Part 23
The Clown and The Star
by: Floral_Fleur
Meiji sampai di Jogja hari minggu pagi sama Kibo, Ki Van Joel, Cak Abon, dan anak-anak cerpan simpatisannya Trix. Mereka nginep di hotel melati di daerah Prawirotaman, siap buat konfrontasi malam nanti. Sama Trix, Meiji diajakin sarapan diajakin sarapan gudeg Wijilan di deket Keraton sekalian ngomongin rencana buat ntar malem. Meiji bilang itu
double date, tapi kalau itu berarti Jo sama Trix dan gue sama Meiji, lebih baik gue ngedate sama kambing kurban.
Apa yang gue denger semalem di kamarnya Trix bikin gue geregetan dan kadar gula darah gue naik ngedengerin kisah cinta yang lebih klise dari kisah cintanya Pragya dan Abhi, (terlepas segala kelebay-an Trix yang menurut gue tipikal
drama queen). Emang dasarnya gue itu titisannya Fenny Rose atau emang bawaan kepo dari orok, jadinya gue makin penasaran pengen denger cerita dari sisinya Si Kanjeng Greget.
Makanya, pas giliran Meiji naik sepeda tandem sama Trix, gue langsung seret Si Kanjeng Greget. "Dildo, sini lu!" Setelah Meiji dan Trix sudah nggak tampak lagi, gue langsung tarik tangannya Jo ke arah Plengkung Wijilan, naik ke atas tembok benteng keraton yang berwarna putih itu. Dari atasnya, kita bisa ngelihat Alun-alun Kidul dan sepasang beringin kembarnya di pagi hari. Di kejauhan nampak keraton dengan latar belakang Gunung Merapi yang gagah berwibawa.
Beberapa pedagang lesehan mulai menggelar dagangannya di trotoar. Sepeda-sepeda tandem yang disewain nampak mulai bergerak muterin jalan yang ngelilingin lapangan besar itu.
"TrickstΔr dan R.M. Distrodiningrat, gue nggak nyangka aja TERNYATA dua orang pengarang cerpan terhebat ternyata tinggal satu rumah...," kata gue, agak menyindir, soalnya sebel juga gue dia nggak cerita dari awal.
Jo ketawa kecil.
"Sejak kapan kalian kenal?"
"3... 4 tahun... mungkin?"
"Oh, 4 tahun... lama juga yaa..." gue manggut-manggut dengan senyum ditahan, soalnya diem-diem tanduk setan mulai muncul di kepala, pengen balik ngerjain Si Kanjeng Dildo yang udah nyusahin gue semenjak pertama kali ketemu. "Pantas aja sex scene ceritanya Trix keren-keren, prakteknya sama Si Kanjeng Dildo toh."
SKAK... STER....
"Nggak, lah!" Jo menukas cepat. Mukanya langsung memerah. Buset! Nggak nyangka reaksinya segini heboh! Geli sendiri gue ngelihat mukanya Jo yang biasanya cool, mendadak jadi kaya bocah akil balig gitu! O Gusti Kanjeng Distrodiningat, cowok yang bikin cewek-cewek patah hati, aku sudah mengetahui kelemahanmu... mwahahahahaha.....
"
C'mon, kalian kan tinggal satu rumah, kamar sebelah-sebelahan, gue nggak percaya aja ada cewek yang tinggal di sebelah kamarnya Jo dan masih selamat perawan sampai sekarang." Gue noleh belakang, soalnya bentar lagi bakal tumbuh sayap sama ekor dari buntut gue, myehehehehe...
"Trix itu beda."
"Beda kenapa? Kenapa beda? Beda kenapa? Huehuehuehue...."
"Kepo banget sih, gembel."
"Biarin, wek." Gue meletin lidah. "Kenapa emang?" Di sini gue akting... Pura-pura terkejut... Dengan biadabnya.... "Eh, jangan bilang... ternyata... selama ini elu suka Trix?
Oh... My... God..."
SKAK
MAT
MWAHAHAHAHA
Gelagapan pada awalnya, namun Jo sigap menangkis. "Kenapa? Elu cemburu?" ucapnya singkat, defensif.
"Suka juga nggak papa, kok. Hehehe..."
Jo memalingkan muka, menyulut rokok, berusaha melarikan diri ke dalam dimensi yang nggak ada orang yang bisa menjangkaunya. Melihat gelagat-gelagat nggak enak, dan demi mencegah jatuhnya korban jiwa (berhubung kita sedang berdiri di atas benteng setinggi 5 meter yang ada jalan di bawahnya), gue usap punggung tangannya.
"Enggak, aku cuma nggak bisa berhenti amaze aja. Jo, orang yang bikin cewek-cewek patah hati. Cowok misterius yang menutup pintu hatinya rapat-rapat, ternyata takluk sama cewek manis kaya Trix. Wajar sih, cerdas, lucu, imut, siapa sih yang enggak jatuh cinta?"
"Elu nggak ngerti, Flo..."
"Cinta
is cinta....
love is love...
as simple as that...."
"Gue berharap bisa selepas elu..."
"Jo... maapin kalau gue selama ini kepo... tapi sampai kapan elu mau kaya gini?Tato, piercing, dandanan ala punker. Elu itu benernya makhluk yang sama persis kaya gue. Selalu menampung cinta dari orang-orang. Tapi jauh di dalam hati, elu sendiri kesepian...." Gue diem lama, karena gue tahu separuh kata-kata ini juga ditujukan buat diri gue sendiri.
"Nggak ada dialog yang lebih lebih klise dari itu?" Jo berkata sinis, kembali menjadi landak yang siap menusuk siapapun yang berusaha memasuki pintu hatinya.
Giliran gue yang ketawa sinis. "Kemana hilangnya
Gallant White Knight in Shinning Armor yang rela jauh-jauh ke Jakarta demi ngebelain pujaan hatinya.?"
"Gue nggak pernah minta elu buat berharap sama gue. Lagian apa urusan lu?"
"Gue kecewa aja. Karena udah percaya sama omong kosong tentang Devosi, tentang bintang yang rela membakar diri untuk menerangi jagat raya. Yang ternyata nggak lebih dari tahi kucing. Emang susah ya, ngomong sama orang yang NGGAK PERNAH KENAL RASA CINTA."
Gue udah siap-siap menerima repetan kata-katanya yang ultra sinis, tapi ternyata sepasang mata kelabunya mendadak merapuh. Ada banyak kesedihan di dalamnya.
"
Sorry, bukan maksud gue. Gue kelewatan ngomongnya.
Sorry..."
Jo langsung diem, nunduk. Belum pernah gue lihat matanya berkaca-kaca seperti ini.
Gue hanya bisa mengusap pundaknya, pelan. Lalu berucap lembut. "Jo... kalau elu emang nggak mau cerita ke gue, nggak apa-apa.... lagian siapa sih gue itu..." Perlahan, gue belai punggungnya. "Waktu dulu elu cerita tentang elu nggak diakui anak sama orang tua elu. Meski elu bilang itu bilang itu bohong... gue tahu.... elu itu
much more than this."
"
Much more than what? apa yang bisa elu harapkan dari orang yang dibuang sama orang tua yang seharusnya sayang sama dia...?"
"Sakit, pasti..." Gue genggam tangannya kuat-kuat. "Gue juga tahu rasanya... tapi
well... gue..." Gue diem sebentar, karena kata-kata ini juga ditujukan buat gue.
"
Just let it go... kalau gue sedih... toh nggak bakal ngubah apa-apa, kan... hehehe..." Gue usap punggungnya pelan. "Senyum dong Jo... elu masih bersyukur lagi... masih ada cewek semanis Trix yang sayang sama elu... yang nulis cerita-cerita buat elu... Trix itu sayang lagi sama elu.... Gue emang bukan Trix, sih.... sampai kapanpun gue nggak bisa bikin cerita yang bikin elu senyum... cuma gini yang gue bisa..." gue berkata lirih, terus nyanyi pelan-pelan.
"
Don't let them in ♪♪... don't let them see ♪... be the good girl always have to be ♪♪..."
Muncul senyum kecil di sudut bibir Jo. "Ngapain lu?"
"
Conceal, don't feel ♪♪... don't let them know ♪♪..."
"Jangan nyanyi, suara elu sember." Jo terpaksa senyum denger suara gue yang mirip Mariah Kere.
"
Let it go ♪... Let it go ♪... can't hold it back anymore ♪.... Let it go♪... let it go ♪ ♪.... turn away and slam the door ♪... i don't care ♪... what they're going to say ♪ ♪♪..."
Ada senyum di bibir Jo yang berusaha mati-matian ditahannya, dan berakhir pada tawa yang berderai lepas. Gue ikut bahagia, ketika menyaksikan sepasang mata kelabunya kembali memancarkan cahaya. Sambil tersenyum, Jo mengusap rambutku pelan, "
Thanks," bisik Jo, nyaris nggak bersuara. "Elu tuh makhluk paling ajaib yang pernah gue temuin."
"
I'll take that as compliment."
"Lebih ajaib dari Meiji," katanya menambahkan.
"Gembel, dibanding Trix?"
"Lebih ajaib elu!" Jo diem sebentar. "Dalam beberapa aspek."
"Hehe..." Gue mengekeh pelan, membiarkan tangan gue digandeng menuruni tangga benteng. "Hidup gue juga nggak sempurna, Jo. Tapi justru, karena hidup manusia nggak sempurna, jadi lebih indah, kan? Trix pernah nulis gitu."
Jo senyum.
"Hehehe... nah, gitu dong...," kata gue terus ikutan senyum ngelihat senyum paling tulus yang pernah diberikannya selama ini.
Gue bukan Trix. Gue nggak bakal bisa nulis cerita epic yang bisa membuat Jo membuka hatinya. Gue bukanlah pemeran utama, gue cuma narator konyol yang dipakai oleh penulis untuk menceritakan kisah para manusia. Dibanding cemerlang bintang, gue nggak lebih dari pemeran figuran yang nggak ada pengaruhnya sama jalan cerita. Dan untuk itu, gue akan tetap menjadi badut dan membuat dunia tertawa....
"
Go get her," bisik gue ketika ngelihat Trix datang melambai jenaka dari kejauhan.
Ada sesuatu yang bikin pandangan gue mengabur ketika melihat Trix berlari riang ke arah sepasang tangan Jo yang merentang menangkap tubuh mungilnya. Apa yang gue rasa nggak jelas adanya. Yang pasti bukan kecewa. Melihat bintang kecil dengan sepasang mata yang tak bisa berhenti berbinar, siapa yang sanggup kecewa melihat itu semua?
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu
Kepada api, yang menjadikannya abu...
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Dengan isyarat yang tak sempat diucapkan awan
Kepada hujan, yang menjadikannya tiada...
[PLAYLIST]
Idina Menzel | Let it Go
Sapardi Joko Damono | Aku Ingin