Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TIGA ISTRIKU (Sequel Maya Istriku Versi KW)

BAGIAN 4

TAK KUDUGA





POV GIO

Cigetih, Jumat, 12 April 2024


Aku masih kepikiran tentang Frieska, sebelum aku berangkat kerja aku sempat meminjam ponselnya, aku pura-pura akan menghubungi seseorang karena ponselku sedang di-charge. Frieska pun menyerahkan ponsel yang sedang dimainkannya itu.

Aku bergerak ke teras depan, mencoba menjauh dari Frieska… dan tentu saja aku kembali ingin memeriksa WhatsApp-nya. Tapi yang kulihat kali ini, di WhatsApp nya itu sama sekali tak ada nama Mas Leo. Rupanya dia telah menghapus seluruh isi chatnya. Bahkan nama Mas Leo di daftar kontaknya pun mendadak hilang. Kalau tidak ada sesuatu…. untuk apa dia menghapus semua ini? Hmmm Frieska, kamu mulai nakal, Sayang!!!

Aku pun mulai pura-pura menelepon, tapi saat berpura-pura seperti itu aku kepikiran lagi, jangan-jangan nama ‘Mas Leo’ sudah diganti dengan nama lain, maka ketika aku kembali mencoba masuk ke WhatsApp, ponselnya itu telah otomatis terkunci, dan aku membuka kode pengamannya…. Namun, kali ini aku gagal, bahkan 2 kali kulakukan tapi tetap gagal, rupanya Frieska telah merubah kode ponselnya. Frieska mau ‘bermain cantik’ rupanya.

Aku pun menyerahkan kembali ponselnya itu dengan perasaan campur aduk. Kemudian aku masuk ke dalam kamarku untuk mengambil ponselku sendiri. Ternyata aku menerima pesan dari nomor yang tak dikenal. Dia mengenalkan diri sebagai ‘Bung Richard’, mengaku sebagai Ketua Ormas GELEGAR yang baru.

Mungkin dia naik menjadi ketua setelah Joko tewas. Dia meminta bertemu denganku di hari ini di Markas Besar GELEGAR. Hmmm… ada apa ini? Mereka kan selama ini ada di pihak lawan, mencoba untuk menuntutku bersama dengan keluarga Hartowo dan juga Marco.


÷÷÷÷÷÷​



Di Markas Besar Ormas GELEGAR, tatapan mata tajam terus mengawasiku dari orang-orang bertampang sangar, berseragam loreng, dengan dandanan khas militer KW. Mungkin mereka sudah mengenal siapa aku, hingga tampangnya tak bersahabat seperti itu, atau jangan-jangan mereka hanya sok’ serem saja… maklum lah, orang-orang seperti mereka itu adalah orang-orang gagal yang selalu berusaha memperoleh pengakuan.

Aku datang kesini tentunya sudah menghitung segala konsekuensinya, termasuk konsekuensi terburuk misalnya aku dikeroyok oleh mereka. Aku tidak takut, meskipun aku sudah berjanji pada diri sendiri untuk tidak berbuat hal yang nekat lagi, tapi jika dikeroyok… masa iya harus diam?

Aku pun ditunjukkan pada sebuah ruangan, ternyata itu adalah ruangan Ketua, begitu pintu terbuka aku melihat sosok yang berbeda dengan apa yang kulihat di luar tadi.

Bung Richard, usianya mungkin sekitar 40-50 tahunan, tampangnya jauh lebih bersih daripada wajah anggpta-anggotanya, dia pun tampak begitu ramah meskipun tetap berpakaian dan berlagak militer.

Setelah kami berbincang ke inti pembicaraan yang membawa aku ke markas mereka, intinya mereka menyatakan sudah mengundurkan diri dari kelompok Darma cs. Entah Bung Richard ini sedang cari muka atau apa? Yang pasti dia menyebutku tidak bersalah dan Ormas Gelegar sudah tidak akan ikut-ikutan lagi. Hmmm… apakah ini jebakan?

“Tapi Pak Darma itu orang yang cukup berpengaruh dan punya power….. Pak Gio harus berhati-hati….” Ujarnya setelah memperingatkan.

“Hmm.. oke, makasih untuk informasinya…” Jawabku pendek.

“Dan Ormas GELEGAR… sesuai dengan visi misinya, berperan aktif dalam masalah ketertiban dan kemanan di masyarakat…. Saya bersedia untuk membantu Bapak…” Ucapnya sok diplomatis.

“Maksudnya?”

“Kami akan membantu mengamankan Bapak beserta keluarga, begitu juga dengan Perusahaan yang Bapak pimpin beserta seluruh aset-asetnya… kami sudah berpengalaman dalam hal ini.”

“Jasa Pengamanan maksudnya?”

“Ya.”


Yap, aku mulai membaca arahnya! Ujung-ujungnya duit!!! Orang-orang seperti mereka memang tak peduli dengan keamanan atau ketertiban bla-bla-bla termasuk kematian rekan mereka sendiri yaitu Pak Joko. Ikut-ikutan terlibat proses hukum yang berlarut-larut tentunya tidak menghasilkan apa-apa bagi kas Ormas bahkan kantong pribadi mereka. Jadi kupikir mereka kini bersikap realistis, memanfaatkanku untuk menambah penghasilan mereka dengan berdalih menyediakan jasa keamanan… hahahaha…

Tapi aku akan berusaha untuk mengikuti alurnya, hilang satu lawan di kondisi seperti ini tentu menguntungkan bagiku. Aku pun menyetujui penawarannya, biar saja sementara mereka ‘menyandera’ kasusku ini untuk meraup keuntungan dariku. Toh setelah aku tanyakan, ternyata mereka hanya meminta uang jatah keamanan setiap bulan yang tidak terlalu besar. “OK Deal!!”


÷÷÷÷÷÷​



POV LEO

Jakarta, Jumat, 12 April 2024


Frieska oh Frieska… apa yang terjadi di hari kemarin begitu membahagiakanku…. Bahkan saat aku bekerja saja, masih tetap membayangkan perempuan yang begitu istimewa itu.

Dari awalnya malu-malu, kikuk dan canggung, lama kelamaan Frieska berhasil masuk ke dalam perangkapku, bukan Leo namanya jika tak bisa melumpuhkan hati seorang perempuan. Dan aku rasa Frieska pun memiliki rasa yang sama dengan apa yang kurasakan.

Kejadian yang paling membuatku terbayang-bayang adalah saat kami berada di dalam mobil saat mengantarnya pulang. Aku memang sengaja memilih menggunakan mobil kantor, sebuah Van yang benar-benar privat dimana hanya aku dan Frieska yang ada di ruang belakang, sementara Sopir di depan tidak bisa melihat bahkan mendengar apa yang terjadi di belakang karena penghalangnya didesain kedap suara.

Sebenarnya bisa saja aku memilih menyetir sendiri dengan mobilku, toh sama-sama berdua kan? Tapi kalau sambil menyetir tentu saja aku tak akan bisa leluasa memandangi wajah cantiknya, lagian…. Siapa tahu aku bisa melakukan hal yang ‘lebih’. Hehehehe namanya juga usaha!

Hampir setengah perjalanan tak ada peristiwa yang special, kami hanya berbicara ringan ngalor ngidul, bercanda, tertawa… dan kali itu Frieska terlihat sudah benar-benar nyaman bersama denganku.

Sampai akhirnya aku menyenderkan jok tempat dudukku hingga posisi berbaring. Frieska kemudian melihatku.

“Mas mau tidur?” Tanya Frieska seolah tak mau jika aku tidur.

“Kalo kamu? Mau tidur bareng?” Aku balik bertanya.

“Ih apaan!” Ucapnya melotot sambil menjulurkan lidah, namun aku yakin dia tidak benar-benar marah.

“Maksudnya kamu juga tidur, kamu disitu… Mas disini!” Balasku tak mau kalah.

Kami memang duduk berdampingan dengan jok masing-masing di ruang penumpang yang cukup luas dibandingkan dengan mobil biasa ini.

“Oooh gituuuu…”

“Kamu aja yang pikirannya ngeres!”
Tukasku yang mulai berani sedikit nakal pada client-ku ini.

“Iya deh aku juga mau rebahan…” Ucapnya sambil berusaha untuk menyenderkan kursinya sama sepertiku.

Tapi karena ini mobil keluaran baru, tak seperti mobil pada umumnya yang menggunakan tuas penarik untuk mengatur sandaran jok, dia tampak kebingungan bagaimana cara menurunkannya.

Akupun lalu bangkit dan mencoba untuk membantunya. Tempat duduk Frieska yang berada di sebelah kiriku, sementara tombol untuk mengatur jok ada di bagian kanan dia, hingga mau tak mau tubuhku condong dan ketika jok-nya telah berhasil dibaringkan otomatis setengah tubuhku berada di atas tubuh Frieska. Jarak kami begitu dekat sampai-sampai deru nafasnya begitu terasa menerpa wajahku.

“Makasih, Mas..” Ucapnya sambil menatapku sayu lalu dengan kikuk mengalihkan pandangannya ke arah lain, aku tahu ucapannya itu hanya untuk mengalihkan rasa gugupnya terhadap keadaan ini.

Aku bangkit lagi dan kembali tidur rebahan di kursiku sendiri, dan aku semakin yakin kalau Frieska menyimpan rasa kepadaku, itu terlihat dari tatapannya kepadaku barusan. Tapi aku tak mau terburu-buru, bisa-bisa perempuan idamanku ini merasa tak nyaman jika kulakukan secara frontal.

“Fries, gimana sih rasanya jadi istri kedua?” Tanyaku. Kali ini aku ingin tahu bagaimana perasaannya, bukan dalam rangka mengorek keterangan tentang suaminya.

“Ya… gitu aja….”

“Gitu aja gimana? Kamu bahagia nggak?”

“Ih apaan sih nanyanya kayak gitu terus.”
Jawabnya terkesan mengelak, dan entah mengapa aku pun semakin yakin kalau dia tidak bahagia dengan pernikahannya. Hari ini dua kali aku bertanya pertanyaan yang sama, tapi dia seperti selalu mencoba untuk menghindar dan menyembunyikan perasaannya.

“Apa susahnya sih tinggal jawab iya atau nggak…” Balasku.

“Nggg….. ya bahagia lah…” Jawabnya ragu-ragu, aku rasa dia tadi sempat berpikir dan jawabannya itu terdengar tak jujur.

Saat aku akan bertanya lebih jauh, terdengar suara ponselnya. Dan rupanya itu dari suaminya. Frieska tampak panik dan meminta tolong untuk menaikkan lagi joknya yang sudah dalam posisi berbaring itu.

Suaminya itu ternyata melakukan panggilan video call, dan Frieska menjawab kalau dia pulang diantar sopir dan 15 menit lagi akan sampai ke rumahnya. Syukurlah, suaminya itu tak perlu tahu kalau aku ikut, lagipula kamera ponsel Frieska dari tadi mengarah ke wajahnya sendiri, sementara aku yang berbaring di sampingnya tentunya tak akan tertangkap oleh kamera.

Telepon pun selesai. Frieska pun kembali menyimpan ponselnya ke dalam tas.

“Emang bener gitu 15 menit lagi mau sampai?” Tanyaku yang memang tak tahu karena baru kali ini aku datang ke rumahnya.

“Kalo dari waktunya sih kayaknya gitu, tapi coba lihat deh ke jalan…. sekarang udah sampe mana?” Ucap Frieska seolah menyuruhku untuk membuka gorden di jendela yang memang lebih dekat dengan kursiku.

Sambil tetap berbaring aku membuka gorden, sedikit bangkit melihat ke jalan dan aku benar-benar tak tahu ini daerah mana, aku pun berbaring lagi, lalu akhirnya setengah badan Frieska kini condong ke atas kursiku untuk mengintip dari jendela yang memang sangat gelap ini.

“Oooh udah sampe sini… iya sih, kayaknya 15 menitan lagi sampai..” Ujarnya sambil melihat dengan seksama ke arah luar.

“Fries, kamu cantik banget sih…” Aku malah mengomentari wajahnya yang kini tepat berada di atas kepalaku.

“Iiiih… Ngapain sih malah ngegombal segala?!” Ujarnya dengan wajah merona merah karena malu setelah kupuji dan kupandangi wajahnya dari jarak yang sangat dekat seperti ini.

Aku pun langsung merangkul tubuhnya, entah bagaimana prosesnya, yang pasti kini seluruh tubuh Frieska benar-benar menindih tubuhku. Aku benar-benar tak tahu apakah Frieska tertarik oleh tanganku atau dia memang sengaja berpindah ke arah kursiku, yang pasti dengan waktu sepersekian detik kini empuknya payudara terasa menekan di dadaku, kemudian gundukan vagina dibalik celananya itu tepat berada tepat di selangkanganku.

Kami berpandangan dari jarak yang sangat dekat.

“Sumpah cantik banget, adeknya Mas ini…” Ucapku lagi-lagi memujinya.

“Adik? Loh kok jadi adik?” Tanya Frieska heran tapi posisi tubuh dia tak berubah dan tetap menindihku.

“Soalnya kalau istri, kamunya pasti nggak mau…” Jawabku santai.

“Iiiih Mas…. apaan ah….?!” Wajahnya semakin memerah menahan malu.

“Emangnya kamu mau gitu kalo jadi istrinya Mas?” Tanyaku semakin menggodanya.

“Enak aja… nggak lah!” Jawabnya sambil melotot. Dengan kondisi pura-pura marah seperti ini, Frieska terlihat semakin cantik dan menggemaskan.

Coba sebut nama perempuan cantik yang ada di Indonesia… bahkan artis papan atas, selebgram dan lain-lain yang pernah kutiduri dengan tarif fantastis, tak ada yang bisa menyamai kecantikan Frieska!!! Dan kini aku makin tergila-gila kepadanya.

“Ya udah, makanya jadi adik aja…” Ucapku sambil menarik kepalanya dan kini kepalanya itu terbenam berada di sampingku. Dia masih diam dan tak menolak dengan segala perlakuanku, nafasnya terasa menderu.

Saat ini, aku bisa saja menciuminya, aku bisa saja menggesek-gesekkan penisku yang memang sudah on target di bawah vaginanya, tapi aku tak mau melakukan itu terburu-buru, aku harus bisa mengambil dulu hatinya…. Meskipun persentase kemungkinan berhasil aku rasa kali ini sudah diatas 75%.

“Udah…. kamu tidurnya disini aja sampe rumah…” Ucapku yang kali ini mulai membelai-belai bagian belakang rambutnya dengan lembut.

“Nggak mauuu!” Tiba-tiba Frieska bangkit dan kembali ke tempat duduknya.

Prediksi persentaseku ternyata keliru, perempuan seperti Frieska ini memang tak bisa dilakukan terburu-buru. Dan semakin Frieska bersikap jual mahal, walaupun sebenarnya aku yakin kalau dia pun mau…… di mataku dia semakin terlihat menarik dan aku semakin tertantang untuk menaklukannya.

Frieska kembali berusaha untuk membaringkan kursinya tapi tak berhasil, hingga aku kembali membantunya. Namun kali ini, setelah selesai membantunya aku langsung berbaring di tempat dudukku.

Namun kali ni aku menekan tombol yang membuat penghalang antara kursiku dan kursinya menjadi turun. Dua kursi yang kami duduki ini sebenarnya memang satu bagian, sementara penghalang atau senderan tangan di bagian tengah itu, hanya pemisah yang bisa diturunkan. Sehingga dua kursi yang sudah bersender itu kini seperti tempat tidur yang menyatu dan cukup nyaman bahkan untuk melakukan seks sekalipun...

Melihat hal ini, Frieska seperti takjub dan mencari-cari tahu tombol mana yang barusan aku tekan sehingga membuat kursi kami kini seolah menyatu.

“Mijit tombol yang mana sih? Hihihi aku kampungan ya?” Ucapnya terdengar polos dan lugu.

Akupun langsung meraih tangannya, dan kuarahkan pada sebuah tombol yang memang tidak terlihat. Jemariku berada di atas jemarinya, dan aku tekan agar telunjuknya menekan tombol yang membuat penghalang ini naik kembali.

Setelah merasa bisa melakukannya sendiri, kini Frieska seperti anak kecil yang memainkan tombol tersebut, hingga penghalang kursi itu naik-turun-naik-turun… aku hanya tertawa melihat kelakuan polosnya itu.

“Hihihihi… maafin aku kampungan… udah ah, nanti rusak…. Pasti mahal mobil kayak gini…” Ujarnya begitu lugu sambil setengah bergumam dan itu membuat dia semakin terlihat semakin menarik.

Setelah pembatas itu kembali turun, kini tak ada lagi penghalang diantara kami. Aku pun langsung memeluknya.

“Udah ah, Mas pengen tidur sambil meluk kamu….” Ujarku cuek.

“Ih aneh… ada-ada aja… Mas capek ya?” Tanyanya dan lagi-lagi dia tak menolak ketika tanganku sudah membelit di atas tubuh sintalnya.

“Lumayan..” Ucapku singkat. Dan posisi kepalaku kini benar-benar dekat dengan kepalanya bagian pinggirnya.

CUPPP…..

Kali ini aku sudah tak bisa menahan diri, sebuah kecupan bibirku tepat mendarat di pipi Frieska. Aksiku ini cukup membuatnya terperanjat dan kepalanya berusaha menjauh dari kepalaku. Meskipun kursi ini lebih luas dari kursi standar mobil biasa, tapi tetap saja cenderung sempit untuk sebuah penghindaran, kepalanya masih sekitar sejengkal dari kepalaku, tubuhku memang sudah begitu mepet ke arah tubuhnya.

“Mas… ngapain ah?!” Ujarnya terlihat takut meskipun aku merasa ada getaran respon positif darinya. Sekali lagi aku yakin kalau dia tak benar-benar marah.

Frieska kini terlihat seperti kesal dengan mengelap pipinya bekas ciumanku itu, dan aku hanya tertawa melihatnya.

“Pake dihapus segala sih….” Ucapku masih dengan nada santai.

“Mas nakal ah!” Balasnya, dan anehnya posisi kepalanya kembali ke posisi seperti saat dia kucium tadi, lebih dekat lagi kepadaku.

“Sekali aja masa nakal?” Godaku lagi.

“NAKAL!” Ujarnya sambil melotot tapi justru makin terlihat sangat imut.

CUPPP….. CUPPP….. CUPPP…..

Kali ini tiga kali kecupan bertubi-tubi dan cepat kuberikan lagi ke pipinya.

“Iiiihhhh…..” Responnya dan kali ini kepalanya menengok ke arahku. Kami berpandangan… dan tanganku pun langsung memegangi bagian belakang kepalanya agar dia tak bergerak menjauh lagi.

“Emangnya Mas nakal ya?” Tanyaku kembali menggoda.

“Iya…” Jawabnya lemah dengan mata sayu yang tetap memandangiku.

“Kalo mas cium bibir ini… baru itu namanya nakal…” Ucapku dengan telunjuk tanganku menyentuh bibirnya.

Frieska tak bereaksi saat telunjukku bermain-main di bibirnya, bahkan ketika jariku itu sedikit masuk lalu kutarik ke bawah, bibir bagian bawahnya itu ikut tertarik oleh jariku dan Frieska seperti mematung tak melakukan penolakan apapun.

SLRRPPP….. MMMMPPH…. SSHHHH…..

Perlahan bibirku mulai berani mencium bibirnya. Frieska memang tak menghindar, tapi kali ini dia masih tak membalas ciumanku, bibirnya masih terkatup rapat.

“Mas, jangan nakal…” Ucapnya pelan tapi tak berusaha untuk menghentikan aksiku.

SLRRPPP…… MMMPPH…… MMWWHHH…… SSSHHHHH…… MMMWHHH…… SLRRPPPP…….

“Frieska Sayang…..”
Bisikku di sela-sela ciuman antar bibirku yang semakin liar, bahkan lidahku sudah kukeluarkan untuk berusaha menerobos masuk ke dalam mulutnya, namun Frieska masih menutup rapat mulutnya.

Melihat Frieska diam dan aku lihat matanya kini malah terpejam, aku pun semakin berani. Kini tubuhku naik menindih tubuhnya……..

SLRRPPP……. MMMPPH…… AHHHH…… MMWWHHH…… SSSHHHHH…… MMMWHHH…… SLERRPPPP…… AAAHHHHH…….

Aku kembali menciumi bibirnya…. Dan apa yang terjadi? Hal yang paling kutunggu itu akhirnya datang. Frieska mulai merespon dengan mengeluarkan lidahnya, lidah yang begitu basah dan kenyal…. Akhirnya kami berpagutan bertukar liur dengan lidah saling membelit…. Kami berciuman dengan sangat mesra.

“Masss…. Ssshhhh….” Desah Frieska tertahan.

Aku sementara melepas ciumanku, aku ingin menatap wajah cantiknya… tapi apa yang terjadi, justru bibir dan lidah Frieska yang berusaha mengejar dan mengajakku berciuman lagi..

SLRRPPP…… MMMPPH…… AHHHH…… MMWWHHH…… SSSHHHHH…… MMMWHHH…… SLERRPPPP…… AAAHHHHH…….

“Maas.. Sssshhhh Maas.. Maass Leoooo.."
Desah Frieska diantara ciumannya. Bahkan kini tangannya meremas rambut di belakang kepalaku.

Aku yang sudah benar-benar gelap mata, kini mulai menekan penisku untuk menggesek di bagian vaginanya. Walaupun masih terhalang oleh celana, tapi ini lumayan untuk melepaskan hasratku, lagipula untuk melakukan seks rasanya waktunya tak bisa lama, sebentar lagi kami akan segera sampai.

Lagi-lagi tanpa aku duga, saat aku mulai menggesekkan penisku ini, kedua kaki Frieska melingkar di pinggangku, yang membuat aku semakin bersemangat untuk menekan turun naik di sekitar vaginanya.

"Aaaahh.. Maaas.. Aaahhh ssshhh…. Aaah… Mas Leooo.." Desah Frieska dengan mata terpejam dan kembali terus mengajakku berciuman.

Ciumanku berpindah turun ke bawah menuju lehernya. Frieska makin menggelinjang.

"Enak, Sayang?" Tanyaku melihat ekspresi wajah Frieska yang begitu tak karuan namun menggairahkan.

“Ngghhh….”

“Sayang… enak nggak….?”

“Mas…. Ahhhh… Ssshhh… Mas Leo… nakalll…”


Aku semakin bertubi-tubi menjilati leher Frieska, namun ketika kepalaku makin turun untuk menciumi payudaranya meskipun masih dari balik bajunya, tanpa aku duga… tiba-tiba Frieska mendorong tubuhku dengan sangat kuat.

“Yang kita lakuin udah keterlaluan deh….!!!” Ucapnya kemudian bangkit setelah tubuhku terpental ke samping.

Dia tampak ngos-ngosan dengan wajah memerah, dan kali ini aku melihat ada raut penyesalan dan sedikit kemarahan di wajahnya.

“Jangan kayak gitu lagi ya…” Lanjutnya semakin serius.

“Hmmm….” Jawabku hanya bergumam, maklum aku kecewa… aku barusan sedang berada di puncak birahi!

“Hmmm, apa?” Tanyanya lagi.

“Iya…” Jawabku masih ogah-ogahan.

“Iya apa?” Dia terus mencecarku.

“Iya nggak akan gitu lagi.” Ucapku dengan sangat terpaksa.

“Janji?”

“Iya, Mas janji…”


Dasar perempuan, bisa-bisanya menyalahkanku padahal aku tahu dia sendiri ikut menikmatinya, bahkan tadi dia begitu meresponnya. Tapi sudahlah, aku harus lebih bersabar menaklukan perempuan yang satu ini.

Tak lama kemudian Frieska mulai merapikan pakaian dan rambutnya, sementara aku langsung berbaring di tempat dudukku lagi, aku sudah tak peduli dengan penampilanku…. Dan sesaat kemudian mobil pun sampai ke tujuan.​



÷÷÷÷÷÷​
 
Frieska ingin bermain cantik di depan suaminya - pasword hp ama nama Leo dirubah Frieska... Tapi buat Gio sih malah tambah yakin kalo Frieska emang ada affair dengan Leo. Gio dah pengalaman.... Nama Leo diganti nama lain...

Thanks updatenya, suhu @Robby0608
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd