Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG The Wheel Of Life

Status
Please reply by conversation.
Gelar tiker duli suhu, alur ceritanya gokil, untung nemu cerbung ini, dari chapter 1-19 baca non-stop, bener2 kebawa suasana ceritanya, semoga dilancarkan kehidupan RL nya suhu, biar bisa update 🙇🙇🙇
 
CHAPTER XIX



Natasya Nola Pratama


Hanna Tsania Sukoco


Sana Yerri Liandry (a.k.a) Syerli



“Uhh.....hooaammmm.....mmhhhh.....” perlahan kesadaranku pulih setelah tertidur.

Aku merasa ada sesuatu yang salah dengan yang aku rasakan. Sebuah tangan memelukku dari samping, dan benda yang begitu empuk terasa menempel di lengan kiriku.

Aku membuka mataku, dan memperjelas pandanganku. Aku menoleh dan melihat ke samping tubuhku. Seorang wanita sedang memelukku dengan tubuhnya yang miring ke arahku.

Aku menatapnya, dia sepertinya sudah terbangun dari tidurnya, atau mungkin dia tidak tidur. Senyum manisnya begitu saja mengembang dari bibirnya saat aku melihatnya.

“E.ehh, Tasya!!......”

Sontak aku terkejut dengan keberadaan Tasya di kamarku, bahkan kini dia sedang memeluk tubuhku.

“Sya, lepas pelukannya!!.... Nanti ada yang lihat....” ucapku yang sedikit panik dengan keberadaan Tasya.

Tasya masih saja memelukku, senyum di bibirnyapun belum memudar. “Gak usah panik gitu napa, lagian cuma kita berdua di kamar ini, gak ada orang lain juga!!....” tutur Tasya yang kemudian melepas pelukannya, dan bangun duduk di samping tubuhku yang masih terbaring di tempat tidur.

Akupun ikut bangun dari tiduranku dan duduk berhadapan dengan Tasya, yang masih saja menatap kearahku.

Aku dan Tasya sama-sama saling memandang dalam diam. Samar-samar aku mendengar orang sedang berbicara di depan kamarku. Dari suaranya, aku tau itu Gading dan Maya. Namun tidak lama, suara itu menghilang begitu saja.

“Dingin!!....” ucap Tasya sambil mengembungkan kedua pipinya. Cantik, imut, dan lucu, mungkin itu yang aku lihat dari tingkah Tasya saat ini.

“Namanya pagi ya dingin Sya, tuh matahari juga belum nongol!!....”

“Huuuhhhh..... Dasar gak peka, kalau cewek bilang dingin di depan elo, ya di peluk atau di apain gitu biar gak kedinginan....”

“Ini ada selimut, sini aku selimutin!!....”

“Ihhhh, nyebelin!!.....” ucap Tasya, yang dengan cepat mendorong lagi tubuhku sampai kembali terbaring di tempat tidur.

Dengan bibir cemberut, dan mata yang melotot, Tasya memandang ke arahku. Aku yang melihat eksoresi lucunya, hanya bisa nyengir menahan tawaku.

Tanpa meminta izin Tasya, aku bangkit dari posisi tiduranku, dan begitu saja memeluk tubuhnya. Rasa hangat dan nyaman begitu terasa saat aku memeluk tubuhnya.

“Gitu ya, kalau gue minta selalu nolak, giliran gue ngambek langsung meluk. Dasar nyebelin!!....” ucap Tasya yang kini justru membalas pelukanku.

Aku tidak lagi berucap, justru aku semakin mempererat pelukanku di tubuh Tasya.

“Masih dingin!!....” ungkap Tasya. “Sekalian bikinin dedek imut.....” ucapnya, dan seketika aku melepas pelukanku.

“Hihihihi.....” tawa lirih Tasya terdengar di telingaku.

“Elo tuh sebenarnya kenapa sih Sya??.... Selalu aneh-aneh saja fikirannya....”

Tasya diam, namun kemudian dia mengalungkan kedua tangannya ke leherku, dan menariknya kedepan, sehingga sekarang kepalaku tepat berada di samping kepalanya.

“Sudah lah Ian, mendingan sekarang kita manfaatin suasana ini. Lagian gue sudah gak pakek apa-apa lagi di balik kaos dan celana pendek gue!!....” bisik Tasya begitu lirih di telingaku.

“Glek....” sedikit aku menelan ludah saat mendengar bisikan Tasya.

“Kenapa Tasya bisa seberani ini??.... Apa ini cara dia membuktikan perasaannya padaku??.... Apa dengan ini Tasya ingin mengikatku untuk sepenuhnya menjadi miliknya??.... Apa aku harus menuruti kemauan Tasya??....” berbagai tanya timbul dalam benakku.

“Gak Sya, gak usah aneh-aneh!!.....” tolakku, dan aku mendorong bahu Tasya agak ke belakang dengan kedua tanganku.

“Kenapa elo tuh Ian, apa gue gak nafsuin buat elo??....” tanya Tasya setengah berteriak.

“Hanya lelaki gak normal Sya yang gak nafsu dengan elo. Sejujurnya gue nafsu sama elo, tapi kenapa juga kita harus lakuin itu!!....” ucapku membalas pertanyaan Tasya.

Tasya cemberut mendengar ucapanku barusan. “Elo gak sayang ya sama gue??....” tanya Tasya lagi.

“Gue kan kemarin dah bilang, gue tuh sayang sama elo, tapi gak perlu begituan juga kali Sya....” jawabku.

“Tapi kan anu nanti elo ninggalin gue!!....”

“Percaya sama gue Sya, gak bakalan gue ninggalin elo meskipun kita belum terikat hubungan pasti....”

“Tapi, gue tetep takut elo tinggalin!!....”

“Sttt.... Percaya sama gue Sya, gue tau rasanya sakit karena di tinggalin dan di bohongi, gue gak bakalan bikin orang yang gue sayangi ngerasain sakit seperti itu!!....” terangku ke Tasya, yang seketika membuat pipi Tasya merona merah.

Tanpa berucap, aku mencium kening Tasya. Meski tidak lama, tapi aku yakin ciuman itu setidaknya membuat Tasya yakin denganku.

“Gue gak perlu apa-apa Sya, gue cuma perlu elo selalu ada buat gue!!....” pintaku ke Tasya.

Tasya hanya menganggukkan kepalanya, namun bibirnya sudah kempali bisa tersenyum.

“Sekarang, elo balik ke kamar!!.... Mandi dulu, dan setelah tuh kita barengan ke tempat kumpul....” perintahku.

Dengan senyum yang menghiasi bibirnya, Tasya turun dari tempat tidu, dan segera berjalan ke pintu keluar kamarku.

Tak lama setelah Tasya keluar, Maya dan Gading bersamaan masuk ke dalam kamar yang aku tempati. Aku hanya duduk di tepian tempat tidur sambil melihat Gading dan Maya yang sedang mengacak-acak selimut dan tempat tidur.

“Woi orang gila, ngapain kalian berantakin tempat tidur??....” tanyaku setengah membentak ke Gading.

“Sebentar bro!!....” ucap Gading. “Ada gak May??....” lanjut Gading yang bertanya ke Maya.

“Gak ada, lo nemuin gak??....” jawab Maya yang balik bertanya ke Gading.

“Gak nemuin juga....” jawab Gading yang kemudian dia menatap ke arahku. “Tasya udah gak perawan ya bro??.....”

“Pletak....” bunyi kepala Gading yang aku pukul dengan tanganku.

“Adu,duh.... Sakit woi, kenapa lo tuh??....” keluh Gading.

“Lo sama Maya cocok deh, ngeres kalian berdua otaknya. Lagian, gue sama Tasya gak ngapa-ngapain!!....” ucapku ke mereka.

Maya yang mendengar ucapanku hanya tersenyum saja, sedangkan Gading masih seperti belum puas dengan apa isi ucapanku barusan.

“Tapi, elo sama Tasya dah resmi kan hubungannya??....” tanya Gading dengan begitu penasaran.

“Udah!!....” jawabku singkat.

“Setidaknya ide gue nyuruh Tasya nemanin elo tidur sukses bikin elo jadian ama Tasya, gak sia-sia gue semaleman nemanin penjaga pintu gerbang, mana banyak nyamuk...” tutur Gading.

“Hihihi.... Tuh kan demi teman elo juga....” ucap Maya.

Aku tidak terlalu masalah dengan ulah Gading, lagian gak ada kejadian aneh-aneh yang terjadi. “Terus kapan kalian mau ngresmiin hubungan??....” tanyaku yang membuat Gading dan Maya diam seketika.

“Hahahahaha.... Giliran di tanya bali, mirip patung kalian berdua. Dah lah, gue mandi dulu!!....” ucapku, dan aku segera masuk ke kamar mandi.

°

°

Selesai mandi dan mengganti pakaianku, aku segera beranjak keluar kamar. Gading dan Maya sepertinya sudah duluan ke tempat berkumpul. Mereka sepertinya sengaja membiarkan aku berduaan saja dengan Tasya.

“Senyum-senyum mulu kamu tuh dari tadi!!....” ucapku saat melihat Tasya yang terlihat begitu bahagia pagi ini.

“Namanya juga lagi bahagia, wajar kan kalau aku senyum!!....” jawabnya sambil terus berjalan di sampingku.

Akupun sebenarnya juga merasa bahagia, sebuah perasaan bahagia yang sudah begitu lama tidak aku rasakan. “Boleh aku pegang??....” tanyaku ke Tasya yang di jawabnya dengan menganggukkan kepalanya.

Tanpa lama-lama, aku memegang tangan Tasya begitu erat, dan menggandengnya ke tempat berkumpulnya semua mahasiswa. Rona merah menghiasi kedua pipi Tasya, dan baru kali ini aku melihat Tasya tersipi malu namun tetap dengan senyuman yang menghiasi bibirnya.

“Hei kalia, buruan sini!!....” panggil Rida, salah satu teman satu kelasku.

“Tuh fans kamu udah manggil!!.... hihihihi....” canda Tasya dengan tawa lirihnya.

“Apaan sih kamu tuh!!....” jawabku, aku dan Tasya segera berjalan ke Rida, dan di sana semua teman-temanku sudah berkumpul. Tanganku masih saja menggenggam erat tangan Tasya, begitupun dia juga menggenggam tanganku, seolah tidak mau melepaskannya.

“Ada apa??....” tanyaku saat aku melihat semua temanku melihat ke arahku dan Tasya.

“Itu kenapa kalian pakek acara pegangan tangan??....” tanya Sandra sambil menunjuk-nunjuk ke arah tanganku yang masih menggenggam tangan Tasnya. Aku hanya tersenyum mendengar pertanyaan Sandra.

“Mereka kan sudah reami jadian, eh ups!!....” ucap Maya, yang bergaya seolah sedang keceplosan bicara.

Semua teman-temanku langsung menatap Maya, seolah meminta pembenaran apa yang barusan Maya ucapkan. “Serius lo May??....” tanya Rida, dan hanya anggukan kepala jawaban yang di berikan Maya.

“Ihhhh, Tasya curang, gue kan juga mau sama ian....” tutur Sandra.

“Eh, gue juga mau jadi kekasih ian, Tasya curang!!....” ungkap Rida.

“Kalian berdua kenapasih berebut??.... Biarin Tasya sama ian, mereka serasi tuh!!.... Kalian kan masih bisa sama gue, ya kan Ren??....” ucap Lucas, yang di iyakan sama Reno.

“Ih, ogah!!.... Mending kalian jauh-jauh, alergi gue sama kalian!!....” ucap Sandra.

“Duo mesum ke laut sono!!....” ungkap Rida yang seketika membuat tertawa semua orang yang mendengar perdebatan mereka ber empat.

Lucas dan Reno hanya nyengir mendapati mereka sudah dua kali di tolak Sandra dan Rida di muka umum.

“Sudah bercandanya, tuh ketua BEM kita mau ngasih pengumuman!!....” sela Tasya, di tengah tawa semua orang.

Semua orang mulai tenang, dan melihat ke arah ketua BEM yang sepertinya akan mengumumkan semua kegiatan mahasiswa hari ini.

“Kegiatan hari ini akan di awali dengan kegiatan senam, di teruskan acara makan pagi, selesai makan di lanjut dengan kegiatan jelajah hutan. Kita akan menaiki bukit melalui jalur hutan yang sudah di bagi menjadi beberapa jalur, dan untuk kegiatan penutup acara camping, nanti malam akan diadakan pesta api unggun.....” tutur ketua BEM.

“Seru nih sepertinya!!....” bisik Tasya yang berdiri di sampingku.

“Semoga saja!!....” jawabku, namun sebenarnya aku begitu kawatir dengan kegiatan jelajah hutan.

Selesai ketua BEM menyampaikan pengumuman, kegiatan hari ini di mulai. Acara senam pagi dan acara makan pagi berlangsung lancar tanpa ada kejadian yang menarik bagiku. Kini tiba acara inti hari ini, menjelajahi hutan, dan mendaki ke puncak bukit di belakang lokasi camping.

Untuk kegiatan menjelajah hutan, setiap kelompok harus terdiru dari enam orang, dan harus ada satu anggota BEM di setiap kelompok. “Semoga anggota BEM yang satu kelompok denganku bukan dia!!....” ucapku dalam hati.

Empat orang anggota kelompokku sudah jelas, dan dua orang yang lain satu dari anggota BEM, Hanna, dan satu lagi dari mahsiswa yang lain, Syerli. “Kenapa juga harus Hanna??....” ucapku begitu lirih.

“Dua lebih baik daripada satu, hihihihi....” bisik Syerli yang ada di sampingku, dan sepertinya dia mendengar apa yang baru aku ucapkan barusan.

Hana dan Tasya, mereka berdiri bersebelahan di depanku, mereka saling tatap dengan ekspresi yang tidak bersahabat.

Perjalanan menjelajah hutan akan segera di mulai, kelompokku mendapat jatah rute air terjun, seperempat rute aku sudah tau, namun semakin ke atas aku belum tau jalan seperti apa yang akan aku lalui.

Maya dan Gading berada di baris paling depan, di tengah ada Hanna dan Tasya yang sekalipun tidak saling sapa. Terakhir aku dan Shyerli berada di paling belakang. Dengan dibekali masing-masing dua botol air minum ukuran sedang, kegiatan menjelajah hutan dan mendakian bukit dengan tinggi 540(mdpl) di mulai.

“Ding, gak usah buru-buru!!.... Kita punya waktu empat jam untuk sampai puncak bukit....” seruku memberi komando dari arah belakang.

Awal perjalanan semua berjalan lancar, tidak ada masalah ataupun halangan yang menghambat perjalanan kelompokku. Namun, beberapa menit setelah memasuki wilayah hutan yang cukup rimbun, aku mulai merasakan seperti ada yang sedang mengawasi kelompokku.

“Srek...srek...srek...” suara langkah kaki beberapa kali terdengar dari arah belakangku. Meski suaranya pelan, aku masih bisa mendengar jelas suara itu.

“Santa saja!!....” ucap lirih Suyerli yang berjalan di samping.

Sepertinya dia juga mendengar dan merasakan apa yang aku rasakan saat ini. Memang tidak salah memilih dia berjalan di sampingku, karena aku yakin dia sudah terlatih dengan situasi seperti ini.

“Widih, air terjun!!....” seru Maya yang baru saja melihat air terjun di tempat ini.

“Baru tau gue di sini ada air terjun.....” ucap Gading.

“Yuk istirahat dulu di air terjun!!....” ajak Tasya.

Namun bukan mereka bertiga yang mencuri perhatianku saat ini, melainkan Hanna lah yang menjadi perhatianku saat ini. Dia seperti acuh dan malas-malasan saat aku dan yang lainnya berjalan ke arah air terjun. Gading, Maya dan Tasya terlihat begitu asik bersantai di kolam tempat air terjun mengalirkan airnya. Beberapa kali mereka memanggilku dan mengajak bersantai bersama mereka, namun aku menolaknya, aku lebih memilih berkonsentrasi mengamati sekeliling kami. Sesekali aku juga melihat ke ara Hanna yang sedang ngobrol dengan Syerli, aku tidak tau apa yang mereka bicarakan, dan itu bukan urusanku juga untuk mengetahui apa yang mereka bicarakan.

Sekitar lima belas menit kelompokku istirahat di sekitaran air terjun, akhirnya perjalanan menjelajah hutan kembali di lanjutkan. Tidak ada tugas apapun yang perlu kami semua lakuin sepanjang jalan, tugas kami cuma satu, selamat sampai puncak bukit. Kami kembali melanjutkan perjalanan dengan formasi seperti tadi.

“Susah ya kalau di sukai banyak wanita!!....” ucap Syerli.

“Maksut elo apa Syer??....”

“Tuh dua wanita di depan kita, sepertinya mereka bersaing buat dapetin elo!!...”

“Apaan bersaing, tuh si Hanna kan sudah ada pacar, elo juga pasti tau siapa pacar Hanna. Kalau Tasya, dia memang suka dengan gue, dan sepertinya gue juga mulai menyukainya....”

“Hihihi, gitu ya, tapi lo harus tau, apa yang lo lihat tuh kadang gak sesuai kenyataan. Lo harus membuktikan apa yang hanya lo lihat!!....”

“Maksut elo??....”

“Elo cari sendiri jawaban apa yang gue maksut, karena cuma elo yang tau jawabannya....”

“Hahhh....” aku hanya bisa menarik nafas dalam-dalam, setelah mendengar apa yang di ucapkan Syerli. “Memang bukti itu yang saat ini sedang gue cari....” ucapku dalam hati.

“Hei kalian berdua, buruan jalannya!!.... Tuh dah mulai mendung....” seru Tasya ke arahku dan Syerli, karena tanpa aku sadari kami berdua tertinggal cukup jauh dari empat orang di depan kami. Aku dan Syerli segera mempercepat langkah untuk mengikuti mereka ber empat.

“Elo ngrasa kan seperti ada mata yang mengawasi kita sejak kita masuk ke dalam hutan??....” tanya Syerli.

“Iya gue juga ngerasa, tadi gue juga sesekali seperti mendengar langkah kaki di belakang kita. Bukannya tadi elo juga nyuruh gue buat santai!!....”

“Tadi kita boleh santai, tapi dengan cuaca sedikit gelap seperti sekarang, kita tidak boleh santai. Waspada!!....”

Benar apa yang Syerli ucapkan, cuaca yang semula cerah, kini mulai berawan, dan kabut tipis mulai datang menyelubungi tempat kelompokku berjalan. Hembusan angin yang cukup kencang, dan kabut yang mulai datang, membuat fungsi pendengaran dan pandanganku mulai berkurang, hanya insting dan gerakan reflek yang saat ini bisa aku andalkan. Entah sejak kapan formasi barisan kami menjadi acak-acakan, kini aku berjalan di posisi belakang sendirian dengan Hanna tepat berada di depanku, Gading pun seperti waspada berjalan di depan, Maya dan Tasya tepat di belakang Gading, sedangkan Syerli, dia terus berpindah posisi seolah dia ingin melindungi semua orang.

“Kriekk.....” suara cukup keras terdengar telingaku.

“Awas!!....” teriakku, dan dengan cepat aku menarik tubuh Hanna ke arah belakang sampai aku terjatuh dengan posisi Hanna menimpa tubuhku.

Beberapa detik yang lalu, aku melihat pohon besar mulai tumbang, dan untung aku menyadarinya. “Kalian yang di depan gak apa-apa kan??....” seruku memanggil empat orang yang tadi berjalan di depanku.

Pohon yang begitu besar roboh, dengan batang dan rantingnya yang lebat menutupi jalan di depanku.

“Kami gak apa-apa, namun Mira kakinya luka tertimpa ranting pohon....” jawab Syerli dari arah depanku.

Dengan pohon besar yang menutupi jalan kecil di depanku, bukit di kiriku dan jurang di bagian kanan, membuat aku tidak bisa melanjutkan jalanku. “Kalian bisa kan jalan duluan buat minta pertolongan, sekalian ngobatin luka Maya!!....” ucapku.

“Aku gak mau, aku mau nungguin kamu di sini!!....” suara Tasya terdengar.

“Sya, kamu lihat kan pohon besar ini ada durinya, kalau aku dan Hanna nekat nerobos ranting-rantingnya, kita bisa luka. Lebih baik, kamu ke puncak terus minta bantuan, tinggal sebentar juga kan perjalanan ke puncak!!....”

Suasana menjadi hening, hanya suara pohon tertiup angin yang terdengar di telingaku.

“Kita ber empat duluan, kamu tunggu bantuan dan jangan kemana-mana. Yang penting, jangan ngapa-ngapain dengan wanita itu!!....” seru Tasya.

Masih saja kepikiran hal seperti itu saat seperti ini. “Iya Sya, tenang saja. Ya sudah buruan kalian lanjut ke atas!!....” ucapku.

Samar-samar aku mendengar tiga pasang langkah kaki berjalan menjauhi posisiku. Sudah pasti tiga pasang langkah kaki, karena aku yakin Maya pasti di gendong Gading. Kini tinggal tersisa aku dan Hanna berdua di dalam hutan yang semakin gelap karena awan hitam yang menyelimuti langit siang ini.

“Mau sampai kapan elo baring di atas tubuh gue??.....” tanyaku ke Hanna.

“Eh, anu.... Ma'af!!....” dengan malu-malu Hanna turun dari tubuhku dan duduk di sebelahku dengan kepala tertunduk.

Aku bangkit dari posisiku, baju dan celanaku kotor karena terkena lumpur. Lengankupun kotor karena posisiku jatuh barusan. Hujan yang turun kemarin, sepertinya membuat jalanan yang aku lalui menjadi berlumpur.

Awan hitam semakin membuat gelap, dari kejauhan aku melihat hujan mulai turun. Diam di tempat ini artinya aku akan basah karena hujan. Aku mulai berfikir dan mengingat jalan yang tadi kami lewati.

“Yuk ikut gue!!....” aku menarik lengan Hanna untuk berjalan mengikutiku. Aku teringat, tidak jauh dari posisi ku saat ini, tadi aku melihat sebuah cekungan ke dalam yang mirip gue di bawah bukit. Aku bergegas ke arah sana dengan tanganku yang masih menarik lengan Hanna.

Belum sampai ke tempat yang aku tuju, hujan deras mulai turun yang membuatku dan Hanna basah kuyup karena air hujan. Sampai di tempat tujuanku, aku langsung mengajak Hanna berteduh. Beruntungnya aku, tempat yang aku kira cuma cekungan, ternyata adalah sebuah goa yang cukup lapang untuk kami berdua gunakan.

Di bebatuan goa aku duduk, dan Hanna juga duduk tepat di depanku. Hujan yang begitu deras turun saat aku dan Hanna sudah berada di dalam goa. Aku melihat Hanna seperti sedang kedinginan, karena memang jilbab maupun baju yang dia pakai basah karena air hujan.

Aku lepas baju yang aku pakai, sebuah kemeja lengan panjang yang sedikit basah aku sodorkan ke Hanna. “Mendingan lepas saja jilbab elo, dan ganti baju elo dengan ini. Sedikit basah sih, tapi lebih mendingan daripada baju elo yang basah itu!!....”

“Terimakasih, tapi,-.....” Hanna berhenti berucap, kemudian dia melihatku dengan tatapan anehnya.

“Hmmmm, iya-iya nih gue muter gak lihat elo ganti....” ucapku yang seakan ngerti apa maksut tatapan aneh Hanna padaku.

Aku diam menatap mulut goa, dimana hujan deras masih mengguyur daratan di luar goa. Kaos yang aku gunakan serasa tidak mampu menahan dinginnya suhu saat ini. Hujan, dan bukit, tidak aneh jika suhu saat ini begitu dingin.

“Sudah!!....” suara lirih Hanna terdengar dari arah belakangku.

Perlahan aku membalikkan badanku. “Eh!!.....” aku begitu terkejut saat melihat Hanna. Rambut panjang hitam terurai dengan bebasnya, bajuku yang sedikit kebesaran baginya cukup terlihat aneh bagiku, namun ada satu hal yang membuatku begitu terkejut. “Kenapa celana elo juga di lepas??....” tanyaku.

“Basah....” jawabnya, dan dia masih saja menunduk tak melihat ke arahku.

“Terserah elo....” ucapku, setelahnya aku menyandarkan tubuhku ke dinding goa, dan sejenak memejamkan mata menghilangkan rasa penatku.

“Srek....srek....srek....” suara langkah kaki mendekat ke arahku, dan saat aku membuka mata, Hanna begitu saja duduk di sampingku dan menempelkan tubuhnya ke tubuhku.

Hangat, rasa itulah yang aku rasakan saat tubuh kami saling menempel. Tidak ada suara di antara kami, aku hanya sesekali melirik ke arah Hanna, sedangkan dia hanya terlihat memejamkan mata, dan terlihat begitu tenang.

“Ma'af, karena aku, kamu selalu dalam kesulitan!!.... Padahal aku sudah begitu jahat ke kamu, tapi kamu masih saja baik padaku!!....” ucap Hanna dengan mata yang terpejam.

“Buat apa juga elo minta ma'af, itu gak akan merubah penilaian gue ke elo....”

“Meskipun gue jelasin semua ke elo, apa itu tidak akan ngerubah penilaian elo ke gue??....”

“Tergantung apa yang bisa elo jelasin ke gue....” akupun kini benar-benar menatap Hanna, begitupun Hanna, kini dia menatapku dan sedikit menjauhkan tubuhnya dariku.

“Sebenarnya aku dan,-..... Grrrrrrrr” belum sempat Hanna menyelesaikan ucapannya, aku berasa tanah bergetar, dan dinding goa mulai runtuh.

Dengan cepat aku menarik Hanna keluar goa, dan tak lama setelah aku keluar, diding goa runtuh dan melenyapkan apa saja yang ada di dalam goa. Belum hilang keterkejutanku dengan runtuhnya goa yang baru aku tempati, aku merasa ada bahaya lain yang datang mendekat.

Hujan yang mulai berhenti, membuat kabut semakin tebal menyelimuti tempat ini. Aku tidak bisa menggunakan penglihatanku saat seperti ini. Hanya pendengaran dan insting akan datangnya bahaya yang bisa aku gunakan saat ini.

“Kak Ian!!....” ucap Hanna lirih, dan aku melihatnya begitu kawatir dengan situasi saat ini.

“Tenang, kamu sembunyi di belakangku!!....” ucapku, dan akupun menempatkan Hanna tepat di belakang tubuhku.

Sulit bergerak saat situasi kabut seperti ini, salah melangkah sedikit saja, bisa membuat kami berdua celaka. Perlahan aku bergerak menuju titik pohon roboh yang tadi menghambat perjalanan kami. Baru beberapa langkah, aku seperti merasakan suara langkah kaki tak begitu jauh dari posisiku. Aku semakin waspada, mataku semakin teliti mengamati wilayah sekitarku yang tertutup kabut.

Setitik cahaya merah terlihat bergerak-gerak tak begitu jauh dariku. Posisinya yang lebih berada di atas bukit, membuatku sulit memastikan benda apa itu, apa lagi kondisi kabut di atas lebih tebal dari pada di tempatku.

Hanna yang dari tadi cukup tenang berjalan mengikutiku, tiba-tiba menggenggam begitu erat lenganku dengan kedua tangannya.

“Kak!!....” panggil Hanna begitu lirih.

Tanpa menjawab, aku menoleh melihat ke arahnya, dan saat aku melihat ke arahnya, setitik cahaya merah bergerak-gerak di sekitaran wajah Hanna. Saat aku perhatikan cahaya merah itu, terdapat sebuah garis lurus berwarna merah yang mengarah ke atas bukit, tepatnya ke arah cahaya merah yang aku lihat bergerak-gerak di atas bukit. Tak begitu lama, cahaya itu berhenti tepat di kening Hanna.

“Degh.... Gawat!!....” dengan reflekku, aku segera mendekap tubuh Hanna dan mendorongnya ke belakang.

“Doorrrr...... Bugh!!.....” bunyi peluru dan bunyi tubuhku yang jatuh dengan posisi menindih tubuh Hanna, terdengar hampir bersamaan.

Aku dan Hanna saling berpandangan, takut mungkin yang Hanna rasakan saat ini. Sedangkanku, aku sangat bingung harus bagaimana lagi, secepat apapun aku bergerak, tidak mungkin aku bisa melebihi kecepatan peluru, apalagi dengan kondisi kabut seperti ini. Aku hanya bisa diam dengan posisi masih menindih tubuh Hanna. Aku kembali mengawasi sekelilingku, setitik cahaya dan garis merah tidak lagi aku temui. Namun, aku tiba-tiba merasakan ngilu dan sakit di punggung kiriku. Rasa panas menyebar dari area punggungku ke sekujur tubuhku. “Degh...dugh...degh...dugh....” detak jatungku terasa semakin kencang memompa darahku. Aku tidak tau apa yang terjadi, yang aku tau cuma rasa teramat sakit di punggungku, dan pandangan mataku yang mulai kabur.

“Kak Ian, kak.... Kamu kenapa??....” terlihar raut wajah kawatir Hanna tepat di depan wajahku.

“Tenangg!!......” ucapku sebelum pandanganku terasa gelap.



°


°


Pov Syerli



Sebuah pohon tumbang, membuatku terpisah dengan dua orang anggota kelompokku, yang salah satunya adalah orang yang harus aku jaga. Maya, salah satu temanku yang terluka sedang di gendong Gading, satu-satunya laki-laki yang tersisa dari kelompokku. Tasya, seorang wanita yang sedang dekat dengan Ian, melangkah di posisi paling depan memimpin kami menuju puncak bukit.

Ada rasa was-was saat aku meninggalkan Ian dan Hanna berduaan di dalam hutan, apa lagi sejak awal kami masuk ke hutan, aku sudah merasakan seperti ada orang lain yang mengawasi gerak gerik kelompokku.

“Kenapa teman kamu di gendong??....” tanya salah satu dosen saat aku dan ketiga temanku sampai puncak bukit.

“Tadi kakinya tertimpa ranting pohon Bu!!....” jawab Gading seraya menurunkan Maya dari gendongannya, dan Mayapun duduk di sebuah batu.

Nampak dosen itu memeriksa kaki Maya. “Bu, teman kami dua orang masih tertinggal, batang pohon besar menutup jalan mereka!!....” seru Tasya yang membuat dosen wanita itu tersentak kaget.

Aku tidak terlalu mendengar obrolan mereka, kini aku melihat rute jalan yang baru aku lewati, dan sebuah rute lain di sebelahnya.

“Rute yang elo lewati tadi, mudah di awal, sulit di pertengahan sampai akhir. Rute yang di sebelah ini, sebaliknya, jalurnya begitu mudah di bagian akhir!!....” tutur seorang lelaki yang sedang berdiru tegap di sampingku. “Elo mau bengong di sini, atau ikut gue turun ke bawah??....” lanjutnya.

“Elo siapa??....” tanyaku.

“Gue orang suruhan kakek Julian....” jawabnya, dan diapun bergegas lari ke arah rute yang tadi mudah menurutnya.

“Tunggu!!....” seruku, dan akupun berlari mengikutinya. Sempat aku mendengar Tasya memanggil namaku, namun aku tak menghiraukannya. Rasa kawatirku dengan kondisi Ian yang jadi prioritasku saat ini.

“Elo gak usah mikirin mereka yang di atas, bus-bus sudah menanti mereka untuk membawa mereka kembali ke tempat camping melalui rute jalan utama....” ucap lelaki yang sedang berlari di depanku. “Satu Helikopter juga sudah siaga di tempat ini jika ada kejadian darurat....” lanjutnya.

“Kenapa elo begitu tau lokasi ini??....”

“Tempat ini salah satu aset milik keluarga Julian, dan tempat ini juga menjadi fasilitas berlatih para pengawal kepercayaan keluarga Julian.....” jelasnya. “Kenapa elo bisa lengah, seharusnya elo tetap di dekat Ian!!....” tegurnya padaku.

Aku akuin ini memang salahku, aku terlalu percaya Ian, sehingga aku tadi tidak memikirkan keselamatannya. “Gue memang ceroboh!!....” ucapku.

Lelaki itu sedikit menoleh ke arahku, dan kembali dia melanjutkan larinya dengan ku ikuti dari arah belakang. Hujan cukup deras saat aku kembali menuruni bukit, kabut tebal juga menemani sepanjang jalan. Namun tiba-tiba lelaki yang bersamaku berhenti berlari. Dia seperti sedang mencari sesuatu di sekitar tempat ini, dan saat hujan mulai reda, dengan jelas aku melihat seseorang sedang berdiri di pinggir tebing dengan membawa sebuah benda di tangannya.

“Gawat!!....” seru lelaki itu, dan dia segera berlari ke arah orang yang berada di pinggir tebing. Akupun berlari mengikutinya setelah sadar sebuah senapan serbulah yang di pegang seseorang di pinggir tebing.

“Doorrr.....” suara tembakan terdengar sesaat sebelum lelaki yang bersamaku menendang tepat ke kepala orang di pinggir tebing.

Orang yang memegang senjata, seketika roboh, aku yakin tendangan tadi telah mematahkan tulang lehernya, dan aku yakin juga tuh orang hidupnya juga tak akan lama lagi. Dengan gerakan yang begitu cepat, lelaki yang bersamaku tadi memelintir kepala orang yang baru dia jatuhkan. “Krek....” suara tulang yang patah, menjadi tanda orang itu telah kehilangan nyawanya.

Aku masih memandang lelaki yang masih memegang jasad orang yang baru dia hilangkan nyawanya. Tatapan lelaki itu begitu dingin, dan begitu tenang meski baru saja menghilangkan nyawa seseorang.

“Tolonggg!!......” suara nyaring seorang wanita terdengar dari arah bawah tebing.

Di balik kabut, aku melihat dua orang tepat di bawah tebing, dan tak jauh dari mereka, sebuah pohon besar tumbang menutup jalan mereka. “Degh....” jantungku terasa berdetak lebih kencang. “Jangan-jangan itu!!.... Kenapa cuma suara wanita, dan kenapa dia minta tolong??.... Degh....Dugh...Degh...Dugh....”

“Elo cepat turun ke bawah, gue mau panggil helikopter dulu, kita berdua bisa celaka kalau Ian kenapa-napa!!....” tutur lelaki yang kini telah berdiri di sampingku.

Tanpa menjawabnya, aku segera turun ke bawah tebing yang tidak begitu dalam. Setelah menitih nebatuan yang sedikit licin karena baru terkena hujan, akhirnya aku sampai di bawah tebing. Dengan cepat aku segera berlari ke arah dua orang yang posisinya tak jauh dariku.

“Tolong....tolong....” suara wanita, dan aku yakin itu suara Hanna.

Aku sampai di samping mereka, Hanna menatap ke arahku, namun aku seketika terkejut melihat kondisi Ian, bajunya basah, bukan karena air, tapi itu darah.

Secepat mungkin aku memindah posisi Ian, kini kepala Ian berbaring di pangkuanku dengan posisi tengkurap. Nafasnya tidak teratur, dan sepertinya dia mulai kehilangan kesadarannya.

“Yang kuat Ian, sebentar lagi pertolongan datang!!....” ucapku.

Hanna menangis sesenggukan di sampingku dengan posisi duduk bersimpuh. “Syer, slamatin Ian!!....” suara lirih Hanna terdengar di sela tangisannya.

Tak berapa lama suara Helikopter terdengar, dan seorang laki-laki berlari ke arahku.

“Apa yang terjadi??....” tanya laki-laki itu.

“Ian tertembak di punggungnya, dia sepertinya kehilangan banyak darah....” jawabku.

Sebuah Helikopter sudah tepat berada di atasku. Lampu Heli menyorot ke bawah tepat ke arahku. Dua orang turun dari Heli menggunakan tali dan mereka membawa sebuah tandu.

“Biar mereka yang mengurus, kita berdoa saja Ian tidak kenapa-napa!!....” tutur lelaki yang tadi menemaniku kembali ke tempat ini. “Sekarang kalian berdua bersiap, kalian akan ikut dengan Ian, biar gue yang bilang ke tempat camping....”

Aku hanya menurutinya saja, terlihat dua orang yang turun dari Heli tadi, memberikan pertolongan pertama ke Ian, luka Ian di balut dengan perban. Aku dan Hanna naik ke helikopter duluan dengan menggunakan tali yang secara otomatis menaik turunkan orang ke heli. Setelah aku dan Hanna berada di dalam heli, giliran Ian yang naik dengan berbaring di atas tandu dan di tarik menggunakan tali ke atas. Setelah tubuh Ian sudah aman di dalam heli, dan dua orang tadi juga sudah kembali ke heli, helikopterpun bergerak menuju rumah sakit.

“Kak, aku mohon, jangan tinggalin aku!!....” ucap Hanna, yang duduk di lantai helikopter tepat di samping tubuh Ian.


°


°


Di dalam bus mahasiswa yang melaju dari arah puncak bukit menuju lokasi camping, terlihat salah satu mahasiswa sedang memainkan hp nya, dan tak lama ada seseorang yang menghubunginya melalui aplikasi pesan di hp nya.

“Bagaimana, sudah ada kabar dari orang elo di hutan??....

“Gue baru kehilangan kontak dengan tuh orang!!....”

“Bagaimana bisa elo hilang kontak, emang tuh orang lo tugasin buat ngapain??....”

“Tuh orang gue suruh habisin musuh gue di kampus, dan asal lo tau juga, tuh orang ada di daftar orang yang lo kasih ke gue, untuk gue selidiki ada atau tidaknya hubungan tuh orang dengan polisi brengsek yang sudah mengganggu bisnis keluarga kita....”

“Emang siapa tuh musuh elo di kampus??....”

“Namanya Andrian, dan sudah lebih dari dua kali dia cari gara-gara sama gue!!....”

“Andrian!!.... Nama yang tidak asing, bisa elo sebutin nama lengkap tuh bocah!!....”

“Ehmmm, setau gue namanya Andrian Julian Lee. Ada apa elo nanyain nama tuh orang??....”


Cukup lama tidak ada balesan dari orang yang menghubunginya. Dia seperti sedang bertanya pada dirinya sendiri. Apa dia sudah melakukan kesalahan, atau ada sesuatu yang belum dia tau.

“Lo segera pulang, ada rapat besar!!....” sebuah pesan yang barusaja masuk dan membuat siapa saja bakalan terkejut setelah membacanya.

“Ada apa ini??.... Kenapa tiba-tiba seperti ada bahaya??.... Ian, siapa tuh orang sebenarnya??....” pikirnya dalam hati.

Dia tutup hp nya, matsnya terpejam, pikirannya melayang, mencoba menerka jawaban dari setiap pertanyaan yang ada di pikirannya.




Bersambung.....







Mohom ma'af, update telat karena banyak bagian yang harus di edit. Sebenarnya ini madih jauh dari kata sempurna. Kritik dan saran selalu di nanti. :)

terima kasih sudah bikinin cerita bagus, ada beberapa typo no problem :ampun:
 
Agustus
Upupupup
 
Status
Please reply by conversation.
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd