangan Kiri. “Ini yang buat aku hamil, makanya harus dihukum,” kataku. Dengan yakin aku mengenggam Penis Om Liem dengan satu tangan, Tangan Kanan. Lalu aku memasukan Penisnya kedalam mulutku. “Aaaaaaaauh .. uuuh ..“ sahutku saat mulai memasukan Penis Om Liem kedalam mulutku. Kemudian aku mengeluarkan dan mulai menjilati Penis Om Liem. Aku memulainya dengan pelan, mencoba menguasai situasi yang terjadi. Kali ini permainan dimulai dariku, Shinta.

Kepalaku kumiringkan ke kanan, untuk menjilati sisi Penis Om Liem dari tempat yang lain. Namun Tangan Kanan Om Liem menekan ke dadaku. Kemudian Tangan Kanannya itu naik sampai di depan bibirku, jarinya kemudian dicelupkan ke lubang mulutku, kuhisap jarinya itu, di dalam mulutku, jari jari itu bergerak gerak nakal bertempur dengan lidahku. “Om, jangan dong,” pintaku. Om Liem menghentikannya. Aku kembali memfokuskan untuk mengoral Penis Om Liem, aku memulai jilatan ke Penisnya kembali. Jilatan demi jilatan yang kulakukan membuat Penis Om Liem semakin basah oleh air liur yang dikeluarkan lewat lidahku. Permainan ku yang semakin cepat dan sulit terkendali. Hal ini memberikan sensasi yang membuat Om Liem terasa terpuaskan.

Aku menyudahi jilatan nakalku a itu kemudian berpikir untuk mengocok- ngocok Penisnya itu. mataku tiada berkedip memandang reaksi terhadap permainanku. Walaupun aku tersimpuh ke lantai sedang Om Liem berdiri masih terlihat olehku ia berusaha tidak mengeluarkan suara ia menikmati permainan ini. “Uuuuuuuuuuuuh..pelaaan.. ngocoknya .. saaaaaaaaakit aaaaaaaaaaah .. bisa cepat muncraaaaaaaat “ lenguhk Om Liem merasakan agresifnya ulahku mengocok Penisnya itu. Aku yakin itu adalah ada yang salah. “Hmmm …. Maaf, Om.. Shinta bernafsu banget sama Penis Om .. sorry “ ucapku dengan melepaskan kocokanku.” Ohh .. iyaaaaaaa aaaaaaaaah gak papa,” kata Om Liem. Saat aku melepaskan kocokan, Om Liem malah minta aku melanjutkanya. “ Terusin aja,” katanya.

Aku melanjutkannya permainanku, Hal membuat Om Liem kembali mendesah,”Ahhh .. aduuh .. Shin .. enn..ak..banget nih..teruus Shin.. kocokin .. enaaak aaaaaaaaaaaaaauh sssssssssssssshhh ssssssssshh hhh..oooh…oooh..oooh…huuuuuuuuuuuuu..aaaaaaaaaaaaauh..Ooh…Noo..,“ erang Om Liem merasakan kocokan nakal itu. Desahan Om Liem membuatku semangat, aku mulai semakin intens mengocok ngocok penis Om Liem dengan cepat. Hal membuat Om Liem sampai menahan pundak Ku yang miring membungkuk, dengan kedua tangannya , bahkan Om Liem asampai tengadah merasakan kocokan nakalku. “Aaaaaaaauh .. aaaaaaaaaoh ...aaaaaaaaaaaarggg .. Shin aaaaaaah .. teruus.. ayoo Sayang .. gocoknya yang bervariaasi aaaaaah . aduuh kamu .. ngocok terus ngeremes .. nakaal aah.. ssssssssssssssh ssssssssshhh hhhh .. “ erang dan desiku tak karuan merasakan kocokan demi kocokan, bagaimana aku sedikit meremas batang Penisnya.

Permainanku membuat Penis Om Liem beraksi dan memanjang dan mengeras pada ukuran yang maksimal. Dengan posisi jongkok itu, reaksi ini membuatku kaget karena kurasa kedua pipiku sampai menggelembung . Pemandangan yang mungkin dimata Lelaki sangat merangsang sekali, Om Liem terkesan tersenyum dan suka melihat mulutku tersumpal Penisnya itu. Gerakan Kepalaku yang maju mundur dengan cepat membuat sensasi oral seks yang nikmat bagi Om Liem. “Teruuuus aaaaaaaah .. uuuuuuuuh .. enaaaknya .. teruus mmhhhhhh .. aaaauh .. oooooh .. aaaaaaah .. aaaaaaaaaah … sepong.. sepong,“ lenguh Om Liem dengan penuh usaha mengatur suaranya dan desah yang dia keluarkan. Bahkan Om Liem sampai mendongak.

Om Liem tidak tinggal diam, dia mulai melakukan aksi yang membuatku ikut naik nafsunya. Padahal nafsu dengan melakukan ini juga ikut naik. Om Liem mengunakan kedua Tangannya merogoh ke dadaku yang masih terbungkus Gaun. Karena Gaunya model tanpa Bra, tanpa kesulitan ia meremas-remas Payudaraku. Hal ini membuat aku semakin menggila melakukan sepongan nakal tanpa mengeluarkan Penisnya. Sudah 1 jam permainan ini dilakukan, Om Liem akhirnya sampai diklimaks. “Shin,…oh…..Om Udah mau….,oh…..,” kata Om Liem merancau. Kemudian Cairan Sperma keluar memenuhi mulutku. Karena mulutku penuh, Penis Om Liem kukeluarkan dan Om Liem menumpahkan Sperma ku tubuhku. Baik Wajah leher dan dadaku, sedangkan Sperma yang dalam mulutku aku telan.

Setelah permainan Oralku, Om Liem membantuku bangun dan melepaskan Gaun yang kugunakan. Setelah aku telanjang, ia pun melakukan hal yang sama melepaskan pakaiannya yang tersisa. Aku minta Om Liem naik ranjang dan tiduran, aku mengikutinya. Om Liem kemudian naik dengan pertumpu pada lutut. “Naikan pahnya yaaa … angkat dan silangkan ke belakang paha Om yaa,” pinta Om Liem. “Tenang sayang gak berbahaya, paha kamu, aku tahan dengan tanganku .. “ucap Om Liem. “Iyaa yaaaa .. uuuh .. segeraa .. masukin .. Om, “ sahut aku yang sudah tidak tahan ingin melanjutkan permainan. Kaki kanan kunaik kemudian Tangan Om Liem menyusup dan memegang pahaku dari bawah.

Kakiku itu dilingkarkan ke belakang paha Om Liem dekat pinggangnya, kemudian Om Liem mendorongkan Penis kearah Vaginaku. “Pelaaaaan ya Om, Penis Om kayanya kegedeaan untuk aku .. uuuuuuuh .. pelaaan aaaaaaaaah saaaaaaakit, “ rintih Aku k ketika Penis Om Liem menekkan dengan kuat. Aku sampai tersentak, Om Liem kutekan perlahan namun kuat membuat aku sampai meringgis merasakan tekanan yang memasuki Vaginanya. “Ooooh .. enaaaknya .. enaaknya…aaaaaaaaaaaaauh ,” keluh aku menikmati penetrasi Penis Om Liem. “tahaaaaaaaaaan .. taaaaaaaarik .. tekaaaaaaaan lagi .. yaa yaaaa .. aaaaaaaauh..nanti juaga bakal enak,” ucap Om Liem menanggapi desahku. Aku menangguk dan mencoba menikmati permainan Om Liem.

Om Liem mulai memompa Vaginaku, aku merasakan kenikmatan yang tidak terkira. “Ooooh .. enaaaknya .. enaaknya Vaginaku kaya Om bor,..ooh..yo Penis Om...aaaaaaaaaaaaauh .tahaaaaaaaaaan .. taaaaaaaarik .. tekaaaaaaaan lagi .. yaa yaaaa ..” Desahku dengan pompaan Om Liem yang dirasakan oleh tubuhku ini. Om Liem menahan paha mulusku yang semakin merapatkan diri bersamaan dengan gerak Penis Om Liem melesak lebih dalam. Sejenak Om Liem berhenti merasakan kenikmatan dan kehangatan Vaginaku. Kali ini, aku mencoba mengikat Penis Om Liem.” aaaaaaaaaah … kontolmu hangaat .. aduuuh .. Aku pengin jepit Penis Om sampai pagi .. ayolah Om, Sayang .. maju dan mundurkan kontolmuu..aaaaaaaaaaaauh..iyaa…aaaaaaaaaaah..aaaaaaaaaaauuh,”kataku sambil mendesah kenikmatan. Permainan Om Liem kian meningkat.

“Ah… Penis Om…. hangaat, ooooh .. indahnya kawin sama Om .. aku .. aaaaaah .. pengin teruuus .. ayoo.. genjot aaaah .. ayoo Om ..cepaat aaah .. jangan lama lama donk .. ini aku gak kuat menahan nahan nafsu .... benar nggak karuaaan rasaanyaaaa .. aduuh ayo.. .. Shinta digenjot donk “ rengekku yang ingin Om Liem memompa lebih cepat. Aaaauh .. aaaaaaaaaaah .. ssssssssssssshh sssssssssshh hhh .. ooh .Om, teruus .. genjot .. ya tekaaaaan .. tarik .. ayo Om .. aaaaaaauh .. uuuh aaah uuh aah uuh aah uuh .. “ lenguh Aku, ketika Om mulai mempercepat menggenjot Vaginaku maju mundur, kemudian tangannya memainkan kedua Payudara. Kurasakan setiap genjotan itu, kurasakan gesekan Penis dengan dinding dalam Vaginaku.

Gesekan yang membuat Penis Om Liem semakin betah terus mengobok obok Vaginaku. “Jadilah Istri simpanan, yaa .. uuuuuuuuh …. Aaaaaaah .. sayaaaaaang, “ ucap Om Liem tak karuan sambil maju mundur Penisnya membuat sangat nikmat persetubuhan ini. “Terseraaah Om, .. asal mau genjotin Vagina .. aaaaaaaaaaaaauh Om…sayaang .. duuh . uuuh .. kontolmu sesaaak .. tapi aaaah .. gesekannya mantaaaaaaaaaap .. teruus yaaang .. teruus .. bor Vagina..ak..u .. aduuh .. aaaaaaaaaaauh sssssssssssssssh sssssssssshhh .. hhhh .. nngggg .. ngggg .. ngggg .. mmmmmmmhh .. ssssssshh ssssssshhh hhh .. “ desis dan rintihku semakin menikmati permainan Om Liem, mungkin ini menjadi permainan seks dengan Om Liem terakhir saat hamil, aku mesti memuaskanya.

Sudah 3 jam lebih permaian ini, kami saling menggenjot dan memacu, Om Liem masih meremas kedua Payudaraku dengan lebih keras sehingga aku sampai menggelinjang diatas ranjang. Kedua tangan kusampai memegang kuat lengan Om Liemu. Keringat sudah membasahi tubuh kami dan membua, aku terus menggenjotnya lebih cepat, genjotan demi genjotan cepat kami lakukan membuat permainan seks kali ini berbeda. “Teruus aaaaaaaaaah .. teruus .. ayoo .. Shinta…. maaaaau aaaaaaaaaaaaaaaah .. ooooooooh enaaaaaaaaaaak .. jangaaan berhenti .. genjot teruus .. sodok aaaaaaaauh .. aaaaaaaaah .. uuuuuuuh ..aaaaah .. uuuuh “ lenguhku semakin tak karuan itu. “Iyaa aaaah .. yaaa .. aaaaaaaauh .. Shin aaah .. kontol Om maaau ngocor .. i yaaaa, “ erangOm sambil terus maju mundur.

Om Liem masih merema- remas Payudaraku itu dengan keras sampai membuat ku mendongak ke atas. Rambutnya yang panjangku itu kembali acak acakan. kurasakan memekku ikut bereaksi dan menyempit dengan cepat. Aku hendak orgasme, Genjotan demi genjotan itu sampai membuatku merenggang kuat dengan mendongak. Vaginaku sudah tidak kuat, mencengkeram kuat, “Shin, Om Sampai…..” kata Om Liem berteriak akan menyemprotkan Spermanya. “Crot…Crot…,” Sperma Om Liem masuk kedalama Vaginaku dan demikian Cairan kenikmatanku. “Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaah, “ teriak kami bersamaan, kemudian Kami diam sejenak merasakan sisa sisa orgasme. tak kusangka Vaginaku seperti menyedot nyedot Penis Om, seakan menghabisi Sperma Om Liem. Jika aku tidak hamil, pasti permainan kami akan membuatku hamil.

“Puas Om?” tanyaku dengan suara parau dan lemah. Teriak dan desahan membuat suaraku serak.”Puas sayang. Kamu memang mengairahkan. Om Selalu pengen ngentot sama kamu terus,” kata Om Liem memujiku. Kami saling menyelimuti diri, aku tersenyum mendengar pernyataan Om Liem itu. “Aku seneng juga, Om. Aku juga pengen kaya gini terus. Tapi…,” ujarku, namun kalimatku berhenti. “Kenapa Shin?” tanya Om Liem. “Sejujurnya, aku mikir mungkin ini terakhir aku bisa lebih banyak Seks sama Om. Sejujurnya aku masih pengen main lebih lama, Tapi…,” kataku sambil mengelus perutku. “Maksudmu sayang?” kata Om Liem. “Om, nanti gimana nanti bayi dalam perut Shinta makin besar, dan aktvitas seks makin sedikit,” kataku. “Nanti kita bicarakan. Sekarang kita tidur,” kata Om Liem.

Singkat cerita, kami menghabiskan 3 hari di hotel. Ternyata tujuan kami menginap adalah menghabisi waktu untuk bermersaan setiap pasangan. Pada pagi hari kami bermersaan dan berrenang di Kolam yang disewa Om Liem. Lalu aku dan Selly diminta menceritakan diri kami dan Om Liem dan Ivan merekamnya. Ketika kami tanya, itu keperluan koleksi dan peresmian hubungan kami sebagai pasangan dari Ayah dan Anak itu. Besok paginya, aku dan Om Liem pergi untuk Foto Maternity, kemudian langsung pulang. Kami ingin bersiap dipernikahan Kami. Dua hari setelah kejadian di Hotel, kami menikah, pernikahan dilakukan dirumah Om Liem dengan cukup pribadi. Sebelum menandatangani akta pernikahan. Om Liem memberikan berberapa kertas berisi aturan pernikahan.

Aturan ini sedikit janggal, Seperti aku baru bisa mendapatkan hak untuk berusaha setelah 10 tahun pernikahan atau mendapatkan 3 anak dan menjaga rahasia Om Liem yang aku ketahui dan lainnya. Hanya ada resepsi kecil untuk aku dan Om Liem disebuah Hotel, yang cukup meriah namun jauh dari jangkauan orang banyak. Aku merasa nyaman, Kini aku tidak peduli dengan komentar orang lain, karena Aku sudah berbahagia dengan keadaan ini Dalam pesta itu, Selly datang dengan Gaun yang tidak kalah sexy demikian dengan Rissa yang juga tampil sexy. kami menjadi 3 pasangan berbahagia, kami bersumpah membahagiakan pasangan kami.

Bersambung
 
Keren banget ceritanya suhu, bikin marathin dari awal sampe akhir nggak kerasa hehe
 
Shinta dkk salah satu contoh simpanan bahagia dari sekian banyak kasus simpanan yg nasibnya malang, di tunggu next ny gan.. :semangat:
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Pertimbangan untuk melanjutlan ceritanya gimana suhu.. Udah kelar apa belon nih cerita
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd