Part 43
Exile and Sanctuary
by: R.M Distrodiningrat
Trickst∆r masuk rumah sakit, selama beberapa hari ini kabar itu menghiasi
lounge cerpan.
Greed has taken its toll. Korban kedua sudah jatuh.
Pride, Lust, Wrath, Envy, Gluttony, Sloth, dan kini
Greed. Tuhan pernah memperingatkan manusia tentang tujuh dosa mematikan, namun sayangnya manusia lebih memilih lalai.
Aku tahu, di dunia nyata hidup Star nggak bisa dibilang mudah. Aku masih ingat, ketika dia memulai karir menulisnya di forum dan mulai mendapatkan banyak penggemar betapa Star luar biasa bahagia. Untuk pertama kalinya anak yang dianggap
disgrace oleh orang tuanya itu, bisa menjadi maestro yang dipuja oleh banyak orang.
Dalam dunia serba anonim bernama
world wide web, orang yang di dunia nyata bukan siapa-siapa, bisa saja menjelma menjadi Trickst∆r,
The Mirage of Deceit yang punya ribuan penggemar setia.
Power corrupt the best and attract the worst. Di satu sisi, puji-pujian membuat Star makin larut dalam adiksi. Di sisi lain, puji-pujian yang diterimanya membuat penulis lain iri, kenapa sih, cerita yang plotnya absurd kaya gini aja bisa
view-nya bisa ampe jutaan dan
reply-nya bisa sampe ribuan?
Jujur saja, di antara kalian pasti ada saja yang pernah memiliki pikiran seperti ini (meski dari lubuk hati terdalam). Menurutku pribadi, pemikiran seperti itu tidak ubahnya dengan seniman yang teriak-teriak Kenapa JKT48 bisa ngetop, padahal secara teknis mereka tidak melakukan apa-apa.
Ada konsekuensi logis yang muncul ketika seorang pekerja kreatif memperoleh ketenaran. Fans fanatik dan
Haters.
Loyalist dan
Conformist.
Greed dan
Envy. Dua sisi itu senantiasa akan muncul bak sekeping mata uang yang saling balik membalik. Diperlukan kebijaksanaan dan kedewasaan untuk menyikapi ketenaran maya , terlebih lagi di sebuah forum dewasa seperti ini.
No matter how smooth you will go, there will be always haters, tapi kita tidak pernah tahu, musuh terbesar bukanlah para
haters.
Meski kita tidak pernah tahu, jika musuh terbesar bisa jadi adalah sisi gelap yang bersembunyi dari dalam lubuk hati.
Jo, kok ngelamun lagi? Katanya tadi mau nemenin aku...
Banyak sebenarnya yang ingin aku katakan padanya, tapi aku lebih memilh diam dan mengusap rambutnya selembut mungkin. Selang infus masih terpasang di lengan kirinya yang semakin kurus. Antibiotik yang harus dimasukkan secara intravena membuatnya terpaksa harus rela berbaring di atas ranjang rumah sakit untuk beberapa hari lagi.
Tak ingin banyak berkata-kata, aku hanya menyeduhkan susu coklat hangat dengan cangkir Hello Kitty-nya, kuletakkan hati-hati di atas kabinet di samping tepat tidur bangsal VIP yang penuh dengan tumpukan novel karya Dee dan Ayu Utami. Penyakit Star memang tak sampai beresiko menghilangkan nyawa, tapi dirawat selama hampir seminggu kemungkinan bisa membuatmu mati bosan. Selama hampir seminggu itu aku absen menjaga distro demi menemani anak ini. Belasan novel jadi bahan diskusi kami berdua, dan kecerdasan anak itu tak pernah bisa membuatku berhenti terkesima.
Hehehe... makasih, sayang... dari dulu tuh, kamu irit banget ngomong... tapi aku tahu kamu emang paling sayang sama aku...., jawabnya manja, lalu mengecup punggung tanganku.
Meski kebanjiran ucapan GWS di trit
Delicatessen. Di dunia nyata, tak banyak teman-teman yang membesuk Star. Orangtuanya baru datang setelah 3 hari anak itu dirawat di RS Panti Rapih. Dan hal yang paling pertama mereka lakukan mengomel kenapa Star sampai mogok makan. Masalah skripsi? Masalah jodoh? Diganggu oleh teman? Jadi orang harus yang kuat seperti kakak-kakakmu! Kata ayahnya. Tentu saja Star memilih bungkam. Identitasnya sebagai seorang Trickst∆r adalah salah satu hal yang paling dirahasiakannya, baik kepada orang tuanya ataupun teman-teman sekampus kami. Anonimitas adalah satu-satunya alasan Star mau menjadi penulis di sebuah forum dewasa, di mana ia bisa melepaskan segala fantasi tergila yang selama ini dikekang oleh rezim otoriter orangtuanya tanpa harus merasa malu.
Hanya satu hari saja mereka menemani Star, setelah itu mereka kembali ke kotanya. Sebelum pergi, ayah Star menyempatkan berpesan. Hati-hati, bapak nggak mau kamu salah pergaulan lagi! ucapnya tegas, seraya menatap tajam ke arahku.
Orang tua mana yang tidak was-was ketika mengetahui anaknya ditunggui oleh sosok bertato dan berdandan ala punker. Bertemu dengan orang tua pacar yang seharusnya sederhana, menjadi lebih rumit akibat hubunganku dengan Star yang dari awal memang sudah rumit.
Kayanya bapak aku nggak suka sama kamu, beb..., kata Star.
Memangnya kamu suka sama dia?
Star mengekeh getir. Satu yang paling aku suka dari kamu adalah kesinisanmu memandang hidup.
Justru kesinisanku itu yang bikin aku bertahan hidup selama ini.
Kita ini sama-sama produk gagal, Jo...
Dalam hal ini, aku merasa nasibku sebelas-dua belas dengan Star. Anak itu adalah bungsu dari 3 bersaudara. Ayah Star paling bangga kepada kakak laki-lakinya yang kini berpangkat Kapten Infanteri di kesatuan Kopassus, sementara ibunya paling sayang dengan kakak perempuannya yang cantik dan feminim. Lulus dari jurusan Teknik Informatika ITB, sang kakak langsung diperistri oleh seorang perwira karir dokter angkatan laut dan kini tengah mengandung anak pertama. Menyisakan Star sebagai satu-satunya anak yang dianggap gagal oleh kedua orangtuanya.
Liyan, eksil, paria, atau dengan apapun engkau menyebutnya, selalu saja ada orang-orang terbuang dan tidak diakui oleh sistem yang ada.
Gelar di belakang nama, penghasilan perkapita, keberhasilan beranak-pinak selalu dijadikan tolok ukur kesuksesan seseorang. Manusia mencipatkan sistem nilainya sendiri, dan cenderung mengkerdilkan orang yang dianggapnya tidak memenuhi kriteria ideal sistem nilai mereka. Tapi siapa yang mengira orang-orang sepertiku, A-J, dan Star bisa menjelma menjadi Dewa di dalam sebuah sistem nilai yang sama sekali berbeda?
Setiap nilai memiliki pemenang dan pecundangnya sendiri-sendiri. Untuk itulah diperlukan banyak sistem nilai, sehingga orang yang terpinggirkan di satu sistem nilai, bisa mendapat tempat di sistem nilai yang lain. Semua demi keadilan bagi tiap manusia. Aku terpaksa mengutip kalimat dari sebuah buku yang baru saja kubaca, dan segera disambut senyum Star yang kian melebar.
Aku udah lama nggak apdet cerita nih, ambilin laptop aku dong, hehehe...
Dapet ide cerita memangnya?
Baru aja. Star mengangguk mantap. Layar LCD laptop mungil itu menyusul menyala. Di hadapan layar dan tuts-tuts keyboard, jemari Star bergerak lincah, menulis kalimat-demi kalimat yang tidak bisa tidak terpaksa membuatku ikut tersenyum.
Untuk sementara Star kembali hadir sebagai sosok yang dulu kucintai. Bintang kecil yang menulis dari hatinya.