5-L
Latihan berikutnya membosankan. Selain karena kami anak-anak baru tidak dapat peran dan hanya menjadi kru saja, kami menghabiskan waktu menonton para senior latihan berakting. Yang lebih membosankan lagi, karena latihannya melelahkan, tidak ada yang ML atau paling tidak make out. Pokoknya malam itu gersang buat saya.
Adelaide yang duduk di samping saya semalaman mengajak saya mengobrol sepanjang waktu. Ada sedikit perasaan bersalah karena telah meraba dadanya kemarin malam ketika Adelaide sedang tidak sadarkan diri. Tapi rasa bersalah itu tidak berlangsung lama, karena malam itu hujan lebat dan saya juga Adelaide terpaksa menginap lagi.
Kali ini saya dan Adelaide tidur di lantai karena kursi yang kemarin saya pakai ditiduri Mbak K. Seperti kemarin, saya menunggu dua jam untuk memastikan Adelaide sudah tidur. Lalu saya menyentuh dadanya, dan setelah yakin dia sudah tewas tertidur sepenuhnya, saya remas payudaranya.
Dag dig dugnya dua kali lipat malam kemarin karena saya berada tepat di samping Adelaide. Ereksi saya full sekali sampai-sampai khawatir celana saya bakal bolong.
Setelah puas meremas dada Adelaide, saya taruh tangan saya di celananya. Lalu saya selipkan jari telunjuk dan tengah saya di antara selangkangan Adelaide. Adelaide bergerak dan bersuara. Saya buru-buru balik badan dan pura-pura tidur. Dalam hati saya berdoa supaya Adelaide tidak terbangun.
Setelah lima menit menunggu, ternyata Adelaide masih tidur. Aman.
Saya berbalik lagi dan kaget melihat Adelaide sekarang tidur menghadap saya. Muka saya dan muka Adelaide dekat sekali sehingga napas Adelaide terasa di wajah.
Kesempatan emas. Cium? Enggak? Cium? Enggak?
Takut dia bangun, saya putuskan untuk tidam menciumnya. Tapi, selangkangan saya ada tepat di depan tangan Adelaide. Saya dekatkan penis saya yang sedang berdiri tegak dalam posisi siap dan saya tempelkan di tangan Adelaide.
Setelah puas, saya mengantuk dan akhirnya tidur. Pengalaman pertama yang begitu menegangkan.
Besoknya, salah satu pemain latar senior kena DBD jadi ada lowongan untuk 1 orang pemain laki-laki. Karena Orgil terlanjur jadi lighting, sayalah yang disuruh mengisi peran itu. Perannya gampang, jadi pemain latar di adegan makan di sebuah restoran lalu menari berdansa ketika pemeran utamanya menyanyi. Dalam peran itu saya dipasangkan dengan senior yang 2 tahun lebih tua bernama L.
Bukan, ini bukan L di Death Note yang hobinya jongkok, tapi seorang wanita Pasundan tulen dengan kulit sawo matang dan badan seorang penari. Pundaknya bidang, pinggangnya berlekuk dan perutnya rata. Wajahnya cantik, lebih cantik dari Adelaide karena memang selera saya lebih prefer ke wajah lokal. Saya jadi geer dipasangkan sama dia.
Setelah 4 jam berlatih, akhirnya kami boleh istirahat. Waktu itulah Adelaide mendatangi saya dengan kameranya. Dia bilang Bang A lagi ML dengan Mbak yang dia lupa namanya. Sekarang saya tahu kalau Mbak yang dimaksud itu adalah Mbak H, manajer teater yang datang sesekali untuk memeriksa pembukuan. Sumpah, di Teater Underground tidak ada cowok yang tidak gatel dan tidak ada cewek yang tidak murah. Semuanya bisa diajak tidur.
Ketika saya mau pergi dengan Adelaide untuk mengintip, L memanggil saya. Dia mau latihan koreografi dengan saya karena saya masih banyak salahnya. Karena senioritas menang, Adelaide saya tinggalkan.
Malamnya, saya yang kelelahan memutuskan menginap lagi. Kali ini hanya ada Bang A dan seorang yang saya lupa sampai sekarang siapa, yang menginap. Semua sudah pulang termasuk Adelaide.
Saya tidur di lantai tepat di samping kursi tempat saya tidur kemarin karena kursi yang biasa itu sudah penuh oleh kostum-kostum setengah jadi.
Paginya saya bangun sekitar pukul 6 dan terkejut melihat Adelaide ada di samping saya. Dia tidur menghadap saya. Hanya saja saya tidak pernah tahu kapan dia datang.
Dalam hati saya mengutuk. Padahal kalau tahu dia menginap, kan, bisa saya jamah lagi.
Latihan berikutnya membosankan. Selain karena kami anak-anak baru tidak dapat peran dan hanya menjadi kru saja, kami menghabiskan waktu menonton para senior latihan berakting. Yang lebih membosankan lagi, karena latihannya melelahkan, tidak ada yang ML atau paling tidak make out. Pokoknya malam itu gersang buat saya.
Adelaide yang duduk di samping saya semalaman mengajak saya mengobrol sepanjang waktu. Ada sedikit perasaan bersalah karena telah meraba dadanya kemarin malam ketika Adelaide sedang tidak sadarkan diri. Tapi rasa bersalah itu tidak berlangsung lama, karena malam itu hujan lebat dan saya juga Adelaide terpaksa menginap lagi.
Kali ini saya dan Adelaide tidur di lantai karena kursi yang kemarin saya pakai ditiduri Mbak K. Seperti kemarin, saya menunggu dua jam untuk memastikan Adelaide sudah tidur. Lalu saya menyentuh dadanya, dan setelah yakin dia sudah tewas tertidur sepenuhnya, saya remas payudaranya.
Dag dig dugnya dua kali lipat malam kemarin karena saya berada tepat di samping Adelaide. Ereksi saya full sekali sampai-sampai khawatir celana saya bakal bolong.
Setelah puas meremas dada Adelaide, saya taruh tangan saya di celananya. Lalu saya selipkan jari telunjuk dan tengah saya di antara selangkangan Adelaide. Adelaide bergerak dan bersuara. Saya buru-buru balik badan dan pura-pura tidur. Dalam hati saya berdoa supaya Adelaide tidak terbangun.
Setelah lima menit menunggu, ternyata Adelaide masih tidur. Aman.
Saya berbalik lagi dan kaget melihat Adelaide sekarang tidur menghadap saya. Muka saya dan muka Adelaide dekat sekali sehingga napas Adelaide terasa di wajah.
Kesempatan emas. Cium? Enggak? Cium? Enggak?
Takut dia bangun, saya putuskan untuk tidam menciumnya. Tapi, selangkangan saya ada tepat di depan tangan Adelaide. Saya dekatkan penis saya yang sedang berdiri tegak dalam posisi siap dan saya tempelkan di tangan Adelaide.
Setelah puas, saya mengantuk dan akhirnya tidur. Pengalaman pertama yang begitu menegangkan.
Besoknya, salah satu pemain latar senior kena DBD jadi ada lowongan untuk 1 orang pemain laki-laki. Karena Orgil terlanjur jadi lighting, sayalah yang disuruh mengisi peran itu. Perannya gampang, jadi pemain latar di adegan makan di sebuah restoran lalu menari berdansa ketika pemeran utamanya menyanyi. Dalam peran itu saya dipasangkan dengan senior yang 2 tahun lebih tua bernama L.
Bukan, ini bukan L di Death Note yang hobinya jongkok, tapi seorang wanita Pasundan tulen dengan kulit sawo matang dan badan seorang penari. Pundaknya bidang, pinggangnya berlekuk dan perutnya rata. Wajahnya cantik, lebih cantik dari Adelaide karena memang selera saya lebih prefer ke wajah lokal. Saya jadi geer dipasangkan sama dia.
Setelah 4 jam berlatih, akhirnya kami boleh istirahat. Waktu itulah Adelaide mendatangi saya dengan kameranya. Dia bilang Bang A lagi ML dengan Mbak yang dia lupa namanya. Sekarang saya tahu kalau Mbak yang dimaksud itu adalah Mbak H, manajer teater yang datang sesekali untuk memeriksa pembukuan. Sumpah, di Teater Underground tidak ada cowok yang tidak gatel dan tidak ada cewek yang tidak murah. Semuanya bisa diajak tidur.
Ketika saya mau pergi dengan Adelaide untuk mengintip, L memanggil saya. Dia mau latihan koreografi dengan saya karena saya masih banyak salahnya. Karena senioritas menang, Adelaide saya tinggalkan.
Malamnya, saya yang kelelahan memutuskan menginap lagi. Kali ini hanya ada Bang A dan seorang yang saya lupa sampai sekarang siapa, yang menginap. Semua sudah pulang termasuk Adelaide.
Saya tidur di lantai tepat di samping kursi tempat saya tidur kemarin karena kursi yang biasa itu sudah penuh oleh kostum-kostum setengah jadi.
Paginya saya bangun sekitar pukul 6 dan terkejut melihat Adelaide ada di samping saya. Dia tidur menghadap saya. Hanya saja saya tidak pernah tahu kapan dia datang.
Dalam hati saya mengutuk. Padahal kalau tahu dia menginap, kan, bisa saya jamah lagi.