Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG IJO dan WIMARS.

Status
Please reply by conversation.


PART 8.

POV. IJO

Walau perasaan kesal masih menyelimuti hatiku akibat kedatangan si Abri. Aku tetap memacu kuda mesin dengan penuh semangat menyusuri jalanan yang begitu terik.

Dengan bangga, sinar sang Surya kutantang dengan sebuah senyuman.

Aku mengawali hariku dengan mendatangi setiap rumah kerumah, dari toko ketoko, untuk mencari nasabah baru. Tidak ada kata patah semangat. Sebuah perjuangan memang harus dilakukan. Apalagi target pinjaman yang harus aku keluarkan belum terpenuhi. Hanya tinggal 1 juta lagi, maka aku akan mendapatkan bonus yang lumayan besar.

Tapi sayang, perjuanganku belum membuahkan hasil yang sempurna. Hingga akhirnya warna jingga muncul di sebelah barat. Aku gagal untuk memenuhi targetku.

Tapi sudahlah. Walau gagal, aku harus tetap semangat untuk pulang menuju kantor. Karena dibandingkan dengan karyawan yang lain. Performaku lebih bagus, baik dari segi kutipan maupun dalam merekrut nasabah baru. Jadi, aku masih memegang predikat JAWARA.

Performaku bagus, bukan karena aku pintar. Tapi karena kota ini adalah tempat kelahiranku, tempat aku di besarkan. Berbeda dengan karyawan yang lain. Mereka berasal dari luar kota, termasuk sang Bos, si Telle.

Jadi bisa dibilang. Aku lebih mengenal watak masyarakat disini, dan juga lebih mengenal seluk beluk Kota ini dibandingkan dengan karyawan Koperasi yang lain. Bahkan aku bisa memasuki daerah rawan sekalipun, yang di penuhi oleh preman - preman kampung, dimana daerah itu tidak berani di masuki oleh karyawan yang lain. Intinya, di bandingkan karyawan yang lain, aku memiliki nilai lebih sebagai putra daerah.

Dan satu lagi. Yang membuat semangatku tidak pudar hari ini, yaitu tanggal. Di mana, hari ini aku akan gajian. Gajian pertamaku. Dan di dalam benakku sudah tersusun rapi sebuah rencana. Bahkan, jauh - jauh hari, aku sudah mengintai sebuah toko pakaian dalam wanita.

Yap......! Gaji pertamaku ini, sebagaiannya akan aku belanjakan untuk membeli pakaian dalam pacarku, sesuai janjiku saat itu. Dan sebagiannya lagi akan kuberikam kepada Emak. Sedangkan untuk hutang di kedei. Mmhhh... Ntar - entar aja dah...!

TEETTTTTT.......! TEEETTT...!

Tiba - tiba sebuah motor menyerempetku sehingga aku hampir kehilangan keseimbangan..

"WOI SINTING..... SINI KAU ANJING.. BABIIIII.... KONTOOOLLLL....!"

Dengan penuh emosi, aku memaki orang yang menyerempetku itu. Dia hanya menoleh, dan berlalu begitu saja tanpa menghiraukan makianku. Sungguh dunia telah kehilangan orang - orang yang memiliki rasa bersalah dan tanggung jawab.

Aku melanjutkan peejalananku menuju kantor, tanpa memperdulikan tatapan orang - orang sekitar yang melihatku menjerit dengan segala ujaran cacian.

Sesampainya di kantor. Aku langsung menyetor uang tagihanku kepada Nuri, staf keuangan Koperasi.

"Pas.....!" Ujar Nuri setelah menghitung setoranku. Kemudian dia menyodorkan sebuah kertas kepadaku.

Aku menerima kertas tersebut yang berisikan angka gajiku.

"Loh... Apa pula ini....! Kok aku nggak ada gaji. Utangku kan, nggak sebanyak ini Nur, jangan suka - suka kau aja....!" Aku protes setelah melihat slip gajiku.

"Nggak tahu lah aku itu... ! Kau tanya aja sama si Bos.!" Ujar Nur dengan nada kesal.

Akupun langsung menuju keruangan Telle, untuk mengajukan protes. Saat berada di dalam ruangan Telle. Dia hanya tersenyum penuh misteri kepadaku, dan mempersilahkanku untuk duduk.

"Duduk Ijo...!"

Aku kemudian duduk dan menatap mata Telle dengan sangat tajam. Telle, yang berusia 2 tahun di atasku, hanya membalas tatapanku dengan senyuman.

"Ini catatan kas bonmu. Dan Itu di luar yang 335 ribu..!"

Ternyata Telle sudah mengetahui maksudku. Aku mengambil buku kecil yang di sodorkannya padaku. Di dalam buku itu bertuliskan.

" UTANG IJO.

Nasi satu porsi : 5 ribu

Ayam goreng: 10 ribu

Ayam gulai: 12 ribu

Telor dadar: 3 ribu

Sotong tumis: 20 ribu

Gurami sambal ijo: 15 ribu

Gurami bakar: 15 ribu.

Jus : 5 ribu.

Air putih : 1 ribu

Jaket : 400 ribu. [I/]

SERRRRRR.....
Tiba - tiba darahku mendidih. Mataku melotot melihat catatan hutangku. Entah dari mana asal muasal angka - angka tersebut.

"Utang apa pula ini Bos.!"

"Lah... Pura - pura lupa pula kau...! Itu semua kan, kau yang makan waktu itu. Trus... Yang 400 ribu. Itu harga jaket yang aku belikan waktu itu... Jaket yang kau pakai sekarang.!" Tutur Telle sambil menunjuk jaket yang aku kenakan.

Aku terdiam, tapi didalam hati, aku menghujat Telle dengan berbagai macam sumpah serapah. Sungguh aku tidak menyangka akan kejadian seperti ini.

"Tapi Bos...! Bukannya si Bos yang mau traktir aku..!"

"Wkwkekekeek...... ! Kapan aku bilang mau mentraktir kau.. Aku hanya minta kau nemenin aku belanja, dan minyak motormu aku yang nanggung. Hanya itu. Kalau urusan perut.. Tanggung masing - masing lah...!"

Sungguh, aku ingin sekali meninju bibir si Telle, tapi aku masih butuh pekerjaan ini. Jadi aku hanya diam tak berkutik. Tapi aku pastikan, akan membalas kejahilan si Telle.

"Slowwwwww.... Ijo...! Kau masih punya duit.!" Ujar Telle sembari tersenyum. Seakan dia ingin menunjukkan padaku kalau dia adalah Bos teladan.

Telle pun mengambil sesuatu dari dalam laci meja kerjanya. " Ini..! Kau ada Bonus dari hasil kinerjamu.!" Ujarnya lagi sambil menyodorkan uang 50 ribuan sebanyak 5 lembar kepadaku.

Tanpa basa basi. Aku langsung menarik uang itu dengan kasar dari tangannya. Kemudian pergi begitu saja meninggalkan ruangannya. Tidak lupa pula aku menutup pintu ruangan kerjanya dengan keras.

"Ijoooo....!"

Aku bisa mendengar suara Telle menyebut namaku dengan nada kesal. Tapi aku tidak perduli. Bahkan, saat para karyawan memandangku dengan perasaan heran karena menutup pintu ruangan kerja si Bos dengan keras. Akupun melampiaskan kemarahanku kepada mereka.

"MATA KALIAN ITU.....! APA LIAT - LIAT..!"

Kutantang satu persatu mata mereka. Tapi mereka hanya diam, dan kembali kepada aktifitas mereka. Sedangakan aku langsung keluar dari kantor. Kupacu motorku menembus kegelapan malam diantara sayup - sayup suara Azan yang terdengar dari sebuah Masjid..

Aku langsung menuju ke pantai untuk menenangkan diri. Dengan suasana pantai yang begitu sepi dan gelap, menjadikanku hanyut dalam kesendirian. Kunikmati hembusan angin laut dengan duduk di bawah pohon kelapa. Irama deburan ombak mampu menenangkan jiwaku yang terbalut kegelapan. Kerlap - kerlip cahaya kecil diujung lautan yang berasal dari kapal para nelayan, menjadi salah satu penghibur laraku.

SSSSSSRRRRRRRRRR.....!

Tiba - tiba aku merasakan sesuatu yang hangat - hangat membasahi punggungku. Aku terkejut, dan langsung berdiri sembari menoleh kebelakang.

"ANJING.... BAAABIII KAU.....!"

Aku mengumpat kepada seorang pria yang sedang kencing di balik pohon Kelapa. Ternyata, yang hangat - hangat kurasakan tadi di punggungku, berasal dari air kencing pria itu.

Aku.. Yang masih merasakan sisa - sisa kekelasan, langsung mencengkram lehernya, dan melayangkan dua pukulan kearahnya. Satu kearah pelipis matanya, satu lagi kebibirnya.

"Ampun bang.....! Ampun bang...!" Jerit pria itu.

"Ampun... Ampun... Kau bilang...!" Aku semakin geram.

BAMMMM.....

Satu pukupan lagi kuarahkan kejidatnya.

"Ahhhhhh.... Ampuuunnn bang.... ! Aku nggak sengaja..!! Ujar pria itu memelas.
Entah kenapa, melihat dia meringis kesakitan. Sifat binatangku muncul. Aku kembali memukulinya. Dia tidak berkutik sedikitpun, karena tangan kiriku masih mencengkram lehernya.

" TOLOOOOOONGGG.....! TOLOOOONGG..!"

Seorang wanita muncul, dan berteriak minta tolong. Mungkin itu pacarnya. Akupun berhenti memukuli pria itu dan melepaskan cengkramanku. Sejenak aku memandang wanita itu sebelum berlalu meninggalkan mereka tanpa rasa bersalah.

Aku langsung pulang kerumahku. Dan musibah kembali menghampiriku. Sesampainya di rumah. Aku langsung di sambut dengan senyuman dan pelukan Abri.

"Apaan sih... Lepasin..!"

"Aku kangeeennnn.... Ijo...!"

Aku memegang lengan Abri yang melingkar di pinggangku, dan menarik tangannya agar pelukannya terlepas. Saat pelukan Abri terlepas, dia langsung menggengam tangan kananku.

"Kau berkelahi ya...? Tanganmu berdarah..!"

"Nggak usah dibahas. !" Ujarku sewot sambil melepaskan tanganku dari genggamannya.

"Kau masih belum berubah rupanya. Kau masih temperamen. !"

"Nggak usah nasehati aku. Nasehati saja dirimu sendiri.!"

"Ijo.....!" Ujar Abri lirih. Dia menggengam lenganku saat aku mulai melangkah menuju kamarku. "Kapan kebencianmu hilang padaku.?"

Aku diam. Hatiku kembali sakit saat mengingat masalaluku bersamanya. Sebuah keparcayan yang kuberikan, telah dihempaskannya begitu saja.

"Sudahlah.... Jangan kau ganggu lagi kehidupanku. Lagian, aku sudah punya pacar.!" Ujarku sinis.

Abri melepaskan genggamannya di lenganku. Sepertinya dia mulai bisa menerima keadaan setelah mendengar pengakuanku barusan.

"Ijo...!" Panggilnya saat langkahku tepat berada di pintu kamar. " Kau memang sudah punya pacar. Tapi perlu kau ketahui. Sebelum kau menjalin ikatan perkawinan dengan wanita manapun. Aku akan selalu berusaha untuk menjangkau cintamu, setinggi apapun itu.!"

Aku membalik badan menghadapnya. "Dan perlu kau ketahui juga. Tanganmu tidak akan pernah sampai untuk meraihnya.!" Ucapku dengan tegas.

Sebelum masuk kedalam kamarku. Sekilas aku melihat air mata Abri mengalir di puluk matanya. Tapi aku tidak perduli, karena dia memang tidak penting bagiku. Aku menerimanya berkunjung kerumahku hanya karena Emak.

Entah kenapa Emak begitu sayang padanya. Bahkan setiap ada kesempatan. Emak selalu menasehatiku agar kembali menerima Abri sebagai pacarku. Emak sih tidak salah melakukan hal itu. Karena memang aku tidak memberitahu Emak, alasan putusnya hubungan aku dengan Abri.

Didalam kamar berukuran 3 × 4m dan diisi satu lemari dan tempat tidur berukuran 1×2m, aku berbaring untuk melepaskan penatku.

Bayangan masalalu bersama Abri seketika melintas di sel - sel syarafku. Dimana hubungan kami berawal ketika aku duduk di bangku SMP. Tepatnya saat kelas 3 SMP.

WAKTU ITU.....
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd