Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

UNTUK SUAMIKU YANG BANDEL

Sembunyi-Sembunyi

"Paah? Papa? Paah?!"

Pukul 3 dini hari suamiku tidak ada sebelahku. Aku tidak sengaja tersadar ketika berbaring menghadap dirinya, namun lenyap entah pergi ke mana. Aku bangun melihat sekitarku, seraya mendengar suara sayup-sayup seseorang berbicara pelan. Awalnya aku takut, tetapi kusimak sebentar suara yang bersumber dari luar kamar itu adalah suara Mas Yoyok. Aku menduga ia sedang berbicara dengan salah satu putra kami. Anehnya, hal itu hampir tidak pernah terjadi. Lagipula aku hanya dengar suara Mas Yoyok.

Aku beranjak turun dari tempat tidur. Mengendap-ngendap membuka pintu, aku lihat tak ada sama sekali orang di ruang keluarga. Dekat dapur, ada Opik yang ternyata sedang berdiri bersandar ke tembok. Aku mengira ia sedang bicara dengan papanya. Namun ketika kudekati, dia terkejut.

"Mama ngapain? Belum tidur?"

"Kamu sendiri ngapain di sini? Malah tanya Mama.", Aku mendengar suara Mas Yoyok dari kamar kosong dekat dapur.

"Eh? Hehehe. Ngupingin papa, Maah. Kan mama yang suruh, pantau papa terus."

"Iya betul. Semustinya juga kamu bangunin Mama dong"

"Maaah, jangan ke situ!", Opik memperingatkan.

"Kenapa?"

"Nanti ketahuan", ucap Opik menepuk keningnya.

Aku tak menghiraukan ucapan Opik. Aku ngotot mendengarkan suamiku sedang berbicara dengan siapa dini hari begini. Ketika kuamati setiap kalimat yang diucapkan. Aku bisa menebak arah pembicaraan dengan siapa juga dia berbicara.

"Terus kapan dong, Win"
"Aku harus sampai nahan seperti ini? enggak mungkin aku melampiaskannya ke biniku. Kamu ya kamu. Istri ya istri"
"Milih? Kenapa harus milih. Kamu dan istriku punya kelebihan masing-masing. Aku harap saat ini kamu mau mengerti"
"Sabar ya, sabar sedikit..."

Pembicaraan telepon tersebut membuat amarahku ingin meledak, memaki-maki Mas Yoyok. Akan tetapi, aku berusaha pendam dalam-dalam lebih dulu. Aku tidak ingin membuat anak-anakku menjadi saksi pertengkaran orang tuanya, cukup mereka tahu kelakuan papanya yang genit, bahkan sudah kelewatan dari pembicaraan barusan.

"Sudah, kamu tidur, pik...."
"Tidur..."

"Eh? Iya Maaah", ujar Opik yang mungkin melihat wajahku berubah gusar sekali. Ia takut dan kabur ke kamarnya. Sementara aku, juga kembali ke kamar melanjutkan tidurku. Percuma aku memergokiku Mas Yoyok. Pasti dia akan menbantah dan mengeluarkan beribu alasan. Aku lebih minat tidur.

Keesokan paginya Nely baru menghubungiku. Ia meminta maaf kalau semalam tidur lebih awal.

"Wah kamu ya, Lin. Bener-bener udah bikin om-om kepincut"
"Hahaha"

"Geli tahuk"

"Yang geli yang mana tuh. Hehehe"

"Udah, udah. Cukup. Dari ceritaku tadi, apa yang bisa kita andalkan dari Pak Warso ini"

"Kamu mesti kerja sama dengan dia, Lin"

"Hah? Kerja sama? Kerja sama bagaimana? Yang aku takut dia bawa perasaan"

"Itu urusanmu. Hehehe"

"Ish kamu gimana. Itu usulmu juga"

"Ya kamu musti pinter-pinter juga jangan sampai bikin itu om-om baper"

"Hadduh, Nely, kamu tuh yaah, nyebelin sekarang"

"Sabar dong Lin, awalnya sulit, namun prosesny nanti kamu akan menikmati kok"

"Bodo!"

Aku tidak bisa mempercayai Nely. Dia seakan tidak mau bertanggung jawab atas usulnya melibatkan Pak Warso. Kini aku yang kelabakan berurusan dengan orang itu. Padahal, yang mau kuselesaikan adalah masalahku dengan suami. Aku akhiri obrolanku dengan Nely lewat sambungan telepon di halaman belakang rumah. Dari dalam rumah, Aji berteriak memanggilku bahwa tukang sayur langganan sudah berhenti di depan pagar rumah. Aku bersiap belanja. Karena penjualnya seorang perempuan, aku mempertahankan penampilanku yang belum mandi, masih dasteran, membeli bahan belanjaan dapur untuk makan siang dan malam.

Aku sambangi tukang sayur perempuan tersebut, serta melihat-lihat dagangan yang dia bawa. Ketika proses tawar-menawar harga terjadi. Aku amati si ibu penjual memegang ponselnya. Aku terheran-heran karena sudah canggih sekali penjual sayur sekarang ini.

"Lagi balas pesan siapa tuh Bu? Serius amat. Ada yang butuh kiriman belanjaan?"

"Hehe. Bukan. Bukan apa apa"

"Tukang sayur sekarang keren-keren ya pegangannya hape kamera, udah bisa instagram, whatsapp"

"Ah ibu bisa aja bercandain saya. Ini hapenya juga enggak terkenal bu. Kelihatannya doang bagus"

Aku memilah sekaligus memperkirakan apa yang disukai anak-anak dan akan kumasak hari ini. Mas Yoyok yang duduk di teras rumah asyik sendiri menyeruput secangkir kopinya sambil membaca surat kabar pagi dan ponsel yang sesekali dia cek. Aku mau pura-pura tidak tahu apa yang dilakukannya dini hari tadi supaya dia tidak berkilah dan mencari siasat baru. Aku ingin mengamati yang dia lakukan selanjutnya apa.

Tak lama kemudian, aku terkaget. Pak Warso mendatangi rumahku. Ada apa kira-kira ia kemari. Oh iya, dia bermaksud menemui Mas Yoyok. Aku buru-buru masuk mengabarkannya ke Mas Yoyok, ternyata Mas Yoyok sedang menerima telepon dan berlari masuk ke dalam, hhhmmm bersembunyi lagi. Pasti Winda yang menghubunginya. Terpaksa aku lagi yang menghadapi Pak Warso.

"Maaf, pak. Mas Yoyoknya masih teleponan"

"Wohoho, bukan, saya ke sini bukan bermaksud menemui suami Mba Linda, saya mau belanja sayur juga"

"Ealah, Pak Warso. Aku kira bapak mau mampir menemui Mas Yoyok"

"Itu nanti. Ini aku saja belum mandi. Mbaknya juga ya, itu dasternya masih sama dengan yang dipakai semalam. Ya kan? Hehehe"

"Hehehe iya pak"

"Sudah biarkan saja suamimu sedang telepon, orang penting mungkin"

"Pak Warso tumben gak belanja di pasar?", tanyaku berdiri di sampingku. Ia meraba satu ekor ayam yang tertaut di gerobak.

"Kalau bisa yang deket, kenapa harus jauh-jauh"
"Mbok ini ayamnya berapaan?"

"Sekilo 40, Cak"

"Muahal betul", ucap Pak Warso memegangi dan mengamati seekor ayam potong yang akan dibeli.

"Gemuk ini, dadanya aja montok"

"Hahaha, kamu tahu saja aku suka yang montok-montok", ujar Pak Warso menatap ke arahku sembari tersenyum. Aku justru memalingkan muka, risih dengan ucapannya yang terkesan melecehkanku.

Pak Warso betah menemaniku belanja sayur-mayur. Dia belum membeli sama sekali, malah sekadar tawar-menawar atau mengecek harga satu per satu bahan makanan yang tersedia. Kemudian entah sengaja atau tidak. Tangannya menyentuh pantatku. Aku lantas menjauh dan menjaga jarak. Namun ia berusaha mendekat dan menyentuhnya lagi. Syukurlah tidak ada yang lewat di depan rumah.

Dari kejauhan, kulihat suamiku sudah duduk diteras lagi. Namun ia masih menelepon seseorang. Aku yakin pasti itu Winda. Apalagi Mas Yoyok senyum-senyum sendiri. Berhubung ada Pak Warso di sini aku ingin mengetes kecemburuan dia. Aku memposisikan diri memunggungi Mas Yoyok. Pak Warso lalu menyusul berdiri di sampingku. Aku berharap Mas Yoyok sigap mengambil sikap ketika aku sedang didekati oleh Pak Warso.

"Kamu pindah-pindah melulu, mau beli apalagi sih?"

"Pak Warso sih ngikutin aku melulu"

"Ah kamu GR aja diikutin. Hehehe"

"Saya tuker duit dulu di warung sebelah situ ya", ujar si ibu tukang sayur meninggalkan aku berdua dengan Pak Warso.

"Iya silakan bu, monggo"

"Mau masak apa hari ini?"

"Mau masak sop ayam, pak. Hehe", jawabku mendapati tangan Pak Warso mulai berada di pantatku kembali. Aku berharap suamiku di belakang melihat apa yang dilakukan Pak Warso kepadaku.

"Kenyel dan padat juga ya..."

"Ihh, jangan pak....", Pak Warso meremas bokongku. Aku tak menangkis agar suamiku melihat.

"Sedikit aja. Hehe"

"Gak enak kalau sampai dilihat orang"

"Kamu lihat ini", Pak warso menunjukkan batang penisnya menukik naik. Astaga burungnya bangun.

"Pak, gak enak ih, dilihat orang"

"Gak ada yang lihat". Aku semakin dipepet Pak Warso. Dia menginginkan tanganku menyentuh benda yang menonjol dari luar celananya.

"Jangan..."

"Sebentar aja, yuk", ucap Pak Warso, salah satu tangan kasarnya mencengkeram lengan sintalku.
Aku berusaha menoleh ke belakang, entah mengapa belum juga ada reaksi dari Mas Yoyok, ternyata di telah hilang dari bangkunya. Ia masuk ke dalam rumah. Aduh. Aku terjebak. Ditambah aku semalam dibikin birahi oleh Mas Yoyok, namun tidak tuntas.

"Pliss. Jangan..."

"Aku suka tubuh kamu, Mba"
"Susumu itu loh, aku mau....", ucap Pak Warso. Tangannya hendak meraba payudaraku, namun aku mengelak, masuk ke dalam rumah.

Tiba di dalam, aku lekas mencari Mas Yoyok. Ia masih tersambung pembicaraan lewat telepon dengan Winda. Mas Yoyok terkekeh sendiri. Mengumbar kata mesra yang sepatutnya hanya diutarakan kepadaku. Itu ia sampaikan kepada Winda secara sadar lahir dan batin melalui telepon yang berlangsung di kamar kosong dekat dapur. Aku gemas dengan perilaku Mas Yoyok. Kiranya dengan cara apa aku bisa menyadarkannya sehingga ia kapok. Aku terlanjur kesal.

Ketika mau mengambil belanjaan dan membayarnya, aku mengumpet-ngumpet, memastikan Pak Warso sudah tidak ada di sana.

"Pak Warso kemana, bu?"

"Sudah pulang..."

"Owhh..."

"Tapi dia titip ini buat ibu"

"Apa tuh?"

Ibu penjual sayur memberiku sebuah terong. Aku mematung sekaligus menangkap pesan Pak Warso. Astaga laki-laki itu...
 
waaah keren kereen updatenya. suhu pinter mainin plot nih, nahan di saat seru serunya.. good job suhu. lanjutkan. selalu ditunggu. semogaa lancaar smp jebol
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd