Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Siapakah Fatimah Az-zahra...?

  • Sosok wanita baru dalam cerita ini

    Votes: 62 23,7%
  • Sosok wanita yang menyamar dalam cerita ini

    Votes: 200 76,3%

  • Total voters
    262
Bimabet
Selamat pagi abangda @disast
Selamat menikmati saur ya??
Udh saur kah disana??
Tetep awali pagi dengan semangat ya om.. :semangat:

kamsia lai.. sorry baru bales

sudah dong pagi ini sahur roti dan telur 1/2 matang hehehehe

tetap semangat juga buat abang dan oom @rad76 serta semua kawan di forum ini...
 
Update...?
Nggak...?
Update...?
Nggak...?
Update...?
Nggak...?
Update...?
Nggak...?
Update...?
Nggak...?
Update...?
Nggak...?
:mindik:
Sepi ya.....!!!

Selamat siang buat sobat-sobat semua....!!!

Selamat menjalankan ibadah puasa, semoga ibadahnya diterima Allah SWT

Insya Allah ntar malam ane update.... Kalo nggak kelupaan....
 
Update...?
Nggak...?
Update...?
Nggak...?
Update...?
Nggak...?
Update...?
Nggak...?
Update...?
Nggak...?
Update...?
Nggak...?
:mindik:
Sepi ya.....!!!

Selamat siang buat sobat-sobat semua....!!!

Selamat menjalankan ibadah puasa, semoga ibadahnya diterima Allah SWT

Insya Allah ntar malam ane update.... Kalo nggak kelupaan....

kalau sudah siap sebaiknya update saja oom @rad76 kan berbagi kebahagian buat kami semua....:semangat: soale sdh kangen sama cinta..
 
13c41b886870094.jpg

Fatimah Az-zahra Mustafa aka Imah
 
kalau sudah siap sebaiknya update saja oom @rad76 kan berbagi kebahagian buat kami semua....:semangat: soale sdh kangen sama cinta..
Masih di lapangan heheheh.... Dah siap chapter 41.

gimana progress tendernya oom, berhasilkah?
Belum om habis lebaran baru buka tendernya. Itupun bukan ane yang ikut ke sana. Ane masih ditugasin beresin di Sekayu Muba.
 
Chapter 41. Alhamdulillah, Dewi dan Akbar Siuman dari Komanya


Cuplikan chapter sebelumnya...



Aku dan Bi Iyah telah berada di bangunan yang diperuntukkan sebagai rumah kost. Dan langsung menemui gadis berjilbab itu yang sedang duduk menunggu di ruang tamu.

"Kenalin teh, saya 'Bi Iyah' dan ini 'Neng Cinta'." ucap Bi Iyah bersikap ramah mengenalkan diri terlebih dulu sambil mengulurkan tangannya mengajak bersalaman.

"Saya, 'Fatimah Az-zahra', Bi. Panggil 'Imah' aja." sahutnya sambil menyambut uluran tangan Bi Iyah untuk bersalaman.

"Saya, 'Cinta Rahayu Pramudya', Teh. Panggil 'Cinta' aja." ucapku mengenalkan diri sambil mengelurkan tangan untuk bersalaman.

"Imah aja, Teh." Imah menyambut tanganku.

Kami berdua sejenak bersalaman, ada perasaan nyaman dan teduh saat aku melihat senyuman dan tatapan mata Teh Imah.

"Tadi kata Neng Cinta, teteh sedang mencari kost-kostan." potong Bi Iyah. "Dan kebetulan sekali masih ada satu lagi kamar yang kosong, yaitu kamar no.8. Kalo teteh mau lihat kamarnya, yuk ikut bibi lihat kamarnya terlebih dulu!"

Bi Iyah melangkah terlebih dulu di depan, disusul kemudian aku dan Teh Imah. Kami berdua berjalan berbarengan.

Ceklek...

"Silahkan teteh, lihat-lihat dulu!" ucap Bi Iyah ramah setelah membuka kunci kamar no.8. "Semua kamar di sini fasilitasnya sama. Kamar mandi di dalam, ranjang single bed, dan AC."

Teh Imah segera masuk ke dalam kamar no. 8, untuk melihat-lihat kamar itu, mulai dari melihat kamar mandinya, maupun sampai melihat fasilitas kamar ini dari ranjang ataupun AC-nya.

"Saya ambil kamar ini, Bi," ucap Teh Imah cepat memutuskan, lanjut bertanya. "Berapa biaya sewa perbulannya, Bi?"

"Per bulannya satu juta rupiah, Neng Imah. Itu sudah termasuk jatah sarapan pagi, makan siang dan makan malam, serta laundry gratis per minggu." ujar Bi Iyah menjelaskan. "Oiya, hampir saja lupa. Minta fotocopy KTP atau kartu identitas Neng Imah lainnya, untuk dilaporkan ke ketua RT sebagai penghuni kost di sini."

"Saya bayar dua bulan dulu ya, Bi Iyah." ucap Teh Imah yakin dengan keputusannya.

Teh Imah segera membuka tasnya dan mengambil uang dua juta rupiah berserta KTP, lalu diserahkannya pada Bi Iyah.

Bi Iyah menerima uang dan KTP itu dan sempat berkata, "Neng Imah, KTP nanti bibi balikin setelah difotocopy terlebih dahulu, sekaligus kwitansi pelunasan sewa selama 2 bulan. Dan Neng Imah bisa bertanya pada Neng Cinta tentang aturan-aturan kost di sini. Kamar Neng Cinta no.7 bersebelahan dengan kamar Neng Imah. Bibi tinggal dulu, ya."

"Iya, Bi Iyah. Nanti Imah tanya-tanya dengan Teh Cinta. Terima kasih ya, Bi." ucap Teh Imah sambil tersenyum lebar.

---- ©©©© ----​

Pov 3rd



Setelah kepergian Bi Iyah, terlihat keduanya mulai asik mengobrol untuk saling mengakrabkan diri sebagai sesama penghuni kostan. Cinta tampak begitu senang dengan adanya Imah, tetangga sebelah kamarnya. Begitu pula dengan Imah yang merasa nyambung bicara dengan Cinta.

"Teh Imah, mengenai tamu laki-laki, tidak diperkenankan bertamu di atas jam 21.00 wib," kata Cinta memberitahu. "Selain untuk menghindari fitnah juga untuk menjaga keamanan dan ketertiban di kost-kostan ini."

Cinta lalu menjelaskan semua peraturan-peraturan yang diberlakukan di kost-kostan ini.

Imah mendengarkan semua penjelasan Cinta dengan serius, tanpa sedikit pun menyela atau pun memotong penjelasan dari Cinta, hingga akhirnya Cinta mengakhiri penjelasannya.

"Bagaimana menurut Teh Imah dengan penjelasan peraturan-peraturan tadi? Apakah Teh Imah merasakan keberatan dengan peraturan di sini?!" tanya Cinta setelah mengakhiri semua penjelasannya pada Imah.

"Tidak sama sekali, Teh Cinta." sahut Imah sambil menyunggingkan senyumnya. "Peraturan-peraturannya itu untuk melindungi penghuni kost supaya bisa nyaman tinggal di sini. Beruntung sekali saya bisa menemukan kost-kostan di sini!"

"Yaudah kalo begitu, Teh Imah." Cinta terlihat senang dengan jawaban Imah. "Oiya sepertinya, usia kita berdua tidak beda jauh. Saya baru berusia 22 tahun. Kalo kamu berapa usianya Teh?"

"Hehehe... Bulan depan saya juga 22 tahun, Teh Cinta." sahut Imah sambil tertawa kecil. "Panggil Imah aja tanpa embel-embel teteh atau teh ataupun sebutan lain. Kita 'kan seumuran Cin."

"Hehehe... Iya, Mah." kekeh Cinta. "Nggak nyangka usia kita nggak jauh beda. Oiya, kamu sendiri kuliah atau kerja di Bandung, Mah."

"Kuliah, Cin." sahut Imah memberitahu. "Lanjutin S2 di UIN Bandung. Alhamdulillah, dapet beasiswa dari kampusku saat wisuda dua bulan lalu di Surabaya. Cinta sendiri asli Sunda, ya?"

Cinta seketika menggelengkan kepala sambil menghela nafas panjang. "Fiuuh..."

Sejenak Cinta tampak seperti sedang mengatur nafasnya, matanya mulai berkaca-kaca.

Namun, ia berusaha untuk tenang walaupun kenyataannya bayang-bayang masa lalunya kini mulai tergambar kembali di hadapannya. Segera ia menjawab pertanyaan Imah barusan. "Bukan, Mah. Saya berasal dari Jakarta. Di Bandung ini baru tinggal beberapa hari dan sementara ini bekerja di Mantili Caffe & Resto. Imah sendiri berasal dari kota Surabaya, ya?"

"Iya, Cin." sahut Imah membenarkan tebakan Cinta. "Dari lahir sampai selesai S1 tinggalnya di kota Surabaya. Oiya, bentar saya ada oleh-oleh dari sana buat kamu Cin. Semoga berkenan, ya."

Imah lalu bangkit dan membuka kardus yang ia bawa tadi. Dan setelah itu, kemudian mengeluarkan 2 kotak oleh-oleh dari dalam kardus tersebut.

602db8886885304.jpg

"Ini namanya sambal udang Bu Rudy, sambal terkenal di Surabaya Cin." ujar Imah menjelaskan apa yang ada di tangannya. Lalu ia menyerahkan 2 kotak barang tersebut pada Cinta. "Untuk kamu satu dan satu lagi titip buat Bi Iyah, ya.

"Duh, jadi merepotin kamu, Mah. Makasih banyak ya." ucap Cinta senang. "Iya, nanti saya sampaikan titipan kamu ke Bi Iyah."

"Eh, hampir lupa, Cin. Hehehe..." ucap Imah sambil terkekeh.

Imah mengambil kantong kresek besar dan mengeluarkan dua bungkusan. Kemudian, ia menyerahkan dua bungkusan itu pada Cinta. "Ini namanya kerupuk Puli, untuk kamu satu dan buat Bi Iyah satu."

"Wah banyak banget nih oleh-olehnya." sahut Cinta sumringah. "Kamu baik banget, Mah. Makasih banyak ya."

f53f71886885294.jpg

"Iya, hehehe...." jawab Imah singkat sambil tertawa kecil.

"Imah... Makasih banyak, hehehe... Kalau begitu aku permisi! Mau ke tempat Bi Iyah dulu, ya." pamit Cinta sambil tertawa kecil, lalu keduanya cipika-cipiki terlebih dahulu. "Semoga betah tinggal di sini, Mah."

"Siip...! Insya Allah, aku dah nyaman di sini!" sahut Imah setelah mereka tadi sempat cipika-cipiki.
.
.
.

13c41b886870094.jpg

Fatimah Az-zahra Mustafa aka Imah

Pov Imah




Setelah kepergian Cinta, aku mengeluarkan pakaianku yang ada di dalam tas, kemudian menyusunnya ke dalam lemari pakaian yang sudah ada di kamar ini.

Kunyalakan AC dengan suhu 16°C. Hawa kamar pun perlahan-lahan menjadi sejuk. Aku tidak menyangka akan berada di kota Bandung dan jauh dari keluargaku di Surabaya. Seminggu yang lalu, aku diwisuda di UIN Surabaya dan memperoleh beasiswa untuk melanjutkan kuliah S2 di UIN Bandung.

Fatimah Az-zahra Mustafa, nama yang diberikan oleh Abiku, K.H. Mustafa Kamal. Aku adalah putri bungsu dari tiga bersaudara, dari pernikahan Abi K.H. Mustafa Kamal dan Ummi Siti Maemunah binti Abdul Rahman Rozak.

Kakak pertamaku laki-laki bernama Ahmad Sarman Mustafa. Saat ini bekerja sebagai PNS di kantor wilayah Departemen Agama. Kak Sarman sudah menikah dengan seorang wanita solehah bernama Putri Aisyah Husni, dan mereka telah dikarunia dua orang anak laki-laki bernama Muhammad Ghozali Sarman dan perempuan bernama Nurul Rahmah Al-Sarman.

Kakak keduaku perempuan bernama Laila Qomariah Mustafa. Mbak Kokom biasa aku memanggilnya telah menikah dengan seorang ustadz bernama Ahmad Fajri Husen. Mereka telah dikaruniai seorang putra bernama Hasan Ahmad Fajri.

Sebuah pigura foto keluarga besarku kini kususun di atas sebuah meja belajar untuk membuatku tetap semangat menjalani kehidupanku di kota yang disebut juga Paris Van Java-nya Indonesia.

Selain aku melanjutkan pendidikanku di Bandung, aku juga mempunyai misi yang merupakan amanat dari Abiku, yaitu mengawasi, membimbing dan mengarahkan Cinta Rahayu Pramudya supaya tidak terjerumus ke lembah nestapa. Aku teringat kembali dengan pembicaraan kami tiga hari lalu di rumah kami di Surabaya.

Surabaya, 3 hari lalu...

Saat itu kami sekeluarga kedatangan tamu dari sahabat Abi. Ya, mereka adalah Om Gunawan dan Tante Hanum beserta seorang wanita cantik berkerudung yang kuketahui bernama Mbak Tasya, istrinya Mas Adit, saat mereka menikah beberapa bulan lalu di Surabaya. Ummi memanggilku untuk ke ruang tamu karena ada hal penting yang ingin mereka bahas dan itu melibatkanku.

"Sini, Imah." panggil Abi padaku untuk mendekat.

Aku menyunggingkan senyum pada mereka semua, sesaat setelah mereka melihatku berjalan bersama Ummiku.

"Om Gunawan," sapaku sambil mengatupkan kedua tanganku memberi salam dan hormat kepada Beliau.

Dijawab dengan anggukan kepala oleh Om Gunawan.

Lalu aku salim dan cipika-cipiki pada Tante Hanum dan juga Mbak Tasya.

Aku duduk di samping Ummi, setelah diberi kode Abi untuk duduk.

"Nah, kebetulan sekali Imah mendapat beasiswa untuk melanjutkan kuliah S2 di UIN Bandung. Gimana kalau Mas Gun ceritakan masalahnya pada Imah?" kata Abi pada Om Gunawan.

Om Gunawan sejenak menghela nafasnya, lalu Beliau mulai berbicara. "Nak Imah. Sebelummya Om Gunawan ucapkan selamat atas wisudanya dan juga beasiswanya untuk S2 di UIN Bandung. Om, Tante dan Tasya datang ke sini memang ada keperluan penting. Ini berkaitan dengan menantu kami."

Aku hanya menyimak perkataan Om Gunawan walau sedikit kurang mengerti apa yang dimaksudnya dengan menantunya, bukannya Mbak Tasya itu adalah menantunya.

Tante Hanum mengeluarkan selembar foto. Lalu ia menyerahkan padaku.

"Itu adalah foto terakhir menantu kami. Dia bernama Cinta Rahayu Pramudya dipanggil Cinta. Dia istri pertama Aditya Febriansyah." sambung Om Gunawan memberitahu.

Aku menganggukkan kepala, mulai mengerti maksud perkataan Om Gunawan.

"Nak Imah. Om minta bantuan kamu untuk mengawasi, membimbing dan mengarahkan Cinta." Tante Hanum membuka suaranya dengan sedikit memohon.

"Apa yang bisa aku lakukan Om, Tante?" tanyaku balik. "Maaf sebelumnya, Imah bukannya mau mengetahui masalah rumah tangga Mas Adit, tetapi setidaknya dengan Imah mengetahui masalahnya Imah bisa bersikap arif nantinya."

Om Gunawan melirik Tante Hanum sejenak, lalu Om Gunawan menatap Tasya. Tasya mengangguk seolah memberi ijin untuk Om Gunawan bicara.

"Permasalahan keluarga Aditya Febriansyah ini karena pernikahan Adit dengan Tasya, tanpa diketahui oleh Cinta sebagai istri siri pertama Adit." ucap Om Gunawan menjelaskan. "Cinta merasa dibohongi oleh Adit dan sekarang kabur ke Bandung."

"Jadi begini Imah, anakku." Abi ikut bersuara. "Masalah mereka itu sebenarnya bukan hal utama untuk Nanda ketahui. Abi meminta Nanda menjalankan amanah Abi untuk mengawasi, membimbing, dan mengarahkan Nak Cinta supaya di sana tidak terpengaruh oleh pergaulan yang menimbulkan dosa dan fitnah. Abi percaya, Nak Cinta bisa menjaga dirinya di sana. Tetapi, alangkah baiknya Nanda memberikan bimbingan ilmu agama padanya, supaya ia makin kuat dan dewasa menghadapi permasalahan hidupnya. Nanda paham maksud Abi?"

Aku mengangguk.

"Ok, bagus. Kalo Nanda dah mengerti," kata Abi menyambung kalimatnya. "Nanti Nanda bicarakan lagi, bersama Ummi, Tante Hanum dan Mbak Anissa ya. Abi dan Om Gunawan keluar sebentar, mau melihat panti. Yuk Mas Gun, kita berangkat!"

Setelah Abi dan Om Gunawan pergi, kami berempat membicarakan permasalahn ini dengan penuh kehati-hatian.

Mbak Tasya atau Anissa Putri, nama yang disematkan sekarang setelah ia menjadi muallaf, mulai menjelaskan rencananya.

"Dik Imah, mbak minta tolong sama kamu untuk menjadi tangan, kaki dan kepala. Mbak mohon, kamu dekati dan jadikan Cinta seperti saudara kamu sendiri, karena ia wanita yang baik, Dik. Mbak melakukan ini untuk menebus kesalahan mbak masa lalu dan juga sebagai bentuk pengabdian mbak sebagai istri dari Mas Adit. Mbak ingin mengembalikan keutuhan rumah tangga kami bertiga, karena itu sudah menjadi takdir kami bertiga mencintai orang yang sama, yaitu: Aditya Febriansyah. Kebahagiaan Mas Adit adalah Cinta dan kebahagiaan Mbak adalah mereka berdua. Nanti Mbak juga akan menyusul ke Bandung dengan sebuah rencana tersendiri. Kamu simpan nomor HP Mbak ini, Dik Imah."

Bla... Bla... Bla...

Dengan lancar Mbak Anissa membeberkan rencananya, bahkan seluruh biayaku nanti di Bandung semua ia yang membiayai itupun setelah mendapatkan persetujuanku, Ummi dan Abi.


Drrrttt... Drrttt...

HPku berdering, seketika membuatku tersadar dari lamunanku. Panggilan telepon masuk dari Abiku setelah kulihat sebentar dari layar HPku.

"Assalamualaikum, w.w. Ya hallo, Abi..!" ucapku menjawab panggilan telepon dari Ayahku.

"......"

"Iya, Abi. Imah dah ada di kost-kostan seperti yang Abi beritahukan. Dan Alhamdulillah sekarang sudah berkenalan langsung dengannya."

"......."

"Iya, Abi. Doakan Imah semoga bisa menjalankan amanah Abi." sahutku menjawab dari telepon telepon genggamku.

"......"

"Iya, Abi. Waalaikum salam w.w."

Segera kupencet tombol off call setelah menyahuti salam Abiku melalui HPku.

"Ya Allah, permudahkanlah urusan hamba-Mu ini. Semoga mereka kembali bersatu sebagai keluarga yang sakinah, mawaddah dan warrohmah. Amiin Ya Robbal Alamin."ucapku berdoa dalam hati sambil mengadahkan kedua tanganku ke atas.

---- ©©©© ----

2c6804886877384.jpg

Cinta Rahayu Pramudya aka Cinta

Pov Cinta


Aku menemui Bi Iyah untuk menyampaikan oleh-oleh dari Imah. Sebuah sambal dan kerupuk khas dari kota Surabaya.

"Tante Cintaaa!" seru Ariya menghambur dalam pelukanku setelah melihat kedatanganku.

"Eh, Ariya, mama ada di dalam!" ucapku setelah memeluk dan mengendongnya.

"Ada, Tante. Apa itu, Tante...?" celoteh Ariya dengan bahasa cadel khas anak balita.

"Oleh-oleh buat mama dari Tante Imah." jawabku sambil melangkah masuk ke dalam untuk menemui Bi Iyah.

"Eh, Non Cinta. Duh Ariya. Turun nak, kasihan sama Tante Cinta." ucap Bi Iyah setelah melihatku bersama Ariya.

"Nggak apa-apa, Bi. Cinta malah senang." jawabku sambil meletakkan oleh-oleh itu ke meja yang berada di dapur. "Bi Iyah, Ini oleh-oleh dari Teh Imah, Cinta taruh di sini ya, Bi."

"Makasih ya, Non. Sampaikan terima kasih bibi pada Non Imah." sahut Bi Iyah sambil menyunggingkan senyumnya. "Mohon maaf Cinta. Bibi sedang repot buat makan siang untuk anak-anak kost."

"Iya Bi. Cinta ngerti kok," kataku menyahuti perkataan Bi Iyah. "Malah Cinta nggak enak sama Bi Iyah. Kalo saja waktu kerja Cinta agak sore, Cinta bisa bantu-bantu Bi Iyah dulu."

"Duh si Non Cinta. Kenapa mesti merasa tidak enak gitu?" tanya Bi Iyah. "Kan memang sudah sewajarnya itu menjadi hak penghuni kost-kostan. Bibi malah sering dibantu Non Cinta pagi-pagi itu sudah senang banget."

"Oiya Bi. Cinta balik lagi ke kamar ya, mau siap-siap berangkat kerja. Sudah jam 11 ternyata." kataku berpamitan dengan Bi Iyah sambil menyalimi tangan Beliau.

"Tante Cinta, pulangnya nanti bawaiin es klim ya, buat Aliya." celoteh Ariya memelas minta dibeliin es krim.

"Insya Allah ya, Ariya. Tante pulangnya malam takut nanti es krimnya cair." sahutku membujuk Ariya dengan penuh kelembutan.

"Ya, Tante mah." rajuk Ariya dengan muka merajuk. Lantas ia berlari masuk ke kamarnya tanpa menghiraukan ibunya dan Cinta yang memanggilnya.

"Bi Iyah kalo gitu, Cinta beliin dulu es krimnya! Kasihan Ariya ngambek gitu." ucapku permisi untuk membelikan es krim buat Ariya.

"Udah nggak usah Non Cinta." cegah Bi Iyah merasa tidak enak hati. "Biar bibi yang membujuk Ariya, bentar lagi hilang ngambeknya tuh bocah."

"Nggak apa-apa, Bi Iyah." sahutku tersenyum. "Cinta permisi bentar ya, Bi."

15 menit kemudian...

"Bilang apa tuh sama Tante Cinta?" kata Bi Iyah pada Ariya ketika es krimnya sudah berada di tangannya.

Ariya langsung memelukku dan mencium pipiku. "Maacih ya, Tante Cinta."

Tampak senyum merekah dari bibir Ariya ketika keinginannya terpenuhi.

"Yaudah Ariya sayang, tante balik dulu ke kamar." ucapku memberitahu. "Bi Iyah, Cinta pamit ya."

Setelah aku meninggalkan rumah Bi Iyah, menuju ke bangunan sebelah. Terlihat seorang gadis cantik baru saja turun dari mobil taksi.

"Cantik dan anggun sekali gadis itu! Siapakah dia?" gumamku bertanya dalam hati.

Kami berdua sempat bertatapan mata, aku memberikan senyum padanya dan gadis itu pun membalas senyumanku, namun karena aku mesti kerja. Aku hanya menganggukkan kepala dan berlalu meninggalkannya.
.
.
.
"Semangat Cinta, semua ini demi masa depan anak ini." ucapku dalam hati ketika menghadap cermin sambil mengelus perutku yang mulai buncit.

Dengan penuh semangat aku ke luar kamar dan mengunci pintu kamarku, lalu berjalan ke kamar no. 8 di mana Imah sedang sibuk merapikan kamarnya.

"Eh, Cinta. Udah mau berangkat kerja ya," kata Imah setelah melihatku berdiri di ambang pintu kamarnya.

"Iya, Mah. Mohon maaf ya, Cinta nggak bisa bantu-bantu Imah berberes." sahutku tersenyum padanya.

"Nggak apa-apa, Cin. Hati-hati di jalan ya," ucap Imah mengingatkan. "Semoga kerjanya berjalan lancar ya."

"Amiien...." sahutku. "Yaudah Imah, aku berangkat dulu, ya. Assalamualikum w.w."

"Waalaikum salam w.w." sahut Imah sambil mengacungkan jempolnya.
.
.
.
Lokasi : Mantili Caffe & Resto


Jam 12.30 wib, aku sudah berada di Mantili Caffe & Resto. Setelah ibadah sholat Dzuhur, aku segera mengepel lantai, membersihkan meja dan kursi-kursi supaya tempat ini menjadi bersih dan nyaman buat pengunjung cafe yang datang.

"Alhamdulillah, dah beres semua." gumamku senang dalam hati.

"Eh, Mbak Cinta." sapa seorang wanita bertumbuh seksi dan tomboy. "Rajin banget, dah pada bersih semua."

"Eh, Teh Irma." sahutku setelah menoleh ke belakang melihat orang yang menegurku. "Selamat siang, Teh. Memang sudah menjadi tugasku ini, Teh."

"Oiya, Mbak Cinta. Saya mendapat amanat dari Kang Raka. Mbak Cinta disuruh ke ruangannya, setelah Mbak Cinta menyelesaikan tugas ini." kata Irma memberitahu.

"Ada apa ya, Teh?" tanyaku bingung.

"Saya juga kurang tahu, Mbak." sahut Irma sambil menggidikkan bahunya. "Temui aja, Mbak. Kang Raka orangnya baik kok."

"Iya, Teh Irma." sahutku lirih. "Kalo begitu saya ke ruang Kang Raka. Dah beres semua kerjaan saya bersih-bersih. Mumpung belum ada pengunjung cafe yang datang."

"Ok, Mbak Cinta." sahut Irma sambil mengacungkan jempol kanannya.

Sembari berjalan menuju ruang kerja Kang Raka, aku terus berpikir. "Ada apa gerangan sampai-sampai Kang Raka memintaku datang menemuinya di ruang kerjanya? Apakah pekerjaanku ada yang salah?"

Tok... Tok... Tok...

"Ya masuk aja." seru suara dari dalam ruangan itu.

"Permisi Kang Raka," kataku bersikap sopan menghormati atasanku.

"Eh, Cinta. Mari masuk! Silahkan duduk!" kata Kang Raka sopan mempersilahkanku masuk.

"Bagaimana kondisi kandunganmu, Cin?" tanya Kang Raka perhatian, setelah melihat perutku yang semakin buncit.

"Alhamdulillah, kandunganku baik-baik saja Kang." jawabku jujur apa adanya.

"Jadi gini, Cin." kata Kang Raka memulai obrolannya serius. "Sengaja saya memanggilmu, karena ada hal penting yang ingin saya sampaikan padamu."

Aku mendengarkan dengan serius dengan menundukkan wajahku.

"Kamu jangan khawatir, Cinta." sambung Kang Raka melanjutkan omongannya. "Kerjamu sangat baik dan tanggapan dari pengunjung cafe pun sangat baik dengan pelayanan dari kamu. Namun, melihat kondisimu yang sedang hamil. Maka, saya berencana menempatkanmu sebagai kasir bergantian dengan Irma. Supaya kamu tidak pulangnya terlalu malam sampai ke kost-kostan. Apakah kamu keberatan dengan keputusan saya ini, Cin?"

Mendengar perkataan Kang Raka barusan seketika aku mengangkat kepalaku seakan tidak percaya, karena jujur saja aku baru kerja beberapa hari di Mantili Caffe & Resto ini tetapi sudah dipercaya untuk menjadi kasir.

"Apakah saya tidak salah dengar, Kang?" tanyaku kaget menanggapi perkataannya barusan. "Saya di sini baru, bagaimana nanti dengan karyawan lainnya?"

Kang Raka menyunggingkan senyumnya. "Tidak Cinta. Untuk masalah ini, kamu tenang saja. Keputusan saya ini tidak akan ada yang berani membantah. Saya tanya sekali lagi, apakah kamu bersedia ditempatkan di kasir bersama Irma?"

Aku hanya menganggukkan kepala. "Saya bersedia, Kang. Terima kasih banyak."

"Yaudah mulai sekarang kamu bisa bertanya sama Irma. Dan saya berharap kalian berdua dapat bekerja sama dengan baik."

"Kalo begitu saya permisi dulu, Kang." ucapku mohon undur diri. "Sekali lagi saya ucapkan terima kasih atas bantuan, Kang Raka."

Aku ke luar ruangan Kang Raka dengan wajah yang senang karena mendapatkan posisi sebagai kasir. Tentunya secara fisik aku tidak begitu terlalu lelah dan jam kerjaku pun disesuaikan juga oleh Kang Raka.

"Baik banget Kang Raka. Terima kasih, ya Allah. Engkau telah memberikan begitu banyak kemudahan buat hamba-Mu ini." ucapku memanjatkan rasa syukurku pada Sang Maha Kuasa.

---- ©©©© ----​

Pov 3rd


Bandung, 3 hari sebelumnya...


Raka sedang bersantai di rumahnya, pagi ini ia sedang joging bersama Mae kekasihnya, hanya keliling kompleks. Begitu Raka dan Mae sampai di rumahnya. Raka sedikit kaget melihat sebuah mobil sedan mewah terparkir di halaman rumahnya.

"Aa' aya tamu, saha nya'?" (Aa' ada tamu, siapa ya?) tanya Mae pada Raka.

"Duka Neng. Aa' teu apal." (Entahlah Neng. Aa' nggak kenal) jawab Raka bingung.

Mereka berdua melangkah menuju ke arah beranda depan. Di sana terlihat dua orang lelaki. Seorang lelaki berpakaian biasa namun terlihat elegan dan modis. Mempunyai paras yang tampan dengan kulit putih, lebih cocok nenjadi model atau bintang film. Dan seorang lelaki memakai baju kaos putih tanpa di kancing dilapisi sebuah kemeja kotak-kotak merah hitam seperti baju yang dikenakan tim sukses Jokowi-JK pada saat pilpres 2009 lalu. Seorang lelaki bertubuh gempal dan berperut buncit dengan kulit sedikit gelap sedikit bergaya dengan mengunakan kacamata hitam.

"Eh, ada tamu," seru Raka setelah mereka bertatapan muka langsung.

Raka dengan ramah menyalami kedua pria itu, sementara Mae dengan cepat masuk ke dalam rumah.

"Oiya kita belum kenalan," ucap lelaki itu penuh wibawa sambil melebarkan senyumnya. "Saya 'Aditya Febriansyah' panggil saja 'Adit'. Dan ini, 'Cinthunks'. Asisten pribadi saya."

"Saya 'Raka Mtroyes Sakerta', panggil 'Raka' aja." Raka memperkenalkan dirinya sambil tersenyum ia dengan ramah bertanya. "Oiya ada keperluan apa ya, Pak Adit?"

Adit mengeluarkan dua lembar foto pernikahannya bersama Cinta. Lalu menyerahkan foto itu kepada Raka.

Raka menerima kedua foto itu, ekspresinya seketika berubah kaget setelah melihat dengan teliti orang yang berada dalam foto tersebut.

"Itu Cinta Rahayu Pramudya, biasa dipanggil Cinta. Dia adalah istriku, Pak Raka." Adit tiba-tiba bersuara menjelaskan keterkejutan Raka barusan. "Ada sedikit masalah di antara kami berdua. Namun, belum sempat aku ingin menjelaskan permasalahan kami, Cinta telah kabur dari rumah. Saya telah menelusuri pelariannya, dan sekarang ini dia bekerja di Mantili Caffe & Resto milik Pak Raka."

"Oh... Apa yang bisa saya bantu ya, Pak Adit?" tanya Raka setelah mendengarkan penjelasan Adit barusan. "Selama Cinta bekerja di sana dia sangat rajin, smart dan loyal. Saya beruntung mendapatkan karyawan seperti dia."

"Beberapa hari lalu, anak buah saya sudah beberapa kali mampir ke cafe milik Pak Raka. Melihat, mengawasi dan melaporkan semuanya pada saya." kata Adit menjelaskan kembali. "Jujur saja, Pak Raka. Saya sedih melihat istri saya bekerja sebagai pelayan di cafe Bapak demi menyambung hidupnya. Namun, saya saat ini belum berani mendekatinya karena takut nantinya Cinta kabur lagi dan semakin susah untuk saya lindungi. Saya mohon pada Pak Raka tolong beri pekerjaan yang lebih ringan padanya karena saat ini dia sedang mengandung. Dan saya tidak mau Cinta dan kandungannya terjadi apa-apa. Saya mohon bantuannya, Pak Raka."

Pada saat mereka sedang asyik mengobrol, dari dalam rumah keluar seorang wanita sambil membawa nampan berisi tiga cangkir kopi dan sebuah piring berisi pisang goreng.

Dengan sopan gadis berhijab itu menyusun tiga cangkir dan piring itu ke atas meja dan mempersilahkan mereka minum.

"Biar tambah santai, sambil di minum." ucap gadis itu ramah. "Aa' diajak minum tamunya."

"Oiya Neng. Makasih ya." sahut Raka pada kekasihnya. "Pak Adit, Pak Cinthunks. Silahkan diminum. Kopi Sawaka khas dari desa Sawer, dan kopi ini juga merupakan icon dari Mantili Caffe & Resto. Mari Bapak-Bapak silahkan diminum!"

Setelah mengobrol selama lebih kurang hampir satu jam, Raka menyanggupi permintaan Adit untuk membantunya. Begitupun dengan Adit, setelah mencicipi aroma kopi Sawaka itu, ia tertarik untuk menjadi investor buat pengembangan bisnis kopi Sawaka ke depannya.

---- ©©©© ----​

Pov 3rd


Depok, 19 September 2017...


Lokasi : Rumah Sakit Harapan Bersama-sama


Pagi itu udara di kota Depok begitu cerah. Begitu pula yang dirasakan oleh Pramudya, Sekar dan Jelita yang pagi ini hendak berangkat ke RS. Harapan Bersama-sama. Mereka mendapatkan kabar baik dari pihak rumah sakit dan besannya yang mengabarkan perkembangan kesehatan Dewi dan Akbar yang menunjukkan progresyang semakin baik.

Mereka berangkat dari Jakarta untuk menemui Dewi dan Akbar yang beberapa hari lalu sempat terabaikan karena kaburnya Cinta.

Pramudya, Sekar dan Jelita sedikit lega setelah mendapatkan informasi dari Adit maupun Gunawan tentang keberadaan Cinta yang kini berada di Bandung dalam keadaan baik-baik saja. Bahkan tempat tinggal dan aktifitas keseharian Cinta pun tak luput dari pengamatan mereka walau tidak secara langsung mereka melihatnya.

Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 2,5 jam. Mobil Toyota Fortuner yang dikendarai Pramudya memasuki kawasan rumah sakit.

Setelah memarkirkan mobilnya, mereka segera bergegas menuju ruang ICU di lantai 3 RS tersebut.

1c68ef886907974.jpg

Ilustrasi ruang ICU


Lokasi : Ruangan ICU



Anggoro dan Nengsih tampak berseri-seri setelah mendengarkan pemaparan dokter kemaren. Dokter yang menangani Dewi dan Akbar memberikan diagnosa mereka terhadap perkembangan kesehatan Dewi dan Akbar yang mulai menunjukkan tanda-tanda siuman.
18 September 2017...

"Insya Allah, Pak Anggoro. Berdoa saja dalam beberapa hari ini keduanya akan sadar dari komanya." ucap dr. Heru kemaren ketika mengajak Pak Anggoro ke ruangannya membicarakan perkembangan kesehatan Dewi dan Akbar.

"Alhamdulillah, Dok. Kami sekeluarga senang mendengar kabar gembira ini." jawab Anggoro tampak bisa tersenyum lega.

Mendengarkan kabar baik tersebut, Anggoro segera menghubungi Pramudya, mengabarkan kabar gembira tentang perkembangan kesehatan Dewi dan Akbar yang menunjukkan tanda-tanda akan sembuh dan sadar.

Dan hari ini, mereka sudah berkumpul di RS. Harapan Bersama-sama. Sekar dan Jelita yang masuk terlebih dahulu ke ruangan ICU. Sementara Anggoro menemani Pramudya di luar ruangan untuk mengobrol. Kedua besan itu tampak akrab dan bersemangat dengan kabar berita ini.

Jelita yang duduk menghadap Akbar, mencium kening keponakannya dan mengelus-elus rambutnya.

Dengan mata berkaca-kaca, Jelita tak henti-hentinya berdoa demi kesembuhan keponakannya itu.

"Akbar sayang, bangun. Tante kangen sama kamu sayang," bisiknya di telinga Akbar.

Perlahan-lahan tangan Akbar bergerak-gerak, merespon bisikan Jelita barusan.

Jelita yang menyadari itu seketika langsung melihat ke arah tangan Akbar. Dan perlahan-lahan kedua mata Akbar mulai terbuka.

"Mamaaa!" seru Jelita memanggil Sekar.

Sekar menoleh ke arah Jelita begitu pun dengan Nengsih. Kedua wanita itu sempat menutup mulutnya hampir saja berteriak saking senangnya melihat Akbar sudah siuman dari komanya.

Jelita lantas berdiri dan ke luar ruangan ICU untuk memberitahukan pada Anggoro dan Pramudya tentang keadaan Akbar.

Dua jam kemudian...


Dewi dan Akbar dibawa ke ruang rawat inap setelah mereka berdua sadar dari komanya untuk mengembalikan kondisi mereka seperti sediakala.

Tampak keceriaan dari ekspresi wajah mereka dengan membaiknya kondisi Dewi dan Akbar.

"Pa, alhamdulillah ya. Dewi dan Akbar dah sadar." ucap Sekar bahagia walau ada setetes air mata yang meluncur dari sudut matanya. "Semoga Prima bisa tenang di sana ya, Pa."

"Iya, Ma. Kita mesti banyak bersyukur pada Allah atas mukjizat-nya ini." sahut Pramudya mencoba menenangkan Sekar. "Sudah, Ma. Jangan menangis doakan saja Prima supaya mendapat tempat istimewa di sisi-Nya."

Kedua suami istri itu berpelukan untuk mengungkapkan kebahagian mereka.




Bersambung....
 
Terakhir diubah:
Siapakah Fatimah Az-zahra...?Akhirnya terjawab juga di chapter 41 ini.

Tokoh baru yang kebetulan berkuliah di Bandung. Putri bungsu dari K.H.Mustafa Kamal. Imam Besar Masjid Agung Surabaya.
 
Masih di lapangan heheheh.... Dah siap chapter 41.

Belum om habis lebaran baru buka tendernya. Itupun bukan ane yang ikut ke sana. Ane masih ditugasin beresin di Sekayu Muba.

all the best la oom

wah saya pernah ke Sekayu tuh oom tapi sdh lama sekitar tahun 2005, kab muba salah satu kabupaten terkaya di Indonesia selain kab kukar
 
Bimabet
Siapakah Fatimah Az-zahra...?Akhirnya terjawab juga di chapter 41 ini.

Tokoh baru yang kebetulan berkuliah di Bandung. Putri bungsu dari K.H.Mustafa Kamal. Imam Besar Masjid Agung Surabaya.

haiya .... dapat kamar kos no 8 lagi nomor hoki lagi ... keknya boleh tuh oom @rad ... moga bisa taaruf sama adinda fatimah az-zahra....

btw many many thanks untuk updatenya oom
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd