Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT Cerita Paidi

Biz baca koq jd keinget ama satu cerita fave ane di web sebelah?

Cm ada beberapa perbedaan aja (itupun cm nama char ama nama kostan)

Hm... bahkan soul nya kerasa sama..
emang :hore:

Oh, iya lupa. Ganti pov juga :pandaketawa:

Udah ah, jangan banyak-banyak. ntar dikira spoiler pula :ngupil:
 
joss sam critane..
koyok drama jowo..
keronto ronto ati mocone ..


lancrotkan sam .

Loro Bronto Nandang Cidro tah?

wah kalo itu beda karakter, juga beda level. levelnya mah jauuuuuh di atas cerita paidi ;)

gak nyambung ya? :ngupil:
 
Bagaimana dengan apdet kemaren?

Bagai micin tanpa sayur bukan?

Yup. improvisasi yang lain. Full baper, tidak seperti chapter 14 dan 15 dimana kebaperannya terhapus begitu saja dengan kehadiran Asep.

Apdet berikut, gak akan terlalu galalu. lebih kepada semangat. permainan emosi masih jadi sajian utama. entah bakal mengena atau tidak, yang pasti saya sudah berusaha menyajikan kepada anda (ciee... sombong banget yang ngetik nih ;))

So.... akhir kata selamat menikmati
 
Chapter 21 : Menjelang Ujian


Tanpa pernah menjadi pacarpun, Novi telah menjadi kekasihku. Sekarang, hampir setiap hari Novi mampir ke kostku. Entah itu setelah selesai kuliahnya, maupun setelah praktik di Rumah Sakit atau di puskesmas. Seluruh penghuni blok belakangpun menerima, bahkan mendukung keberadaannya, termasuk Mbok Gat.

Kehadiran Novi, memberi warna baru dalam kehidupanku. Tawanya, cerianya, ngambeknya, gemesnya, membuatku perlahan mampu menghapus lukaku di masa lalu. Hal itu disadari betul oleh teman-teman penghuni blok belakang, juga Mbok Gat. Ditambah Novi cepat sekali akrab dengan mereka. Tak jarang pula Novi tanpa canggung atau jaim membaur ketika mereka sedang kumpul, sehingga teman-temanpun dapat bercanda dengan lepas. Bahkan terkadang Yaya dan Dian ikut berkumpul. Hmmm... Akhirnya perlahan tetapi pasti, “pembullyan” terhadap kaum pacaran mulai berkurang.

Sore ini setelah pulang dari praktik di Puskesmas Dinoyo, Novi mampir ke tempatku. Kebetulan teman-teman juga belum ada yang balik ke kost.

TOK TOK TOK

“Asalamualaikum” suaranya merdu, membangunkanku yang sedang tidur siang
“Hmmm..... Waalaikum salam” aku mempersilahkan Novi masuk, diapun duduk di kasur tanpa dipan. Tepat di sebelah perutku.
“Sore, sayang.... tukang molorrrr” dicubitnya pipiku
“Aaaw... sakit tau”
“Abisnya sih, molor mulu. Mentang-mentang udah gak ada kelas lagi”
“Terus aku harus ngapain?”
“Belajar lagi kek, kan minggu depan udah mau ujian tuh skripsinya”
“Udah siap belom materinya?” cerocosnya seperti ibu-ibu sedang mengomel ke anaknya yang nakal
“Iya, iya... uuuh dasar bawel” aku duduk, memeluknya dari samping

Kukecup pipinya

“Iih bau naga. Sono, gosok gigi dulu!”
“Iya, iya nenek bawel” aku melengos ke kamar mandi”

Sekembalinya dari kamar mandi...

“Ayang, udah makan belom? Nih Novi bawain makanan”
“Trims sayang” kukecup pipinya, lalu duduk di sampingnya

Setelah makan, kami bersantai di atas kasur. Iseng perlahan aku buka kancing bajunya, Novipun cuek.
Memang, kami sudah sering buka-bukaan, bahkan terkadang aku menyusu kepadanya, atau bahkan penisku dikulumnya, tetapi sampai dengan saat ini Novi belum pernah mengizinkanku membuka segitiga bawahnya. “Yang ini hanya untuk suamiku” katanya. Aku mengerti, dan menghormati keinginannya.

“Mas”
“Ya Nov?”
“Udah belajar belum?”
“Udah, semalaman belajar terus. Sudah hapal di luar kepala semua”
“Ooo... belajar terus ya.. yang semangat ya”
“Bagaimana Novi sendiri? Kapan jadinya ujian TA nya?”
“Dua minggu lagi mas. Setelah laporan praktikumnya selesai”
“TA nya sudah siap kan? Aku belum sempat ngecek bab terakhirnya”
“Udah mas. Dua hari yang lalu udah Novi kumpulin ke akademik”
“Oooo... maaf ya, aku yang terlalu repot. Lagian akhir-akhir ini Novi agak jarang kesini. Tiap kali ke sini juga gak pernah nyinggung TA nya sih”
“Ya mo gimana lagi mas. Novi juga gak mau ganggu skripsinya mas Pai. Lagian Novi juga musti nyiapin TA nya Novi”
“hehehe maaf” kataku sambil memainkan kedua bukit kembarnya
“Hehehe iya”

Kami terdiam....

“Novi kenapa?” sekilas aku melihat ada ekspresi yang berbeda di wajah Novi
“Gak papa mas”
“Gak usah ngelak. Paidi sudah tau dalamannya Novi”
“Beneran gak papa”
“Suwer ni?”
“Ho oh”
“Boleh kutebak gundah gulana model gimana di hati Novi?”
“Enggak” dengan sok cuek Novi memalingkan muka dariku
“Bener nih” tanganku bergerak ke arah ketiaknya, bersiap menggelitiki
“Kyaaaa, jangaann massss... geliiiii”
“Hmmm.... katakan dulu apa yang membuat dindaku gundah gulana?”
“Gak adaaa..... geli maaaaassss”
“Bener....”
“Iya deh... hentikan dulu tangannya”

Seketika kuhentikan seranganku di ketiaknya.

“Iya deh... oke... hhhahhh hhhahhh. Capeeee” lanjutnya sambil mengatur nafas

Sesaat kemudian, ekspresinya kembali muncul.

“Novi kepikiran itu mas”
“Apa?”
“Tau deh”
“hmm?”
“Setelah ini lho. Novi gak tau musti gimana.”
“Papa sama mama minta Novi balik ke Jakarta”
“Mama udah pengen pensiun dari kerjanya mas. Dia pengen ada putrinya yang menemani hari-hari tuanya”
“Adikku sendiri juga udah keterima kuliah di Udayana, bakal lama banget baliknya”
“Makanya aku diwajibkan balik lagi ke Jakarta ama Papa Mama”
“Tapi mas tau sendiri Novi berat ninggalin kota ini”
“Malang dengan Mas Paidinya itu... suatu kenangan terindah dalam hidup Novi. Novi gak mau pisah dengan Mas” air mata mulai menggenangi sudut matanya
“Novi pengen disini. Selalu bersamamu mas”

Berita ini, ah aku sudah menduganya dari dulu. Selalu ada perpisahan. Tetapi, kenapa rasa itu selalu muncul. Sakit dada ini. Sakiiit....

Dalam galau aku terdiam, mengelus rambutnya, membiarkan air matanya menetes membasahi dadaku. Tangan kananku mendekap erat pundaknya, memberikan kepastian, perlindungan, dan kenyamanan pada tubuh dan jiwa rapuhnya. Semangatnya yang dulu besar kini terasa hilang entah kemana. Dan disitulah memang seharusnya aku berada. Menemukan semangatnya yang dulu, atau membuat semangat yang baru, yang lebih besar dari yang lama.

Pelan aku berkata “Bersabarlah dinda. Ini semua ada yang mengatur. Tuhan tidak mungkin memberikan jalan yang buruk kepada Umatnya, jika dia mau berusaha bersyukur kepada-Nya.”
“Tabahkanlah hatimu, kekasihku. Aku percaya, kalau memang kita berjodoh, Insya Allah kita akan berjumpa lagi, bersama, bersatu selamanya. Aku tidak berani berjanji, tetapi tetap aku berharap dirimu akan mendapatkan kebahagiaan dimanapun kau berada”
“Aku hanya bisa berdoa dan berharap, suatu saat hal itu terjadi. Kau dan aku bersatu selamanya”
“Atau kalaupun tidak, aku berharap dirimu mendapatkan pengganti yang lebih baik dariku”

Novi terdiam dalam tangisnya. Matanya terpejam. Perlahan tangannya melingkar ke leherku. Bibirku dikecup, bukan.... dilumatnya. Aku membalasnya. Jujur, perasaanku juga ikut kacau memikirkannya. Dengan setengah emosi kulumat bibirnya, seolah inilah akhir dari kehidupan kita berdua. Tanganku kini menjelajah bukit kembarnya yang terbungkus bra di hadapanku. Kuremas agak kasar, membuat Novi meringis. Aku terkejut dan segera menghentikan aksiku.

“Maaf” Aku merasa bersalah telah menyakitinya

Novi mengangguk pelan. Bibir kami kembali bertemu, melumat liar. Lidah kami saling membelai, terus mengait, tak ingin terlepas. Seolah ingin waktu berhenti, agar dia tau bagaimana perasaan kami.

Tanganku kembali meremas payudaranya, kali ini lebih lembut. Kusisipkan jariku di dalam branya. Mencari puting kecil kecoklatan miliknya. Novi mendesis. Tak lama kuarahkan tanganku ke belakang tubuhnya, mencari pengait behanya, tubuh Novi melengkung ke atas, memuluskan jalanku. Dalam sekali sentakan terlepaslah pembungkus payudara indah di depanku.

Ciumanku kini turun menelusuri pipi bulat menggemaskan milik kekasihku ini. Sedikit menggelitik belakang telinganya, terus turun menuju leher jenjangnya. Lidahku bermain-main lama di sana, membuat tanda merah, dan kemudian turun, menuju ke celah diantara buah dadanya. Kemudian menyapu celah sempit dari bawah, ke atas. Perlahan, sebelum pindah ke sisi kanan tubuh Novi. Kugigit pelan daging yang membola halus-licin itu, hingga tubuhnya melengkung, Novi kembali mendesis keenakan.

“Shhhhh mhaassss....” Tangannya mendekap erat kepalaku. Sebuah penyerahan yang tak terelakkan. Dengan cepat aku menyedot puting kecoklatan yang berdiri tegak menantang.

“O...oooooohhh masssssss” Novi menggeliat, melepaskan tangannya dari kepalaku. Mencari sprei dan meremasnya seperti hendak mencari kekuatan di situ. Dunia nyata seperti menghilang dari pandangannya yang kini terpejam. Seluruh badannya kaku, melengkung ke atas, menahan kenikmatan tak terperi yang kini melanda tubuhnya. Tak ada lagi pikiran bimbang, atau takut, atau kuatir di kepalanya. Semuanya hilang berganti kenikmatan belaka, menjalar-jalar seperti api keluar dari mulutku yang sedang mengemut-emut puting susunya.

Peluh tampak menghiasi keningnya. Nafasnya yang terengah-engah, menandakan dirinya baru terbangun dari mimpi indahnya, kembali ke bumi dengan membawa sejuta kenikmatan surgawi. Novi tersenyum. Tubuhku dipeluknya. Hangat menyebar ke seluruh ragaku. Damai melingkupi seluruh jiwaku. Kukecup keningnya, kuberikan seluruh rasa sayang yang kumiliki, seolah semua hanya untuknya.

Novi mulai mencium mulutku. Perlahan dari kecupan ringan, yang semakin lama berubah menjadi lumatan liar. Kulepaskan bibirku dengan lembut dari bibirnya. Novi memandangku heran.

“It’s ok honey”
“Kenapa mas?”
“Gak papa, cintaku” kukecup ringan keningnya.
“Tapi mas...” ucapnya terpotong
“Aku bahagia bersamamu. Cukup melihatmu kembali ceria saja aku sudah bahagia. Kaulah isi hatiku sekarang”
“Tak perlu kau buktikan sekarang cinta dan kesetiaanmu kepadaku. Jagalah itu di dalam hatimu. Jagalah untukku. Hanya untukku. Hingga saatnya tiba”

Kukecup kembali keningnya... Lembut.
Novi terdiam...

“Mas... Terima kasih”

Aku terdiam, meresapi perasaanku.

“Terima kasih telah menumbuhkan keyakinanku lagi”
“Novi merasa jauh lebih yakin sekarang, kaulah yang terpilih untukku”
“Mas, Novi uda siap ngadepin segalanya sekarang”
“Novi uda siap memberikan semuanya buat mas”
“Entah itu dengan ato tanpa mas, Novi udah berikrar, hanya mas lah yang mengisi hati Novi”
“Karena itu mas, datenglah ke Jakarta nanti. Jemput Novi”
“Bawa Novi bersamamu”
“Selamanya”

Dalam terpejam, aku tersenyum. Lembut
Kurasakan aura keyakinan yang menyebar, memberi kehangatan kepada tubuh ini.

“Iya, sayang. Mas Yakin, Novilah yang tercipta untukku”
“Mas akan berusaha yang terbaik untuk Novi”
“Mas akan cepat lulus. Setelah itu mas akan segera cari kerja dan menjemputmu”
“Jadilah istriku, sayang”
“Jadilah ibu dari anak kita”

Mataku terpejam. Kurasakan nafas Novi mulai teratur, tanda dia tertidur.
“Aku sayang kamu Nov” ucapku sebelum tertidur.


Mencintaimu
Seumur hidupku
Selamanya setia menanti

Walau di hati saja
Seluruh hidupku
Selamanya kau tetap milikku

Hanya satu yang tak mungkin kembali
Hanya satu yang tak pernah terjadi
Segalanya teramat berarti di hatiku
Selamanya....
 
Terakhir diubah:
Chapter 22 : The Exam Day


Fiuh.... akhirnya datang juga. Puncak dari segala hiruk pikuk perkuliahanku selama ini. Enam tahun pendidikan aku tempuh, dan inilah akhirnya. Ujian Skripsi!

Pagi-pagi Novi membangunkanku untuk beribadah. Sengaja Novi tidur di Kostku semalam. Hanya untuk menungguku, memberikan support, sekaligus menyelesaikan “Tugas Akhir”nya sendiri. Novi sendiri juga ada ujian TA minggu depan. Kalau dipikir-pikir kasihan juga sih si Novi, tapi dia sendiri merasa enjoy kok seperti itu, apalagi dia melakukannya dengan dan untukku, “Inilah tujuan hidup Novi mas. Apapun Novi rela lakuin kalo itu bisa memberikan semangat buat mas” begitu katanya. Lagipula Mbok Gat juga udah memberikan ijin khusus buat Novi agar menemaniku tadi malam.

Yah, tentu saja semalam berakhir tragis. Juniorku masih belum bisa menembus keperawanannya. Bukan apa-apa sih, aku cuman komitmen aja sama diri sendiri. Menjaga keperawanannya sampai dia nikah nanti.

Pada saat sarapan, tiba-tiba telepon Novi berbunyi. “Papa calling” tertulis di layarnya.
“Nov, angkat tuh. Papa nelpon lho”
“Ho oh”

“Ya halo... ada apa pa?”
“He eh?”
“Belom, masih minggu depan”
“Iyah, terserah papa lah”
“Iyah”
“Iyah, nunggu ijazahnya kelar dulu ya pa”
“Hari ini”
“Ho oh”
“Enggak, Ni Novi baru mo berangkat ke sono”
“Beneran pa?” wajahnya mendadak sumringah
“Iya, Novi kabarin deh”
“Iyaaak nunggu ijazahnya keluar dulu lah pa”
“Iya pa”
“Oke pa”
“Makasih ya pa, Novi seneeeng banget”
“Hehehe iya pa. Makasih banget lho pa”
“Iya, dadah papa. Lop yu pa. Assalamualaikum”

Telepon ditutup. Novi berteriak pelan “YESSS!”.

Aku yang terheran dengan tingkahnya, bertanya “Kenapa Nov?”
“Hihihihi, mau tau ato mau tau banget” Diiih.... senyumnya nyebeliiin.
“Uuuuh dasar nih anak beneran nih ada berita apa dari papa?” kataku mulai sebel
“Ini dulu” katanya sambil menunjuk pipinya. Langsung saja kukecup.
“Udah. Mau lagi? yang laen?” tantangku
“Hehehehe dasar mesum” senyumnya genit
“So, ada berita apa dari papa?”
“Oke, Novi kasi tau”

Aku terdiam...

“First, Papa ngasi support ke mas Pai buat nyelesein ujiannya. Usahain yang terbaik ya” senyumnya centil
“Bener? Papamu baik banget Nov. Ketemu aja belom, udah disupport gitu”
“Ya iyalah, Papa Noviii hehehe”
“Hehehe” kami tertawa bersama
“Second, mas Pai buruan lulus, terus ngurus ijazah noh. Jangan lupa minggu depan dateng pas Novi ujian”
“Oooh... kalo yang itu pasti lah. Paidi akan segera berubah menjadi Paidi Sarjana Edan. Akan segera mencari pekerjaan, dan mendapatkannya. Kemudian melamar Prastika Novita Ahli Mu Do, Menikahinya, dan yang terakhir akan membina rumah tangga bersama, sampai tua, sampai mati” kataku yakin
“Hahahaha, soal kerja itu mas. Kayaknya mas Pai gak bakal bisa cari kerjaan deh mas”
“Lha kenapa?” tanyaku heran
“Papa tadi nelpon kalo bagian finance perusahaan lagi kosong satu orang, kemaren ada yang resign. Nah...” Novi tidak meneruskan ucapannya
“Nah lho... apa hubungannya?”
“Ya itu. Rencananya papa mo ngasi tempat itu buat mas. Kecuali sih...” Novi menghentikan lagi ucapannya
“Kecuali?”
“Mas Paidi gak mau sama Novi, biar Novi rekomendasiin diisi ama yang laen hehehe”
“Iiiih dasar nih anaak. Pastilah seorang Paidi Sarjana Edan mau kerja” kulempar bantal di samping ke arahnya
“Aww... dasar nih anak” dilempar kembali bantal itu ke arahku
Aku melompat ke arahnya, menubruknya hingga terjatuh, menindihnya. Kucium bibirnya.
“Terima kasih banyak buat kalian ya Nov” kataku kemudian. Novi tersenyum

Kukulum kembali bibir itu, lembut. Novi membalas. Lidah kami saling membelai, saling menaut. Kuhisap rongga mulutnya, diapun melakukan yang sama, bibir kami lebih menyatu sekarang.

Ketika tangan kiriku menyangga tubuhku, tangan kananku aktif membelai rambutnya, mengusapnya, memberikan kenyamanan dalam percintaan. Kini, tangan itu turun ke lehernya, pundak, punggung, kemudian memeluknya erat. Posisi kami saling sejajar sekarang. Tubuhku menempel erat ke tubuhnya, seolah tak ingin kehilangan lagi.

Kulepaskan bibirku. Kulihat keindahan ciptaanNya yang kini sedang berbaring di sampingku.

“Aku gak tau bagaimana aku membalas kebaikanmu ini Nov...”
“Gak perlu mas. Liat mas seneng aja Novi uda ngerasa kebales semua, bahkan semua yang Novi punya ini gak ada apa-apanya dibandingin ama perhatianmu selama ini”
“Nov, Trims” kukecup kembali bibirnya.

Kini tanganku meraih buah indah yang bergelantungan di dadanya. Kuremas lembut dari luar bajunya. Perlahan... perlahan... kami menikmati setiap remasan yang kulakukan. Mulutnya mendesis, keenakan.

Tak puas dengan remasan, tanganku bergerak ke bawah. Dengan leluasa menyelinap ke dalam kaus yang dikenakannya, merengkuh, meremas gemas payudara Novi. Menekan, memijit langsung dari dalam kausnya. Jari-jariku bermain ringan di atas kedua puting yang telah menegang tegak. Novi mengerang lirih, merintih merasakan sentuhan-sentuhan jariku yang membuat dadanya bagaikan dipenuhi uap panas, bergulung-gulung seakan-akan badai badai yang sedang melanda bumi. Sambil memelukku Novi melekukkan badannya, mengenyakkan dadanya di tanganku, seolah ingin diremas lagi, lebih bergairah lagi.

Mulutku meninggalkan mulut Novi. Menjelajah dagu, dan bermain di telinganya. Lidahku menggelitik daunnya. Sesaat kemudian kutinggalkan telinga, menuju leher jenjangnya, bermain sebentar seperti vampir yang sedang menghisap darah mangsanya, dan melepaskannya. Sambil tersenyum, aku duduk dan melepaskan kaus yang dikenakannya dengan perlahan, penuh perasaan.

Tak pernah jenuh kupandang tubuh indah di depanku ini. Segala keindahan yang selalu kuharapkan akan menjadi milikku seutuhnya. Keindahan yang dibingkai dalam sebuah senyuman yang.... Sempurna. Ya, Sempurna. Mungkin itulah kata yang tepat untuk menggambarkan pantulan cahaya nyata yang diterima oleh retina mataku saat ini.

Aku menunduk, menuju ke payudaranya. Kemudian tenggelam dalam celah sempit diantara bukit ranum itu.

“Aahhh...” Novi merintih ketika mulutku mengulum puting kirinya. Tubuhnya menggelinjang ke kiri.
“Uuhh...” Novi mengerang ketika tangan kiriku meremas dan memainkan puting kanannya. Tubuhnya bergeser ke kanan.

Begitulah terus. Ke kiri, ke kanan. Gerakan-gerakan Novi menimbulkan gesekan nikmat di bawah sana. Tepat di selangkangannya yang memeluk rapat paha kiriku. Perlahan kurasakan ada cairan hangat merembes ke celana yang dia kenakan.

Novi menaikkan pahanya ketika tanganku mulai merambat ke bawah. Dalam sekali sentakan lembut, terlepaslah celana yang dia pakai, sekaligus celana dalam yang telah basah di sana sini. Dengan gemas tanganku meraih dua bongkahan bulat di belakang pahanya, meremasnya, dan terkadang mencubit mesra. Diapun menggelinjang hebat ketika jariku menelusup ke lubang kewanitaannya. Pahanya menegang, serasa setiap kulit di bawahnya berubah menjadi ujung-ujung saraf belaka, tidak dilapisi apapun juga. Sehingga setiap sentuhan, seberapapun ringannya, sanggup mengirimkan sentakan-sentakan kenikmatan ke seluruh tubuh.

Lalu celanaku juga terlepas. Entah siapa yang melakukannya. Mungkin aku, mungkin juga Novi, mungkin juga keduanya. Kejantananku berdiri tegak. Novi meraihnya dengan gemas, tersentak merasakan bagaimana panasnya otot-otot kenyal yang menggairahkan itu. Aku mengerang ketika merasakan tangan halus meremas lembut di bagian paling sensitif, leher penis, tepat di bawah kepalanya. Lalu tangan Novi menuntun kejantananku ke depan lubang kewanitaannya. Novi menggosok-gosokkan kewanitaannya dengan otot panas-kenyal ini. Oooh rasanya nikmat sekali. Seperti menggelitik seluruh saraf kepekaanku, menimbulkan sensasi geli-nikmat di mana-mana.

Tanganku yang kokoh menjadi penopang tubuhku ketika menaiki tubuh Novi. Sementara tangan Novi terus menggosok-gosokkan kejantananku pada liang kewanitaannya. Sesekali aku menyodokkannya, seperti hendak memasukkan ke dalam lubang itu. Aku terpejam merasakan ujung-ujung sarafku seperti dibelai-belai mesra. Betapa hangat, basah dan licin permukaan liang kewanitaan itu. Betapa halus, bagai sutra. Novi mengerang-merintih, terus memainkan otot-kenyal di tangannya, menggosok ke depan ke belakang, memutar-mutar.

Kuturunkan sedikit tubuhku, cuma sedikit saja. Ketika aku melihat Novi tersentak. “Aaaah” Novi sedikit merasakan sakit di bawah. Membuatku cepat sadar, aku telah berbuat yang lebih jauh terhadapnya. Segera kuhentikan gerakanku. Sejenak hatiku diliputi kebimbangan antara meneruskan dan menghentikan perbuatanu. Dengan pandangan sayu Novi mengangguk, memberi persetujuan untuk melakukan yang lebih dari itu.

Aku merasakan kehangatan di dalam sana. Ujung kejantananku terasa dibalut entah oleh apa. Terasa sempit, tapi licin. Mencekal erat dan berdenyut-denyut. Dengan kedua tanganku, aku mempertahankan posisiku yang kini bagai mengambang: antara atas dan bawah, antara kenikmatan dan kekhawatiran. Novi juga merasakan nikmat luar biasa. Tanpa sadar pinggulnya bergerak ke kanan-kiri, menyebabkan sang penyumbat menyeruak dinding-dinding dalam kenikmatannya. Menimbulkan kenikmatan tak terhingga. Aku tetap mempertahankan posisiku sekuat tenaga, khawatir apa yang kami lakukan merusak sesuatu di dalam sana. Entah apapun bentuknya.

“Aaah” Novi mengerang. Orgasmenya datang bagai banjir bandang. Kedua kakinya mengejang. Pahanya merapat, pantatnya diangkat tanpa sengaja. Badannya berguncang-guncang ketika klimaksnya melanda. Kedua tangannya mencengkeram erat tanganku. Tubuhnya meregang. Matanya terpejam erat. Mulutnya setengah terbuka dan mengeluarkan suara terhtahan. “Ngggggh”.

Kunaikkan sedikit pantatku, menjaga posisi agar tidak merusak keperawanannya. Tetapi gerakan itu mempercepat pencapaian klimaksku. Vagina Novi yang berkedut, memijat kuat ujung penisku. Menimbulkan sensasi luar biasa bagi saraf-saraf di kemaluanku. Kakiku menegang, badanku kaku. Sedikit kesadaran membuatku mencabut batangku dari dalam lubangnya. Dan seketika itulah orgasmeku datang. “Ooooooh” Aku mengerang panjang. Tubuhku tersentak-sentak ketika cairan-cairan cinta keluar dari kejantananku. Tubuhku seperti terkoyak-koyak, tulangku serasa lepas, otot-ototku seperti meledak.

Sesaat kemudian kuhempaskan tubuhku di samping Novi. Kukecup keningnya dan berkata “I love you Nov”
“Me too, mas” Jawabnya dengan mata terpejam
“Sono buruan mandi, katanya mau ujian. Udah jam segini masih sempet-sempetnya maen. Tuh, spermanya kemana-mana” Lanjutnya sambil nyengir.


-o0o-​


And... Here it this.... Dengan tegang aku masuk ke ruang sidang. Di luar para penungguku beramai-ramai menyemangatiku, berusaha mengurangi keteganganku. Tampak seluruh punggawa blok belakang, beberapa teman-teman sekampus yang tersisa ataupun masih menunggu waktu wisuda, maupun Novi, Nita, dan Yaya hadir disana. Bahkan sedari pagi Novilah yang paling ribet mempersiapkan segalanya.

Dan kini, aku harus melangkah sendiri menatap masa depanku.

Menghadapi tiga dosen penguji memang butuh kesiapan mental ekstra. Materi yang sudah dipersiapkan dengan baikpun tidak banyak membantu ketika kita ada di dalam ruangan ujian. Dan itulah yang aku rasakan sekarang. Setelah bersusah payah menjawab pertanyaan demi pertanyaan yang menjurus, menjebak, sekaligus berusaha menjatuhkanku, akhirnya setelah 1 jam 24 menit aku dipersilahkan keluar dari ruang ujian. Tampaknya para penguji cukup puas dengan jawaban-jawaban dan argumen yang kuberikan. Beberapa pertanyaan memang tidak dapat aku jawab dengan baik, paling tidak aku merasa begitu. Ah sudahlah, yang terjadi biarlah terjadi. Paling tidak aku masih bisa keluar dengan diiringi senyuman kepercayaan dari mereka. Aku berharap pada pengumuman kelulusan beberapa menit lagi, aku dinyatakan lulus.

Selama penantian pengumuman, setiap menitnya bagaikan sehari waktu menunggu, lamaaaa sekali. Canda tawa teman-teman semua cukup mengurangi penantian yang kualami. Dan akhirnya panggilan itu tiba.

“Ryan, Koko, Dwi, Reni, Paidi diharap masuk ruangan”

Dengan jantung berdetak kencang, aku bergegas masuk ruang pengumuman.

Setibanya di ruangan, salah satu tim dosen penguji membacakan pengumuman.
“Dengan pertimbangan seksama dari masing-masing dosen penguji, bla... bla... bla....”
“Dengan ini maka diumumkan sebagai berikut “
“Ryan dinyatakan bla.. bla... bla... “
“Dan terakhir, Paidi dinyatakan lulus ujian dengan nilai sangat memuaskan”

“Alhamdulillah, akhirnya lulus juga” batinku
Segera aku salami satu persatu tim penguji maupun teman-teman peserta ujian yang lain, sekaligus memberi selamat atas kelulusan mereka.

Tak terasa air mataku menetes ketika kutelpon orang tuaku.
“Assalamualaikum”
“Pak, aku wes mari ujian”
(Pak, aku sudah selesai ujian)
“Inggih pak, lulus”
(Iya pak, lulus)
“Matur nuwun dungone yo”
(Terima kasih doanya ya)
"Inggih pak, maringono tak ngurusi ijazah, sisan golek kerjoan”
(Iya pak, setelah ini mau ngurusi ijazah, sekaligus mencari kerja)
“Hehehe wis pak, tenang ae, gak usah kuwatir”
(tenang aja pak, tidak usah khawatir)
“Iki, ono areke”
(Ini ada anaknya)
“Sip pak, dungakno ae direstui wong tuwone hehe”
(Sip pak, doakan saja direstui orang tuanya hehe)
“Oooh inggih, siap komandan!”
“Wassalamu alaikum”

Novi mendekat kepadaku segera setelah aku menutup telepon ke orang tuaku.

“Uda ngabari bonyok?”
“Sudah” aku tersenyum bahagia
“Trus, apa kata mereka?”
“Mereka senang sekali. Tapi aku disuruh segera ngurus ijazah, terus nyari kerja”
“Pan, uda dapet kerjaannya”
“Iya sih, tapi kan belum pasti juga. Siapa tau dari perusahaannya nolak”
“Gak bakal deh, Novi yang jamin”
“Yah, selama aku belum benar-benar masuk di sana, aku gak berani ngasih kepastian”
“Iya iya, gak perlu ampe putus asa gitu dong. Ya uda, apa kata bonyok lagi?”
“Bapak tadi tanya aku sudah punya pacar ato belum”
“Trus?”
“Tak bilangi, kalo pacar aku gak punya. Tapi kalo calon isteri ada”
“Hehehehe” Muka Novi memerah
“Lalu bapak bilang, kalo aku harus mendapatkan restu dari orang tuamu, baru bisa ngelamarmu”
“So, kapan mas Pai ngelamar Novi”
“Ya tergantung orang tua Novi juga sih”
“Kalo gitu biar Novi yang ngerayu mereka lagi hehehe”

Novi tersenyum manis, semanis takdirku hari ini. Setelah pagi tadi dapat sarapan enak, siang dapat hasil yang memuaskan, sore harinya aku kembali dapat servis yang memuaskan dari Novi. Hadiah kelulusan katanya. Malamnya, giliran teman-teman mendapat servisku eh, traktiranku. Yah... sudah tradisi sih. Jadi, malam itu semua teman-teman blok belakang, plus beberapa teman di blok tengah, blok depan, ditambah dengan pacar-paacar mereka nglurug ke warung dekat kost yang mempunyai tempat lumayan luas. Warungpun langsung penuh. Alhasil biaya yang harus dikeluarkan jauh melebihi jatah saku bulananku. Untung masih ada ATM berjalan. Terima kasih Novi, kau memang kekasihku yang paling tahu yang kubutuhkan hehehe.

Selama seminggu berikutnya, giliranku untuk memberi semangat Novi, sekaligus memantapkan Tugas Akhirnya, tentu dari sisi penyusunan Tugas Akhirnya, bukan materinya. Hingga tiba hari itu Novi selalu menginap di kostku (gak mungkinlah kalau aku menginap di asrama putri). Meskipun menginap terus, kami tidak pernah melakukan hal itu lagi. Konsentrasi terhadap persiapan TA, revisi Skripsi, dan mengurusi ijazah membuat kami tidak sempat melakukan hal-hal tersebut. Yaya beberapa kali terlihat menginap di kamar kost sebelah. Sepertinya juga berkonsultasi sama empunya kamar. Sepertinya ujian TA anak akper lebih heboh daripada di tempatku. Pesertanya jauh lebih banyak, seangkatan sekaligus! Hehehe.

Seminggu kemudian, giliran Novi mengikuti sidang TA. Suporternya ya aku, teman-teman senasibnya, dan pacar-pacar mereka bagi yang sudah punya. Hasilnya bahkan sangat memuaskan. Sidang TA Novi berlangsung lancar. Katanya sih nyaris tidak ada pertanyaan yang tidak terjawab, dan sepertinya jawaban Novi sangat memuaskan tim dosen penguji. Novipun mendapat nilai A dari Tugas Akhirnya.
 
Terakhir diubah:
udah tamat kah .... ooo belum ya
... moga hepy nding tamatnya ...
 
Pai, iku ngecroti can kodew iso meteng lho....
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd