Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

THE HIMAWAN FAMS

Senin, 10 Januari 2021, 08:27
Kami sudah dalam perjalanan ke rumah sakit untuk menjenguk Johan.
Sepanjang perjalanan banyak yang kami bicarakan. Kebanyakan perkara ringan
" Abang... Resepsinya di Graha Bintara Raya aja bang... Ini aku udah dapet penawaran dari temen ynag kerja disana..." ucap si bontot.
" Di daerah mana itu teh Nong...?" tanya Vilda antusias
" Arah ke sektor 7" jawab Rani
" Hmm.. Ada waktu kita survey kesana..." pinta Vilda
" Okay...." jawab Rani bahagia
" Mm... Maaf mbak Nong.. mbak Vilda... Tetap harus saya atau Marwan yang antar.." ucap om Herdi tegas
" Iya om.. Nanti om juga kan harus liat situasi disana.." jawab Rani
Aku dan istriku lega melihat ketegasan om Herdi menjaga Rani. Apalagi dia faham kejadian yang menimpa Rani.
" Teteh... Ai GCU teh di suntik ngga...?" tanya Rani.
" Setahu teteh sih ngga. Tapi nanti tergantung sama dokter yang nanganin..." ucap Istriku
Tak terasa kami sudah tiba di pelataran parlir rumah sakit.
Saat memasuki lobby aku disambut Stella alias Icul..
" Cul... Jadwal jaga? " sapaku. Stella menghampiri.kami dan mencium tanganku dan istriku plus cipika cipiki dengan istriku.
" Udah pulang bang. Sengaja nungguin abang soalnya Dhilla bilang abang mau kesini..." jawab Stella
" Gimana kondisi Johan? " tanya istriku
" Kondisinya udah normal dan bisa duduk. Dietnya hanya makanan yang memancing alergi kaya udang dan ikan asin.." jawab Stella
" Eummh... Alhamdulillah.." jawabku
" Eh abang ditunggu sama dr. Alfred dan dr. Maruli. " ucap Stella
" dr. Maruli itu siapa cul? " tanyaku
" Dia spesialis saraf atau neurolog " jawab Stella
Tak lama kemudian kami memasuki sebuah ruangan dan diminta menunggu sebentar.
Setelah beberapa menit menunggu akhirnya kedua dokter yang disebutkan Stella tiba.
" Assalaamu'alaikum... Gimana kabarnya bang Dicky..." sapa dr. Alfred
" Alhamdulillah sehat dok.. " jawabku
" Oh.. Iya... Ini dr. Maruli yamg saya mintain bantuan mengawasi Johan..." ucap dr. Alfred
Sejenak kami berbasa basi..
" Oya gini pak Dicky.. Kondisi Johan semakin membaik. Dan ini memang diluar ekspektasi kami. Semangat dan kemauannya untuk sembuh sangat tinggi. Tapi... Ada satu hal yang pak Dicky harus perhatikan. Johan mengalami hantaman keras dikepala. Okelah kalau dari kondisi fracture imperfecti tulang cranial nya sudah ditangani sama alfred. Yang saya khawatirkan disini adalah kemampuan otak Johan akan mengalami penurunan temporer. Sebab Cerebrum atau otak besarnya mengalami trauma hebat. Lobus frontal adalah bagian terberat yang menerima benturan itu. Walaupun begitu dari hasil MRI tidak saya temukan kerusakan permanen yang membahayakan Johan..." papar dr. Maruli panjang dan hati hati.
Sumpah... Saat itu kemarahanku menggelegak. Tapi berhasil kutahan..
" Konsekuensi yang harus kami hadapi apa aja dok? " tanyaku pelan gemetar
" Ky... Kamu masih bisa nahan amarah kamu kan...?" tanya dr. Alfred.
" Bisa dok... " jawabku sambil menarik nafas panjang
" Hmm... Saya tahu dan bisa paham kenapa kamu marah banget... Nah.. Kemungkinan Johan akan mengalami degradasi fungsi intelektual. Sekali lagi karena lobus frontal ini mengatur kemampuan intelektual seseorang termasuk kemampuan emosional. Jadi kami minta kamu bisa sabar menghadapi Johan. Dan selama 1 tahun kedepan Johan harus kontrol ketat setiap bulannya paling nggak 2 kali. Sekaligus terapi untuk recovery brain functional and capability. Jadi ini mutlak harus..." ucap dr. Maruli lagi
" baik dok..." jawabku. Pembicaraan masih berlanjut hingga setengah jam. Hingga akhirnya kami sepakat membuat jadwal khusus untuk Johan dan dokter memastikan Johan bisa pulang untuk bedrest dalam 2 hari ini
" Hffft... " desahku melepaskan amarahku
" Kenapa yah...?" tanya istriku cemas.
Kujelaskan apa yang disampaikan oleh team dokter. Ada nada amarah dalam bicaraku yang terlontar secara tak sadar. Yang akhirmya reda saat istriku memelukku.
Kami melangkah ke kamar Johan
"Assalaamu'alaikum... Bancet... Main bola yoo..." ucapku
" Waalaikumsalam... Johannya sedang narik angkot..." jawabnya lemah
Kami tertawa mendengar leluconnya
" Hmm... Kuali teflon nyautin..." candaku lagi
Johan tertawa bahagia walaupun lemah.
Kami terlibat obrolan sekaligus menyampaikan rencana perawatan lanjutan untuk Johan
Selama ia harus melakukan perawatan intensif, ia harus ada di rumahku. Agar kami bisa saling jaga dan bantu. Johan pasrah karena ia tahu keputusan yamg kuambil adalah untuk kebaikannya.
Kami bersama.Johan hingga ½ jam. Dan kulihat memang ada sedikit perbedaan darinya. Dan aku sudah maklum karena dr. Maruli sudah memaparkan apa yang terjadi. Akhirmya kami pamit karena Rani dan Vilda harus GCU dan jadwalnya sudah diatur sedemikian rupa. Dan juga agar Johan bisa rehat maksimal dan target pulang 2 hari kedepan bisa dilaksanakan.
Kami sudah berada di.selasar Rumah sakit menuju Poli Executive. Hingga kami tiba di bagian pendaftaran.
" Pagi mbak... " sapa istriku kepada petugas front line
" Pagi ibu.. Eh ini kan kakanya Dhilla ya bu? " tanya petugas itu
Istriku tersenyum dan mengangguk membenarkan
" Iya Dhilla mendaftarkan 2 orang untuk GCU bu.. Atas Nama Rani Permata Putri dan Vilda Rosada Damayanti ya bu..." tanyanya
" Iya mbak..." jawab istriku lagi
Lalu ia mengetik sesuatu dan mencetak Rekam Medis berikut kartu Pasien atas nama.Rani dan Vilda.
" Ini kartumya bu. " ucap petugas itu sambil menyerahkan kartu pasien kepada istriku.
Lalu ia memanggil seorang perawat dan menjelaskan kepada kami bahwa perawat itu adalah LO kami.
Kami mengikuti langkahnya menuju ruangan poli executive.
" Pagi mbak... Ini pasien yang akan Check up.. Atas nama Rani Permata Putri dan Vilda Rosada Damayanti." ucap.perawat itu.
" Oh.. Baik.. Langsung aja ya bu... Mbak Rani dan mbak Vilda silahkan salin pakaian dulu di sini.. " Ucap Tiwi si perawat poli
Rani menatap istriku dengan wajah agak takut.
" Ganti sayang..." bujuk istriku sambil mengantarkannya ke kamar salin. Tak lama kemudian keduanya sudah bersalin pakaian dan memakai sleepers.
" Mmm.. Ngga enak... Ngga make daleman..." rengek Rani lirih kepadaku
" Hahahaha... " aku ngga kuat menahan tawa mendengar ucapannya.
" Ii.. Abaang..." rengeknya lagi
" Sebentar ini nong... Nanti juga make lagi..." bujukku sambil memeluk bahunya.
Vilda berlindung dibalik tubuh istriku. Berusaha menutupi tubuhnya yang hanya di tutup kimono.
" Mbak Rani silahkan..." panggil Tiwi.
Istriku menggandengnya menuju ruang periksa. Vilda bergeser kearahku dan menyembunyikan tubuhnya di balik tubuhku.
" Kenapa...? Anyep? " godaku
Vilda mengangguk sambil tersenyum. Tak lama..
" Mbak Vilda... Silahkan mbak..." panggil Tiwi
" Ayah... Anterin..." ucap Vilda memintaku menemaninya hingga pintu. Kuturuti kemauannya dan kuantar hingga pintu.
Aku kembali ke ruang tunggu sementara istriku kuyakini masih menemani si bontot agar tidak merajuk.
Menjelang jam makan siang pemeriksaan selesai dan kedua gadis kami sudah memakai kembali pakaiannya.
" Gimana bun? " tanyaku
" Alhamdulillah normal normal aja dua duanya. Cuman satu kendala buat Rani. Dia kadar gula darahnya ada kecenderungan unstabile. Hasil senuanya nanti jam 13::30 dipaparin sama dokter. " jawab istriku
" Oo.. Ya sudah kita makan siang dulu..." ajakku
Kami melangkah ke food stall dekat rumah sakit untuk makan siang.
Aku merasa ada sebuah tatapan aneh mengikuti semenjak kami memasuki food stall. Aku mencoba mencari sumber tatapan itu dan bertemu sesosok perawat yang tersenyum genit padaku. Aku mengerenyit bingung.. Siapa perawat ini... Itu pertanyaanku. Akhirmya aku ngga mau ambil pusing dan melanjutkan tujuanku untuk makan siang bersama istri dan keluargaku.
" Yah.. Tadi liat siapa? " tanya istriku
" Ada perawat liatin ayah. Feeling ayah nyuruh nengok.. Eh pas nengok dia sedang senyum kecentilan...." omelku
" Hahaha... Suamiku lempeng bener... Bukannya diladenin..." goda istriku
" Hih.. Jiji..." omelku sambil bercanda.
" Hahahaha... " suara tawa istri dan kedua gadis kami terdengar.
Seperti biasa Rani bermanja kepada istriku sementara Vilda menikmati makanan dari pringnya dengan anteng.
" Siang pak Dicky... Ingat saya? " tanya perawat tadi
" Eumnh..." aku pura pura mengingat.. Padahal aku sudah ingat dengan Retno
" Saya Retno sahabatnya Dhilla..." ucapnya
" Ooo.. Iya... Iya..." jawabku penuh kepura puraan dan muak.
" Abang.. A...." pinta Rani yang kutahu ia sengaja agar aku bisa memecah perhatiannya.
Kusuapi Rani dan ku lap bibirnya
" Oo. Iya.. Kenalkan.. Ini istri saya... Ini adik bungsu saya dan adik.saya..." ucapku
" Saya Retno... Waah bahagia ya bisa manja sama pria setampan pak Dicky..." ucapnya
Istriku dan Vilda mendadak berubah ekspresi.
" Eummh... Mereka manja karena adik adik kami... Jadi yaaa wajar..." jawabku meredakan situasi
" Oh.. Iya maaf mbak kami mau melanjutkan makan. Karena setelah ini ada janji sama dokter.." ucapku setengah mengusir
" Baik pak..." jawab Retno agak kecewa sambil pamit dan berjalan menuju tempat kerjanya.
" Hih.. Pengen nampar..." ucap Vilda
" Hmm.. Hmm.." suara istriku mengingatkan Vilda
" Ya atuda jadi kesel liatnya..." protes Rani.
" Ya udahlah... Toh orangnya juga udah pergi.." jawabku. Akhirnya suasana kembali normal. Selesai makan kami melanjutkan dengan shalat dzuhur di masjid rumahsakit yang berada tak jauh dari food stall tempat kami makan siang. Saat shalat Dhilla dan Alline menyusul kami ke masjid. Dan kami berjamaah dzuhur. Selesai berjamaah kami masih menghabiskan waktu setengah jam di cofeeshop sambil ngobrol ringan. Akhirmya waktu menemui dokter pun tiba.
Kami berjalan menuju poli executive sambil bercanda ringan. Dan naluriku sekali lagi mengatakan ada pandangan mata yang aneh melekat menatapku. Tapi aku ngga peduli malah aku asyik ngobrol dengan istriku dan si bungsu. Sementara Vilda asyik mencari catering yang sesuai dengan harapannya untuk resepsi pernikahan kami
" Rani Permata Putri dan Vilda Rosada Damayanti.. Silahkan... Sama keluarganya juga..." panggil Tiwi
Kami memenuji panghilan tersebut dan menemui dr. Hans.
" Ini... " tanya dr. Hans
" Iya saya Kakaknya Rani..." ucap istriku
" Hmm.. Bungsu ya? " tanya dr. Hans.
" Iya dok.. Ogoan.. " jawab istriku sambil tersenyum
" Okay... Ini hasil Check up hari ini. Rani ada sedikit masalah di gula darah. Kondisinya unstabile dan harus diet gula selama 2 bulan ini. Tujuannya agar saya tau apakah pankreas de Rani bisa memproduksi insulin dengan normal atau perlu ada terapi khusus. Yamg kedua perihal alergi. Hasil lab menunjukkan nihil. Dan saya rasa aman. THT no problem. Kemudian mata. myopianya di angka 2,4 dan astigmatisnya di angka 2,15. Resep kacamata dan obat pendukung sudah siap. Overall everything is okay. Nah De Vilda.. Ini seluruhnya normal. Karena terbiasa olahraga ya? " ucap dr. Hans.
" Iya dok. Dia atlet Tarung Derajat dan Gyyuk Mu Do. " jawab istriku bangga
" Hmm... Pantas.. Body balance bagus performa muscular sempurna dan sistem organ tubih ngga ada masalah. Cuma... Dia alergi sama lebah. Jadi kalo kena sengatan binatang itu dia bakal mengalami ruam kulit dan beberapa gejala lainnya. Malah kalo serangan lebahnya ganas dia bisa kena anaflaksis dan akhirmya mortal atau wafat. Jadi buat Vilda khususnya hindari mengganggu lebah dan jangan makan makanan yang memiliki kandungan alkohol / methanol. Karena akan menyebabkan radang pada tenggorokannya. THT okay ngga ada masalah.. Mata myopia 1,75 dan wajib kacamata. Untuk Rani diet gula. Kalo mau make gula harus gula rendah kalori berbahan daun stevia. Itu saja penyampaian dari saya. Ada yang mau ditanyakan...?" ucap dr. Hans.
Beberapa pertanyaan kami ajukan kepada dr. Hans sebagai catatan khusus perawatan harian kedua anak gadis kami ini. Informasi penting pun mengalir dan dicatat dengan baik oleh istriku.
Akhirnya GCU telah selesai. Kami keluar dari rumah sakit dengan lega. Di perjalanan kami melihat Retno dengan wajah sinis menatap kami. Tapi kami abaikan
"Om punten kita ke apotik nebus resep terus ke mall ke optik mau beli kacamata..." pjntaku pada om Herdi.
" Siap... " jawabmya
" Eh om Herdi udah makan siamg belum? " tanyaku
" Oh ayah.. Kok ayah bisa lupa gitu sih? " omel.istriku
" Siap sudah mas... Tadi saya makan di food stall jam 11:30" jawabnya tegas.
" Ooh... Iya atuh... Maafin ya om saya kelupaan..." ucapku
" Ngga ada yang harus minta maaf mas. Toh mas bekelin uang ke saya kok..." jawabnya santai
Tak lama kemudian kami tiba di apotek dan menebus resep dari dokter. Tak lama waktu yang dibutuhkan karena bukan obat racikan. Lalu kami meluncur menuju mall.
Sesampainya di Mall kami segera menuju optik yang kami percaya bisa menyediakan keperluan si Bungsu dan Vilda. Setelah menyerahkan resep
" Wah pak.. Ini kan baru ya... Terus kombinasi juga punya bu Rani. Kayamya agak lama nunggunya deh..." ucap petugas optik
" Oh.. Berapa lama mas...?" tanya istriku
" Sekitar 1-2 jam bu..." jawabnya
" Oo.. Kalo gitu kami tinggal dulu belanja ngga masalah ya mas...?" tanya istriku
" Oh ngga apa apa bu. Tapi mohon tinggalkan no hp atau wa biar kalo udah selesai saya bisa kontak ibu..." jawabnya ramah dan sopan
Lalu istriku memberikan nomor Vilda agar saat selesai pihak optik menelepon Vilda.
Sambil menunggu, kami berbelanja kebutuhan rumah tangga termasuk susu dan bubur bayi untuk Ajeng.
" Teh Nong... Jangan dulu ih..." protes Vilda saat melihat si bontot kesayangan kami mengambil coklat dan permen favoritnya.
" Ssst.. 1 aja.... " bisiknya nakal sambil nyengir
" Ehem...!" aku pura pura batuk sambil lewat untuk memilih beberapa kebutuhan.
Rani buru buru menyimpan coklat dan permennya.
" Godaannya kenceng ya...?" gumamku sambil memilih gula non kalori
" Aa.. " rengek Rani malu lalu memeluk lenganku
" Hmm... Pasti bikin ulah..."ucap istriku pelan
" Ngga kok bun. Dia hanya sedang mencoba bertahan supaya ngga kegoda. Dan ayah komenin..." ucapku sambil tertawa kecil
" Oooh... Kirain dia mau nyolong nyolong..." ucap.istriku sambil memeluk si bontot
Vilda tersenyum meledek Rani. Lalu ia memeluk lenganku sambil mengomentari dan meledek pilihanku yang kadang aneh. Akhirnya belanja hari ini selesai. Dan seperti biasa kami meminta jasa antar barang ke rumah agar tidak berabe.
Selesai membayar kami kembali.ke optik tempat kami memesan kacamata.
"Wah baru mau ditelepon... Ini bu kacamatanya. Ini pumya mbak Rani. Ini mbak Vilda..." ucap Wahyu waiter yang melayani kami
Rani membuka box kacamata miliknya lau ia kenakan kacamatanya. Frame Luis Vuitton yang elegan menambah kecantikan wajahnya. Aku sendiri yang setiap hari jjadi sasaran kemanjaannya mengagumi kecantikannya. Sementara Vilda dengan kacamata berframe Gucci memberi kesan wanita muda yamg dewasa, energik dan smart.
" Alah alaah... Gadis gadiskuu... " ucap istriku penuh kekaguman dengan tulus. Dikecupnya dahi kedua gadis muda kesayangan istriku. Karena semua telah selesai maka kami memutuskan pulang. Selain lelah kami juga kangen Ajeng.
Di perjalanan menuju mobil banyak yang menatap kami. Bahkan ada yang mencoba mengajak ketiga bidadariku menjadi model untuk produk kosmetik. Yang dijawab kami fikirkan dulu.
Setelah tiba di rumah kami dapati bidadari mungil permata hati kami sedang tidur setelah bermain sepanjang pagi hingga siang.
" Teteh... Abang... Makasih ya.. " ucap Rani
" Ayah.. Bunda...makasih udah menyayangi kami dan memperhatikan kami..." ucap Vilda sambil memeluk kami bertiga.
Kuingatkan kepada keduanya bahwa yang kami lakukan karena Allah menitipkan mereka kepada kami. Dan mereka adalah amanat besar untukku.
Mendengar apa yang kuucapkan mereka makin erat memelukku dan istriku
" Jangan tinggalin kami ya..." bisik Rani lirih
" Aku juga ngga mau kehilangan ayah dan bunda..." ucap Vilda dengan mata memerah.
Kueratkan pelukanku pada mereka. Agar mereka tahu aku akan selalu ada untuk mereka.

Lembayung senja menggantung dilangit
Biaskan rona emas diantara mega
Walaupun bukan sekandung seayah
Keselamatan kalian pasti kujaga....
 
Terakhir diubah:
Senin, 10 Januari 2021, 08:27
Kami sudah dalam perjalanan ke rumah sakit untuk menjenguk Johan.
Sepanjang perjalanan banyak yang kami bicarakan. Kebanyakan perkara ringan
" Abang... Resepsinya di Graha Bintara Raya aja bang... Ini aku udah dapet penawaran dari temen ynag kerja disana..." ucap si bontot.
" Di daerah mana itu teh Nong...?" tanya Vilda antusias
" Arah ke sektor 7" jawab Rani
" Hmm.. Ada waktu kita survey kesana..." pinta Vilda
" Okay...." jawab Rani bahagia
" Mm... Maaf mbak Nong.. mbak Vilda... Tetap harus saya atau Marwan yang antar.." ucap om Herdi tegas
" Iya om.. Nanti om juga kan harus liat situasi disana.." jawab Rani
Aku dan istriku lega melihat ketegasan om Herdi menjaga Rani. Apalagi dia faham kejadian yang menimpa Rani.
" Teteh... Ai GCU teh di suntik ngga...?" tanya Rani.
" Setahu teteh sih ngga. Tapi nanti tergantung sama dokter yang nanganin..." ucap Istriku
Tak terasa kami sudah tiba di pelataran parlir rumah sakit.
Saat memasuki lobby aku disambut Stella alias Icul..
" Cul... Jadwal jaga? " sapaku. Stella menghampiri.kami dan mencium tanganku dan istriku plus cipika cipiki dengan istriku.
" Udah pulang bang. Sengaja nungguin abang soalnya Dhilla bilang abang mau kesini..." jawab Stella
" Gimana kondisi Johan? " tanya istriku
" Kondisinya udah normal dan bisa duduk. Dietnya hanya makanan yang memancing alergi kaya udang dan ikan asin.." jawab Stella
" Eummh... Alhamdulillah.." jawabku
" Eh abang ditunggu sama dr. Alfred dan dr. Maruli. " ucap Stella
" dr. Maruli itu siapa cul? " tanyaku
" Dia spesialis saraf atau neurolog " jawab Stella
Tak lama kemudian kami memasuki sebuah ruangan dan diminta menunggu sebentar.
Setelah beberapa menit menunggu akhirnya kedua dokter yang disebutkan Stella tiba.
" Assalaamu'alaikum... Gimana kabarnya bang Dicky..." sapa dr. Alfred
" Alhamdulillah sehat dok.. " jawabku
" Oh.. Iya... Ini dr. Maruli yamg saya mintain bantuan mengawasi Johan..." ucap dr. Alfred
Sejenak kami berbasa basi..
" Oya gini pak Dicky.. Kondisi Johan semakin membaik. Dan ini memang diluar ekspektasi kami. Semangat dan kemauannya untuk sembuh sangat tinggi. Tapi... Ada satu hal yang pak Dicky harus perhatikan. Johan mengalami hantaman keras dikepala. Okelah kalau dari kondisi fracture imperfecti tulang cranial nya sudah ditangani sama alfred. Yang saya khawatirkan disini adalah kemampuan otak Johan akan mengalami penurunan temporer. Sebab Cerebrum atau otak besarnya mengalami trauma hebat. Lobus frontal adalah bagian terberat yang menerima benturan itu. Walaupun begitu dari hasil MRI tidak saya temukan kerusakan permanen yang membahayakan Johan..." papar dr. Maruli panjang dan hati hati.
Sumpah... Saat itu kemarahanku menggelegak. Tapi berhasil kutahan..
" Konsekuensi yang harus kami hadapi apa aja dok? " tanyaku pelan gemetar
" Ky... Kamu masih bisa nahan amarah kamu kan...?" tanya dr. Alfred.
" Bisa dok... " jawabku sambil menarik nafas panjang
" Hmm... Saya tahu dan bisa paham kenapa kamu marah banget... Nah.. Kemungkinan Johan akan mengalami degradasi fungsi intelektual. Sekali lagi karena lobus frontal ini mengatur kemampuan intelektual seseorang termasuk kemampuan emosional. Jadi kami minta kamu bisa sabar menghadapi Johan. Dan selama 1 tahun kedepan Johan harus kontrol ketat setiap bulannya paling nggak 2 kali. Sekaligus terapi untuk recovery brain functional and capability. Jadi ini mutlak harus..." ucap dr. Maruli lagi
" baik dok..." jawabku. Pembicaraan masih berlanjut hingga setengah jam. Hingga akhirnya kami sepakat membuat jadwal khusus untuk Johan dan dokter memastikan Johan bisa pulang untuk bedrest dalam 2 hari ini
" Hffft... " desahku melepaskan amarahku
" Kenapa yah...?" tanya istriku cemas.
Kujelaskan apa yang disampaikan oleh team dokter. Ada nada amarah dalam bicaraku yang terlontar secara tak sadar. Yang akhirmya reda saat istriku memelukku.
Kami melangkah ke kamar Johan
"Assalaamu'alaikum... Bancet... Main bola yoo..." ucapku
" Waalaikumsalam... Johannya sedang narik angkot..." jawabnya lemah
Kami tertawa mendengar leluconnya
" Hmm... Kuali teflon nyautin..." candaku lagi
Johan tertawa bahagia walaupun lemah.
Kami terlibat obrolan sekaligus menyampaikan rencana perawatan lanjutan untuk Johan
Selama ia harus melakukan perawatan intensif, ia harus ada di rumahku. Agar kami bisa saling jaga dan bantu. Johan pasrah karena ia tahu keputusan yamg kuambil adalah untuk kebaikannya.
Kami bersama.Johan hingga ½ jam. Dan kulihat memang ada sedikit perbedaan darinya. Dan aku sudah maklum karena dr. Maruli sudah memaparkan apa yang terjadi. Akhirmya kami pamit karena Rani dan Vilda harus GCU dan jadwalnya sudah diatur sedemikian rupa. Dan juga agar Johan bisa rehat maksimal dan target pulang 2 hari kedepan bisa dilaksanakan.
Kami sudah berada di.selasar Rumah sakit menuju Poli Executive. Hingga kami tiba di bagian pendaftaran.
" Pagi mbak... " sapa istriku kepada petugas front line
" Pagi ibu.. Eh ini kan kakanya Dhilla ya bu? " tanya petugas itu
Istriku tersenyum dan mengangguk membenarkan
" Iya Dhilla mendaftarkan 2 orang untuk GCU bu.. Atas Nama Rani Permata Putri dan Vilda Rosada Damayanti ya bu..." tanyanya
" Iya mbak..." jawab istriku lagi
Lalu ia mengetik sesuatu dan mencetak Rekam Medis berikut kartu Pasien atas nama.Rani dan Vilda.
" Ini kartumya bu. " ucap petugas itu sambil menyerahkan kartu pasien kepada istriku.
Lalu ia memanggil seorang perawat dan menjelaskan kepada kami bahwa perawat itu adalah LO kami.
Kami mengikuti langkahnya menuju ruangan poli executive.
" Pagi mbak... Ini pasien yang akan Check up.. Atas nama Rani Permata Putri dan Vilda Rosada Damayanti." ucap.perawat itu.
" Oh.. Baik.. Langsung aja ya bu... Mbak Rani dan mbak Vilda silahkan salin pakaian dulu di sini.. " Ucap Tiwi si perawat poli
Rani menatap istriku dengan wajah agak takut.
" Ganti sayang..." bujuk istriku sambil mengantarkannya ke kamar salin. Tak lama kemudian keduanya sudah bersalin pakaian dan memakai sleepers.
" Mmm.. Ngga enak... Ngga make daleman..." rengek Rani lirih kepadaku
" Hahahaha... " aku ngga kuat menahan tawa mendengar ucapannya.
" Ii.. Abaang..." rengeknya lagi
" Sebentar ini nong... Nanti juga make lagi..." bujukku sambil memeluk bahunya.
Vilda berlindung dibalik tubuh istriku. Berusaha menutupi tubuhnya yang hanya di tutup kimono.
" Mbak Rani silahkan..." panggil Tiwi.
Istriku menggandengnya menuju ruang periksa. Vilda bergeser kearahku dan menyembunyikan tubuhnya di balik tubuhku.
" Kenapa...? Anyep? " godaku
Vilda mengangguk sambil tersenyum. Tak lama..
" Mbak Vilda... Silahkan mbak..." panggil Tiwi
" Ayah... Anterin..." ucap Vilda memintaku menemaninya hingga pintu. Kuturuti kemauannya dan kuantar hingga pintu.
Aku kembali ke ruang tunggu sementara istriku kuyakini masih menemani si bontot agar tidak merajuk.
Menjelang jam makan siang pemeriksaan selesai dan kedua gadis kami sudah memakai kembali pakaiannya.
" Gimana bun? " tanyaku
" Alhamdulillah normal normal aja dua duanya. Cuman satu kendala buat Rani. Dia kadar gula darahnya ada kecenderungan unstabile. Hasil senuanya nanti jam 13::30 dipaparin sama dokter. " jawab istriku
" Oo.. Ya sudah kita makan siang dulu..." ajakku
Kami melangkah ke food stall dekat rumah sakit untuk makan siang.
Aku merasa ada sebuah tatapan aneh mengikuti semenjak kami memasuki food stall. Aku mencoba mencari sumber tatapan itu dan bertemu sesosok perawat yang tersenyum genit padaku. Aku mengerenyit bingung.. Siapa perawat ini... Itu pertanyaanku. Akhirmya aku ngga mau ambil pusing dan melanjutkan tujuanku untuk makan siang bersama istri dan keluargaku.
" Yah.. Tadi liat siapa? " tanya istriku
" Ada perawat liatin ayah. Feeling ayah nyuruh nengok.. Eh pas nengok dia sedang senyum kecentilan...." omelku
" Hahaha... Suamiku lempeng bener... Bukannya diladenin..." goda istriku
" Hih.. Jiji..." omelku sambil bercanda.
" Hahahaha... " suara tawa istri dan kedua gadis kami terdengar.
Seperti biasa Rani bermanja kepada istriku sementara Vilda menikmati makanan dari pringnya dengan anteng.
" Siang pak Dicky... Ingat saya? " tanya perawat tadi
" Eumnh..." aku pura pura mengingat.. Padahal aku sudah ingat dengan Retno
" Saya Retno sahabatnya Dhilla..." ucapnya
" Ooo.. Iya... Iya..." jawabku penuh kepura puraan dan muak.
" Abang.. A...." pinta Rani yang kutahu ia sengaja agar aku bisa memecah perhatiannya.
Kusuapi Rani dan ku lap bibirnya
" Oo. Iya.. Kenalkan.. Ini istri saya... Ini adik bungsu saya dan adik.saya..." ucapku
" Saya Retno... Waah bahagia ya bisa manja sama pria setampan pak Dicky..." ucapnya
Istriku dan Vilda mendadak berubah ekspresi.
" Eummh... Mereka manja karena adik adik kami... Jadi yaaa wajar..." jawabku meredakan situasi
" Oh.. Iya maaf mbak kami mau melanjutkan makan. Karena setelah ini ada janji sama dokter.." ucapku setengah mengusir
" Baik pak..." jawab Retno agak kecewa sambil pamit dan berjalan menuju tempat kerjanya.
" Hih.. Pengen nampar..." ucap Vilda
" Hmm.. Hmm.." suara istriku mengingatkan Vilda
" Ya atuda jadi kesel liatnya..." protes Rani.
" Ya udahlah... Toh orangnya juga udah pergi.." jawabku. Akhirnya suasana kembali normal. Selesai makan kami melanjutkan dengan shalat dzuhur di masjid rumahsakit yang berada tak jauh dari food stall tempat kami makan siang. Saat shalat Dhilla dan Alline menyusul kami ke masjid. Dan kami berjamaah dzuhur. Selesai berjamaah kami masih menghabiskan waktu setengah jam di cofeeshop sambil ngobrol ringan. Akhirmya waktu menemui dokter pun tiba.
Kami berjalan menuju poli executive sambil bercanda ringan. Dan naluriku sekali lagi mengatakan ada pandangan mata yang aneh melekat menatapku. Tapi aku ngga peduli malah aku asyik ngobrol dengan istriku dan si bungsu. Sementara Vilda asyik mencari catering yang sesuai dengan harapannya untuk resepsi pernikahan kami
" Rani Permata Putri dan Vilda Rosada Damayanti.. Silahkan... Sama keluarganya juga..." panggil Tiwi
Kami memenuji panghilan tersebut dan menemui dr. Hans.
" Ini... " tanya dr. Hans
" Iya saya Kakaknya Rani..." ucap istriku
" Hmm.. Bungsu ya? " tanya dr. Hans.
" Iya dok.. Ogoan.. " jawab istriku sambil tersenyum
" Okay... Ini hasil Check up hari ini. Rani ada sedikit masalah di gula darah. Kondisinya unstabile dan harus diet gula selama 2 bulan ini. Tujuannya agar saya tau apakah pankreas de Rani bisa memproduksi insulin dengan normal atau perlu ada terapi khusus. Yamg kedua perihal alergi. Hasil lab menunjukkan nihil. Dan saya rasa aman. THT no problem. Kemudian mata. myopianya di angka 2,4 dan astigmatisnya di angka 2,15. Resep kacamata dan obat pendukung sudah siap. Overall everything is okay. Nah De Vilda.. Ini seluruhnya normal. Karena terbiasa olahraga ya? " ucap dr. Hans.
" Iya dok. Dia atlet Tarung Derajat dan Gyyuk Mu Do. " jawab istriku bangga
" Hmm... Pantas.. Body balance bagus performa muscular sempurna dan sistem organ tubih ngga ada masalah. Cuma... Dia alergi sama lebah. Jadi kalo kena sengatan binatang itu dia bakal mengalami ruam kulit dan beberapa gejala lainnya. Malah kalo serangan lebahnya ganas dia bisa kena anaflaksis dan akhirmya mortal atau wafat. Jadi buat Vilda khususnya hindari mengganggu lebah dan jangan makan makanan yang memiliki kandungan alkohol / methanol. Karena akan menyebabkan radang pada tenggorokannya. THT okay ngga ada masalah.. Mata myopia 1,75 dan wajib kacamata. Untuk Rani diet gula. Kalo mau make gula harus gula rendah kalori berbahan daun stevia. Itu saja penyampaian dari saya. Ada yang mau ditanyakan...?" ucap dr. Hans.
Beberapa pertanyaan kami ajukan kepada dr. Hans sebagai catatan khusus perawatan harian kedua anak gadis kami ini. Informasi penting pun mengalir dan dicatat dengan baik oleh istriku.
Akhirnya GCU telah selesai. Kami keluar dari rumah sakit dengan lega. Di perjalanan kami melihat Retno dengan wajah sinis menatap kami. Tapi kami abaikan
"Om punten kita ke apotik nebus resep terus ke mall ke optik mau beli kacamata..." pjntaku pada om Herdi.
" Siap... " jawabmya
" Eh om Herdi udah makan siamg belum? " tanyaku
" Oh ayah.. Kok ayah bisa lupa gitu sih? " omel.istriku
" Siap sudah mas... Tadi saya makan di food stall jam 11:30" jawabnya tegas.
" Ooh... Iya atuh... Maafin ya om saya kelupaan..." ucapku
" Ngga ada yang harus minta maaf mas. Toh mas bekelin uang ke saya kok..." jawabnya santai
Tak lama kemudian kami tiba di apotek dan menebus resep dari dokter. Tak lama waktu yang dibutuhkan karena bukan obat racikan. Lalu kami meluncur menuju mall.
Sesampainya di Mall kami segera menuju optik yang kami percaya bisa menyediakan keperluan si Bungsu dan Vilda. Setelah menyerahkan resep
" Wah pak.. Ini kan baru ya... Terus kombinasi juga punya bu Rani. Kayamya agak lama nunggunya deh..." ucap petugas optik
" Oh.. Berapa lama mas...?" tanya istriku
" Sekitar 1-2 jam bu..." jawabnya
" Oo.. Kalo gitu kami tinggal dulu belanja ngga masalah ya mas...?" tanya istriku
" Oh ngga apa apa bu. Tapi mohon tinggalkan no hp atau wa biar kalo udah selesai saya bisa kontak ibu..." jawabnya ramah dan sopan
Lalu istriku memberikan nomor Vilda agar saat selesai pihak optik menelepon Vilda.
Sambil menunggu, kami berbelanja kebutuhan rumah tangga termasuk susu dan bubur bayi untuk Ajeng.
" Teh Nong... Jangan dulu ih..." protes Vilda saat melihat si bontot kesayangan kami mengambil coklat dan permen favoritnya.
" Ssst.. 1 aja.... " bisiknya nakal sambil nyengir
" Ehem...!" aku pura pura batuk sambil lewat untuk memilih beberapa kebutuhan.
Rani buru buru menyimpan coklat dan permennya.
" Godaannya kenceng ya...?" gumamku sambil memilih gula non kalori
" Aa.. " rengek Rani malu lalu memeluk lenganku
" Hmm... Pasti bikin ulah..."ucap istriku pelan
" Ngga kok bun. Dia hanya sedang mencoba bertahan supaya ngga kegoda. Dan ayah komenin..." ucapku sambil tertawa kecil
" Oooh... Kirain dia mau nyolong nyolong..." ucap.istriku sambil memeluk si bontot
Vilda tersenyum meledek Rani. Lalu ia memeluk lenganku sambil mengomentari dan meledek pilihanku yang kadang aneh. Akhirnya belanja hari ini selesai. Dan seperti biasa kami meminta jasa antar barang ke rumah agar tidak berabe.
Selesai membayar kami kembali.ke optik tempat kami memesan kacamata.
"Wah baru mau ditelepon... Ini bu kacamatanya. Ini pumya mbak Rani. Ini mbak Vilda..." ucap Wahyu waiter yang melayani kami
Rani membuka box kacamata miliknya lau ia kenakan kacamatanya. Frame Luis Vuitton yang elegan menambah kecantikan wajahnya. Aku sendiri yang setiap hari jjadi sasaran kemanjaannya mengagumi kecantikannya. Sementara Vilda dengan kacamata berframe Gucci memberi kesan wanita muda yamg dewasa, energik dan smart.
" Alah alaah... Gadis gadiskuu... " ucap istriku penuh kekaguman dengan tulus. Dikecupnya dahi kedua gadis muda kesayangan istriku. Karena semua telah selesai maka kami memutuskan pulang. Selain lelah kami juga kangen Ajeng.
Di perjalanan menuju mobil banyak yang menatap kami. Bahkan ada yang mencoba mengajak ketiga bidadariku menjadi model untuk produk kosmetik. Yang dijawab kami fikirkan dulu.
Setelah tiba di rumah kami dapati bidadari mungil permata hati kami sedang tidur setelah bermain sepanjang pagi hingga siang.
" Teteh... Abang... Makasih ya.. " ucap Rani
" Ayah.. Bunda...makasih udah menyayangi kami dan memperhatikan kami..." ucap Vilda sambil memeluk kami bertiga.
Kuingatkan kepada keduanya bahwa yang kami lakukan karena Allah menitipkan mereka kepada kami. Dan mereka adalah amanat besar untukku.
Mendengar apa yang kuucapkan mereka makin erat memelukku dan istriku
" Jangan tinggalin kami ya..." bisik Rani lirih
" Aku juga ngga mau kehilangan ayah dan bunda..." ucap Vilda dengan mata memerah.
Kueratkan pelukanku pada mereka. Agar mereka tahu aku akan selalu ada untuk mereka.

Lembayung senja menggantung dilangit
Biaskan rona emas diantara mega
Walaupun bukan sekandung seayah
Keselamatan kalian pasti kujaga....
Akhirnya this family muncul juga, terimakasih suhu
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd