Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG The Wheel Of Life

Status
Please reply by conversation.
Ini tumben kata
CHAPTER XIV



Ayyara Yuan Nissaka


Natasya Nola Prarama


Hanna Tsania Sukoco




Sepi!!.... Ya beginilah kondisi rumah ini, selalu sepi. Semua sibuk dengan kesibukannya masing-masing. Hanya di pagi hari, dan di penghujung senja, kadang rumah ini terasa sedikit ramai.

“Iya, jadi lusa lo masuk kerjanya??.... Ok, ya udah, yang rajin kuliahnya....” suara suamiku yang baru saja selesai mengangkat panggilan telefon.

“Siapa sayang yang telefon malem-malem gini??.... Gangguin orang saja....” ucapku ketus.

“kenapa ngambek gitu kamu tuh sayang??.... Tuh tadi si Ian yang telfon, masak gak aku jawab....”

“Oh, terus-terus, kenapa Ian telfon kamu malem-malem begini??.....”

“Itu, dia minta izin besok gak masuk kerja!!....”

“Eh, kenapa lagi si Ian??.... Bukannya dia sudah sehat, kenapa tidak kerja??.... Ian gak kenapa-kenapa lagi kan??....” entah kenapa aku begitu kawatir dengan adikku itu. Meski bukan adik kandungku, tapi aku begitu menyayanginya.

“Apa sih kamu itu!!.... Ian gak kenapa-napa, dia besok masuk pagi kuliahnya, jadi gak bisa kerja....” jelas Jimmy, suamiku.

Selesai suamiku berkata, suara petir, dan hujan yang cukup deras menemani malamku.

“Dingin.....” bisikku di dekat telinga suamiku, dan akupun segera berdiri menghadap cermin di depanku.

“Mau di hangatin??....” ucap suamiku.

“OH SHIT....” ucapku dalam hati saat secara tiba-tiba suamiku meremas payudara kananku dari belakang.

Suamiku perlahan membalik tubuhku, wajahku kini menatap lekat wajahnya. Entah sudah berapa kali kami dalam posisi seperti ini, tapi tetap saja tatapan mata suamiku membuat jantungku berdebar lebih kencang.

Kedua tangan suamiku perlahan turun ke arah pinggangku. Dengan sekali tarikan, tubuhku sudah merapat dengan tubuh tegapnya.

“Cup...” kecupan hangat seorang suami mendarar di keningku.

“Kamu tau, kamu itu cantik, bahkan terlalu cantik, dan aku mencintaimu....” bisik lirih suamiku, dan kembali dia mengecup keningku.

Perlahan, bibir lembut suamiku menghentikan kecupan di keningku dan bergerak kebawah menuju bibirku. Dengan lembut, suamiku mencium dan melumat bibirku. Akupun membalas ciuman dan lumatan bibir suamiku.

Tak hanya mencumbu dan menciumiku. Suamiku dengan sekali gerakan, menarik tali piama tidurku yang ada di bagian belakan tubuhku, dan membuka piama tidurku tanpa melepas ciumannya di bibirku.

Aku yang memang tidak pernah menggunakan daleman saat tidur, seketika telanjang di hadapan suamiku.

Ciuman suamiku terlepas dari bibirku, perlahan ciuman suamiku turun menciumi leherku, dan semakin ke bawah menuju payudaraku.

“uuhhh....sssss...aaahhh....mmmmm....” desahku saat aku merasakan ciuman suamiku di dadaku dan remasan tangannya di payudaraku.

“Kenapa ini selalu menggodaku!!...” ucapan lirih suamiku seraya meremas kedua payudaraku dengan gemasnya.

Payudaraku memang tidak terlalu besar, tapi aku selalu merawatnya. Karena itu payudaraku selalu terlihat kencang dan menggairahkan.

Dari meremas, kini suamiku menjilati payudaraku bergantian kiri, kanan.

“uuhhh....sss...aahhhh...” aku hanya bisa mendesah saat putingku mulai di di jilat dan di hisap-hisap suamiku.

Tangan suamiku, perlahan turun ke bawah ke arah belakang tubuhku, dan kembali dengan gemasnya kali ini dia meremas pantatku.

“Kamu selalu tidak pakai penutup di balik baju tidurmu....” ucap suamiku di sela permainan mulutnya di payudaraku.

“Kalau bersama kamu, aku selalu ingin di telanjangi dan di puaskan...” ucapku.

Ciuman dan jilatan suamiku semakin ke bawah. Perutku yang ramping, menjadi basah oleh jilatan dan kecupannya.

“aaahhhh.....nikmat sayang....aaahhh....ssss...mmmm....” desahku penuh kenikmatan saat aku merasa beberapa jari suamiku membelai dan menusuk-nusuk lubang vaginaku yang telah basah karena rangsangan suamiku sedari tadi.

“Sayang, kamu tiduran gih!!....” pinta suamiku.

Aku segera menurut, dan berbaring di ranjang. Sedangkan dia mulai melucuti semua kain yang menutupi badannya sampai benar-benar telanjang di hadapanku.

Penisnya yang sedang menegang, dengan gagahnya siap mengaduk-ngaduk vaginaku.

“Aku masuki ya??....” aku hanya mengangguk.

Dengan gaya misionaris, suamiku mulai memasukkan penisnya perlahan ke vaginaku yang sudah banjir oleh cairan kenikmatanku.

“aahhhh....sssss....uuhhhh....pelan sayang.....ahhhh....punyamu terlalu besar....aaahhh.....” sedikit demi sedikit aku merasa vaginaku semakin penuh dengan penis suamiku.

“plok....AAAAAAHHHHHHHHH.......” desahku setengah menjerit, saat suamiku dengan tiba-tiba mendorong penisnya masuk seutuhnya ke vaginaku.

“Baru seminggu tidak di masukin, udah sesempit ini punya kamu....” ucap suamiku.

Seminggu ini aku memang tidak di jamahnya, bukan karena kami tidak bernafsu. Tapi, seminggu ini aku sedang halangan.

Perlahan suamiku mulai menggerakkan penisnya keluar masuk vaginaku. Cairan di vaginaku, semakin mempermudah penis besarnya keluar masuk vagina basahku.

“aahhh....aahhh...sss....ahhhh....teruss..sa.yang..ahhh.....” aku hanya bisa mendesah menikmati sensasi permainan suamiku.

Payudaraku yang dari tadi tak di jamah, kini kembali di remas oleh kedua tangan nakal suamiku. Puting payudarakupun kini kembali di hisap-hisap dengan gemasnya.

Sodokan penis suamiku semakin kencang. Aku merasa akan segera mencapai puncak kenikmatanku.

“plok....plok....plok....plok....plok....plok....plok....” rasa nikmat tak tertahan semakin menjalar ke seluruh tubuhku.

“AAAAAHHHHHHHH.......” desah panjangku, saat aku mencapai puncak birahiku yang pertama malam ini.

Suamiku segera mencabut penisnya dari vaginaku dan bergerak ke atas tubuhku, menempelkan penisnya tepat di tengah payudaraku.

“Jepitin sayang, mau keluar nih!!....” pinta suamiku dengan begitu mesra.

Aku merapatkan kedua payudaraku, mengapit penis suamiku. Gerakan maju mundur yang begitu intens di lakukan suamiku.

“Aaaaahhh......croot....croot....croot....croot.....” air sperma kental suamiku keluar membasahi sebagian muka dan dadaku.

“Banya banget yang!!....” ucapku.

“Udah seminggu nahan nih sayang, makanya banyak....”

“Udah keluar segitu banyak, tapi ini kenapa masih berdiri??....” tanyaku ke suamiku, seraya tanganku mengocok pelan penis suamiku.

“Itu tandanya masih pengen lagi sayang. Kamu mau gak??....”

Aku tersenyum dan menggangguk, menjawab pertanyaan suamiku, karena sejujurnya nafsuku kembali bangkit saat aku menjepit penis suamiku dengan payudaraku tadi.

Suamiku membalik tubuhku, tentu aku tau maksutnya. Aku segera nunggin, dan menaruh bantal di bawah tubuhku supaya aku nyaman dengan posisi ini.

Dengan cepat, suamiku kembali memasukkan penisnya dari belakang, dan mulai mengaduk-ngaduk kembali vaginaku.

“aahhhh....aahhh...aahhh...uuuhhhh...terus sayang....aahhh....” kembali aku mendesah karena nikmat yang aku rasakan.

“plok....plok....plok...plok....” semakin cepat suamiku menyodok vaginaku. Akupun tidak diam, pinggangku ikut bergoyang, menambah sensasi kenikmatan di vaginaku.

“PLAK.... aakkkhhhhh......” suamiku menampar pantatku, bukannya sakit, aku justru merasa nikmat dengan tamparannya.

Kedua tangan suamiku memegang pinggangku, dan semakin mempercepat sodokan penisnya di vaginaku. Aku merasa penis suamiku menyentuh pintu rahimku.

“Sayang, oouuhhh....aahh....aku...aku mau keluar lagi....aahhh.....” ucapku dengan tubuh bergetar, dan nafas yang semakin tidak teratur. Keringatku seperti tak mau habis membasahi tubuhku. Ranjang tempat tidur kamipun sudah acak-acakan.

“Sebentar sayang....plok...plok...plok....keluarin bersama-sama....ahhh....” desah suamiku yang tanpa henti terus mengaduk-aduk vaginaku.

“Bikin aku...aku hamill..sayanggg....ahhh....terrus sa..sayang....ahhh.....” aku tidak peduli ada yang mendengar, aku terus mendesah, menikmati rasa nikmat di tubuhku.

Otot-otot vaginaku terasa semakin mengejang, rasa nikmat terasa ingin meledak di vaginaku. Dengan memejamkan mata, aku begitu menikmati semua ini.

“Aaaaaakkkhhhhhhh.....” seperti anjing yang melolong, aku berteriak, menikmati orgasme keduaku malam ini. Bersama dengan itu suamiku menghentakkan dengan keras penisnya ke dalam vaginaku.

“Agrrhhhh.....crooot....crooot....croott...., ughhhh.....” ternyata kami meraih puncak kenikmatan bersamaan. Aku merasa cairan hangat beberapa kali menyembur, menyirami rahimku.

“Plop.....” bunyi penis suamiku saat dia tarik keluar dari vaginaku.

Suamiku bergerak ke atas, menuju depan wajahku.

“Bersihin yang!!....” pinta suamiku dengan menyodorkan penisnya yang penuh cairan kental bening ke depan wajahku.

Tanpa rasa jijik, aku menjilati dan membersihkan penis suamiku dengan mulutku sampai bersih.

“uhhkkkk.....” suamiku menarik nafasnya dalam-dalam, dan setelahnya dia berbaring di sampingku.

“Masih mikir mau cari gadis perawan kamu yang??....” suaraku lirih bertanya ke suamiku.

“Kenapa kamu selalu bertanya seperti itu??....”

“Bukannya kamu dulu sebelum tau aku kehilangan keperawananku karena kecelakaan, kamu pernah bilang mau ngerasain wanita yang masih perawan....”

“Emang aku boleh cari wanita lain, sayang??....”

“Asal kamu nyariin aku perjaka, kan kamu dulu juga udah gak perjaka!!....”

“Mending gak usah deh, aku gak bakalan rela bagi kamu dengan yang lain. Lagian, kenapa sih kamu bahas yang dulu-dulu??....”

“Karena kamu belum bisa jujur sayang!!.... Kamu lihatkan akibat ulah kamu dulu, siapa yang menderita. Apa kamu tidak ingin jujur, dan segera mengakui apa yang kamu perbuat. Aku rela berbagi kalau bersama dia....”

“Mungkin kamu rela, dan dia mungkin juga rela berbagi denganmu. Tapi, seandainya aku jujur, aku pasti akan kehilangan adikku. Meski dia bukan adik kandungku, tapi aku dan kamu tentu sangat menyayangi dia. Apa kamu rela kehilangan dia??....”

“Kenapa dulu kalian mabuk dan melakukan hubungan itu??.... Dan kenapa juga dulu aku begitu egois menyuruh dia menikah dengan lelaki lain untuk menutupi aib itu??.... Seandainya dulu kita semua jujur, mungkin sekarang semua tidak akan serumit ini. Ian pasti akan kecewa dengan kita, dan Nisa, aku gak tega melihat dia membesarkan anak kamu seorang diri.....”

“Kita berdua memang salah, sayang. Tapi, apa gunanya menyesal sekarang, semua sudah terjadi. Mungkin, kini saatnya kita sedikit demi sedikit membuka semua kebohongan ini!!....” tutur suamiku seraya mendekap erat tubuhku.

“Jangan banyak berfikir, sekarang istirahat dulu. Kamu mesti capek kan??....” lanjut suamiku.

Selimut ditarik suamiku untuk menutupi tubuh telanjang kita berdua. Aku tersenyum melihat ketulusan suamiku. Tapi, aku juga menangis menyesali semua kesalahan di masa lalu kami.

Entah sudah jam berapa, dengan tangan suamiku yang masih memelukku, aku mulai mengantuk dan tidur menyusul suamiku yang telah tertidur dengan nyenyaknya.



Beberapa jam kemudian.....



“Nih lo tinggal tanda tangan di sini, setelah itu lo boleh pulang....” tutur Anisa dengan ketusnya.

“Ada yang lain?....” tanyaku seraya menyerahkan beberapa data yang telah selesai aku tanda tangani.

“Cuma ini, sudah gue keluar dulu!!....” belum sempat Anisa membalikkan badan, dengan cepat aku meraih lengannya.

“Bisa lepasin gak Jim??.... Gue masih ada kerjaan....” Bentak Anisa.

“Tunda dulu pekerjaan kamu, ada yang mau aku omongin dengan kamu....”

“Ngomong ya ngomong, gak usah pegang-pegang!!....” dengan kasar, Anisa menarik lengannya dari genggamanku.

“Huhhhfff.....” aku menarik nafas panjangku, dan mataku melirik jam dinding di ruangan kerjaku.

“Sudah siang, kita ngobrol sekalian makan siang!!....” ajakku ke Anisa.

“Gak perlu, gue gak nafsu makan. Sudahlah kamu ngomong saja sekarang!!.... Sok penting banget mau ngomong saja pakek ngajak makan siang segala....” ucap Anisa semakin ketus.

“Gue mau jujur semua ke Ian tapi gue butuh bantuan elo!!....” ucapku yang membuat Anisa terdiam menatapku.

“Yuk ikut gue!!....” aku bangkit dari kursiku dan menarik tangan Anisa untuk berjalan mengikutiku.

“Eh Bang Jimmy dan Kak Nisa, hayo mau kemana tuh??.... Pakek acara pegangan tangan segala....” tegur Nina yang berpapasan denganku tepat di depan pintu ruang kerjaku.

“Oh, hehehehe.... Nih kakak lo tadi males-malesan gue ajak makan, makanya gue tarik. Kasian gue lihat kakak elo lesu gitu dari tadi....” jawabku asal.

“Iya tuh Bang, paksa makan ja tuh kak Nisanya, dah beberapa hari ini males makannya....” tutur Nina.

“Apaan sih elo tuh dek!!....” ucap Anisa.

“Hihihihi.... Kan gue ngomongin fakta kak. Oh iya Bang, si Ian katanya hari ini masuk, kenapa gak ada??....” tanya Nina.

“Oh Ian, besok dia masuknya, hari ini ada kegiatan di kampusnya....”

“Napa sih elo nanyain tuh cowok??.... Lo suka ama tuh cowok??.... Cowok gak jelas gitu di sukain!!....” ucap Anisa ketus.

“Terserah gue kak mau suka sama cowok siapa saja. Napa juga situ nglarang-nglarang??.... Oh, jangan-jangan lo cemburu ya gue sama Ian deket??....” jawab Nina tak kalah ketus.

Aku melihat gelagat akan adanya keributan antara kakak dan adik. “Sudah gak usah ribut!!.... Nin lo lanjutin kerja gih, atau istirahat makan siang sana!!.... Dah yuk Nis kamu ikut aku!!....” aku kembali menarik lengan Anisa.

“Ok Bang.....” jawab singkat Nina sebelum dia berjalan berlawanan arah denganku dan Anisa.

Dengan menggunakan mobilku, aku mengajak Anisa ke restoran di salah satu mall yang tak jauh dari kantorku.

“Emang lo dah siap kalo Ian marah, atau bahkan dia mungkin akan membenci elo saat dia tau yang sebenarnya??....” tanya Anisa saat kita berdua sudah sampai di restoran.

“Sejujurnya aku belum siap kalau Ian nanti marah ke aku, karena itu aku butuh bantuan kamu, Nis....”

“Bantuan!!.... Bantuan apa yang lo mau dari gue, dan apa juga untungnya buat gue bantuin elo??.... Yang ada elo yang selalu ngerugiin gue. Setelah semua apa yang elo lakuin ke gue, setelah lo hancurin hidup gue, dan karena lo juga gue kehilangan orang yang paling gue sayang. Sekarang elo minta bantuan gue!!.... Cukup Jim, selesain sendiri tuh urusan elo. Gue tau apa yang mesti gue lakuin biar Ian mau balik ke gue....” ucap Anisa.

“Kamu fikir setelah aku jujur ke Ian, kamu bakal lebih mudah di ma'afin Ian!!.... Ayolah Nis, anak kamu tuh anakku juga, mana mungkin Ian mau menerima anakku nantinya!!....” tuturku.

“Anak gue tuh ya anak gue, jangan sekali kali elo bilang tuh anak elo!!.... Elo ingat saat gue minta elo tanggung jawab, elo dan tuh istri lo, justru lempar tanggung jawab ke lelaki lain yang elo bayar buat nikahin gue, dan nutupin semua kebusukan elo....” Anisa mulai semakin emosi.

Aku memegang kedua tangan Anisa di atas meja.

“Sekali ini saja aku minta tolong sama kamu, dan aku janji akan bertanggung jawab dengan apa yang dulu aku lakukan ke kamu....”

“Jim, elo punya rasa malu apa gak??.... Najis gue nikah ama elo, cuma Ian yang gue butuhin....” dengan cepat Anisa menarik tangannya yang aku genggam, dan secepat itu juga dia pergi meninggalkanku.

Kenapa semua jadi semakin ribet seperti ini. Padahal aku cuma minta dia bantuin nenangin Ian saat nanti gue jujur tentang semuanya ke Ian. Tapi kini dia justru semakin marah denganku. “Anisa, ma'aafin aku!!....” ucapku lirih.






Ditemani udara siang yang mulai panas, seorang lelaki melihat adiknya yang baru keluar dari kamar.

“Bagaimana hubungan elo dengan tuh wanita??.... Kelihatannya makin lengket saja kalian berdua....” tegur lelaki itu ke adiknya.

“Lengket apanya, elo gak lihat apa tuh cewek masih jutek dengan gue!!....”

“Wehehehehe.... Makanya elo tuh yang kalem jadi cowok, jangan terlalu agresif!!....”

“Tuh yang sulit, gue dah biasa gini, mana bisa kalem....”

“Rubah tuh tingkah elo!!.... Ingat ya, tuh wanita dan keluarganya bisa kita manfaatin buat ngisi dompet kita, dan semua kuncinya ada di elo....”

“Iya gue tau!!... Ngomong-ngomong, bokap kapan balik??.... Gue mau nyuruh bokap buat gertak tuh orangtua cewek, biar mau mempercepat pernikahan gue dengan anaknya....”

“Elo tuh anak macam apa, kabar orangtua sendiri gak tau. Seminggu lagi bokap balik, nunggu barangnya di kirim, baru dia balik....”

“Kan ada elo Abang gue, urusan bokap kan urusan elo. Urusan gue tuh cewek, hahahaha.....”

“Dasar PK gak modal!!....”

“Hahahaha... Tuh baru nikmat, tanpa modal kita terpuaskan....”

“Dah dulu ngobrolnya, gue keluar dulu!!.... Oh iya, gimna kabar anak polisi yang di cari-cari tuh Bang, dah ketemu??....”

“Gue kira elo ingat seneng-seneng doang, ternyata ingat bahaya juga ya elo!!....”

“Ya ingat lah Bang, bisa berabe kan kalau tuh polisi mencium usaha keluarga kita!!.... Bisa hancur keluarga kita Bang....”

“Tuh anak sepertinya pintar bersembunyi, sampai saat ini cuma sedikit informasi yang kita dapat. Yang kita tau, tuh anak seumuran dengan lo, dan sepertinya anak kuliahan juga. Jadi juga tugas elo buat bantuin cari tuh anak, selidiki teman sekampus elo yang mencurigakan!!....”

“Dengan senang hati gue lakuin, nanti gue kerahin orang-orang kepercayaan gue di kampus!!....”

“Tuh lebih baik....”

“Ok, gue cabut dulu!!.... Lo di rumah aja Bang, cepat sehat, jangan mati dulu. Hehehehe...... ”

“Bangsat lo ya, dah sono pergi!!.....



Beberapa saat kemudian di tempat lain....



“Ian, jangan bengong!!.... Bercanda gue tu, elo tuh ya...ihhhhhh, bikin gemas....” dengan tangan kirinya, Tasya mencubit pipiku.

“A..auh...sakit Sya, kenapa sih elo tuh??....”

“Hihihihi..... Kan gue dah bilang, gue gemes ama elo. Lagian gue bercandain dikit saja elo tuh langsung mikir kemana-mana. Hayo mikir apaan tadi saat elo bengong??....”

“Gak mikir!!.... Makanya, bercandatuh jangan aneh-aneh!!....” protesku.

“Hihihihi.... Makin lucu elo tuh kalo ngambek....”

“Terusin aja tuh ketawa elo!!....”

“Hihihi.... Iya, iya, nih gak ketawa cuma senyum kok....”

“Terserah!!....” ucapku ketus.

“Elo tuh ya, jangan marah dong!!.....”

“Siapa juga yang marah, dah lo jawab deh, elo mau di temanin apa dan di mana??....”

“Temanin gue belanja, tapi nanti di sana kita gabung sama teman gue... Tadi udah janjian....”

“Kalo elo udah janjian sama teman elo, kenapa lo ngajak gue??.... Bukannya udah ada teman....”

“Teman gue sama ceweknya, masak gue sendirian!!.... Lagian lo gak mau apa belanja buat keperluan camping minggu depan??....”

“Emang di suruh bawa apa??....”

“Astaga Ian, lo tadi gak catet apa waktu ketua BEM nyuruh nyatat apa saja yang harus di bawa waktu camping??....” tanya Tasya dengan herannya.

“Ndengerin ja enggak, apalagi nyatat....” jawabku.

“Astaga!!.... Dasar cowok, ya udah tar elo ikut ja apa yang gue beli, tapi kalau gue beli barang cewek, lo cari yang buat cowok. Masak elo mau kembaran sama gue!!....hihihihi....” canda Tasya dengan tawa kecilnya.

“Apa kata elo deh Sya!!....”

Tak lama, mobil Tasya mulai memasuki halaman sebuah mall. Saat Tasya sedang menunggu giliran parkir, sepintas aku melihat orang yang begitu ku kenal keluar dari mall dengan raut wajah penuh emosi, dan begitu saja masuk ke dalam taksi yang kebetulan baru menurunkan penumpang di depan mall.

“Anisa, kenapa tuh orang kelihatan begitu marah??....” entah kenapa aku justru memikirkan tuh wanita.

“Hei!!!..... Sampai kapan elo mau bengong di dalam mobil??.... Yuk masuk, teman gue dah nungguin....” tegur Tasya.

Tanpa berkata, aku keluar dari mobil Tasya, dan mengikutinya masuk ke dalam mall.

“Mana teman lo??....” tanyaku ke Tasya, karena hampir sepuluh menit aku mengikuti langkah kakinya, tapi belum juga bertemu temannya.

“Tuh mereka!!....” tunjuk Tasya.

Aku mengarahkan pandanganku ke arah yang di tunjuk Tasya. Seorang lelaki melambai ke arah kami, dan seorang wanita terlihat bingung saat pandangan mataku menatap matanya.

Dengan santai, aku mengikuti langkah kaki Tasya yang berjalan ke arah temannya.

“Hai kak Tom, dan kak....” ucap Tasya terhenti dan dia seperti orang kebingungan.

“Hanna dia Sya, terus ini siapa??....” tanya lelaki, teman Tasya.

Aku tau lelaku itu, dia Tomi, ketua BEM di kampusku, dan aku kini yakin kalau dia itu memang benar kekasih Hanna.

“Gue Rian, panggil saja Ian. Gue teman sekelas Tasya....” ucapku seraya mengulurkan tanganku ke arah Tomi.

“Ternyata kita nih satu kampus ya!!.... Elo dah kenal kan sama gue, oh iya kenalin, dia Hanna, calon istri gue....” balas Tomi, dan membalas menjabat tanganku.

“Gue dah tau kok dia Hanna, lagian kekasih ketua BEM, siapa yang gak kenal coba!!....” ucapku, dan aku menatap Hanna dengan senyum sinisku.

Meski aku sangat terkejut dengan ucapan Tomi tentang hubungannya dengan Hanna. Tapi aku berusaha tetap tenang, mengikuti arah permainan wanita bermuka dua yang kini tertunduk seperti padi yang sudah menua.

“Kak Tom, temanin kita belanja-belanja dulu yuk!!....” ajak Tasya.

“Ok, yuk sayang!!....” Tomi dengan mesranya menggandeng tangan Hanna.

Tasya yang sepertinya tersadar dengan aku yang bengong, dengan cekatan menarik lenganku untuk berjalan di sampingnya.

“Nih yang perlu kita beli!!....” ucap Tasya menunjukkan daftar barang yang perlu di beli.

“Lo beli saja, jaket, baju lengan panjang, celana training yang panjang, sama sepatu hiking. Yang lainnya biar gue saja yang beli. Oh iya, elo belanja sendiri ya, atau perlu di temanin kak Tomi, biar gue sama kak Hanna??....” tanya Tasya.

“Gue sendiri saja.... Emang elo mau belanja apa??.... Pakek acara nyuruh gue belanja sendiri....”

“Lo lihat, tuh si kak Tomi saja di larang ikut sama kak Hanna. Jadi intinya gue sama kak Hanna mau beli, ehmm, daleman cewek.... Dah ah sono lo pergi belanja!!....” dengan pipi yang merona merah, Tasya mendorong tubuhku menjauh.

Aku baru sadar,ternyata dari tadi, aku berdiri di depan tempat penjual pakaian dalam wanita. Aku kini hanya bisa tertawa.

“Ian, jangan ketawa!!....” tegur Tasya yang ternyata sadar akan tawaku.

“Siapa yang tertawa, aku lagi senyum....”

“Ihhhhh, nyebelin!!.....”

Tingkah Tasya yang kadang manja dan kadang ngeselin ternyata justru terlihat lucu bagiku.

“Nanti kalao lo udah belanjanya, lo hubungin gue, nih no gue!!....” sepotong kertas bertulis nomor hp-nya dia serahkan padaku.

“Sejak kapan nih orang nulisnya??....” tanyaku dalam hati.

“Katanya nyebelin, kenapa di suruh hubungin??....” godaku ke Tasya.

“IAANN.....!!.....” bentak Tasya dengan sedikit berteriak.

“Hehehehe.... Iya, nanti gue hubungin, gak usah teriak gitu!!.... Ya udah, gue pergi dulu....” setelah pamit, aku segera pergi mencari barang-barang yang tadi diberitahu Tasya.

Saat aku berpapasan dengan Hanna, aku hanya tersenyum ke arahnya, dan anehnya, Hanna justru tersipu malu saat aku senyum padanya.

“Barang yang bagus dan berkualitas tuh pasti mahal, jadi gak usah cari barang murah tapi berkualitas, gak mungkin ada di tempat ini!!....” sindir orang yang baru saja datang dan menepuk punggungku.

“Berisik lo Bang!!.... Ya udah, gue milih yang bagus dan mahal, tapi elo yang bayarin ya??....” pintaku ke Bang Jimmy, orang yang barusan menepuk punggungku.

“Ya sudah sono lo milih!!... Lagian buat apa elo beli sepatu hiking, elo mau mendaki gunung??....”

“Minggu depan ada kegiatan camping Bang, di gunung gitu katanya. Makanya ini beli sepatu hiking, baju lengan panjang, nih jaket sama tas ransel juga beli. Kebetulan di mall ini ada tempat yang nih jualan perlengkapan hiking dan camping, jadi enak belinya gak perlu pindah tempat. Lo bayarin semua ya Bang??....” pintaku.

“Dasar, situ lebih kaya, eh minta bayarin sini....” sindir Bang Jimmy.

“Situ tadi nawarin kan, lagian gue gak bawa uang cukup Bang. Kebetulan ada elo, ya bayarin deh. Besok-besok gue ganti deh....”

“Iya, iya..... Nih udah semua yang lo cari??....”

“Udah Bang....” jawabku.

“Sono bawa ke kasir semuanya!!....” perintah Bang Jimmy.

Aku membawa semua barang belanjaanku ke kasir dengan di ikuti bang Jimmy di belakangku.

“Adik kakak ya mas??.... Jarang loh mas kakak adik, sama-sama cowok tapi akur.....” tutur seorang kasir pada Bang Jimmy.

“Iya ini adik Mbak, tapi akur kalo ada maunya saja Mbak, ya seperti ini. Dia yang belanja, tapi saya yang membayar....” ucap Bang Jimmy.

Mbak-mbak kasir hanya tersenyum mendengar ucapan Bang Jimmy.

“Semuanya jadi enam juta limaratus ribu mas....” tutur mbak yang menjaga kasir setelah selesai mengecek barang belanjaanku.

Zaman memang semakin canggih, hanya dengan nunjukin layar hp ke suatu alat, Bang Jimmy menyelesaikan pembayarannya.

“Lo ama siapa kesininya tadi??....” tanya Bang Jimmy.

“Sama tuh!!....” aku menunjuk ke arah tiga orang yang tanpa aku hubungi sudah aku temukan keberadaan mereka.

“Cie, sama Hanna ya jadinya??....”

“Berisik lo Bang, tuh lo gak lihat cowok yang lagi gandeng tangan Hanna, Itutuh cowoknya. Gue tuh apes mulu ya Bang, sejak sama Anisa, sampai karang.... Hahh.....” keluhku, dan entah kenapa Bang Jimmy tiba-tiba terdiam dan berhenti melangkah setelah mendengar keluhanku.

“Kenapa lo bang??....”

“E..enggak apa-apa, gue duluan saja ya, dah habis nih jatah istirahat siang gue....” tutur Bang Jimmy, dan dengan buru-buru dia berjalan meninggalkan aku.

“Kenapa tuh orang, gak biasanya seperti itu. Seorang Bos, tapi takut sama batas jam makan siang. Bukan gaya elo tuh Bang....” ucapku lirih seraya menatap Bang Jimmy yang berjalan semakin menjauhiku.

“Hei, siapa tuh???....” tanya Tasya yang dengan santainya langsung memeluk lenganku.

“Itu Abang gue Sya....” jawabku.

“Kok gue gak pernah lihat??....”

“Ya kan lo belum gue kenalin. Nanti kalau kita dah resmi ada status, pasti gue kenalin elo ke semua keluarga gue....”

“Kenapa gak sekarang??....” tanya Tasya.

“Gue punya pengalaman buruk ngenalin cewek ke keluarga tapi lom ada kepastian. Akhirnya tuh cewek malah ketahuan udah ada pasangan....” jawabku.

“Uhuk...uhuk....” suara batuk Hanna yang baru datang bersama Tomi, dan sepertinya Hanna mendengar ucapanku dengan Tasya barusan.

“Kalia berdua sudah belanjanya??....” tanya Tomi.

“Nih udah....” jawabku singkat.

“Udah kak....” jawab Tasya.

“Gue sama Hanna duluan ya, nih si Hanna kurang sehat sepertinya. Lain waktu jalan berempat lagi!!....”

“Ok....” ucapku dan sedikit aku melempar senyum.

“Sip kak, ya sudah, hati-hati di jalan ya kak!!....” pesan Tasya ke Tomi.

Setelah kepergian Tomi dan Hanna, kini aku tinggal berdua dengan Tasya di tengah keramain mall.

“Ihhhhhh..... Elo kenapa sudah lengkap gitu belanjaannya, padahal gue kan mau bantuin milihin lo barang-barang yang bagus....” keluh Tasya saat melihat semua barang-barang belanjaanku.

“Hehehe.... Kelamaan elo tadi, lagian ada Abang gue tadi yang bantu milihin barang-barang yang gue butuhin....” terangku.

“Ya sudah, nih barang-barang elo yang lain masih nyampur ama barang belanjaan gue. Mau elo ambil sekarang, atau besok aja gue bawain ke kampus??....” tanya Tasya.

“Besok saja deh di kampus. Ehmmm....nih kita mau ngapain lagi??.... Kan udah belanjanya....”

“Balik aja yuk, gue mau nyalon, tapi gue gak yakin elo mau nemanin. Selain itu, gue gak rela elo nanti di godain cewek salon, secara elo tuh ganteng, hihihihi.....” goda Tasya.

“Tuh gantengan kucing!!....” aku menunjuk kucing yang di bawa salah satu pengunjung mall.

“ihhhhh.... Kucing tuh geli, banyak bulunya. Kalau elo bulunya kan di tempat-tempat tertentu, hihihihi..... ”

“Mulai deh, mulai..... Dah yuk balik!!....” ajakku.

“Hihihi..... Iya, iya, yuk deh. Gue anterin elo dulu, baru gue ke salon, biar makin cantik. Gue cantik elo harus suka ya!!....” seru Tasya.

“Gini aja gue dah suka, eh.....”

“Tuh kan, tuh dah berani godain gue. Dasar elo tuh, diam-diam suka gombalin cewek....”

“Pulang.....!!....” ucapku, dan aku berjalan mendahului Tasya.



“Elo tinggal di rumah kakek elo, atau......”

“Gue tinggal di rumah Ibu gue, gue di rumah kakek cuma sesekali doang....” potongku.

“Terus alamat rumah elo di mana??....”

“Daerah kolong!!....”

“Eh, serius elo tinggal di sana??....” tanya Tasya dengan penuh ketidak percayaan.

Ya aku tidak terlalu terkejut dengan reaksi Tasya. Bagaimanapun juga, daerah kolong tempat tinggalku sudah terkenal di seluruh kota ini, sebagai daerah paling kumuh. Meski sebenarnya sudah tidak kumuh lagi saat ini.

“Kalo elo gak mau nganterin, gue bisa naik angkot Sya!!....”

“Gue mau tau rumah elo!!....” tutur Tasya begitu tegas.

“Tapi kumuh loh tempatnya, elo gak jijik apa??....”

“Asal ama elo, gue gak jijik. Keindahan elo tuh gak bisa di kalahin apapun....”

“Nih cewek, pinter banget ngegombalnya. Keseringan di gombalin apa ya??....” ucapku dalam hati.

Mobil Tasya melaju cukup kencang di jalanan lengan siang ini menuju rumahku.

“Ihhhh.... Ini mah gak kumuh Ian!!.... Kok bisa seindah ini ya daerah ini??.... Padahal kata orang-orang, daerah ini tuh kotor dan kumuh....” ucap keterkejutan Tasya saat mulai memasuki daerah sekitaran tempat tinggalku, yang kini terlihat bersih dan begitu asri oleh tanaman yang tertata rapi di pinggir jalan.

“Elo suka kan??.... Orang yang bilang tempat ini kumuh, tu artinya orang tuh belum pernah ke tempat ini.....”

“Iya suka..... Terus rumah elo yang mana??....”

“Tuh di sana, yang catnya biru....” tunjukku ke Tasya.

“Eh Sya, berhenti di sini saja ya!!.... Gue ada urusan sebentar....” pintaku ke Tasya.

Bukan tanpa sebab aku minta Tasya berhenti. Dari arah depan, seorang wanita berjalan pelan, dan sesekali melihat ke arah mobil Tasya. Wanita itulah yang menyebabkan aku meminta Tasya menghentikan mobilnya.

“Ma'af ya, gak nyuruh elo mampir!!....” ucapku ke Tasya sebelum keluar mobilnya.

“Ok, gak apa kok. Lagian nih gue juga buru-buru.....” ucap Tasya.

“Ian.....” panggil Tasya lirih.

Aku diam menatap Tasya, menunggu apa yang akan dia ucapkan lagi.

“Makasih dah nemanin gue. Lo tau, hari ini gue bahagia....” ucap Tasya yang di sertai senyuman manisnya.

“Oh...eh...i..ya Sya, ehmm hati-hati di jalan!!....” ucapku dengan gugup. Entah kenapa cuma dengan senyuman saja, Tasya sukses membuat dadaku berdebar-debar.

Setelah aku menutup pintu mobilnya, Tasya memacu mobilnya menjauhiku.

“Ehm.... Cewek baru??....” tanya seorang wanita yang tadi membuatku menghentikan mobil Tasya.

“Cewek apa mbak, ituh temanku sekelas. Lagian aku masih jomblo, belum ada cewek juga....” ucapku ke mbak Nia yang kini berjalan mendekat ke arahku.

“Dasar playboy, bilangnya gak punya, tapi banyak yang ngrebutin!!....” sindir mbak Nia.

“Apa sih kamu tuh mbak??.... Mana ada juga yang ngrebutin aku mbak, jelek gini akunya....”

“Tuh di teras rumah kamu udah ada yang nungguin!!.... Kamu gak lihat apa??....” mbak Nia menunjuk ke arah teras rumahku.

Aku baru sadar, ternyata ada seseorang yang duduk di kursi terasku. Aku tidak mengenalinya karena posisi wanita itu memunggungiku.

“Sana buruan pulang!!... Kasihan tuh wanita, aku sudah lihat dari satu jam yang lalu nungguin kamu....” suruh mbak Nia.

“Iya mbak.... Terus mbak mau kemana??....”

“Mau ke tempat kerja suami. Sudah gih sana buruan pulang!!....” seru mbak Nia.

“I..i.ya mbak.....” ucapku.

Galaknya mbak Nia mulai keluar, tapi senyumnya yang begitu khas. Membuat segalak-galaknya mbak Nia, masih terlihat begitu cantik dengan senyumannya.

“Srek...srek...srek....” bunyi langkah kakiku saat memasuki halaman rumahku.

“Sudah lama??....” tanyaku ke wanita yang masih diam menatap kedatanganku.

Segera aku membuka pintu rumahku setelah melepas sepatuku.

“Masuk dulu, ngobrolnya di dalam saja!!....”

Tanpa bersuara, dia masuk ke rumahku dan duduk di sofa ruang tamuku.

Setelah melihatnya duduk, aku segera masuk ke kamarku dan menaruh barang belanjaanku di kamar.

“Aku kangen!!....” bisik wanita yang tiba-tiba sudah memelukku dari belakang.

“Eh, Ras.... Lo ngapain di sini??....” kagetku, dan aku mencoba melepas pelukan Laras, wanita yang tadi menungguku di teras rumahku.

“Aku....aku....aku kangen kamu.... CUP....”




Bersambung......
Ini tumben kata2nya berantakan.apa hanya di hp aq aja ya yg begini?
 
CHAPTER XIV



Ayyara Yuan Nissaka


Natasya Nola Prarama


Hanna Tsania Sukoco




Sepi!!.... Ya beginilah kondisi rumah ini, selalu sepi. Semua sibuk dengan kesibukannya masing-masing. Hanya di pagi hari, dan di penghujung senja, kadang rumah ini terasa sedikit ramai.

“Iya, jadi lusa lo masuk kerjanya??.... Ok, ya udah, yang rajin kuliahnya....” suara suamiku yang baru saja selesai mengangkat panggilan telefon.

“Siapa sayang yang telefon malem-malem gini??.... Gangguin orang saja....” ucapku ketus.

“kenapa ngambek gitu kamu tuh sayang??.... Tuh tadi si Ian yang telfon, masak gak aku jawab....”

“Oh, terus-terus, kenapa Ian telfon kamu malem-malem begini??.....”

“Itu, dia minta izin besok gak masuk kerja!!....”

“Eh, kenapa lagi si Ian??.... Bukannya dia sudah sehat, kenapa tidak kerja??.... Ian gak kenapa-kenapa lagi kan??....” entah kenapa aku begitu kawatir dengan adikku itu. Meski bukan adik kandungku, tapi aku begitu menyayanginya.

“Apa sih kamu itu!!.... Ian gak kenapa-napa, dia besok masuk pagi kuliahnya, jadi gak bisa kerja....” jelas Jimmy, suamiku.

Selesai suamiku berkata, suara petir, dan hujan yang cukup deras menemani malamku.

“Dingin.....” bisikku di dekat telinga suamiku, dan akupun segera berdiri menghadap cermin di depanku.

“Mau di hangatin??....” ucap suamiku.

“OH SHIT....” ucapku dalam hati saat secara tiba-tiba suamiku meremas payudara kananku dari belakang.

Suamiku perlahan membalik tubuhku, wajahku kini menatap lekat wajahnya. Entah sudah berapa kali kami dalam posisi seperti ini, tapi tetap saja tatapan mata suamiku membuat jantungku berdebar lebih kencang.

Kedua tangan suamiku perlahan turun ke arah pinggangku. Dengan sekali tarikan, tubuhku sudah merapat dengan tubuh tegapnya.

“Cup...” kecupan hangat seorang suami mendarar di keningku.

“Kamu tau, kamu itu cantik, bahkan terlalu cantik, dan aku mencintaimu....” bisik lirih suamiku, dan kembali dia mengecup keningku.

Perlahan, bibir lembut suamiku menghentikan kecupan di keningku dan bergerak kebawah menuju bibirku. Dengan lembut, suamiku mencium dan melumat bibirku. Akupun membalas ciuman dan lumatan bibir suamiku.

Tak hanya mencumbu dan menciumiku. Suamiku dengan sekali gerakan, menarik tali piama tidurku yang ada di bagian belakan tubuhku, dan membuka piama tidurku tanpa melepas ciumannya di bibirku.

Aku yang memang tidak pernah menggunakan daleman saat tidur, seketika telanjang di hadapan suamiku.

Ciuman suamiku terlepas dari bibirku, perlahan ciuman suamiku turun menciumi leherku, dan semakin ke bawah menuju payudaraku.

“uuhhh....sssss...aaahhh....mmmmm....” desahku saat aku merasakan ciuman suamiku di dadaku dan remasan tangannya di payudaraku.

“Kenapa ini selalu menggodaku!!...” ucapan lirih suamiku seraya meremas kedua payudaraku dengan gemasnya.

Payudaraku memang tidak terlalu besar, tapi aku selalu merawatnya. Karena itu payudaraku selalu terlihat kencang dan menggairahkan.

Dari meremas, kini suamiku menjilati payudaraku bergantian kiri, kanan.

“uuhhh....sss...aahhhh...” aku hanya bisa mendesah saat putingku mulai di di jilat dan di hisap-hisap suamiku.

Tangan suamiku, perlahan turun ke bawah ke arah belakang tubuhku, dan kembali dengan gemasnya kali ini dia meremas pantatku.

“Kamu selalu tidak pakai penutup di balik baju tidurmu....” ucap suamiku di sela permainan mulutnya di payudaraku.

“Kalau bersama kamu, aku selalu ingin di telanjangi dan di puaskan...” ucapku.

Ciuman dan jilatan suamiku semakin ke bawah. Perutku yang ramping, menjadi basah oleh jilatan dan kecupannya.

“aaahhhh.....nikmat sayang....aaahhh....ssss...mmmm....” desahku penuh kenikmatan saat aku merasa beberapa jari suamiku membelai dan menusuk-nusuk lubang vaginaku yang telah basah karena rangsangan suamiku sedari tadi.

“Sayang, kamu tiduran gih!!....” pinta suamiku.

Aku segera menurut, dan berbaring di ranjang. Sedangkan dia mulai melucuti semua kain yang menutupi badannya sampai benar-benar telanjang di hadapanku.

Penisnya yang sedang menegang, dengan gagahnya siap mengaduk-ngaduk vaginaku.

“Aku masuki ya??....” aku hanya mengangguk.

Dengan gaya misionaris, suamiku mulai memasukkan penisnya perlahan ke vaginaku yang sudah banjir oleh cairan kenikmatanku.

“aahhhh....sssss....uuhhhh....pelan sayang.....ahhhh....punyamu terlalu besar....aaahhh.....” sedikit demi sedikit aku merasa vaginaku semakin penuh dengan penis suamiku.

“plok....AAAAAAHHHHHHHHH.......” desahku setengah menjerit, saat suamiku dengan tiba-tiba mendorong penisnya masuk seutuhnya ke vaginaku.

“Baru seminggu tidak di masukin, udah sesempit ini punya kamu....” ucap suamiku.

Seminggu ini aku memang tidak di jamahnya, bukan karena kami tidak bernafsu. Tapi, seminggu ini aku sedang halangan.

Perlahan suamiku mulai menggerakkan penisnya keluar masuk vaginaku. Cairan di vaginaku, semakin mempermudah penis besarnya keluar masuk vagina basahku.

“aahhh....aahhh...sss....ahhhh....teruss..sa.yang..ahhh.....” aku hanya bisa mendesah menikmati sensasi permainan suamiku.

Payudaraku yang dari tadi tak di jamah, kini kembali di remas oleh kedua tangan nakal suamiku. Puting payudarakupun kini kembali di hisap-hisap dengan gemasnya.

Sodokan penis suamiku semakin kencang. Aku merasa akan segera mencapai puncak kenikmatanku.

“plok....plok....plok....plok....plok....plok....plok....” rasa nikmat tak tertahan semakin menjalar ke seluruh tubuhku.

“AAAAAHHHHHHHH.......” desah panjangku, saat aku mencapai puncak birahiku yang pertama malam ini.

Suamiku segera mencabut penisnya dari vaginaku dan bergerak ke atas tubuhku, menempelkan penisnya tepat di tengah payudaraku.

“Jepitin sayang, mau keluar nih!!....” pinta suamiku dengan begitu mesra.

Aku merapatkan kedua payudaraku, mengapit penis suamiku. Gerakan maju mundur yang begitu intens di lakukan suamiku.

“Aaaaahhh......croot....croot....croot....croot.....” air sperma kental suamiku keluar membasahi sebagian muka dan dadaku.

“Banya banget yang!!....” ucapku.

“Udah seminggu nahan nih sayang, makanya banyak....”

“Udah keluar segitu banyak, tapi ini kenapa masih berdiri??....” tanyaku ke suamiku, seraya tanganku mengocok pelan penis suamiku.

“Itu tandanya masih pengen lagi sayang. Kamu mau gak??....”

Aku tersenyum dan menggangguk, menjawab pertanyaan suamiku, karena sejujurnya nafsuku kembali bangkit saat aku menjepit penis suamiku dengan payudaraku tadi.

Suamiku membalik tubuhku, tentu aku tau maksutnya. Aku segera nunggin, dan menaruh bantal di bawah tubuhku supaya aku nyaman dengan posisi ini.

Dengan cepat, suamiku kembali memasukkan penisnya dari belakang, dan mulai mengaduk-ngaduk kembali vaginaku.

“aahhhh....aahhh...aahhh...uuuhhhh...terus sayang....aahhh....” kembali aku mendesah karena nikmat yang aku rasakan.

“plok....plok....plok...plok....” semakin cepat suamiku menyodok vaginaku. Akupun tidak diam, pinggangku ikut bergoyang, menambah sensasi kenikmatan di vaginaku.

“PLAK.... aakkkhhhhh......” suamiku menampar pantatku, bukannya sakit, aku justru merasa nikmat dengan tamparannya.

Kedua tangan suamiku memegang pinggangku, dan semakin mempercepat sodokan penisnya di vaginaku. Aku merasa penis suamiku menyentuh pintu rahimku.

“Sayang, oouuhhh....aahh....aku...aku mau keluar lagi....aahhh.....” ucapku dengan tubuh bergetar, dan nafas yang semakin tidak teratur. Keringatku seperti tak mau habis membasahi tubuhku. Ranjang tempat tidur kamipun sudah acak-acakan.

“Sebentar sayang....plok...plok...plok....keluarin bersama-sama....ahhh....” desah suamiku yang tanpa henti terus mengaduk-aduk vaginaku.

“Bikin aku...aku hamill..sayanggg....ahhh....terrus sa..sayang....ahhh.....” aku tidak peduli ada yang mendengar, aku terus mendesah, menikmati rasa nikmat di tubuhku.

Otot-otot vaginaku terasa semakin mengejang, rasa nikmat terasa ingin meledak di vaginaku. Dengan memejamkan mata, aku begitu menikmati semua ini.

“Aaaaaakkkhhhhhhh.....” seperti anjing yang melolong, aku berteriak, menikmati orgasme keduaku malam ini. Bersama dengan itu suamiku menghentakkan dengan keras penisnya ke dalam vaginaku.

“Agrrhhhh.....crooot....crooot....croott...., ughhhh.....” ternyata kami meraih puncak kenikmatan bersamaan. Aku merasa cairan hangat beberapa kali menyembur, menyirami rahimku.

“Plop.....” bunyi penis suamiku saat dia tarik keluar dari vaginaku.

Suamiku bergerak ke atas, menuju depan wajahku.

“Bersihin yang!!....” pinta suamiku dengan menyodorkan penisnya yang penuh cairan kental bening ke depan wajahku.

Tanpa rasa jijik, aku menjilati dan membersihkan penis suamiku dengan mulutku sampai bersih.

“uhhkkkk.....” suamiku menarik nafasnya dalam-dalam, dan setelahnya dia berbaring di sampingku.

“Masih mikir mau cari gadis perawan kamu yang??....” suaraku lirih bertanya ke suamiku.

“Kenapa kamu selalu bertanya seperti itu??....”

“Bukannya kamu dulu sebelum tau aku kehilangan keperawananku karena kecelakaan, kamu pernah bilang mau ngerasain wanita yang masih perawan....”

“Emang aku boleh cari wanita lain, sayang??....”

“Asal kamu nyariin aku perjaka, kan kamu dulu juga udah gak perjaka!!....”

“Mending gak usah deh, aku gak bakalan rela bagi kamu dengan yang lain. Lagian, kenapa sih kamu bahas yang dulu-dulu??....”

“Karena kamu belum bisa jujur sayang!!.... Kamu lihatkan akibat ulah kamu dulu, siapa yang menderita. Apa kamu tidak ingin jujur, dan segera mengakui apa yang kamu perbuat. Aku rela berbagi kalau bersama dia....”

“Mungkin kamu rela, dan dia mungkin juga rela berbagi denganmu. Tapi, seandainya aku jujur, aku pasti akan kehilangan adikku. Meski dia bukan adik kandungku, tapi aku dan kamu tentu sangat menyayangi dia. Apa kamu rela kehilangan dia??....”

“Kenapa dulu kalian mabuk dan melakukan hubungan itu??.... Dan kenapa juga dulu aku begitu egois menyuruh dia menikah dengan lelaki lain untuk menutupi aib itu??.... Seandainya dulu kita semua jujur, mungkin sekarang semua tidak akan serumit ini. Ian pasti akan kecewa dengan kita, dan Nisa, aku gak tega melihat dia membesarkan anak kamu seorang diri.....”

“Kita berdua memang salah, sayang. Tapi, apa gunanya menyesal sekarang, semua sudah terjadi. Mungkin, kini saatnya kita sedikit demi sedikit membuka semua kebohongan ini!!....” tutur suamiku seraya mendekap erat tubuhku.

“Jangan banyak berfikir, sekarang istirahat dulu. Kamu mesti capek kan??....” lanjut suamiku.

Selimut ditarik suamiku untuk menutupi tubuh telanjang kita berdua. Aku tersenyum melihat ketulusan suamiku. Tapi, aku juga menangis menyesali semua kesalahan di masa lalu kami.

Entah sudah jam berapa, dengan tangan suamiku yang masih memelukku, aku mulai mengantuk dan tidur menyusul suamiku yang telah tertidur dengan nyenyaknya.



Beberapa jam kemudian.....



“Nih lo tinggal tanda tangan di sini, setelah itu lo boleh pulang....” tutur Anisa dengan ketusnya.

“Ada yang lain?....” tanyaku seraya menyerahkan beberapa data yang telah selesai aku tanda tangani.

“Cuma ini, sudah gue keluar dulu!!....” belum sempat Anisa membalikkan badan, dengan cepat aku meraih lengannya.

“Bisa lepasin gak Jim??.... Gue masih ada kerjaan....” Bentak Anisa.

“Tunda dulu pekerjaan kamu, ada yang mau aku omongin dengan kamu....”

“Ngomong ya ngomong, gak usah pegang-pegang!!....” dengan kasar, Anisa menarik lengannya dari genggamanku.

“Huhhhfff.....” aku menarik nafas panjangku, dan mataku melirik jam dinding di ruangan kerjaku.

“Sudah siang, kita ngobrol sekalian makan siang!!....” ajakku ke Anisa.

“Gak perlu, gue gak nafsu makan. Sudahlah kamu ngomong saja sekarang!!.... Sok penting banget mau ngomong saja pakek ngajak makan siang segala....” ucap Anisa semakin ketus.

“Gue mau jujur semua ke Ian tapi gue butuh bantuan elo!!....” ucapku yang membuat Anisa terdiam menatapku.

“Yuk ikut gue!!....” aku bangkit dari kursiku dan menarik tangan Anisa untuk berjalan mengikutiku.

“Eh Bang Jimmy dan Kak Nisa, hayo mau kemana tuh??.... Pakek acara pegangan tangan segala....” tegur Nina yang berpapasan denganku tepat di depan pintu ruang kerjaku.

“Oh, hehehehe.... Nih kakak lo tadi males-malesan gue ajak makan, makanya gue tarik. Kasian gue lihat kakak elo lesu gitu dari tadi....” jawabku asal.

“Iya tuh Bang, paksa makan ja tuh kak Nisanya, dah beberapa hari ini males makannya....” tutur Nina.

“Apaan sih elo tuh dek!!....” ucap Anisa.

“Hihihihi.... Kan gue ngomongin fakta kak. Oh iya Bang, si Ian katanya hari ini masuk, kenapa gak ada??....” tanya Nina.

“Oh Ian, besok dia masuknya, hari ini ada kegiatan di kampusnya....”

“Napa sih elo nanyain tuh cowok??.... Lo suka ama tuh cowok??.... Cowok gak jelas gitu di sukain!!....” ucap Anisa ketus.

“Terserah gue kak mau suka sama cowok siapa saja. Napa juga situ nglarang-nglarang??.... Oh, jangan-jangan lo cemburu ya gue sama Ian deket??....” jawab Nina tak kalah ketus.

Aku melihat gelagat akan adanya keributan antara kakak dan adik. “Sudah gak usah ribut!!.... Nin lo lanjutin kerja gih, atau istirahat makan siang sana!!.... Dah yuk Nis kamu ikut aku!!....” aku kembali menarik lengan Anisa.

“Ok Bang.....” jawab singkat Nina sebelum dia berjalan berlawanan arah denganku dan Anisa.

Dengan menggunakan mobilku, aku mengajak Anisa ke restoran di salah satu mall yang tak jauh dari kantorku.

“Emang lo dah siap kalo Ian marah, atau bahkan dia mungkin akan membenci elo saat dia tau yang sebenarnya??....” tanya Anisa saat kita berdua sudah sampai di restoran.

“Sejujurnya aku belum siap kalau Ian nanti marah ke aku, karena itu aku butuh bantuan kamu, Nis....”

“Bantuan!!.... Bantuan apa yang lo mau dari gue, dan apa juga untungnya buat gue bantuin elo??.... Yang ada elo yang selalu ngerugiin gue. Setelah semua apa yang elo lakuin ke gue, setelah lo hancurin hidup gue, dan karena lo juga gue kehilangan orang yang paling gue sayang. Sekarang elo minta bantuan gue!!.... Cukup Jim, selesain sendiri tuh urusan elo. Gue tau apa yang mesti gue lakuin biar Ian mau balik ke gue....” ucap Anisa.

“Kamu fikir setelah aku jujur ke Ian, kamu bakal lebih mudah di ma'afin Ian!!.... Ayolah Nis, anak kamu tuh anakku juga, mana mungkin Ian mau menerima anakku nantinya!!....” tuturku.

“Anak gue tuh ya anak gue, jangan sekali kali elo bilang tuh anak elo!!.... Elo ingat saat gue minta elo tanggung jawab, elo dan tuh istri lo, justru lempar tanggung jawab ke lelaki lain yang elo bayar buat nikahin gue, dan nutupin semua kebusukan elo....” Anisa mulai semakin emosi.

Aku memegang kedua tangan Anisa di atas meja.

“Sekali ini saja aku minta tolong sama kamu, dan aku janji akan bertanggung jawab dengan apa yang dulu aku lakukan ke kamu....”

“Jim, elo punya rasa malu apa gak??.... Najis gue nikah ama elo, cuma Ian yang gue butuhin....” dengan cepat Anisa menarik tangannya yang aku genggam, dan secepat itu juga dia pergi meninggalkanku.

Kenapa semua jadi semakin ribet seperti ini. Padahal aku cuma minta dia bantuin nenangin Ian saat nanti gue jujur tentang semuanya ke Ian. Tapi kini dia justru semakin marah denganku. “Anisa, ma'aafin aku!!....” ucapku lirih.






Ditemani udara siang yang mulai panas, seorang lelaki melihat adiknya yang baru keluar dari kamar.

“Bagaimana hubungan elo dengan tuh wanita??.... Kelihatannya makin lengket saja kalian berdua....” tegur lelaki itu ke adiknya.

“Lengket apanya, elo gak lihat apa tuh cewek masih jutek dengan gue!!....”

“Wehehehehe.... Makanya elo tuh yang kalem jadi cowok, jangan terlalu agresif!!....”

“Tuh yang sulit, gue dah biasa gini, mana bisa kalem....”

“Rubah tuh tingkah elo!!.... Ingat ya, tuh wanita dan keluarganya bisa kita manfaatin buat ngisi dompet kita, dan semua kuncinya ada di elo....”

“Iya gue tau!!... Ngomong-ngomong, bokap kapan balik??.... Gue mau nyuruh bokap buat gertak tuh orangtua cewek, biar mau mempercepat pernikahan gue dengan anaknya....”

“Elo tuh anak macam apa, kabar orangtua sendiri gak tau. Seminggu lagi bokap balik, nunggu barangnya di kirim, baru dia balik....”

“Kan ada elo Abang gue, urusan bokap kan urusan elo. Urusan gue tuh cewek, hahahaha.....”

“Dasar PK gak modal!!....”

“Hahahaha... Tuh baru nikmat, tanpa modal kita terpuaskan....”

“Dah dulu ngobrolnya, gue keluar dulu!!.... Oh iya, gimna kabar anak polisi yang di cari-cari tuh Bang, dah ketemu??....”

“Gue kira elo ingat seneng-seneng doang, ternyata ingat bahaya juga ya elo!!....”

“Ya ingat lah Bang, bisa berabe kan kalau tuh polisi mencium usaha keluarga kita!!.... Bisa hancur keluarga kita Bang....”

“Tuh anak sepertinya pintar bersembunyi, sampai saat ini cuma sedikit informasi yang kita dapat. Yang kita tau, tuh anak seumuran dengan lo, dan sepertinya anak kuliahan juga. Jadi juga tugas elo buat bantuin cari tuh anak, selidiki teman sekampus elo yang mencurigakan!!....”

“Dengan senang hati gue lakuin, nanti gue kerahin orang-orang kepercayaan gue di kampus!!....”

“Tuh lebih baik....”

“Ok, gue cabut dulu!!.... Lo di rumah aja Bang, cepat sehat, jangan mati dulu. Hehehehe...... ”

“Bangsat lo ya, dah sono pergi!!.....



Beberapa saat kemudian di tempat lain....



“Ian, jangan bengong!!.... Bercanda gue tu, elo tuh ya...ihhhhhh, bikin gemas....” dengan tangan kirinya, Tasya mencubit pipiku.

“A..auh...sakit Sya, kenapa sih elo tuh??....”

“Hihihihi..... Kan gue dah bilang, gue gemes ama elo. Lagian gue bercandain dikit saja elo tuh langsung mikir kemana-mana. Hayo mikir apaan tadi saat elo bengong??....”

“Gak mikir!!.... Makanya, bercandatuh jangan aneh-aneh!!....” protesku.

“Hihihihi.... Makin lucu elo tuh kalo ngambek....”

“Terusin aja tuh ketawa elo!!....”

“Hihihi.... Iya, iya, nih gak ketawa cuma senyum kok....”

“Terserah!!....” ucapku ketus.

“Elo tuh ya, jangan marah dong!!.....”

“Siapa juga yang marah, dah lo jawab deh, elo mau di temanin apa dan di mana??....”

“Temanin gue belanja, tapi nanti di sana kita gabung sama teman gue... Tadi udah janjian....”

“Kalo elo udah janjian sama teman elo, kenapa lo ngajak gue??.... Bukannya udah ada teman....”

“Teman gue sama ceweknya, masak gue sendirian!!.... Lagian lo gak mau apa belanja buat keperluan camping minggu depan??....”

“Emang di suruh bawa apa??....”

“Astaga Ian, lo tadi gak catet apa waktu ketua BEM nyuruh nyatat apa saja yang harus di bawa waktu camping??....” tanya Tasya dengan herannya.

“Ndengerin ja enggak, apalagi nyatat....” jawabku.

“Astaga!!.... Dasar cowok, ya udah tar elo ikut ja apa yang gue beli, tapi kalau gue beli barang cewek, lo cari yang buat cowok. Masak elo mau kembaran sama gue!!....hihihihi....” canda Tasya dengan tawa kecilnya.

“Apa kata elo deh Sya!!....”

Tak lama, mobil Tasya mulai memasuki halaman sebuah mall. Saat Tasya sedang menunggu giliran parkir, sepintas aku melihat orang yang begitu ku kenal keluar dari mall dengan raut wajah penuh emosi, dan begitu saja masuk ke dalam taksi yang kebetulan baru menurunkan penumpang di depan mall.

“Anisa, kenapa tuh orang kelihatan begitu marah??....” entah kenapa aku justru memikirkan tuh wanita.

“Hei!!!..... Sampai kapan elo mau bengong di dalam mobil??.... Yuk masuk, teman gue dah nungguin....” tegur Tasya.

Tanpa berkata, aku keluar dari mobil Tasya, dan mengikutinya masuk ke dalam mall.

“Mana teman lo??....” tanyaku ke Tasya, karena hampir sepuluh menit aku mengikuti langkah kakinya, tapi belum juga bertemu temannya.

“Tuh mereka!!....” tunjuk Tasya.

Aku mengarahkan pandanganku ke arah yang di tunjuk Tasya. Seorang lelaki melambai ke arah kami, dan seorang wanita terlihat bingung saat pandangan mataku menatap matanya.

Dengan santai, aku mengikuti langkah kaki Tasya yang berjalan ke arah temannya.

“Hai kak Tom, dan kak....” ucap Tasya terhenti dan dia seperti orang kebingungan.

“Hanna dia Sya, terus ini siapa??....” tanya lelaki, teman Tasya.

Aku tau lelaku itu, dia Tomi, ketua BEM di kampusku, dan aku kini yakin kalau dia itu memang benar kekasih Hanna.

“Gue Rian, panggil saja Ian. Gue teman sekelas Tasya....” ucapku seraya mengulurkan tanganku ke arah Tomi.

“Ternyata kita nih satu kampus ya!!.... Elo dah kenal kan sama gue, oh iya kenalin, dia Hanna, calon istri gue....” balas Tomi, dan membalas menjabat tanganku.

“Gue dah tau kok dia Hanna, lagian kekasih ketua BEM, siapa yang gak kenal coba!!....” ucapku, dan aku menatap Hanna dengan senyum sinisku.

Meski aku sangat terkejut dengan ucapan Tomi tentang hubungannya dengan Hanna. Tapi aku berusaha tetap tenang, mengikuti arah permainan wanita bermuka dua yang kini tertunduk seperti padi yang sudah menua.

“Kak Tom, temanin kita belanja-belanja dulu yuk!!....” ajak Tasya.

“Ok, yuk sayang!!....” Tomi dengan mesranya menggandeng tangan Hanna.

Tasya yang sepertinya tersadar dengan aku yang bengong, dengan cekatan menarik lenganku untuk berjalan di sampingnya.

“Nih yang perlu kita beli!!....” ucap Tasya menunjukkan daftar barang yang perlu di beli.

“Lo beli saja, jaket, baju lengan panjang, celana training yang panjang, sama sepatu hiking. Yang lainnya biar gue saja yang beli. Oh iya, elo belanja sendiri ya, atau perlu di temanin kak Tomi, biar gue sama kak Hanna??....” tanya Tasya.

“Gue sendiri saja.... Emang elo mau belanja apa??.... Pakek acara nyuruh gue belanja sendiri....”

“Lo lihat, tuh si kak Tomi saja di larang ikut sama kak Hanna. Jadi intinya gue sama kak Hanna mau beli, ehmm, daleman cewek.... Dah ah sono lo pergi belanja!!....” dengan pipi yang merona merah, Tasya mendorong tubuhku menjauh.

Aku baru sadar,ternyata dari tadi, aku berdiri di depan tempat penjual pakaian dalam wanita. Aku kini hanya bisa tertawa.

“Ian, jangan ketawa!!....” tegur Tasya yang ternyata sadar akan tawaku.

“Siapa yang tertawa, aku lagi senyum....”

“Ihhhhh, nyebelin!!.....”

Tingkah Tasya yang kadang manja dan kadang ngeselin ternyata justru terlihat lucu bagiku.

“Nanti kalao lo udah belanjanya, lo hubungin gue, nih no gue!!....” sepotong kertas bertulis nomor hp-nya dia serahkan padaku.

“Sejak kapan nih orang nulisnya??....” tanyaku dalam hati.

“Katanya nyebelin, kenapa di suruh hubungin??....” godaku ke Tasya.

“IAANN.....!!.....” bentak Tasya dengan sedikit berteriak.

“Hehehehe.... Iya, nanti gue hubungin, gak usah teriak gitu!!.... Ya udah, gue pergi dulu....” setelah pamit, aku segera pergi mencari barang-barang yang tadi diberitahu Tasya.

Saat aku berpapasan dengan Hanna, aku hanya tersenyum ke arahnya, dan anehnya, Hanna justru tersipu malu saat aku senyum padanya.

“Barang yang bagus dan berkualitas tuh pasti mahal, jadi gak usah cari barang murah tapi berkualitas, gak mungkin ada di tempat ini!!....” sindir orang yang baru saja datang dan menepuk punggungku.

“Berisik lo Bang!!.... Ya udah, gue milih yang bagus dan mahal, tapi elo yang bayarin ya??....” pintaku ke Bang Jimmy, orang yang barusan menepuk punggungku.

“Ya sudah sono lo milih!!... Lagian buat apa elo beli sepatu hiking, elo mau mendaki gunung??....”

“Minggu depan ada kegiatan camping Bang, di gunung gitu katanya. Makanya ini beli sepatu hiking, baju lengan panjang, nih jaket sama tas ransel juga beli. Kebetulan di mall ini ada tempat yang nih jualan perlengkapan hiking dan camping, jadi enak belinya gak perlu pindah tempat. Lo bayarin semua ya Bang??....” pintaku.

“Dasar, situ lebih kaya, eh minta bayarin sini....” sindir Bang Jimmy.

“Situ tadi nawarin kan, lagian gue gak bawa uang cukup Bang. Kebetulan ada elo, ya bayarin deh. Besok-besok gue ganti deh....”

“Iya, iya..... Nih udah semua yang lo cari??....”

“Udah Bang....” jawabku.

“Sono bawa ke kasir semuanya!!....” perintah Bang Jimmy.

Aku membawa semua barang belanjaanku ke kasir dengan di ikuti bang Jimmy di belakangku.

“Adik kakak ya mas??.... Jarang loh mas kakak adik, sama-sama cowok tapi akur.....” tutur seorang kasir pada Bang Jimmy.

“Iya ini adik Mbak, tapi akur kalo ada maunya saja Mbak, ya seperti ini. Dia yang belanja, tapi saya yang membayar....” ucap Bang Jimmy.

Mbak-mbak kasir hanya tersenyum mendengar ucapan Bang Jimmy.

“Semuanya jadi enam juta limaratus ribu mas....” tutur mbak yang menjaga kasir setelah selesai mengecek barang belanjaanku.

Zaman memang semakin canggih, hanya dengan nunjukin layar hp ke suatu alat, Bang Jimmy menyelesaikan pembayarannya.

“Lo ama siapa kesininya tadi??....” tanya Bang Jimmy.

“Sama tuh!!....” aku menunjuk ke arah tiga orang yang tanpa aku hubungi sudah aku temukan keberadaan mereka.

“Cie, sama Hanna ya jadinya??....”

“Berisik lo Bang, tuh lo gak lihat cowok yang lagi gandeng tangan Hanna, Itutuh cowoknya. Gue tuh apes mulu ya Bang, sejak sama Anisa, sampai karang.... Hahh.....” keluhku, dan entah kenapa Bang Jimmy tiba-tiba terdiam dan berhenti melangkah setelah mendengar keluhanku.

“Kenapa lo bang??....”

“E..enggak apa-apa, gue duluan saja ya, dah habis nih jatah istirahat siang gue....” tutur Bang Jimmy, dan dengan buru-buru dia berjalan meninggalkan aku.

“Kenapa tuh orang, gak biasanya seperti itu. Seorang Bos, tapi takut sama batas jam makan siang. Bukan gaya elo tuh Bang....” ucapku lirih seraya menatap Bang Jimmy yang berjalan semakin menjauhiku.

“Hei, siapa tuh???....” tanya Tasya yang dengan santainya langsung memeluk lenganku.

“Itu Abang gue Sya....” jawabku.

“Kok gue gak pernah lihat??....”

“Ya kan lo belum gue kenalin. Nanti kalau kita dah resmi ada status, pasti gue kenalin elo ke semua keluarga gue....”

“Kenapa gak sekarang??....” tanya Tasya.

“Gue punya pengalaman buruk ngenalin cewek ke keluarga tapi lom ada kepastian. Akhirnya tuh cewek malah ketahuan udah ada pasangan....” jawabku.

“Uhuk...uhuk....” suara batuk Hanna yang baru datang bersama Tomi, dan sepertinya Hanna mendengar ucapanku dengan Tasya barusan.

“Kalia berdua sudah belanjanya??....” tanya Tomi.

“Nih udah....” jawabku singkat.

“Udah kak....” jawab Tasya.

“Gue sama Hanna duluan ya, nih si Hanna kurang sehat sepertinya. Lain waktu jalan berempat lagi!!....”

“Ok....” ucapku dan sedikit aku melempar senyum.

“Sip kak, ya sudah, hati-hati di jalan ya kak!!....” pesan Tasya ke Tomi.

Setelah kepergian Tomi dan Hanna, kini aku tinggal berdua dengan Tasya di tengah keramain mall.

“Ihhhhhh..... Elo kenapa sudah lengkap gitu belanjaannya, padahal gue kan mau bantuin milihin lo barang-barang yang bagus....” keluh Tasya saat melihat semua barang-barang belanjaanku.

“Hehehe.... Kelamaan elo tadi, lagian ada Abang gue tadi yang bantu milihin barang-barang yang gue butuhin....” terangku.

“Ya sudah, nih barang-barang elo yang lain masih nyampur ama barang belanjaan gue. Mau elo ambil sekarang, atau besok aja gue bawain ke kampus??....” tanya Tasya.

“Besok saja deh di kampus. Ehmmm....nih kita mau ngapain lagi??.... Kan udah belanjanya....”

“Balik aja yuk, gue mau nyalon, tapi gue gak yakin elo mau nemanin. Selain itu, gue gak rela elo nanti di godain cewek salon, secara elo tuh ganteng, hihihihi.....” goda Tasya.

“Tuh gantengan kucing!!....” aku menunjuk kucing yang di bawa salah satu pengunjung mall.

“ihhhhh.... Kucing tuh geli, banyak bulunya. Kalau elo bulunya kan di tempat-tempat tertentu, hihihihi..... ”

“Mulai deh, mulai..... Dah yuk balik!!....” ajakku.

“Hihihi..... Iya, iya, yuk deh. Gue anterin elo dulu, baru gue ke salon, biar makin cantik. Gue cantik elo harus suka ya!!....” seru Tasya.

“Gini aja gue dah suka, eh.....”

“Tuh kan, tuh dah berani godain gue. Dasar elo tuh, diam-diam suka gombalin cewek....”

“Pulang.....!!....” ucapku, dan aku berjalan mendahului Tasya.



“Elo tinggal di rumah kakek elo, atau......”

“Gue tinggal di rumah Ibu gue, gue di rumah kakek cuma sesekali doang....” potongku.

“Terus alamat rumah elo di mana??....”

“Daerah kolong!!....”

“Eh, serius elo tinggal di sana??....” tanya Tasya dengan penuh ketidak percayaan.

Ya aku tidak terlalu terkejut dengan reaksi Tasya. Bagaimanapun juga, daerah kolong tempat tinggalku sudah terkenal di seluruh kota ini, sebagai daerah paling kumuh. Meski sebenarnya sudah tidak kumuh lagi saat ini.

“Kalo elo gak mau nganterin, gue bisa naik angkot Sya!!....”

“Gue mau tau rumah elo!!....” tutur Tasya begitu tegas.

“Tapi kumuh loh tempatnya, elo gak jijik apa??....”

“Asal ama elo, gue gak jijik. Keindahan elo tuh gak bisa di kalahin apapun....”

“Nih cewek, pinter banget ngegombalnya. Keseringan di gombalin apa ya??....” ucapku dalam hati.

Mobil Tasya melaju cukup kencang di jalanan lengan siang ini menuju rumahku.

“Ihhhh.... Ini mah gak kumuh Ian!!.... Kok bisa seindah ini ya daerah ini??.... Padahal kata orang-orang, daerah ini tuh kotor dan kumuh....” ucap keterkejutan Tasya saat mulai memasuki daerah sekitaran tempat tinggalku, yang kini terlihat bersih dan begitu asri oleh tanaman yang tertata rapi di pinggir jalan.

“Elo suka kan??.... Orang yang bilang tempat ini kumuh, tu artinya orang tuh belum pernah ke tempat ini.....”

“Iya suka..... Terus rumah elo yang mana??....”

“Tuh di sana, yang catnya biru....” tunjukku ke Tasya.

“Eh Sya, berhenti di sini saja ya!!.... Gue ada urusan sebentar....” pintaku ke Tasya.

Bukan tanpa sebab aku minta Tasya berhenti. Dari arah depan, seorang wanita berjalan pelan, dan sesekali melihat ke arah mobil Tasya. Wanita itulah yang menyebabkan aku meminta Tasya menghentikan mobilnya.

“Ma'af ya, gak nyuruh elo mampir!!....” ucapku ke Tasya sebelum keluar mobilnya.

“Ok, gak apa kok. Lagian nih gue juga buru-buru.....” ucap Tasya.

“Ian.....” panggil Tasya lirih.

Aku diam menatap Tasya, menunggu apa yang akan dia ucapkan lagi.

“Makasih dah nemanin gue. Lo tau, hari ini gue bahagia....” ucap Tasya yang di sertai senyuman manisnya.

“Oh...eh...i..ya Sya, ehmm hati-hati di jalan!!....” ucapku dengan gugup. Entah kenapa cuma dengan senyuman saja, Tasya sukses membuat dadaku berdebar-debar.

Setelah aku menutup pintu mobilnya, Tasya memacu mobilnya menjauhiku.

“Ehm.... Cewek baru??....” tanya seorang wanita yang tadi membuatku menghentikan mobil Tasya.

“Cewek apa mbak, ituh temanku sekelas. Lagian aku masih jomblo, belum ada cewek juga....” ucapku ke mbak Nia yang kini berjalan mendekat ke arahku.

“Dasar playboy, bilangnya gak punya, tapi banyak yang ngrebutin!!....” sindir mbak Nia.

“Apa sih kamu tuh mbak??.... Mana ada juga yang ngrebutin aku mbak, jelek gini akunya....”

“Tuh di teras rumah kamu udah ada yang nungguin!!.... Kamu gak lihat apa??....” mbak Nia menunjuk ke arah teras rumahku.

Aku baru sadar, ternyata ada seseorang yang duduk di kursi terasku. Aku tidak mengenalinya karena posisi wanita itu memunggungiku.

“Sana buruan pulang!!... Kasihan tuh wanita, aku sudah lihat dari satu jam yang lalu nungguin kamu....” suruh mbak Nia.

“Iya mbak.... Terus mbak mau kemana??....”

“Mau ke tempat kerja suami. Sudah gih sana buruan pulang!!....” seru mbak Nia.

“I..i.ya mbak.....” ucapku.

Galaknya mbak Nia mulai keluar, tapi senyumnya yang begitu khas. Membuat segalak-galaknya mbak Nia, masih terlihat begitu cantik dengan senyumannya.

“Srek...srek...srek....” bunyi langkah kakiku saat memasuki halaman rumahku.

“Sudah lama??....” tanyaku ke wanita yang masih diam menatap kedatanganku.

Segera aku membuka pintu rumahku setelah melepas sepatuku.

“Masuk dulu, ngobrolnya di dalam saja!!....”

Tanpa bersuara, dia masuk ke rumahku dan duduk di sofa ruang tamuku.

Setelah melihatnya duduk, aku segera masuk ke kamarku dan menaruh barang belanjaanku di kamar.

“Aku kangen!!....” bisik wanita yang tiba-tiba sudah memelukku dari belakang.

“Eh, Ras.... Lo ngapain di sini??....” kagetku, dan aku mencoba melepas pelukan Laras, wanita yang tadi menungguku di teras rumahku.

“Aku....aku....aku kangen kamu.... CUP....”




Bersambung......
Aku kangen.... Kenapa tiba2 Pada muncul kembali... Mantap... Terima kasih neng @manis_manja
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd