Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Karma.Masa Lalu

Wah like father like son...
Cuma menang bakal menang banyak Satria dibanding Jalu
Ijin simak seson 2 mas bro....
 
Chapter 1. : Sebuah Awal


Pov : Satria.

Tugas yang terdengar mudah, melihat tato yang berada di tubuh dua orang wanita. Tapi, apa benar semudah itu melihat tato yang menurut ayahku tersembunyi di bagian tubuh vital mereka. Aku berusaha mengingat kejadian di Gunung Kemukus beberapa bulan lalu saat dia berhubungan sex dengan Rini, mataku terpejam mengingat setiap lekuk tubuh Rini atau aku mengenalnya sebagai Bu Hajjah Ijah, namun tidak ada satupun aku melihat tato di tubuh mulus Bu Hajjah Ijah. Apa ayahku cuma mengada ada untuk menyingkir kan aku dari masalah yang sedang dihadapinya?

Tapi kalau dilihat dari tatapan matanya, aku tidak melihat kebohongan dari matanya. Mungkin ini caranya menebus semua kesalahannya, dia ingin menjadikanku Singa yang menjadi raja di kumpulannya.

Aku berusaha menyingkirkan keraguanku, keraguan yang sulit aku hilangkan karena di dalam kamar ada Bu Rani ibu dari Syifa wanita yang aku cintai. Tapi aku harus melakukannya, menemuinya untuk melihat tato di tempat tersembunyi yang terdapat di tubuhnya. Bisa saja tato utu terdapat di payudara bahkan mungkin di organ paling intimnya.

Perlahan aku mengetuk pintu, menunggu dengan gelisah. Setelah sekian lama menunggu tidak ada respon dari dalam, atau mungkin ketukanku terlalu pelan sehingga Bu Rani tidak mendengarnya. Aku kembali mengetuk pintu lebih keras dari tadi, keringat semakin deras membasahi sekujur tubuhku.

"Tunggu sebentar..!" jawaban dari dalam kamar membuatku nyaris berhenti bernafas, dia Bu Rani ibunya Syifa. Entah apa yang akan terjadi kalau kejadian ini sampai diketahui Syifa, sudahlah, aku sudah mempunyai istri yang sedang hamil, sudah saatnya aku mengubur mimpiku memiliki Syifa.

Aku mundur selangkah saat pintu terbuka, Bu Rani berdiri menatapku lembut. Usianya tidak mampu merenggut kecantikannya, bahkan pesinanya masih akan mampu menaklukan pria muda sepertiku.

"Masuk..!" kata Bu Rani yang terlihat tenang menyambut kehadiranku, dia sama sekali tidak gugup seperti diriku.

"Iya, Bu..!" jawabku berjalan masuk mengikuti Bu Rani, mataku terpaku melihat pinggulnya yang seksi bergoyang mengundang kejantananku bangkit. Apa lagi Bu Rani, hanya memakai daster transparan sehingga aku bisa melihat celana dalamnya membayang jelas. Aku jadi membandingkannya dengan bentuk pinggul Syifa, satu hal yang membedakan adalah usia.

"Sat, tutup pintu!" seru Bu Rani menyadarkanku bahwa pintu kamar masih terbuka lebar, untung tidak ada orang.

"Maaf, Bu." jawabku berjalan ke arah pintu dan menutupnya, aku memastikan pintu sudah terkunci.

"Kenapa kamu melihatku seperti itu, tubuhku sudah jelek ya?" tanya Bu Rani membuatku tersipu malu, siapa pria yang tidak akan terpesona melihat keindahan tubuhnya. Bu Rani berputar perlahan memperlihatkan lekuk tubuhnya yang masih tetap terjaga tanpa timbunan lemak seperti wanita seusianya, menggoda pria bukanlah hal yang sulit dilakukannya. Terbukti, aku sudah tergoda oleh sifat genitnya, padahal setahuku Bu Rani orang yang santun.

"Tubuh Ibu masih bagus, sexy," jawabku jujur, aku tidak pernah bermimpi melihat lekuk tubuh Rani walau hanya dari balik daster transparan karena Bu Rani adalah ibunya Syifa. Selama ini aku hanya beberapa kali bertemu, itupun dari kejauhan karena aku tidak punya keberanian menemuinya langsung seperti sekarang dan pada pertemuan terakhir saat mengantarnya ke RS itulah pertama kali melihat Bu Rani dari jarak dekat.

"Lalu, kenapa kamu melihatku seperti itu?" tanya Bu Rani semakin menggodaku, atau hanya perasaanku saja, gairahku semakin panas.

"Karena tubuh Bu Rani sangat indah, tidak kalah dengan Syifa." tanpa sadar aku mengatakan apa yang sedang kupikirkan, membandingkannya Bu Rani dengan anaknya Syifa.

"Kamu sudah lihat tubuh bugil Syifa?" tanya Bu Rani tajam, dia tidak bisa menyalahkan perbuatan Syifa kalau benar mereka sudah melakukan hubungan yang di luar batas. Perlahan Rani mengangkat daster transparan yang dipakainya sehingga aku bisa melihat celana dalam berenda yang dipakainya.

"Ib ibu, mau apa?" tanyaku gugup melihat paha putih mulus Rani dan Celana dalamnya yang berwarna putih, ada garis memanjang di tengahnya yang terlihat basah.

"Bukankah kamu mau melihat tato di tubuhku, ada tiga tato yang tersembunyi dan hanya bisa kamu lihat saat tubuhku bugil." jawab Rani tertawa kecil, gairahnya semakin tinggi sehingga memeknya mulai mengeluarkan cairan pelumas yang membasahi celana dalamnya.

"Oh, kok bisa begitu?" aku semakin gelisah saat daster Rani mendekati payudaranya, perutnya yang rata sudah membuat dengkulku gemetar. Aku sudah sering melihat tubuh telanjang wanita, bukan hanya satu wanita, tapi kenapa aku merasa seperti baru pertama kali melihat tubuh seorang wanita.

"Ya, tato itu terletak di tiga bagian tubuhku, yang pertama ada di belakang telinga." jawab Rani berbalik membelakangiku, tangannya melepas daster yang sudah berada di dadanya, sehingga kembali menutupi tubuhnya membuatku kecewa. Rani menyibakkan rambutnya dan menekuk telinganya, aku memandang heran. "Lihat ini, Sat..!" seru Rani.

Aku mendekati Rani begitu dekat sehingga bisa mencium aroma rambut dan tubuh Rani yang menggairahkan. Aku menggelengkan kepala berusaha mengusir gairahku yang semakin bangkit dan berusaha fokus pada tulisan di balik telinga Rani. Sukowati, hanya itu yang tertulis. Jadi aku tidak perlu bersusah payah menghafalnya. Aku justru lebih tertarik melihat tengkuknya yang putih menggairahkan dan aku tidak bisa menguasai diri untuk tidak menciumnya.

"Satria, kamu nakal. Aku aku menyuruhmu melihat tato, bukan menciumi tengkukku..!" seru Rani berbalik mendorong tubuhku.

"Aku sudah melihatnya," jawabku pelan. Rani menatapku dengan tatapan mata yang semakin tajam membuatku menunduk malu karena perbuatanku.

"Kamu seperti pemuda lugu yang belum pernah melihat tubuh wanita, padahal dengan pesona yang kamu miliki aku yakin sudah banyak wanita yang bertekuk lutut mengemis cinta padamu." kata Rani membelai pipiku, bergerak ke arah leher lalu ke dadaku yang bidang dan berotot.

"Eh, Bu Rani mengada ada." jawabku berusaha sekuat tenaga mengendalikan diri untuk balas meraba tubuhnya yang semakin terlihat semakin menggairahkan, wanita ini ibunya Syifa aku tidak memperlakukannya seperti wanita lainnya. Bagaimana kalau hal ini sampai diketahui Syifa, dia pasti akan marah besar, atau yang lebih parah kalau sampai perbuatanku diketahui Wulan, habislah aku.

"Hahaha, aku tidak mengada ada. Buktinya Syifa sampai tergila gila kepadamu dan sampai menyerahkan tubuhnya kepadamu, padahal setahuku Syifa sangat sulit dekat dengan seorang pria karena melihat perbuatan ayahnya yang ringan tangan sering menyiksaku." jawab Rani, tangannya terus membelai dada bidangku.

"Bu, jangan begini.." kata Satria memegang pergelangan tangan Rani yang terus mempermainkan gairahnya yang semakin berkobar.

"Kamu tidak mau menikmati tubuhku seperti kamu menikmati tubuh Syifa" atau mungkin aku terlalu tua untuk kamu?" bisik Rani diakhiri gigitan kecil pada telingaku, membuatku merinding nikmat.

"Eh, ibu masih muda tidak kalah dengan wanita lain...!" jawabku lirih, gairahku semakin berkobar dan perlahan menutupi akal sehat yang berusaha aku pertahankan sejak melihatnya berpakaian seperti itu.

"Lalu, kenapa kamu menolak..!" bisik Rani membuatku semakin gelisah merasakan hembusan nafasnya menyentuh pori pori kulitku, hembusan hangat yang semakin menguasai jiwaku.

"Saya datang ke sini untuk melihat tato Bu Rani..!" jawabku masih berusaha mempertahankan keteguhan hatiku yang semakin goyah, aku berusaha fokus dengan tugas yang diberikan ayahku.

"Ada dua tato lagi yang harus kamu lihat, satu berada tepat di bagian bawah payudaraku." kata Rani meraba payudaranya yang terlihat masih sekal membuatku menelan air liur untuk membasahi kerongkongan yang menjadi kering.

"Lalu, yang satunya lagi..?" tanyaku kembali menelan air liurnya, mataku terpaku ke arah payudaranya yang membayang jelas dari balik daster walau masih tertutup BH, justru hal itu yang membuatku semakin penasaran.

"Satunya lagi, bahkan ayahmu tidak pernah melihatnya. Apakah kamu pantas melihatnya?" tanya Rani, tangannya kembali mengangkat daster yang dikenakannya, kali ini dia tidak menahan dasternya seperti tadi. Sungguh wanita matang yang sangat berpengalaman, dia tahu saat yang tepat menarik ulur gairah pria.

"Di di mana, Bu..?" tanyaku, jarak kami begitu dekat sehingga aku mencium bau tubuhnya yang khas dan semakin membakar gairahku.

"Nakal, tato itu terletak tepat di samping belahan memekku." jawab Rani membuatku terbelalak takjub, begitu pentingkah tato itu sehingga tersembunyi di bagian paling vital.

"Begitu, bollleh akkku melihatnya?" tanyaku gugup melihat tubuh Rani yang hanya mengenakan BH dan CD, indah melebihi yang aku bayangkan. Perutnya masih rata tanpa timbunan lemak yang mengganggu keindahan.

"Tergantung, apa kamu bisa memuaskanku atau tidak seperti yang pernah dilakukan ayahmu kepadaku sehingga dia bisa melihat dua tato di tubuhku, pria paling perkasa yang pernah aku kenal." kata Bu Rani membuatku semakin blingsatan. Apa susahnya memaksa wanita ini untuk menunjukkan dua tato lagi di bagian tubuhnya, aku bisa memaksanya dengan tenagaku yang jauh lebih kuat.

"Jangan berpikir untuk menggunakan kekerasan sama seperti yang sering dilakukan oleh almarhum suamiku, jadilah seperti ayahmu yang bisa menaklukkanku dengan kejantanannya yang perkasa." kata Rani meraba selangkanganku yang sudah mengeras, terbelenggu dalam sarang yang sangat menyiksa.

"Aku lebih perkasa dari ayahku, lebih hebat darinya." gumamku jengkel karena selalu dibandingkan dengan ayahku. Wanita ini harus tahu, anaknya sudah kubuat bertekuk lutut oleh keperkasaan kontolku hingga dia rela melakukan 3some dengan Wulan.

Aku beranikan diri mencium bibir Rani, melumatnya dengan rakus tanpa ada penolakan darinya. Rani justru balas melumat bibirku dengan sangat bernafsu, kakinya menjinjit untuk menyesuaikan tingginya dengan tinggiku. Aku meremas pantatnya yang bulat berisi, payudaranya menempel pada dadaku yang masih berpakaian sehingga aku tidak merasakan tekstur kulitnya yang halus.

"Kamu sudah mulai berani, ya? Kenapa kamu tidak membuka pakaianmu, agar tubuhmu bisa merasakan kulit tubuhku yang halus atau kamu sedang menunggu aku menelanjangimu?" tanya Rani melepaskan pelukannya, dia merebahkan tubuhnya di pinggir spring bed sehingga sebagian kakinya terjulur ke lantai.

1zlt2rc.jpg


Perintah yang tidak bisa aku tolak dengan alasan apapun, aku membuka kaos dan celana panjangku dengan cepat bahkan celana dalam ikut terlepas mengikuti celana panjang ku.

"Gila, kontolmu ternyata sebesar kontol ayahmu!" seru Rani takjub melihat kontolku yang sudah tegang sempurna. Dia langsung duduk meraih kontolku.

"Kontol ini yang sudah menjebol keperawanan, Syifa." jawabku bangga, aku menggerakkan kontolku yang sedang dibelai Rani.

"Sinting, ini karma. Dulu ayahmu yang sudah mendapat keperawananku, sekarang kamu anaknya yang mendapatkan keperawanan Syifa anakku. Benar benar sebuah KARMA." gumam Rani, dia mengocok kontolku. Merasa kontolku krri g, Rani meludahi kontolku sebagai pelumas.

"Karma yang nikmat..!" gumamku membiarkan Rani memperlakukan kontolku sesukanya.

"Aku ingin tahu, seberapa lama kamu dapat bertahan." kata Rani, dia melahap kontolku sehingga bibirnya yang mungil terbuka lebih lebar dari biasanya.

"Nikmat, Bu Rani lebih pintar nyepong dari pada Syifa..!" seruku takjub, wanita seusia ibuku sangat tahu cara memperlakukan kontolku, lidahnya bergerak menggelitik kepala kontolku dengan lincah di sela sela hisapannya. Rasa nikmat yang membuatku tidak mampu bertahan lebih lama sekeras apapun aku berusaha.

"Adduh Bu, nanti akku kelluar..!" seruku mengingatkan Rani sebelum pejuhku benar benar keluar. Tapi Rani seperti tidak peduli dengan yang sedang kurasakan, dia terus menghisap mengeluarkan teknik terbaik yang dikuasainya.

"Akkku kelllluar, Bu...!" aku takluk oleh rasa nikmat, terhempas tidak berdaya oleh badai orgasme yang menembakkan bermili mili cairan pejuhku ke dalam mulut Rani yang langsung menelannya dengan lahap, protein yang terkandung di pejuh konon akan membuat wanita menjadi awet muda.

"Kamu kalah..!" seru Rani beranjak mengambil pakaiannya yang tergantung di dinding, aku memandangnya heran.

"Apanya yang kalah, Bu?" tanyaku heran, kenapa Rani kembali memakai pakaiannya. Bukan lagi memakai daster transparan seperti saat aku datang, tapi baju gamis lebar yang menutup semua auratnya dari pandangan liar pria hidung belang.

"Aku sudah membuat perjanjian dengan ayahmu, apa bila kamu bisa bertahan dari seponganku maka aku akan perlihatkan dua tato yang ada di tubuhku. Ternyata kamu gagal, kamu tidak seperkasa ayahmu." kata Rani membuatku merasa tertipu, dia sama sekali tidak mengatakan masalah perjanjian tersebut.

"Ini tidak adil, perjanjian sepihak dan aku tidak mengetahuinya..!" seruku jengkel, Rani dengan mudah menipuku dengan akal liriknya.

"Kamu bisa telpon ayahmu untuk menanyakannya, aku pikir kamu sudah mengetahuinya dari ayahmu." jawab Rani, dia sudah selesai memakai jilbabnya, lalu minum air botol mineral hingga habis untuk menghilangkan sisa pejuh du dalam mulutnya.

"Ibu tidak boleh keluar, sebelum melihat tato di tubuh ibu, " kataku menghalanginya yang berjalan menuju pintu.

"Kenapa? Kamu akan menggunakan kepalan tanganmu untuk memaksamu seperti yang pernah kamu lakukan terhadap almarhum suamiku, ayahnya Syifa?" tanya Rani membuatku mundur begitu teringat kejadian saat aku memukuli suaminya sehingga aku dikeluarkan dari sekolah, Rani berjalan melewatiku keluar kamar tanpa kucegah.

Aku menoleh ke belakang, Rani sudah menghilang dengan pintu kamar yang masih terbuka. Aku berjalan mendekati pintu, lupa dengan keadaanku yang bugil, saat aku akan menutup pintu, seorang gadis keluar dari kamar yang berhadapan denganku. Matanya terbelalak melihat keadaanku dan setelah sadar dia membanting pintu dengan teriakan nyaring.

=========

"Kamu gagal, apa yang menyebabkan kamu gagal ? Padahal kamu sendiri yang bilang, tugas ini terlalu mudah." tanya ayah membuatku jengkel, kegagalan ini bukan salahku. Kenapa di tidak memberitahukan tentang perjanjiannya dengan Rani.

"Kenapa, ayah...!" kalimatku terhenti saat sadar aku telah memanggilnya ayah untuk pertama kalinya sejak aku mengetahui dia adalah ayahku.

"Hahahahahaha, terimakasih terimakasih kamu sudah memanggilku ayah." kata Ayahku Jalu, kembali tertawa terbahak bahak. Apa dia sudah gila, kenapa justru menertawakan kegagalanku.

nnju4n.jpg


"Ada apa, A?" tanya Ibuku heran mendengar suara tawa ayahku yang terdengar ke luar rumah.

"Satria memanggilku, ayah..!" seru ayahku memandang wajah ibuku dengan mata yang berkaca kaca.

"Kirain Lastri, ada apa A..!" seru ibuku tersenyum, dia memeluk pria yang sudah kuterima sebagai ayahku. Aku ikut bahagia untuk ibuku, kebahagiaan yang terpancar dari matanya. Setelah sekian puluh tahun, akhirnya ibuku menjadi seorang istri, tanpa sadar aku meneteskan air mata bahagia.

"Ya sudah, Lastri mau ke dapur lagi." kata Ibuku meninggalkan kami di ruang depan rumahku.

"Ayah sudah membuat perjanjian dengan wanita itu, itu sebabnya aku gagal." kataku jengkel setelah ibuku kembali ke dapur.

"Tunggu dulu, aku tidak bikin perjanjian apa apa dengan wanita itu, coba kamu ceritakan kronologinya?" kata ayahku, bibirnya tetap tersenyum dan aku baru sadar, itu bukan senyum ataupun tawa mengejek.itu adalah senyum dan tawa bahagia.

Aku segera menceritakan apa yang dikatakan Rani, tentang perjanjiannya dengan ayahku. Ketika aku selesai bercerita, ayahku kembali tertawa terbahak bahak, aku hanya menggerutu jengkel.

"Kamu tertipu oleh wanita itu, dia tentu saja tidak akan memberi tahukan kamu tentang tato yang ada di tubuhnya karena itu adallah petunjuk yang sangat berharga di mana tempat emas itu disembunyikan. " kata ayahku, kali ini dia tidak tertawa seperti tadi. Dahinya berkerut, tanda orang yang sedang berpikir keras.

"Kenapa ayah memberiku tugas seperti ini, kenapa tidak memberiku tugas yang lain." kataku kembali jengkel saat ayahku tersenyum kembali.

"Kamu sendiri yang bilang, ini tugas terlalu mudah, lagi pula aku sendiri tidak pernah bisa melihat seluruh tato di tubuhnya oleh karena itu aku sengaja menugaskanmu karena aku tahu kamu pasti mampu." jawab ayahku tenang.

===========

Pov Syifa

9tpbox.jpg



"Ibu dari mana, baru pulang jam segini?" tanyaku heran melihat kedatangan ibu, padahal setahuku ibu tidak pernah keluar dan pulang jam 9 malam. Situasinya sudah berbeda, setelah ayahku meninggal tidak ada lagi tulang punggung yang memberi ibuku belanja, sedangkan penghasilanku rasanya tidak akan cukup untuk kebutuhan kami.

"Ibu habis bertemu Satria di hotel, ada urusan penting." jawab ibu tersenyum sambil mencium pipiku.

"Bertemu Satria, untuk apa?" tanyaku heran, kenapa ibu harus menemui Satria? Sayang, pikiranku tidak bisa menerka apa yang dibicarakan ibu dengan Satria.

"Jawab pertanyaan Ibu, siapa yang sudah mendapatkan perawan kamu?" tanya Ibu membuatku sangat terkejut, dari mana dia tahu hal ini? Sudah pasti dari Satria, tapi apa maksudnya menceritakan hal yang seharusnya tetap menjadi rahasia kami. Atau Satria sengaja menceritakan hal ini untuk bisa menikahiku, karena ibuku pasti akan melarangku menjadi istri ke dua.

"Satria sudah bercerita ke Ibu?" tanyaku penuh harap.

"Ya, dia yang mengatakannya kepada, Ibu." jawab ibu, kenapa dia menatapku seperti itu?

"Apakah dia mau, melamarku?" harapan ku semakin melambung tinggi, aku akan duduk di pelaminan dengan Satria.

"Kami tidak membicarakan hal itu, kamu harus ingat Satria sudah punya istri." jawaban ibu, menghempaskanku ke alam nyata. Mimpi yang sempat melambung, hancur dalam sekejap.

"Aku tahu, aku sangat mencintai Satria dan tidak bisa hidup tanpanya. Apapun akan kulakukan untuk dapat memilikinya, untuk apa aku hidup tanpa bisa memilikinya." jawabku tegas, apapun caranya, aku harus memiliki Satria.

"Pikirkanlah baik baik, jangan .mengambil keputusan yang hanya akan membuatmu sengsara." jawab ibu membelai rambutku yang hitam panjang bergelombang.

"Syifa sudah berpikir puluhan kali, semakin Syifa pikirkan semakin yakin bahwa Satria harus jadi milik Shinta seutuhnya." aku memeluk ibuku, nyaman sekali berada dalam pelukannya yang hangat.

"Kamu sudah benar yakin?" tanya ibuku, dia mengangkat daguku untuk bisa melihat kesungguhan hatiku lewat mataku.

"Ya, Syifa lebih baik mati dari pada tidak bisa memiliki Satria." jawabku.

"Ibu akan membantumu untuk mendapatkan Satria, ikut ibu ke kamar, ibu akan menunjukkan sesuatu yang bisa kamu gunakan untuk memiliki Satria." kata Ibuku menarik tanganku masuk kedalam kamar.

Aku bersorak kegirangan, ibu sudah memberiku restu untuk mendapatkan Satria, aku percaya ibu pasti akan bisa membantuku seperti yang dikatakannya tadi karena ibu tidak pernah membohongiku.

Bersambung.
 
Terakhir diubah:
Terima kasih apdetannya Kang @satria73 ...
Tetap semangat dan disukses RL nya Kang...
Terus sering apdetnya utk Karma ya Kang .. hehehehehhe
Jangan Zaka mulu Kang yg diapdet...
Pissss Kang..
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd