Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Quest

Bimabet
Njirrrr itu musuh nya satria belum ketemu lawan yg pas aja... coba klo lawan master tusbol nya semprot.. gak ada seujung kuku ilmu nya...
 
Para tusbollovers langsung sumringah nih....
 
Gila arthur yg bisa ngilang mpe gk berkutik sama papa buana, berarti buana n ron lebih sakti dri satria donk....paling suka di pencarian core ini musuhnya kuat n krna ini core w juga.....semangat hu....updatenya cepet....top dah
 
Hanya satu kata.. menegangkan... saye suka saye suka.... memang kemampuan seseorang keluar pada saat terjepit... hohoho...
 
Ada yg mau update, gelar tiker ah...
 
loncrotkan suhu ryu tapi jangan dikit ya hu kentang ku sudah banyak nih hu mau dikilokan
 
--------​
Mama mulai masuk kantor lagi hari ini. Selama aku menghilang, ia meninggalkan pekerjaannya dan tenggelam dalam kesedihan.
Jarang sekali aku datang ke kantornya. Aku hanya tahu gedungnya saja tetapi sama sekali tidak pernah tahu bagian dalamnya. Perusahaan mamaku bergerak di bidang energi, seperti pertambangan batu bara, pengeboran minyak dan gas, dan pembangkit listrik.
Setelah turun dari angkot dan menyeberangi jalan, angin kencang yang berhembus kencang menyambutku, khas di antara bangunan-bangunan pencakar langit yang menangkap angin di ketinggian sana dan membawa turun sejumlah volume udara yang banyak.
“Mau bertemu siapa, dik?” tanya seorang security memakai safari dan berkumis tebal yang menghentikanku di depan pintu masuk otomatis itu.
“Mau ketemu mama saya, pak?” jawabku sewajarnya.
“Ini masih jam kerja, dik… Mamamu di departemen apa?” tanya lelaki itu lagi.
“Aa… Gimana bilangnya ya, pak… Mama saya yang punya perusahaan ini, pak… Boleh bertemu, pak?” kataku.
Kaget bukan main lelaki itu. Mungkin karena ia sudah melihatku saat menyeberangi jalan di depan sana dan berjalan kaki saja memasuki gedung tinggi ini, ia tidak menyangka akan menghentikan siapa. Masa pemilik perusahaan sebesar ini, anaknya naik angkot?
“Nama adik siapa?” tanyanya lagi kurang percaya.
“Nama saya Satria Suryawan… Kalau tidak percaya… tolong diperiksa dulu, pak… Ada urusan penting untuk ketemu dengan mama…” kataku tidak ingin menyulitkannya. Memang ini salahku tidak menghubungi mama untuk menemuinya hingga para karyawan perusahaannya tidak siap menyambutku.
Seorang lelaki setengah baya yang baru keluar dari lift melihatku dan buru-buru mendekat.
“Dik Satria? Ada apa kemari?” sapa orang itu. Aku tidak mengenalnya. Tapi dari badge namanya tertulis Budi Santoso. Manager Superintendent.
“Mau ketemu dengan mama…” jawabku singkat.
“Mari saya antar… Sepertinya beliau ada di ruangannya…” katanya. Ia mendelik pada security yang telah menghentikanku itu. Security itu mundur teratur.
Dengan sikap yang berlebihan, pria itu mempersilahkanku menuju lift yang ada di dinding di sebelah kanan gedung ini. Ada beberapa orang yang juga sedang menunggu lift untuk naik ke lantai atas.
“Kenalkan… Nama saya Budi Santoso, dik Satria…” kata pria itu mengacungkan tangannya. Kusambut saja dan kusalami tangannya.
“Saya kenal dengan dik Satria karena foto keluarga yang digantungkan bu Tami di kantornya…” katanya meneruskan.
“Oo…” kataku.
“Ya… Maafkan security itu… Karena dia tidak tau… Nanti akan saya tegur dia secara pribadi…” lanjutnya.
“Ah, tidak usah pak… Tidak apa-apa… Itu kan memang tugasnya security itu… Lagian kan dia mana mungkin pernah masuk ke ruangan direktur dan mengenali foto saya… Tidak perlu ditegur, pak…” kataku.
“Ya… ya… Nah itu… Lift-nya sudah terbuka…” katanya lalu membentangkan tangannya untuk mempersilahkanku masuk. Beberapa orang yang juga menunggu lift ini dihalanginya untuk masuk. Ia lalu berbisik-bisik pada orang itu itu selagi sebelah tangannya menahan pintu lift agar tetap terbuka. Orang-orang itu menunduk mengerti dan tetap ditempatnya, tidak protes.
“Pak Budi… Lift ini kosong… kenapa tidak bapak biarkan mereka masuk… Lift sebelah masih di lantai 32… Ayo… Masuk aja semuanya…” kataku pada karyawan-karyawan itu. Sepertinya mereka baru kembali dari istirahat makan siang.
Aku merapatkan badanku ke dinding belakang lift ini sementara mereka masuk dan memenuhi lift ini. Pak Budi juga berjubelan denganku di dalam lift ini. Tepat di sampingku.
“Tolong lantai 40…” kata pak Budi pada orang yang terdekat dengan pintu untuk menekan nomor lantai yang akan kami tuju.
“Maaf ya, dik Satria… Jadi berdesak-desakan begini…” katanya lagi. Penuh basa-basi.
Aku hanya mengangguk-angguk saja. Padahal aku lagi menikmati pantat seorang karyawati yang berdiri di depanku. Karena posisi yang sempit dan rapat, ia harus merelakan pantantnya menyentuh gembungan penisku. Lumayanlah…
Satu demi satu orang-orang itu keluar di lantai-lantai tujuan mereka sampai hanya tinggal kami berdua yang ada di dalam lift ini.
“Dik Satria sekarang kelas berapa?” tanya pak Budi lagi.
“Sekarang kelas 3, pak…” jawabku.
“Sekolah di mana, dik?” tanyanya lagi.
“Di SMA 105, pak…” jawabku.
“Anak saya juga bersekolah di sana… Tapi masih kelas 1… Namanya Andriani Santoso… Apa dik Satria mengenalnya?” katanya lagi. Dari nadanya, ia sepertinya mau menjodohkanku dengan anaknya, nih…
“Ng… Nggak, pak… Saya gak begitu kenal dengan anak kelas satu… Saya banyak kesibukan di luar sekolah….” jawabku sekenanya.
“Oo… Ya… Itu bagus… Untuk bisa lulus di tahun depan harus rajin belajar…” katanya lagi.
“”Ya…” jawabku pendek. Padahal boro-boro belajar dengan giat. Secara teknis dan fisik aku memang tidak pernah absen, tetapi secara mental aku selalu absen.
Akhirnya lampu di atas pintu lift menunjukkan angka digital 40. Menandakan kami telah sampai di lantai tujuan. Pintu segera terbuka.
Lantai ini merupakan sebuah lorong yang hanya mempunyai dua buah pintu. Di sebelah kiri dan ujung. Bisa dipastikan kalau ruangan kantor mama adalah yang di ujung sedang di kiri adalah ruangan para barisan sekretaris dan asisten-asisten pribadinya.
“Sebaiknya kita melapor dulu pada sekretaris bu Tami… Siapa tau kalau-kalau ibu direktur sedang menerima tamu…” kata pak Budi mengarahkan langkah kami ke pintu sebelah kiri.
Ruangan ini luas dan lebar. Ada beberapa sekat yang membatasi antara bagiannya dengan partisi kantor berwarna putih. Warna kesukaan mama.
Di sebuah meja besar dari kayu mahal yang berat, kami menuju. Melihat kami datang, pasti karena segera mengenali pak Budi, wanita cantik itu tersenyum lebar. Ada seorang sekretaris wanita lainnya yang tak kalah cantik. Sepertinya baru saja selesai berurusan dengannya.
“Ada apa, pak? Bapak baru saja ketemu dengan ibu Tami, kan? Dan sudah mendengar sendiri keputusan beliau dalam hal pengadaan peralatan penunjang operasional ini?” kata wanita itu. Di badge namanya tertulis Fantina G. Sekretaris Direktris Utama.
“Bukan masalah itu, Tina… Saya hanya mengantar dik Satria ini untuk menemui mamanya…” kata pak Budi.
“Mama…?” ia langsung beralih padaku dan segera ia mengingatnya. Kalau memang ada fotoku di dalam ruangan kantor mama, pasti dia akan segera tahu.
“Maaf… Saya juga heran… kenapa pak Budi membawa anak sekolah kemari… Bu Tami sedang tidak ada tamu… Sebentar saya telepon ibu…” katanya sigap dan mengangkat telepon.
“Ya… bu… Benar… Anak laki-laki… Satria… Benar… Baik, bu…” katanya berkomunikasi dengan sang direktris.
“Ayo, dik Satria… Bu Tami sedang menunggu adik di ruangannya…” kata sekretaris bernama Fantina G. itu dengan ramah tetapi tetap profesional. “Del… aku ke tempat bu Tami dulu, ya?” pamitnya pada rekan sesama sekretaris tadi.
“Aku tungguin deh... Belum selesai nih urusannya...” kata temannya itu. Di badge tertulis Della.
Ia keluar dari mejanya dan berjalan keluar. Lenggak lenggok pinggulnya yang aduhai adalah pemandangan menyenangkan sekali. Dengan seragam kerjanyanya yang berwarna krem dan putih, dipadu dengan rok pendek sejengkal di atas lutut. Pas sekali dengan tubuhnya yang semampai. Kaki jenjangnya tidak dibalut stoking yang menutupi kulit halusnya, diakhiri dengan sepatu hak tinggi berwarna hitam mengkilat. Rambut panjang bergelombangnya di-hi-lite berwarna coklat dan orange. Sangat pas dengan wajahnya yang oval. Mungkin wanita ini bekas model kali, ya?
Aku mengikutinya sementara pak Budi tetap di ruangan itu dan berbincang dengan sekretaris wanita bernama Della tadi.
Di depan pintu besar di ujung lorong ini, ia mengetuk dengan buku jarinya. Dua kali saja dan ia langsung membuka pintu tanpa menunggu jawaban karena memang tidak akan terdengar di pintu setebal ini.
Ruangan kantor mama juga sangat luas. Dominan warna putih di mana-mana. Ada rumpun bunga melati kesayangannya begitu memasuki ruangan dan wanginya yang lembut menyebar kemana-mana.
Ada beberapa bagian ruangan kerja mama ini. Di depan lebih merupakan tempat menerima tamu dengan kursi dan sofa santai kalau pembicaraan sedikit santai. Di bagian tengah ruangan tengah ada semacam meja konferensi yang mampu menampung sekitar sepuluh orang. Lalu ruangan tempat mama bekerja di mejanya. Di sebelah kanannya ada sebuah pintu yang tertutup. Kalau kutebak itu adalah ruangan istirahatnya.

Tami
Mama masih membaca beberapa lembar berkas kerjanya ketika ia menyadari kalau kami berdua sudah ada di depannya.
“Bu Tami… Anak ibu sampai sampai… Saya tinggal ya, dik Satria?” katanya langsung pamit.
“E… Fantina… Jangan lupa berkas kontrak yang akan jatuh tempo bulan ini… Kopiannya saja…” ingat mama. Ia sudah berdiri.
“Baik, bu…” kata Fantina sebelum ia melangkah.
“Ada apa, Satria?” kata mama yang mendekatiku yang hanya berdiri di depan mejanya. Seakan tahu apa maksud kedatanganku saat ini. Ia menarik tanganku dan berjalan menuju sebuah sofa putih yang menghadapi jendela besar dengan pemandangan kota siang ini. Ruangan kerja papa juga punya fungsi seperti ini. Pemandangan kota.
Ditariknya tanganku untuk duduk di sampingnya. Dibelainya rambutku penuh kasih sayang ibu yang sangat mencintai anaknya.
“Ma… Kenapa aku tidak diizinkan lagi mengumpulkan ZODIAC CORE?” kataku setelah mengumpulkan keberanian.
“Mama sudah tau Satria akan menanyakan ini… Hanya tinggal menunggu waktu saja…” katanya tetap membelai rambutku. Matanya memandang ke arah pemandangan kota.
“Apa kau lihat gedung di sebelah sana itu?” tanya mama menunjuk bangunan pencakar langit di depan kami. Ada dua buah gedung kembar setinggi ratusan meter menjulang ke langit.
“Itu kantor papa, ma…” jawabku mengenali gedung itu.
“Dan juga gedung ini… Papa dan mama bekerja keras untuk kebahagian kita semua… Agar anak-anak papa dan mama bisa hidup berkecukupan… Untuk apa ini semua kami raih kalau kau tidak ada lagi bersama kami… Itu bisa menghancurkan hati kami berdua… Untuk kalianlah ini semua ada…” kata mama. Dikecupnya rambutku.
“Terima kasih, ma… Ini semua sudah lebih dari cukup… kami tidak pernah kekurangan apapun dalam hidup kami… Satria… Putri dan Dewi selalu bisa makan dan minum… tidur… dan belajar dengan tenang… Tanpa harus khawatir akan kekurangan…” kataku.
“Ada hal lain yang harus kami hadapi sendiri, ma… Masa depan… dunia dan semua permasalahannya… Kami harus terjun sendiri ke dalamnya… Tanpa itu semua… kami tidak akan menjadi pribadi yang utuh… Biarkan kami… menghadapi dunia ini, ma… Ini resiko yang harus kami sebagai langkah awal kami… Tanpa melewati ini… Satria merasa tidak akan lengkap sebagai seorang laki-laki… Satria paham kalau papa tidak akan mengatakan ini karena ia dulunya pasti sudah pernah mengalami ini…. Hanya insting orang tualah yang kini bertindak… Tolong, ma… Izinkan Satria meneruskannya… Ini hidup Satria…” kataku panjang lebar.
Mama mendekap kepalaku di lehernya. Ia sesengukan menangis. Berkali-kali ia menciumi rambutku. Seperti yang sering dilakukannya saat aku masih kecil dulu. Kalau mama melakukan ini, aku sering tertidur kala dibacakan dongeng sebelum tidur.
Untuk beberapa lama aku hanya berdiam diri. Mama terus mendekap kepalaku dan menciumi rambutku.
“Seberapa penting… Carrie bagimu, Satria?” tanya mama memecahkan keheningan.
“Sangat penting, ma…” jawabku hati-hati.
“Mama tidak mengerti banyak tentang perasaan anak laki-laki… Pacar pertama mama adalah papamu… Dan sampai sekarang mama masih belum bisa memahami sepenuhnya perasaannya… Yang mama pahami adalah kalau papamu sangat mencintai mama… Yang lainnya mama tidak perduli… Apa seperti itu perasaanmu?” tanya mama lagi.
“Kurang tau juga, ma… Waktu awal-awal pencarian ZODIAC CORE ini… perasaan itu masih sangat kuat… Karena itu Satria langsung bertekad untuk mengumpulkan ke-12 ZODIAC CORE untuk memanggil GOD MAESTER CORE… Untuk membuat Carrie untuk kembali mengingatku…”
“Tapi sejalan waktu… memang tidak bisa dipungkiri kalau pertemuan Satria dengan banyak orang… terutama wanita… membuat… perasaan itu semakin lemah… Perlahan-lahan… semakin pudar… Memang pernah Satria menemuinya saat liburan kenaikan kelas dulu… Tapi… itu hanya menambah sedikit saja…” kisahku.
“Hh…” keluh mama. “Itu yang paling mama khawatirkan selama ini… Satria terus berjuang… untuk sebuah perasaan yang kosong… Misalnya… Satria sudah berhasil memanggil GOD MAESTER CORE dan permintaan dikabulkan… Carrie kembali mengingat Satia… tetapi rasa itu sudah hambar… Itu akan menjadi satu kesia-siaan yang sangat besar sekali dibandingkan semua usaha berat yang memeras waktu, tenaga dan pikiran ini…” kata mama.
Aku terdiam.
Aku merenung.
Memang saat melakukan TRIGGENCE… hal yang memicunya adalah memori saat bersama-sama Carrie. Masa-masa singkat kebersamaan berdua dengan Carrie.
Bagaimana mungkin kebersamaan yang kurang dari sebulan itu, tiga minggu tepatnya, bisa membuatku berjuang dengan sangat keras sedemikian rupa. Mempertaruhkan nyawa terkadang untuk perjuangan berat ini.
“Tapi disitulah letak keindahannya, bukan?” kata mama. “Usaha yang harus Satria lakukan untuk mencari cinta sejati itu tidak mudah… Takdir dan jodoh seseorang itu tidak ada yang tau… Usaha kita yang penting untuk menemukannya…” kata mama mencoba menghiburku.
Dilepaskannya dekapannya pada kepalaku dan dipandanginya mataku lekat-lekat.
“Teruskanlah… Yakinlah pada dirimu sendiri… Walaupun gagal… jangan pernah menyerah… Ini hidup yang anak mama pilih… Hadapilah apapun itu… Mama akan selalu mendukungmu…” katanya lalu mengecup keningku. Air matanya menitik kembali di kedua sudut matanya.
“Betul, ma?” tanyaku tak percaya.
“Ya… betul… Mama mengizinkanmu meneruskannya…” kata mama menegaskan keputusannya.
“Makasih, ma…” seruku senang sekali. Kurangkul tubuhnya. Kupeluk dia erat.
“Sudah-sudah… Nanti pakaian mama kusut…” katanya mengelak.

“Eh… Tapi ingat… Peraturan mama soal sekolah masih tetap berlaku… Jangan sampai sekolahmu berantakan… Akan ada hukumannya… Ingat!” katanya saat aku akan membuka pintu untuk keluar dari ruangan kantornya. Mama mengantar sampai aku keluar ruangannya.
Di depan pintu ke ruangan sekretaris mama, aku kembali melihat Fantina G. itu. Ia sedang berbicara dengan seorang asistennya. Ia tersenyum saja dan mengangguk. Sekretaris lain tadi juga masih tapi hanya berdiri menunggu sesuatu sementara pak Budi tidak terlihat lagi.
Saat aku sampai di lantai dasar, aku melihat security itu memandangiku. Kuhampiri dia.
“Maaf, tuan… Saya tidak tau…” katanya ketakutan.
“Tidak apa-apa, pak… Bapak hanya melakukan tugas… Itu sudah tugas bapak, kok…” kataku mencoba menenangkannya. Aku terus menghiburnya walaupun ia manggut-manggut mengerti.
Ia menawariku untuk memanggilkan taksi tapi kutolak dan langsung menuju halte bus terdekat.
Halte bus ini tidak begitu ramai. Hanya ada sepasang lelaki dan perempuan berpakaian rapi dan membawa map. Mungkin sedang melamar pekerjaan di salah satu perkantoran di kawasan ini.
“Satria…” sapa seseorang di sampingku.
“Arthur…” kenalku. Ia pasti sudah mengetahui keadaanku lewat pikiranku. Kalau aku sudah diizinkan kembali untuk melakukan misi-misiku dan tentunya sangat berkaitan dengan misinya sendiri. Entah apapun itu.
“Apa kau sudah punya rencana baru untuk menangkap kedua orang itu?” tanyaku. Aku duduk di bangku halte ini. Arthur tetap berdiri di tempatnya.
“Ada… Tapi aku harus yakin dulu kalau kau masih mau mengikuti perburuan ini? Seperti yang sudah kau rasakan sendiri… Ini permainan yang berbahaya…” katanya.
“Kau sudah tau jawabannya…” jawabku.
“OK… Nanti malam kita bertemu di luar rumahmu…” katanya lalu beranjak pergi.
Bus yang kutunggu sudah datang dan aku segera naik.

========
QUEST#09
========​

“Selama kau tak ada… kami menyiapkan tempat ini…” jelas Angel. Perempuan itu menunjukkan ruangan bawah tanah berbentuk kotak dan dilapisi dengan plat timah hitam di seluruh permukaannya.
“Plat timah ini mencegah radar untuk bisa mendeteksi tempat ini…” kata Angel menjelaskan kegunaan plat timah hitam itu. “Karena kami bertiga sekarang adalah buruan OSSR karena telah bekerja sama untuk melawan organisasi… terpaksa ini kami lakukan… Kami sekarang bukan bagian OSSR lagi…” lanjut Angel.
Arthur langsung menuju ke sebuah bagian dari ruangan ini. Tempat ini disekat-sekat dengan partisi menurut fungsinya. Ada sebuah bagian dimana ada beberapa buah komputer sebagai tempat bekerja. Lalu ruang diskusi dengan seperangkat meja dan kursi. Tempat ini juga dipakai sebagai tempat makan dan sebagian kecil untuk memasak. Ada 3 buah bagian sekat lain yang dipakai sebagai tempat pribadi masing-masing agen ini. Kemungkinan sebagai tempat mereka tidur. Lalu ada bagian yang digunakan sebagai kamar mandi dan WC yang juga merupakan sekat. Semuanya serba darurat dalam satu kotak berukuran 6x5 meter.
Ada banyak kardus-kardus berat dengan berbagai peralatan yang tak kumengerti dan Ana sedang membongkar salah satunya. Ia memakai baju tanpa lengan dan celana pendek saja karena di tempat ini cukup gerah dan sumpek. Ia melirikku sebentar.
“Kami sedang mencoba meng-hack jaringan dalam OSSR lewat satelit… Tetapi sepertinya pengamanan sedang dilipat gandakan…. Jadi kami harus bekerja dengan sangat keras dan cepat…” kata Angel lagi.
“Kalian meng-hack OSSR untuk menemukan lokasi Cyrus dan Güthberg?” tebakku.
“Tujuan akhirnya memang itu… Tetapi ada hal lain yang harus kami lakukan terlebih dahulu… Yaitu mencuri beberapa data-data penting yang krusial untuk misi ini… Seperti sumber dana… peralatan dan logistik…” jelas Angel lagi. Tapi aku tidak terlalu paham pembicaraannya.
“Apakah ini fasilitas lama OSSR?” tanyaku tentang tempat ini. Sepertinya fasilitas ini tidak memadai.
“Tidak… kami baru saja membuatnya… Tempat rahasia ini ada 30 meter di bawah tanah… dan satu-satunya jalan keluar masuk adalah dengan teleportasi Agen 0…” jelas Angel.
“Lebih tepatnya… aku yang membuatnya… Dengan STONE PUNCH… Kemampuan kedua terbaruku…” bangga Angel memamerkan kekuatannya dengan kedua tangannya yang berubah menjadi batu keras. “Aku bisa mengatur kekuatan tanganku sesukaku… Jadi tanah sekeras ini hanya masalah kecil…” lanjutnya.
“Wah… Hebat sekali…” pujiku.
“Ya… Jadi kau jangan macam-macam lagi… Kalau kau coba memerangkapku di dalam dinding lagi… aku bisa melepaskan diri dengan mudah sekarang…” katanya mengancamku.
Aku mesem-mesem aja.
Angel permisi karena harus bekerja lagi.
--------​
Sampai tengah malam aku hanya duduk saja melihat ketiga eks agen OSSR itu bekerja di depan komputer dengan tekunnya. Bila mereka bekerja di lapangan akan menghasilkan target yang sempurna karena ditunjang oleh persiapan seperti ini ternyata,
Beberapa kali mereka berkomunikasi satu sama lain untuk mengkordinasikan hasil yang mereka peroleh untuk diteruskan oleh yang lainnya. Beberapa kali juga terdengar keluhan kegagalan.
Pendingin tempat ini hanyalah beberapa kipas angin yang digantung di langit-langit dan beberapa Conditioner Fan yang menghembuskan angin bercampur kabut air.
Juga ada dua buah pipa yang berada di atas ruangan ini. Sepertinya itu adalah pipa ventilasi dan sirkulasi udara. Melihat putaran kipas angin membuatku mengantuk…
--------​
“Hei… Bangun!” seru Angel.
“Eh… Oh… Ya…ya… Maaf… Aku ketiduran…” kataku. Ana dan Arthur tidak ada di tempatnya. Dari jam digital berukuran besar yang digantung di dinding di depanku menunjukkan jam 03,24 pagi.
“Gak pa-pa, kok… Aku hanya gak ada teman ngobrol… Arthur dan Ana sudah tidur… Kami sudah 2 hari belum tidur…” katanya lalu menghirup coklat panas dari cangkir besarnya.
“Trus… Kenapa kau tidak tidur?” tanyaku. Angel duduk tepat di sampingku dan duduk bersandar dalam ke sofa.
“Aku kebanyakan minum coklat ini… Tapi paling sebentar lagi juga tidur…” katanya.
“Kalau kalian semua tidur… lalu aku ngapain ada disini?” tanyaku baru tersadar. Lemot juga aku ini…
“Kau, kan bisa berjaga mengamankan tempat ini… Kalau ada apa-apa yang terjadi… kau boleh melakukan apa saja… Fungsi utamamu saat ini adalah penjaga kami bertiga… Agen-agen OSSR sedang mencari kami…” katanya sambil menyandarkan kepalanya dengan manja ke bahuku.
“Menjaga kalian?” sadarku. Benar juga. Kalau ada apa-apa yang terjadi pada Ana, semua bisa berantakan. Semua yang terjadi saat aku disekap di dalam DARK VOID akan sia-sia.
Saat aku masih panik dalam pikiranku, tidak demikian dengan penisku yang kurang ajar tak bisa kompromi. Angel sudah menghisap-hisapnya kuat di dalam mulutnya. Suara kecapannya dibuat seminimal mungkin. Rupanya saat aku berpikir tadi, Angel merogoh kedalam celanaku dan mempermainkan isinya sampai menegang.
Masih duduk di sofa, aku meremas-remas rambut Angel merasakan rasa enak yang dibuatnya di selangkanganku. Ia jago sekali melakukan ini. Walau aku masih bisa bertahan lama tidak ejakulasi karena di-felatio begini, tapi perempuan ini sabar sekali menunggu sampai isi pelirku ini keluar.
Berganti-ganti fokus permainan lidah dan mulut Angel di penisku. Dari bagian kepala dikulum-kulum dan dijilati menyeluruh. Kadang mengitari lidahnya berputar-putar di lubang kencingku lalu berpindah ke bawah. Terutama saluran urat besar di sepanjang bagian bawah batangku. Dihisap-hisapnya seluruh kulit sensitif itu perlahan dengan gelitik lidahnya. Sampai kebawah, kedua bola pelirku tak lupa masuk ke dalam mulutnya bergantian. Kala ia mempermainkan satu bola di dalam mulut, yang satu lagi diremas-remasnya lembut.
Lalu mulai lagi dari awal terus menerus…
“…gel?…” keluhku.
Tubuhku berkelojotan dengan Angel masih menunduk di selangkanganku. Semburan demi semburan masuk ke dalam mulut Angel dengan kencang. Rasanya memang enak sekali.
Terasa masih berkedut-kedut nikmat saat aku merasakan lidah Angel masih menyapu-nyapu permukaan batangku. Mulutnya yang hangat masih basah tetapi tidak berlendir lagi. Ia menelan semua spermaku.
Sekarang giliranku kalau begitu…
Kuangkat kepalanya agar aku bisa turun dari sofa ini. Ng?
Mulut Angel berdecap-decap tetapi dengan mata terpejam. Bibirnya masih basah tetapi sudah tidur dengan lelap. Dia pasti sangat lelah sekali. Sudah beberapa hari tidak tidur.
Kuangkat tubuhnya untuk kupindahkan ke tempat tidurnya. Aku menuju satu sekat yang bersebelahan dengan sekat kamar milik Ana. Hanya ada sebuah kasur pompa milik militer dan beberapa tumpukan pakaian sebagai alas kepala.
Kuletakkan tubuhnya yang sintal di atas kasur sebaik mungkin. Posisi kepalanya di atas tumpukan pakaian yang bertindak sebagai bantal. Kasur angin ini cukup empuk saat tubuh Ana tergolek di atasnya.
Aku langsung kembali ke sofa tempat aku ketiduran tadi. Layar monitor komputer di depanku masih menyala dan ada beberapa program otomatis yang sedang bekerja tanpa perlu dikendalikan.
“Pagi…” sapa sebuah suara.
Itu Ana. Tumben dia mau mendekatiku pada saat-saat seperti ini. Dia masih memakai pakaian sejenis dengan yang pertama kali dipakainya. Baju tanpa lengan dan celana pendek. Ia merapikan helai rambut yang berantakan ke sela telinganya.
“Pagi, Ana… Sudah bangun?” kataku semanis mungkin.
“Mau coklat hangat?” tawarnya sambil menyeduh secangkir besar minuman pengusir kantuk itu.
“Ya… Boleh…” jawabku pendek.
Ana menyiapkan sebuah cangkir lainnya dan mengaduknya bergantian. Lalu diserahkannya satu cangkir untukku. Ia duduk di sampingku dengan kedua kaki ditekuk. Pelan-pelan dihirupnya coklat hangat itu.
“Apakah sudah ada tanda-tanda kedua orang itu?” tanyaku membuka pembicaraan yang sudah mulai dicairkan oleh kehangatan coklat panas.
“Belum ada… Kami harus mengumpulkan beberapa data tambahan tentang fasilitas OSSR yang lain…” jawabnya tanpa melihatku sama sekali. Ia tetap memandang ke depan.
“Oh…” responku. Sebenarnya aku mengantuk sekali dan rasanya ingin menguap. Tapi ini kesempatan bagus untuk mendekatkan diri dengan Ana. Apalagi ini sudah tanggal 2 Desember dan 3 hari lagi adalah ulang tahunnya.
“Aku sangat berterima kasih padamu karena kau telah bersedia menggantikan tempatku untuk diserahkan pada Cyrus dan Güthberg waktu itu… Kalau itu aku… aku pasti sudah tidak bernyawa lagi…” katanya tetap memandang ke depan dengan suara pelan. Tetapi cukup jelas karena ia berada di sampingku.
“Ya… Saat itu sangat kacau… Itu juga suatu keajaiban kalau aku bisa lolos dari sana…” kataku merendah.
“Apa sebenarnya tujuan sebenarmu melakukan ini semua? Tolong jangan sembunyikan… seperti juga Arthur menyembunyikan semua tujuannya…” tanya Ana kini menatapku dengan pandangan dinginnya.
“Tujuannya, ya?” ulangku lalu meletakkan cangkir coklat hangat yang masih mengepul itu.
“Ini…” tunjukku pada gelang yang terbuat dari jalinan manifestasi L’Blenc dan Nyi Sukma dan sebuah mainan bulat berwarna hijau dari plastik di pergelangan tangan kiriku. Aku menyisihkan lengan jaketku untuk itu.
“Tepatnya pemilik gelang ini…” lanjutku menunjuk mainan gelang itu. “Namanya Carrie… Seperti yang telah kuceritakan dulu… setelah kejadian FLOOD SWARMING itu… ia mengalami amnesia parah… sampai-sampai ia harus memulai semuanya dari nol… berjalan… bicara… berpikir… Seperti anak bayi yang baru lahir… Perkembangannya adalah setahun dalam sebulan… Berarti saat ini… keadaan mentalnya sudah memasuki tahapan anak umur 10 tahun sekarang ini…”
“Dengan usahaku ini… mengumpulkan 12 CORE istimewa… seperti yang ada di dalam dirimu saat ini… aku bisa mengembalikan keadaan Carrie seperti sedia kala… Dengan terkumpulnya 12 CORE itu… GOD MAESTER CORE akan mengabulkan permintaanku ini…” jelasku. Ini sudah pernah kuungkapkan sebelumnya pada Ana dan kali ini aku menekankan pada masalah GOD MAESTER CORE-nya.
“Kenapa harus menyembuhkannya? Kau hanya perlu menunggu sampai 17-18 bulan agar ia kembali ke mental awalnya… Itu tidak sulit, kan?” kata Ana mulai tertarik. Ia pasti sudah lama memikirkan ini.
“Itu dirinya yang baru… Aku mau dia seperti waktu kukenal dulu… Hanya itu…” jelasku.
“Benar juga… Kalau kau harus menunggu sampai 17-18 bulan… lebih baik kau mencari perempuan lain…” pikir Ana lagi.
“Mencari perempuan lain itu tidak susah… Aku sudah sering membuktikannya…” kataku sedikit menyombong. Terang aja, udah berapa banyak wanita yang rela menantikanku walau harus jadi yang nomor sekian.
“Dengan kemampuanmu… tidak heran kau bisa melakukannya…” ulang Ana kembali menatap kedepan dan menghirup coklat hangatnya lagi.
Kembali kami terdiam…
--------​
“Kenapa kau tidak jadi memperkosaku waktu itu? Aku sudah tidak berdaya saat itu?” tanya Ana mengenai kejadian di ruko miliknya beberapa waktu lalu.
“Aa… Sudahlah… Maafkan aku… Lebih baik kau tidak usah mengingat itu…” kataku mengelak.
“Tidak… Aku harus tau alasannya… Apakah karena menurutmu aku aneh?” desak Ana.
“Gak… Gak ada yang aneh padamu… Aku tidak masalah dengan anumu yang panjang seperti itu… Malah sangat seksi kurasa… Cuma…?” hentiku.
“Cuma apa?” desak Ana terus.
“Saat aku melihat matamu… Aku jadi teringat pada saat dulu pertama kali aku diperkosa dua orang wanita bersaudara…” jelasku. Aku mengingatnya. Vita dan Shanti. Dua Maschocist bersaudara itu.
“Sebelumnya kau pernah diperkosa juga?” kaget Ana.
“Ya… Ini bukan kejadian pertama kalinya… Dari kejadian itulah semua ini bermula… CORE yang ada di dalam tubuhku mulai bereaksi dan memulai semua rangkaian kejadian ini… Sebenarnya itulah awalnya…” kataku.
“Kau melihat hal yang sama di mataku?” ulang Ana.
“Persis sama… Kalau kuteruskan… mungkin CORE yang ada di tubuhmu juga akan bereaksi dan memulai tahapan VIOLENCE juga…” kataku.
“VIOLENCE? Kau bisa VIOLENCE?” tanya Ana heran.
“Tentu… Aku memiliki beberapa jenis VIOLENCE saat ini… Ada RAGE… BEAST… LORD… CHARM dan CRAVE… BEAST dan LORD memiliki beberapa tingkatan lagi…” jelasku.
“OSSR hanya pernah mencatat kalau VIOLENCE didapat manusia pada masa lalu saat peperangan antar kerajaan dahulu… Ternyata di masa ini-pun ada?” kata Ana tak percaya.
“Beberapa saudaraku juga bisa melakukan VIOLENCE… Bagi kami VIOLENCE bukanlah hal asing…” imbuhku.
“Yang kau tunjukkan padaku waktu itu… Apakah itu salah satu VIOLENCE?” tanya Ana antusias sekali.
“Hmm… Itu CRAVE… Itu VIOLENCE tipe lembut tetapi sangat kuat karena lawan jenis akan bertekuk lutut dan sesama jenis akan ketakutan tanpa sebab…” jelasku.
“Karena itu aku sangat terangsang saat itu…” ingat Ana.
“Benar… Tapi CRAVE ini masih sulit kukendalikan… Aku lebih seringnya memakai CHARM…” lanjutku. “Awalnya aku memakai CHARM padamu… lalu saat kau mengancamku… tiba-tiba saja aku berubah menjadi CRAVE… Begitu…” kataku.
“Apakah kau selalu memakai CHARM… kalau mendekati perempuan? … Seperti Angel?” tanya Ana lagi.
“Ng? Nggak selalu, kok… CHARM hanya kupakai kalau akan mengambil CORE istimewanya saja… Kalau tidak… ya… tidak pakai apa-apa…” jawabku.
“Alami, ya?” simpul Ana.
“Ya… Benar… Alami saja…” tiba-tiba aku melihat sekat dimana merupakan tempat Ana tidur. Tepat ada di depan sofa ini. Dari sudut tergelapnya aku bisa melihat bayangan kasur angin di mana Ana tidur.
“Kau melihat yang tadi, ya?” tanyaku sedikit malu. Kukira aksi Angel tadi aman karena minimnya suara yang kami hasilkan.
“Ya… sedikit…” kata Ana juga rupanya malu juga ketahuan mengintip pergumulan kecil tadi. Ia menekuk kakinya semakin dalam dan menghirup coklat panasnya dalam-dalam.
“Apa… tidak mungkin, ya… Na?” tanyaku memberanikan diri. Ini pertanyaan yang pantas diberi tamparan atau pukulan atau bahkan tembakan di kepala.
Ana melengos dan berdiri dari sofa dan mulai berjalan ke ruangan sekatnya. Ia berjalan cepat-cepat. Aku hanya bisa menikmati lenggak-lenggok bokongnya yang ketat dan pinggulnya yang sempit.
Pembunuh bayaran perawan ini liat juga rupanya…
“E-e… Mau kemana, Ana? Kita santai-santai dulu…” rupanya Angel telah bangun dan merangkul untuk menghentikan langkah Ana. Sebuah pistol sudah mengacung ke jidatnya. Titik yang bisa membunuhnya dengan pasti.
“Itu sangat tidak perlu… Tidak ada gunanya mengalami pendarahan di tempat seperti ini…” kata Angel tak kurang gesit. Pistol miliknya juga sudah mengarah ke pinggang lawan.
Menyadari tak ada gunanya baku tembak karena hal ini, Ana menurunkan pistolnya. Begitu juga Angel. Jadi selama berbincang denganku tadi, ia selalu membawa senjata api. Hih… serem!
Ana kembali ke sofa bersama Angel. Perempuan sipit itu dahulu yang menghampiriku dan duduk di samping kiriku sedang Ana kembali ke posisi awalnya.
“Kau cuma tidur satu jam aja, Gel?” tanyaku.
“Sudah cukup, kok… Aku terbangun karena mendengar pembicaraan kalian berdua…” katanya merangkulkan tangannya ke bahuku. Dadanya terasa di punggungku. Menekan. Terasa putingnya yang menegang.
“Dua hari di tempat ini terasa membosankan dan sumpek… Tidak ada yang menyenangkan di sini… Untung saja Agen 0 membawa kau kemari… Jadi aku mendapat hiburan…” kata Angel.
“Hiburan? Kau anggap aku badut ulang tahun?” kataku jengah.
“Ini hiburannya…” katanya mencengkram gundukan penisku yang sudah lemas di dalam celana jeans-ku.
“Gel… Gel… Ada Ana, Gel?” tolakku berusaha melepaskan tangannya dari selangkanganku.
“Ana bisa menonton saja… Ya, kan, Ana?” katanya ringan saja. Tangannya malah berusaha menurunkan celanaku. Tidak seperti waktu dia hanya meng-karaoke penisku, kali ini aku harus menolak.
“Ada… Ada Arthur di sana…” kataku menambah alasan.
“Biar saja ada agen 0… Kau pikir dia ada hasrat seksual seperti kita-kita ini… Dua hari kami berpakaian seperti ini bersamanya… kau pikir ada dia melirik kami sedikitpun… Tidak sedikitpun… Kalau lelaki normal dan punya kemampuan seperti itu… kami pasti sudah habis digarapnya…” kata Angel. Celana jeans-ku sudah melorot sedikit. CD-ku sudah kelihatan.
“Hup!” Angel menindihku dan karena bobot tubuhnya yang ditambah dorongan, aku jatuh ke sofa. Angel menciumi mulutku dengan ganas. Ana berpindah dari tempat duduknya dan memilih mengambil sebuah kursi saja.
Angel mengambil kedua tanganku dan mengarahkannya ke kedua dadanya untuk diremas-remas. Terpaksa kuikuti permainannya. Lagi pula bukan pertama kali ini aku bercinta dengannya.
Selagi aku meremas dan memilin dadanya, sebelah tangan Angel sudah menelusup masuk ke dalam celanaku dan menemukan batang penisku yang sudah menggeliat bangun.
Pelan-pelan Angel berusaha melepaskan celanaku yang sudah lebih mudah karena aku tidak mencegahnya malah bekerja sama kali ini. Saat bagian pinggang celanaku sudah sampai lutut, Angel mulai melepaskan celana pendeknya sendiri. Dengan kaki, celana jeans-ku jatuh ke lantai.
Penisku sudah mulai menumbuk-numbuk perut Angel karena gerakan liarnya menciumi mulutku. Ia meraba-raba penisku yang sudah dibuatnya ejakulasi satu jam yang lalu.
Tiba-tiba dia turun dari badanku dan berjongkok menghadapi badanku yang masih berbaring di sofa sempit ini. Tangan kirinya menggenggam penisku dan mengocoknya kuat-kuat sedang tangannya yang satu ke kemaluannya sendiri. Mulutnya tidak berhenti menciumi mulutku. Menghisap-hisap lidahku, mengulum bibirku.
Kemudian turun ke telinga, leher dan dadaku. Putingku dihisap-hisapnya. Memang terasa enak dan geli. Aku sampai merem-melek karenanya.
Ana duduk di kursinya dengan gelisah dan serba salah. Sementara ruangan sekat Arthur tetap lengang.
Lalu Angel kembali turun menjilati perut dan pusarku. Tubuhku terasa basah oleh liur Angel. Dan akhirnya, Angel sampai di batang kejantananku. Yang sudah beberapa kali dinikmati agen nomor dua OSSR ini. Ex.
Kembali dengan garang, Angel mengulum penisku dalam-dalam dengan mulutnya. Ia harus menahan nafas saat kepala penisku menyentuh pangkal tenggorokannya.
Tidak hanya sampai di situ saja, ia lalu menggerakkan badannya dan menyodorkan perutnya padaku bermaksud untuk bergaya posisi 69. Gundukan kemaluan tak berambutnya segera membenam mukaku.
Angel melenguh-lenguh keenakan kala vaginanya kujilat-jilat luar dalam. Bibir kemaluannya yang tipis kugigit gemas dan klitoris gemuknya kuhisap kuat.
Sekali-sekali kulirik Ana dari balik paha Angel yang berkelojotan merasakan orgasme karena permainan mulutku. Perawan itu duduk dengan gelisah di kursinya. Ia bingung harus tetap menonton atau kembali ke ruangan sekatnya. Kedua tangannya berada di depan, diantara kakinya, menekan dudukan kursi. Ia mencuri-curi lihat pergumulan kami dengan takut-takut. Takut ketahuan tetapi ingin melihat.
“OOoooohhh….” jerit Angel lirih untuk beberapa kalinya dan ia mengingsutkan badannya dari mukaku. Mulutku basah oleh liur dan cairan vaginanya. Kusapu dengan lengan saja. Perempuan itu bermaksud memasukkan penisku ke vaginanya sekarang.
Dengan posisi memunggungiku, ia memasukkan batangku dengan mudah ke dalam liangnya yang sudah siap membuka, menerima dengan lancar. Cengkraman bagian dalam vaginanya berkedut-kedut meremas. Angel mulai menggerakkan badannya naik-turun.
Angel mendesah-desah lagi sambil meremasi dadanya sendiri di posisi WOT (Woman On Top) ini. Semakin lama semakin cepat. Pantatnya yang padat menampar-nampar perutku dengan suara kuat. Aku hanya bisa mengelus-elus kulit punggungnya.
Sekali-kali, Angel melepaskan penisku dari dalam liangnya dan mengusap cairan yang membanjiri untuk terus bisa menjalankan teknik empot ayamnya yang luar biasa itu. Dikocoknya batangku sebentar untuk juga membersihkan cairan yang menempel lalu dimasukkannya lagi lalu bergoyang.
Terakhir kalinya ia memutar badannya dan menghadap padaku dan menarik tanganku untuk meremasi dadanya. Aku nurut aja dan mempermainkan dadanya yang sekal. Aku juga menyusupkan tanganku ke belahan vaginanya untuk menemukan klitorisnya yang terasa menekan pangkal penisku.
Lalu ia melepas penisku lagi dan turun. Aku paham maksudnya untuk mengganti posisi. Tapi dia menahan tubuhku agar tetap berbaring saja di sofa. Ng?… OK…
“Gak! Aku gak mau!” tolak Ana yang ternyata menjadi incaran Angel kali ini. Ia menarik Ana yang duduk tidak jauh dari sofa. Walau ditodong pistol di keningnya, Angel tidak perduli. Ia mendorong punggung Ana dengan tubuhnya dan dada perempuan pembunuh bayaran nomor satu yang masih tertutup pakaian itu diremas-remasnya.
Ia memaksa Ana duduk di depan badanku yang telanjang, tepatnya di depan penisku yang menjulang tegang. Ana duduk terdiam melihat batang kemaluanku. Tidak dengan Angel yang mempermainkan mulutku lagi. Tangan kirinya mengocok-kocok penisku.
“Liat dengan dekat!” desis Angel mendorong kepala Ana agar melihat penisku lebih dekat lagi. Tentu saja Ana menahan kepalanya. Tetapi dengan tidak sepenuh hati.
“Liat ini!” kata Angel memasukkan penisku yang masih basah dengan cairan vaginanya sendiri ke mulut.
“Mm… mmm…” desis Angel lagi memperagakan bagaimana ia mempermainkan penisku dengan mulutnya di depan mata Ana. Lidahnya bermain-main dengan lincah di permukaan kulit kemaluanku yang sensitif.
Sebelah tangan Angel juga tak lepas dari sebelah dada Ana yang masih terbungkus pakaian dan bra. Tangannya sudah menyelinap masuk dan meremas-remas sebelah dada Ana. Dari pergerakan di permukaan bahan kaus tanpa lengan itu, Angel sepertinya sedang memilin-milin puting Ana. Ana meringis-ringis menahan geli.
Tangan Angel yang satunya mengarahkan paksa sebelah tangan Ana yang tidak memegang pistol untuk menyentuh penisku. Terjadi tarik menarik antara keduanya.
“Pegang saja…. Coba…” rayu Angel terus.
Ujung jari telunjuk kiri Ana akhirnya menyentuh kulit batangku. Penisku bergidik geli dan bergerak-gerak karenanya.
“Nah… Begitu… Terus… Coba lagi… Tidak ada yang harus kau takutkan… Hanya ini aja, kok?” rayu Angel terus.
Muka Ana sudah merah oleh rasa malu, takut dan nafsu…
Dan saat Angel mendorong kepala Ana lebih dekat lagi untuk melihat penisku lebih dekat, tidak ada perlawanan lagi saat ia sudah berani menggenggam penisku dengan tangan kirinya.
Angel kembali mempermainkan lidahnya di kepala penisku. Ia meludahkan sejumlah air liurnya untuk membasahi batangku lalu menelan seluruhnya dengan hisapan kuat. Matanya menatap Ana dengan pandangan menggoda dan mengundang Ana untuk mengikutinya.
 
Ana sudah mulai menggerakkan tangannya di pangkal penisku. Sejumlah rambut kemaluanku yang terjepit membuat rasa nyeri yang menambah sensasi berbeda. Ia meremas-remas sembari memperhatikan dengan mulut terbuka, Angel menghisapi penisku.
Ia pasti telah meletakkan pistolnya di lantai karena tangan kanannya telah menyentuh dada Angel perlahan setelah mengelus perutku tadi.
Kombinasi jilatan Angel dan kocokan Ana sungguh menyenangkan. Aku menggeliat-geliat keenakan. Terkadang saat Angel menghisap kuat, aku harus mengangkat pantatku tinggi-tinggi karena enaknya.
Terasa dua lidah di kulit batangku sekarang. Berarti Ana sudah menjulurkan lidahnya juga sekarang. Walaupun hanya menyentuh pelan-pelan saja tetapi untuk permulaan sudah lumayan.
Aku bangkit untuk menyaksikan perkembangan maju ini. Angel dan Ana berbagi menghisapi penisku. Keduanya bergantian menghisap bagian kepala penisku. Ana juga sudah semakin piawai mengemot kuat penisku dan memompa mulutnya naik turun.
Sambil menonton kedua eks pembunuh bayaran tertinggi OSSR ini mempermainkan penisku, tanganku tak mau nganggur dan menjamah bagian bokong Angel yang menungging. Bagian dalam vaginanya yang masih basah kukorek-korek. Ujung jariku sudah berkali-kali masuk sampai basah ke liang senggamanya.
Merasakan enak di vaginanya, Angel bermaksud menularkannya juga. Ia meninggalkan penisku dan beralih ke dada Ana yang masih tertutup.
Ana membiarkan Angel menyingkap kaus tanpa lengannya dari bawah dan cup bra sekaligus. Dadanya sekarang dalam kekuasaan Angel. Ana melenguh-lenguh keenakan sambil terus mempermainkan penisku di mulutnya. Ternyata tak hanya itu, tangan Angel rupanya sudah menelusup masuk ke dalam celana pendeknya.
Supaya Angel lebih leluasa bergerak, aku merelakan melepaskan jejalan jari tanganku di vaginanya. Dan dengan begitu, Angel semakin menggila. Sambil terus menghisap penisku dengan rakus, Ana membiarkan Angel melorotkan celananya. Apakah ia sudah melupakan ketakutannya ketahuan kalau ia memiliki klitoris sepanjang itu.
“Wow…!” itu jeritan antusias yang keluar dari mulut Angel melihat kondisi vagina Ana. Rambut pubic yang lebat dan tonjolan menegang klitoris bak penis anak lelaki kecil.
“Ana… Ini keren sekali… Klitoris-mu bisa panjang seperti ini… Ini hebat sekali!” seru Angel lalu membenamkan mukanya pada lebatnya rambut kemaluan vagina Ana. Mulutnya langsung mengulum klitoris panjang itu dengan penuh nafsu.
“Aaah… Aaaah… Aaa…” keluh Ana seksi sekali. “Enak sekali, Angel… Terus! Hisap terus! Aaahh… Aaa…” jerit Ana keenakan tanpa malu lagi. Ana sudah melepas penisku dan tak memperdulikannya lagi.
Aku bangkit dan memposisikan tubuh Ana agar bisa duduk bersandar dengan santai di sofa. Lalu kutarik pakaiannya hingga ia telanjang bulat sama sekali. Ia sama sekali tidak keberatan.
Kuberanikan diri menciuminya dan ia menyambutnya dengan penuh nafsu. Ia mengulum bibirku dengan kaku. Mungkin ini ciuman pertamanya. Tapi ia cukup bagus karena terbawa nafsu dan insting.
Tangan kami tak diam, sebelah tanganku meremas-remas dadanya sedang tanganya menggenggam penisku. Jari-jariku bermain-main di pentil susunya bergantian kiri dan kanan. Sedang Ana mengocok penisku. Kami terus berciuman.
Saat ia melepaskan ciumannya pada mulutku, ia menarik penisku ke arah mukanya dan aku mengerti maksudnya. Aku berdiri di sofa dan kuarahkan penisku ke mulutnya. Sepertinya Ana suka sekali meng-oral penis. Ia berimprovisasi dengan cepat dan menelan penisku seluruhnya dengan hisapan kuat. Suara sedotannya menggema di ruangan bawah tanah ini.
Kami tak perduli kalau ada Arthur di sana. Bahkan aku sangat yakin kalau Arthur sudah pergi dari sini begitu kami memulai seks threesome ini dengan kemampuan khusus teleportasinya itu.
“Satria… Sini…” kata Angel menunjuk ke bagian belakangnya yang menungging setelah menepuk pantatku.
Ana melepaskan penisku dengan enggan dan aku turun dari sofa lalu bergegas ke belakang Angel. Tahu aku di belakangnya, perempuan itu mengoyang-goyangkan pantatnya. Kakinya melebar untuk memamerkan bukaan vaginanya yang menggairahkan.
Kujejalkan penisku yang menegang setelah disedot Ana barusan. Liangnya yang hangat segera menjepit batangku hingga dalam dan mentok.
Kami berdua melenguh keenakan. Kuayunkan penisku pelan-pelan. Angel terus mempermainkan vagina Ana juga. Klitoris panjangnya tak pernah lepas dari jepitan mulutnya. Jari tangannya juga sudah keluar masuk liang perawan becek Ana.
Sangat seksi sekali melihat ekspresi keenakan Ana dari posisi ini. Sementara aku men-doggy Angel dari belakang, vagina Ana dijilati Angel.
Aku membiarkan Angel memainkan vaginanya dengan teknik dahsyat mencengkram itu. Penisku diremas-remas secara ritmis seperti diurut. Aku tetap mengayun pinggangku dengan irama teratur.
“Satria… Lakukan juga padaku… Fuck me!” kata Ana tak terduga.
Mendengar kata-kata Ana barusan, aku jadi begitu terangsang. Kantung pelirku berkedut-kedut enak sekali dan aku melepaskannya dengan pasrah.
“Aaahh…. Aahh… aa…” seruku tertahan. Spermaku muncrat ke dalam vagina Angel tanpa ampun. Kakiku sampai bergetar merasakan kenikmatan itu. Memang ini posisi bercinta favoritku. Aku bisa merasakan kenikmatan paling enak dalam posisi ini.
Untuk beberapa saat aku membiarkan penisku tetap terbenam di dalam liang Angel dan kedutan-kedutan sisa spermaku diperas Angel. Bahkan saat kucabut, Angel mengatupkan liang vaginanya erat-erat untuk menguras spermaku bersih.
“Sini kubersihkan dulu…” kata Angel yang masih menungging di posisinya di depan vagina Ana. Aku sudah mendekati sofa lagi dengan penis yang masih mengacung tegang. Titik sperma masih mengumpul di ujung lubang penisku.
Dengan ujung lidah, Angel menyentil-nyentil ujung penisku lalu mengemotnya keseluruhan sampai semua lendir spermaku bersih sama sekali.
“Sekarang giliranmu, Ana…” kata Angel mengarahkan ujung penisku ke vagina berambut lebat Ana. Angel menggesek-gesekkan kepala penisku di belahan lembab kemaluan Ana. Ana mendesah-desah merasakan penis pertama yang pernah singgah ke vaginanya. Matanya terpejam dan menggigit bibir bawahnya.
Terasa dan hangat kala kepala penisku menelusup dan membenam di antara bibir kemaluan Ana. Kepala penisku sudah basah karena terus digesek-gesekkan Angel ke permukaan vagina Ana.
Sesekali ia menggesekkannya ke klitoris panjang Ana yang mengacung keras. Ana semakin bergidik geli blingsatan tak terkendali. Angel lalu mengulum klitoris itu dan terus mempermainkan penisku di vagina Ana.
Dari liang itu semakin basah dan lembab bukan main. Dijamin akan mempermudah jalan masukku. Aku memulai memasukkan penisku pelan-pelan.
“Ooorrhhh…” desah Ana antara enak dan sakit.
Berulang-ulang aku menekan-nekan penisku sampai seluruh kepala penisku menelusup masuk. Masuk lalu keluar. Semakin lama semakin dalam aku bisa memasukkan penisku. Hingga seperempatnya tenggelam masuk.
Angel terus mempermainkan klitoris Ana di mulutnya untuk memberi sensasi rangsangan tambahan untuk mempermudah seks pertama Ana ini.
Kucabut penisku perlahan dan Angel membersihkan lendir di batangku lalu dimasukkan kembali dan memulai kocokan pelan pendek-pendek saja agar Ana terbiasa dengan ganjalan di vaginanya yang baru merasakan seks ini.
Ana sudah meraung-raung merasakan sakit dan nikmat sekaligus tanpa bisa banyak bergerak karena pinggulnya dipeluk Angel dengan kuat dengan dan kuluman mulut di klitoris panjangnya yang memerah panas.
“Ana… Bagaimana rasanya?” tanyaku.
“Sakit… Tapi terus…” jawab Ana masih memejamkan mata pertanda ia mulai menikmatinya.
Kurapatkan badanku dan menciumi mulutnya kembali. Kami bertatapan dan disambutnya ciumanku dengan intens. Genjotanku bertambah cepat temponya tetapi masih pendek-pendek dan terasa sangat sempit walaupun sangat basah. Apalagi ada kepala Angel di sana yang mengganjal perutku kala aku berusaha memperdalam gempuran penisku.
Mengerti itu, Angel tidak lagi mengulum klitoris Ana tetapi hanya mempermainkannya dengan tangan. Karena konsentrasi Ana terpecah pada beberapa bagian tubuhnya; mulutnya yang kuciumi, dadanya yang kuremas-remas, klitorisnya yang dipilin-pilin Angel dan liang vaginanya yang dijebol, aku berhasil menembus keperawanan Ana. Aku sudah membenamkan penisku sampai mentok!
Kubiarkan beberapa saat penisku dalam liang vagina Ana yang berkedut-kedut meremas. Kami tetap berciuman dengan ringisan kecil dari Ana diantara lilitan lidah kami yang saling taut.
Lalu kutarik penisku setengahnya saja lalu didorong masuk lagi sampai habis. Jari-jari tangan Ana yang kuat mencengkram kuat punggungku. Kukunya membenam menahankan perih. Mulutnya terbuka lebar, menarik nafas sebanyak-banyaknya.
Agar ia bernafas dengan benar aku beralih menciumi lehernya. Aku terus menggenjotkan penisku pelan-pelan sementara aku mencumbui leher dan telinganya.
“Aaahhhh……..hhhh!” dengus Ana tak terduga. Ia memeluk leherku erat-erat dan menjambak rambutku. Seluruh otot tubuhnya yang terlatih mengejang ketat. Terjadi kontraksi kuat di liang vaginanya yang mencengkram pangkal penisku kala terasa semburan cairan hangat membanjiri bagian dalam vaginanya.
Saat itu aku baru saja menjepit cuping bawah telinga kirinya dengan bibirku dan hembusan nafas hangat dari hidungku. Orgasme!
Aku baru ingat kalau aku punya bakat aneh ini untuk membuat wanita-wanita yang kusetubuhi mendapatkan orgasme dari titik-titik tertentu tubuh mereka. Sudah lama aku tidak mengeksplorasi kemampuan ini.
Setelah itu, Ana seperti terlemas lunglai dan mata terpejam. Kucabut penisku dari dalam liang itu. Sejumlah cairan bening mengalir pelan. Angel langsung menyambut penisku dan mengulumnya dalam-dalam. Membersihkan lendir Ana yang tertinggal di batangku.
“Angel… Lepaskan itu… Aku mau lagi…” desis Ana walaupun masih dengan mata terpejam.
Dengan maklum, Angel melepaskan penisku dan membiarkan aku mengarahkan penisku kembali ke kangkangan kaki Ana yang terbuka.
Mudah saja penisku meluncur masuk. Kedua kaki Ana kuangkat di sendinya dan kuayun sedikit lebih cepat. Dada Ana terguncang-guncang dengan indahnya. Mulutnya meracau dan mendesah-desah keenakan. Rambutnya acak-acakan.
Pahanya kurapatkan ke dadanya agar aku bisa menciumi bibirnya lagi. Ia juga sangat suka ciumanku dan menyambutnya dengan senang hati. Selagi kami saling kulum bibir, penisku kupompa semakin cepat. Sudah terdengar kecipak kemaluan Ana yang basah ditepuki oleh perutku. Setubuhan kami semakin panas.
Berkali-kali ia melepaskan mulutku untuk menarik nafas lalu kembali mencium bibirku. Saat kesekian kalinya, aku kembali menjepit cuping telinga kirinya ditambah hembusan nafas hangat dari hidungku.
Kucabut cepat-cepat penisku dari liangnya untuk mengetahui efeknya…
“Aaaagghh… aaahhh….” tubuh Ana gemetar menggelinjang tak tentu arah. Secercah cairan bening mengalir perlahan dari dalam vaginanya dan membekas di sofa. Ana sampai tertelungkup dari posisi awalnya di sofa ini.
Kubuat ia menungging dari posisinya itu. Pantatnya yang padat segera kulebarkan dan belahan vagina serta bokongnya menjulang dengan indah. Segera kusisipkan penisku yang tetap gagah menegang ke belahan vaginanya yang masih basah.
Ana hanya bisa melenguh keenakan menerima lanjutan seks pertamanya ini. Aku paling suka posisi doggy style begini. Terasa mengatup kuat penisku di vagina siapapun.
“Satria…. Ini…” kata Angel manja dan naik ke atas sofa di depanku, diantara aku dan Ana. Ia menunjuk kemaluannya yang menganggur.
Kujejalkan dua jari tanganku ke dalam liang vaginanya dan mengorek-ngorek bagian dalamnya dengan jari menekuk. Mulutku menciumi mulutnya bergantian dengan dadanya. Pinggangku tetap memacu vagina Ana di bagian bawah.
Jari tanganku menari-nari di dalam liang Angel berusaha menemukan G-Spot wanita ini yang berada di bagian atas perutnya. Titik ini akan susah diakses kalau dalam posisi berdiri dan lebih mudah pada posisi menungging karena akan mudah tergesek.
Kedua wanita eks agen OSSR ini kubuat menjerit-jerit keenakan di dalam bunker rahasia yang jauh di dalam tanah ini. Yang satu dengan penisku, yang satu lagi dengan jari dan mulutku.
“Aaaa…. Satriaaaa… Aaaah… Aaa…” jerit Ana dan Angel bersahut-sahutan. Aku masih terus memacu pinggangku dengan cepat. Batang penisku sudah panas dan terasa gelitik-gelitik geli disekujur tubuhku.
“Aku… mauuu…. Nembakkk!” seruku memperingatkan keduanya. Angel langsung turun dari sofa dan memisahkan tubuhku dari Ana yang menungging. Angel lalu mengocok-ngocok cepat penisku dibantu dengan jilatan di bagian kepala penisku. Ana juga berbalik membantu. Penisku menegang keras…
“Aaahh…!” keluhku saat semburan pertama meluncur keluar kencang dan menerpa pipi Angel. Ia lalu menyambut semburan berikutnya ke dalam mulutnya yang membuka lebar. Ana hanya bisa memandangi kejadian itu dengan takjub. Kedutan-kedutan kecil hanya menitikkan sedikit sperma sisa di ujung penisku. Angel membersihkan pipinya dengan jari dan menelan semua spermaku. Sisa-sisa sperma di ujung kemaluanku juga dihisapnya sampai ludes.
“Huh…” kataku puas sekali dan duduk selonjoran di sofa. Ana dan Angel mengikutiku. Keduanya duduk di kanan dan kiriku. Tanganku dikalungkannya ke bahu Angel dan Ana. Angel menggosok-gosok penisku yang mulai mengendurkan tegangnya.
“Bagaimana Ana?... Apakah ini seperti yang kau bayangkan?” tanya Angel pada Ana yang duduk di seberangnya.
“Aku tidak pernah membayangkan ini sebelumnya…” jawab Ana jujur saja. “Aku tidak punya gambaran apapun tentang seks seperti tadi… Tapi aku sepertinya bergerak sendiri… Seperti insting saja…” lanjutnya.
“Ya… Insting tepatnya… Kalau seusiamu ini belum pernah mengalami seks… pasti tubuhmu akan bergerak sendiri untuk mencarinya…” teori Angel. Ia tertawa-tawa kecil karena ia berhasl membuat penisku kembali tegak dengan keras hanya dengan dipermainkan dengan tangannya.
“Apa yang kalian bicarakan? Apa kalian sudah membahas ini sebelumnya?” tanyaku. Sepertinya mereka berdua telah merencanakan ini jauh hari.
“Apa kau tidak suka jadi yang pertama untuk Ana, heh?” sergah Angel menyenggol igaku dengan lengan tangannya.
“Laki-laki manapun pasti suka menjadi yang pertama… Ana… Ulang tahunmu 5 Desember nanti… Apakah kau mau memberikannya untukku?” tanyaku senang sekali.
“Mmm…” dengung Ana terdiam.
“Kau tau… Kami tak mau selamanya jadi pembunuh… Ana sudah bosan… Aku juga sudah bosan… muak bahkan…” kata Angel. “Tapi kami tidak bisa lepas dari OSSR… Walaupun kau sudah melepas detektor dari jantung kami…. Organisasi pasti punya cara lain untuk menemukan kami…” jelas Angel mewakili Ana.
“Apa kau bermaksud melepaskan kemampuan khususmu yang tidak akan meleset dalam menembak itu sebagai jalan keluar dari OSSR?” tanyaku.
“Naif memang… Kalau aku tidak punya kemampuan itu lagi… Aku jadi agen yang tidak berharga… Kalau kau mengambil CORE milikku… aku hanya manusia biasa saja…” kata Ana menatapku kini. Tidak perlu diwakili Angel.
“Apa sesederhana itu?” pastiku lagi. Aku sangat kalut tentang masa depan Ana setelah kuambil ZODIAC CORE-nya.
“Aku tidak terlalu khawatir tentang itu, Satria… Aku menganggap kalau ini adalah jalan hidupku… Kalau organisasi memutuskan aku sebagai orang yang tidak berguna lagi dan membuangku… aku terima…” kata Ana.
“OSSR pasti membunuh kalian… Mereka takut kalau kalian membeberkan rahasia organisasi itu…!” pikirku.
“Itu adalah jalan terakhir… Tapi jangan pikir kalau mereka bisa melakukannya dengan mudah saja… Aku akan menghabisi sebanyak mungkin agen yang datang padaku…” janji Angel.
“Jangan merasa bersalah, Satria… Semua ini diawali karena ulah kami sendiri… Aku dikirim untuk menghabisi ayahmu… karena aku adalah Agen no. 1 OSSR… OSSR sudah tau persis level kekuatan ayahmu… Tapi mereka tetap mengirim agen dan semua ini terjadi… Ini sudah direncanakan OSSR tetapi rencana mereka kacau karena ada agenda-agenda tersendiri oleh Agen 0 dan kejadian di DARK VOID itu… Kami hanyalah pion dan kalianlah pemainnya…” jelas Ana.
“Jadi target utamanya memang aku dari awal…?” sadarku.
“Benar… OSSR sangat berminat pada kekuatanmu saat FLOOD SWARMING itu… Disiapkan sebuah skenario besar dengan perkiraan kerugian dan kehilangan yang sudah diperhitungkan…” lanjut Angel.
“Tujuan akhir dari semua ini… apa? Apa yang akan dilakukan kalau OSSR sudah mendapatkan kekuatanku…?” tanyaku.
“Apa kau sadar… apa yang bisa dilakukan dengan kekuatanmu itu?” tanya Ana.
“Apa yang bisa dilakukan…?” ulangku.
“Bahkan dunia ini bisa dikuasai dengan kekuatanmu…” jawab Angel.
“Bagaimana bisa…?” cekatku lalu tersadar. Dengan FLOOD SWARMING saat itu, aku bisa memanggil CORE tiap mahluk hidup. Tanpa CORE, mahluk apapun akan menemui ajalnya. Saat pertempuran, CORE lawan bisa dikeluarkan dan pemiliknya akan tak berdaya, bahkan mati!
“Kau sudah sadar sekarang dengan potensimu…” kata Angel menjawil daguku.
Aku tersadar, kalau pemikiran praktisku saat itu bisa berbuah petaka saat ini. Untuk menyelamatkan bumi saat semua penghuni neraka memasuki duniaku ini, dengan mengerahkan semua CORE mahluk penghuni bumi sebagai lawan. Petinggi OSSR menangkap keuntungan itu sebagai sebuah senjata pembunuh massal yang tak mempunyai tanding.
Itu semua ada di diriku!
--------​
Ng?
Yah... Orang sudah sekalut ini, masih juga dipermainkan. Ana dan Angel mempermainkan penisku yang sudah menegang lagi. Batangku yang menjulang merah dijilat dan diemut bergantian dan berebutan.
Keduanya lalu kuhajar bergantian sekaligus sampai pagi.

========
QUEST#09
========​

“Sebuah data yang tidak bisa dibuka dengan cara apapun… Nama file-nya adalah DEEP REALM…” jelas Arthur pada layar komputer.
“Aku percaya kalau inilah tujuan Cyrus sebenarnya… Ia sudah mengerjakan proyek ini sejak lama… Berhubungan erat dengan insiden Ferry Gorin dan proyek SUCI… Cyrus berusaha menemukan dari mana mahluk asing yang energinya telah dikuras untuk proyek SUCI itu… Dunia asal mahluk itu…” lanjut Arthur.
“Kalau ia berhasil… ia akan mengambil kekuatan sebanyak-banyaknya dari penghuni dunia itu… untuk pasukan injeksi yang telah disempurnakannya… Ia bisa menguasai dunia ini dengan mudah…” tandas Arthur.
“Apakah dunia asal mahluk itu benar-benar sudah dikonfirmasi keberadaannya? Dunia asing dari gerbang SACRED WELL?” tanya Ana.
“Cyrus percaya sekali kalau dunia itu ada… Ia berhasil meyakinkan Dewan Komisaris OSSR untuk menyempurnakan agen injeksi dengan kucuran dana ratusan juta dollar untuk menyambut dunia di balik SACRED WELL itu… dan dimulainya proyek DEEP REALM…” kata Arthur menjawab pertanyaan Ana tadi. “Soal kebenaran teori itu… belum bisa dijamin benar 100% persen… Tapi Dewan Komisaris OSSR sudah menyetujuinya…”
“Dunia semacam itu memang ada…” kataku menambahkan. Ketiga bekas agen OSSR ini memandangiku dengan pandangan penuh selidik.
“Aku sudah pernah pergi ke salah satu dunia itu… Dunia fantasi bernama MYTHRAL… Mahluk yang tinggal di sana adalah peri, naga, serangga berukuran besar, dan lain-lain… Saat FLOOD SWARMING… CORE milik mereka juga ikut terpanggil… Dunia itu dunia yang bergerak pararel dengan dunia kita… Aku memasukinya dengan melewati sebuah pohon besar yang statusnya bisa disejajarkan dengan SACRED WELL…” jelasku.
Ketiganya menggumam tidak jelas. Arthur, Ana dan Angel. Mereka kini yakin kalau dunia di balik SACRED WELL itu ada. Arthur memandangiku lekat-lekat seolah ingin mengorek semua pengetahuanku lebih banyak. Aku tahu kalau ia bisa melakukan sejenis SHADOW MIND untuk memasuki pikiranku tapi aku bisa menghalanginya.
--------​
Hari ini sudah tanggal 03 Desember. Tinggal dua hari lagi menuju hari lahir Ana Natasha Killearn yang ke-26 di 05 Desember.
Ketiga orang itu masih terus bekerja untuk menemukan Cyrus dan Güthberg. Mengambil data-data penting dan lainnya.
Saat kami bergumul kemarin, kami yakin sekali kalau Arthur pergi keluar dari tempat rahasia ini karena bising yang kami timbulkan. Ternyata tidak, setelah kami betul-betul selesai, ia keluar dari sekat kamarnya dan kembali bekerja tanpa ekspresi apa-apa. Seperti tidak terjadi apa-apa. Apa ia tidur seperti orang mati, ya? Atau mungkin juga ia teleportasi dengan cara tidur… Siapa tau.
Mereka menemukan beberapa data baru tentang fasilitas tersembunyi organisasi OSSR tetapi tidak ada tanda-tanda keberadaan Cyrus dan Güthberg sama sekali. Kedua orang itu bagai hilang ditelan bumi. Kemungkinan besar kalau mereka bersembunyi di dalam DARK VOID ciptaan Güthberg yang dengan sempurna menghilangkan jejak mereka.
Angel dan Ana menjelaskan padaku cara kerja mereka untuk mencuri data-data dari jaringan OSSR secara umum saja. Katanya mereka membuat seolah-olah kalau agen OSSR yang berwenang sedang mengakses data dari tempat lain yang sangat jauh jaraknya dari tempat kami berada sekarang sehingga keberadaan kami tidak bisa terdeteksi. Dengan kata lain kami dalam kondisi aman. Hubungan dengan luar dilakukan seminimal mungkin seperti telepon ataupun e-mail. Hingga kami betul-betul tak terlacak.
Saat waktu senggang Ana dan Angel bergantian mengajariku ilmu bela diri yang mereka kuasai. Ana menguasai Tae Kwon-do dan Krav-maga. Sedang Angel mengusai Karate dan Juijitsu Brazil. Berkeringatnya sama banget dengan ngentot. Tapi gak ada enak-enaknya. Paling kala aku dikepit Angel dengan kuncian Juijitsu-nya.
Lumayan dapat ilmu baru dan pengalaman bertarung.
--------​
“Apa yang akan kau lakukan kalau semua ini berakhir?...” tanyaku saat malam 04 Desember itu pada Angel dan Ana setelah bergumul dengan mereka lagi.
“Aku mau jadi orang biasa saja… Punya kehidupan normal… bekerja di kantor biasa… Bersenang-senang di akhir pekan… Bisa liburan ke tempat yang menyenangkan…” khayal Angel.
“Kehidupan itu seperti mimpi bagi kami… karena saat kami melakukan semua itu… itu adalah bagian tugas… Peran yang harus dilakoni setiap agen OSSR…” kata Ana.
“Setiap hari kalian harus berpura-pura kalau begitu…? Bekerja di perusahaan milik OSSR dan berbaur dengan karyawan-karyawan biasa lainnya…” kataku.
“Ya… Sebagai agen OSSR yang menyamar… aku mendapat tugas marketing sebuah korporasi advertising… Tetapi walau tak pernah mendapat target penjualan… aku tetap dipertahankan… Karyawan-karyawan normal lainnya sangat iri padaku… Kasihan mereka…” ingat Angel akan tugasnya sehari-hari.
“Kalau aku harus bersembunyi terus karena catatanku menyatakan kalau aku sudah mati bertahun-tahun lalu… Akan jadi aneh kalau aku tiba-tiba muncul tanpa samaran…” kata Ana.
“Katakanlah semua selesai… dan kalian menyamar dengan sangat baik… apa ada kemungkinan kalau OSSR bisa menemukan kalian kembali?” tanyaku.
“Kalau hanya merubah penampilan dengan operasi plastik total sekalipun… masih akan bisa ketahuan… Setiap orang mempunyai jejak DNA yang tidak bisa dirubah… Itu tidak sulit bagi OSSR…” jelas Ana.
“Wah… Sebegitu berat, ya?” kataku. “OSSR tidak mau melepas agennya kecuali dipastikan sudah benar-benar mati…”
“Apa maksudmu?” tanya Angel.
“Contohnya si Ramona itu… Sepertinya OSSR masih belum benar-benar melepaskannya karena masih belum cukup bukti kalau ia benar-benar meledak saat insiden itu… “ jelasku.
Angel dan Ana manggut-manggut.
--------​
Waktu menunjukkan waktu pukul 10 malam saat dunia serasa berguncang keras. Barang-barang di bunker rahasia ini berjatuhan atau berbenturan. Alat-alat elektronik meledak dengan kilatan-kilatan bunga api di mana-mana.
Saat itu sangat kacau!
Bunker serasa melayang…
Arthur, Angel dan Ana bersiaga penuh!
Arthur sebagai agen 0 sangat khawatir. Ia terdiam di tempatnya menanti apa yang sedang terjadi. Menunggu kejadian berikutnya. Merasakan ruangan di bawah tanah ini terasa terangkat dari tempatnya ke permukaan.
Sepertinya ia tidak bisa menggunakan kekuatan teleportasinya saat ini…
Benar. Aku juga tidak bisa memakai kekuatanku. Ini DARK VOID milik Güthberg.
Kami ketahuan!
Saat berikutnya adalah terbelahnya ruangan berukuran 6x5 meter ini menjadi dua. Terpotong dengan bersih seperti pisau hangat membelah mentega.
Refleks kami menyelamatkan diri ke sisi yang terbelah. Aku bersama Angel di sebelah kiri dan Ana bersama Arthur di kanan. Hening yang tertinggal saat ini karena kami tahu pasti ini adalah saat-saat yang berbahaya.
“Hati-hati semuanya! Kita di dalam DARK VOID!” seru Arthur memperingatkan kami semua.
Aku yang berada dalam bahaya paling besar karena minimnya pengalaman pertarungan tanpa kekuatan CORE. Latihanku bela diri bareng kedua agen perempuan itu masih jauh dari memadai. Sedang ketiga agen ini sudah kenyang asam-garam pertarungan sehingga tanpa kekuatan khusus-pun mereka bisa melindungi diri dengan keterampilan bela diri.
Gelap langit malam ini tidak kelihatan di dalam DARK VOID. Aku ingat sekali kondisi ini karena aku sudah 3 hari di dalamnya saat itu.
“DARK VOID ini sangat mengerikan, Satria… Kakiku sampai gemetar…” bisik Angel padaku. Ia merapat padaku. Begitu juga Ana yang mendekati Arthur. Kami masih berdiri di permukaan batuan bunker yang telah terbelah dua.
Lalu terasa kalau lingkungan kami yang berupa bunker terbelah dan peralatan elektronik yang rusak beserta alat-alat lainnya bergerak terbenam ke dalam kegelapan DARK VOID.
Buru-buru kami mengambil apa saja yang bisa diraih untuk dijadikan senjata sebelum hilang sama sekali. Aku mendapat sebuah kayu bekas kaki meja. Angel mendapat sebuah potongan besi yang merupakan bekas lemari kabinet. Ana memegang sebuah gagang sapu sedang Arthur tak mengambil apapun.
Semuanya lalu hilang tenggelam dalam kegelapan…
Aku tidak perlu memberi tahu ketiga bekas agen OSSR ini tentang kekuatan fisik Güthberg. Mereka pasti tahu betul kualifikasi direktur operasional lapangan OSSR ini. Ditilik dari ukuran badannya yang besar bisa diketahui kekuatan tubuhnya. Ditambah lagi dengan kemampuan khususnya yang banyak. Saat ini ia memiliki 19 jenis kemampuan khusus dari 24 yang bisa dimilikinya. Entah kemampuan apa saja yang dimilikinya.
Ditambah lagi dengan Cyrus yang tidak memiliki batas. Arthur saja tidak tahu sudah berapa kemampuan khusus yang dimiliki Presiden Direktur OSSR itu.
“Kalian mau jalan yang mudah atau yang susah?” seru suara seseorang. Ia muncul tepat di antara belahan bunker yang sudah lenyap. Dari balik kegelapan. Dia, Cyrus dan menyusul di belakangnya Güthberg.
“Cyrus… Ada anak muda itu di sini… Kebetulan sekali…” kata Güthberg saat ia melihatku bersama Angel.
“Ya… Tikus-tikus pengganggu berkumpul di satu lubang… Menunggu untuk dimangsa!” seru Cyrus girang. Ia melihat berkeliling dengan pandangan rakus. Apalagi saat melihatku. Apa dia sudah menemukan cara untuk melakukan SOUL ABSORB yang tepat untukku. Itu kabar buruk. Sangat buruk...
“Arthur… Salah satu dari DARK TRINITY… Entah apa maumu melakukan ini semua… Tapi nasibmu sudah diputuskan… Mati!” tunjuk Cyrus dengan angkuh pada Arthur.
“Tidak apa-apa kalau aku mati… Tapi kalian ikut denganku!” jawab Arthur dan mencabut pistolnya.
DORRR….
Güthberg mengaduh dan terjungkal. Dahinya berlubang. Pria Bavaria berambut pirang cepak itu menggelepar untuk beberapa saat dan diam tak bergerak lagi.
DARK VOID perlahan memudar dan kegelapan pekat itu hilang di udara. Itu tandanya Güthberg sudah mati!
Dari tubuh Güthberg mengalir secercah cahaya berbagai warna mengalir ke arah Arthur. Begitu cahaya itu menerpa Arthur, pria itu menggigil dan terjatuh seperti menahankan sakit yang amat sangat. Semuanya terjadi begitu cepat. Bahkan Cyrus terpana tidak mengira akan berakhir seperti ini.
Arthur menggunakan SOUL ABSORB-nya untuk membunuh Güthberg. Seluruh kemampuan khusus Güthberg berpindah ke Arthur secara otomatis. DARK VOID-nya terbuka dan kami semua bisa memakai kekuatan kami sekarang.
Arthur mengorbankan dirinya… Ia hanya sanggup menerima satu kemampuan khusus baru dengan SOUL ABSORB miliknya. Tetapi 19 kemampuan khusus milik Güthberg diambilnya dan entah apa yang sekarang terjadi di dalam tubuhnya.
--------​
“Ana! Urus Arthur!” seruku lalu menghambur ke arah Cyrus yang sepertinya mulai pulih keterkejutannya. Aku harus segera melumpuhkan orang itu secepatnya. Tetapi kemarahanku saat aku telah dilukai pria itu entah kemana, bercampur dengan kebingunganku saat ini melihat keadaan Arthur.
Perputaran brutal roda TRANSPORTER menggasak Cyrus yang menangkis seranganku dengan hanya sebelah tangannya. Aku cukup kaget karena serangan ini biasanya cukup ampuh untuk menghabisi lawan. Tetapi aku lalu cepat sadar karena lawanku juga bukan orang biasa. Seorang Presiden Direktur organisasi sekelas OSSR!
Tiba-tiba dari bagian belakang Cyrus muncul kepakan sayap besar yang mengatup ke depan. Dari cakupannya, sepertinya akan menerpaku. Kuperkuat tubuhku dengan HARD SKIN SHELL TAURUS.
Hembusan angin kencang bertiup keras. Ada serpihan mirip es yang berhamburan di mana-mana. Meluncur dengan cepat!
Seperti tembakan senapan mesin, serangan proyektil itu menerpa apa saja yang ada di sekitar kami. Cyrus memborbardir kami dengan tembakan sayap es yang muncul dari punggungnya.
Ini pertarungan serius dan lawan sudah tidak main-main lagi. Salah satu dari kami harus mati kali ini!

LORD!​

Aku segera memakai JYNX DROP dan membentuk GOLDEN LORD. Potongan kayu yang tadi kubuang kini kupungut kembali dan menjadikannya senjata pukul yang berubah emas.
Semua serangan tembakan itu kutangkis dengan cepat menggunakan kayu emas itu. Aku berdiri membelakangi Angel dan Ana yang sedang berusaha menolong Arthur.
“Bagus… Kau sudah memakai kekuatanmu…” kata Cyrus menghentikan serangan dari sayap es-nya itu. Sepasang sayap itu lalu masuk kembali ke dalam punggungnya.
“Kali ini aku tidak akan melepasmu!” seru Cyrus lalu membenturkan kedua tinju tangannya di depan dada. Ada percikan api, listrik dan uap terjadi.
“TRIPLE FIST!” gumam Cyrus. Terjadi pergolakan di tinju tangannya. Sepertinya ini kekuatan tiga jenis elemen yang dijadikan satu. Elemen api, listrik dan air. Bagaimana mungkin ketiganya bisa dipadukan?
Terkadang tinju tangannya berpendar panas lalu memijarkan petir kemudian menguap.
Bzzztt…
Sedetik kemudian tubuhnya mengabur dan sudah ada di depanku.
BOONNGGG!
Begitu nyaring suaranya saat tinju tangannya menyentuh perutku yang dikeraskan oleh bahan emas ini. Lalu suara-suara nyaring lainnya menyusul begitu ia menghajarku lagi tanpa ampun.
Aku tersungkur. Pukulannya sungguh kuat. Bahan emas di sekujur tubuhku retak-retak pada tempat bekas pukulan Cyrus barusan. Tapi rasa sakitnya tidak begitu kuat karena sudah teredam sebagian besar oleh bahan emas pelindungku ini. Dengan mudah retakan itu diperbaiki secara otomatis oleh JYNX DROP dan pelindungku kembali seperti semula.
“Hmm… Kau bisa menahannya rupanya…” kata Cyrus dengan senyum lebar. Dibenturkannya kembali tinju tangannya di depan dada lalu bergerak cepat lagi untuk menyerangku.
“LORD OF SHADOW…” aku merubah bentukku dari GOLDEN LORD dengan memakai JYNX DROP ke pemakaian CORE pribadiku sendiri, XOXAM.
Tidak sekedar bertahan, LORD OF SHADOW membalas pukulan dengan pukulan juga, hingga kedua pukulan kami beradu.
Tinjuku dan tinju Cyrus mengepulkan asap tipis setelah tubuh kami berdua terdorong beberapa langkah ke belakang.
LORD OF SHADOW sejatinya memanfaatkan kelebihan lawan dan menyamakan kekuatan ditambah kekuatanku sendiri sehingga dapat melebihi lawan. Praktis seranganku akan mirip dengan serangan lawan. Seperti bayangan yang bisa lebih panjang atau lebih besar dari benda asalnya. Juga lebih pendek dan kecil dari aslinya sekaligus, tergantung dari sudut sinar yang membentuk bayangan tersebut.
“Bagus…” kata Cyrus menegakkan badannya. “… untuk seorang anak muda… kau memang pantas untuk didapatkan… jadi usahaku selama ini tidak sia-sia…”
“NARACOOR…” katanya mendesis lalu berangsur-angsur tubuhnya berubah menjadi sejenis monster dengan tiga kepala dan tiga ekor. Di ujung tiap ekor ada sebuah kepala monster lagi hingga total ada enam kepala mahluk ini.
Saat monster bernama NARACOOR ini mengaum, suaranya sangat memekakkan telinga sekaligus merindingkan bulu roma. Karena merupakan auman enam ekor monster yang terintegrasi dalam satu mahluk independen jelmaan Cyrus.
Monster itu lalu memperagakan kekuatannya dengan masing-masing menyemburkan kekuatan dari masing-masing moncong kepala monster.
Pada bagian tengah kepala yang berbentuk srigala menyemburkan badai es. Sedang yang kanan yang berbentuk kambing gunung bertanduk panjang melengkung menembakkan listrik sambar menyambar. Lalu yang kiri yang berbentuk gorila bertanduk tunggal di kening menyemburkan tembakan lumpur bercampur bebatuan.
Tiga monster bagian ekor adalah seekor naga yang menyemburkan api di tengah. Di kanan, kepala elang yang menyemburkan angin badai kencang. Lalu yang di ekor kiri berkepala tengkorak mengerikan yang menyemburkan cairan hitam kental beracun.
Semuanya menyatu pada badan kokoh seekor singa besar setinggi satu setengah meter yang pasti bisa berlari dengan kencang.

“Ini bukan lawan sembarangan… Ia punya semua elemen berbahaya…” pikirku.
“Tenang, Satria… Kita hadapi bersama-sama…” kata Angel yang menghampiriku. Kedua tangannya sudah berubah menjadi batu. Sepertinya ini STONE PUNCH yang baru dipelajarinya itu. “Ana akan tetap menjaga Arthur… Sepertinya ia akan pingsan cukup lama…”
“Hati-hati…” kataku begitu monster berkepala naga menyemburkan api panjangnya ke arah kami. Kami berdua berpisah.
Lapangan luas berumput ini menjadi lautan api karena semburan api salah satu monster NARACOOR. Kami berusaha bergerak secepat mungkin.
Saat kami berusaha mendekatinya, monster kepala kambing menembakkan listriknya hingga aku harus melentingkan badan untuk menjauh. Sementara Angel menahannya dengan memunculkan sebuah dinding batu dari dalam tanah. Listrik dan api itu memantul di batu padas keras itu.
Angel berhasil merapat pada NARACOOR!
Monster kepala gorila bertanduk menyemburkan lumpurnya dengan cepat. Tapi Angel tak hilang akal dengan membentuk tangan kanannya menjadi lebar bak tameng batu. Lumpur-lumpur berbatu itu menyiprat ke mana-mana.
Tangan kirinya segera menyapu dengan cepat pada leher gorila itu.
KRAK!
Kepala gorila itu hancur berkeping-keping setelah mengeras seperti batu mendapat pukulan cepat STONE PUNCH Angel.
Monster kepala srigala menyemburkan badai es-nya ke arah Angel sehingga perempuan tangguh itu terpaksa mundur menjauh.
Kususul dengan pukulan kuat ke arah kambing gunung yang ikut-ikutan menyerang Angel yang menjauh. Kepala kambing itu terkulai lunglai setelah lehernya berderak dan satu tanduk melengkungnya patah. Aku mundur karena serangan ganda api dan angin badai dari monster kepala naga dan elang.
“Kita sudah melumpuhkan dua kepalanya… Tinggal empat lagi, Satria…” seru Angel yang berada cukup jauh dariku.
Aku hanya mengangguk. Bersiap kembali.
Keempat kepala monster yang tersisa mengaum…
Kepala gorila bertanduk itu mencuat kembali dari posisinya dan kepala kambing gunung yang terkulai kembali tegak, tanduknya yang patah kembali tumbuh.
“Hah…” kaget Angel melihat itu. Semua susah-payah kami untuk menghancurkan dua kepala monster itu sia-sia.
“Kita hancurkan semua kepalanya sekaligus…” kataku memberi semangat kembali pada Angel.
“OK!” sahut Angel mengerti. Ia lalu melompat kecil dan menghantamkan kepalan tangannya ke tanah.
BBRRRUUUMMMM!
Bumi bergetar! Lalu batuan runcing bermunculan ke atas permukaan tanah menuju NARACOOR. Sebelum ujung jalur bebatuan itu sampai ke monster jejadian Cyrus itu, Angel memukul batu terdekat sampai pecah dan membentur batuan di depannya.
Terus maju sampai sejumlah banyak batuan keras berbagai ukuran melayang cepat ke arah NARACOOR.
“Serangannya sangat dahsyat!” pikirku. Mendapat kemampuan khusus baru, membuat Angel berubah drastis. Sebelum ini pasti dia belum pernah mengalami pertarungan seperti ini.
NARACOOR tentu tidak tinggal diam mendapat serangan seperti ini. Keenam kepala monsternya menyemburkan semua kekuatan yang mereka miliki untuk mengenyahkan semua batu-batu yang melayang ke arahnya. Semburan es, petir, lumpur, angin, api dan racun menghancurkan semua batu berbagai ukuran itu.
PRUKK!
Angel memukul kepala monster kambing gunung pada bagian sampingnya dengan kecepatan tinggi. Kepalanya hancur berderak berkeping-keping dan terus meluncur hingga tinjunya membentur kepala srigala dan kemudian gorila bertanduk. Ketiga kepala monster itu hancur berkeping-keping.
Aku tak tinggal diam. Ketiga kepala monster di bagian ekor itu juga kubabat habis dengan cakar XOXAM. Kepala monster tengkorak, naga dan juga elang putus dan menggelinding di tanah.
Tubuh monster tanpa kepala itu bergerak lunglai tanpa kendali…
“Yeeeaa…” seru Angel senang melihat kami berdua berhasil menghancurkan keenam kepala monster bernama NARACOOR ini dengan sukses.
“Tunggu dulu… Ini belum berakhir…” kataku masih curiga karena badan singa NARACOOR itu belum ambruk sama sekali dan akan memulai sesuatu yang baru.
Tubuh NARACOOR kini tegak di kaki belakangnya. Rambut singa yang tumbuh lebat di lehernya itu bergolak seperti dihembus angin dari bagian dalam.
FLUP!
Muncul sebuah kepala baru… Berbentuk kepala ular. Tetapi hanya satu. Begitu juga ekornya yang panjang.
“TRUE NARACOORTENSIS!” desis suara terdistorsinya. Lalu ia menyemburkan sebuah lesakan energi panjang secara berputar.
“Angel… Ini gabungan keenam kepala monster itu menjadi satu!” seruku memperingatkan rekan bertarungku ini.
Rupanya Angel sudah menyiapkan dinding batunya seperti tadi dan ia berlindung di belakangnya. Aku hanya bisa melompat menghindar.
“Bahaya!”
Aku segera menyambar Angel dari perlindungannya. Dinding batu tempatnya berlindung segera lumer oleh limpahan energi yang sangat berbahaya itu.
“Woww…! Hampir saja aku terpanggang di sana!” kata Angel yang melihat tempat ia berlindung sebelumnya.
Saat kami melihat TRUE NARACOORTENSIS itu, ia sudah diliputi medan energi yang sangat kuat setara dengan semburan dahsyatnya tadi. Meluap-meluap seperti gelegak magma di kawah gunung berapi. Tubuhnya mengabur karena radiasi panas dan uap panas di mana-mana.
Malam ini menjadi cukup terang karena curahan energi monster bernama TRUE NARACOORTENSIS ini. Monster jelmaan Cyrus.
“Kau sudah siap habis-habisan lagi, Satria?” ajak Angel mengepalkan kedua tinjunya yang membatu.
“Ya…” jawabku dan berubah menjadi salah satu dari THREE WARRIORS, DRAGON LORD.
‘Tunggu!” tiba-tiba Ana datang mendekat.
“Ana?” kataku saat kami sudah akan bergerak. Angel juga berhenti tiba-tiba.
“Arthur sudah sadar dan ia menjelaskan cara memusnahkan monster itu…” kata Ana.
“Cara memusnahkan monster itu? Gimana? Gimana caranya?” desak Angel girang sekali.
“Arthur bilang…”
“… TRUE NARACOORTENSIS sebenarnya bukanlah jelmaan Cyrus… Ia adalah monster panggilan dari dunia asing yang tidak bisa mati kecuali pemanggilnya dilumpuhkan terlebih dahulu… Cyrus mengorbankan salah satu kemampuan khususnya yang banyak untuk memanggil monster ini… Entah kemampuan yang mana yang dikorbannya untuk memanggil monster mengerikan ini… Temukan Cyrus dahulu untuk melenyapkan TRUE NARACOORTENSIS…”
“... begitu caranya…” kisah Ana tentang instruksi Arthur tentang cara mengalahkan lawan berat ini.
“Berarti monster ini cuma dikendalikan dari jauh oleh Cyrus…” gerutu Angel.
“Kita harus menemukan Cyrus… Kita bagi tugas…” kataku.
“Tidak usah… Aku sudah menemukan Cyrus… Dia sedang melayang di udara setinggi 200 meter di atas kita…” kata Ana.
“Bagaimana kau bisa melihatnya? Setinggi itu…” heran Angel. Memang setinggi 200 meter bukan jarak yang pendek apalagi langit sedang gelap.
“Kalian pikir aku jadi Agen no. 1 itu untuk apa? Aku tidak pernah memakai teropong atau alat bantu penglihatan saat menembak targetku kalau masih berjarak 200 meter saja… Sayangnya aku tidak punya sniping rifle-ku saat ini… Aku bisa menembaknya dengan mudah dari tadi…” katanya.
“Ya… Aku tidak bisa membantah itu… Aku sudah sering mendengarnya waktu pelatihan dulu… Aku kira itu cuma omongan iri orang-orang saja… Ternyata benaran…” kata Angel.
“Aku bisa terbang ke atas sana dan menghajar Cyrus di atas sana…” usulku.
“Itu bagus… Sementara kami akan mengalihkan perhatiannya dengan menghadapi monster itu berdua…” kata Angel. Ana mengangguk.
Kami bertiga lalu bangkit dan menghadap ke monster TRUE NARACOORTENSIS yang meradang dan menyemburkan energinya ke segala arah. Lingkungan kami sudah banyak berubah.
“Kita tidak bisa melakukan itu lagi… Kita terjebak di dalam sini sekarang…” keluh Angel. Di udara kini terbentuk sebuah kubah jaring yang terbuat dari energi semburan monster TRUE NARACOORTENSIS itu. Jaringnya dibuat sangat rapat hingga badan tidak bisa menyelinap keluar. Dan jika bisa menyelinap-pun akan habis terbakar dulu oleh radiasi panasnya yang luar biasa. Monster bernama TRUE NARACOORTENSIS itu berdiri di tengah-tengah kubah energinya yang seluas radius 500 meter.
“Apa tidak ada jalan lain? Dimana Arthur? Tanyakan lagi padanya…” kata Angel.
“Agen 0 ada di luar jaring… Setelah menjelaskan tentang cara mengalahkan Cyrus… ia langsung pingsan lagi…” kata Ana. Ana mengambil resiko masuk ke dalam kubah ini sebelum terbentuk tadi untuk menyampaikan info ini.
“Buntu!” keluh Angel.
“Jam berapa ini?” tanyaku pada kedua eks agen OSSR ini.
“Ini sekitar jam 00.15… Untuk apa kau menanyakan jam, Satria? Apa ada bedanya?” tanya Angel.
“Ini hari ulang tahunku…” sadar Ana.
“Trus? Jangan bilang kau mau melakukannya sekarang, ya? Saat-saat genting seperti ini…” kesal Angel.
“Aku paham maskudmu! Kau mau mengambil kemampuanku dalam ketepatan menembak target untuk kau kombinasikan dengan kekuatanmu yang lain, kan?” tebak Ana.
“Ya… Dan kau harus melakukannya dengan cepat… Liat itu!” tunjuk Angel pada puncak jaring-jaring kubah.
Jaring energi itu seperti meleleh bak besi yang mencair. Lelehannya jatuh ke bawah dan membakar tanah hingga berlubang menganga. Kalau itu mengenai kami?
“Cepat lakukan! Tidak usah pakai buka baju! Buka celana aja!” seru Angel saat dilihatnya Ana akan meraih sisi bawah kaos tanpa lengannya. “Aku akan melindungi kalian!...”
“Angel ini sedikit sulit! Saat berubah menjadi CHARM… kau juga akan ikut terangsang… Apa kau yakin bisa?” pastiku.
“Makanya kubilang cepat!” serunya sambil mengibaskan tangannya untuk menepis lelehan energi dengan batu yang dikeluarkannya dari tanah.
“Ya… ya… Sudah siap, Ana?” tanyaku. Aku sudah melorotkan celanaku dan berusaha membuat penisku menegang. Ini pasti akan sangat sulit. Ana juga sudah tidak memakai apa-apa pada bagian bawah tubuhnya.
Kemaluan Ana kini sudah sudah dicukur gundul tanpa rambut sedikitpun. Aku mencukurnya atas permintaan Ana beberapa hari yang lalu karena ia sudah tidak perlu lagi menyembunyikan klitorisnya yang panjang itu. Ia sudah merasa pede dengan ‘kelebihan’nya itu.
“Bagaimana?” tanya Ana menanyakan apa yang harus dilakukannya. Berbaring di tanah atau bagaimana?
“Berbaring saja…” bisikku. “Angel… Apapun yang kau rasakan… jangan melihat ke belakang!” seruku memperingatkannya. Dan aku berubah menjadi CHARM…
“Owwaaahh…” jerit Ana begitu ia melihat wujud CHARM-ku. Ia langsung bangkit dan berusaha meraih penisku yang belum menegang penuh.
Aku menepis tangannya dan membuatnya berbaring kembali di tanah. Perempuan itu menggelinjang-gelinjang seperti kepanasan. Kakinya kuangkat dan kuletakkan di bahuku.
“Ooohh… Aaahh… Cepat! Mmhhh…” desah Ana.
Kutempelkan kepala penisku yang kini sudah menegang penuh di bawah klitoris Ana yang menegang keras dan merah. Kugosok-gosok lelehan cairan yang meleleh keluar dari vaginanya yang merekah.
BLEESSSEBBB…
Meluncur masuk!
“OOOoooooohhhh….” jerit Ana merasakan kenikmatan itu. Kulirik keadaan Angel yang membelakangi kami. Tubuhnya gemetaran menahankan nafsu. Cairan meleleh dari pangkal pahanya yang hanya memakai celana jeans hotpants. Terbayang dari kilatan-kilatan cahaya terang dari lelehan energi yang menetes jatuh di sekitar kami. Tapi ia tetap mengibaskan tangannya pada tiap lelehan energi dengan batu yang dikeluarkannya dari tanah.
Aku harus cepat!
Mengingat Carrie… Aku hanya bisa mengingat Carrie samar-samar… Gawat! Aku tidak bisa berkonsentrasi…
Aku malah mengingat Nining… Kid… Cera… Andromeda Vlasq… Leony… Synvany… Silva-Silvi… Jessie… April… Tapi tidak terlintas wajah Carrie sepotong-pun.
“Kenapa, Satria? Kenapa berhenti?” tanya Ana yang heran melihatku kembali berubah menjadi manusia biasa. Melepaskan penisku yang menciut dari vagina Ana.
“Aku tidak bisa melakukan TRIGGENCE lagi… Aku tidak bisa mengingatnya…” kataku kalut.
“Yang lagi asik di sana! Cepat! Aku sudah tidak bisa lama-lama lagi… Tenagaku sudah terkuras!” seru Angel dengan tubuh gemetar.
“Satria… Aku tidak mengerti caranya… Tapi kau harus yakin dengan dirimu… Kau sudah sering melakukan ini sebelumnya… Pasti kau bisa melakukannya lagi padaku… Aku yakin itu…” kata Ana meyakinkanku.
Aku memandangi wajah Ana yang penuh peluh. Wajahnya sangat indah diterangi pijaran cahaya lelehan energi monster TRUE NARACOORTENSIS. Seperti kembang api di akhir tahun.
Kuraih HP Coremeter-ku dari saku celanaku yang berserakan di tanah tak jauh. Kucari foto-foto Carrie yang pernah kuambil saat liburan sekolah beberapa bulan lalu di Australia. Banyak foto Carrie sendiri yang kujepret lewat kamera HP. Ada foto close-up, separuh badan, seluruh badan. Bermacam sudut dan berbagai keadaan.
--------​
Aku sudah berubah kembali menjadi CHARM. Aku sudah mendapat inspirasi baru. Ana sudah terengah-engah merasakan nikmat di kemaluannya yang kujejali penis up-grade lebih besar dari biasanya.
Mengingat Carrie saat ia berpandangan denganku… Menatapku dengan pandangan sayang…. Selalu begitu pada hari-hari kebersamaan kami. Masa itu sangat indah dan menyenangkan.
CRROOOOOOOOOTTTTT…
“AAAAauuuuhhhhhh...” keluh Ana menerima sperma TRIGGENCE-ku yang membanjiri liang vaginanya. Rasanya tetap senikmat biasanya. Seluruh tubuhku bergetaran keenakan.
Aku tidak mau berlama-lama. Segera kucabut batang penisku dan menanti saat sinar terang itu keluar dari liang vagina Ana yang mengembang.

Sagittarius
Keluar juga sinar itu. Dengan buru-buru kutangkap dan kupegang erat dengan mata terpejam agar segera dapat melihat bentuk SUB-HUMAN FORM dan CREATURE FORM-nya. SUB-HUMAN FORM berbentuk wanita memakai topeng seperti biasa dan seperti dugaanku, bersenjatakan busur dan panah. Lalu berganti bentuk bayangan CREATURE FORM yang berwujud mahluk Centaur yang memakai panah yang tumbuh melekat di pergelangan tangan kirinya.
--------​
Dengan masih belum bercelana, aku mengambil posisi di dekat Ana yang menggeletak lemas.
“ARCHER! ACCURACY!”
Sebuah busur ghaib berwarna putih muncul dan segera kusambar dengan tangan kiri. Talinya kutarik dengan jari tangan kanan dan secara ghaib juga muncul anak panah. Kutarik anak panah dan kuarahkan ke langit di mana Cyrus seharusnya berada.
Aku membidik ke langit… Melalui celah sempit jaring-jaring energi TRUE NARACOORTENSIS. Mencari Cyrus… Menimbang jarak, sudut tembakan, arah angin, deviasi pergerakan melambung... Entah kenapa aku jadi pinter banget menghitung jarak dan kecepatan tanpa menggunakan rumus dan menulis?
TWAASSS…
Anak panah lepas dan melesat kencang ke udara malam yang panas penuh radiasi energi menggelegak.
Syuuutttt…
Anak panah melesat melewati lelehan energi tanpa bisa dibendung dan menelusup lewat celah jaring seperti yang kuharapkan. Terus melesat kencang mencari sasaran.
Sedetik kemudian ada kilatan cahaya terang disusul hembusan angin kencang beserta jeritan suara memilukan.
“AAAaaaaa...!”
Sesuatu membentur bagian puncak kubah energi TRUE NARACOORTENSIS. Terlihat dari cipratan lelehan di puncak sana. Terdengar suara jeritan memilukan lainnya. Seperti suara seseorang yang terbakar dan berusaha menepiskan api itu.
Lalu jeritan panjang suara jatuhnya orang itu dari puncak kubah jaring…
Aku, Angel dan Ana hanya bisa melihat bagaimana tubuh terbakar seseorang jatuh berdebum di tanah lalu ditimpa lelehan energi lain dari puncak kubah. Menggeliat, meregang lalu diam.
Tubuh penuh energi TRUE NARACOORTENSIS mengabur lalu menghilang perlahan bersama dengan kubah jaring energi ciptaannya.
Yang tertinggal hanyalah udara gosong dan pekat. Tanah hangus dan bumi yang meranggas.
Angel ambruk ke tanah tidak kuat lagi menopang tubuhnya. Kutangkap tubuhnya. Sepertinya dia pingsan. Ana hanya bisa memandangi kami berdua dengan nafas terengah-engah. Rupanya ia tidak berlama-lama meregang kenikmatan barusan.
“Sudah berakhir…” katanya lega.
 
mantap apdetnya

#pertamax di end sagitarius
:haha:
 
Terakhir diubah:
Bimabet
Sudah beneran kelar urusan dengan OSSR?

Cell-cell yang masih ada gimana?
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd