"Anjiiing!" teriakan Insane mengejutkan rekan-rekannya.
"Kenape lu San?" tanya Hurricane sambil masih terus menembakkan senjatanya ke arah lawan.
"Kagak. Kaget aja gue, senapan gue kena, hampir ngenain tangan gue tadi, untungnya nggak apa-apa."
"Itu si Rio!" ujar Budi saat melihat Rio membidikkan senapannya ke arah mereka.
"Nah ini pentolannya udah keluar, hajar Bud!"
"Shadow, Queen, Rio sama Tono udah keluar. Tunggu sampai Bastian dan McArthur bersaudara keluar, nanti kalian masuk ke villa, selamatkan sandera!"
"Roger that,"
*****
Marto dan Ichi nampak sedikit kesulitan untuk bergerak menuju ke arah villa. Masalahnya jalan yang mereka lalui memang dipenuhi semak belukar yang lumayan tinggi, jadi mereka harus berhati-hati jika sewaktu-waktu ada serangan dari hewan-hewan yang berada di sekitar situ. Beruntung mereka termasuk orang-orang terlatih sehingga masih bisa mengatasi kesulitan-kesulitan itu, meskipun Marto sudah cukup lama tidak bersentuhan dengan hal-hal semacam ini dan juga Ichi yang belum pernah melewati medan seperti ini dalam menjalankan tugasnya.
"Chi, kita nanti langsung ikut nyerang atau nge-back up mereka dari belakang?"
"Lihat kondisi dulu aja Mas, kalau diperlukan ya kita ikut nyerang bareng mereka."
"Tapi kalau misal kita nanti harus duel sama mereka, Rio bagianku. Entah siapapun dia yang sebenarnya, tapi dia udah ngusik keluargaku, terutama istriku, aku nggak akan pernah maafin dia."
"Soal itu gampang, yang jelas, seperti apapun nanti, kita nggak boleh ngebiarin satupun dari mereka lolos Mas, kalau perlu, habisi aja mereka semua."
Namun sebelum melanjutkan langkahnya, Marto dikejutkan oleh getaran dari ponselnya, Fadli menelpon.
"Halo, kenapa Fad?"
"Halo, Mas Marto dan Ichi dimana?"
"Kami sudah jalan ke villa, ini sudah hampir sampai. Kalian dimana?"
"Kami masih di jalan Mas, bentar lagi sampai di tempat kemarin."
"Hmm, tempat kemarin yaa. Kalau gitu nanti kalian cari jalan yang aman ke arah gerbang villa, tapi hati-hati yaa, lawan kita nembaknya ngawur, takutnya nanti kena peluru nyasar."
"Oke Mas, makasih infonya, secepatnya kami kesana."
"Ada apa?" tanya Ichi saat Marto kembali memasukkan ponsel ke sakunya.
"Fadli dan yang lain bentar lagi nyampai sini, aku suruh langsung ke arah gerbang aja," jawab Marto sambil mereka kembali melanjutkan perjalanan ke arah villa.
"Hmm, baguslah, makin banyak bantuan. Tapi yakin mereka nggak akan malah nyusahin?"
"Sejujurnya aku kurang tahu kemampuan mereka seperti apa, tapi kalau Fadli yang ngasih rekomendasi, yaa berarti mereka cukup bisa diandalkan, buktinya Mata Angin dan gerombolannya berhasil diatasi kan."
"Yaah, okelah, asal nggak ngerepotin aja. Aku paling benci kalau dalam kondisi seperti ini malah harus direpotin dengan rekan sendiri."
"Hahaha, sudahlah, lebih baik kita cepat kesana."
*****
"Wah wah, ternyata bener perkiraan Bastian, bakal ada anggota Vanquish yang menyusup kemari untuk membebaskan para sandera. Tapi sayangnya, kami sudah bersiap dengan semua itu, pria bertopeng, haha."
"Lepaskan para sandera dan menyerahlah Arjuna! Anak buahmu di luar sudah banyak yang mati, termasuk keempat Mata Angin dan semua anggotanya yang akan menyusul dari bawah."
"Haha, nggak masalah. Mereka memang dipersiapkan untuk mati melindungi kami. Dan kamu juga tahu, kami tidak akan pernah menyerah. Jadi lebih baik buang senjata kamu atau aku akan bunuh sandera ini satu persatu!"
"Ayo tunggu apalagi, cepat buang senjata kamu!"
"Jangan dengarkan dia, cepat tembak saja, jangan pedulikan kami," tiba-tiba Mila berbicara dengan suara yang serak.
"Iya tembak saja, bagaimanapun dia akan tetap membunuh kita semua nantinya," ujar Fitri menimpali, juga dengan suara serak.
"Diam kalian berdua! Hei kamu, cepat buang senjatamu!" hardik Arjuna dengan tak sabar.
Setelah memperhitungkan kondisi, mau tak mau Shadow menurunkan senapan serbunya. Sambil matanya tetap menatap ke arah Arjuna dia membungkuk meletakkan senapannya ke lantai, setelah itu menegakkan badannya kembali dan menendang pelan senapan itu menjauh darinya.
"Hei, kamu pikir aku nggak tahu kalau senjatamu bukan cuma itu? Ayo cepat keluarkan semuanya dan buang seperti tadi!"
Shit! Umpat Shadow dalam hatinya. Dengan terpaksa dia mengeluarkan dua buah pistol yang berada di sisi kanan dan kiri pinggangnya. Kembali dia melakukan seperti tadi, membungkukan badannya untuk meletakkan pistolnya di lantai. Dia menatap dengan sangat tajam ke arah Arjuna yang terlihat puas karena lawannya menurut, berkebalikan dengan sorot mata Mila dan Fitri yang terlihat kecewa dengan apa yang telah dilakukan oleh Shadow.
*****
"Sii... Siapa kamu? Buang senjatamu atau kubunuh bocah ini!"
"Apa kamu yakin bisa membunuh anak itu, Martha?"
"Baa... Bagaimana kamu bisa tahu namaku?!" terlihat Martha terkejut karena wanita bertopeng itu ternyata mengetahui identitasnya.
"Itu nggak penting. Yang penting sekarang kamu letakkan pistolmu perlahan, lepaskan anak itu dan menyerahlah, agar semua jadi lebih mudah."
"Nggak! Kamu yang harus buang senjata itu, atau aku akan benar-benar membunuh anak ini!"
"Oke oke, aku buang senjata ini," Queen pun mengalah dan meletakkan senapannya di lantai.
"Sekarang lepaskan Ardi, Martha. Anak itu nggak tahu apa-apa."
Bukannya melepaskan Ardi, Martha justru menodongkan pistolnya kearah Queen. Namun terlihat sekali tangan Martha bergetar hebat.
"Sudahlah, lepaskan Ardi. Lihat tanganmu yang bergetar itu, jelas sekali kamu belum pernah memegang pistol sebelumnya, dan kurasa kamu nggak tahu cara memakainya."
"Diam! Aku tinggal menarik pelatuknya saja untuk membunuhmu!"
"Kalau begitu lakukanlah."
"Ayo lakukan, tunggu apalagi? Tunjukkan bahwa kamu bisa memakai pistol itu."
DOOOORRRR
*****
"Venom, Assassin, Insane, kurasa kalian akan lebih puas jika menghabisi mereka dengan duel satu lawan satu bukan?" terdengar suara Jaka dari alat komunikasi di telinga mereka.
"Loh, gue kok nggak disebut?" Hurricane protes karena namanya tak disebut.
"Untuk yang ini kamu cukup lihat aja."
"Lha kan masih ada 1 orang Jak?"
"No no no. Kurasa Rio itu adalah jatahnya Marto, bukan begitu?"
"Aah kampret, giliran kayak gini aja dikasih ke orang lain, giliran yang ribet-ribet gue yang disuruh maju. Tahu gitu dari tadi gue hancurin aja tempat ini pakai jet," jawab Hurricane mendengus kesal.
"Kan ada sandera yang harus diselametin nyet, kalau lu pakai jet ya modar semua lah," ujar Insane menimpali.