Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Tini

AKI UJANG

Guru Besar Semprot
Daftar
25 Aug 2011
Post
2.312
Like diterima
262
Lokasi
UG BANDUNG
Bimabet
Namaku Arya, umurku 25 tahun, masih belum kawin karena aku masih gemar bertualang. Kadang aku mendaki gunung, mengarungi jeram atau melakukan safary camp. Aku tinggal di Bandung. Aku membuka usaha distro dan pembuatan baligo, papan iklan, banner. Aku bersyukur, anak-anak asuhanku sudah dapat kupercaya mengelola usahaku sehingga tidak perlu aku harus tiap saat mengawasi mereka.
Dari sekian banyak pengalaman yang ku dapat, ada satu pengalaman berkesan yang hingga saat ini suka melintas dalam ingatanku.
Ceritanya begini,
Suatu ketika saat aku tengah bersafary camp, aku bertemu dengan sebuah muara yang cukup lebar dan tidak ada jembatan. Bila aku harus jalan ke bawah lagi menuju laut, aku bakal melambung jauh sedang hari sudah bergerak ke senja. Mau ku renangi, badanku sudah lelah seharian berjalan di daerah yang panas membuat tenagaku terkuras. Saat aku sedang berpkir hendak bagaimana, tiba-tiba aku mendengar langkah kaki orang yang menyusuri semak dan ketika aku menoleh, ternyata ada seorang perempuan dengan pakaian khas orang desa yang baru pulang dari ladang.
Perempuan itu sempat kaget melihat kehadiranku. Begitu juga aku, karena hari sudah bergerak ke petang, tiba-tiba muncul perempuan ini ….
“ Eeee … punten, kalau mau menyeberang ke sana, ada perahu tidak ? “
Perempuan itu tidak langsung menjawab, dia masih menatapku dari bawah ke atas ….. lalu
“ Sudah kesorean, Mang Parta sudah tidak narik lagi ….. “ jawabnya.
“ Euleuh … lalu bagaimana saya mau menyeberang yaa ? “ kataku
Sejenak dia diam lalu dia berkata “ Ada cukang ( jembatan ) tapi harus jalan dulu ke girang ( hulu ) … itu jalannya “ sambil menunjukkan jalan setapak.
“ Ya sudah atuh …. Saya jalan kesana “ kataku sambil bersiap jalan. Tapi … “ Eh, kalau Teteh mau kemana ? “ tanyaku
“ Saya juga mau menyeberang tapi karena sudah tidak ada perahu, ya saya harus ke girang “ jawabnya.
“ Ya hayu atuh sama-sama “ ajakku.
“ Silahkan ….. Akang duluan “ jawabnya.
Aku mulai berjalan dan dia mengikuti dari belakang. Awalnya kami tidak bicara, aku konsen melihat jalan yang mulai remang karena langit sudah mulai temaram ditambah melewati kerimbunan pepohonan bamboo.
“ Masih jauh, Teh ? “ tanyaku
“ Lumayan, dua kiloan dari sini ….. “ jawabnya
“ Beuh … “ aku mengeluh …… lalu hening lagi. Ku ambil senter dari ransel lalu kunyalakan. Langkah kami jadi tidak cepat lagi dan jarak dia denganku jadi dekat.
Setelah cukup lama berjalan, akhirnya ketemu juga persimpangan jalan, kami belok ke kiri, baru kami temukan jembatan itu.
Astaga, ternyata hanya dua bilah bamboo yang dipasang melintang diikat oleh akar-akar seadanya, lalu untuk pegangannya menggunakan bamboo yang lebih kecil. Sungai berada 10 meter dibawah, gemuruh airnya keras terdengar …. Cuaca sudah gelap dan hanya senterku yang jadi penerang tempat itu. Ku sorot kondisi bamboo, sudah banyak yang belah-belah tapi tentunya tidak akan diam bila dipijak, pasti bergoyang dan tidak bakal kuat dilewati 2 orang sekaligus.
“ Mau Teteh dulu, atau saya ? “ tanyaku padanya.
“ Silahkan Akang dulu, saya nyusul “ jawabnya.
Mulailah aku melintas …. Lumayan mendebarkan, saat di bagian sambungan ayunan terasa lebih kencang tetapi aku berusaha untuk menyeimbangkan tubuhku dan akhirnya aku sampai ke seberang. Aku sorot senterku ke bamboo lalu aku teriak agar dia berhati-hati …… dia mulai berjalan, agak lamban karena di bahunya dia membawa bakul.
Setahap setahap dia melangkah, aku merasa tegang sendiri melihat dia berjalan. Aku khawatir dia terpeleset …. Sehingga tanpa sadar ketika dia sudah dekat, aku menjulurkan tanganku dan diapun menyambutnya ….. akhirnya diapun tiba. Lucunya, jarak tubuh kami sangat dekat karena tangannya masih memegang tanganku. Saat dia sadar, buru-buru dia lepaskan dan dia palingkan wajahnya …..
“ Maaf “ kataku sambil pura-pura membetulkan posisi ransel. Lalu kami jalan lagi menuju ke hilir, kali ini jaraknya tidak jauh dariku karena jalan curam. Sesekali saat melewati jalan yang agak terjal, aku berhenti lalu menyorotkan senter ke jalan yang akan dipijaknya hingga akhirnya ketika melewati sebuah turunan, batu yang dia pijak terlepas … tubuhnya oleng lalu terjerembab …. ke tubuhku. Karena kedudukanku kurang pas, akhirnya kami terguling bersama. Saat tubuh kami sudah diam, aku berada di bawahnya, dia menindihku … wajahnya sangat dekat dengan wajahku. Beberaa detik kami masih terkesima, nafasnya terasa panas menyapu wajahku ….. lalu akhirnya aku dan dia sadar, buru-buru dia berdiri, begitu pula aku ….
“ Aduh ….. Teteh tidak apa-apa ? “ tanyaku sambil menyorot tubuhnya.
“ Tidak …. Tidak apa-apa …. “ jawabnya gugup sambil mencari bakulnya yang terlepas saat jatuh terguling tadi. Ku bantu mencarikan dan ketemu. Isinya tumpah, ternyata berisi waluh … segera ku bantu memunguti lalu kumasukkan lagi ke bakulnya. Ada beberapa yang nyemplung ke sungai tapi dia biarkan. Setelah bakulnya terikat kembali ke tubuhnya, aku mulai berjalan tetapi ku dengar dia agak mendesis, saat ku lihat ternyata jalannya jadi pincang …..
“ Wah …. Teteh keseleo …. “ aku jadi kaget. Ku lihat kakinya lalu ku pegang agak ku tekan … dia mendesis … benar, dia keseleo.
“ Teh …. Masih jauhkah rumah Teteh ? “ tanyaku.
“ Satu jam lagi dari sini ….. ddduuuuhhhh …. “ jawabnya sambil memegang kakinya yang sakit.
Segera ku lepas ranselku, ku ambil kantong p3k dan kuambil cream untuk pengobatan sementara otot kaku. Awalnya dia menolak tapi ku paksa .. akhirnya dia diam. Ku oleskan cream di pergelangan kakinya lalu ku urut perlahan. Dia mengaduh …… “ Sebentar Teh, tahan sedikit “ jawabku sambil mengurut. Betisnya terpegang olehku, celana panjangnya ku singkap ke atas ….. wah … putih juga, kataku dalam hati. Ku urut perlahan lalu ku suruh dia menggerakan kakinya ….. dia bilang agak mending.
Ku buka botol air, kuberikan padanya. Dia terima lalu dia minum beberapa teguk setelah itu dia serahkan botol padaku, aku minum juga. Kami duduk berhadapan.
“ Teh, berhenti dulu sebentar yaa …. cape nih “ kataku. Dia mengangguk.
“ Aeh lupa … kenalkan, nama saya Arya “ kataku sambil menyodorkan tangannya. Dia sambut tanganku dan dia sebut namanya perlahan …. Tini.
Tanpa dia minta, aku bercerita tentang perjalananku hingga bertemu dengan dia, dia mendengar tanpa menyela
“ Kalau Tini sampai kemalaman, kenapa ? “ tanyaku
“ Saya tadi mampir ke rumah orang tuaku dulu, keasyikan ngobrol “ jawabnya.
Usai istirahat, ku ajak dia berjalan lagi dan kali ini dia tidak menolak saat ku pegang tangannya. Ku suruh dia memegang bahuku dan sesekali aku bisa memegang pinggangnya bila jalan agak sulit.
Hari sudah gelap saat kami tiba di rumahnya … sepi dan gelap. Dia segera menyalakan lampu tempel lalu ketika ia hendak menyalakan api di dapur, buru-buru ku suruh dia duduk, lalu kunyalakan api lalu ku ambil panci yang berwarna hitam, ku masukkan air dari botol air mineralku. Dia melihat saja aku mengerjakan itu semua dan setelah selesai aku Tanya apa yang harus kulakukan lagi …..
“ Biar air matang dulu, nanti mau masak nasi “ katanya.
“ Teh, kebetulan aku bawa nasi yang bias dimasak cepat. Teteh kan kakinya sakit …. “ kataku.
“ Jangan merepotkan “ katanya.
“ Gak lah “ jawabku. Lalu ku buka ransel, ku ambil sekaleng T2 lalu ku masukkan ke dalam tungku.
“ Koq dibakar ? “ tanyanya heran
“ Ya harusnya begitu, di rebus juga bisa tapi lama “ jawabku.
15 menit kemudian kaleng T2 sudah gembung, segera ku tarik dari bara, ku siram dengan air dingin lalu ku ambil pisauku dan kubuka kalengnya. Wangi daging sapi langsung merebak di dapur kecilnya. Ku ambil piring lalu ku pindahkan nasi dari kaleng ke piring. Ku ajak dia makan, awalnya dia ragu tapi setelah melihat aku makan, dia ambil sedikit …. Dan akhirnya diapun makan. Kami makan dalam diam lalu setelah habis, aku tuangkan air minum untuknya juga untukku. Lalu kubuat kopi dan kami minum bersama.
“ Kang …. Terima kasih yaa tadi sudah menolong Tini “ katanya.
“ Sama-sama, aku juga terima kasih sudah ditunjukkan jalan oleh Tini. Kalau tidak ketemu, mungkin aku sudah tidur di tepi sungai “ jawabku sambil merokok.
“ Sebenarnya cukang itu sudah tidak terpakai tapi karena hanya itu jalan untuk pulang, terpaksa kita melewatinya “ katanya.
“ Berbahaya memang bila dipakai jalan “ kataku.
“ Sejak ada yang jatuh disana, jembatan tu tidak dipakai lagi “
“ Wah ? Ada yang jatuh ? “ kataku, kaget
“ Ya … sampai meninggalnya “
Aku tercenung … lalu kulihat jam, sudah jam 8 malam …….
“ Tin … perkampungan jauh dari sini ? “ tanyaku
“ Kenapa ? “
“ Aku mau cari tempat istirahat ….. “
“ Ya disini saja, kampung masih agak jauh ke bawah. Rumahku ini paling ujung “ terangnya.
“ Tapi … kau cuma sendirian disini ? “
“ Tidak apa-apa, Akang bukan orang jahat ….. “ jawabnya
“ Memang pada kemana keluargamu ? “
“ Ayah ibuku tinggal di kampung seberang tadi, aku sendirian disini …… “ jawabnya, wajahnya agak berubah sendu.
“ Suamimu ? Anakmu ? “ tanyaku.
“ Suamiku sudah tidak ada. Dia meninggalkan aku karena aku mandul “ jawabnya ….
“ Oh …. Maaf …. Maaf, Tin “ jawabku.
“ Maaf kenapa ? “
“ Aku sudah melukai perasaanmu dengan pertanyaanku “ jawabku menyesal.
“ Tidak apa-apa. Semua orang juga pasti akan bertanya begitu “ katanya. “ Kalau Akang mau mandi, di belakang ada mata air. Ada ember penampungan disana, juga ada obor untuk menerangi “ katanya sambil beranjak dari depan perapian menuju ke dalam rumah.
Aku segera membuka sepatuku, ku buka ransel mengambil handuk, tas kebersihan, baju dalam dan kaos ganti.
Segera aku ke belakang rumahnya, kunyalakan obor hingga tempat itu agak terang. Sebuah ember plastik menampung air yang mengalir dari bilah bambu. Segera ku buka bajuku hingga bugil, aku siram tubuhku …. Aaahhh segar ….. usai mandi, aku kembali ke dapur dan duduk di depan tungku, Tini sudah berganti baju, tubuhnya hanya berbalut kain hingga bahunya terbuka … mulus. Dadanya membusung di balik kainnya. Aku pura-pura tidak melihat, ku dorong kayu bakar agar api tetap nyalanya.
Tetapi ketika ku dengar suara Tini tengah menyiram air, muncul juga isengku …. Perlahan, aku bergerak ke dinding bilik lalu ku buat sedikit lubang ….. ah, tampak Tini tengah berjongkok menyamping sehingga aku hanya melihat dadanya, perutnya dan pahanya. Tubuhnya bagus di keremangan cahaya obor, bodoh niat suaminya meninggalkan tubuh yang bagus ini …. Andai saja bisa kugeluti malam ini … pikirku. Puas melihat kemolekan tubuhnya, kembali aku duduk lagi di depan perapian sambil merokok. Tak lama kemudian Tini muncul, tubuhnya masih terbungkus kain yang sekarang sudah basah sehingga lekuk-lekuknya tercetak jelas ….. aku sempat menelan ludah melihatnya. Tini masuk ke kamarnya dan aku kemudian keluar untuk melihat situasi.
Rumah Tini ternyata berada di lereng dan rumah terdekat berada 100 meter ke bawah, di depan rumahnya terdapat jalan yang menuju ke perkampungan yang terhampar di bawah sana. Ku lihat kelap kelip lampu disana dan situasi di malam hari memang sepi, sungguh tenang berada disini …, aku duduk di beranda rumah
“Kang ….. “ ku dengar suara memanggilku, Tini ternyata.
“ Ya ? Duduk disini Tin, bagus sekali pemandangan desamu “ kataku. Tini lalu duduk di sebelahku, tidak merapat.
“ Itu kampong apa di bawah sana Tin ? “
“ Cikapayang dan yang jauh disana Citepus “ katanya.
“ Tini suka kesana ? “
“ Sesekali untuk membeli keperluan dapur “
“ Berarti besok aku akan melewati desa itu “
“ Akang akan melanjutkan perjalanan besok ? “ Tini bertanya
“ Sepertinya begitu. Kenapa ? “ tanyaku sambil menatapnya
Tini tidak menjawab, dia hanya tertunduk …. Perlahan aku beringsut mendekatinya dan Tini tidak bergeser. Ku sentuh bahunya dan aku bertanya lagi “ Kenapa Tin ? “ Dia tetap diam …. Perlahan ku dekatkan wajahku, ku angkat dagunya ……. “ Kenapa Tin ? “ ….. matanya terpejam dan kurang ajarku muncul …. Ku kecup bibirnya ….. tubuhnya menegang …. Bibirku sudah menempel di bibirnya, tidak ada perlawanan darinya sehingga ku jauhkan lagi wajahku …. Tini tertunduk lagi. Tangannya memainkan ujung kebayanya
“ Maafkan aku Tin … maafkan yaa …. “ kataku
Tini tidak menjawab tetapi kulihat bahunya bergerak gerak …. Tini menangis. Aku bingung mesti bagaimana … lalu ku rapatkan tubuhku, ku rengkuh bahunya
“ Maafkan aku sudah kurang ajar padamu …… Tin. Kamu gak suka aku lakukan yang barusan ? “ Tini menggeleng lalu dia melepaskan diri dari pelukanku dan berjalan ke pintu masuk.
Wah … gimana ini ? Nafsuku yang sudah mulai tumbuh jadi turun lagi …. Lalu akupun masuk rumah, kututup pintu dan ku pasang tulak (kunci). Tini duduk di lantai, masih menangis …. Kuhampiri dia, duduk di depannya, ku pegang bahunya ….. “ Sekali lagi aku minta maaf atas kekurang ajaranku ya Tin “ kataku.
Tini menatapku, air matanya masih ada di pipinya …. Ku usap lembut, ku minta dia jangan menangis lagi, “ Kau mau memaafkan aku ? “
Tini tersenyum … manis sekali …. Dia anggukkan kepalanya pelan.
“ Akang baik sekali ….. “ katanya.
“ Karena kamu baik juga Tin …… “ kataku sambil mendekatkan wajahku ke wajahnya, kali ini dia tidak menunduk, dan ketika wajahku sudah sangat dekat, mata Tini terpejam ….. ku tempelkan bibirku, dia diam, saat lidahku mulai menerobos bibirnya, perlahan bibirnya membuka, maka lidahku pun masuk dan menggeluti lidahnya. Tubuhnya yang bersandar membuat dia tidak bisa memundurkan tubuhnya sehingga dengan bebasnya aku menciumi dia. Puas melumat bibirnya, bibirku bergerak ke lehernya …. Bau tubuhnya tanpa parfum membuat aku semakin merangsak menggeluti lehernya …. Tini merintih dan dia tidak menolak saat bibirku mulai bergerak ke arah dadanya …. Kebayanya yang agak terbuka membuat bibirku bisa menyentuh bukit dadanya … lalu perlahan ku buka kancingnya ….. tangan Tini segera refleks menahan tanganku, aku tatap matanya …. dan akhirnya tangannya melepas tanganku …. Perlahan ku cium lagi dada kanannya sambil tanganku melepas kancing kebayanya ….. terbuka kebayanya ….. wow … dadanya putih seperti pualam ….. kumainkan lidahku disitu sementara tanganku yang satu meremat lembut dada kirinya. Tini sudah tidak karuan, tangannya yang tadi bersandar di lantai sekarang pindah memeluk leherku …. dari mulutnya terdengar desahan dan lenguhan ….. perlahan tanganku mendorong tali kutangnya hingga terlepas dari bahunya …. Gerakan lidahku berpindah naik perlahan ke arah lehernya, saat lidahku menari di belakang telinganya, tanganku bergerak membuka kaitan kutangnya.
Saat terlepas, aku bergerak kebelakangnya, ku dorong tubuhnya agak maju sehingga aku bisa menciumi tengkuknya, menjilati punggungnya sambil menarik kebaya dan kutangnya agar terlepas …. Saat sudah terlepas, kedua tanganku bergerak ke depan, kutemukan sepasang buah dada yang mengkal padat dan mulai mengeras …… ku remas perlahan, kususap putingnya yang sudah mencuat. Tubuh Tini bergerak menggeliat-geliat menahan geli akibat ulah lidah dan bibirku ….
Suasana ruang yang sepi dan temaran membuat aku semakin berani memainkan tubuhnya. Aku pindah lagi lalu segera kubuka kaosku hingga kami sama-sama telanjang dada. Ku baringkan dia, ku cium kembali bibirnya sambil tanganku membelai-belai perutnya yang datar. Lalu bibirku bergerak turun ke lehernya, kugeliatkan lidahku bergerak dari kanan ke kiri, ku dengar nafas Tini sudah memburu, tubuhnya menggelinjang, tangannya meremas punggung telanjangku …. Perlahan lidahku turun lagi dan
sekarang mulutku sudah berada di dadanya, ku cucupi putingnya dan ku remas dengan gerakan selembut mungkin …. Tanganku bergerak terus menuruni perutnya dan perlahan kubuka kain simpul kainnya …. Tak ada penolakan dari Tini, dia sudah pasrah karena dorongan birahinya mungkin sudah di ubun-ubunnya dan akhirnya sarung yang membungkus tubuhnya terlepas sudah. Ku belai pahanya, ku jilati perutnya, sementara tanganku yang sebelah masih bermain di dada dan pahanya …. Perlahan lidahku mulai mendekati selangkangannya …. Bulunya lebat hitam agak keras …. Kumainkan bulunya dengan mulutku ……..
“ Akaaaannnngggg ….. aduuuuhhhh ….. getek (geli) …….. “ rintih Tini di sela nafas memburunya. Aku tidak perduli. Ku lepas tanganku dari dadanya, ku geserkan tubuhku lalu ku buka pahanya agar melebar. Mulutku mulai beroperasi disana, ku jilat daging yang terselip di atas lubang kemaluannya lalu perlahan menurun hingga akhirnya lidahku tiba di lubangnya …. Kujilat daging merah muda di tepi lubangnya. Tini bergerak semakin tak menentu, dari mulutnya kadang terdengar lenguhan…. kadang menjerit lirih. Kepalanya terayun ke kiri ke kanan, tangannya menggerumas rambutku ….
“ Kaaaannnngggg ….. addduuuuhhhh ….. “ begitu rintuhnya dan akhirnya Tini menekan kepalaku agar lebih dalam memainkan lidahku di lubangnya, …. tubuhnya terangkat,
“ Kaaaannnnnggggggg ……….. “ seiring lenguhnya, tubuhnya berkejat-kejat dan kurasakan kedutan di kemaluannya, Tini tiba di puncak kenikmatan akibat cumbuanku dan saat tubuhnya mulai mengendur ketegangannya, ku buka celanaku. Batang kemaluanku kini sudah tegak mengeras. Perlahan ku lebarkan pahanya, ku teduhi tubuh moleknya. Ku tempelkan kepala batang kemaluanku di bibir kemaluannya, ku gosok-gosokan dulu sejenak lalu ku tempatkan tepat di depan lubang kemaluannya kudorong perlahan, sedikit demi sedikit batang kemaluanku mulai terbenam dalam jepitan lubang kemaluannya yang sudah basah. Saat tinggal seperempat lagi, ku dorong dengan gerakan menghentak. Tini sampai mendelik merasakan tikaman batang kemaluanku. Tubuhnya tersentak saat semua batangku sudah amblas di lubangnya. Kudiamkan sejenak untuk meresapi kehangatan dan jepitan lubang kemaluannya dan setelah kurasakan Tini merasa nyaman dengan kehadiran batang kemaluanku di lubang kemaluannya, aku mulai bergerak naik turun … perlahan , mata Tini terpejam merasakan keras dan besarnya batang kemaluanku di lubang kemaluannya. Tangannya meremas punggungku yang sudah basah oleh keringat. Kucium bibirnya, dia balas dengan mendesakkan lidahnya ke mulutku. Nafasku dan nafasnya mulai memburu, gerakanku yang awalnya perlahan kini mulai agak cepat. Bibirku kadang menggigit lembut putting dadanya. Saat matanya terbeliak ketika ku hujamkan dalam-dalam batang kemaluanku, segera ku cium bibirnya dan kupercepat gerakan pinggulku sehingga tubuh Tini kembali mengejang. Dia gigit leherku dan tangannya mencakar punggungku, akupun sudah mulai merasakan bahwa aku akan segera sampai, ku percepat gerakanku dan ku perdalam hujaman batang kemaluanku hingga akhirnya ……..
“ Tinnnniiiiiiiiiiiiii …………. “ ku hujamkan batang kemaluanku sedalam-dalamnya, ku peluk tubuhnya dan dari batang kemaluanku muntahlah cairan kenikmatan menyirami lubangnya. Entah berapa kali batang kemaluanku berkedut di lubangnya tetapi setelah ketegangan kami hilang, ku angkat pinggulku, ku kecup bibirnya, wajahnya basah oleh keringat lalu tubuhku ambruk di sisinya ….
Setelah beberapa saat kami terbaring, Tini bangun, menutup tubuh telanjangnya dengan kain. Saat mataku bertemu pandang, dia terseyum malu, ku balas senyumnya lalu dia beranjak. Aku susul dia, ternyata Tini pergi ke pancuran, membersihkan kemaluannya yang sudah basah.
“ Akang kenapa kesini …. Tini malu “, sambil berusaha menutup dada dan kemaluannya.
“ Ah Tini mah, kenapa malu …. Kan tadi sudah ….. “ kataku menggoda
“ iiiiihhhhhhh …. “ katanya agak menjauhi aku. Aku malah terus berjongkok di sisinya, ku cuci batang kemaluanku, Tini hanya menatapku lalu tiba-tiba ku cium pipinya …..
“ iiiiiiihhhh ….. Akang nakaaallll ….. “ katanya sambil mendorong tubuhku sambil tersipu malu. Semakin gemas aku melihat sikapnya …. lalu kupeluk dia …. Tanganku bergerak ke selangkangannya ….. hanya seruan ah ih ah ih sambil bergerak berusaha menghindar kenakalan tanganku.
Akhirnya aku berhenti menggodanya, dengan tubuh telanjang aku berjalan balik ke rumah, lalu ku pakai celana pendekku terus ku perbesar api di tungku, ku jerang air. Tak lama Tini muncul. Tubuhnya hanya terbalut kain dan rambutnya basah …… ku ajak dia duduk disisiku, dia manda saja.
Sambil menghangatkan tubuh, kami lalu ngobrol dan sekarang Tini sudah tidak sekaku tadi … kami bercanda-canda … kadang ku goda dia dengan menggelitik pinggangnya … dia balas mencubit dadaku yang masih bertelanjang.
Sambil minum air hangat, Tini kemudian bercerita tentang suaminya yang meninggalkannya dan menikah dengan perempuan lain serta tinggal di kampung Citepus. Hanya karena Tini hanya perempuan yang tinggal di kampung sehingga dia tidak harus merasa tersiksa kala dari dalam dirinya muncul keinginan ingin dibelai atau dicumbu. Saat ku ajak ngobrol ke arah itu Tini pun kurang menanggapi, mungkin karena keterbatasan pengetahuan tentang seks.
Puas diam di dapur, kami masuk ke kamar. Aku berbaring dan Tini kurengkuh dalam pelukanku …. Kulihat matanya berbinar bahagia dan ku kecup keningnya dengan lembut. Ku belai punggungnya yang terbuka hingga akhirnya kami tertidur sambil berpelukan ………

Dini hari aku terjaga, Tini tidur terlentang di sampingku …. Dalam keremangan kamar, kulihat wajahnya yang manis, bibirnya yang mirip Angelina Jolly tapi tak tersaput lipstick, dadanya yang masih kencang, pahanya yang padat …. Ah tubuh yang sempurna. Tubuh yang menyimpan magma kenikmatan yang semalam telah ku beri dan memberi kenikmatan ragawi. Perlahan dengan jariku, ku belai pipinya, lalu
perlahan ku tempelkan bibirku ke bibirnya, ku kecup ringan lalu kepalaku mundur untuk mengetahui reaksinya. Dia masih terpejam lalu ku kecup lagi sambil ku sapukan lidahku, kini Tini membuka matanya.... kembali ku cium dia dan kali ini lidahku menyerbu rongga mulutnya. Tini sambut ciumanku dan dia menekan bagian belakang kepalaku agar lebih merapat. Ku lumat bibirnya, ku mainkan lidahku dan dia sambut dengan penuh gairah. Tanganku perlahan pindah ke dadanya .... kuremas perlahan, dia tidak menolak bahkan melenguh nikmat saat dadanya ku remas dan tangannya malah balik meremas pungguku sehingga dengan perlahan ku buka kain yang meliliti tubuhnya. Saat bibirku sudah bermain di dadanya dan menggeluti putingnya, Tini mulai bereaksi.

Perlahan kurasakan tangan Tini menyusup ke celana dalamku sehingga batang kemaluanku yang sudah mulai menegang terpegang olehnya. Dia remas batang kemaluanku sehingga aku langsung merasa seperti tersengat listrik, perlahan tanganku bergerak ke selangkangannya.
Ku temukan belahan yang mulai lembab dan kumainkan saja jariku di daging kecil yang terselip di belahan itu.
“Oooouuuuhhhh .... Kaaaannnng ...... oooohhhhhh” ku dengar Tini melenguh sambil terus memainkan batang kemaluanku. Ku lanjutkan dengan memainkan jariku di lubangnya dan ku masukkan perlahan-lahan jemariku sehingga Tini semakin menggelinjang kenikmatan.
“Kaaaannnng .... terussss ...... oooohhhhh .....” rintihnya lalu ku dorong tubuh telanjangnya lalu ku kangkangkan pahanya. Sekarang ku serbu saja kemaluannya, ku hirup bau kemaluannya lalu ku mainkan lidahku menjilati clitnya sambil ku remas-remas pahanya. Tini meracau kenikmatan dan tangannya kadang menjambak rambutku
“Kaaanggggg, .... sekarang ..... Tini gak kuaaatttt ..... Kaaaannggggg ...” racaunya.
Akupun sudah terangsang dengan permainan pagi ini, lalu segera ku tindih tubuh telanjangnya. Dia bimbing batang kemaluanku ke depan lubang kemaluannya yang sudah basah. Setelah batangku menempel di mulut lubang kemaluannya, kudorong perlahan dan kami resapi lesakan ini ....
“Kkkaaaannnngggg .....” rintih Titin ketika batang kemaluanku amblas di lubang kemaluannya, mentok sampai menyentuh liang rahimnya. Ku diamkan sejenak batang kemaluanku untuk menikmati denyutan kemaluannya yang masih terasa sempit lalu perlahan aku mulai menaikan pinggulku, ku tekan lagi berkali-kali ..... ku resapi persetubuhan ini dengan segenap rasa.
Gerakan pinggulku yang perlahan membuat Tini merasa nyaman ..... matanya kadang menatapku, kadang terpejam dan tangannya memeluk punggungku. Ku kulum bibirnya, ku remas dadanya dan kadang ku remas bongkahan pantatnya. Tini sendiri kadang menggigit dadaku, leherku dan tangannya bergerak liar di punggunggku.

Ku lepas batang kemaluanku lalu aku mengambil posisi duduk dengan kaki sedikit menekuk lalu Tini ku bangunkan, ku suruh Tini menduduki selangkanganku dan .... blesssss, batang kemaluanku memasuki lubangnya. Sekarang Tini mulai menaik turunkan pinggulnya dan aku tekan punggungnya sambil ku hisap buah dadanya kiri kanan. Tini sendiri menjambak rambutku, meremas punggungku sambil terus merintih.
Lelah dengan posisi ini, ku suruh dia nungging dan ku benamkan batangku dari belakang, sambil ku mainkan jariku di sekitar lubang anusnya ..... Tini menggelinjang hebat karena rasa geli dan ku ayunkan pinggulku sambil sesekali ku remas pantatnya.

Kurasakan puncak akan tergapai, gerakan pinggul Tini juga sudah mulai tidak terkendali sehingga ku putuskan untuk menelentangkan tubuhnya, ku lebarkan pahanya lalu segera ku benamkan batang kemaluanku.
Ku ayun pinggulku dengan ritme yang cepat, ku kulum bahkan ku gigit bibirnya dan tanganku meremas dadanya.
“Kaaannnnggg ...... terussss ..... oooohhhhh ...... Tini mau ....ssssssaaaammm .......” ucapannya terputus, ku rasakan lubang kemaluannya berkedut meremas batangku, rupanya dia sudah mendapatkan puncaknya dan aku sendiri sudah tak perduli .... ku ayunkan pinggulku dengan cepat, menikam lubang kemaluan Tini dan ketika aku merasa sudah akan meledak, ku rengkuh tubuhnya ke dalam pelukanku, ku hujamkan dalam-dalam batang kemaluanku sampai mentok dan akhirnya ku lepaskan cairan kenikmatanku membanjiri lubang kemaluannya.
“Tiiiiiinnnnnnnnn ..........” suaraku serak saat batang kemaluanku memuntahkan cairan kenikmatan. Ada 3-4 kali batangku memuntahkan cairan itu dan dalam saat itu aku gigit dadanya.Tini pun menyambut hujamanku dengan menaikkan pinggulnya sehingga lengkaplah kenikmatan yang ku raih bersamanya.
Tini ambruk menimpa tubuhku dan akupun turut terdorong hingga terbaring di bawah tubuhnya.
“ Akang nakal …. Pagi pagi sudah ngerjain Tini ….. iiihhh …. “ katanya sambil menatapku.
“ Tapi kamu suka kan ? “ kataku.
“ Aaahhhh …… “ katanya sambil menyembunyikan wajahnya ke sebelah kepalaku.
“ Tin … mandi bareng yuk ? “ ajakku.
“ Alim ah …. Malu, takut ada yang lihat “ jawabnya.
“ Masih gelap ini koq “ bujukku.
“ Gak ah …. Suka ada yang lewat, Kang …. “
Akhirnya aku mengalah ….. aku segera ke pancuran, mandi dan keramas sementara Tini menyiapkan api di tungku lalu memasak air. Beres mandi, gentian Tini yang mandi sedang aku membuat kopi serta teh manis untuknya. Setelah Tini di dapur, kami minum bersama. Rencanaku untuk melanjutkan perjalanan ku tunda dulu, aku ingin berpuas-puas menggeluti janda muda ini …..
 
Wah ane kira si tini tu arwah penasaran yg meninggal waktu jatuh dari jembatan :bata:

tp mantap dah karyanya aki :jempol:

:cendol: sent :beer:
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Aki, kalau kesana lagi nubie ikut ...
 
Wah ane kira si tini tu arwah penasaran yg meninggal waktu jatuh dari jembatan :bata:

tp mantap dah karyanya aki :jempol:

:cendol: sent :beer:

Jangan2 Memang iya suhu....
Kita tunggu lanjutan nya, ntar pas malam ke 3 berubah dah tini jadi tono hahaha
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd