Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.
61- Terjebak dalam Kegelapan
Pov : Ai Ling

MES23I1_t.jpg

Ai Ling

METC1I7_t.jpg

Pak Dulah

MEPY6NU_t.jpg

Elena


"Halo Paaa...!!!" Elena menjawab telepon dari suamiku. Dari raut wajahnya aku tahu bahwa dia sedang dimarahi oleh suamiku dari handphonenya. Bila ada kesalahan tertentu, selalu saja Elena yang kena getahnya. Dia selalu dibentak habis-habisan tanpa bisa mengutarakan alasannya, karena bagi suamiku salah tetaplah salah apapun alasannya. Jika memberikan alasan, suamiku menganggap itu sebagai perlawanan. Akibatnya suamiku akan semakin marah. Tidak heran jika semua anggota keluarga kami takut pada suamiku termasuk aku.

"Ada apa Naaa...? tanyaku.

"Papa marah-marah...hiks..hiksss...." tangis Elena habis dimarahi suamiku.

"Loh ini kan bukan salah kita... jadi harus bagaimana..? ucapku.

"Iya sih... tapi Papa gak mau denger apa kataku... kata Papa, barang itu harus diantar hari ini juga...jangan ada alasan....karena itu pelanggan setia Papa...." jelas Elena.

METR20B_t.jpg


Barang sudah dimuat ke atas truk, sayangnya mesin truknya mendadak rusak tidak bisa hidup. Bang Zulman, Ujang dan Pak Dulah sedang berusaha untuk memperbaiki truk tersebut. Untungnya truk tersebut berhasil diperbaiki dan barang dapat segera diantar ke toko pelanggan.

Elena minta pulang duluan ke rumah dan aku menunggu mobil truknya kembali ke gudang untuk menyelesaikan urusan administrasi. Setelah menunggu sampai sekitar pukul 6 sore, mobil pun kembali. Celakanya, barang yang seharusnya diantar ke tempat pelanggan ikut kembali. Menurut pengakuan anggota bang Faiz, pelanggan tersebut sudah terlanjur kecewa dan tidak ingin menerima barang kami.

Ini bisa menjadi masalah besar bila ketahuan suamiku. Mau tidak mau aku menghubungi pelanggan tersebut untuk minta maaf atas kelalaian kami. Setelah aku mohon-mohon akhirnya pelanggan tersebut bersedia menerima barang kami tapi sebagai konsekunsinya kami harus malam ini juga mengantar barang tersebut ke kargo untuk dikirim keluar daerah sebelum pukul 9 malam. Jarak ke gudang kargo malah lebih jauh dari toko pelanggan. Karena kelalaian kami, kami harus menerima konsekuensi ini.

Aku meminta anggota bang Faiz untuk mengantar kembali, tapi semuanya menolak karena jauh dan lagi ini sudah waktunya pulang kerja. Kalaupun mau mengantar mereka minta dibayar uang lembur oleh bos mereka bang Faiz.

Kalau begitu aku akan bicara dengan bang Faiz supaya bersedia memberikan uang lembur pada mereka. Akupun menghubungi bang Faiz untuk membicarakan permohonan anggotanya. Aku yakin bang Faiz akan mendengarkan apa permintaanku.

Namun aku tidak menyangka kalau bang Faiz menolak permintaanku. Dia menyalahkan semua anggotanya karena gagal merawat mobil truk sehingga rusak. Bang Faiz bahkan menyalahkan diriku karena tidak lebih awal memberitahukan padanya tentang masalah ini agar mencari solusi lebih awal. Alhasil, semua anggotanya bang Faiz menolak untuk menggantar barang ke toko pelanggan malam ini.

Tidak disangka bang Faiz tega menolak permintaanku. Kukira bang Faiz akan membela ku di saat-saat aku dalam masalah, namun dia malah menyalahkanku. Aku sungguh kecewa dengannya.

Aku juga kasihan pada Elena, dia pasti kena marah dengan makian kasar suamiku. Bahkan akupun tidak dapat menghindar dari amarah suamiku. Semua dilema dan kecewaku ini tampak dari ekspresi wajahku yang ternyata diperhatikan oleh Pak Dulah.

Akhirnya Pak Dulah bersedia mengantar barang ke toko pelanggan tanpa dibayar uang lembur. Baik sekali Pak Dulah ini. Sebagai orang yang bertanggungjawab akupun ikut menemani Pak Dulah mengantar barang. Sekalian untuk memastikan penyelesaian masalah.

Kami menempuh perjalanan yang cukup jauh untuk sampai di kargo. Kami mengantar barang pesanan berupa delapan drum oli dan belasan oli kemasan dalam kardus. Untunglah kami tiba di sana pukul 9 kurang 30 menit, jadi masih keburu. Sesampai di sana, semua diturunkan sendiri oleh Pak Dulah, karena sebagai wanita tenagaku tidak sanggup menggangkat barang-barang yang berat tersebut. Untung ada Pak Dulah yang begitu kuat menurunkan sendiri semuanya satu per satu dalam setengah jam. Akhirnya, semua masalah ini selesai setelah aku menghubungi pelanggan yang tadi sempat kecewa dan pelanggan tersebut mengucapkan terimakasih banyak padaku.

Tiba saatnya bagi kami untuk kembali ke tempat kami.

Hari sudah cukup malam, aku harus bergegas untuk pulang ke rumah. Pak Dulah bilang dia akan mengusahakan agar mobil truk melaju lebih cepat agar tidak kemalaman tiba di rumah. Dia tahu ada jalan alternatif yang lebih dekat sampai ke kampung kami, hanya saja harus melewati jalan hutan yang medannya agak rusak. Kami tidak punya pilihan lain jika ingin tiba di rumah dengan lebih cepat. Aku yakin Pak Dulah ini seorang supir yang berpengalaman menghadapi medan sulit. Menurutnya dia sudah sering melalui jalan tersebut. Maka kuputuskan untuk melalui jalan hutan tersebut.

Sepanjang jalan aku dan Pak Dulah ngobrol panjang lebar. Seperti biasa, aku tahu Pak Dulah sambil ngobrol suka melirik ke arahku. Hari ini aku memakai pakaian kerja kemeja warna cerah tanpa lengan dan rok pendek hitam di atas lutut. Pernah beberapa kali dia ketahuan olehku sedang melirik ke dadaku dan akhirnya dia malu sendiri. Buat aku yang wajar saja bila seorang lelaki melirik wanita, namanya juga laki-laki.

Baru kali ini aku tahu latar belakang Pak Dulah yang cukup menyedihkan. Pak Dulah mengaku bahwa dia sewaktu muda seorang pemuda yang nakal terhadap banyak wanita. Dia sempat hidup bersama dengan dua istri. Alasanya dia punya dua istri karena istri pertamanya tidak bisa memberikan dia keturunan. Dan dari istri kedua dia dapat tiga anak. Karena tuntutan ekonomi yang amat menekan menyebabkan istri keduanya pergi darinya membawa serta ketiga anaknya. Sekarang istri keduanya sudah menemukan lelaki lain yang lebih baik darinya secara keuangan. Sampai sekarang dia tidak lagi pernah mendengar kabar istri keduanya dan anak-anaknya.

Pak Dulah sempat frustasi karena istri dan anak-anaknya pergi meninggalkannya. Dia merasa tidak berguna dan gagal dalam membangun rumah tangga. Namun Pak Dulah bangkit lagi karena istri pertamanya seorang wanita yang setia, meski tidak mampu memberinya keturunan. Pak Dulah akhirnya memilih untuk bekerja di bengkel bang Faiz sebagai supir bengkel truk.

Namun dia tidak menyangka bahwa istri pertamanya meninggal dunia akibat mengidap sejenis penyakit kandungan yang dia sendiri tidak mengerti apa itu. Istrinya tidak keburu mendapat pengobatan karena kurangnya tenaga medis di kampung. Kejadian ini sudah berlalu 10 tahun lebih, hingga hari ini dia sudah menginjak usia 56 tahun.

METR22G_t.jpg


Tidak terasa kami sudah memasuki jalan hutan yang medannya cukup rusak dan gelap.

"Duuuuarrrr..!!! suara guntur perlahan-lahan meningkat, mengancam untuk memecah keheningan malam. Angin mulai berhembus kencang dan hujan deras turun. Dalam situasi ini, sejujurnya aku merasa takut dalam kegelapan tengah hutan diikuti suara hujan deras dan guntur.

"Jangan takut neng.... baiknya neng nya tiduran saja, biar begitu eneng nya bangun kita sudah sampai di rumah neng...." ucap Pak Dulah

Kuperhatikan Pak Dulah cukup tenang maka aku mencoba percayakan perjalanan ini padanya. Pak Dulah menyuruh aku tidur saja supaya lebih tenang.

"Iya Pak... deras banget hujan nya... semoga kita aman... hati-hati ya Pakk..." Kuusahakan untuk tertidur untuk mendapatkan ketenangan dan beneran aku tertidur.

Beberapa saat setelah tertidur tenang, tidurku terganggu saat suara mesin mobil truk mulai tersendat-sendat beberapa kali hingga aku tersadar dan bangun.

"Brrruuumm.....brrummmm..." Pak Dulah mencoba mempertahankan mobil agar tidak sampai mesinnya mati.

"Mobilnya kenapa Bang...? tanyaku dalam keadaan baru bangun. Di luar masih dalam kegelapan hutan, namun kami sudah memasuki hutan sawit. Seharusnya tidak terlalu jauh lagi dari kampung kami dan hujan belum berhenti namun mulai mereda.

"Tidak tahu pasti neng... mobilnya berulah lagi seperti tadi pagi..." jawab Pak Dulah

"Kita harus berhenti dulu... mesinnya tidak kuat melaju... lumpurnya menebal gara-gara hujan...." kata Pak Dulah.

"Loh Pak... masa kita berhenti tengah hutan tanpa berbuat apa-apa?? tanyaku panik

"Tenang dulu neng... bapak coba memperbaiki mesin truk ini biar kita bisa melanjutkan perjalanan...." kata Pak Dulah langsung turun dari mobil memeriksa mesin mobil menggunakan senter kecil. Sedangkan aku hanya menunggu dalam mobil melihat Pak Dulah bekerja di tengah hujan. Kulihat jam pada handphoneku, sudah menunjukkan pukul 10 malam lewat.

Senter Pak Dulah tiba-tiba rusak akibat terkena air. Akupun terpaksa turun dari mobil membantu Pak Dulah menerangi mesin mobil dengan memakai alat penerangan dari handphone ku hingga akhirnya lowbat. Selama lebih satu jam Pak Dulah berupaya memperbaiki mesin mobil di tengah hujan dan angin yang dingin. Memang hujan tidak terlalu deras, namun selama satu jam didera hujan membuat tubuh kami basah kuyup juga.

Akhirnya kami kembali ke dalam mobil truk, dan Pak Dulah mencoba menghidupkan mesin mobil sampai berkali-kali, namun mesin tidak mau hidup. Kata Pak Dulah mungkin baterai aki-nya basah, tapi aku tidak mengerti persoalan mesin mobil. Setelah gagal berkali-kali menghidupkan mesin mobil, kali ini kami benar-benar kehabisan akal.

Kata Pak Dulah dengan pasrah bahwa kami hanya berharap ada mobil truk lain yang lewat untuk menarik mobil kami dari belakang. Sayangnya jarang ada orang yang tahu jalan alternatif ini tapi aku tetap berharap ada pertolongan agar aku bisa segera pulang.

Rasa dingin sehabis kehujanan semakin merasuki tubuhku dan masih berharap ada mobil lain yang melintasi jalan hutan sawit yang gelap ini. Lama kelamaan harapanku akan pertolongan semakin menurun, karena waktu semakin malam, kemungkinan ini sudah tengah malam. Kecil kemungkinan ada orang yang mau melewati jalan hutan penuh lumpur begini.

"Neng...kita terpaksa harus tidur di mobil malam ini....tapi eneng gak usah kuatir... hujannya sudah reda...bapak akan ke belakang tidur di bak mobil...neng tidur di dalam sini saja...." kata Pak Dulah.

"Emang bisa Pak tidur di belakang bak mobil...? tanyaku ragu.

"Bisa koq neng... bapak sudah terbiasa hidup di alam bebas... kalau eneng kedinginan ini ada jaket motor bapak...kalau neng gak merasa kotor silakan dipakai saja biar ga kedinginan...." ucap Pak Dulah.

"Eh, baik Pakk..." jawabku pasrah dangan rasa serba salah. Satu sisi aku merasa tidak nyaman bisa tidur berdua dengan Pak Dulah di dalam kabin mobil dan di sisi lain aku kasihan dia tidur di bak terbuka.

Pak Dulah keluar dari mobil dan di belakang tempat duduk kabin ada sebuah jendela kaca bisa melihat ke atas bak mobil. Ku Lihat sosok Pak Dulah dalam kegelapan hutan yang sesekali diterangi cahaya kilat, sedang menurunkan penutup bak dari belakang dan naik ke atas bak. Dia tidur di atas sebuah kain terpal yang gunanya untuk melindungi barang dari air hujan. Sebelum Pak Dulah membaringkan diri, dia melambaikan tangannya padaku yang melihat padanya dari dalam kabin.

Jendela samping mobil itu sengaja di buka sedikit untuk menghindari embun dalam kabin kata Pak Dulah. Efeknya angin bisa masuk dari sana pula. Malam semakin dingin dan aku butuh selimut untuk mengurangi rasa dinginku. Pakaian kerjaku sudah basah semua. Kucari-cari ada jaket Pak Dulah yang diletakkan di atas tempat duduk pengemudi. Belum sempat kukenakan sudah tercium bau yang aneh dan tidak nyaman di hidung. Kuurungkan niatku untuk menggunakan jeket Pak Dulah.

Dengan bertahan dalam kedinginan, aku memeluk diriku sendiri dengan kedua lenganku dan menyandarkan kepalaku ke jendela samping mencoba untuk menenangkan diri dalam situasi serba salah ini. Sesekali aku melihat ke jendela menyoroti Pak Dulah yang telanjang dada sedang duduk bersandar di atas bak terbuka sambil merokok.

Rasa dinginku terus menghantuiku tubuhku dan rasa bersalah menjerit dalam hatiku. Bagaimana mungkin aku tega membiarkan Pak Dulah tidur dalam kedinginan seperti ini. Di dalam kabin saja rasanya dingin, apalagi di bak terbuka. Malam ini terjadi itupun karena kelalaian aku, bukan salah Pak Dulah. Sungguh kasihan jika Pak Dulah yang harus menanggung kesusahan ini. Semua yang Pak Dulah lakukan demi menolongku. Oh, betapa jahatnya diriku ini jika membiarkan Pak Dulah diliputi kedinginan yang amat sangat ini.

METR24K_t.png


Kubulatkan tekadku untuk memanggil Pak Dulah untuk masuk kembali ke dalam kabin mobil. Ku ketuk-ketuk jendela belakang yang menghadap ke bak mobil untuk memanggil Pak Dulah. Suara ketukan ku kedengaran oleh Pak Dulah.

"Paaakkk...!!! Cepat masuk ke dalam sini...!!! Aku menurunkan jendela samping mobil lalu memanggil Pak Dulah untuk masuk ke dalam kabin mobil.

"Gak usah neng... bapak di sini saja...!!! balasnya dari belakang bak.

"Di luar dingin Pakkk... di dalam saja..!!! seruku.

"Bapakk kuat koq nengggg... gak apa bapak di sini saja...!!! tolak Pak Dulah.

Mau tidak mau aku turun dari mobil, menerobos dan menginjak tanah berlumpur berjalan ke balakang bak mobil yang terbuka untuk memanggil Pak Dulah.

Melihatku sudah berdiri di bawah bak mobil, diapun mendatangiku dan turun dari bak mobil. Supaya dia tidak banyak berdalih untuk menolakku, aku langsung berjalan ke depan mobil dan Pak Dulah mengikutiku dari belakang.

Kami berdua naik ke dalam kabin mobil dan duduk di posisi semula.

"Ada apa neng...? tanya Pak Dulah.

"Di luar anginnya dingin Pakk...tidur saja di dalam..." kataku.

"Ya udah... bapak terima kebaikan hati eneng... terimakasih ya nenggg...." kata Pak Dulah dengan sungkan.

"Aku yang seharusnya berterimakasih kepada bapak... semua ini gara-gara salahku...." balasku.

"Bukan, ini salah bapak yang milih lewat jalan ini... sampai bikin neng susah begini.." ucap Pak Dulah menyesal.

"Udah deh Pak.. jangan saling menyalahkan lagi...aku cuma berharap malam ini cepat berlalu biar besok ada yang bisa nolongin kita..." kataku pasrah.

"Jangan kuatir neng... malam ini bapak akan berusaha melindung neng dari bahaya apapun...." tegas Pak Dulah. Perkataan Pak Dulah itu sungguh memberikanku ketenangan.

"Makasih banyak Pak... kalau begitu aku bisa tidur dengan tenang...."kataku tersenyum dan merasa lega.

"Oh yaaa... neng nya kedinginan gitu lebih baik jaket bapak dipakai biar gak masuk angin..." sarannya.

"Gak apa Pak... bapak saja yang pakai... soalnya bapak kan gak pakai baju...." aku menolak.

"Justru karena neng nya pakai baju yang basah begitu bisa masuk angin... makanya neng perlu pakai jaket biar gak kena angin...."sarannya. Dengan terpaksa aku menerima sarannya dan hanya kupakai sebagai selimut menutupi dadaku. Kucoba menyesuaikan diri dengan aroma bau di jaketnya yang sangat tidak nyaman di hidungku.

"Mat istirahat nenggg... semoga bisa tidur nyenyak di sini..." ucap Pak Dulah.

Selama satu jam lebih aku mencoba untuk tidur namun tidak bisa. Bagaimana bisa tertidur dengan rasa dingin akibat pakaian basah kuyup begini, ditambah lagi bau jaket Pak Dulah yang tidak nyaman. Pengen rasanya melepaskan jaket ini tapi takut menyinggung perasaan Pak Dulah. Aku tahu bahwa Pak Dulah juga belum tertidur. Dari gerak geriknya dia tampak gelisah gak menentu.

Terpikir satu cara untuk melepas jaket ini supaya tidak menyinggung Pak Dulah. Aku pura-pura sudah ketiduran lalu pelan-pelan menurunkan jaket ini hingga jatuh kelantai.

Rupanya jatuhnya jaket itu menarik perhatian Pak Dulah. Dia mengambil jaketnya lalu ingin menyelimuti aku kembali. Aku mengerutu dalam hati karena tidak ingin mengenakan jaket itu kembali.

Belum sempat jaketnya dikenakan padaku, tiba-tiba Pak Dulah menghentikan niatnya. Jaketnya diambilnya kembali lalu tidak tahu ditaruh di mana karena gelapnya dalam kabin mobil truk ini. Dalam kegelapan hutan seperti ini, aku hanya bisa menduga-duga apa yang terjadi dari suara yang terdengar dan bayangan sinar kilat yang hanya sekilas menerangi kabin.

Kabin truk ini cukup luas yang bisa menampung tiga orang termasuk pengemudi. Aku duduk di ujung kursi penumpang dalam posisi menyandar di pintu jendela penumpang dan Pak Dulah di kursi pengemudi. Aku pura-pura tertidur lelap dengan menutup mata dan sesekali membuka mata sedikit untuk melihat situasi dalam kegelapan. Memang aku tidak bisa melihat apapun dalam kegelapan ini. Hanya pendengaran yang kuandalakan untuk mengantisipasi kejadian sekitarku.

Terasa ada sesosok tubuh yang kuyakin itu Pak Dulah sedang mendekatiku. Dia berpindah tempat duduk dari kursi pengemudi dan duduk di dekatku. Posisi tidurku kepala bersandar di jendala, tanganku kuletakkan di perutku dan satu lagi diletakkan di kursi. Karena Pak Dulah duduk semakin mendekatiku, tangan yang terletak di kursi sedikit menyentuh pahanya. "Apa yang ingin dilakukan Pak Dulah" tanya batinku.

Sepasang tangan mencoba melepaskan kancing kemaja kerjaku yang pasti itu Pak Dulah. Jemarinya pelan-pelan mencari kancing bajuku satu per satu hingga semuanya terlepas. Kemajaku direntangkan terbuka lebar. Beberapa jadi terasa sedang menyentuh kulit buah dadaku yang masih tertutup bra.



Aku tidak berani memberi respon apapun. Sementara itu, sebuah telapak tangan yang kasar dan lembab mendarat di salah satu pahaku yang mulus. Tangan Pak Dulah mengelus-elus pahaku dengan pelan dan sentuhan lembut. Tindakannya semakin berani, elusan telapak tangannya kini semakin bergerak ke area paha bagian dalam dekat selangkanganku sesekali diremas-remas otot pahaku. Kurasakan telapak tangan kasar Pak Dulah ternyata begitu hangat di kulit pahaku, sedikit memberiku kenyamanan.

Hatiku kini berkecambuk, antara menolak atau membiarkan Pak Dulah melakukan ini terhadapku. Secara kriteria aku tidak tertarik dengan lelaki seperti Pak Dulah yang jelek dan sudah berumur. Lelaki yang paling kuharapkan saat ini adalah bosnya yaitu bang Faiz. Namun aku tidak menyangka, bang Faiz malah menolak permohonanku bahkan tega memarahi aku. Kelakuan lelaki yang kuharapkan bisa menolongku tapi telah mengecewakan hatiku.

Untungnya ada Pak Dulah yang begitu berbaik hati. Dia rela berkorban demi menolongku menyelesaikan masalahku. Kuingat kembali pergorbanannya sejak aku mengenalnya di hari pertama aku terlibat urusan bisnis suamiku di gudang. Hampir tiap malam dia rela mengantarku pulang, padahal rumahnya begitu jauh di kampung sebelah. Tiap malam dia menempuh jalan hutan gelap seperti ini, dengan sepeda motor tuanya. Hari ini dia rela tidak dibayar uang lembur demi membantuku mengantar barang-barang ke kargo yang jauh. Satu per satu barang-barang yang berat diangkat sendiri dengan kekuatannya tanpa mengeluh.

Terakhir dia bahkan rela tidur kedinginan di luar kabin demi agar aku nyaman tidur sendiri di dalam sini. Aku sendiri yang meminta dia tidur di dalam sini karena kasihan dia kedinginan. Sebagai wanita dewasa yang sudah berpengalaman, seharusnya aku tahu resiko bahwa lelaki ini bisa saja berniat menjamah tubuhku.

Pak Dulah adalah seorang lelaki yang normal yang punya nafsu. Naluri wanitaku berkata bahwa malam ini Pak Dulah ingin menyetubuhi aku. Semua ingatan akan kebaikan yang Pak Dulah membuatku tidak sanggup menolak kemauannya.

Perbuatan Pak Dulah semakin nekat terhadapku. Jemari tangannya makin berani menyentuh selangkanganku. Awalnya kurasakan ujung jarinya hanya menyentuh celana dalam saja. Tidak menyerah sampai disana, ujung jarinya bergerak-gerak mencari-cari cela untuk masuk ke dalam lubang vaginaku.

"Aaahh..!! desahku pelan akibat geli yang ditimbulkan saat ujung jari Pak Dulah menyentuh bibir vaginaku. Desahaanku menjadi konfirmasi buat Pak Dulah bahwa aku menikmati perbuatannya.

Tubuhku makin menggelinjang terkadang mengejang saat daging kecil di sela liang ku dipermainkan, jarinya terus mencoba menelusuri area yang paling intim dari kewanitaanku.

"Aaaaaahhhh...hhmmmm....." dia menyentuh klitorisku, titik yang paling sensitifku telah ditemukan oleh Pak Dulah. Tubuhku meliuk-liuk saat benjolan itu dipermainkan dengan sentuhan lembut oleh Pak Dulah. Ini membuktikan Pak Dulah termasuk lelaki yang berpengalaman soal merangsang wanita.

Nafsuku semakin gak karuan menerima rangsangan yang intens dari permainan Pak Dulah. Tanpa sadar aku meregangkan selangkanganku agar semakin memberikan keleluasaan buat Pak Dulah untuk memancing nafsu birahiku.

"hhmmmm....aaaahhhh...mmmmhhh....aaaahhh..." aku melenguh menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskan dengan desahan nikmat. Sebagai lelaki yang berpengalaman, Pak Dulah tentu tahu jelas bahwa dia sudah berhasil membangkitkan birahiku.

"hhhmmm...hhhmmmm....aaaaaahhh...aaaahhhhh....hhmmmm...." aku mengerang nikmat. Dari suara eranganku yang kuat tidak mungkin Pak Dulah masih menyangka bahwa aku masih tertidur. Dia seharusnya tahu bahwa dia sudah membangunkanku dari tidurku. Tapi kuyakin dia tidak tahu kalau dari tadi aku hanya pura-pura tertidur.

Walaupun demikian Pak Dulah tidak berbicara sepatah katapun, begitu pula dengan diriku yang sudah pasrah membiarkan tubuhku dikerjai olehnya. Pak Dulah bukan lelaki kemarin sore, dia pintar memancing gairah kewanitaanku. Dia tahu dia sudah berhasil melakukannya.

Pak Dulah makin berani mengerjai tubuhku dalam kegelapan malam ini.

"Paaakkkk...." panggilku pelan sambil mengguman tak karuan tapi tidak dipedulikan.

Kubiarkan saja Pak Dulah yang hendak melepaskan rok miniku. Tampaknya dia kesulitan menarik rok mini ku karena pengaitnya masih belum lepas. Akupun melepaskan sendiri pengait rok miniku dari belakang dan Pak Dulah langsung menarik rok miniku. Tidak kelihatan dimana dia menaruh rok itu. Tanpa menunggu dia dengan cepat mempelorotkan celana dalamku tanpa kesulitan.

Terasa dinginnya angin berhembus mengenai sekujur kulit tubuhku.Tubuhku digiringnya hingga posisiku tidur sejajar dengan kursi kabin. Dalam kegelapan kabin, jariku tanpa sengaja menyentuh sesuatu yang keras berbulu. Pak Dulah menuntun jemariku untuk menggenggam batang kejantanannya yang membuatku sedikit menelan ludah. Astaga, terasa di genggaman telapak tanganku kalau penis Pak Dulah ternyata gemuk dan panjang sekali.
Tanpa saling bicara atau memberi aba-aba, rasanya kami sudah saling mengerti bahwa kelamin kami sudah siap untuk saling beradu. Penis Pak Dulah ingin masuk dalam lubang vaginaku dan aku menyambut dengan melebarkan kedua kakiku lebar-lebar agar tubuhnya masuk di antara kedua pahaku.

Dalam kegelapan Pak Dulah mencari-cari meraba-raba selangkanganku untuk menemukan di mana lubang vaginaku, agar memudahkan pencariannya aku menarik penisnya dan kuarahkan ke liang vaginaku yang sudah becek siap menyambut batang kejantanannya.

"Shhhhhh....aaaaaahhhh....!!! erangku bersamaan dengan Pak Dulah saat penisnya mendarat dan mengesek liang vaginaku. Rasanya perih-perih nikmat, mungkin karena penis Pak Dulah termasuk jumbo. Setelah vaginaku kemasukan penis Pak Dulah, tangannya menyusup ke balik punggungku lalu memelukkan erat-erat. Kini tubuhku ditindih sambil dipeluk olehnya sampai buah dadaku penyok memepel di dadanya.

"Hmmm...tercium aroma tubuh Pak Dulah yang bau persis bau jaketnya yang tadi kubuang. Terulang kembali aku mencium bau yang agak nya menjijikan di hidungku, bahkan lebih bau karena dekat sekali dengan keteknya. Namun aku tidak mampu lagi menghindar karena berada dalam dekapan Pak Dulah.

"Aaaahhh....aaaaahhh......ooouuhhhh....oooohhhh.....aaaahhhh....." aku dan Pak Dulah saling bersahutan mengerang nikmat di tengah gelap hutan. Suara jangkrik pun ikut berdering melengkapi sorak kenikmatan yang sedang kami arungi bersama.

Rasa nikmat ini telah membuka pikiranku. Teringat bagaimana perjuangan Pak Dulah sewaktu di gudang kargo. Tanpa mengeluh, dia mengangkat sendiri puluhan drum oli yang beratnya bukan main. Sedangkan aku hanya bisa menonton tanpa bisa membantu apapun. Bukankah keringat Pak Dulah tercucur karena menolongku tanpa berharap imbalan? Bahkan bau badan yang menyengat ini tidak sebanding dengan sensasi nikmat yang diberikan Pak Dulah padaku. Rasa jijik berangsur hilang, kutekadkan diri untuk membalas pelukan Pak Dulah dengan memeluk tubuhnya dan meletakkan tanganku pada punggungnya..

"Aaaahhh....aaaahhhh....hhhhmmmm...mmmmmm.....!!!! kami saling mendesah bebas tanpa kuatir kehadiran siapapun. Di tengah kegelapan hutan tidak mungkin ada orang yang mengintip.

Rasa dinginku berubah menjadi kehangatan saat berada dalam dekapan Pak Dulah. Masih dalam posisi yang sama, kini kami masih saling berpelukan erat sambil mengadu kelamin. Kepalaku tepat bersebelahan dengan kepala Pak Dulah. Dalam pelukan hangat ini kami saling mengerti bahwa saat ini kami masing-masing sedang membutuhkan kehangatan ini dan kami sedang memberi kehangatan itu satu sama lain. Hawa dalam kabin semakin terasa hangat. Mobil truk rasanya bergoyang akibat hentakan-hentakan Pak Dulah saat memberikan genjotan keras padaku.

Vaginaku digenjotan Pak Dulah sampai di ambang orgasme. Sebentar lagi aku akan sampai di klimaksku. Pelukanku pada tubuh Pak Dulah semakin kuat, bersiap menerima serangan penuh kenikmatan. Pak Dulah pun mempercepat tempo genjotannya. Tubuhku terus ditekan sampai penisnya tenggelam amat sangat di lubangku. Dia benar-benar tahu apa sedang kurasakan saat ini.

"AAAAAAAAAAHHH.....OOOOOUUUUHHHH......Haaaahhh.....haaaaahhh......aaaahhhh....."

Sekujur tubuhku bergetar hebat akibat orgasme oleh penis Pak Dulah.

Aku sampai pada klimaksku, namun Pak Dulah masih terus mengenjot tubuhku semakin kuat semakin cepat hingga dia pun ejakulasi ke dalam rahimku.

Uuuuhhh....uuuuhhhh....aaaaaaaahhhh....aaaaaaahhhh.....!!!! Terasa ada sesuatu yang hangat memenuhi liang vaginaku. Vaginaku sedang mereguk semua cairan yang keluar dari penis Pak Dulah.

"Haaaaaahhh....hhaaaahhhh....hhaaaaahhhhh....!!! suara nafas yang tak beraturan memenuhi kabin mobil truk.

Beberapa saat kemudian, kedua lengan Pak Dulah mengangkat punggungku, tubuhku diangkat lalu dibaringkan ke atas tubuhnya yang hangat. Payudaraku yang kenyal menempel pada dadanya. Memang kabin mobil tidak nyaman karena terlalu sempit untuk memuat tubuh kami dalam posisi tidur sejajar. Tapi karena aku sudah kelelahan, aku tertidur dalam dekapan tubuh hangat Pak Dulah sambil dipeluk olehnya.

Ciiitt...ciitt ...cuuitt... " suara kicauan burung membangunkanku dari tidur. Pikiranku masih melayang masih terbayang mimpi indah yang baru saja berakhir. Tubuhku terasa ada kehangatan karena cahaya matahari fajar menyinari tubuhku. "Dimanakah aku?! tanya batinku.

Eh, aku terkejut dan ingatanku telah pulih. Baru kusadari diriku masih dalam keadaan telanjang dalam pelukan Pak Dulah.

Semalam kami saling tidak bisa memandang tubuh telanjang kami dalam kegelapan malam. Ada rasa malu setelah semua telah tersingkap oleh terang sinar matahari pagi. Cepat-cepat aku bangkit dan melepaskan diri dari pelukan Pak Dulah. Aku mencari semua pakaianku lalu kekenakan. Begitu pula dengan Pak Dulah yang ikut terbangun menyadari ketelanjangannya dan bergegas memakai celana.

"Maapin bapak soal semalam neng...." ucap Pak Dulah sungkan. Kubalas dia hanya dengan senyuman karena aku tidak tahu harus menjawab apa. Perasaanku bercampur aduk antara percaya dan tidak percaya akan apa yang telah terjadi semalam. Pak Dulah agak tertundak mungkin merasa bersalah atas perbuatannya padaku semalam.

Bergegas dia keluar dari mobil untuk melakukan sesuatu, sedangkan aku tinggal dalam mobil dan membenahi diri setelah persetubuhan dalam gelap.

Akhirnya ada sebuah mobil truk yang dikendarai oleh sepasang suami istri parubaya membawa panen sayur lewat jalan ini. Pak Dulah menghentikan mobil truk tersebut hendak meminta tolong pada mereka. Sang Suami pun turun dari truknya dan sang istri menunggu di dalam.

Dari jauh aku melihat Pak Dulah sedang bicara dengan sang suami. Sesekali sang suami menoleh ke arahku yang sedang menunggu dan bersandar di truk kami sambil melipat tangan. Akhirnya mereka bersedia untuk menarik mobil truk kami yang rusak. Pak Dulah bilang kalau dia kenal dengan mereka karena suami istri ini satu kampung dengannya. Kebetulan mereka hendak menuju ke pasar kampung kami untuk berjualan sayur panen mereka.

Selama perjalanan aku tidak berbicara banyak pada Pak Dulah. Kami lebih banyak memilih diam, dan suasana terasa canggung dan kaku. Ternyata memang jarak yang kami tempuh sudah tidak terlalu jauh untuk tiba di kampung kami. Setelah mengembalikan mobil truk yang kami tumpangi ke gudang truk bang Faiz dan Pak Dulah juga ikut turun ke sana untuk menangani truk yang rusak ini. Kemudian aku ikut mobil truk suami istri itu, karena mereka bersedia mengantarku pulang ke rumah sebelum mereka menuju ke pasar untuk berjualan.

Selama perjalanan kami sempat ngobrol, tampaknya kondisi fisik sang Istri kurang sehat.

"Mbak dari mana...koq bisa lewat jalan hutan...? tanya sang suami.

"Kami mengantar barang pesanan dan pulang lewat jalan tadi... tidak disangka mobil kami rusak..." jelasku

"Jadi tadi itu siapanya mbak...?? tanya sang istri.

"Oh tadi itu supir yang biasa mengantar barang...." jelasku.

"Pertama saya kita itu suaminya mbak... rupanya bukan..." kata sang istri.

"Suami kerja apa ? tanya sang suami.

"Kerja diluar kota mas..." jawabku.

"Oh kasian dong ditinggal terus...." ledek sang suami.

"Gak apa... sudah terbiasa..." jawabku singkat.

Akhirnya aku tiba di rumah dengan selamat. Untunglah hari ini hari minggu, aku bisa beristirahat di rumah seharian untuk memulihkan kondisi fisikku.


MEMT6N0_t.jpg

Erika

Sesampai di rumah, Erika sedang menggendong Jeje di ruang tamu.

"Hah Maaa.... dari mana saja ?! koq gak pulang semalaman ?! Putri sama Mama nya ternyata sama saja...." tanya Erika curiga.

"Siapa maksud lu gak pulang semalam...??? tanyaku

"Tuh anak lu si Velin gak pulang semalaman...." katanya.

"Oh ya ?! Kalau aku semalam pergi antar barang pesanan, tapi pulangnya terjebak di hutan... " jelasku

"Masa sih ?! Mama gak bohongin aku kan ?! antar barang koq sampai lepas baju....??? Terus bajunya bau rokok pula...." tanyanya makin curiga.

"Apa maksud lu Lien??? Bau rokok kan akibat supirnya merokok di mobil...." jelasku.

"Udah deh... Mama gak usah pura-paru... ngaku aja kalo Mama pergi sama laki-laki laen sampe maen di ranjang....!! " tuduhnya. Memang semalam aku sempat bersetubuh dengan Pak Dulah, tapi koq dia tahu dari mana aku melakukan itu.

"Lu jangan sembarangan ngomong ya... sembarangan lu nuduh2 aku...!! Atas dasar apa lu bilang gitu...?!?! Aku mencoba berdalih. Memang aku dari dulu tidak cocok dengan sikap Erika yang biasa kami panggil Siu Lien kalau di rumah.

"Walah Maaa... aku lihat pakaian Mama saja aku sudah bisa tahu... gak sudah pura-pura bodoh Maaaa..." katanya sinis.

"Kan aku sudah bilang...pakaian aku kotor dan basah begini gara-gara semalam hujan dan terjebak di hutan... terus koq lu bicaranya pakai nuduh gak ada bukti...??? balasku untuk membenarkan diri.

"Apanya gak ada bukti Maaa...?! coba Mama lihat pakaian Mama baik-baik...?? tanyanya sinis.

"Lihat apanya Lien.... kan Mama sudah jelasin....!!! balasku.

"Hehehe... coba Mama lihat kancingnya....." katanya dengan penuh curiga.

Awalnya aku gak merasa aneh dengan kancing bajuku. Tapi setelahku perhatikan ternyata baju kemeja kerjaku terkancing tidak seimbang. Dari situ dia menangkap bukti aku telah melepaskan bajuku.

"Ehh... ini kan gara-gara...hmmm... itu...semalam mau keringkan baju jadi terpaksa dilepas kancingnya....tapi...tapi... aku ada baju pengganti koq...." aku mencari-cari alasan menutupi kebenaran.

"Udah deh Maaaa.... bilang saja kalau Mama sudah buka-bukaan baju sama lelaki lain... hehehe..." tuduhnya dengan niat yang merendahkanku.

"Lu jangan bicara sembarangan yaaa.....kalau gak percaya ya sudah... aku gak mau bicara sama lu lagi...!!! segera kuakhirnya pembicaraan daripada dia terus mendesakku mengatakan yang sebenarnya.

"Kalau Papa tahu... Mama bakal diusur dari rumah ini... hati-hati saja Maaaa....!!! serunya, tapi kubiarkan dia ngomong sesuka hatinya. Daripada masalah ini makin panjang lebar.

Tadi katanya Velin gak pulang semalaman, apa benar Velin gak pulang. Kuperiksa kamarnya memang Velin sedang tidak ada. Aku menuju ke kamar Asen dan kubangunkan dia.

"Senn...sennn... bangun sennn....!!!

"Ada apa sih Maaaa...?! Orang lagi tidur koq panggil-panggil..." dia mengerutu merasa terganggu tidurnya.

"Semalam Velin gak pulang ya?! kemana dia ?? tanyaku

"Oh itu...ci Velin semalam bertengkar sama ci Erika.. jadi ci Velin gak terima baru pergi dari rumah..." jelas Asen

"Emangnya ada masalah apa sampe bertengkar..??? tanyaku

"Itu gara-gara ci Erika suka ledekin dia bilang-bilang dia pacaran sama cowok rendahan... cowok pribumi... bikin malu keluarga... begitu deh....Mama kan tahu sendiri sifat ci Erika itu..." jelas Asen.

"Terus semalam Velin tidur dimana..??! tanyaku

"Biasa deh Maa... semalam katanya mau nginap di rumah Didit..." kata Asen.

"Iya deh...Yang penting dia aman di sana..." kataku.

"Udah ya Maaaa... aku mau berbaring dulu... masih ngantuk nihhh.... pagi-pagi gangguin orang tidur aja...." gerutu Asen

"Walah Sennn... ini udah pukul 8 lewat... sudah gak terlalu pagi lagiii...!!! kataku tapi Asen malah menutup kepalanya dengan bantal. Akupun meninggalkan kamarnya dan mandi bersih-bersih diri.

Sepanjang hari aku beristirahat di kamarku dan masih terbayang suasana kegelapan hutan dimana tubuhku dijamah oleh Pak Dulah.


MEPY6NS_t.jpg

Yenny/ Ayen

Keesokan harinya,

"Pagi tante...!!! ternyata itu suara Ayen.

"Yenn.. gimana kabarnya?! kapan sampai..? tanyaku

"Semalam nyampenya..." jawab Ayen

"Emang ada bus yang mau antar sampe ke kampung sini..? tanyaku.

"Gak ada dong... semalam aku dijemput Elena dan bang Maman di kota pake mobil Avanza..." jelas Ayen

"Ohh...mau aja si Maman itu di suruh-suruh sama kalian..." kataku tersenyum kecut

"Hahaha... ya mau aja tan... asal dibaik-baikin...." ucapnya nakal

"Hah ?! gimana baikin nya..?! tanyaku sinis

"Aduhh tantee... masa tante gak ngerti sama cowo...?! hahaha..." ucap Ayen nakal

"Emang lu dimainin sama si Maman sampe dia mau jemput lu jauh-jauh...?? tanyaku to the point.

"Bukan dimainin lagi tante....tapi dientot sama dia....hahahahaha....!!! jawab Ayen nakal.

"Genit lu ya mau dientot sama si Maman...." kataku

"Bukan cuma aku aja tan... si Elena juga sama mau dientot sama bang Maman.....hahahahaha....!!! ucap Ayen makin nakal saja.

"Jadi kalian berdua main sama si Maman...?? tanyaku biar jelas.

"Iyaaa Tann... namanya juga balas jasa..." tegas Ayen.

Bisa kumaklumi alasan Ayen kenapa mau disetubuhi bang Maman. Alasannya sama denganku, kenapa aku tidak melawan saat Pak Dulah ingin menyetubuhi aku. Semua kurelakan karena balas jasa.

"Tante koq keliatannya lesu banget ?! tanya Ayen

"Iya nih... semalam gudang ada masalah... tante ngurusin sampe semalaman makanya kelelahan Yen...." jelasku seadanya.

Aku minta pada Elena dan Ayen lebih dulu berangkat ke gudang dan aku menyusul agak siangan karena fisikku masih terasa lelah dan gejala flu dan pilek mulai muncul. karena aku butuh minum paracetamol dan istirahat lebih lama, maka Elenapun berangkat lebih awal. Siang harinya aku merasa badanku agak baikan hanya menyusahkan sedikit flu dan pilek, tidak menjadi masalah jika berangkat ke gudang. Lalu kuhubungi Elena untuk menjemputku ke gudang.

Sesampai di gudang Elena bilang kalau Pak Dulah tidak masuk kerja, ada kemungkinan dia sakit. Astaga, gara-gara menolongku mengantar barang, sekarang Pak Dulah jadi sakit. Apalagi dia di rumah tinggal sendirian, kalau ada apa-apa siapa yang nolongin.

"Rencananya setelah mobil truk pulang... aku, Ayen, bang Maman dan Ujang akan pergi ke rumahnya....Mama mau ikut?! " kata Elena.

"Tentu Naaa... Mama pasti ikut soalnya Pak Dulah sudah bantu kita selesaikan masalah... " kataku

"Makanya itu kita harus kesana lihat gimana kondisinya..." tegas Elena.

Sore hari setelah mobil truk pulang, kami berlima berangkat menuju ke rumah Pak Dulah dengan menggunakan mobil Avanza milik kami. Kami minta bang Zulman yang mengendarai mobil. Si Ujang duduk di samping bang Maman sedangkan kami bertiga yang perempuan duduk di belakang. Menurut Maman, kami akan menempuh perjalanan sekitar 1 jam menuju ke rumah Pak Dulah di kampung sebelah.

Tidak tahu kenapa dalam perjalanan aku kuatir dengan keadaan Pak Dulah.

"Apakah Pak Dulah benaran sedang sakit ?

"Bagaimana kondisinya saat ini ?
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd