Pilotku Pulang
Keesokan hari suamiku pulang setelah seminggu terbang. Gempi belari-lari dan melompat ke pelukannya saking kangen. Dia sering melakukan itu sejak kecil. “Papa pulang!”
“Oleh-oleh mana oleh-olehnya…..,” tanyanya dengan manja.
“Mana ya???”
“Heei, Gempi, biarkan papamu masuk dulu atuh. Kasih duduk, bawain minum,” kataku.
Gempi turun dari papanya, dan langsung menariknya untuk duduk sambil berlari. Setelah itu ia i melesat ke dapur. Suaranya gasrak-gusruk dan Currrrr! suara air keluar dari dispenser. Kemudian berganti menjadi suara tapak kaki bergegas ke ruang tamu.
“Paaaa minuum…,” ujar Gempi. Ia memberikan segelas air putih dingin di meja. Lalu ia duduk di samping dan nemplok lagi kayak tempelan magnet kulkas. Tidak, tidak, ia lebih mirip cicak di dinding.
Suamiku meneguk air itu dan “Aaaaahhhh… nikmat…”
“Oleh-oleh,” todong gempi lagi.
Suamiku mengeluarkan sebuah kantong plastik berukuran besar. Desainnya terlihat mewah, dengan tulisan dan dekorasi bertinta emas. Terkesan mahal.
“Apa ini pa?” tanya gempi bersemangat. Tak sabar ia keluarkan isinya, sebuah kotak dengan plastik transparan di bagian depan mempertontonkan isinya. Gempi langsung bersorak kegirangan. Sebuah boneka teddy bear coklat sebesar dirinya.
“UUUuu love you papa,” seru Gempi seraya memeluk erat-erat papanya.
“Wah bener kata mama, Gempi masih kecil,” komentar Gio.
“Biarin, weeeekkkk!” balas Gempi.
“Oh ya, pa. Aku kan lagi nulis novel. Butuh observasi tentang pekerjaan seorang pilot di lapangan, boleh gak aku ikut papa?”
“Loh, nanti bagaimana kuliahmu, Gempi,” tanyaku.
“Izin lah ma.”
“Nanti kamu ketinggalan loh,” ujarku keberatan, “Pa jelasin itu ke anakmu.”
Suamiku tersenyum melihat Gempi. Pandangannya seakan tembus jauh ke masa depan.
“Papa tidak keberatan,” ujar suamiku.
“Loh pa?” tanyaku heran.
“Novel adalah masa depan anak kita. Itu adalah tujuan hidupnya. Tentu papa akan support.”
“Horeee….”
“Tapi kamu ikut yang perjalanannya tiga hari aja,” kata papa
“Gak yang seminggu aja,” tawar Gempi.
“Jangan, itu mah jalan-jalan, bukan observasi,” kataku.
“Iya…iya tiga hari…. Padahal observasi sambil jalan-jalan kan bagus,” kata Gempi bersungut-sungut.
“Gio, apa kabar nak?” tanya suamiku.
“Baik pa! Oleh-oleh buatku mana, pa?” tanya Gio.
“Wuuuu masih kecil minta oleh-oleh,” balas Gempi.
Gio hanya balas mencibir.
“Buat kamu, papa kasih…..”
Suamiku memberikan secarik amplop putih.
“Apa ini pa?”
“Baca di kamar, habis itu bakar suratnya.”
Hmmhh… apa isi surat itu. Penasaran juga aku. Kenapa harus dibakar, tentu sesuatu yang rahasia. Tapi aku tak mungkin membacanya.
Setelah kedua anakku masuk kamar. Giliran aku yang gelayutan di suamiku, melepas rindu.
“Oleh-oleh buat aku mana?” tanyaku seperti anak kecil.
“Buat mama ada juga…. Masak papa lupa….”
Suamiku mengeluarkan sebuah bungkusan kado. Gembira hatiku melihat. Tak sabar aku sobek bungkusan itu. Namun melihat isinya, mulutku langsung manyun.
“Ini mah oleh-oleh buat papa,” kataku. Sambil kuangkat lingerie sexy transparan dengan celana dalam dengan sudut-sudut tajam.
“Jadi ini doank yang papa pikirin selama di luar sana?” tanyaku setengah kecewa. Aku berharap ia memberikanku sesuatu yang gimana gitu. Perhiasan maybe.
Papa senyam-seyum. Lalu ia menciumku dan menyingkap rokku. Tangannya menyusuri paha sisi luarku, berakhir dengan remasan pantat.
“No… jangan sentuh mama,” ujarku cemberut.
“Kalau mau kejutan buka celanaku,” bisik suamiku.
“Ih, apa sih? Kejutan apa, kalau itu mah kan mama dah sering lihat.”
“Just do it, honey,” bujuk suamiku.
Aku menuruti kemauannya. Kubuka gesper dan celana dinasnya. Pelan-pelan kutarik tepian CDnya. Wow! Kaget aku melihat isinya. Ada sebuah kalung emas yang melilit di batangnya. Di ujungnya terdapat sebuah liontin hati emas.
Aku mengambil kalung itu. “Indah pa,” pujiku mengagumi hadiah dari suamiku.
Suamiku mengambil kalung itu dan memakaikannya ke leherku.
“Si papa ih aneh-aneh aja, ditaruhnya di situ.”
“Ma…. Sudah gak sabar…,” rajuknya. Suamiku menyibak rokku, sampai nampak celana dalamku. Matanya berbinar melihat kemaluanku.
“Iya…. papa bersih-bersih dulu…. Mandi… makan malam, nanti mama kasih pegang sepuas papa.”
“Sekarang….” Suamiku sampirkan celana dalamku dan jempolnya mengelus-elus anuku. Sudah lama gak pegang ini mama…”
“Jangan di sini papa, takut kelihatan anak-anak.””
“Iya sebentar saja…,” kata suamiku. Karena dia bilang sebentar, maka aku biarkan. Tapi sebentar, sebentar, eh gak berhenti-berhenti. Sementara aku juga sudah terlanjur bergairah campur kangen. Pinggulku mulai bergoyang. Gak tahan cuy. Apalagi suamiku mulai menciumi titik eros ku di tengkuk. Kukocok penis suamiku gemas.
“Mamah,” desah suamiku.
“Papah,” desahku.
Cleb! Dua jari mulai masuk ke vaginaku. “Shhh….ahhh…” Payudaraku dipijit lembut. Kumajumundurkan pinggulku dengan cepat. “Ahh…ahhh,” desahku tertahan. “Papa nakal,” bisikku. Aku menggelinjang dalam pelukan priaku yang gagah. Luar biasa.
“Papa ingin lihat mama klimaks.” Suamiku mempercepat tusukan kedua jarinya. Aku mengangguk, mengiyakan. Aku juga percepat gerakan pinggulku agar aku cepat sampai.
“Selama di perjalanan, papa kepikiran mama terus. Andai bisa mama papa munculin di kokpit kayak jin botol, pasti dah papa entot terus.”
“Ihh… mesum,” ujarku, aku malu dan terangsang mendengar kata-kata vulgarnya.
“Papa cinta mama,” bisiknya. Kata-kataku mengantarkan ke ujung kenikmatan. “Aaaahhh…..”
Saat aku selesai, kulihat ada kelebat bayangan menghilang di balik tembok. Astaga apakah ada anakku yang lihat? Atau itu cuma mataku saja yang sudah tua. Buru-buru aku merapikan bajuku.
Kucek ke kamar anak-anakku. Gempi sedang mengamati teddy bear pemberian ayahnya. Seperti biasa ia akan gunakan datanya untuk novelnya. Jantungku berdegup, jangan-jangan Gio melihatku. Kubuka kamarnya tanpa mengetuk. Namun Gio tampak sedang berlatih angkat barbel.
“Ah… benar, aku terlalu khawatir.”
Malamnya suamiku menggenjotku habis-habisan. Memutar-mutar tubuhku seperti bianglala, membalik-balikku bak martabak telor. Gila gue benar-benar “dipake.” Nafasku ngos-ngosan.
“Haaaaaa… suamiku,” ucapku manja meniru panggilan sayang di film seri silat Legenda Ular Putih.
“Sayang aku belum selesai.” Ia menarikku lagi. Ahhh… begitu melelahkan, tapi dia begitu perkasa.
“Ayo sayang hisap penisku…,” pinta suamiku.
Aku menurutinya. Kukecupi alat kelamin suamiku. Kumandikan dengan lidahku. Lalu kukulum, Mmm…mmmm…mmm… Penisnya sudah basah kemana-mana. Ia renggut rambutku dan Ia tusuk-tusukkan penisnya ke dalam mulut. Mulutku adalah salah satu lubang favorit suamiku. Crot! Crot! Crot! Ia pejuin wajahku.
Namun lagi-lagi aku melihat bayangan berkelebat. Kali ini di dekat pintu. Loh bukannya pintu itu tadi tertutup dan terkunci?
“Sayang apakah kau lupa menutup pintu?” tanyaku.
Suamiku melihat ke pintu dan tertawa, “Oh ya mungkin aku lupa. Hehehe…”
Padahal aku yakin, pintunya tadi tertutup. Tapi mungkin aku keliru.
Pagi harinya, aku mengenakan celana hotpants dan tanktop ketat. Semua atas permintaan bapak kepala rumah tangga. Padahal aku sudah keberatan. Aku bilang di rumah kan ada anak laki-laki. Tapi suamiku kayaknya pengen banget lihat aku tampil sexy.
Begitu Gempi melihat outfitku. Sudah kuduga. Ia langsung protes, “Ih, kok mama pakai hotpants dan tanktop?”
Bagaimana mungkin aku menjelaskan kepadanya? Aku cuma jawab, “Kalau mama boleh.” Terdengar tidak adil memang. Dan tak lama, sore harinya Gempi pun melakukan pemberontakan dengan berpakaian sama seperti aku. Akibatnya Gio mulai jelalatan ke adiknya. Apalagi ketika Gempi nungging hendak mengambil sendok jatuh. Ia curi-curi pandang pantat adiknya itu. Dia kira aku tak tahu. Segera saja aku halangi dengan pura-pura melakukan sesuatu di belakangnya.
Kemudian setelahnya ada kejadian aku memergoki Gio mengintip di pintu kamar mandi. Jelas-jelas, aku melihat dia meremas celananya. Belum sempat kucegah, tampaknya dia sudah orgasme. Setelah itu dia buru-buru kabur kayak maling jemuran.
Gantian aku yang mengintip ke dalam. Ingin tahu apa yang dilihatnya. Ternyata Gempi sedang tiduran ngangkang di bathtub, dan menggunakan shower mengguyur kemaluannya sambil remas-remas payudaranya. Wajahnya terlihat sange keenakan. Haduh… anak-anak di rumah ini kalau lagi private time, tidak tutup rapat pintu deh. Bahaya nih.
Tahu-tahu suamiku memelukku dari belakang dan dia menerkam kedua payudaraku. “Maa.. ayuk,” bujuk suamiku. Ia langsung buka pengait celanaku, dan melorotin hotpantsku.
“Ih, papa apa sih, nanti kelihatan anak-anak!” protesku.
Ada apa dengan orang-orang di rumah ini, mengapa tiba-tiba libidonya pada tinggi-tinggi semua.
“Kita main di tempat cuci baju, di atas.”
“Paa… rumah ini gak kosong.”
Dia tidak memperdulikanku dan menarikku ke TKP. Belum sampai saja dia sudah melorotin celana dalamku. “Ih papah!” sergahku atas kenekatannya. Aku berlari, dia mengejarku dan memojokkanku di antara mesin cuci dan pengering. “Hayoo mau kemana….” Dia lepas tanktopku.
“Papa kayak baru menikah, ih. Aku dilucutin satu-satu kayak gini…”
“Hehehe….”
Suamiku membuka seluruh pakaiannya hingga bugil. Lalu ia memelukku dan menggendongku. Kedua kakiku bergelantung pada kedua tangannya. Tubuhku diturunkan hingga penisnya masuk menembus kemaluanku. Kemudian aku dilontar-lontar, agar aku naik turun. Teknik membutuhkan kekuatan dan ketahan lengan
“Ah..ahh…ah…papa, teknik baru ya?” tanyaku.
“Hehehe…. Mama suka…?”
Aku mengangguk. Aku paling suka gaya yang membuatku serasa tak berdaya. Kemudian memekku diaduk-aduk. Suamiku membuatku mencapai orgasme.
Namun lagi-lagi aku melihat kelebat bayang menghilang dari tembok dari sudut mataku. Ah, apa sih. Apakah aku halu?