Bab III Kesengajaan
Beberapa hari berlalu sejak kejadian keusilan aku waktu itu. Tidak ada yang berubah.
Aku masih bekerja disini seperti biasanya, tante sebelah juga masih akrab seperti biasanya. Tidak ada yang spesial.
Aku tidak tahu persis, apakah kakak ku mengetahui perbuatan mesum ku itu atau tidak. Yang jelas, beberapa hari ini semua berjalan lancar seperti biasanya.
Beberapa malam kebelakang ini juga ku jalani seperti biasanya. Meng - add beberapa akun wanita hijab nan lugu, kemudian meluncurkan beberapa aksi birahiku.
Beberapa ada yang berhasil hingga ke tahap video call sex, dan beberapa ya begitulah. Makian hinaan, lalu memblokir akunku. Ah kadang juga ada beberapa yang dengan konyolnya mengambil tangkapan layar, lalu memostingnya dengan harapan akan viral. Ah bodohnya fikirku.
Seperti biasanya juga, ku jalani lagi malam ini dengan berandai - andai, suatu saat nanti akan ku beli mulut dan mata yang memandang rendah diriku ini. Hidupku boleh miskin, tapi tidak dengan mentalku. Yah setidaknya itulah kata hatiku yang masih suka bangun kesiangan ini.
Anehnya, malam ini gairahku sedikit menurun.
Mungkin karena kemarin aku sempat berpapasan dengan teman se-angkatan SMA ku sudah banyak yang berhasil, tak lupa juga beberapa di antaranya hidup bahagia dengan pilihan hatinya. Sementara aku ? Haha jangan ditanya.
Untuk mengisi kebosananku malam ini, aku berinisiatif merapikan sedikit kekacauan disekitar tempat tidurku.
Debu rokok yang beterbangan, bungkus snack yang beberapa di antaranya sudah di hinggapi semut, dan beberapa tissue bekas spermaku.
Mulai ku terapkan beberapa aktifitas orang sukses yang ku dapati di beberapa video 5 tanda orang akan sukses.
Yah jika tidak bisa melakukan ke lima list yang dijelaskan pada video tersebut, paling tidak malam ini aku melakukan salah satu list lima tanda orang sukses itu, bukan ?
Selesai merapikan kekacauan di tempat tidurku tadi, kembali ku bakar batang putih itu untuk meng-apresiasi prestasiku malam ini. Menghirup dalam asap itu agar memenuhi seluruh ruang paru - paruku, dan menghembuskannya dengan berat. Ah nikmatnya.
Tapi aku masih merasa bosan.
Kira - kira, hal apa lagi ya yang bisa mengurangi rasa kebosananku ini ?
Tanya ku dalam hati sambil membuang tissue terakhir yang ku genggam sedari tadi.
Tissue !
Tiba - tiba kepala ku seperti muncul gambar lampu, yang menandakan aku mendapatkan ide.
Coba tebak, apa yang bisa ku lakukan dengan tissue bekas spermaku itu selain membuangnya atau membakarnya ?
Hahaha, aku tertawa usil.
Sepertinya benar kata pepatah yang antah darimana asalnya, bahwa lelaki mesum selalu punya ide. Tapi aku rasa itu ada benarnya.
Ku buang puntung rokok sialan yang hampir membakar kedua jariku itu, lalu memikirkan strategi mesumku layaknya komandan perang yang mengatur strategi penyerangannya.
Pertama - tama, aku harus terangsang dulu. Kalau tidak, bagaimana mungkin aku bisa mengeluarkan sperma kesayanganku ini tanpa membuat adek kecilku ini keras tegak dan menantang ?
Tapi, apa yang bisa membuat gairahku bangkit malam ini ?
Aku berfikir sejenak.
Bak rupa Sir Isaac Newton yang mendapatkan ide teori gravitasi dari buah apel yang jatuh, aku kembali tersenyum usil saat mendapatkan ide yang bagus untuk membangkitkan gairah seksualku.
Ku membayangkan, kebiasaan kakak ku yang duduk dikursi dibalik meja kasir itu. Ku bayangkan ia duduk seperti biasanya. Membayangkan bongkahan pantatnya yang kadang cukup jelas walau mataku rabun.
Dan juga, laci meja yang biasa ia pergunakan untuk menyimpan atau mengambil kembalian uang pelanggan.
Segera aku cari akun media sosialnya, untuk mendapati beberapa koleksi fotonya.
Setelah dapat beberapa, mulai ku lancarkan aksi heroik ku.
Aku mendekat kepada kursi itu, membelakanginya. Lalu mulai mengocok perlahan kemaluanku, sambil membayangi bahwa kakak ku berada disana, dan tentunya sambil tangan kiriku sibuk scroll koleksi foto yang ku persiapkan tadi.
Anehnya, ini bekerja dengan sangat baik.
Tak butuh waktu lama, ejakulasi ku yang pertama tumpah ke kursi itu.
Seperti yang ku rencanakan di awal tadi. Segera ku lap sperma yang berceceran itu dengan tissue yang memang sudah ku persiapkan sedari tadi.
Badanku terkulai lemas. Tapi diiringi dengan senyum puas.
Selanjutnya, adalah tempat yang tepat untuk meletakkan tissue tersebut.
Tapi memang dasarnya otak ku begitu pintar untuk urusan beginian, laci meja adalah tempat yang paling sempurna untuk memuaskan hasrat exhibionist - ku.
Sengaja ku atur sedemikian rupa agar begitu ia buka laci, tissue itu adalah benda yang ia lihat pertama kali nanti. Dan lagi, kakak ku punya satu kebiasaan yang sangat menguntungkan aku. Dia selalu punya kebiasaan membuka laci meja dahulu untuk memastikan pemasukan keuangan atau penjualan malam hari sebelumnya.
Sialan, aku sudah tidak sabar menanti pagi hari tiba. Aku dapat membayangkannya, betapa jengkelnya dia ketika mendapati sampah ada di dalam laci itu..