PART 20. Ketetepan Hati
Ketika dua mata saling berpandangan
Dan ketika irama detak jantung
Mengalun lebih kencang
Itulah sebuah pertanda
Ketika mata telah terpejam,
Namun sebuah bayangan tak kunjung menghilang dalam pikiran,
Itu menunjukkan ia ada rasa.
Jika hari telah berlalu,
Namun jiwa terasa hampa,
Itu adalah isyarat kerinduan.
Jika hati sudah memilih
Maka rupa buruk tak menjadi halangan
Seindah paras jika tak membahagiakan,
untuk apa
Jika siburuk mampu membahagiakan,
Ittu adalah ketetapan hati.
*****
~
Evan POV~
"Woi bengong aja, lo pagi-pagi?"tegurku saat sudah memasuki ruangan ku.
"Ah, sialan lo, Van? Ngagetin gue aja lo? Sejak kapan lo disitu!" Muka si Edo sedikit terkejut saat aku menegurnya tadi.
"Lo lagi mikirin apa, Do? Keliatannya serius."
"Ehh...itu! Sudahlah ? kapan lo dateng tadi, Van?" tanya dia mulai menyelidik.
"Belum lama ini, tapi gue cukup ngeliatin lo orang melamun!" Jawabku.
"Biasa bini gue, suka ngambek? Lo tau sendiri gue balik dari sore tapi ini Jakarta macet di mana-mana, sampe rumah dah jam delapan!" Ucapannya.
"Terus apa masalahnya, sampai lo kayak orang linglung gitu?"
"Dia ngambek, gara-gara gue nggak nurutin kemauannya buat hubungan sex!" Balasnya kembali.
"Masalah begituan gue nggak bisa ngasih solusi bro! Lo tau sendiri gue masih single!" Ujarku berbohong padahal mah tiap malam gue ngelayanin kedua bidadari gue, sampai tepar.
"Ya udah, gue kesini mau minta copy-an data untuk divisi produksi daerah kota kembang , Do?" Ujarku mengalihkan pembicaraan.
"Buat apa Van!
"Hari ini gue ditugasin sama Bu Ify, ke kota kembang buat nyelesai masalah di sana, makanya produksi tersendat , pemasaran juga mandek."tuturku..
"Oh gitu?" Ini semua udah gue copy? Beberapa hari yg lalu waktu Bu Ify minta."ujarnya seraya memberikan map berisi copy-an yg kuminta.
"Thanks ya, Do?"seruku.
"Sama-sama,Van?"balasnya.
"Gue ke ruangan boss cantik, dulu ya bro?" Kataku seraya menepuk pundaknya.
"Bu Ify sebenarnya sangat baik dan ramah, setelah kamu mulai bekerja di sini, aku yakin engkau orang yg ia tunggu selama ini Van? Beberapa tahun lalu ia berkedok pada topeng yg berwatak keras. Jadi jangan biarkan ia menunggu terlalu lama bro, buka hati lho!" tuturnya.
"Aish?lo ngaco bro?" Jawabku
"Terserah?" Tapi itu kenyataannya Van? Gue udah cukup lama kerja di sini!" Berjuanglah bro!"
"Gila lo bro? orang gue mau ngasih copy-an malah ngelantur kemana-mana.!" Ujarku sinis. Ia hanya terkekeh kayak orang stress.
"Tapi ada benarnya juga sih? Apa kamu masih menyimpan perasaan cinta itu Vi, sampai saat ini."gumamku dlm hati. "Jika iya? Apa kamu mau menerima keadaan ku saat ini. "Entahlah "aku tidak sanggup membayangkannya, pasti kecewa dan marah."pikirku.
Ah sudahlah.. wanita masalalu ku bertambah lagi.
"Cia maafkan aku, aku belum bisa mengabulkan janji kita, aku terlalu takut jika kamu juga tau keadaanku saat ini.
Jika aku menginginkan keduanya, aku terlalu serakah, mana ada cewek mau si poligami. Berkhayal ketinggian Van"
Kini aku sudah menaiki lift, menuju lantai 234 guna menyerahkan copy-an ini untuk di evaluasi terlebih dahulu oleh beliau sebelum dibawa ke kota kembang.
"Tingg...!"
Suara pintu lift terbuka membuatku sedikit jadi
nervous ,bahkan saat aku melewati lorong menuju ruangannya langkahku sedikit berlari karena sepi. Para staf di lantai ruang ini mereka terlihat sangat sibuk.
"
Dugh...!
Sesosok tubuh muncul dari dalam salah satu ruangan. Yg ku tau itu ruang pantry. Aku menabraknya secara tidak sengaja.
"Aduh keterlaluan sekali ini!!" Aku menggerutu karena nyaris terjerembab ke belakang. Untung map yg ku pegang tidak basah ketumpanhan teh.
"Seharusnya kamu itu tidak minum sambil berja.....!"nada sinisku menjadi lirih karena aku baru menyadari bahwa sosok yg aku tabrak tidak lain adalah Bu Ify aka Vivi.
"Ya? Kurasa kamu ada benarnya juga Van? tapi bukan berarti lorong yg sepi di jam sibuk kerja kamu berlari disepanjang lorong ini." Jawab nya dengan tenang.
"Emmm....!sory Vi? Maaf ya, ini salah ku lain waktu aku kan hati-hati!" Jawabku sedikit gugup.
"hmm..? Ini copy-an data yg kamu minta, Vi?" kataku. Akupun segera menyerahkannya dan bersegera membalikkan tubuhku untuk berlalu meninggalkan ruangan ini.
"
Tunggu, Van? "Suara Vivi membuat langkahku terhenti.
"Ikut keruangan ku" ujarnya.
Perintah dia itu tidak bisa aku menolaknya. Dengan sedikit perasaan canggung, namun aku berusaha berfikiran senormal mungkin. Aku mengekor di belakangnya, kemeja putih yg kukenakan basah dan bernoda kuning kecoklatan agak sedikit risih.
Ruangannya besar dan di sisi kanan ada sebuah kamar untuk beristirahat nya.
Sedang sisi sebelahnya ruang kamar mandi. Walau aku pernah masuk pertama kali saat interview beberapa hari lalu. Tapi tidak untuk masuk ke dalam kamar pribadinya di kantor ini.
"Van sini ayo, masuk ke kamar aku!"
"Lo Vi? disini saja Vi, nanti ada sekretaris bahkan karyawan lain yg masuk meminta tanda tanganmu atau menyampaikan laporannya.
"Sudah! ayo cepetan masuk?" perintahnya sedikit memaksa.
Akupun segera masuk ke ruang kamar pribadinya yg ada di dalam ruangan kerjanya ini. Aku terkejut bukan main di sana banyak sekali foto-foto aku dan dirinya saat waktu kuliah dulu, foto kebersamaan kita dulu. Hangout bareng dan termasuk foto kami bertiga bersama Diandra juga ada.
"Sebegitu berartikah aku dimatanya, bahkan ia masih menyimpan foto-foto kenangan kita dahulu. Dan itu sebuah kamera milikku dulu yg pernah kuberikn sebelum ia menghilang tanpa kabar. Aku sedikit terharu dengan segala ketulusan cinta nya sampai saat ini. "Gumamku dlm hati.
"Haruskah aku menyakitinya dan membuatnya menunggu lebih lama lagi. Aku tidak bisa membohongi perasaanku sendiri, aku juga masih mencintainya hanya ragu perbedaan kita terlalu jauh. Tapi cinta tak memandang kasta. Aku harus yakin sepertinya."batinku.
Dan perhatianku juga tertuju pada rak bukunya yg tertata rapi . Berbagai macam buku-buku ada di sana, bukan hanya hanya yg berhubungan dengan bisnis dan fashion, tetapi juga dengan psikologi dan filosofi kehidupan.
Sepintas kulirik ke arahnya, dia menatapku dan memperhatikan ku sedari tadi, tanpa berkedip sedikitpun kearah lainnnya.
"Evan!" Suaranya begitu lembut terdengar di telingaku dan sambil menggigit bibir bawahnya.
"Ii..yaa, Vi?" Sahutku dan segera berbalik ke arahnya.
Vivi menatapku dengan tatapan mata sayu yg menggoda dengan bibir bawahnya yang ia gigit. Memperhatikan lekuk tubuhku yg terbilang standar namun berotot. Aku merasa di perhatikan seperti itu menjadikan aku merasa jengah dan semakin kikuk, seakan aku hendak diterkam atau bahkan ingin di perkosanya.
"Buka baju dan celana mu Van!"perasaanku menjadi panik dan mendadak bingung dengan olah pikir si Vivi, apa maksudnya ?"
Aku menatapnya tajam posisi kami duduk di tepian ranjangnya saling berhadapan. Dalam kamar ini hanya aku dan dia. Tentu bukan karena aku munafik menolak untuk menikmatinya. Tapi aku masih berfikir positif aku cinta dan sayang sama dia, bukan menginginkan tubuh indah wanita ini. Tapi aku ingin menjaga tetap utuh sampai bersanding bersamanya.
"Cepat kamu buka kemeja dan celana kamu Van!"perintahnya seraya melepaskan kancing kemeja ku dan berhasil di loloskan.
Tanpa rasa malu ia membuka pengait celana panjangku. Dan berhasil ia menelanjangiku.
Kemudian ia berdiri mengambil Smartphonenya menelepon seseorang
****
"Halo, Lus bawakan saya celana panjang dan kemeja putih, ke ruang kamar saya".
"....."
"Segera, saya tunggu?"
"....."
****
Vivi segera memutuskan sambungan teleponnya. Aku dan dirinya dalam jarak sedemikian dekatnya, Vivi hanya memandangi wajah tampanku. Tatapannya perlahan turun ke bawah dan membuat jantungku seperti hendak lepas dari penyangganya.
"Entah apa yg ada dalam pikiran mu Van? Tapi aku sudah menghubungi si Lusi utk membawa kan pakaian dan celana ganti untukmu."ucapnya.
"Vi, aku bukan orang yang romantis tapi dengan seluruh perasaan yang kumiliki, aku ingin mengatakan sesuatu. Sebenarnya udah dari dulu namun aku takut, karena dulu kamu memilih Rendy."Tuturku.
"Sekarang aku beranikan diriku untuk menjaga hati mu. Maukah kamu menjadi separuh jiwaku, Vi?"seruku lagi.
Ia hanya mampu memandangi ku dengan matanya yg berkaca-kaca.
"Vi, ilove you, "ucapku lirih namun reflek begitu saja keluar dari mulutku. Kenapa aku mesti mengungkapkan nya disaat seperti ini.
"Evan! Aku menunggu mu saat-saat seperti ini, aku juga sangat mencintai mu." Hiks... Hikss..." Ujarnya memeluk tubuhku sambil terus menangis.
Kudorong pelan tubuhnya, dan kuangkat wajahnya untuk menatap ku.
"Udah kamu jangan menangis lagi yach, sayang." Ucapku. Sambil terus menyeka lembut pipinya yg di penuhi air mata.
"Makasih, Van! Muahhh!"balasnya seraya mencium lembut pipiku.
"Jangan tinggalin aku lagi Van, aku capek mencari kamu, aku tidak ingin kehilanganmu untuk yg kedua kalinya." Tuturnya lagi kemudian ku kecup keningnya.
"Nggak akan Vi? Aku janji ? akan ada disaat kamu membutuhkanku. "Aku juga menunggu saat seperti ini bisa bersamamu Vi."
"Jadi kita resmi jadian Van!"tanya dia polos menatapku untuk meyakinkan.
"Ih? Kamu itu bikin aku gemes? Nggak perlu aku bilang, kamu udah tau jawabnya Vivi sayang."ujarku mengelus lembut pipi nya.
Entah dorongan dan keberanian dari mana aku dan dia mulai berpanggutan mesra.
"Mmmpph... slurrrrrpph.ahh...slurph..
Tok...
Tok...
Tok...
Kleekkk
"Ma..maa..aaf ? Bu, kalau saya lancang, mengganggu? Ini kemeja dan celana panjang yg ibu minta."tegurnya mengagetkanku dan Vivi. Akupun melepaskan pelukannya dan menutupi tubuh setengah telanjang ku dengan selimut.
"Sekali lagiiii, saya minta maaf bu?" Ujarnya lagi.
"Lus? Saya mohon kamu bisa menjaga rahasia ini, dari karyawan lain."tegas Vivi pada si Lusi.
"Iya Bu? Saya janji menjaga rahasia ibu?" Ucapnya yakin. "Saya permisi dulu, Bu?"
"Ih kamu sayang, nggak sabaran sih!"jadi ketahuan,untung sekretarisku coba kalau karyawan lain? Bisa jadi skandal."tuturnya sambil memelukku.
"Udah dong, sayang? Aku mau pakai baju sama celanaku." Nggak enak lama-lama disini pada curiga semua karyawan yang lain."kataku sambil melepaskan pelukannya.
"Jadi nggak senang nih kalau aku manja sama kamu"
"Bukan begitu Vivi sayang, kamu bebas kok bermanja sama aku? Tapi bukan di sini,okey?"tegasku meyakinkan
"Iya sayang."
"Dah yuk? ke meja kamu? Jadi berapa hari aku di kota kembang sayang."Ujarku yg sudah tidak canggung lagi menyebut kata sayang padanya.
"3 hari? Kamu disana kerja, nggak boleh nakal dibelakangku. Awas nanti burungnya Vivi potong" tuturnya melotot kearahku.
"Iya? Vivi sayang, aku janji.?"
"Dah kamu berangkat sekarang dan temui si Lusi"perintahnya.
"Cup." Vivi mencium lembut bibirku.
.
.
.
.
"Hufffttttt'" Semoga kamu mau mencintaiku setulus hatimu Vi. Dan berharap kamu tidak akan meninggalkan ku setelah nanti aku jujur tentang keluarga ku."pandanganku kosong menerawang jauh. Siap menerima apapun resikonya nanti.
"Woi!!!Van ? Termenung aja lho!"tegur si Lusi.
"Heheee.!"nggak kok Lus!"
"Padahal udah dikasih ciuman hot dari big boss, masih aja ngelamun lho?"timpalnya.
"Aish jangan di bahas lagi napa! ntar gue pengen gimana, lho mau tanggung jawab?"
"Enak aja lho, gue dah punya cowok ngapain mau sama lho,wekk kepedean?" Ledeknya
"Kalau lho dah kecantol juniorku bakal klepek-klepek,"batinku.
Tak terasa sampai juga lift yg kami tumpangi sampai di lantai dasar. Saat melewati di depan resepsionis tatapan mataku dan tatapan mata si Sella begitu berbeda. Ada sesuatu yg membuatnya tidak senang, cemburukah dia saat ini melihatku bersama Lusi. Entahlah. Segera aku bergegas menuju lantai basement.
"Aku belum sanggup menepati janjiku kepadamu sell. Aku tidak ingin melukai perasaan hatimu Sell."batinku.
"Van!"ini kunci mobil gue."lo yg bawa ya?" perintahnya. Membuyarkan lamunanku.
"Oke"!"petualangan baru segera di mulai" batinku.
Bersambung....
_____________________________________________