Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TIGA ISTRIKU (Sequel Maya Istriku Versi KW)

Nitip jejak dulu sambil baca2 cerita Maya sebelum nya…
 
BAGIAN 2

GUGUP





POV GIO

Cigetih, Kamis, 11 April 2024


Hari ini aku tidak bisa ikut mendampingi Frieska untuk konsultasi hukum di kantor Pengacara di Jakarta, kabarnya sih ada yang harus diinformasikan pada Frieska secara lebih rinci, sebelum kami menemui pihak penyidik dari Kepolisian di hari Senin nanti. Sementara itu di hari ini akan ada urusan pekerjaan penting yaitu akan menerima kunjungan sekaligus rapat bersama orang-orang Kementrian Pertanian di Cigetih yang tentu saja tak bisa aku tinggalkan, aku berbagi tugas dengan Farin, dia akan berangkat dulu ke kantor Jakarta untuk membawa data-data yang akan dipergunakan untuk materi presentasi nanti, sementara aku menyiapkan segala sesuatunya yang ada di Cigetih. Karena itulah, Frieska bisa ikut dengan Farin ke Jakarta di pagi ini, dan pulang bersama lagi di siang hari setelah Farin kembali ke Cigetih.

Untuk Frieska sendiri, aku percaya dia bisa menjaga rahasiaku selama memberikan keterangan sekalipun pada pengacara sendiri, karena sampai saat ini aku memang merahasiakan kejadian sebenarnya pada tim pengacaraku. Namun yang menjadi ganjalan dan membuat perasaan tak enak adalah aku teringat akan tatapan mata pengacara baru yang bernama Leo itu kepada Frieska tempo hari, sepertinya seperti menyimpan sesuatu yang lain kepada istriku, itulah mengapa aku sedikit berat mengizinkan Frieska untuk pergi ke Jakarta seroang diri, mungkin aku telah cemburu.

Dan sialnya lagi, peristiwa Frieska yang mendapatkan tatapan dari Leo itu terus terbayang-bayang dan selalu membuat penisku tegang…. Brengsek!!! penyakit cuckold-ku ini memang belum sembuh juga rupanya, dan aku memang belum berniat untuk konsultasi masalah ini pada Pskiater!!!

TINUNIT TITTT TINUNITT TITTTT TITTTT

Ponsel Frieska yang tergeletak di meja ruang tamu ini mendapatkan panggilan masuk, aku tengok sebentar siapa yang menghubunginya, hmmm… ponselnya itu menampilkan nama ‘Mas Leo’!!! Mau apa dia menelepon istriku? Astaga, apakah kecemburuan ini berlebihan?

Ketika aku masih bertanya-tanya, Frieska berlari ke ruang tamu untuk mengambil ponselnya, lalu ia menjawab panggilan dari Leo tersebut, memang tidak ada yang special dari setiap ucapan Frieska di telepon yang lumayan singkat itu….. tapi mengapa jantungku terasa berdegup kencang? Penisku pun ikut-ikutan mengeras, apalagi….. entah hanya perasaanku saja atau memang benar, aku rasa pagi ini Frieska yang sudah akan siap-siap berangkat ke Jakarta terlihat sangat cantik sekali.


÷÷÷÷÷÷​



POV LEO

Frieska, seorang wanita berusia yang mungkin masih berusia belasan tahun. Kebetulan sekitar seminggu yang lalu aku ditugasi oleh atasanku untuk memberikan konsultasi hukum dan pengarahan secara lebih mendalam khususnya kepada Frieska atas kasus yang sedang menimpa suaminya baru-baru ini.

Untuk postur tubuh, Frieska boleh dibilang terbilang mungil, namun ukuran dada serta pantatnya cukup membuatku beberapa kali menelan ludah saat menatapnya, wajahnya begitu cantik dan teduh, kulitnya putih bersih dengan hidungnya yang mancung dan bibirnya yang sexy, dipadu dengan rambut sebahu dan makeup yang cenderung tipis-tipis saja, menurutku kepolosan Frieska ini sangat menarik dan di sisi lain terlihat fresh, sosok seperti dialah wanita yang selalu aku idam-idamkan selama ini. Kalau aku sampai sejauh ini belum menikah, itu karena aku belum menemukan perempuan yang seperti Frieska, dan sialnya lagi perempuan impianku ini statusnya telah menikah!!!

Aku baru sekali bertemu dengannya, yang mencuri perhatian dari Frieska adalah penampilan berpakaiannya yang cuek seperti anak muda dari kalangan sederhana yang berusia belasan tahun pada umumnya, saat itu ia hanya mengenakkan t-shirt dipadu celana jeans dan sepatu kets, padahal suaminya itu bisa dibilang orang yang sangat kaya raya, pemilik perusahaan berskala nasional. Dengan pakaian t-shirt ketatnya, aku yakin dia tidak sedang berusaha untuk tampil sexy, hanya saja payudaranya saja yang terlalu menonjol dibalik pakaian sederhana itu.

Memiliki client seperti Frieska tentulah menjadi motivasi bagiku dalam bekerja, dan sepertinya kami akan lebih sering bertemu. Yang menarik perhatianku adalah statusnya yang menjadi istri kedua dan satu orang anak yang masih balita. Aku tak habis pikir, mengapa perempuan semuda dan secantik Frieska mau menjadi istri dari seorang kriminal. Kriminal? Ya…. Frieska memang dulu pernah menikah dengan seorang kriminal bernama Ikram, dan anehnya lagi setelah Ikram tewas karena peristiwa perkelahian, kini justru dia menikah dan menjadi istri kedua dari Pak Gio, client-ku yang sedang menghadapi kasus pembunuhan Ikram dan beberapa orang lainnya, meskipun mungkin dia bukanlah eksekutornya. Ya, sekali lagi MUNGKIN, karena aku merasakan ada kejanggalan pada diri Gio ini.

Aku memang baru mendampingi mereka, tapi dari catatan dan laporan pengacara sebelumnya, aku merasakan banyak kejanggalan dari pengakuan-pengakuan yang selama ini Gio berikan. Aku adalah pengacara muda yang menurut orang-orang masih sangat idealis, tidak seperti senior-senior di firm hukum tempatku bekerja, yang memang bekerja hanya demi uang. Bagiku, sejahat apapun client-ku, tentunya akan tetap akui bela dan kami perjuangkan haknya, namun dengan catatan, client tersebut harus jujur akan perbuatannya kepada kami, kami sebagai pengacara jangan sampai dibohongi. Itulah prinsipku. Untuk urusan vonis, biarlah kami yang memperjuangkan mati-matian nanti di pengadilan, bukan client yang memberikan keterangan palsu sejak awal.

Dan semua asumsi-asumsiku akan kebohongan Gio memang telah terendus olehku. Aku jadi merasa kasihan pada Frieska, sekilas saja aku bisa melihat hidupnya tidak bahagia, siapa tahu dia terpaksa menikah dengan Gio? Atau bisa jadi pernikahannya itu dibawah ancaman atau tekanan? Maka dari itu, sekalian aku memberikan pendampingan hukum kepada Frieska, aku akan mencari tahu lebih dalam mengenai perbuatan sebenarnya Gio dari mulut Frieska, aku sangat ingin menyelamatkan perempuan ini.

Awal perjumpaanku dengan Frieska, dia terlihat pendiam dan tak banyak bicara. Tapi aku harus bisa untuk membuatnya buka suara, terlebih lagi aku memang ingin benar-benar dekat dengannya. Momen ngobrol santai, diselipi sedikit bercanda mulai bisa aku jalankan setelah aku berhasil meminta nomor WhatsApp-nya. Bahkan di pagi ini, tanpa aku duga muncul sebuah pesan dari Frieska lewat WA, baru di pagi ini dia yang memulai mengirim pesan duluan.

“Pagi Mas Leo. Maaf, hari ini jadi ketemu?” Tanya Frieska yang membuatku cukup berbunga-bunga meskipun ini hanya sekedar memastikan janji pertemuan saja.

“Hai. Iya jadi… di kantorku ya… sekitar jam 10-11.” Jawabku sumringah, aku sengaja memberikan space waktu yang cukup kepada Frieska, karena kantorku berada di Jakarta sementara kediaman dia berada di Cigetih.

“Oh iya, aku berangkat sekitar 10 menit lagi dengan Bu Farin.” Sahut Frieska.

“OK, ditunggu ya, Bu Frieska.. ati-ati di jalan..” Balasku semakin bahagia karena dia datang tak bersama suaminya.

Sementara Bu Farin ini adalah mertua Pak Gio dari istri pertamanya. Aku pun sengaja memanggil Frieska dengan sebutan ‘Bu Frieska’, itu untuk menjaga profesionalisme kerja, kalau dalam hati sih sebetulnya ingin kupanggil dia dengan sebutan ‘Sayang’. AIH ROMANTIS KALI KAU LEO!!!!


÷÷÷÷÷÷​



POV FRIESKA

Kurang lebih 2 bulan aku resmi menjadi istri dari Kak Gio. Harus jujur kuakui kalau Kak Gio adalah lelaki yang sangat kucintai, tapi apakah rumah tanggaku bahagia? Hmmm… entahlah.

Satu-satunya yang membuatku bahagia dari pernikahanku dengan Kak Gio hanyalah keadaan ekonomiku dan juga kedua orangtuaku kini menjadi terjamin, selebihnya….. hampa….

Dengan status sebagai istri kedua, dengan kesibukan Kak Gio dalam pekerjaan dan menjalani proses hukumnya, sepertinya aku memang kurang mendapatkan waktu yang lebih darinya. Bahkan untuk urusan di ranjang pun, seolah-olah aku hanya mendapatkan ‘sisa’ saja…. Kak Gio selalu mengajak kami langsung bermain bertiga, dan penetrasi kepadaku biasanya ditaruh di posisi akhir, yang mendominasi tentu saja sepupuku, Kak Maya. Padahal setidaknya aku pun ingin merasakan keromantisan, berdua-duaan bersama suamiku, hal sederhana yang rasanya sangat sulit terwujud.

Banyak orang bilang kalau aku ini memiliki sikap dewasa, tapi sebetulnya kedewasaan yang ada dalam diriku hanyalah tuntutan keadaan. Masa laluku yang sulit secara ekonomi, ditambah lagi di usia muda aku sudah hamil dan punya anak, mau tak mau aku harus bersikap dewasa menghadapi semua itu. Tapi sesungguhnya aku ini masih tak matang, aku hanyalah perempuan yang baru berusia 18 tahun, banyak hal di masa muda yang tak sempat kunikmati karena keadaan, dan entah mengapa justru dorongan menikmati masa muda itu baru muncul setelah aku menikah.

Untuk urusan laki-laki, aku memang belum pernah jatuh cinta sebelumnya. Jangan sebut nama Ikram! Dia sama sekali tak pernah aku cintai, cinta pertamaku adalah Kak Gio…. Tapi aku baru sadar sekarang, ternyata mungkin aku sudah salah mencintai lelaki yang telah beristri dan penuh konflik.

Aku sadar betul, aku harus bisa menerima kondisi menjadi istri Kak Gio, itu tidak akan seperti istri pada umumnya, ada perasaan perempuan lain yang harus kujaga, aku harus berbagi waktu dan kasih sayang dengan istri lainnya. Jika dulu aku yakin bahwa Kak Gio adalah jodohku, itu semata-mata karena aku memang mencintainya, tapi tidak terpikir sama sekali konsekuensinya, dan aku baru sadar sekarang… hal-hal yang tak kudapatkan dari Kak Gio justru baru terasa menyesakkan setelah menjalaninya.

Di tengah kehampaan ini, dan kalau ini bisa dibilang masa pubertasku, justru muncul dan baru aku sadari satu minggu yang lalu. Entah mengapa jantungku berdegup kencang saat aku berkenalan dengan seorang pengacara muda yang baru saja mendampingi kasus hukum kami, Leo. Tak pernah aku merasakan getaran seperti saat melihat Mas Leo, begitulah dia ingin dipanggil. Bahkan perasaan itu sampai membuatku gugup, salah tingkah….. perasaan berlebihan itu bahkan tak aku dapatkan saat pertama kali bertemu dengan Kak Gio dulu.

Ketampanannya, kecerdasannya, tutur katanya…. Bahkan sampai terbawa ke dalam mimpi. Apakah ini yang dinamakan jatuh cinta? HEY FRIESKA!!! MENGAPA KAMU JADI BEGINI? APA KAMU MAU SEPERTI SEPUPUMU ITU?


÷÷÷÷÷÷​



Aku tiba di kantor pengacara Harmon & Partners. Tante Farin tidak bisa mengantarkanku masuk ke dalam karena dia buru-buru dikejar waktu untuk menyiapkan materi rapat yang akan dilaksanakan siang nanti.

Akhirnya aku masuk sendiri, lumayan celingukan ketika sampai ke dalam gedungnya yang bernuansa minimalis modern ini. Mataku tertuju pada seorang lelaki yang datang menghampiri lalu menyapaku santai, “Hai… Bu Frieska… cantik amat….”

Aku membalas sapaan sekaligus pujian itu dengan senyuman, jujur saja lututku langsung gemetar ketika yang berdiri di hadapanku ini adalah Mas Leo.

Masih seperti Mas Leo yang beberapa hari terakhir ini selalu mampir dalam pikiranku, pakaiannya rapi bak eksekutif muda, tubuhnya harum parfum kelas atas dan semakin menambah kesan maskulin…. Dia masih dengan sifat ramah dan murah senyumnya, sementara aku tampak kikuk dan hanya bisa tersenyum malu-malu saat dia mengajakku masuk berdua saja ke dalam ruang meeting.

Kami pun mulai berbicara ringan, aku mulai membalas tatapan matanya saat dia berbicara, meskipun aku hanya sanggup memandangnya sekilas saja, setelah itu pandanganku kuarahkan ke arah lain karena aku masih merasa gugup. Beberapa saat kemudian terlihat OB masuk menyuguhkan makanan ringan dan minuman untuk menemani kami mengobrol.

Setelah OB keluar dan pintu kembali tertutup, Mas Leo mulai serius dan masuk pada inti pembicaraan. Dibalik keterpukauanku pada fisik dan setiap tutur katanya, semakin lama aku semakin merasa ada yang aneh dengan Mas Leo ini. Aku mulai mengerti arah pembicaraan dia… sepertinya dia sedang mengorek informasi mengenai suamiku melalui aku.

Wah… bahaya ini, aku harus lebih hati-hati dalam setiap ucapan, aku tak mau rahasia suamiku terbongkar. Aku pun mulai berpikir keras, apa yang harus kulakukan dalam menghadapi setiap pertanyaan Mas Leo ini?

"Eh, jam makan siang nih.." Ucapnya tiba-tiba membuyarkan aku yang sedang berpikir, dan tak terasa ternyata waktu sudah menunjukkan pukul 12 siang.

“Kita makan siang dulu yuk?" Lanjutnya.

"Mmmh.. Makasih, Mas… sebentar lagi juga saya dijemput Tante Farin." Jawabku menolak walau sebenarnya cukup lapar juga sih.

"Loh kok mau pulang? Kan pembicaraannya belum selesai." Balasnya.

Belum sempat aku membalas, ponselku berbunyi dan benar saja itu adalah Tante Farin.

“Fries… sudah selesai? Tante jemput sekarang ya…” Ujar Tante Farin.

“Eh… katanya sih belom selesai, Tan…” Jawabku bingung, karena nanti aku tak tahu harus pulang bagaimana. Aku jarang sekali ke Jakarta, aku tak hafal jalan kalau pulang sendiri.

“Loh.. gimana dong? Soalnya Tante ada rapat penting hari ini…” Balas Tante Farin.

Kemudian aku melihat Mas Leo seperti memberikan kode bahwa dia mau berbicara dengan Tanteku ini.

“Eh, Tan…. Ini Mas Leo mau bicara..” Ucapku lalu segera menyerahkan ponselku pada Mas Leo.

“Selamat siang, Bu Farin…. Ini Bu Frieska masih diperlukan beberapa pengarahan…. Tapi jangan khawatir, nanti setelah selesai, Bu Frieska kami antarkan pulang ke Cigetih…”

…….

“Iya, Bu… tenang aja… nggak ngerepotin kok…” Ucap Mas Leo kemudian menyerahkan kembali ponsel itu kepadaku.

“Iya halo Tan…?”

“Fries, nanti kamu pulangnya diantar katanya…. Jadi Tante pulang duluan ya…”

“I-iya, Tan….”


Telepon pun selesai, tapi sebenarnya aku masih bingung… nanti aku pulang dengan siapa?

"Yuk, kita makan siang dulu." Tawarnya lagi dan kali ini aku sudah tak bisa menolak.

Kami pun sudah berada di tempat parkir kantor, aku tadinya menyangka kalau kita akan makan siang di sekitaran kantornya saja, tapi ternyata Mas Leo melangkah menuju sebuah mobil sport, hmm… pengacara memang uangnya nggak ada obatnya! Dan aku pun hanya ikut saja ketika dia mulai membukakan pintu mobil mewahnya itu.

Aku pun sudah berada di dalam mobil dan bersiap-siap pergi mencari tempat makan, Mas Leo yang menentukan karena aku memang tidak tahu sama sekali tentang Jakarta. Di sepanjang perjalanan, Mas Leo selalu mengajakku mengobrol hingga tanpa terasa perjalanan pun berlalu cukup jauh dari kantornya. Selama menyetirnya itu, terkadang dia mencuri-curi pandang ke arahku, jika dari tatapannya sih aku rasa seperti seorang laki-laki yang sedang menyukai perempuan. Tapi masa iya? Apakah Mas Leo memiliki perasaan yang sama denganku?

Momen makan siang kami semakin mendekatkan kami berdua. Aku sudah tak canggung lagi menikmati obrolannya yang kali ini lebih ringan dan disertai canda tawa. Sampai kami selesai makan dan aku pun kembali dihadapkan pada pertanyaan yang mencurigakan.

"Gimana sih sikap Pak Gio di rumah? Gimana kondisi rumah tangga Pak Gio dengan kamu termasuk dengan Bu Maya?" Tanya Mas Leo sangat tajam.

“Mas, itu privasi… kayaknya pertanyaan ini udah diluar konteks pertemuan kita loh, Mas..” Jawabku yang terus terang sangat kaget dan bingung harus menjawab seperti apa, aku tak menyangka mendapat pertanyaan semacam ini.

"Bukan gitu, setiap tindakan manusia itu terpengaruh dengan kondisi yang ada di sekitarnya, Mas cuma ingin menganalisa kepribadian dari client-nya Mas… misalnya bagaimana lingkungan kerja atau rumah tangga, kebetulan kan kamu bagian dari rumah tangganya…. Jadi wajar kan kalo Mas nanya gini?" Balas dia santai.

"Kenapa Mas nggak tanya dia aja langsung?" Elakku yang tetap tak mau memberikan jawaban.

"Tapi kamu bahagia nikah sama Pak Gio?" Ujar dia kembali balik bertanya.

Kali ini aku tak bisa menjawab apa-apa, namun dari ekspresiku yang sulit kusembunyikan jelas terlihat kalau aku terkejut dan mungkin saja ekspresi ketidakbahagiaan pernikahanku bersama Kak Gio terlihat olehnya. Aaargh… dia memang cukup pintar dalam hal mengorek keterangan.

Kali ini Mas Leo tidak berusaha untuk mencecarku, dia kembali bisa membuatku santai dan nyaman. Bahkan setelah acara makan, kami sempat jalan-jalan di Mall, karena kebetulan rumah makan tempat makan tadi berada di salah satu Mall yang cukup mewah. Kami hanya jalan-jalan saja dan Mas Leo sepertinya cukup bersabar mengantarkan kemanapun kakiku ini melangkah, ketika aku ingin melihat-lihat dulu sesuatu di beberapa toko yang dilewati.

Jiwa mudaku kembali hadir, aku butuh hiburan… masih suka diajak jalan-jalan ke tempat seperti ini, meskipun tidak belanja tapi aku cukup merasa bahagia. Hal yang tak aku dapatkan selama menikah bersama Kak Gio.

Tak jarang Mas Leo memegangi pundakku ketika kami melintasi kerumunan, cukup membuatku tegang tapi entah mengapa aku merasa nyaman bahkan aku tak melakukan penolakan. Bahkan menjelang kami melangkah menuju tempat parkir, ada momen dimana dia menggenggam tanganku sambil berjalan.

"Lain kali kalo Mas ajak jalan-jalan lagi, mau kan?" Tanya Mas Leo ketika kami sudah berada di dalam mobil.

Aku tak bisa menjawab, apakah ini semacam ajakan kencan atau apa? Walaupun sesungguhnya aku merasa bahagia dengan ajakannya itu, tapi ada pertempuran dari dalam hatiku untuk mengiyakan ajakan itu, bagaimanapun aku ini adalah perempuan yang sudah bersuami.

"Nggghh…. Liat ntar aja deh ya." Akhirnya aku bisa menjawab walaupun jawabanku itu tak jelas, antara mau dan tidak.

Tadi, kami berada di Mall itu cukup lama, hingga ketika sampai kembali ke kantor, waktu sudah menunjukkan pukul tiga sore. Mas Leo kali ini lebih memberikan arahan cara bagaimana menjawab pertanyaan penyidik untuk Senin nanti saat aku kembali dipanggil oleh pihak Kepolisian. Yang pasti dalam perbincangan kali ini membuat aku semakin merasa dekat dengan Mas Leo, dan itu berlangsung sampai pukul 6 sore.

“Nanti pulangnya sama Sopir aja ya…” Kata Mas Leo setelah sepertinya dia mengakhiri pembicaraannya di hari ini.

“Loh kok?”

“Iya abisnya Mas capek kalo nyopir sendiri bolak-balik ke Cigetih…”

“Nggghh…”
Gumamku bingung dan ragu, karena jujur aku berharap dia lah yang mengantarkanku pulang.

“Kenapa? Ngga mau pake Sopir?” Tanyanya melihatku yang tampak bingung.

“Bukan gitu, Mas…. Aku kan malu sama Pak Sopir… belom kenal juga..” Balasku memberi alasan.

“Kalo sama Mas, nggak malu?” Tanyanya sambil tersenyum.

“Iiiih… bukan gitu!” Aku menjawab sambil melotot, namun sebenarnya aku sangat gugup, bahkan saking gugupnya aku tak sadar kalau telah mencubit pangkal lengannya dengan gemas.

“Iya… iya… deh… Mas ikut anterin juga kok, cuma Mas nggak nyopir, gitu lho Fries…” Ucapnya menenangkanku, dan entah sejak kapan… Mas Leo ternyata memanggilku hanya dengan nama saja, biasanya dia memanggilku dengan sebutan ‘Bu Frieska’. Jujur, aku baru sadar sekarang.​



÷÷÷÷÷÷​
 
Dilema lagi aja ini mah. Mana Gio nya cuckcold. Makin rumit nih nanti, paling Gio Melaku kesalahan yg sama seperti waktu sama Maya.
Emang cuckcold ini penyakit yg ngerusak otak.

Suwun updatenya suhu. Ane boleh bongkar coran kan, kaki ane pegel jongkok mlulu. 😂
 
Kedua-duanya menyimpan perasaan yang sama, saling menyukai. Hanya tinggal nunggu moment yg pas aja Frieska jatuh kepelukan Leo.

Bukan itu aja sih, Leo pun rasanya ingin mendapatkan informasi lebih tentang Gio... Frieska jatuh kepelukan Leo, maka info tentang Gio sebenarnya bisa terungkap pula.

Nice story, suhu @Robby0608
 
Frieska diantar Leo, Leo singgah ke rumah.
Maya bertemu Leo.
Memicu kembali penyakit Maya
Maya selingkuh sama Ambu
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd