Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

So, WHAT THE F***K HAPPENED?

Part 2


Aku terbangun saat pintu pagar ada yang buka, ternyata Keisha. Aku dan Kak Vivian terkejut. Kami berdua bangun lalu bergegas mencari pakaian kami yang berserakan di ruang tamu tadi. Aku langsung masuk kamar, Kak Vivian juga langsung bergegas pergi ke kamarnya. Aku pura-pura bangun tidur sambil mengacak-acak rambutku biar terlihat memang beneran baru bangun tidur biasa, bukan bangun tidur karena habis ngentot.

Saat aku keluar kamar, terlihat Keisha menghindari tatapanku. Dia buru-buru pergi ke kamarnya. Mama yang seolah-olah biasa saja.

“Lho, nggak kuliah, Vale?” tanya Mama.

“Enggak ma, dosennya nggak ada. Jadinya pulang aja tadi,” jawabku, “Ma, aku ingin ngobrol tentang tadi malem.”

Mama pun menghampiriku lalu menjewerku. Aku pun menjerit, “Adudududuh!”

“Kamu ini ya, kok bisa-bisanya merawanin adikmu?” tanya mamaku.

“Ya ampun maa. Aku nggak sengaja, lagian tadi malem juga aku nggak ingat apa-apa,” jawabku.

Mama mendesah. Tampak raut wajah kecewa terpancar dari wajahnya. “Ini juga salah mama. Mama yang ngajak kamu minum soju. Padahal juga kamu nggak pernah minum soju sebanyak itu. Jangan lagi-lagi kamu hubungi Cecilia atau bicara apapun mengenai perempuan itu. Perempuan tak tahu diri.”

“Enggak kok ma. Aku sudah mengharamkan diriku untuk membahas anak itu lagi,” kataku.

“Ya sudah, kamu sudah makan?” tanya mama.

“Belum,” jawabku.

“Di mobil ada makanan dari arisan, buat kamu makan aja ama yang lain. Tapi sebelum itu kamu minta maaf dulu sama adikmu!” perintah mamaku.

“Iya, ma,” ucapku.

Mama pun berlalu. Sebenarnya, saat ini pikiranku dipenuhi dengan pikiran-pikiran ngeres. Bagaimana tidak? Peristiwa tadi malam ditambah peristiwa yang baru saja terjadi ama kakakku, membuatku sekarang ini bisa membayangkan bagaimana tubuh mamaku. Makaku memakai pakaian gaun warna putih tanpa lengan. Usianya sudah mendekati 50, tetapi kulitnya masih terlihat kencang tak ada keriput dan seksi. Tentunya payudaranya yang aku lihat tadi malam bukanlah oplasan. Memang segede itu.

Asu, aku malah ngaceng, Cuk!

Kak Vivian keluar dari kamarnya. Dia mengendik kepadaku. Aku hanya mengangkat bahunya.

“Kenapa? Kamu bayangin mama ya?” tebaknya.

“Enggak kok,” jawabku.

“Nggak usah bohong, tuh udah keras,” ucap Kak Vivian sambil meremas penisku.

Aku menepis tangannya. “Kak, jangan gituin ah!”

Dengan senyum nakal dia pun kembali ke meja tempat dia bekerja tadi.

“Memangnya kakak nggak ke kantor?” tanyaku.

“Lagi WFH,” jawabnya.

Oke, permasalahannya sekarang adalah Keisha. Dia masih SMA dan aku sudah merusaknya. Aku ini orang yang paling bego dan tolol. Lucunya adalah kakakku ingat dan mamaku juga ingat peristiwa tadi malam, tetapi tidak denganku. Keisha juga pasti ingat apa yang terjadi tadi malam. Anehnya, kenapa mereka membiarkanku sampai memerawani Keisha?

Ah, mungkin memang benar, minuman keras akan membuat kita kehilangan akal sehat.

Aku bergegas ke kamarnya Keisha. Aku ketuk pintu kamarnya. “Kei, ini kakak. Boleh masuk?”

“Masuk aja,” jawab Keisha.

Aku pun membuka pintu kamarnya, lalu aku pun masuk. Inilah kamar adikku. Dicat dengan warna pink. Ya, kesukaannya memang warna pink, tapi dia bilang ini bukan warna pink, magenta katanya. Dia nggak suka warna pink. Eh, aku bodoh, nggak paham soal warna.

Di atas tempat tidurnya masih ada beberapa boneka yang dia koleksi dari SD, salah satunya adalah boneka singa yang aku hadiahkan kepadanya dulu. Aku heran, sampai sekarang dia masih menyimpan boneka itu.

Keisha duduk di meja belajarnya sedang menulis. Sepertinya sedang mengerjakan tugas sekolah. Aku pun duduk di ranjangnya, mengamatinya. Keisha memang cantik anaknya. Siapa yang tidak tergila-gila dengan dirinya di sekolah? So pasti tidak sedikit cowok yang mendekatinya.

Perawakan Keisha iini mungil, rambut lurus panjang, berbeda dengan mama yang punya rambut lebih pendek dari kedua anak gadisnya. Wajahnya cantik dengan lesung pipi. Aku memang melihat tubuh telanjangnya tadi malam, buah dadanya besar dengan putingnya pink lucu gitu. Eh, gimana ya jelasinnya? Pink lucu? Bikin gemas pokoknya. Dan iya, tubuhnya mulus tanpa cacat dan bongsor, kenapa anak-anak zaman sekarang udah bongsor-bongsor gitu ya? Sebenarnya ada sih, aku sudah robek selaput daranya, yang aku sama sekali tidak ingat bagaimana peristiwa itu bisa terjadi.

“Kakak kesini mau minta maaf,” ucapku.

Keisha menghentikan aktivitasnya. Dia seolah-olah sedang konsentrasi untuk mendengarkan ucapanku.

“Aku tahu seharusnya aku melindungi adikku satu-satunya ini, tapi aku malah merusaknya. Kakak beneran nggak ingat apa yang terjadi karena mabuk. Kakak merasa bersalah telah merusak masa depanmu. Kei bisa maafin aku? Yah… sebetulnya juga permintaan maaf nggak bakalan cukup. Kalau Kei mau, Kei bisa kok tampar kakak,” ucapku.

Keisha berbalik. Dia beranjak dari tempat duduknya, lalu dia tampar pipiku. Aku tak terkejut. Aku memang pantas mendapatkan tamparan itu. Aku menatap wajah Keisha. Matanya berair. Aku berdiri lalu kupeluk adikku satu-satunya.

“Maafin kakak,” ucapku sambil kupeluk dia erat.

Keisha membalas pelukanku. “Sudah terjadi. Aku maafin kakak. Cuma, aku nggak menyangka saja. Jujur Keisha yang salah. Tadi malam kita terbawa suasana sampai seperti itu.”

“Tapi jujur Kei. Kakak nggak ingat sama sekali,” kataku.

Keisha mendorongku. “Beneran?”

Aku mengangguk. “Kalau misalnya kakak bohong, kakak nggak akan melakukan itu ke kamu. Kei tahu kan kalau kakak sangat menyayangimu?”

Keisha terdiam menatapku.

“Coba ingat-ingat, bagaimana kakak selalu melindungimu saat kamu dijahili teman-temanmu. Ingat lagi bagaimana kakak selalu memberikanmu kado terbaik setiap ulang tahunmu. Ingat juga saat kakak rela menonton pertunjukanmu saat pentas seni?”

Keisha memelukku lagi. “Aku ngerti. Kakak baik kok, hiks….”

Dan begitulah. Kiesha menangis dalam pelukanku. Aku membalas pelukannya. Pelukan seorang kakak kepada adiknya.

“Keisha maafin kakak kok. Nggak mungkin Keisha marah ke kakak. Awalnya Keisha berpikir keras kenapa kakak rela melakukan ini kepadaku, tapi akhirnya aku sadar, kita sedang terbawa suasana malam itu. Awalnya Cuma ingin menghibur kakak, tapi keterusan. Keisha nggak nyesel kok. Keisha nggak mau kakak jauh dari Keisha, Keisha sayang kakak,” ujarnya.

Aku mendesah lega. Aku ciumi kepala adikku yang lebih pendek tingginya dariku.

“Oke, sebagai permintaan maafku, Keisha mau apa?” tanyaku.

Keisha melepaskan pelukannya, aku juga. Dia menatapku sambil menghapus air matanya. “Keisha nggak mau apa-apa sih, kak.”

“Ayolah, pasti ada yang Keisha inginkan,” kataku, “katakan saja, kakak pasti akan mengabulkannya.”

Keisha menatap langit-langit kamarnya. Dia berpikir keras, sepertinya dia juga bingung ingin bilang apa. Namun, akhirnya dia pun mengutarakannya, “aku ingin kencan ama kakak.”

“Kencan?”

“Iya, kencan. Itu kalau kakak nggak keberatan,” katanya.

“Ya, nggak apa-apa sih, kenapa milih kencan?”

“Jujur aku kasihan ama kakak. Diselingkuhin itu menyakitkan. Aku nggak mau kakak sedih, jadi bukankah lebih baik kalau kakak punya teman kencan? Yah, teman kencan seperti pacaran gitu. Biar ada obatnya gitu,” katanya. Itu ide yang buruk. Entah darimana dia punya ide seperti itu.

“Itu ide buruk.”

“Jadi, kakak nggak mau?” tanyanya.

“Bukan begitu. Tapi, kita kan saudara. Masa’ pacaran?” tanyaku balik.

“Memangnya yang kakak lakukan tadi malam itu apa?”

Aku menelan ludah.

“Kakak menciumiku, menggesek-gesek penis kakak ke tubuhku, memaksaku untuk blowjob, trus memerawaniku. Padahal aku belum punya pacar, dan kakak adalah laki-laki pertama yang mengajariku berciuman, bahkan untuk pertama kalinya juga aku pegang peniss….cowok….,” ucapnya sambil menurunkan nada suara saat menyebut penis.

Oh tidak. Aku tidak mau dia menangis. Yang pentingkan aku sudah minta maaf dan maafku diterima. “Oke, aku salah. Baiklah, maafin kakak. Aku setuju. Kapan kita kencan?”

Keisha tersenyum. “Malam ini? Sambil nonton film kak. Ada film bagus di bioskop.”

“Baiklah. Kalau gitu bersiap-siap ya, malam ini kita kencan,” kataku.

Keisha tersenyum gembira. Aku bingung, tapi lebih baik mengikuti permainannya aja. Tiba-tiba saja Keisha menciumku. Sekilas sambil dia tersenyum. Sesaat aku bingung sambil menatap matanya, aku pun terbawa suasana. Aku balas ciumannya, kami pun berciuman lagi. Just kissing, frech kiss.

Habis itu aku keluar dari kamar adikku. Aku takut kalau aku kebablasan seperti tadi malam, walaupun sebenarnya aku sudah ngaceng maksimal di dalam tadi dan aku yakin adikku juga merasakan tonjolan keras di selakanganku, karena tubuh kami berhimpit.

* * *​

Sore hari pun datang. Papa pulang dari luar kota. Suasana rumah jadi sedikit ramai. Tugasnya dari luar kota sepertinya sudah selesai dan papa jadi lebih sering di rumah setelah ini. Aku senang sih, paling tidak saat kejadian kemarin malam papa tidak di rumah. Bisa bisa aku diusir dari rumah kalau papa sampai mengetahuinya. Untungnya semuanya diam dan tidak membahas apa yang terjadi.

“Lho, mau kemana, Val?” tanya papa.

“Mau ngajak Keisha jalan-jalan, Pa,” jawabku.

Keisha tampak keluar dari kamarnya dengan memakai baju kodok, kaos lengan panjang dan tas pinggang warna orange lucu. Kesan Keisha imut bertambah dengan topi bertelinga kucing sewarna dengan warna tas pinggangnya.

“Oh, tumben,” kata papaku.

“Yah, sekali-kali ngajak jalan adik kesayangan nggak apa-apa kan, pa?” kataku.

“Iya sih,” kata papaku.

“Udah pa, biarin mereka jalan-jalan. Daripada di rumah terus,” kata mama yang setuju.

“Lho, Kak Vivian kemana, Ma?” tanyaku.

“Tadi ada urusan keluar sama teman-temannya, soal kerjaan apa gitu,” jawab Mama.

“Ya sudah, pa, ma. Pamit dulu,” kataku.

“Jangan pulang malem-malem lho, besok Keisha masih sekolah,” kata papa.

“Besok sekolah online kok pa, tenang aja,” kata Keisha.

Setelah meminta izin, aku dan Keisha pun keluar. Aku dan Keisha berboncengan naik motor. Sengaja aku pilih motor karena lebih bisa menikmati udara malam. Sore ini tak begitu macet, sehingga nggak butuh waktu lama bagiku untuk bisa ke mall.

Malam itu aku menikmati momenku bersama adikku. Sejak turun dari parkiran, kami sudah seperti sepasang kekasih, Keisha tak pernah melepaskan lenganku. Kami mampir di stand es krim dan menikmati es krim sambil bercanda. Aku sudah berniat untuk membuat adikku gembira malam itu. Sampai kami pun nonton film berdua.

Memang sih tidak salah mengajak adikku jalan-jalan, lagipula ini keinginannya. Kami nonton film dengan duduk berdempetan. Keisha memeluk lenganku dan menyandarkan kepalanya ke bahuku. Benar-benar seperti seorang kekasih. Bahkan lenganku pun menempel erat ke dadanya yang besar itu.

Film pun dimulai, aku enjoy saja menonton film tersebut. Adikku juga enjoy. Aku memperhatikan adikku sejenak, dan kedua mata kami saling memandang. Di dalam kegelapan lampu bioskop aku menciumnya.

“Kei, kakak sayang ama kamu,” bisikku.

“Aku juga, kak,” kata Kei.

Kembali lagi kami berciuman. Dan inilah yang terjadi, aku berciuman setiap lima menit sekali. Bahkan, kami tidak konsen dengan filmnya. Aku masih ingat perkataan Kei kalau ciuman pertamanya adalah denganku, bahkan dia juga untuk pertama kali melakukan blowjob denganku. Jadi ngaceng aku, Cuk!

Tanganku sudah bergerilya di buah dadanya. Sayangnya dia pakai baju kodok, sehingga tali bajunya menghalangiku untuk masuk. Namun, dari luar saja sudah cukup menurutku. Aku bisa merasakan bagaimana dia mendesah. Napasnya terasa memburu setiap kali aku meraba putingnya dari luar bajunya.

“Kak, jangan dong. Kei jadi basah,” ucapnya.

“Pulang yuk?” ajakku.

Kei mengangguk. Akhirnya dengan rasa sange yang ada di dalam diri kami berdua, kami pun keluar sebelum filmnya selesai. Selama perjalanan Kei menempelkan payudaranya ke punggungku. Dan selama perjaanan itu pula aku ngaceng berat. Malam belum larut saat kami tiba di rumah, tetapi suasana rumah terlihat sepi.

Terlihat sepatunya Kak Vivian sudah ada di rak sepatu, artinya dia sudah pulang. Papa dan mama juga nggak kelihatan, sepertinya sudah tidur. Padahal baru juga jam 22.00. kami memang tidak ingin menimbulkan suara. Begitu sampai rumah aku segera masuk garasi, menguncinya, lalu beranjak ke dalam rumah. Aku dan Keisha masih sesekali berciuman. Masuk garasi berciuman, masuk ke ruang tamu berciuman. Ke dapur untuk mengambil minum, setelah itu berciuman lagi.

Begitu kami melintas di kamar papa dan mama terdengar suara di sana. Aku dan Keisha mencoba untuk mendengarkan apa yang sedang terjadi. Ternyata suara desahan papa dan mama. Mereka sedang bercinta.

“Uuuhh… fuucckk…. Yesss…. Paahh….terus pahh…. Genjot mama!” terdengar suara mama dari dalam kamar.

“Ahhh…. Enak mah…..suka kontol papa?” terdengar suara papaku.

“Iyess….teruss… .ahhhh… kontol papa emang enak,” lanjut mamaku.

“Mereka sedang ngentot,” bisik Keisha.

“Udah yuk, pergi. Jangan ganggu mereka,” ujarku sambil menarik lengan Keisha.

Keisha pun menurut. Aku lalu masuk ke dalam kamarnya. Kami berciuman lagi, tak lupa mengunci pintu, setelah itu aku tubruk Keisha di atas kasurnya. Wajah kami mendekat, saling menatap.

“Kei sudah maafin kakak?” tanyaku.

Keisha mengangguk dengan senyuman manisnya. “Kei sudah maafin kakak kok sejak tadi. Tapi Kei kepingin lagi.”

“Kepingin apa?” tanyaku.

“Kak Vale bercinta ama Kei,” jawabnya.

“Serius?”

“Kenapa? Kak Vale menyesalkah?”

“Aku nggak tega kalau harus melakukannya lagi kepadamu.”

“Nggak apa-apa. Kei yang ingin. Kei ingin kakak jadi pacar Kei,” katanya.

Aku mengecup bibir Kei sekali lagi. Dia sepertinya senang aku ciumi seperti itu.

“Baiklah, kali ini aku akan melakukannya dengan sadar. Kakak menyayangimu dan kakak ingin melakukannya dengan penuh perasaan. Love you, Kei,” kataku.

Akhirnya aku pun mencumbu Keisha. Kumulai dengan kecupan-kecupan lembut di bibir, pipi, kelopak matanya, keningnya, lehernya, lalu aku gigit kecil telinganya. Keisha hanya mendesah. Setiap ciumanku membuatnya merinding, aku bisa rasakan bulu kuduknya meremang. Perlahan, satu per satu bajunya aku tanggalkan, hingga dia hanya memakai pakaian dalam.

Gadis itu tak tinggal diam. Dia membantuku melepas bajuku, hingga akhirnya hanya tinggal boxerku saja yang tersisa. Dia menempelkan hidungnya ke tonjolan di celana dalamku itu. Dia hirup, lalu kecup. Membuat batangku berkedut-kedut. Perlakuannya kepadaku tampak syahdu. Sesekali dia mendongak memperhatikan reaksiku. Tentu saja aku suka.

Aku penasaran dengan pentil imutnya. Aku meraba punggungnya untuk membuka kaitan bra. Dia membantuku. Kini tubuhnya bagian atas sudah tak memakai apapun. Terlihat buah dadanya montok dengan pentil kecil berwarna merah jambu. Duh, kayaknya ini nurun dari mama. Semua anak ceweknya seksi, mulus dan tubuhnya sempurna.

Aku lalu berlutut di hadapannya, setelah itu kupegang kedua susunya.

“Kak Vale suka?” tanyanya.

“Buah dadamu indah,” jawabku, “kakak suka.”

“Sama buah dada Kak Vivian bagus mana?” tanyanya.

“Punya kamu tentunya, sebab baru kakak yang pertama kali memegangnya,” kataku.

Keisha tersenyum. “Iya, kakak lelaki pertama yang menikmatinya. Kemarin malam kakak menyusu kepadaku. Baru pertama kali aku diperlakukan seperti itu.”

“Seperti ini?” langsung aku caplok pentilnya.

“Aaahh….,” Keisha terkejut mendapatkan perlakuanku. Aku mengisap sambil menggelitik putting susunya dengan lidahku. Dia menggelinjang. “Kaaakk…….ehmmmhh…”

Buah dadanya aku remasi dan aku aku sedoti pentilnya. Benar-benar luar biasa. Aku hirup wanginya. Ah, sungguh memabukkan. Aku sudah tak ingat lagi kalau Keisha adalah adikku. Aku hanya melihatnya sebagai perempuan dewasa yang sedang sange dan butuh diriku untuk memuaskannya.

Sungguh benar-benar luar biasa produk papa dan mama yang satu ini. Dibandingkan Kak Vivian, tentunya Keisha lebih bagus bodinya. Aku tak puas-puasnya menjilati dan mengisapi putingnya. Dia meremasi kepalaku sambil membenamkan kepalaku ke buah dadanya yang empuk. Aku pun memberikan cupangan di sana. Tubuh ini milikku, tubuh adikku hanya milikku. Sesekali aku melihat reaksinya. Matanya sayu, sambil menggigit bibir bawahnya.

“Kei, boleh kakak jilati punyamu?” tanyaku.

Keisha mengangguk. Aku dibantu dia melepaskan celana dalamnya. Ahh… luar biasa, pemandangan yang aku lihat sekarang benar-benar membuat kontolku tegang maksimal. Aku juga melepaskan celana dalamku sehingga kami sama-sama telanjang. Aku naik ke tempat tidur, Kei juga demikian. Dia lebarkan pahanya, sehingga aku sekarang melihatnya dengan jelas. Vagina tanpa bulu dengan lubangnya kemerahan terpampang di hadapanku.

Aku ciumi vaginanya. Kuenduskan napasku di belahan dan klitorisnya, setelah itu kuciumi, kukecupi berkali-kali. Keisha menggelinjang. Kemudian, aku mulai menjilatinya. Kubuka sedikit bibir vaginanya agar aku bisa memberikan servis terbaik. Lendirnya mulai keluar. Perlahan-lahan lidahku mulai menyapu seluruh permukaan vaginanya.

“Oohhh…..kaaaaakkkk….,” desisnya.

Memoriku mulai kembali lagi. Kemarin malam aku juga melakukan ini, aku menyukainya. Aku sedot-sedot setiap cairan yang keluar dari vaginanya, lidahku terus menggelitik, sambil kedua tanganku kini meraih buah dadanya, dengan jemariku meremas dan memutar-mutar putting susunya. Adikku sudah tak kuasa lagi. Dia berkelonjotan.

“Kaaakkk….. udah kaakkk…. Geli….aahhh…. geli kaaak….ehhmmmhh,” ucapnya.

Aku tak peduli. Terus aku rangsang dia. Kiltorisnya pun aku kecupi, kuhisap, kujilat. Dia makin menggelepar-gelepar seperti cacing kepanasan. Lidahku makin masuk, hal itu membuat punggungnya melengkung, tubuhnya bergetar hebat, matanya memutih dengan mulut ternganga. Orgasme hebat datang menyerbunya. Cairan demi cairan memancar dari vaginanya. Aku hentikan aksiku.

Perlahan-lahan adikku lemas lagi. Kubiarkan dia sejenak dengan orgasmenya sambil aku membersihkan mulutku yang penuh dengan cairan vaginanya. Aku yang sudah ngaceng maksimal tak menyia-nyiakan kesempatan ini. Aku bergerak ke atas tubuh adikku, lebih tepatnya di atas buah dadanya dan kutempatkan kontolku di tengah payudaranya.

Adikku yang memahaminya segera membantuku untuk menjepit batangku di tengah payudaranya. Aku pun bergerak maju mundur. Sungguh mesum sekali perbuatanku kepada adikku. Keisha malah menyukainya, terlihat ia tersenyum melihat kelakuanku. Dia melakukan perbuatan iseng dengan menunduk lalu menjulurkan lidahnya sehingga kepala penisku bersentuhan dengan lidahnya. Hal itu membuatku agak terkejut dan penisku berkedut-kedut karenanya.

Hal ini membuatku membuka kedua lengannya, lalu beranjak meju sedikit, kini penisku ada di wajahnya. Aku menggesek-gesekkan batang penisku ke mulutnya. Dia sepertinya mengerti yang aku inginkan. Dengan inisiatifnya, Keisha membuka mulut mungilnya dan kepala penisku pun masuk ke mulutnya.

“Ohhh…. Nikmatnya,” ucapku.

Keisha memaju mundurkan kepalanya. Penisku dikocok dengan mulut mungilnya, oh, nikmat. Aku tak bisa melukiskan dengan kata-kata. Terlebih sekarang dia meremas-remas buah pelerku. Anjiiirrr… enak, Cuk.

“Kei…. Enak… kakak keenakan,” kataku.

Tangannya sekarang mengelus-elus pinggang dan pantatku. Kini pinggulku yang bergerak maju mundur. Faaakkk…. Aku menodai mulut adikku sekarang. Uhh…. Nggak deh, nggak kuat aku. Aku ingin ngentotin Keisha. Harus! Pokoknya aku ingin ngentotin Keisha.

“Sudah ya Kei. Kakak mau ngentotin kamu,” kataku.

Keisha lalu melepaskan kulumannya. Aku turun dan mensejajarkan selakanganku ke selakangannya. Batangku sudah ereksi maksimal dan menempel dengan lubang memeknya.

“Aku sayang Kak Vale,” kata Keisha.

“Aku juga,” kataku. “kamu nggak keberatankan?”

Kiesha menggeleng. “Silakan kak. Aku ingin bercinta dengan Kak Vale. Entotin Keisha.”

Aku menggesek-gesekkan kepala kontolku ke memeknya. Keisha menggelinjang lagi. Kuarahkan ke lubangnya, lalu perlahan-lahan kudorong. Keisha menggigit bibirnya sambil memejamkan mata.

“Pelan-phhellannn kaaakk….” Katanya.

Faaakkk, sempit banget!

Ini memek yang aku perawanin kemarin, sekarang aku masukin lagi. Pelumas adikku yang sudah banyak pun masih belum bisa membuat jalannya mulus. Aku dorong lalu aku tahan, aku tarik lagi, ku dorong lagi lalu aku tahan. Proses penetrasinya tak semulus saat aku bercinta dengan Kak Vivian. Tetapi saat batang kontolku terbenam semuanya aku diamkan lebih lama. Terasa otot liang vagina Keisha mencengkeram kuat, seolah-olah tak ingin aku lepas.

“Deekk… enak banget,” kataku, “memekmu berkedut-kedut, seolah-olah tak ingin kakak lepasin.”

Keisha mengangguk. Dia menatapku dengan tatapan sayu. Aku membungkuk lalu mengecupnya. Kami berciuman dan tanpa diaba-aba pinggulku sudah naik turun menggenjotnya. Terjadilah hubungan terlarang sekali lagi. Aku menggenjot Keisha perlahan dan ingin menikmati momen ini.

Aku suka payudaranya yang aku gencet dengan dadaku. Kami sudah dimabuk asmara, tak peduli lagi dengan batasan saudara kandung. Yang ada hanyalah agar nafsu kami terpuaskan. Aku menusuk sangat dalam, terasa di dalam sana aku menyentuh sesuatu. Dan setiap menyentuh Keisha sedikit menjerit.

“Sakit?” tanyaku.

“Dikit, tapi enak,”jawabnya.

Aku makin cepat menggenjotnya, hingga Keisha pun mengerang lagi. Dia menjepit pinggangku dengan kakinya. Batang kontolku seperti tersiram cairan hangat. Dia orgasme lagi. Aku masih terus mencoba bertahan atas remasan-remasan yang kembali terasa di batangku.

“Kei, boleh kakak entot kamu dari belakang?” tanyaku.

Keisha mengangguk. Aku mencabut batang penisku lebih dulu, kemudian Keisha mulai membalikkan badannya. Setelah Keisha menunggung dan menurunkan kepalanya di bantal, aku kemudian mulai beraksi lagi untuk memasukkan batangku. Kepala kontolku mulai menggelitiki bibir vaginanya. Keisha pun merintih-rintih.

“Kaakk…. Ehhmmmm…,” desahnya.

Perlahan-lahan aku pun memasukkannya. Kepala Keisha terangkat, karena terkejut. Lagi-lagi lubang vaginanya ditembus oleh penisku. Kupegangi pantatnya sambil kuremas-remas gemas. Setelah itu kugerakkan pinggulku maju mundur. Sensasinya masih sama, nikmat dan sempit.

Pergenjotan pun terjadi lagi. Kali ini aku yang sudah tak kuasa lagi. Keisha mungkin menyadarinya karena gerakanku mulai cepat dan lebih menusuk.

“Kei, kakak udah nggak kuat, ini terlalu enak..,” kataku.

“Iya, kak. Aku juga udah kepingin pipis lagi,” katanya, “ohh…. Mentok…. Aahhh…ooohh….ehhmmm”

“Kei…. Maaf ya, tapi kakak nggak tahan,” kataku. Dan sodokan terakhir itu aku benamkan sedalam-dalamnya batangku.

Semburan demi semburan cairan kenikmatan keluar dari penisku yang keras. Beberapa kali penisku berkedut membuat sensasi geli-geli nikmat kepada tubuh Keisha. Dia juga orgasme. Terasa sekali batang penisku disembur cairan hangat. Aku tarik tubuh Keisha agar lebih mendekat kepadaku sambil kusemprotkan sisa-sisa spermaku ke dalam rahimnya.

Shit! Itu artinya aku menanam benih di rahim adikku. Ah, sudahlah. Aku tak mau memikirkannya sekarang. Yang penting kita sama-sama nikmat. Aku pun ambruk menindih tubuh adikku dengan penisku masih tertancap di dalam vaginanya.

Setelah penisku tenang, benda itu pun menyusut dan keluar dengan sendirinya. Aku bergerak menyamping setelah itu terlelap dengan peluh membasahi keningku. Keisha mengggeser badannya, lalu memelukku. Kami pun tertidur malam itu dengan kepuasan. Perlahan-lahan aku menarik selimut untuk menutupi tubuh kami berdua.

What a damn night.

* * *​
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd