<<PART 11>>
”Kenapa kamu tiba-tiba tertarik dengan apakah Gw player atau bukan?” balasku dengan dingin. ”Gw music player. Itu maksudnya Tika”. Gw ga ada niat untuk tidur dengan Helen, tetapi pertanyaannya barusan memang mencengangkan. Dari sekian ribu wanita, mungkin pertanyaan seperti itu, di pertemuan pertama, hanya bisa dilontarkan Helen.
”berapa wanita yang sudah kamu tiduri?” Helen mengulang pertanyaannya. Dari sudut gerakan, hampir pasti yang menyentuh kaki Gue adalah kaki Helen.
”Tika cuma bercanda, Helen. Apa kamu gagal menangkap konteks pembicaraannya?” responku singkat. Gw melirik sekilas ke arah kanan, dan tatapan mata Gw bertemu dengan Jannice yang langsung memberikan senyumnya. Gw kembali melihat Helen.
”Tapi kamu jelas bukan music player. Kamu menghindar tantangan kami tadi.” kata Helen. Nadanya tidak setegas tadi.
”Tika yang mencegahku bermain musik tadi.”
”Omong kosong.” kata Helen kali ini dengan senyum tersungging.
”Mau bertaruh?” tantangku. Alis mata Helen naik.
”hm.. apa taruhannya?”
”Takut ternyata Gw beneran bisa main musik?” Helen menggelengkan kepalanya.
”Mungkin memang kamu bisa main musik, Dok. Tapi cuma sekedar bisa. Itu bukan seorang musician.”
”Gw ga bilang musician. Just a music player.”
“Oh.. okay*** perlu bertaruh kalau gitu. Kamu pasti bisalah kalau Cuma bikin tuh gitar bunyi. No, Im not interrest. Kamu ngajakin Gw taruhan yang pasti Gw kalah.” Kata Helen.
“Ok, jadi kita bisa tinggalkan topik ini.” ajak Gw pergi dari bahasan player. Gara-gara si Tikus, gw jadi ribet sendiri.
“kamu kerja apa Helen?” mencoba untuk membuat bahan obrolan baru.
”Gw belum puas dengan penjelasanmu. Gw masih yakin, lu beneran player.” Kata Helen. Astaga..
“ya itu urusanmu Helen. Seorang gadis yang tersesat oleh asumsinya sendiri.”
”berapa wanita, dok? Yang sudah kamu tidurin?” tanya Helen lagi. Gw menghela nafas, menatapnya dalam. Tapi Gw pilih diam.
”kamu Gay? Atau masih perjaka?” Gw pikir Helen becanda, tapi tidak. Matanya serius. Makin aneh ini orang.
”bukan gay, bukan biseks. Gw straight. Gw perjaka. Dua hari ini.” Kataku sambil menatapnya dingin.
“oh, kamu straight dan perjaka baru dua hari ini.” kata Helen sambil tersenyum penuh kemenangan. Gw tergelak. Ok, Gw akui yang barusan itu Gw ga kepikiran.
“Gw straight sejak lahir. Perjakanya yang baru dua hari ini.” Entah kenapa Gw jadi jelasin literally.
”Berarti bener kamu player.” Helen tersenyum lagi. Gw menggelengkan kepala.
”Gw heran kenapa kamu tertarik sekali tentang ini. Penting ya buatmu?” tanyaku pelan dengan tersenyum.
Setajam apapun pertanyaanmu, sampaikan dengan senyum.
”penting. Gw terobsesi menaklukkan seorang player. Tapi belum ada satupun pria yang mengaku dengan jantan kalau dia seorang player.” kata Helen.
”Mungkin...” lanjut Helen. Gw yang mau bicara langsung menahan bibir.
”Mungkin memang semua player itu pengecut.” Kata Helen. Senyumnya kali ini terasa manis tapi beracun. Mendadak Helen menarik perhatianku. Gadis ini punya brain!
”So, Kevin. Apakah kamu seorang player? Berapa wanita yang sudah kamu tiduri?”
Nice try Helen. Kamu membuatku merasakan fenomena aritmia dalam beberapa detik yang menyenangkan.. Helen, gadis ini tidak saja punya otak. Dia punya pisau dimulutnya. Dan yang lebih menyenangkan, dia memakai pisaunya dengan baik.
**
“Definisikan player menurutmu Helen..” kataku tenang, setenang 60bpm.
”untuk apa? Supaya kamu bisa mencari celah dari definisi yang kubuat?” tanya Helen. Gw diam saja, tanpa ekspresi. Pisaunya berkelebatan kesana kemari dan Gw hanya cukup menjaga jarak untuk membuat semua serangannya sia-sia.
”Fine. Player itu tidak pernah cukup dengan 1 wanita. Tidak pernah berkomitmen dengan 1 wanita dan.. pengecut.”
”Obsesimu, menaklukkan player berarti membuatnya merasa cukup denganmu saja, berkomitmen denganmu dan menjadikannya seorang pemberani?”
”kurang lebih begitu. Walaupun aku belum nyaman dengan kalimatmu barusan.”
”kamu cukup percaya diri.” Kataku sambil tersenyum.
“itu tadi sebuah pujian?” tanyanya. Matanya nakal. Hmm, bukan nakal mungkin. Lebih tepatnya, matanya menantang. Dan lagi-lagi kakinya menyentuhku. Entah apa maunya.
“Helen, sepertinya percuma ya saya bilang saya bukan player?”
”oh tentu tidak. Katakan saja, toh seorang player sudah terbiasa berbohong kan?”
”hahaha good one, Helen. Semua responmu menunjukkan kamu sudah terbiasa bertemu player. Tapi sungguh menyedihkan, kamu belum menaklukkan satupun kan?” Gue harus mulai membalas serangannya. Helen terlihat terkejut. Hmm oke, dia tidak setangguh dr.Nira.
”Karena semuanya pengecut.” kata Helen tegas. ”Mereka mundur begitu tahu, apa yang mereka inginkan dariku tidak akan bisa mereka dapatkan.”
”Sex?” tanyaku.
”Apalagi?” sahutnya.
”Dan...” Gw mempertimbangkan sedetik kalimat ini.
”kalau memang Gw seorang player, apa urusannya denganmu? Apa kamu berencana menaklukkanku?”
”jawab dulu. Apa kamu seorang player dan berapa wanita yang sudah kamu tiduri?” kakinya kembali menyentuhku pelan. Gw menggeser kaki gw mundur, mataku menatap jauh kearah Laura dan kami bertatapan mata. Dia masih mendengarkan Michael yang nampak begitu aktif berbicara. Tatapan Gw langsung kembali ke Helen.
“kapan terakhir kamu having sex, Helen? Berapa banyak pria yang sudah menghisap bibirmu, meremas payudaramu, menjilat vaginamu dan menembakkan spermanya ke rahimmu?”
”Puluhan pria sudah mencium dan menikmati payudaraku. Lima orang sudah menjilat vaginaku, dan belum satupun yang menerobos Vaginaku.” Kata Helen tajam, cepat dan pisaunya menancap telak di jantungku.
”Enam bulan yang lalu, satu pria membawaku ke rumahnya. Dia pria terakhir yang menjilat vaginaku, dan muncrat di payudaraku.” lanjut Helen. Pisau itu terasa dingin di jantungku.
Gw ga bisa berbicara apapun untuk beberapa detik. Gw ga nyangka dia jawab begitu spontan. Helen benar-benar pemberani dan tajam. Dia berbeda dengan dr.Nira dengan cara yang unik. Tidak setenang Nira, tetapi lebih cepat, lebih kuat, lebih... nekat.
”kamu masih Virgin?” tanyaku akhirnya. Bagian itu yang paling sulit dipercaya.
”tergantung definisimu tentang virgin, Doct. Untuk terminologi medis, iya aku masih perawan. Tapi untuk pikiran, jelas tidak.” Nada suaranya masih menekan. Dengan tempo yang cepat dan tegas, seolah menggiringku untuk mengikuti maunya.
”My brother Kevin, Please sing for me..!” tiba-tiba Gw mendengar suara Kartika. Spontan Gw menoleh ke arah panggung. Saved by the bell when I know nothing what to say.
”Sana maju.. buktikan omong kosongmu.” kata Helen dan kali ini kakinya menendangku pelan. Tangan kirinya menutupi mukanya sambil tertawa.
Gw mengambil gitar dan berdiri berhadapan dengan microphone. Gw lihat Kartika yang tersenyum memandangku sambil mengacungkan jempol tangan kanannya.
Kartika, you're one of the strongest women I know. You've fallen into the hands of the wrong men, but always come out intact.
For all the words "do not give up" that we once sow,
I'm happy for you.
”Kartika, kamu salah satu wanita terkuat yang aku kenal.
Kamu pernah jatuh ke tangan berbagai pria yang salah,
tetapi selalu keluar dengan utuh.
untuk semua kata "jangan menyerah" yang pernah kita tabur,
aku ikut berbahagia untukmu.”
Dan Gw mulai bernyanyi. Ballad tempo. Sebuah aksi yang seimbang. Mereka menikmati penampilanku, dan Gw? Gw menikmati reaksi mereka satu persatu.
My life is brilliant
My love is pure
I saw an angel
Her name is Kartika..
She smiled at me on the subway
She was with another man
But I won't lose no sleep on that
'Cause I've got a plan
You're beautiful
You're beautiful
You're beautiful, it's true
Laura, Marina, Jannice, Helen. Tapi cuma Laura diantara 4 gadis ini yang mengikuti irama gitarku dengan tepat. Ada musik ditubuh Laura. Mata kami bertatapan beberapa kali..
I saw your face in a crowded place
And I don't know what to do
'Cause I'll never be with you
Yes, she caught my eye
As we walked on by
She could see from my face that I was,
Fuckin' high
And I don't think that I'll see her again
But we shared a moment that will last till the end
You're beautiful
You're beautiful
You're beautiful, it's true
Sialnya Michael menghalangi berkali-kali pandanganku ke Laura. Dia tampak terus berbicara dengan antusias sementara Laura hanya mendengarkannya dan malah lebih sering menatap kearahku.
Si Ratu malam ini, Kartika, tertawa bahagia dan sesekali mencium Jeff. Gw tahu apa yang dialaminya selama ini. Malam-malam dimana dia telpon Gw sambil menangis, malam-malam dimana dia minta Gw jemput lalu meluapkan amarahnya ke Gw. Oh memories. Gw benar-benar terharu dan bahagia Kartika akhirnya melalui semuanya.
Tepuk tangan bergemuruh seusai Gw bernyanyi sambil bermain gitar. Helen menatapku tak percaya. Matanya seperti keheranan.
“That was great, Kevin!” kata Jannice.
“wow, impossible!” kata Marina.
”Ga nyangka kamu beneran bisa main gitar. Lalu, suaramu..” Helen tersenyum sambil geleng-geleng kepala ketika Gw kembali duduk di depannya.
Gw melihat Laura mengangkat gelasnya sambil menatapku berbinar-binar. “nice one dok!” teriak Laura. Tunggu.. Tak ada Michael di depan Laura! Jantungku berdesir, ini kesempatan! Laura seperti baru saja memanggilku.
”kenapa, mau bilang suara seorang player?” tanyaku asal. Pikiranku ingin secepatnya ke kursi di depan Laura.
”suaramu ga cuma bisa nyanyi. Itu tadi enak sekali.” Puji Helen.
”masih berpikir saya player? Saya sudah buktikan..”
”makin yakin malah. Berapa banyak wanita yang suka padamu karena kemampuanmu bermain gitar dan menyanyi?” Helen menyerobot kalimatku.
”hahaha.. ya sudah. Kamu sudah membuat keputusan dalam pikiranmu. Saya bisa apa? Untuk apa mengakui sesuatu yang bukan saya?” Gw makin malas meladeni pembicaraan Helen. Kursi di depan Laura, masih kosong. Entah kemana si Michael.
”Hmm.. kamu juga pengecut ternyata.” kata Helen. Wajahnya seperti kecewa.
”Kamu lucu Helen. Misalkan saya player pun, saya tidak tertarik padamu.”
”Tidak masalah. Menurutku itu cuma masalah waktu dan pilihan. Kalau aku selalu ada untukmu, pada waktunya, kamu akan memilihku”. Kalimatnya barusan menahan pantatku yang sudah hampir terangkat dari kursi.
”Hanya karena sebuah pengakuan player atau tidak? Hanya karena sebuah obsesi menaklukkan player? Oh thats creepy” kataku. Helen tertawa. ”bukan begitu, Dok” Helen mengambil gelasnya lalu minum beberapa teguk.
”gini loh..” katanya.
”buatku kamu menarik. Jangan tanya alasannya.” Helen kembali meneguk gelasnya. Jelas dia sedang mengatur kata-katanya. Gw tidak terlalu sabar kali ini, ingin segera pindah kursi.
”Aku tidak peduli kamu tertarik padaku atau tidak. Tapi aku ingin tau, apakah kamu bisa jadi buruanku yang berharga, tidak membuang-buang waktuku kalau kamu ternyata pria yang... lemah.” katanya sambil menatap mataku.
”Itu bahkan makin menyeramkan. Saya tidak suka menjadi buruan.” kataku. Its true.. creepy but interresting in the same time. She’s tried to feed my ego.
“oh im flattered. Tetapi tidak, terima kasih. Iya saya pengecut dan lemah.” Kataku sambil tersenyum lalu berdiri. ”Mau kuambilkan sesuatu?” tawarku. Basa basi yang keterlaluan.
”Oh ga usah. Aku mau jalan ngobrol dengan yang lain.” kata Helen. Oh good. Very good!
”mencari player jantan?” ejekku. Helen tersenyum membalas ejekanku.
”iya. Yang barusan pengecut dan lemah.” katanya.
”semoga sukses. Queen Bee..” jawabku, segera melangkahkan kaki ke kursi di depan Laura.