Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG LOVE SCENARIO

Status
Please reply by conversation.
-PART 1 - KULI BANGUNAN-



POV DENI.



“Den, kalau kamu lebih milih si Sari apa Nisa?”.

“Ya jelas milih Sari ya Den, udah cantik, montok, semok, behhhh sempurna pokoknya, cocok buat teman tidur”.

“Sari itu gak pantes buat kamu Jhon, pantesnya buat aku”.

“Tuh Nisa kamu ambil, si Sari tuh cuma milik Jhoni seorang!”.

Ya begitulah kalau tukang bangunan ngobrol, isinya jarang soal kerjaan, yang ada hanya bahas masalah cewek, terutama bahas perabotan cewek. Tetek, memek, perek, tiga hal itu yang sering di bicarakan dua orang teman kerjaku, Bang Jhoni dan Bang Ferri. Sedangkan aku, namaku Deni, mungkin itu saja aku memperkenalkan namaku, karena dari namaku cuma itu yang penting.

“Orangtua ngomongin cewek, ingat tuh sama anak istri di rumah, beras saja masih ngutang pakek acara mau nambah istri. Emang kenyang anak sama istri kalian di kasih makan batu bata?” tanyaku ke dua orang yang masih saja debat soal cewek.

“Nih bocah sukanya bawa-bawa istri” kata Bang Jhoni.

“Duh, jadi ke inget mau beliin seragam sekolah buat si Sindi!” tutur Bang Ferri.

Aku hanya senyum-senyum mendengar perkataan dua orang itu. Sebenarnya aku tuh heran dengan mereka berdua, Mbak Tari istrinya Bang Jhoni tuh cantik, bahkan gak kalah cantik di banding Sari, cewek penjaga warteg langganan kami bertiga, sedangkan Mbak Ifa istrinya Bang Ferri juga cantik dan semakin cantik dengan hijabnya. Tapi anehnya dua lelaki itu masih saja sering godain cewek lain, kalau aku punya istri seperti Mbak Tari atau Mbak Ifa, udah gak nglirik aku ke cewek lain.

“Den, kamu gak pengen apa nikah muda?, tuh si Nisa sepertinya suka sama kamu, setiap hari ngelihatin kamu kerja. Nih sebentar lagi tuh cewek satu pulang kuliah pastri nongkrong di wartegnya Sari sambil ngelihatin kamu” kata Bang Jhoni.

Gara-gara perkataan Bang Jhoni aku jadi ke inget Nisa, mahasiswi cantik yang sering di godain dua lelaki di sampingku. Benar kata Bang Jhoni barusan, sejak aku bekerja di tempat ini, Nisa sering aku lihat sedang mengamatiku, bahkan tanpa sungkan dia pernah ngajak aku jalan bareng waktu malam minggu. Namun dengan kondisiku saat ini, aku cukup minder dengan Nisa, karena selain cantik, Nisa juga dari kalangan orang berada, sedangkan aku hanya seorang kuli bangunan.

“Kalau sama Nisa, tuh namanya ketinggian Bang. Biar katanya Nisa suka sama aku, orangtuanya belum tentu merestui” kataku.

“Hamilin aja Den, pasti di nikahin” seru Bang Ferri.

“Ya kalau di nikahin, kalau aku malah di laporin polisi, hancur masa depan Bang. Ngasih saran tuh yang enak biar enak Bang!” ungkapku.

“Tapi, intinya kamu sukakan sama tuh si Nisa?” tanya Bang Jhoni.

“Suka sih suka Bang, tapi aku sadar diri, hehehehehe!” jawabku.

“Kawin lari saja, tuh saran Abang kamu ini” seru Bang Jhoni.

“Kalian berdua tuh sarannya gak ada yang benar, satu nyuruh hamilin yang satu nyuruh kawin lari, yang keduanya bisa membuat aku di laporin ke polisi dengan tuduhan memperkosa anak orang dan menculiknya” kataku.

“Ya sudah kalau sama Nisa takut gak di restuin orangtuanya, bagaimana kalau sama si Sari, pasti kamu langsung di restuin sama orangtuanya Sari” tutur Bang Jhoni.

“Ya tuh, aku setuju. Biar si Sari sudah janda, tapi dia kan masih muda dan masih cantik, masih cocok buat jadi istri kamu!” timpat Bang Ferri.

“Cocak, cocok apanya?. Lagian aku tuh belum kepikiran soal nikah, umur juga belum nyampek kepala dua. Memang ada keinginan menikah, tapi bukan sekarang, jadi kalian berdua gak usah repot nentuin calon buat aku” kataku seraya mengaduk adonan semen dan pasir dengan cangkul.

“Hehehe, jangan emosi anak muda, kita kan cuma ngasih saran” tutur Bang Jhoni.

“Iya saran, tapi saran yang menyesatkan. Buruan ini adonan kalian ratain biar cepat selesai kerjaan dan kita cepat balik ke kosan, sekalian biar aku gak ketemu si Nisa” pintaku begitu tegas.

“Siap paduka raja, titah paduka adalah sebuah kehormatan bagi hamba!” canda Bang Ferri.

Adonan semen dan pasir sebagai dasaran lantai sudah di ratakan oleh Bang Jhoni dan Bang Ferri. Aku yang kali ini mendapat jatah membuat adonan semen dan pasir, kini aku sedang membersihkan peralatan kerja yang barusan kami bertiga gunakan.

Tepat jam empat sore semua pekerjaanku sudah selesai, dan karena hari ini hari sabtu, sebelum pulang ke kosan kami bertiga terlebih dahulu berkumpul dengan pekerja yang lainnya untuk menerima uang kerja selama satu minggu. Di tempatku kerja, gaji di hitung harian dan setiap seminggu sekali atau setiap hari sabtu kami para pekerja selalu mendapatkan gaji. Sehari kami di gaji 90-100ribu, tergantung pekerjaan kami. Aku yang cuma bekerja dari senin sampai sabtu, hari ini aku menerima gaji 600ribu, lumayan untuk mengisi dompetku.

Sebenarnya aku kerja satu minggu penuh, bedanya setiap hari minggu aku kerja di tempat lain. Biasanya tiap hari minggu dari pagi sampai siang, aku membantu salah satu temanku jualan bakso di alun-alun kota. Selain membantu kerjaan teman, makan gratis dan dapat gaji, di alun-alun aku sekalian cuci mata ngelihan cewek-cewek kota yang entah kenapa selalu terlihat cantik.

“Den, seriusan nih kamu gak nungguin si Nisa muncul?” tanya Bang Ferri saat aku, dia dan Bang Jhoni berjalan ke kosan dan kebetulan kosan kami bertiga berada di lokasi yang sama.

“Malam minggu gini, si Nisa pasti jalan sama pacarnya” jawabku.

“Sok tau bener nih bocah, emang kamu tau apa kalau si Nisa sudah punya pacar?” tanya Bang Jhoni.

“Tau Bang, kemarin kan aku lihat tuh si Nisa di bonceng cowok naik moge, mesra lagi boncengnya” jawabku.

“Terus ini ceritanya kamu cemburu, makanya dari tadi ngebet balik ke kosan dan menghindari Nisa!” tutur Bang Ferri.

“Cemburu apaan Bang, kan aku gak ada hubungan apa-apa dengan Nisa. Lagian ini aku pingin cepet balik ke kosan, karena capek saja Bang, rasanya badan remuk hari ini Bang” kataku.

“Kamu ada benarnya, pagi hujan, siang panas, selain capek sepertinya aku masuk angin juga” seru Bang Ferri.

Perjalanan dari tempat kerja ke kosan kami tidaklah begitu jauh. Cukup berjalan santai selama 15menit, kami bertiga sudah sampai di kosan. Kosan di sini ada delapan kamar, kamar Bang Jhoni dan Bang Ferri ada di lantai satu, sedangkan kamarku ada di lantai dua bersebelahan dengan kosan dua orang mahasiswi dan seorang cowok pelajar SMA.

Suasana kosan jam segini lumayan ramai karena hampir seluruh penghuni kosan sudah pulang. Setelah melewati kamar dua teman kerjaku dan menaiki tangga, kini aku tiba di depan kamar kos ku, sebuah kamar kos yang hampir tiga bulan ini aku tempati.

Setelah membuka pintu, aku segera masuk ke dalam kamar kos ku. Sore seperti ini suasana kamar kos ku lumayan gelap karena kondisi kosan yang membelakangi matahari sore. Menyalakan lampu dan mengambil perlengkapan mandi segera aku lakukan begitu aku sudah berada di dalam kamar.

Di kosan ini ada empat kamar mandi, dua di lantai satu, dan dua lainnya di lantai dua. Karena badan sudah lengket dan bau keringat, aku segera pergi ke kamar mandi. Berbeda dengan penghuni kosan di lantai satu yang sudah ramai, di lantai dua masih terlihat sepi, tadi aku cuma melihat si Diki yang sedang belajar di dalam kamarnya saat aku berjalan ke kamar mandi.

Dengan buru-buru karena ingin segera mandi, aku segera membuka salah satu pintu kamar mandi.

“Cklek” bunyi gagang pintu yang aku tari ke bawah.

“Cklek” bunyi pintu yang kembali aku tutup dan aku masih berada di luar kamar mandi.

“Maaf Bel aku lupa ngetok pintu!” kataku dari luar kamar mandi, karena barusan aku melihat Bela sedang ganti baju di dalam kamar mandi.

Meski hanya beberapa detik melihat, aku masih terbayang dengan keindahan lekuk tubuh Bela, mahasiswi cantik yang aku kira umurnya cuma terpaut satu tahun di atasku, dan dia adalah satu dari dua mahasiswi yang kamar kosnya berada di samping kamar kos ku.

“Sudah, gak apa Den, lagian aku juga yang salah lupa mengunci pintu” kata Bela yang kini sudah keluar dari kamar mandi, tentunya dia sudah menggunakan pakaian lengkap.


-BELA-

“Tapi aku tadi beneran gak sengaja Bel, sekali lagi aku minta maaf!” kataku.

“Sudah, gak apa-apa, lagian kalaupun kamu sengaja, aku juga gak bakalan marah, hihihihi!” kata lirih Bela seraya berjalan menuju kamarnya.

“Kalau gak marah, sekalian saja tadi mandi bareng!” gumamku, seraya masuk ke dalam kamar mandi.

Saat mandi, ekorku yang berada di depan terus saja tegang karena aku masih teringat tubuh setengah telanjang Bela. Dadanya yanf lumayan montok, pantat yang masih padat, serta perut rata yang berpadu dengan wajah cantik, benar-benar Bela tuh wanita sempurna.

Pengen coli, tapi sudah ada yang mengetok pintu, dan dari suaranya aku tau itu pasti si Vania, mahasiswi tomboy yang seumuran denganku. Biar kata tomboy, dia tetaplah seorang gadis cantik, dan selama ini dia justru lebih menarik perhatianku dari pada si Bela.


-VANIA-

“Sabar Van, ini lagi pakek handuk!” kataku.

Setelah selesai melilitkan handuk yang menutup bagian pinggangku ke bawah, akupun membuka pintu dan keluar dari kamar mandi.

“Maaf ya Den gue gedor-gedor pintu, udah kebelet!” ungkap Vania yang begitu saja masuk kamar mandi dan segera menurunkan celana pendek beserta CD nya. Sambil jongkok, air kencing dengan derasnya keluar dari vagina Vania, dan aku melihat semua pemandangan itu karena Vania tidak menutup pintu kamar mandi.

“Hihihi, maaf ya lo jadi ngelihat!” kata Vania, dan tanpa memperdulikan keberadaanku, Vania begitu saja membasuh vaginanya dengan air.

Tanpa rasa malu atau risih, Vania pun bangkit dari posisi jongkoknya dan dengan santainya dia berdiri di depanku dengan kondisi CD dan celana pendek yang dikenakannya masih menggantung di atas lututnya.

Melihat vagina Vania yang mulus tanpa di tumbuhin bulu, membuatku hanya bisa menelan ludahku sendiri, dan tanpa bisa aku cegah, ada sebuah gundukan yang muncul akibat dedek Deni yang bangun karena adanya rangsangan dari apa yang aku lihat dengan kedua mataku.

Ini bukan pertama kalinya aku melihat vagina seorang wanita dewasa, bahkan bukan hanya pernah melihat, aku pun sudah pernah merasakan betapa nikmatnya sebuah lubang vagina. Namun, pemandangan seperti ini tetap saja membuat aku hanya bisa diam dengan mata tak berkedip melihat ke arah vagina Vania.

“E'ehh” kataku tertahan karena dengan tiba-tiba Vania menarik tanganku hingga kami berdua kini berada di dalam kamar mandi.

“Kamu mau ngapain Van?” tanyaku saat Vania mendorong tubuhku ke arah dinding kamar mandi, dan bersamaan dengan itu Vania mulai merapatkan tubuhnya ke arahku.

“Ini hukuman buat lo karena sudah ngelihatin gue dari tadi” bisik Vania, dan tanpa aku duga dia kini mendekatkat wajahnya ke arahku.

Dengan ke dua mataku, aku melihat Vania mengarahkan bibirnya ke bibirku, dan dengan mata yang perlahan terpejam, Vania mulai mencium bibirku, sebuah ciuman yang membuat darahku berdesir.

Ciuman Vania yang semula begitu lembut, kini terasa semakin liar. Vania yang semula hanya mengecup bibirku, kini dia mulai melumat bibirku. Aku yang sejak tadi sudah begitu terangsang segera mencoba menyesuaikan kondisiku agar terbiasa dengan ciuman liar Vania. Setelah terbiasa dengan ciuman Vania, akupun mulai membalas ciumannya.

Bibir Vania aku lumat dengan penuh gairah, lidahkupun menerobos masuk ke dalam mulutnya sehingga lidahku dan lidah Vania kini saling berlilitan dan kami saling menghisap. Air liur kami berdua sudah tercampur dan itu semakin membuatku bernafsu berciuman dengan Vania.

Aku yakin jika saat ini ada yang melihat apa yang sedang aku lakukan dengan Vania, mungkin orang itu cuma akan diam dan melongo.

Di sela ciumannya, aku merasa tangan mungil Vania mulai menyusup masuk ke dalam handukku dan memegang penisku yang telah mengeras sejak tadi. Bukan hanya memegang, tapi tangan mungil Vania kini mulai mengocok-ngocok batang penisku.

“Emmmhhhh” desahku tertahan ciuman Vania ketika aku merasakan kenikmatan saat Vania terus mengocok-ngocok batang penisku, dan menurutku Vania cukup ahli dengan apa yang dilakukannya saat ini.

Setelah ciuman yang liar dan cukup lama, akhirnya Vania menyudahi ciuman kami. Saat bibir kami sudah terpisah, aku dapat melihat bibir Vania yang basah karena air liurnya yang sudah bercampur dengan air liurku.

Setelah menyudahi ciumannya, aku kira Vania akan menyudahi permainan gilanya. Namun aku salah, kini dia justru semakin nekat.

Dengan tangan kirinya dia melepas lilitan handukku yang seketika membuatku telanjang di hadapannya. Tangan kanan Vania yang sedari tadi sedang mengocok penisku, kini aku bisa melihatnya secara langsung.

Setelah sukses menelanjangiku dan dengan tangan kanan masih mengocok penisku, Vania langsung berjongkok di depanku.

Aku melihat Vania sedang melihat penisku yang sekarang tepat berada di depannya, sesekali aku juga melihat Vania yang sedang menelan ludahnya sendiri.

Aku tidak tau apa yang ada di pikiran Vania saat ini, yang aku tau kini dia sedang mengocok batang penisku dengan tangan kanannya, dan tangan kirinya mulai menyentuh dan mengelus buah zakarku.

Rasanya aku seperti melayang karena rasa nikmat yang Vania berikan padaku. Saat ini yang bisa aku lakukan hanya memejamkan mata sambil mendengus dan mendesah. Padahal ini baru permainan tangan, tapi aku sudah begitu banyak merasakan kenikmatan.

Aku baru membuka mata saat aku merasakan hangat dan basah di kepala penisku. Saat aku melihat ke arah Vania, ternyata dia sedang menjilati kepala penisku, dan tanpa rasa jijik Vania begitu saja memasukkan penisku kedalam mulutnya, sampai terasa mentok di tenggorokannya.

Di dalam mulutnya, lidah Vania terus menjilati kepala penisku. Bukan hanya kuluman dan jilatan di mulut Vania yang saat ini memberikanku kenikmatan, kedua tangan Vania pun tak henti menambah kenikmatan dengan terus mengelus-ngelus buah zakarku.

“Arggggghhhh gila enak banget” desahku membatin karena aku takut ketahuan orang lain jika aku bersuara.

Saat ini aku begitu pasrah menikmati rasa nikmat yang terus menerus di berikan Vania padaku. Akupun juga sudah gak peduli jika ada yang melihat kami berdua.

Vania kini semakin liar mengulum penisku, kepalanya semakin cepat maju mundur mengulum penisku, bahkan kini dia tidak lagi menggunakan tangannya untuk mengelus buah zakarku. Kedua tangan Vania kini memegang pahaku, menjadikan pahaku sebagai tumpuan tangannya.

Kuluman dan jilatan Vania semakin lama justru semakin liar, aku sepertinya sudah tidak lagi bisa menahan sesuatu yang ingin keluar dari penisku.

Otot-ototku terasa semakin tegang. Vania yang sepertinya tau aku akan segera memuntahkan sperma, bukannya melepas kulumannya, dia justru semakin mempercepat gerakan maju mundur kepalanya, dan akhirnya....

“Argghh” erangku lirih saat aku menyemprotkan spermaku ke dalam mulut Vania.

Entah berapa kali aku semprotkan spermaku ke dalam mulut Vania, tapi aku yakin jumlahnya pasti banyak. Vania saja tadi sempat melotot dan sedikit terbatuk saat aku menyemprotkan sperma yang sepertinya memenuhi mulutnya.

Setelah sesaat diam dengan penisku yang masih di mulutnya, Vania pun melepas penisku dari mulutnya, dan setelahnya dia mendongak ke arahku dengan mulut yang terbuka, memperlihatkan cairan sperma kentalku yang ada di dalam mulutnya. Melihat begitu banyak spermaku di mulutnya, aku kira dia akan memuntahkannya, namun dalam hitungan detik ternyata dia sudah menelan habis sperma yang begitu banyak, dan terlihat dia begitu menikmati apa yang baru dia lakukan.

Aku hanya bisa diam tak bereaksi saat melihat Vania yang menelan habis spermaku. Bahkan saat Vania menjilati sisa-sisa sperma di penisku, aku masih saja diam.

Seumur-umur baru kali ini ada wanita yang melakukan semua ini padaku, dan anehnya wanita itu bukanlah pacar atau seseorang yang sedang dekat denganku, melainkan di lakukan oleh Vania, wanita yang biasanya cuma aku lihat dari jarak jauh karena jarangnya kita bertemu.

Setelah beberapa saat menjilati penisku, Vania kini menghentikan semua aktifitasnya. Vania perlahan berdiri, dan dengan kedua tangannya dia menarik ke atas CD serta celana pendeknya. Vagina Vania yang tadi sempat aku lihat, kini sudah tertutup kembali dengan celana pendeknya.

“Awas saja lo masih berani ngelihatin gue lagi, lo bakal gue hukum lebih dari yang barusan!” ancam Vania.

Selesai mengancamku, begitu saja Vania pergi meninggalkanku yang masih terdiam di dalam kamar mandi.

“Kalau hukumannya seperti tadi, sulit bagiku untuk tidak melihat kamu lagi Van!” kataku membatin seraya memakai kembali handukku, dan segera aku berjalan ke arah kamar kos ku.

•>

•>

Dalam perjalanan dari kamar mandi ke kamar kos ku, aku sempat melewati kamar Vania, dan aku melihat Vania yang sedang tiduran sambil memainkan HP-nya. Barusan sebelum masuk kamar, aku juga sempat berpapasan dengan Bela. Tadi Bela hanya tersenyum saat melihatku, sedangkan aku, tadi aku cukup merasa gak enak sebab aku sedang bertelanjang dada di depan Bela karena memang aku tadi kelupaan membawa baju ganti saat ke kamar mandi.

“Duh, mimpi apa aku semalam bisa dapat durian runtuh di kamar mandi!” gumamku sesaat setelah aku selesai memakai baju dan celanaku di dalam kamar kos ku.

Selesai memakai baju dan sedikit merapikan rambutku, aku berjalan keluar kamar kos ku. Perutku yang sudah keroncongan membuatku ingin cepat-cepat ke tempat yang menjual makanan, dan warteg si Sari lah yang selalu merasuk ke pikiranku saat perutku lapar.

Setelah keluar kamar dan menuruni tangga, aku berniat mengajak duo orang mesum makan bersama. Namun aku tidak melihat mereka ada di tempat biasa mereka nongkrong, yang aku lihat hanya kamar kosan mereka yang sama-sama sedang tertutup.

“Mungkin mereka sedang berkumpul dengan pasangannya masing-masing di kosan mereka!” gumamku.

Dengan di temani matahari yang mulai meredupkan sinarnya serta lampu jalan yang mulai nyala, akhirnya aku putuskan untuk berjalan sendiri menyusuri jalanan menuju warteg Sari.

Sampai di tempat warteg Sari, aku hanya melotot sambil memukul jidatku dengan tanganku sendiri saat melihat dua orang yang sudah nongkrong di warteg Sari. Siapa lagi dua orang yang bisa membuatku seperti ini kalau bukan duo orang mesum, Bang Jhoni dan Bang Ferri. Entah sejak kapan mereka sudah berada di sini, yang jelas mereka sudah menyelesaikan makan dan seperti biasa mereka sekarang lagi godain si Sari.


-SARI-

“Sar, pesan nasi rames satu porsi sama teh manis hangat satu” pesanku ke Sari tanpa menyapa duo orang mesum terlebih dahulu.

“Iya Den, tunggu sebentar!” jawab Sari seraya dia menyiapkan pesananku.

“Woi bocah, main serobot saja kamu tuh padahal kita sedang asik ngonrol!” tegur Bang Ferri.

“Sar, kamu dengar ada suara aneh gak di tempat ini?. Duh padahal cuma ada kita berdua di sini, ini kok ada suara orang lain ya, jadi merinding aku!” kataku.

“Iya Dek, tau tuh suara apa, bikin merinding” tutur Sari.

“Gitu ya, giliran sang pujaan hati datang, yang lain tiba-tiba menghilang” ungkap Bang Ferri.

“Ya sudah Fer, yuk kita balik kosan dari pada mengganggu yang lagi mau menikmati malam minggu” ajak Bang Jhoni.

“Mengganggu apaan Bang, di bercandain begitu saja sudah marah!. Sudah Abang berdua di sini saja!” kataku.

“Tumben-tumbenan kamu gak mau kita tinggal, biasanya juga situ ngusir kita” ungkap Bang Jhoni.

“Sudah, kalian di sini saja tungguin aku makan!” pintaku.

Biasanya aku memang lebih suka makan sendiri di tempat ini, karena kalau ada si duo mesum, yang ada makanku kurang nikmat karena mereka terus-terusan godain aku dan Sari. Tapi kali ini berbeda, aku tetap ingin mereka berdua ada di sini karena dari kejauhan aku melihat seseorang dengan langkah santainya sedang berjalan menuju tempat ini.

“Eh ada Bang Jhoni dan Bang Ferri, lagi mau makan ya Bang?” tanya sosok wanita yang baru datang.

“Duh ada neng cantik, tau aja si eneng kalau kita ke sini mau makan. Tapi kita berdua sih udah makan neng, ini tinggal nungguin bocah yang takut kalau di tinggal pulang duluan” jawab Bang Jhoni.

“Jadi karena si Nisa kamu nglarang kita balik suluan” tutur Bang Ferri dengan berbisik.

Sosok wanita yang barusan datang adalah Nisa, dan benar apa kata Bang Ferri, karena kedatangan Nisa aku meminta mereka tetap di sini.


-NISA-

“Nih Den makan dulu!” kata Sari seraya menyerahkan pesananku.

“Makasih Sar” kataku, dan akupun mulai memakan makanan yang tadi sudah aku pesan.

“Laper Den, sampai aku gak di sapa!” tegur Nisa yang begitu saja duduk di sebelahku.

“Den, aku balik dulu ya!. Baru inget aku harus nganterin istriku ke toko, biasa make up nya dah habis!” kata Bang Jhoni.

“Tadi kita udah janjian, masak aku kamu tinggal!” ungkap Bang Ferri.

“Ya sudah, kita berdua balik duluan ya!” pamit Bang Jhoni, dan merekapun meninggalkanku sendiri.

“Kampret memang tuh dua orang, jelas banget mereka bohongnya, dan ini mereka juga tega meninggalkanku sendiri di sini” kataku membatin.

“Den, laper apa doyan, sampei segitunya makan?. Aku sapa saja gak jawab” kembali Nisa menegurku.

“Maaf Nis, laper banget soalnya” kataku.

“Ya sudah, aku temanin makan deh!. Sar, aku juga pesan nasi rames sama es jeruk” pinta Nisa.

“Tunggu sebentar, aku bikinin dulu” jawab Sari begitu ramah.

“Enak ya makanannya?” tanya Nisa padaku.

“Iyaamm, enakk” jawabku di sela aku menguyah makanan.

“Makanan Sari memang enak, enaknya sudah ngalahin masakan restoran. Aku saja masih bingung, resep rahasia apa yang di gunakan si Sari!” kata Nisa.

“Masalah resep saja bikin bingung, mirip orang yang mau belajar masak saja” ungkapku.

“Kan aku memang mau belajar masak” terang Nisa.

“Emangnya sudah ada calon Nis, kok udah belajar masak segala?” tanya Sari yang ikut nimbrung dalam obrolan seraya dia memberikan pesanan makanan Nisa.

“Udah ada Sar, tinggal nunggu dia berani nglamar aku”.

“Uhuk..uhuk..uhuk!” tiba-tiba aku tersedak begitu mendengar perkataan Nisa.

“Pelan-pelan makannya Den!” seru Nisa.

“Kalau tersedaknya Deni tuh bukan karena makanan Nia, pasti ada sebab yang lain, ya kan Den?” tanya Sari.

“Sok tau kamu tuh Sar, udah jelas tersedak makanan kok masih cari hal lain yang bisa bikin tersedak” jawabku setelah aku meminum segelas teh hangat yang sudah dingin.

“Siapa tau saja tersedak cinta, hihihihi” tutur Sari.

“Makin ngaco kamu Sar, nih uang untuk makanan dan minuman yang aku pesan!. Lama-lama di tempat ini, bisa ketularan kamu aku Sar” kataku.

“Ini kamu gak nungguin aku dulu Den?” tanya Nisa yang sedang menikmati makanannya.

“Mau nemanin tapi takut ada yang marah Nis. Jadi aku balik ke kos dulu saja!” jawabku, dan tanpa permisi aku begitu saja meninggalkan warteg si Sari.

“Sepertinya ada yang aneh denganku, kenapa juga tadi aku pakek acara tersedak segala, dan lagi apa maksutku tiba-tiba cuek ke Sari dan Nisa?. Apa aku beneran suka sama Nisa, dan tadi tuh aku lagi cemburu?. Gak, gak mungkin aku suka sama Nisa!. Sadar diri Den, kamu tuh siapa dan Nisa tuh siapa. Perbedaan kamu sama Nisa tuh ibarat bumi dan langit” gumamku di sepanjang jalan pulang ke kosanku.

Sampai di depan kosan, aku bertemu dengan Diki dan orangtuanya. Biasalah malam minggu, orangtuanya Diki pasti datang ke kosan untuk menjemput Diki.

“Kak Den, nitip kamar kos ya!” seru Diki.

“Ok Dik, pasti aku jaga kamar kamu” kataku, dan setelahnya aku melihat Diki masuk ke mobil orangtuanya.

Setelah melihat mobil orangtuanya Diki berjalan dan semakin menjauh, barulah aku melanjutkan jalan ke kamar kosku.

Dari empat kamar di lantai dua, aku mendapatkan kamar paling ujung dekat dengan tangga. Di samping kamarku berurutan ada kamar Diki, Niken, dan terakhir ada kamar si Vania yang dekat dengan kamar mandi.

Tiba di lantai dua, aku tidak langsung masuk ke kamarku, melainkan aku lebih dulu melihat kondisi kamar kos di samping kamarku.

Kamar Diki tentu gak ada penghuninya karena orangnya sedang pulang. Sedangkan kamar Bela dan Vania, lampu kamar mereka sama-sama menyala, namun pintu kamarnya tertutup rapat. Melihat kondisi kamar Bela dan Vania, aku dapat menyimpulkan kalau mereka gak mungkin lagi diam diri di dalam kamar, pastinya mereka sekarang sedang jalan menikmati malam minggu dengan pacar mereka masing-masing.

Setelah puas melihat sekeliling kamar kosku, akupun membuka pintu kamarku, dan tanpa menutup kembali pintu kamarku, aku begitu saja membaringkan tubuhku di atas kasur.

Sambil memejamkan mata, aku teringat akan kejadian yang terjadi hampir setahun yang lalu, sebuah kejadian yang merubah jalan hidupku. Dulu aku tidak pernah membayangkan akan menjadi seorang kuli bangunan, yang kerjanya sangat berat. Melakukan pekerjaan yang berat saja gak pernah, apa lagi mikirin untuk menjadi seorang kuli bangunan.

Dulu hidupku begitu penuh kemewahan, kamar mewah, baju mewah, makanan mewah, pokoknya semua serba mewah. Namun karena keputusan yang aku ambil, aku kehilangan semuanya, bahkan orangtuaku sendiri mengusirku dari rumah, dan mungkin mereka kini sudah menganggapku mati.

Sebenarnya aku punya seorang kakak perempuan yang bisa saja aku tumpangi hudup. Tapi aku sudah bertekat untuk gak merepotkan siapapun, dan sejak aku di usir dari rumah, saat itu juga aku sudah memutuskan segala hubungan dengan keluargaku. Aku gak tau menahu kabar keluargaku, begitupun mereka gak mungkin tau tentang keberadaanku, namun aku punya keyakinan kalau keadaan keluargaku pasti baik-baik saja.

Mereka sendiri yang mengusirku, jadi gak ada alasan bagiku untuk memikirkan mereka. Lagian dari pada memikirkan mereka, lebih baik aku menikmati kehidupan baruku, dan di tempat inilah aku sudah menemukan sebuah kehidupan yang membuatku nyaman dan bahagia.

•>

•>

POV 3rd.

Seorang wanita muda sedang duduk di kursi yang ada di dalam kamarnya. Wanita itu terlihat sedang memandang layar HP yang sedang menampilkan gambar seorang lelaki. Mata sayu dan sedikit bengkak, menandakan wanita itu baru saja menangis.

Sayup-sayup meski lirih, terdengar berbagai kata keluar dari bibir si wanita.

“Kenapa begitu cepat kamu ninggalin aku, Dek?. Bukannya masih banyak janji kamu ke aku yang belum kamu tepati. Kamu pernah janji mau menjadi saksi di pernikahanku, kamu juga janji mau gendong anak-anak ku, dan kamu juga pernah janji mau membuat bahagia seluruh keluarga kita. Tapi mana, satupun janji belum kamu tepati, tapi kamu justru meninggalkan kami semua!” kata lirih wanita itu seraya mengelus gambar yang ada di layar HP-nya.

“Hampir setahun setelah kamu pergi dari dunia ini, tapi aku belum juga bisa lepas dari kesedihan. Hari ini seharusnya kamu sudah tepat berusia 19 tahun, coklat hangat dan kue bolu kesukaan kamu sudah aku siapkan. Meski mustahil, aku berharap malam ini kamu datang menemuiku dan bersama menghabiskan semua makanan serta minuman ini”.

“Deni adik ku yang paling aku sayangi, apa di alam sana kamu bisa mendengar apa yang aku katakan?. Kalau kamu bisa mendengar, aku cuma mau bilang kalau aku sangat menyayangimu dan aku sangat merindukanmu!”.

•>

•>

Bersambung....

Cerita baru dari lagi.. Ijin buka lapak dimari om
 
Wah kagak ada yg kasih tau kalo agensosis bikin rumah :|
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd