Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG The Chronicles Of A Heartbreak

Status
Please reply by conversation.

Flindskjold

Adik Semprot
Daftar
8 Aug 2014
Post
111
Like diterima
490
Bimabet
Gak janji bisa sering update, cuma bisa janji kalo cerita ini pasti update. Cerita di dalam ini murni fiksi dan khayalan gue, jadi maaf seribu maaf kalau tema dan alur ceritanya sudah lebih dulu ada disini sebelum cerita saya ini, nggam ada maksut untuk memplagiat karya orang, Dan oh ya, cerita ini ngga hanya berkutat di satu buah cerita dengan tema yang sama. Bisa jadi seperti antologi rasa, karena per bab berikutnya akan dikisahkan dengan cerita yang berbeda dan karakter - karakter yang berbeda, singkat kata cerita ini seperti menampilkan berbagai jenis patah hati dengan kondisi dan sebab yang berbeda. Sebenarnya saya mau melanjutkan cerita saya sebelumnya yaitu The Chronicles Of A Fallen Love, tapi tidak memungkinkan. Jadi saya buatlah cerita ini. Okelah kalau gitu, semoga kalian enjoy baca cerita ini! :)


7fdc4b908752214




Bag. 1: The Words That We Never Say



"Mbak, kayaknya segini cukup, Mbak udah kelihatan cantik banget," puji penata rias dibelakangku, kami berdua menghadap cermin dan ia melihat riasan make upnya di wajahku, "Iya, segini aja cukup kok." balasku.
Tak lama terdengar pintu diketuk, "Ya, masuk aja," kataku sedikit berteriak. Kakakku, ternyata. "Dek, Faisal udah nungguin kamu tuh, buruan yaa." ucap Kakaku, Sabrina. "Iya, Kak. Bentar lagi kok ini." balasku tanpa melihatnya, tetap memandang pantulan wajahku di cermin. "Mbak Rin, aku boleh sendiri dulu nggak? Hehe." ucapku kepada Mbak Rin, penata hiasku. Iapun mengangguk setelah memegang bahuku, ekspresi wajahnya seperti mengatakan, "Sabar ya, aku tau kamu kuat." Aku hanya melemparkan senyum yang memang sedikit kupaksakan. Hahaha, kuat? Ya, ya. Aku kuat. Haha, aku kuat. Hahaha, tak sadar airmataku menetes, menggantung diujung dagu, dan tawaku sekejap berubah menjadi tangis yang pecah. Sangat pecah. Ingin rasanya kususul saja dia walau kutahu persis ia sekarang berada dimana. Di tempat yang jauh, sangat jauh. Diluar negara ini. Namun aku tak sanggup, sungguh, bukan karena jauhnya jarak yang harus kutempuh untuk menemuinya, bukan. Bisa saja aku langsung je airport dan memesan tiket tujuan Belgia, iya, bisa saja. Malah dengan tanpa harus ke airport pun aku bisa langsung memesan tiket, karena jaman ini jaman teknologi, semua hal bisa dilakukan hanya dengan bermodalkan sebuah benda persegi dengan layarnya. Sungguh bukan itu. Akan tetapi karena aku tak sanggup membuat laki - laki yang sedang duduk disana tersakiti. Ke-tak-tega-an ku mengurungkan segala niatku untuk melarikan diri.

Tak sadar aku meraih smartphone diatas meja rias di depanku, membuka folder galery, memandangi fotonya. Argh! Tangisku menjadi - jadi. Tak kuperdulikan walau suara tangisku terdengar sampai keluar ruangan. Sungguh, aku tak perduli. Entah mungkin karena luapan emosiku yang berlebih, pandanganku memudar. Rasa pusing yang teramat sangat dikepala, menghempas sadarku hingga pandanganku menggelap, sangat gelap, hingga ku tak sadarkan diri dan pingsan.

****

Beberapa Tahun Yang Lalu.

Hai, perkenalkan, namaku Saras Leonita, saat ini aku bersekolah di SMA yang tergolong SMA favorit saat ini di Jakarta, berletak di daerah Tebet. Karena memang hanya murid - murid dengan kecerdasan yang bisa diterima disini. Wajahku? Meski baru kelas satu SMA, mereka, anak - anak disekolahku, sudah menyematkan predikat "Primadona Tomboy" untukku, ah, memangnya aku tomboy banget ya? Enggak deh, kayaknya, karena aku sangat sering bermain dengan laki - laki, mungkin. Hm, ya aku tak dapat mengingkari jika memang wajahku cantik khas wanita Manado, berkulit putih dan ditunjang dengan tinggi yang sedikit diatas rata - rata remaja seusiaku, 170cm. Dan, oh ya, aku hampir terlupa, kedua cowok yang sedang melahap mie ayam di kantin ini adalah sahabatku sedari kecil, kira - kira sejak kami kelas dua sd. Cukup lama untuk jalinan persahabatan. Faisal dan Denis. Nah, sebelum kulanjutan ceritaku, aku ingin juga memperkenalkan sahabatku.
Kedua sahabatku ini memang tampan, sangat - sangat baik, makanya aku klop sama mereka sejak dulu, sebenarnya kami berlima, namun satu - persatu menyingkir, mungkin karena makin lama gaya persahabatan kami mulai tidak cocok dengan mereka. Ya apa boleh buat? Akupun tak menyayangkan itu, karena toh kalaupun dipaksakan, pasti akan berakibat jenuh yang berkepanjangan, dan kalau itu terjadi, justru malah akan mengusik persahabatan kami. Dan jadilah sekarang ini, kami bertiga. Faisal yang tingkahnya humoris, Denis yang lebih sering diam, aku yang energik, entah mengapa kami bisa cocok dengan sifat yang bertolak belakang itu. Namun toh persahabatan itu artinya ya harus saling melengkapi, kan? Berada tetap pada zona nyaman tapi tak seutuhnya diam disitu. Faisal yang selalu melontarkan celotehan jenakanya ketika aku sedih, Denis yang tiba - tiba perhatian, atau aku yang tomboy ini tiba - tiba berubah menjadi sosok dewasa dan terlihat seperti 'cewe banget' dimata mereka. Aku yang selalu menegur Denis kala melihat kamarnya yang berantakan sekali, Faisal yang selalu kumarahi ketika dia berbuat sedikit keonaran di sekolah maupun luar sekolah, memang Faisal ini bandel banget. Dimulai dari berkelahi dengan kakak kelas karena ia tak suka 'senioritas', tawuran, bolos mata pelajaran, dan lain sebagainya, dan ketika hal - hal itu terjadi, entah mungkin karena naluriku sebagai perempuan, langsung memarahinya dan mengancamnya bahwa aku tak akan lagi mau mengenalnya jika dia terus - menerus berbuat onar. Namun dari segala kenakalan dan kebandelannya itu, aku selalu merasa aman di dekatnya, mungkin Denis juga merasakan itu. Faisal, dia seperti sebuah tameng baja yang sangat kokoh melindungi kami. Dia yang menamengi dan mengancam semua orang yang mengganggu kami. Kakak kelas yang hampir dia buat koma hanya karena dia tak suka aku digoda dengan kata - kata yang tak senonoh. Juga saat dia selalu melindungi Denis ketika Denis diolok - olok karena Denis sangat kuper dan kutu buku. "Lo barusan bilang apa ke Denis? Coba ulang coba, gue mau denger?" geram Faisal sembari mendekatkan telinganya ke arah salah satu kakak kelas yang mengolok - olok Denis, "Hahaha, iya, gue bilang ke dia, kalo dia itu kup-" belum selesai kalimat, Faisal langsung menghajar perut kakak kelas itu, "Bug!" tak ayal kakak kelas itu tersungkur jatuh dengan muka meringis kesakitan, "Ayo, siapa lagi?! Hah?! Elu?! Atau elu?! Atau kalian semua?! Hah?! Jawab, anjing!" teriak Faisal murka sambil menunjuk - nunjuk seisi kelas, "Udah, Sal. Ayo." ajak Denis merangkul sahabatnya itu, "Gak bisa, Den! Kakak kelas macem kontol kayak mereka ini kudu diberi dulu baru bisa pada diem! Kakak kelas kok malah nyontohin kayak gitu? Kan anjing!"
"Sal, udah."
"Biarin, Den! Biarin! Ayok sini satu - sat-"
"SAL!!!" seketika sunyi, hanya terdengar dengus nafas geram Faisal yang masih dibaluti emosi, Faisal terdiam, berjalan cepat menuju kelas kami di lantai bawah sambil menggeram kesal, "ARGH!!!!", aku yang dibuat panik setelah dengar "Oi, Faisal berantem, Faisal berantem!" mencari Faisal kesana kemari lalu menemukan mereka di dalam kelas. "Kenapa lagi?" tanyaku pada mereka berdua. "Gapapa udah. Kepo bener." jawab Denis.

Lalu, Denis...
Dia ini, susah sekali ditebak. Pendiam, tak banyak bicara. Seringkali ia menanggapi obrolanku atau Faisal hanya dengan kata "Hmm" atau "Iya" atau "Gak tau." singkat, iya, singkat banget. Namun dilain sisi, Denis bisa menjadi satu - satunya manusia yang paling peduli di dunia. Ketika Faisal berdarah - darah akibat sebuah sabetan gear di pelipisnya saat tawuran, Denis langsung menariknya dan membawanya kerumah sakit, "Kalau lu kayak gini terus, gua yang bakal mecahin itu kepala pake tangan gua sendiri!" Denis meluapkan emosi sejadi - jadinya, membuat Faisal yang terkenal GaGang (Ganteng tapi Garang) itu terdiam seribu bahasa dan menyesali perbuatannya itu. Dan ya, mungkin kemurkaan Denis itu lebih ampuh dibanding segala ancaman dan nasihatku kepada Faisal, terbukti setelah kejadian itu, Faisal langsung stop tawuran lagi.
Lalu saat aku menangis bombay, galau karena cowok yang mendekatiku, Denis selalu menenangkanku, selalu mengejutkan ku dengan kelakuannya. Ketika aku galau tingkat dewa, Denis langsung datang kerumahku, entah itu dengan memberiku coklat, boneka, atau mengajakku makan diluar, di tempat kita bertiga selalu nongkrong. Atau ketika aku tak menghabiskan makananku, hanya melihat pringku yang sebagian sudah berpindah ke dalam perutku dan sebagian lagi tersisa disana, Denis pasti langsung "Kalau makan yang bersih." dengan datar, atau "Habisin, jangan jorok." juga dengan suara yang datar. Atau ketika kita bertiga kehujanan, dia langsung melepas jaketnya dan memberikannya kepadaku untuk kupakai agar tidak masuk angin dan tidak kedinginan, "Nih pake." dengan nada yang selalu datar. Lalu ketika aku jatuh sakit, dia langsung datang kerumahku, tetapi tidak membawakanku obat, atau makanan, atau apapun. Dia hanya duduk di samping ranjang, iya, dia hanya duduk disana, menjagaku sambil membaca buku novel nya "Kalo butuh apa - apa, bilang." ucap nya pelan namun tak mengalihkan fokusnya pada novel nya, entah itu novel atau apa, yang jelas ia sudah membacanya berulang kali. Dari buku itu masih bagus, sampai terlihat kusam. Dan yang kutahu pada judul disampul depan tertulis "Dunia Sophie" aku yang tak tahu apa jenis buku itu tak terlalu menghiraukannya. Dan tak ayal, Denispun memiliki predikat disekolahku, GGKB, yang artinya Ganteng - Ganteng Kutu Buku.

Dan aku, sangat bahagia memiliki sahabat seperti mereka.

Entah sudah berapa lama persahabatan kami terjalin. Dan aku yakin, persahabatanku dengan mereka berdua akan terus terjalin hingga kakek nenek dan akhirnya menmpati liang yang bersebelahan. Iya, aku yakin itu.

Tak terasa, selesai sudah masa putih abu - abu, dan saat ini hanya satu yang ada di pikiranku, aku tak mau berpisah dengan mereka dan kembali berkuliah di universitas yang sama.
Dan benar saja, kami akhirnya berkuliah di universitas yang sama, namun sayangnya harus berbeda jurusan, aku yang melanjutkan kuliahku di bidang perpajakan, Faisal yang masuk di jurusan kriminologi, dan Denis yang melanjutkan ke jurusan sastra.
Tetapi mungkin, harapanku tinggal harapan, tentu dengan memasuki jurusan yang berbeda, harus berbeda pula jam kuliah kita. Dan itu membuat aku dan dua sahabatku semakin merenggang. Karena memang awal - awal semester kami harus dipadati dengan kegiatan yang berjubel. Semakin lama, jadwal kegiatan kuliah kami yang merenggang, dan kesempatan itu kuambil dengan kembali menghubungi kedua sahabatku agar bisa mengumpul bersama lagi. Dan, mereka menyanggupi.

Dan ya, akhirnya kami bersama lagi. Kembali bertiga. Namun satu hal yang baru kusadari, Denis. Dia semakin bersih, semakin merawat penampilannya, kesan yang kutangkap saat itu adalah, dia semakin cool, bukan cuek. Tak terasa lama aku memandanginya, dan dia menangkap pandanganku tertuju keladanya. "Kenapa?" tanya nya datar. "Eh, ng-nggak, gapapa." jawabku, "Oh, oke." Yang ini sih kayaknya gak bakal berubah dan ga bakal hilang deh dari dia. Kosakata singkatnya. Ugh! Dengusku sedikit kesal.
"Den," Faisal memanggil Denis yang duduk disebelahnya, saat ini kita bertiga sedang duduk disebuah Café di daerah depok. "Hm?" sahut Denis, "Ini Saras makin cakep ya, udah ngerti dandan dia kayaknya, hahaha," ucap Faisal diakhiri dengan tawanya, "Sial lu. Emang salah kalo gue dandan?" balasku, tapi kulihat Denis tak bereaksi apa - apa. Seperti biasa. Kapan lo bisa berubah dan sedikit peka sih, Den? batinku lirih. "Lo ga nyari pacar, Den?" tanya Faisal lalu melahap nasi goreng seafood dihadapanya, "Ngapain nyari pacar?" tanya Denis, "Lah kok ngapain? Kan pacaran enak, ada yg merhatiin." ucapku, "Mager, ah." balas Denis, lagi - lagi, singkat, seperti biasa. Dan sisa hari itupun kami habiskan dengan candaan dan mengenang memori kami bertiga..
Tak terasa akhirnya aku dan kedua sahabatku lulus kuliah dengan nilai yang sangat memuaskan, dan saatnya untuk mencari lapangan pekerjaan. Seminggu setelah lulus aku mendapat panggilan kerja tanpa harus melewati fase interview, mungkin karena nilaiku yang diatas rata - rata, maka perusahaan itu tanpa berfikir panjang langsung menerimaku bekerja disana. Faisal, sahabatku itu sedang melalui sebuah tes menjadi ahli forensik, dan syukurlah, dia diterima dan menjadi anggota ahli forensik tanpa hambatan sedikitpun.
Lalu, Denis? Ya, Denis. Kemana dia? Dua bulan berlalu, tiga bulan, dan seterusnya, aku tak mendapat kabar apapun tentang lelaki itu, tiba - tiba dadaku sesak, seperti merasa kehilangan yang teramat sangat. Entah apa dan seperti apa bentuk rasa rinduku ini padanya, namun yang ku tahu, inj jauh dari hanya perasaan rindu seorang sahabat, sangat jauh. Lebih dari itu. Aku rindu senyumnya yang memang jarang sekali ia tunjukkan. Bisa jadi, hanya akulah yang sudah menerima senyum itu, aku rindu sifat cuek namun teramat sangat peduli itu, aku rindu... Ah, aku rindu dia, semuanya, segalanya tentang dia! Tak dapat kubendung, setitik air tergelincir jatuh di pipiku, melesat perlahan menuju dagu, dan bergantung disitu.

Kehilangan kabar dari Denis menyisakan kami berdua, aku dan Faisal. Kami masih sering memberi kabar satu sama lain, terlampaui sering mungkin. Aku merasa semakin dekat dengan Faisal, lebih dari sekedar sahabat. Perlahan, Faisal mengubur perasaan itu dan menggantinya dengan yang baru. Perlahan, Faisal membantai satu - demi satu kerinduanku terhadap Denis.
Dan ya, sedikit demi sedikit akupun terlupa denganya, Denis.

'Tapi, bukankah kau mungkin tidak ingat, tetapi seseungguhnya, kau tak pernah lupa?'

****

"Halo," sapaku di saluran telfon genggam
"Halo juga, Sayangku. Ada apa, Yang?" tanya lelaki di seberang sana. Faisal. Iya, Faisal. Akhirnya kami benar - benar berpacaran. Entahlah, semenjak bersahabatan dengan Faisal dan Denis, ketertarikanku kepada laki - laki lain mulai berkurang. Mungkin itu karena hampir setiap hari ku habiskan waktuku bersama mereka, dulu, sebelum Denis menghilang. Ah, Denis. Kemana sih, kamu? Aku nyariin, tau!
"Nggak, aku cuma mau kasih tau, nanti nggak usah jemput soalnya aku pulang agak malam, mau ketemu client, aku berdua kok sama Vera." jelasku dan menyebut nama asistenku yang juga sudah dikenal Faisal.
"Oh, gitu. Yaudah gakapapa, take care, dear. Love u." balasnya
"Iya, sayang. Love u too." ucapku lalu memutus sambungan.

Pukul tujuh malam, aku sudah berada di sebuah restoran cepat saji yang berada di Tebet, menunggu clientku untuk membahas proyek yang akan kami kerjakan di Kalimantan.

Tak berapa lama Clientku datang, kami berbincang - bincang dan aku mengutarakan niatku untuk melakukan sebuah kerja sama dengan perusahaannya, dan tak kusangka akhirnya ia menyetujui kerja sama yang kutawarkan itu, dan menanyakan kapan akan dimulai proyeknya, setelah menjelaskan detail perihal proyek tersebut, clientku pamit undur diri, disusul oleh asistenku. Aku menyuruhnya pulang lebih dulu karena aku masih mau bersantai disini.

Pukul sepuluh malam, aku dikagetkan dengan sebuah tepukan halus di pundakku. Langsung ku tolehkan kepalaku ke belakang...

"Lo..." aku tak melanjutkan kata, segera bangkit dan menghamburkan diriku memeluk lelaki itu.

Denis.

Aku tak ingin menunggu lagi. Aku tak ingin kehilangan lagi. Kutumpahkan segala kerinduanku, segala kecemasanku melalui airmata yang kurasa cukup banyak membasahi bahu nya, "Hk... Hk... Lo kemana sih? Ha?!" tanyaku diantara isak tangisku.
"Duduk dulu." gumamnya di telingaku. Akupun melepas pelukanku, duduk di depannya, dipisahkan meja.
"Apa kabar?" tanya nya, menatap mataku.
"Ba-baik. Lo?" balasku dengan bibir yang masih bergetar. "Baik juga kok." jawabnya singkat, lalu tersenyum.
Setelah sekian lama... Mataku kembali berkaca - kaca. Entah apa yang bergemuruh di dalam hatj ini.
"Hmm... Boleh ngomong sesuatu? Capek mendem sendiri." ucapnya
"Mau ngomong apa? Ga aneh - aneh kan? Ga mau pamit dan pergi lagi kan? Iya kan?" Isak ku terdengar lebih keras, membayangkan pertanyaanku sendiri.

"Gue sayang, Sar, sama lo." ungkapnya

"...." aku terdiam, selain karna terkejut, aku masih ingin mendengarkan kata - katanya

"Dan gue tau, itu salah."

"Gue gak mau, perasaan gue itu malah ngerusak kita."

"Dan akhirnya gue pergi. Gue pikir itu yang terbaik."

"Demi persahabatan kita. Demi gue."

"Tapi gue salah."

"Semakin gue jauh ngelangkah, malah gue ngerasa semakin jalan ke arah lo. Gue bingung, Sar, sama perasaan gue sendiri... Kenapa harus elo, Saras?"

"Berbulan - bulan gue ngelakuin banyak kegiatan, nyoba buat nyibukkin diri sendiri, tapi nihil. Pada akhirnya otak gue selalu ngarah ke elo. Gue kenapa, Sar?" suaranya bergetar, sungguh, baru kali ini aku melihatnya seperti ini.

"Den?" gumamku

"Ya?" Denis menyahut

"Gue juga sama."

"Perasaan itu, rasa sayang itu... Gue juga, Den. Gue juga." tangisku mengeras, kututupi mulutku menggunakan telapak tanganku.

"Kenapa baru sekarang, Den?"

"Kenapa baru sekarang lo ungkapin itu?"

"TELAT DEN! TELAT!!!"

Kuangkat lengan kananku, kuperlihatkan jari manis yang telah dilingkari cincin yang indah. Matanya menatap jari manisku dengan pandangan kosong, namun seketika tersenyum, ia lalu bangkit dan berjalan memutar meja menuju tempatku duduk, memeluk kepalaku yang masih terduduk. Lemas rasanya persendianku. "Selamat." ucapnya singkat, namun tidak sedatar biasanya. Suara itu, sepertu menyimpan rasa pedih yang teramat sangat namun dipaksakan agar biasa saja. "Maaf kalau gue ungkapin ini, di waktu yang nggak tepat." ucap Denis, "Siapa orangnya?" ia bertanya, kali ini, nada suaranya begitu lembut. Sangat lembut.

"...." aku terdiam. Bingung harus berbicara apa.

"Sar?" panggilnya

"..." pikiranku kosong. Namun hatiku? Berkecamuk hebat.

"Yaudah, nggak papa, gaperlu ngomong. Tapi janji satu hal..." ucapnya

"...Apa?" tanyaku

"Lo harus bahagia. Harus. Kalau gue sampe tau cowok itu nggak ngebahagin lo, atau bahkan nyakitin lo..."

"Gue sendiri yang bakal ambil lo dari dia, di depan matanya."

"Lo tau kok, siapa cowok itu..." kataku, isak yang sudah berhenti namun mata yang masih basah.

"Dia itu..."

*****

Dua Hari Yang Lalu

"Kita mau kemana sihhh?" tanyaku pada Faisal.
"Puncak, hehe." jawabnya
"Ih ngapain, dingin kali." balasku akupun lalu menggelendot manja di lengannya. "Oh, aku tau nih!" ucapku tiba - tiba, "Aku tau kamu pasti pengen ajak aku ke vila kan? Terus kamu mau..." kataku yang melihat gundukan di selangkangannya dan merabanya, "Kamu kenapa selalu tau rencana jahat aku sih, Sarasku sayang?" ia menjawil gemas daguku.
"Hahaha rencana jahat. Sialan." aku terkekeh, "Ya gimana gak tau, tiap hari juga di 'jahat' in kamu terus!" cibirku pura pura ngambek.
Iya. Kami, aku dan Faisal sudah beberapa kali melakukan itu. Dan kami melakukan itu pertama kali justru disaat aku sedang galau - galaunya menikirkan keberadaan Denis. Faisal seperti memanfaatkan celah galauku itu, dan entahlah, semuanya berlangsung begitu saja. Dan akupun menikmati itu. Kenikmatan yang memang kupaksakan, untuk apalagi kalau bukan sedikit mengusir wajahnya dihatiku?

"Eh, eh, kok ini, aduh kenapa lagi sih ini mobil, nyusahin amat, orang lagi pengen seneng - seneng juga," ucap Faisal karena mobil tiba - tiba tersendat - sendat dan berhenti total membuatku panik dan heran,
"Yang, aku cek mesin dulu ya, kamu di dalam aja." lalu Faisal membuka pintu dan menuju ke kap mobil, membuka kap nya, aku hanya mengangguk.

Tak lama kemudian,

"Saras, aku boleh minta tolong gak? Ambilin kotak perkakas aku dong di belakang," suruhnya
"Iya, Yang. Sebentar aku ambilin," sahutku lalu ke belakang dan mengambil kotak itu, membawanya ke depan dan memberikannya kepada Faisal
"Tolong bukain kotaknya dong tangan aku lagi ribet nih," suruhnya lagi, akupun membuka kotak itu, dan pandangan yang kulihat membuatku terkejut.

Tidak ada sama sekali kunci - kunci atau perkakas apapun.

Hanya ada kotak kecil, berwarna merah.

Dan aku tahu apa isi kotak itu.

Faisal meraih kotak kecil itu.

"Will you marry me?"

Mataku berkaca - kaca. Isi kepalaku berfikir keras. Aku tak menyangka akan secepat ini, tak menyangka Faisal benar - benar mencintaiku. Harus kuterima, kah? Namun aku belum siap, ya, aku belum siap. Hatiku yang belum siap. Karena jauh didasarnya, masih ada wajah Denis, walaupun buram.

Akupun mengumpulkan kekuatan sebanyak - banyaknya karna ku tahu jawaban ini akan berdampak besar, aku tahu, karna Faisal sangat - sangat menyayangiku, sangat - sangat mencintaiku. Namun, aku harus memantapkan pilihanku. Maafin aku.

"Hmm, Sal..." gumamku lirih
"Ya, sayang?" jawab Faisal.
"A-aku mau minta maaf sebelumnya..." kata - kataku terputus, mencoba menahan getaran di bibirku, juga airmata yang melesat - lesat di pipiku.
"Mjnta maaf? Kenapa?" tanya Faisal bingung
"Ya... Aku minta maaf... Soalnya... Aku..." kata - kataku tertahan, berusaha memfokuskan untuk melawan sak tangisku...
"Iya, kamu minta maaf, kenapa?" tanya Faisal lemas, terlihat segurat kecewa di mukanya.

"Ya, maaf... Karna aku..."

"Apa?"

"Yes, I will."

"Serius?"

Aku hanya menganggukan kepala, merentangkan kedua tangan agar Faisal bisa memelukku. "Be my husband, Faisal Sidiq. Be my future," ucapku di telinganya ketika kami berpelukan.

Faisal lalu melepas pelukannya, meraih lenganku, dan menarik jemari manisku, memasukan cincin itu.

"I love you." ucapnya lalu kembali memelukku.
"I love you too."

I love you too? Aku sungguh bingung. Aku juga sangat menyayangi Faisal. Namun entah mengapa tak sebesar perasaanku kepada Denis. Tapi aku menyadari sesuatu... Rasa sayangku kepada Faisal tak pernah berkembang seperti rasaku pada Denis. Rasaku kepada Faisal tak lebih dari seorang sahabat, sebatas itu. Dan alasanku menerimanya? Sungguh, aku tak mau kehilangan sahabatku lagi. Jika aku menolaknya, sudah pasti rasa sakit hati dan kekecewaan akan langsung menggelayuti hatinya. Aku takmau karena penolakanku bakal membuatnya pergi. Argh!

Akhirnya kami sampai ke Villa yang dituju, tidak besar namun terawat rapih. Faisal menarik lenganku, menuju ke sebuah kamar di dalam Villa itu. Ia memagutku setelah pintu ruang tamu ditutup, kamipun berpagutan, mesra. Menumpahkan segala kebahagiaan yang terjadi barusan di dalam sebuah pertemuan antar bibirnya dan bibirku.

"Auw!" Tubuhnya yang kokoh mengangkatku dari depan, kami tetap melanjutkan pagutan. Kulingkarkan kedua tungkai kaki ku di pinggangnya agar tidak jatuh,

Lalu ia menjatuhkanku ke kasur, menindihku dan melanjutkan pagutannya, lalu turun menuju leher jenjangku, disapunya tiap jengkal leherku menggunakan lidahnya, "Hmm, ah..." aku hanya bisa mendesah.

"Yang," panggilku
"Hm?" sahutnya sambil tetap menjilati leger bagian samping, lalu bergerak keatas menuju telingaku
"Kali ini... Ugh... To-tolonghhh shh... Tolong kas... Kasarin aku ahhh. Tolong kasarin aku, kali ini aja ahhh." Faisal menghentikan sapuan lidahnya dan memandangku, "Yakin?" tanyanya
Aku mengangguk. Walau dari dulu terkenal garang, namun Faisal tak pernah mengasari ku saat kami melakukan 'itu'. Dia selalu bersikap lembut, berbanding terbalik denganku yang selalu ingin ada sedikit 'Hardcore' di dalam persenggamaan kami, tapi ia selalu menolak ketika ku utarakan keinginanku itu. "Takut kamu kesakitan." lah atau apalah aslasannya

****

Baju dan celanaku entah sudah terlempar kemana, yaa, beginilah Faisal, selalu bernafsu jika mau menggumuli 'mantan' sahabatnya sendiri. Terbukti kata - kata "Sahabat Jadi Cinta" bukanlah hanya sebuah judul lagu semata.

Sambil tetap memagut bibirku, lengan kanan Faisal beralih ke belakang, menelusup diantara punggungku dan kasur empuk, 'Ctek' suara kecil yang ditimbulkan oleh terbukanya pengait braku, akupun membantu aksinya dengan meloloskan bra hitamku melalui kedua lenganku, diambilnya bra hitamku itu oleh Faisal, "Sini tangannya," ucap Faisal terbakar nafsu, "Dua - duanya, bukan yang kanan doang," lanjutnya, ku ulurkan kedua lenganku, Ah, ternyata bra itu ia gunakan untuk mengikat kedua lenganku dan diangkatnya lenganku hingga ke atas disamping kepalaku, memperlihatkan ketiakku yang mulus tanpa garis dan bulu, diendusnya ketiakku yang wangi bersih itu, lalu Faisal menjulurkan lidahnya, menoel-jilat ketiakku, "Ssh!" desisku menahan geli-nikmat pada ketiakku, jemari lengan kanannya beranjak dari payudaraku ke pipiku, dielusnya pipi kiriku, lalu.. "Plak!" ditamparnya pipiku, tak begitu keras namun lumayan menyisakan segurat kemerahan disana, "Auw!" pekikku terkejut, memandang wajahnya yang sudah terbakar birahi dengan tatapan senduku, dielusnya lagi pipi kiriku dengan telapak tangan kirinya, namun ibu jarinya mengelus bibir bawahku, menelusup masuk ke dalam bibirku, "Ugh," lenguhku ketika bibirnya kembali menghisap puting payudaraku dan menuil putingku dengan lidahnya, lalu perlahan, lidahnya bergerak turun, menjilat perut hingga pusarku dengan lincah, lalu menjepit beberapa bulu halus diatas vaginaku diantara kedua bibirnya, "Geli, Sal... Aah!" desahku menahan rangsangannya.
"Ih udah becek," ucapnya ketika melihat vaginaku sudah sangat banyak dialiri pelumas, kemudian lidahnya beralih menuju klentitku, "Aaaah!" desahku tak tahan, ingin cepat dimasuki penisnya, kemudian menepuk bagian tengah vaginaku dengan tangannya, yang menimbulkan sensasi perih-nikmat, desahanku terdengar semakin keras, menandakan sedikit lagi orgasme akan menerpa, namun ia menghentikan aksinya begitu mengetahui aku akan orgasme, "Jangan ngimpi!" desisnya, wajahnya tampak sangat puas melihatku yang tersisa rasa 'tanggung'.
"Ahh! Jangan jahat gini donggg, lanjutinnn!" protesku manja
"Lanjutin apa?" tanya nya pura - pura bodoh,
"Lanjut jilatinhh itu akuuu!" pintaku putus asa
"Itu apa?" tanya nya
Aku yang dibuat tanggung dan di 'lecehkan' seperti itu berniat melanjutkan ketanggungan itu dengan jemariku sendiri, namun sialnya, Faisal cepat sadar, saat ingin ku gerakan jemariku kebawah, dengan cepat ia menggenggam kedua lenganku yang terikat bra ini dan mendorongnya kembali ke atas kepalaku.
"Sepong dulu," pintanya
"Yaudah iya, mana siniin itunya" pintaku putus asa
"Apanya?"

"Itunya, ihh!"

"Itunya apa?" jawabnya kembali dengan berlagak tidak paham

"Kontolnya, ahh!" desahku ketika jari tengahnya tiba - tiba mencolok vaginaku

"Ga kedengeran, coba ulang?" lalu setelah bertanya, dengan ganas ia mengeluar-masukan jarinya di vaginaku

"KONTOLNYA!! IYAAAH KONTOLNYA SINIIN CEPEEET! AAAH! AAHH!" badanku terlonjak - lonjak menghadapi serangan anarkis jari tengahnya di vaginaku, ia kalu menurunkan boxer dan celana dalamnya hingga lutut, menampilkan batang berukuran lumayan besar, langsung saja tanpa ba-bi-bu kusambar pentungan hansip itu dengan bibirku, karena tanganku yang terikat, maka jadilah bibirku seperti hewan buas yang mengejar buruannya, karena dengan jahilnya ia menjauhi penisnya ketika mulutku hampir mencakup kepala kontolnya itu, dibegitukan berulang - ulang membuatku kesal, ia hanya mengekeh karna berhasil membuatku terlihat seperti pelacur yang haus akan penis laki - laki.

"Ah! Ah! Jangan goda-aaah... Godain aku terushhh... Gi-ginihh shh... Donggg ahhh!" ucapku terputus - putus menghadapi serangan jemarinya di vaginaku, lalu kemudian Faisal duduk di atas kedua payudaraku dengan tetap mencungkil-kobel-colok kan vaginaku, bukannya penis yang ia dekatkan ke mukaku, justru Faisal malah menempatkan buah zakarnya diatas mulutku, "Jilat!" desisnya, akupun menjilati buah zakarnya, lidahku menari di area buah zakar dan ruang diantara biji dan anusnya, dan dengan kurang ajar, Faisal menepuk hidung-mata-pipiku dengan batang penisnya, dilecehkan seperti itu bukannya marah, nafsuku malah melonjak naik, tak terasa kocokan jarinya di dalam vaginaku membuatku sedikit lagi akan orgasme, dan lagi lagi Faisal menghentikan kocokannya, membuatku kembali 'tanggung,'

"Saaal! Plis! Ma-masukin lagi, aku mohon," rengekku manja semakin frustasi, Faisal terkekeh, lalu beringsut turun memposisikan badannya menindih badanku, menempatkan batangnya diatas vaginaku, dengan kurang ajar, Faisal bukannya memasukan batang kontolnya ke dalam vaginaku, malah menggesek - geseknya, membuatku kalang kabut menghadapi rangsangan nya.
"Saaal, kamu mahhhh! Ahh... Faisal jahaaaat! Jangan godain aku kayak giniiii! Aku gak ku-Aaaaaah!" belum selesai kalimatku, Faisal tiba - tiba merojok vaginaku dengan penisnya, menelusupkan pentungan hansip itu jauh ke dalam hingga tak terlihat, vaginaku seperti menelan benda itu dalam - dalam, membuatku terkejut kaget sedikit sakit, tapi banyak nikmat. Fasial tak langsung menggerakan penisnya, ia membiarkan vaginaku beradaptasi,

Dan persenggamaan kami berlanjut sangat liar, hingga mentari perlahan mengintip bumi, kamipun selesai dan tertidur pulas...

****

Hmm, fuhh... Akupun menarik nafas dan menghembusnya.
"Oh, begitu..." gumam Denis setelah mendengar ceritaku, tentu saja tanpa menyertakan adegan persenggamaanku dengan Faisal.
"Maaf, kalau kedatangan gue justru ngerusak kebahagiaan kalian. Gue senang kedua sahabat gue akhirnya bahagia... Gue akan ikut bahagia, walau gue tau itu pasti akan jadi hal yang paling berat yang akan gue lakukan," ucap Denis, aku masih menundukan kepalaku bertumpu kedua telapak tangan menutupi wajahku. Aku kehabisan kata.
"Okelah, gue masih ada urusan nih. Jaga Faisal baik - baik, ya?" lalu Denis bangkit, berjalan membelakangiku ke arah pintu keluar, dapat dengan jelas kulihat tubuhnya bergetar hebat. Aku harus bagaimana?

"Den?"

"Ya?" Denis menyahuti panggilanku tanpa berbalik

"Seminggu lagi pesta pernikahannya digelar. Kalau gak keberatan, gue mau lo hadir disana... Sebagai sahabat." ucapku dengan bibir bergetar.

"Oke, gue dateng. Tenang aja." dan Denispun melanjutkan langkahnya keluar.

*****

Kenapa baru sekarang, Denis? Kenapa setelah ku mantapkan pilihanku, lalu kau datang dan meruntuhkan semua keyakinanku? Mebuat hatiku yang lagi - lagi gontai, perasaanku yang sudah kusisipkan jauh ke dasar hatiku, lalu kau munculkan kembali dan lalu membiarkannya tak berpenghuni? Tahukah kau betapa aku harus melawan banyak sekali ego di dalam diriku, demi melupakan rasa itu? Tidakkah kau memiliki belas kasihan dengan kembali hadir dan membuatku merasakan rasa cinta itu kembali, namun lalu kau tinggalkan, dan membuatku harus lagi dan lagi berjuang sendiri menguburnya?

"Mbak, maaf, sudah mau tutup," lamunanku dibuyarkan oleh seorang waitress, kulirik jam tanganku sudah menunjukan pukul dua puluh tiga. Maka setelah membayar bill, akupun keluar menuju mobilku.

Ku pacu mobilku, menumpahkan segala emosiku di dalam sebuah kecepatan tinggi. Aku tak peduli, sungguh. "ARGHHHH!" Aku berteriak sekencang - kencangnya, meluapkan semua emosiku.

****

"Mbak Saras, ayo buruan udah ditunggu Mas Faisal," teriak seseorang di balik pintu.
Akupun bangkit, membenarkan sedikit riasan mukaku, untung saja maskara yang kupakai anti air.
Kubuka pintu ruangan ini dan menuju ke tempat duduk dimana suamiku berada, ramai juga, selain pihak keluarga ku dan Faisal, beberapa teman sd sampai kuliahku juga turut menghadiri.
Setelah bersalam - salaman, aku izin ke kamar mandi, kebelet pipis.

Bayangan wajah Denis menggelayuti pikiranku, agh! Tangisku pecah sesampainya aku di dalam salah satu bilik di dalam kamar mandi, jatuh terduduk diatas kloset yang tertutup. Tangisku menjadi - jadi sehingga tak kupedulikan seseorang masuk ke dalam kamar mandi ini dan mendengarku menangis, aku tak perduli.

"Cengeng." ucap suara seorang laki - laki yang baru saja masuk ke dalam. Mataku terbelalak, terkejut bukan karena ada laki - laki yang masuk ke dalam kamar mandi wanita ini.

Tapi karena...
Aku mengenal suara itu...
Denis?
Akupun membuka bilik toilet ini, lalu mendapati Denis sedang menatap memandangku melalui pantulan cermin di depannya.

"Udah. Jangan nangis." ucapnya, aku menghambur ke arahnya, memeluk erat tubuhnya.
"Maafin aku! Huhuhu.." kataku dalam pelukannya
"Gak. Kalo masih nangis. Gak dimaafin." ucapnya lalu kurasa lengannya membelai kepalaku, isak tangisku memenuhi ruangan.

"Udah ya, udah. Gue gak apa - apa, udah gausah nangis lagi." ucapnya sambil tetap membelainya.

"Iya, itu elo... hk.. hkk.. Nah, gue? Gue kenapa - kenapa, gak bisa gak apa - apa!" ucapku disela isak tangisku.
"Mau diem dan berenti nangis, atau gue pergi ke Belgia?" ancamnya, akupun berusaha meredakan tangisku.
"Jangan kecewain Faisal, ya. Ini pilihan kalian. Gue bakal tetep jadi sahabat yang selalu suport kalian. Selalu. Inget itu."

"Gak! Gue maunya sama lo, Den! Sama lo!" balasku dengan suara gemetar menahan air mata.

"Saras..."

"Gue bisa aja bawa lo lari dari sini, dan kita hidup di Belgia. Jauh dari sini. Gue bisa aja lakuin itu."

"Tapi itu bakal gue lakuin kalau seandainya mempelai pria yang duduk disana bukan Faisal. Bukan sahabat gue..."

"Yaudah sana. Kasian Faisal nunggu."

Akupun menghapus airmataku, memandang wajahnya lalu mengecup lembut bibirnya, kemudjan memeluknya lagi, membisikan "I'm gonna love u forever." ditelinganya dan melepaskan pelukanku, mengangkat gainku agar tak terinjak injak, lalu pergi menuju Faisal, suamiku.

"Yang? Kamu udah ketemu Denis? Tadi aku ketemu dia sebelum masuk ke toilet." tanyaku pada suamiku, sedikit berbohong. Lalu kulihat ekspresi Faisal mendadak seperti terkejut, "Kamu serius?" tanya nya, "Yee, aku ngapain bohong sih?" ucapku
"Hmm yang..." gumam Faisal lalu menunjuk seorang gadis yang terduduk di dekat meja makanan,
"Dia adiknya Denis." ucap Faisal
"Iya aku tau kok. Terus?" tanyaku
"Dia barusan kesini pas kamu ke toilet.." ucap Faisal
"Dia ngasih aku, kalo seminggu yang lalu Denis...." Faisal menggantung kata - katanya, matanya yang basah dan berkaca - kaca membuat perasaanku tak enak... Seminggu yang lalu? Itu terakhir pertemuanku dengan Denis.
"Denis kenapa? Yang? Denis kenapa?" aku mulai mencium gelagat tak beres, firasatku tak enak. "Dia kecelakaan dan meninggal di tempat." jelas Faisal lalu isaknya terdengar

"Hahaha, jangan becanda! Aku tau kamu becanda, gak lucu! Hahaha!" tawaku menanggapi guyonan suamiku.

"Denisa! Sini bentar!" teriak suamiku tak begitu kencang namun terdengar oleh Denisa, adik kandung Denis.

Lalu kulihat kedua mata sembab Denisa setelah ia berada di depanku dan Faisal.
"Coba kamu yang ngomong, Dek. Dia ga percaya sama Ka Isal." kata Faisal. Namun Denisa meraih smartphone nya, tak lama ia menunjukan layar smartphone nya,

Mataku terbelalak, tangisku pecah, lagi dan lagi. Melihat gambar lelaki yang kedua hidungnya disumbat oleh kapas, dan terbungkus kafan dan di kelilingi orang - orang yang ku tahu adalah saudaranya.

Lalu siapa yang ku temui di toilet barusan?

Pandanganku memburan, kepalaku berkunang kunang.

"Ini... Gak mungkin... Nggak....." akupun tak sadarkan diri dan jatuh pingsan.

Lepas dari senyum itu...



Langkahku mencoba merangkum jarak lebih banyak...



Barangkali ku temukan irama kakimu yang pernah ku temani memijak bumi,



Lalu kau hanguskan bagai api membakar jerami,



Maka izinkan aku untuk pertama kali,



Menatap langit tanpa membayangkan wajahmu,



Menghirup udara tanpa menyertakan nafasmu,



Memanggil deru ombak tanpa meneriakan namamu,



Melihat senja tanpa melibatkanmu,



Seperti yang kau minta waktu itu...



Sebagai pembuka jalanmu untuk mengenangku,



karena sejak sajak ini tertulis...



Hatiku..



Hatiku..



Hatiku..



Bukan lagi rumahmu...



-Suar Aksara.
.
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Ide cerita yg sangat menarik, sahabat jadi cinta, cinta 3 segi. Ijin bangun pondok di mari gan..
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd