Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Tentang Sebuah Rasa

CHAPTER IV

Cinta salah orang


Hana Makaira Sutanto 30 tahun, di usianya yang sudah sangat matang seharusnya dia tidak perlu kuatir dengan kondisi terburuk pun seperti yang dia alami sekarang ini, karena karir dan sekolahnya sudah sangat cukup.

Hanya saja, kebobolan dengan cara yang tidak enak ini membuat semua jadi berantakan. Hubungannya dengan Airlangga Sanjaya yang kini berusia 31 tahun, sendiri sudah berjalan lama semenjak dia kuliah di Australia pertama kali dia mengambil Bachelor degreenya.

Keluarga Airlangga meski tinggal di Jakarta, tapi mereka punya bisnis juga di Australia di bidang property, makanya dia tinggal di Australia lebih seringnya. Hubungan mereka sudah terjalin lama, tetapi mindset ala baratnya Airlangga ini membuat dia seperti enggan untuk menikah, ditambah lagi keluarganya kurang menyetujui hubungannya dengan Hana. Latar belakang orangtua Hana yang dianggap tidak jelas, meski sudah jadi pengusaha sukses, tetap dianggap masih dibawah level bisnis dan dearjat orangtuanya Airlangga.

Setelah Hana menyelesaikan S1nya, dia kembali ke Jakarta, dan hubungan mereka tetap berjalan, dan kadang Airlangga yang ke Jakarta, atau mereka bertemu di Bali, atau Hana yang ke Sidney menyusul Airlangga.

Seringnya Hana berpergian, membuat Irwan menegurnya karena tentu Irwan tidak ingin anaknya memboroskan uang hanya untuk hal-hal yang dirasanya kurang penting. Apalagi dia calon penerusnya di tampuk pimpinan kelak di perusahaan. Hana sendiri menjabat sebagai General Manager untuk Procurement dan Purchasing Division.

Untuk mengakali supaya Papinya tidak marah, Hana lalu mengajukan untuk mengambil s2 di Australia, ini dimaksud supaya dia punya alasan untuk tinggal lama di Australia. Dan meski Irwan kurang setuju, tapi Laura mengijinkan dengan alasan pendidikan juga sangat penting untuk anaknya nanti memegang perusahaan mereka.

Dan Hana sama seperti Airlangga sebetulnya. Lahir dengan kondisi anak orang ada, makanya hura hura dan senang-senang sudah menjadi bagian hidup mereka. Karena uang bukan masalah bagi mereka berdua, dan kehidupan bebas mereka akhirnya berakhir.

Hana hamil.

Hana tidak menyangka jika Airlangga enggan menikahinya meski dia sudah hamil. Alasan Airlangga ialah banyak di komunitas mereka memiliki anak tanpa menikah. Mungkin jika hanya mereka dan komunitas mereka, itu fine-fine saja buat Hana, tapi dia terlahir dari keluarga yang sangat berbeda dan bagi keluarganya tidak ada kamus hamil diluar nikah, jika itu kejadian maka harus tanggung jawab.

Airlangga yang kemudian tidak mengacuhkin dirinya, malah meminta agar kandungannya digugurkan. Namun dokter menyarankan agar jangan digugurkan, karena saat dia tahu hamil itu kondisinya sudah 3 bulan usianya, dan itu beresiko menurut dokter.

Pusing dengan perilaku Airlangga, keluarganya yang juga melemparkan tanggung jawab itu ke dia dan Airlangga, membuat Hana kecewa. Untung kuliahnya sudah selesai, sehingga dia tidak terbebani lagi dengan kuliahnya.

Jalan satu-satunya ialah berterus terang ke maminya dan papinya, meski mereka akan marah besar dan mungkin saja dia diusir, tapi dia memilih melaporkan dan menceritakan itu ke Mami dan Papi, karena dia sudah bingung harus kemana lagi dia mengadu dan mencari jalan keluarnya.

Dan seperti yang dia duga, Papi marah besar.

Menggugurkan pasti tidak bisa lagi, tapi meminta Airlangga bertanggung jawab bahkan hingga anak ini lahir saja pun Airlangga menolak. Opsi dia hanyalah tinggal bersama tanpa pernikahan, atau dia akn menafkahi anak itu, tanpa harus ada kewajiban menikahi Hana.

Bagi Airlangga, dengan Hana memang ada cinta, tapi seks dan hura-hura lah yang dia inginkan dari Hana, dia tidak ingin terikat dengan pernikahan. Jika Hana memaksanya, dia memilih untuk tidak melanjutkan hubungan mereka.

Dan itu membuat Irwan semakin marah, dia merasa dilecehkan sebagai orang tua saat orangtua Airlangga pun tidak ingin bertemu untuk membahas masalah anak mereka. Setiap telpon dan undangan bertemu hanya dijawab oleh personal assistannya dia yang mengatakan bahwa urusan anaknya di tidak ikut campur.

Padahal yang di perut Hana ini adalah cucu mereka juga. Sebagai sesama pengusaha, dan sebagai orangtua, Irwan merasa harga dirinya diinjak. Dia pun kini marah dan memutuskan tidak akan berkomunikasi dengan Teddy Sanjaya dan keluarganya.

Hana merasa bingung dan kalut, dia jadi tidak punya pilhan apa-apa selain mengikuti apa yang menjadi arahan papi dan maminya. Melahirkan anak tanpa ayah? Apa kata orang? Bagaimana anak buahnya dia dikantor melihatnya. Ini Indonesia yang kultur budayanya beda dengan luar negeri seperti Australia.

“kamu diam saja, Papi lagi usahakan untuk setidaknya ada suami buat kamu hingga kamu lahiran...”

Ujar Maminya.

Hana hanya diam saja, dia mengurung diri di kamar, semua kerjaan dia malas untuk sentuh, dia lebih suka tiduran dan dan tiduran, dia keluar rumah apalagi ke kantor membuat dia merasa insecure jadinya. Kamarnya adalah tempat terbaik saat ini.

Dan siang ini Mami membawa berita yang dia bingung dan tidak tahu harus berbuat apa

“ Papi minta Ken untuk menikahi kamu, setidaknya sampai bayi itu lahir”

Hana terkejut bukan kepalang. Dia mengenal Ken karena menurut Papi mereka seperti sepupuan. Dia juga kenal Heru dan Inka, yang suka dipanggilnya Papa Heru dan Mama Inka, karena menurut Papi mereka sudah seperti saudara dekat.

Ken juga sering nginap dirumahnya, juga Heru dan Inka jika ke Jakarta, namun dia sama sekali tidak dekat dengan Ken. Mereka hanya bicara sepintasan saja. Baginya Ken adalah tipikal cowok Kamseupay, dan hanya karena perintah Papi saja dia menghargainya.

“ngga ada yang lain. Please????” ungkap Hana

“Cuma buat selamatin muka kita...terutama muka kamu....” ujar Maminya

“iya tapi kenapa harus dia sih?”

“trus siapa?? Ada teman kamu yang mau nikahin kamu tanpa ada apa-apanya? Belum lagi resiko dibocorin kemana mana??”

Hana terdiam seketika mendengar ucapan Maminya

“lagipula inipun kalo dia mau....”

Oh jadi belum deal? Pasti maulah cowok kampungan itu. Pikir Hana, mana nolak dia rejeki nomplok seperti ini.

Dia ingat sekali terakhir bertemu sekitar 6 tahun yang lalu saat dia baru kembali dari Australia. Kampungan gayanya kalau menurut Hana, apalagi kuliahnya di Seni rupa dan desain, bukan jurusan cowok deh. Ampun deh ini, apa ngga ada yang lain sampai harus minta dia.

Tapi pikir dia lagi, toh masih belum pasti, dan jika pun jadi, ini kan pernikahan bohongan agar bisa menutupi malu dirinya, terutama keluarganya. Dia juga berpikir bahwa kekasihnya yang diharapkan malah seperti ayam sayur kabur dan tidak mau bertanggungjwab.

********************

Ken hanya bisa mematung saat selesai menerima telpon panjang lewat zoom dengan Papa dan Mama. Dia tidak menyangka akan dimintain tolong separah ini, sesuatu yang jauh sekali dari pikirannya malah, dan Mama dan Papa telpon dia untuk itu.

Rumah kontrakan kecilnya ini serasa makin sumpek dirasa oleh Ken....

“papi Irwan secara khusus minta tolong Mas.... Papa dan Mama ngga bisa maksain kamu....semua balik ke kamu....” ucapan Papa di sela obrolan panjang mereka

Dia bingung seketika

Irwan adalah sosok yang sangat baik kepadanya. Dia yang membiayai sekolahnya, sosok yang ramah dan nyaris tidak pernah marah, saat dia wisuda bahkan Irwan sampai membooking rumah makan di Bandung untuk merayakannya bersama Papa dan Mama serta keluarga mereka.

Meski Mami Laura yang dia suka panggil tante agak jutek dan jarang meengurnya, dia tetap memandang Papi Irwan, makanya meski kurang diterima, Ken selama ini selalu berusaha untuk datang kerumah mewah mereka, untuk selalu menjaga silahturahmi.

Dia itu orangtua kamu, ngga usah lihat Tante Laura dan anak-anaknya, lihat Papimu saja. Demikian pesan Papa dan mamanya selama ini. Memang beda jauh sikap Irwan dengan sikap Laura, apalagi anaknya yang bernama Hana, sombongnya luar biasa.

Ketemu negur saja jarang, memandangnya selalu sebelah mata.

Ngga usah dipikirin, mereka tidak tahu perjuangan papa dan papimu Irwan itu dulu, selalu itu yang jadi pesan Papa ke dirinya, jika dia suka malas datang ke rumah mereka, apalagi saat libur panjang. Meski di rumah sana dia tidak ngapa-ngapain, tapi tingal dengan orang yang suka emmandang remeh orang lain meemnag menyebalkan.

Perilaku Hana, adiknya Shuji dan Maminya hampir mirip semua, sombong dan jarang menegur orang, hanya si bontot Gina yang ramah dan suka menegurnya. Dia benar-benar kayak Papi Irwan kelakuannya, manjanya ke Mama di Banyuwangi juga lain dia.

“mereka minta hanya hingga anak lahir, setelah itu kamu boleh cerai...”

Gila... menikah kayak mainan aja buat mereka.

“papimu itu menjaga sekali nama baik, dia juga sekarang sudah aktif di kegiatan amal dan mulai melayani, jadi memang begitulah.....”

“kamu ngga usah sungkan, jika keberatan, Mama ngga mau menekan anak Mama juga....”

Ken benar-benar dibuat bingung.

Dia bisa memahami kondisi Papi Irwan yang kebingungan, masalah harga diri dan malunya pasti luar biasa pertaruhannya. Tapi kenapa tidak cari orang lain? Kenapa ngga cari aktor sewaan aja sih?

“mereka takut jika nanti terbongkar...kalo sama kamu kan mungkin lebih aman rahasianya....”

Papa dan Mama memang tidak memaksanya, tidak menekannya. Dia pun bisa saja menolak, toh tidak ada beban baginya untuk menolak sebenaranya. Tapi dia kembali teringat Papi Irwan, bahkan sampai datang ke Banyuwangi, bertengkar di depan Papa dan Mama dengan istrinya, sambil menangis memohon ke Papa dan mama, rasanya dilematis sekali bagi dirinya untuk menolak atau menerimanya.

Menikah bagi dirinya hanya sekali dan seumur hidup. Dia hingga saat ini menjalani hubungan hanya sebatas pertemanan tanpa ada ikatan, dan dia menikmati itu, karena baginya pernikahan itu agaung dan tidak boleh dipermainkan.

Lalu muncul ide seperti ini? Apa yang harus dia putuskan? Baginya ini memutuskan ini sangatlah tidak mudah dan semua pilihan beresiko.

Apa iya harus jadi duda nantinya? Menikah tanpa cinta lalu bercerai, anak itu khan meski bukan hasil dari dia tetap saja lahir dari pernikahan resminya dia. Tidak mungkin hanya resepsi, pasti akan ada pemberkatan dan bahkan catatan sipil.

Hadeh, mau pecah kepala Ken.
Tipe hana perlu diberi pelajaran biar tdk angkuh
 
CHAPTER XII

Kegilaan dalam sebuah pernikahan


“kamu dari mana?” tanya Irwan ke Hana, saat dia masuk dan tanpa dia sangka Irwan sedang di ruang keluarga.

“dari ketemu Gaby tadi...” kilah Hana

“sampe jam segini?” jam memang sudah jam 00.50 atau sepuluh menit lagi jam 1 pagi.

“yah ngga apa-apa khan Pi..... namanya juga ketemu teman....”

“iya ngga apa2.... tapi kamu mikir ngga kandungan kamu yang sudah semakin membesar?”

Hana merasa papinya belakangan ini suka mencari cari kesalahannya, baik dirumah maupun di kantor.

“papi kenapa sih belakangan ini kayaknya suka cari kesalahan aku?” agak kesal nadanya.

“ kesalahan kamu?”

“iyalah, aku kayak anak kecil aja.....”

Irwan gusar melihat gaya Hana seperti ini

“ kalo kamu merasa dewasa tunjukan ke papi gimana dewasanya kamu....”

Hana tidak mengerti akan apa maunya Irwan.

“ kamu itu datang ke kantor sudah siang, semua menunggu tanda tangan kamu dan approval kamu sampe bertumpuk.... pulang ke rumah malam.... kondisi lagi hamil.... dimana dewasanya kamu?”

“salahnya dimana sih Pak? Aku khan bukan staff yang harus 8 to 5 waktunya.....”

“ampun deh kamu yah.....hidup suka suka hati kamu....dewasa tapi ngga dewasa dewasa kamu...”

“ya lagian papi ngapain sih masih ngurusin juga.....??”

Irwan kembali diuji kesabaran oleh putri tertuanya ini. Di kantor saja dia banyak menerima keluhan yang tersirat dari staff-staff dan sesama direksi dengan kelakuan anaknya yang tidak mencerminkan kedewasaan seorang calon pemimpin.

“jadi ngga mau diurusin kamunya? mau suka-suka hati?”

Ada nanda ancaman sepertinya di nada Irwan

“di kantor, kamu masih bawahan papi...disini kamu numpang di rumah Papi... kalau masih belum bisa mandiri harus ikut aturan Papi....jangan seenak enaknya kamu....”

Hana terdiam

“beresin kerjaan kamu.... jaga kandungan kamu....dan satu lagi, papi tidak akan sign approval jika kredit card kamu lebih dari batas pemakaian normal kamu, atau ngga akan papi tutup....” ancam Irwan

“selama kamu ngga bisa atur diri kamu, jangan harap Papi akan kasih tanggung jawab besar buat kamu...”

Irwan segera naik ke kamarnya, meninggalkan Hana yang mangkel hatinya karena semua berjalan tidak sesuai dengan keinginannya. Dia merasa bahwa kerjaan dia oke saja, dan rasanya wajar jika dia masih nongkrong dengan teman-temannya, masalah dia datang telat rasanya wajar sebagai anak pemilik perusahaan dan juga sebagai general manager. Kenapa juga Papi mempermasalahkannya?

Sedangkan Irwan merasakan kekecewaan yang sangat besar untuk Hana. Rasa tanggungjawabnya yang kurang dan hobbinya hura-hura dan belanja yang aneh-aneh, sementara pekerjaannya malah seperti dibiarkan terbengkalai dan tidak ada rasa memiliki. Dia merasa dirinya dan Laura terlalu memanjakan Hana dari jaman kecil, masa kecilnya yang susah sepertinya membuat dia trauma dan tidak ingin anaknya mengalami masa yang sama, tanpa dia sadari bahwa inilah yang membuat anaknya malah jadi seperti sekarang, karena semua serba gampang dan mudah. Di usia 30 tahun, diberi jabatan yang instan dan cepat, sekolah yang serba mudah memang bisa diselesaikan oleh Hana, tapi tanggungjawab dan sikap hura huranya masih tidak hilang, kehamilannya malah membuat dia seperti harus dimaklumkan dan dimengerti apa maunya dia.


*********************

Ruangan tunggu dokter kandungan sore hari ini masih sedikit lengang, biasanya sebentar lagi pasti ramai ungkap suster yang jaga di depan ruang prakteknya. Untuk pertama kalinya setelah 7 bulan kehamilan Hana dan kurang lebih 3 bulanan mereka menikah, Ken akhirnya hari ini menemani istrinya untuk kontrol dan cek up.

Konyol rasanya memang.

Ini karena kedatangan para Pelayan sebuah Ministry yang sering disupport juga oleh Irwan, saat ke rumah dan ikut mendoakan Hana yang sedang hamil, mereka bertanya tentang suaminya yang mereka lihat di pernikahan tapi sampai sekarang tidak mereka lihat lagi, meski saat mereka datang itu hari sabtu atau minggu di setiap acara doa rutin ke rumah Irwan.

Hal ini memicu Irwan untuk memanggil Ken dan berbicara dengan mereka berdua secara pribadi.

“ papi sering ditanya masalah kalian berdua....dan kalian berdua tahu bahwa Papi dan mami sekarang aktif juga dalam pelayanan.... dan kamu Hana, kamu bisa lihat bagaimana baiknya Tuhan buat kita semua dalam tahun-tahun terakhir ini.... usaha kita maju pesat, bahkan dalam waktu dekat kita sudah pesan 4 set lagi tug and barge.... jadi jangan buat apa yang sudah jadi berkat kita ini diambil lagi oleh karena tingkah aneh kalian berdua.....”

Hana yang merasa disudutkan lalu bicara

“khan memang ini pernikahan hanya status aja, Pi...”

“ya status..... tapi tetap saja ini pernikahan dan itu sah dimata negara dan gereja....”

Hana dan Ken jadi bingung dengan maunya Irwan

“kalian hormati pernikahan kalian selama kalian masih terikat dalam ikatan itu” tandas Irwan lagi

“ Dan ingat, pernikahan ini bukan berarti kalian jadi bebas dan liar.... Papi ngga mau turut campur, tapi kalian berdua dewasa dan bisa bersikap manis, maka papi akan diam....tapi kalau kalian berdua bertindak suka hati dan ngga ada aturan, papi harus bicara....” ujar dia lagi

“orang-orang itu bicara ke Papi dan mami, bukan ke kalian....dan itu ngga enak dikuping....”

Hana terdiam, dia memang tahu persis tingkah lakunya banyak diprotes sama Papi dan bahkan Mami, meski dia ngga terima karena diperlakukan seperti anak kecil, namun saat ini pilihan terbaik baginya ialah mengikuti apa yang sduah orangtuanya inginkan. Kakinya dan pondasinya masih belum memungkinkan dia untuk bisa berbuat banyak.

Saat Hana sedang bersiap untuk ke dokter, Irwan lalu menegur Ken

“kamu punya pacar?”

Ken menggelengkan kepalanya

“ada yang kasih tau papi kamu jalan dengan wanita lain....”

Ken bagaikan disengat listrik mendengarnya. Pasti ada memergokinya dengan Mira, makanya melaporkan ke Papi

“ itu masalah pribadi kamu sebenarnya.... tapi saran papi agar kamu menahan diri.... setidaknya hingga pernikahan ini usai dan anak Hana lahir....”

Ucapan Irwan membuat Ken tertunduk

“papi ngga enak dengarnya ada yang cerita....” sambil menepuk bahu Ken

Ken menganggukan kepalanya.

“rumah kamu sudah selesai direnovasi?”

“sudah kamu tempati?”

“belum Pih...”

“sudah didoakan?”

“belum juga Pi...”

“papi minta tim doa untuk doakan kesana yah....”

Ken selalu punya rasa hormat yang tinggi untuk orangtuanya ini, sama seperti ke papanya sendiri, ke Irwan pun dia sangat menghormati, baginya Irwan adalah sosok yang penuh tanggungjawab, berhasil dalam usaha dan sangat mencintai keluarganya, panutan baginya.

“ibu Hana Makaira” teriak suster yang jaga

Hana yang duduk di bangku tunggu sebelahnya Ken segera berdiri dan masuk keruangan periksa

“halo Bu Hana..”

“halo dok...”

“”kita USG yah biar dilihat kondisi bayinya....”

“Iya dok....”

Suster asistennya dokter lalu mempersiapkan peralatan dan juga menggeser tirai tempat tidur pasien, agar Hana bisa berbaring disitu

“sendiri?”

Hana bingung menjawabnya

“ama suami...”

“oh...akhirnya... panggil dong biar dia lihat anaknya...”

Hana makin bingung...

“biar aja dok...lagi didepan sih duduk dia..”

“panggil saja.....biar dia tahu gimana sulitnya seorang ibu...biar dia lihat juga anaknya di dalam perut ibunya...”

Anaknya? Hana ingin tertawa dalam hatinya

“ panggil sus....” ujar dokter

“suaminya Ibu Hana...” teriak suster dari depan pintu

Ken kaget, meski dia asing dengan panggilan tersebut tapi dia segera sadar. Dia lalu bangun dari duduknya dan kemudian merapat ke ruangan pemeriksaan.

“halo...saya dr. Hermawan....” sapa sang dokter

“halo Dok...saya Ken...”

“nah gitu dong, dampingi istrinya kalau lagi pemeriksaan seperti ini yah...” tutur dokter

“jangan bikinnya aja bareng, periksanya juga harus bareng....”

Shit, kata Ken dalam hatinya. Bukan perbuatan saya dok, ucap ken dalam hati.

“kita periksa bayinya yah....”

Baju Hana diangkat keatas, dan karena dia memakai celana karet, ditrurnkan sedikit kebawah. Ini pertama kalinya Ken melihat perut istrinya. Untungnya dokter tidak membaca raut wajah suami istri ini, malah dia sibuk mengolesi perut Hana dengan gel agar memudahkan proses ultrasonografinya.

Perut mulus Hana nampak membesar dan urat-urat merah, hijau dan biru terlihat membentang di seluruh perutnya, mungkin demikian jika wanita sedang hami, semua kulit perutnya jadi tertarik dengan membesarnya perutnya dia.

“normal yah....kepalanya dibawah, posisinya bagus kok....bokongnya diatas situ...” terang dokter sambil mengarahkan alat perekam USG di perut dan membaca hasilnya di monitor.

“ ini kehamilannya sudah 7 mau kedelapan yah...30 mingguan....sekitar 9 minggu lagi lahiran... bobotnya 1 kilo 4 ons” terangnya lagi..

“ini denyut jantungnya...” suara detak jantung bayi terdengar

“itu sekilas yah mukanya terlihat....diliputi ari-arinya....”

“itu wajahnya...mata dan hidungnya......”

Lalu.....

“cewe yah....hehehehe....kelihatan kelaminnya tuh....” ujar dokter lagi

“kayaknya sehat semuanya....”

Perut Hana lalu dilap dengan tisu, dia menurunkan bajunya kembali, lalu bangun dan duduk di depan dokter

“ nanti sudah bisa disiapkan calon namanya yah.... cewek anak bapak dan ibu....” ujar dokter lagi

“makan silahkan apa saja, tapi kalo bisa seafood kayak kepiting, tuna agak dikurangin jangan banyak banyak”

“hidup sehat yah....jangan merokok atau minum alkohol... biar bayinya sehat....”

Hana hanya tersenyum

“kaki saya kok kayak bengkak yah, dok..”

“normal kok, yang penting kandungan kalium dijaga tetap bagus, dan badan tetap terhidrasi dengan baik.... suami boleh lah pijit2 kaki istrinya.... khan ini harus jadi bahagia bersama dan menderitanya juga sama2....demi anak kok....” senyum lebar dokter Hermawan

“nanti dari sini bisa lihat-lihat ruang bersalinnya....biar familiar karena ini khan persalinan pertama, jadi sebaiknya boleh dicek dulu yah....” nasehat dokternya lagi.

Mereka lalu pamitan, Ken membayar tagihan check up hari ini, lalu turun dengan lift ke lobby. Ken mengambil mobil yang diparkir, dan kemudian menjemput Hana. Melihat Hana agak kesulitan naik, mau tidak mau dia turun dan membantu Hana agar bisa naik ke mobil, maklum pajero Shuji ini lumayan tinggi untuk dinaiki oleh ibu hamil.

Hana sendiri belum memutuskan untuk cuti, dan setiap harinya dia menggunakan sopir Laura untuk antar jemput dia ke kantor. Atau kemana dia maunya pergi. Badannya yang sakit-sakitan karena usian kehamilan yang semakin emmbesar membuat dia sedikit membatasi nongrong malamnya dengan teman-temannya. Ditambah lagi Irwan yang agak keras terhadapnya selama belakangan ini, Hana jadi lebih banyak menuruti apa kata papinya.

Sepanjang jalan mereka ibarat sedang bermusuhan, tidak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut mereka masing-masing, dari rumah sakit hingga tiba di rumah. Dan setiba di rumah, Irwan dan Laura sudah menunggu mereka.

“sebaiknya kamu tinggal dengan suami kamu, Hana....” usul Irwan

Hana kaget bukan kepalang mendengar usulan itu

“ngga ah Pi.... khan kita nikahnya juga cuma pura2 kok....kenapa harus tinggal bareng?”

Irwan kali ini tidak membalas emosi anaknya

“kalian sudah resmi menikah....sebaiknya tinggal bersama.... lagian kehamilan kamu sudah semakin mendekati bulannya.... Ken harus bantuin kamu...”

Alasan yang aneh dari Papinya membuat dia meradang

“ngga mau aku pokoknya.... nikahnya dipaksa... sekarang masa aku dipaksa harus tinggal bareng juga...”

Laura dan Ken hanya terdiam mendengar percikan pertengkaran anak dan ayah itu

“kamu dengar baik-baik dulu...” suara Irwan tetap merendah

“ kalian itu jadi pertanyaan banyak orang selama ini.... papi dan mami ditanya sama teman-teman pelayanan, ke gereja nga pernah bareng, mereka kesini ngga pernah lihat kalian berdua... “

“ kecuali kamu mau hidup sendiri tanpa ada orang lain...silahkan saja... “ sambung Irwan lagi

“ya sudah, dia aja suruh pindah kesini... banyak kamar kosong itu...”

Ken hanya tersenyum mendengarnya. Dari awal Irwan sudah tahu kalau Ken tidak akan mau tinggal disini.

“ aku ngga mau pokoknya pindah dan tinggal dengan dia....” ujar Hana sambil berdiri dan masuk ke kamarnya

Ken lalu pamit dari rumah Irwan, dia mncium tangan Irwan dan Laura lalu berpamitan

“kamu yang sabar yah....” bisik Irwan ke Ken


********************


“gila ngga...masa gue disuruh tinggal ama dia? Udak pikun kali otaknya dia....” ujar Hana lewat telpon ke Gaby

“lah, khan bagus lu tinggal ama dia...”

“ngga ah...ntar dipake lagi gue...”

“hahahha...dipake juga lu bininya kok....”

“ngga ah....dekat dia aja gue mual....”

“mual-mual tapi bolak balik juga lu ke rumah sakit ama dia”

“terpaksa.....”

Tawa kembali berderai

“saran gue sih pindah aja tinggal ama dia...”

“kok gitu?”

“bokap lu kira-kira gimana ama dia?”

“buset....sayang banget ama dia....lebih sayang ke dia kali dibanding ama gue anaknya sendiri....”

“nah.... justru itu....”

“aneh lu ah....”

“lu dengar dulu... lu sekarang khan kemana mana dipantau kan?”

“iye...”

“lu tinggal ama dia ngga mungkin bokap pantau lu kan?”

“ngga tau deh”

“dia juga pasti kan baik ama lu....maksdud gue ngga akan aneh2 khan ama lu jika lu tinggal ama dia?”

“sejauh ini sih dia oke2 aja....ngga berani macam-macam...manggil gue kakak malah...”

“nah...itu...kalo lu disana khan lu bebas.... yg penting lu bikin perjanjian ama dia...dan dia khan ngga akan lapor ke bokap lu... dia juga khan pengen segera selesai pernikahan lu ini....”

Saran Gaby dipikir pikir oleh Hana ada betulnya juga....

Papi pasti percaya 100 persen jika dia disana, dan ngga akan ditungguin malam-malam, atau diomelin, yang penting dia pastikan Ken setuju, dan dia yakin Ken juga ingin segera mengakhiri pernikahan ini segera anaknya lahir. Bagus juga sih idenya, kok ngga kepikiran yah, pikir Hana.

Papi pasti percaya karena dia tinggal dengan Ken, dan dia bisa kemana mana tanpa harus takut papi cegat dia malam-malam. Tinggal sendiri akan berat buat dia, apalagi tanpa bantuan fasilitas dari Papi dan Mami, meski gajinya dia sudah termasuk besar, pengeluarannya dia sangat besar tiap bulan dan masih dibantu supply dari Papi dan Mami.


*****************

Ken sendiri setelah menerima bantuan dari Irwan lewat Menara Ventura, dengan cepat bergerak memanfaatkan bantuan tersebut dengan membangun lini usahanya agar semakin berkembang dengan pesat.

Gudang dengan luas 750 m2 itu disewanya dengan durasi 3 tahun. Kondisi gudang yang bobrok membuat dia mendapat harga yang sangat terjangkau, dengan syarat dia sendiri yang merapihkan dan membuat interiornya. Harga normal diangka 125-150 juta pertahun berhasil dinegosiasikan hanya diangka 85 juta pertahun, namun semua perbaikan dan renovasi ditanggung oleh Ken.

Bagian depan direnovasi total menjadi galeri dan kantornya, disampingnya dia membuka cafe dan tempat nongkrong berkolaborasi dengan sahabtanya sesama pegiat seni dari Bandung, lalu bagian belakangnya dirombak menjadi workshop dan perakitan setiap pesanan yang masuk.

Alat-alat dan perlangkapan yang semakin besar dan lebih modern mambuat dia kini mulai memperluas pasarnya, ditambah dengan berdirinya galerinya seakan semakin bersemangat bagi Ken untuk berkreasi. Dia semakin rajin dan membara kreatifitasnya kali ini.

Macam-macam karya uniknya kini banyak dipajang di galerinya, mulai dari lampu meja, gantungan pakainan, hingga tempat tidur, kursi, meja dan juga pesanan untuk lemari bahkan pesanan perkantoran atau rumah pribadi. Perlengkapan makin banyak, karyawan juga ditambah, dan kini dia Ken makin mengibarkan namanya DeKenz Gallery, secara masif ke semua platform medsos dan komuntas interior design.

Rumahnya juga sudah selesai direnovasi. Layaknya orang seni, dia kali ini membuat kesan industrialis dan menyatu dengan alam untuk konsep rumahnya. Rumah tua yang tadinya terbengkalai kini sudah selesai dikerjakan dengan sangat cepat oleh tukangnya yang memang handal. Konsep industrialis membuat pengerjaannya juga tidak memakan waktu lama. Ken menghabiskan uang tabungannya yang tadinya dia kumpulkan untuk membeli lahan atau gudang untuk galerinya, dialihkan semua kesini.

4 kamar ditambah 2 kamar pembantu di lantai roof topnya, kini sudah siap untuk ditempati. Rumah untuk ditempati lama, makanya Ken membangunnya dengan tidak tanggung-tanggung, lahan sebsar 120 m2 itu dimanfaatkan dengan baik.

Saat Irwan meminta untuk mengirimkan tim doa ke rumahnya, dia dengan senang hati menerima, sekalian ada acara syukuran kecil-kecilan, dia meminta Papa, Mamah dan Ayu untuk datang juga, baginya cukup keluarga.

Ternyata Irwan juga ikut hadir dengan tim doanya, untung istrinya tidak ikut. Sehingga acara doa dan reuni keluarga itu tidak terganggu dengan muka masamnya Laura. Irwan sangat gembira melihat abangnya ternyata ada, dia memeluk abangnya dengan penuh kerinduan.

Irwan kagum melihat rumah Ken, dia suka penataannya dan konsepnya. Meski rumah dia sendiri seperti istana besarnya. Kebanggaan dia terhadap Ken memang tidak pernah salah, anak ini tidak pernah mengecewakan orangtuanya.

“Ajak Hana tinggal disini..... dia istri kamu....” bisik Irwan yang hanya ditanggapi dengan senyuman oleh Ken.


**********************


“halo...”

Ken kaget karena untuk pertama kalinya dalam sejarah, Hana menelponnya.

Sejumlah syarat diajukan olehnya jika dia mau pindah
  • Tidur sendiri dan kamarnya harus ada kamar mandi pribadi, kasurnya dia yang bawah sendiri
  • Dia butuh privasi dan tidak ingin diganggu oleh siapapun jika dia di kamarnya
  • Koneksi internetnya harus bagus dan stabil karena dia ingin kerja dari rumah menjelang lahiran
  • Dia harus disediakan pembantu untuk memasak dan pekerjaan rumah lain dan dia tidak akan mengerjakan pekerjaan rumahan sama sekali
  • Dia bebas keluar tanpa dihalangi oleh siapapun, termasuk bebas menerima tamu atau kawannya jika datang.
Ken dengan santainya mengiyakan. Bagi Ken hal ini cuma berlangsung beberapa bulan saja dan setelah bayi lahir Hana segera bercerai dan pindah dari rumahnya.

Dan beberapa hari kemudian mobil box besar datang dan parkir di rumah Ken, mulai dari kasur hingga beeberapa perlengkapan dan baju-bajunya Hana ikut diangkut dari Kemang ke rumah Ken yang baru ini, bahkan salah satu pembantu di rumah Irwan juga ditugaskan untuk membantu Hana disana.

Akhirnya rumah baru Ken lengkap berpenghuni, Hana tidur di kamar tamu di lantai 1, Ken di kamar utama di lantai 2, dan Siti pembantunya Hana di lantai 3. Dan seperti yang sudah ada dalam perjanjian, Ken cuek dan tidak perduli dengan Hana, baginya Hana tidak lebih dari sekedar menumpang di rumahnya.

Hana pulang jam berapa bukan urusan dia, dia sibuk dengan galerinya, pekerjaannya dia, dan jika dia agak santai, dia menghabiskan waktunya dengan Mira di kost an Mira. Hanya saja dia tidak bilang ke Mira jika Hana kini tinggal bersamanya, dia memilih menyimpan itu untuk tidak disampaikan ke Mira.
Parah ni Ken...lebay banget...jadi laki2 dong...jngn bego begitu
 
Thanks untuk kritikan dan masukannya Suhu....

hamba sangatlah tidak imun dan tidak alergi terhadap kritikan, atau masukan terhadap tulisan hamba.... karena itu adalah bagian dari membangun dan membantu hamba agar lebih baik dalam menulis lagi.... makanya hamba berterima kasih banyak untuk Suhu......

namun hamba rasa mari kita letakan kritik itu secara proporsional.... namanya cerita khan bentuk imajinasi seseorang yang tidak dibatasi dan kemudian dituangkan dalam suatu karya....

hamba akan sangat senang jika suhu bisa direct dalam mengkritik isi ceritanya.... jika seperti komen diatas bagi hamba itu seperti menganalogikan sebuah sarkasme dibalik "pujian"

ujungnya, hamba sangat menyarankan agar suhu suhu sekalian bisa menikmati karya hamba yang sederhana ini.... jika muak dan tidak suka,,, no one will stop you to quit from this thread.....


Nuhun yah.....
Karyax sangat bagus...cm Penempatan karakter Ken yg sepx perlu di ubah bro....
 
Saya —dan juga pembaca lainnya, masih menunggu akan dibawa kemana cerita Ken, Hana, dan Mira ini. Semoga suhu @Elkintong diberi kesehatan untuk segera menuntaskan cerita yang keren ini.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd