Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT 55 Days Later: Part 2 (Tamat)

Status
Please reply by conversation.
"AAAAAAHHGGGGGHHHHGGHGHH" pecahan kaca itu menancap dalam di sisi lehernya. Darah segar memancar kuat dan membasahi tangan dan tubuhku. Dengan cepat kutendang perut tentara itu hingga terjatuh, aku langsung merangkak mundur menjauhi tentara itu.

"Aaaghhhhhhhh oohhhhkkkk ooohhhkkkkk" tentara itu berteriak kesakitan dan memegang lehernya yang terus memancarkan darah, ia menatapku dengan penuh amarah. Aku menangis melihat apa yang aku perbuat. Aku membunuhnya?
Episode 07: Painless coming soon

Dan episode ini akan fokus ke tokoh ini
 
"AAAAAAHHGGGGGHHHHGGHGHH" pecahan kaca itu menancap dalam di sisi lehernya. Darah segar memancar kuat dan membasahi tangan dan tubuhku. Dengan cepat kutendang perut tentara itu hingga terjatuh, aku langsung merangkak mundur menjauhi tentara itu.

"Aaaghhhhhhhh oohhhhkkkk ooohhhkkkkk" tentara itu berteriak kesakitan dan memegang lehernya yang terus memancarkan darah, ia menatapku dengan penuh amarah. Aku menangis melihat apa yang aku perbuat. Aku membunuhnya?
Episode 07: Painless coming soon

Dan episode ini akan fokus ke tokoh ini

Awas aja kalo mba aya sampe mati juga :galak: :galak:
 
Mba nur nya jangan dimatiin hu tp buat ena ena aja.. hehehehe
 
kalo matiin karakternya buat pengembangan cerita dan karakter ya gpp sih hu sebenernya wkwk alias lanjuttttt
 
Sebelum baca episode ini, ane kasih warning dulu kalau ada bagian/segment yang lumayan depressing. Jadi bagi yang tak kuat membaca, silahkan skip bagian ini

Happy reading hehe.

NB: segment flashback ditandai dengan "===000==="
 
7. Painless

"Hei"

"Mba Nur, bangun"

"Hei"

Kurasakan keningku seperti dielus. Kubuka mataku perlahan, sepertinya aku sudah cukup lama tertidur.

"Mbak Nur sayang, hehe"

"Emmm Rudi....."

"Bentar lagi kita sampai ditempat yang aku janjikan hehe" kekehnya sambil mengelus pipiku yang..... Ah, aku baru sadar kalau pipiku basah oleh liurku. Aku memang kebiasaan kalau tidur terlalu lelap selalu ngiler, hehe.

"Sampai ngiler kamu hahaha, emang mimpiin apa sih?" tanya Rudi.

"Rahasia" balasku.

"Bukan yang aneh-aneh kan?" tanyanya lagi.

"Kalau yang aneh-aneh emang kenapa?"

"Mungkin aja kamu mimpi kita lagi gituan....."

"Ihhh dasar Rudiiii" kucubit lengannya gemas dan kumanyunkan bibirnya, ekspresi Rudi terlihat bahagia melihatku.

"Hehe gak apa-apa sayang"

"Emmm Rud"

"Iya?"

"Berapa lama kita liburan Rud?" tanyaku.

"Seminggu aja gak usah lama-lama haha. Minggu depannya lagi kita nikah kan" Rudi mengelus rambutku. Kubalas dia dengan menggenggam tangannya.

Singkatnya kami telah sampai di sebuah resort yang cukup terpencil. Resort itu menghadap langsung ke bibir pantai. Kami langsung check ini dan berjalan menuju kamar yang sudah kami pesan.

"Lewis Hamilton win the Abu Dhabi Grand Prix and surely he confirm the record breaking seven world championship title after long season battle with Max Verstappen and Charles Leclerc...."

Yahhh, jagoanku gagal jurdun. Hehe.

Kutekan remote tv itu untuk pindah channel saluran tv. Rudi menghampiriku dan mengelus rambutku. Aku tersenyum.

"Kamu ya, masih bisa nonton balapan disini hehe"

"Mumpung ada channel luar negeri disini sayang, sekalian nonton" balasku.

"Kamu belum ngantuk?" tanya dia, aku menggeleng.

"Emm sayang?"

"Iya mbak Nur-ku"

"Aku mau nunjukkin sesuatu" kataku antusias"

"Apa?" balasnya heran.

"Bentar ya sayang, aku ke kamar mandi dulu"

"Iya hehe"

Kututup pintu kamar mandi dan menguncinya. Kubasuh seluruh tubuhku dengan air hangat. Setelah melakukan ritual mandi yang mungkin menguras waktu cukup lama, kukeringkan seluruh tubuhku dengan handuk. Ah, rasanya segar sekali. Kubuka tas kresek warna putih yang kutaruh di wastafel, aku tersenyum saat memegang sebuah pakaian; yang lebih tepatnya sebuah lingerie transparan berwarna hitam. Awalnya aku ragu untuk mengenakan pakaian minim ini karena baru pertama kali namun rasa ragu itu aku buang. Aku yakin Rudi pasti suka sekali dengan lingerie ini.

Kulihat tubuhku yang terpantul di cermin wastafel, lingerie ini terlihat sangat pas dan kontras dengan warna kulitku. Ugh, sebenarnya ini pertama kalinya aku mengenakan pakaian seminim ini selama hidupku, lingerie ini hanya menutupi buah dada dan selangkanganku. Tanpa pikir panjang aku keluar dari kamar mandi dan kulihat Rudi terpana melihat penampilanku. Hihi dia suka kan.

"Aya...."

"Kenapa sayang?"

"Kamu... kamu cantik sekali"

"Bisa aja kamu hihi" aku terkekeh sambil merebahkan tubuhku disamping Rudi.

"Kamu yakin sayang?" tanya dia.

"Yakin dong, aku bersedia melakukannya sekarang"

"Gak nyesel nantinya? Aku gak maksa kok sayang" kata Rudi.

"Enggak sayang, asal jangan keluarin didalam hehe. Bikin anaknya nanti kalau udah nikah"

"Emmn sini-sini"

Lampu kamar ini meredup saat Rudi menekan saklar lampu. Kami saling bercumbu mengekspresikan rasa cinta kami yang sudah memuncak.

"I love you so much, Aya....."

"Love you too, Rudi...."


===000===​

Aku sedang duduk santai di pinggir api unggun. Rasa hangat melanda seluruh tubuhku. Aku sengaja untuk tidak ikut kumpul dengan kawan-kawanku yang sedang menyantap makanan buatanku, karena aku ingin sendiri saja.

Aku masih ingat dengan kejadian tadi sore, saat kakiku tertusuk pisau.

Pisau itu menancap dalam, beruntung aku bisa mencabut pisaunya cepat dan mengobati luka itu. Tapi bukan itu masalahnya, aku sama sekali tak merasakan sakit, perih dan nyeri di kakiku. Karena penasaran aku mengambil sebuah batang kayu kecil yang tersulut api, kupadamkan api itu sampai meninggalkan bara merah. Awalnya aku ragu untuk melakukan ini.

Jangan berfikir yang aneh-aneh, aku tak melakukan self harm. Ini hanya untuk memastikan saja.

Kuambil napas dalam-dalam sambil memegang kayu ini. Kudekatkan bara api itu kearah kakiku, seharusnya kakiku sudah terasa panas namun kenyataannya tidak. Dengan cepat kutempelkan bara api itu ke telapak kakiku.

Aneh

Aku tak merasakan sakit sama sekali. Kubuang kayu itu ke perapian api unggun dengan perasaan heran.

"Aya" aku langsung menoleh kearah sumber suara. Gaby menghampiriku sambil membawa makanan dan segelas minum.

"Ehh Gab"

"Aku bawain makananmu" katanya.

"Iya, makasih"

"Kamu kok gak gabung sama kita-kita Ay?" tanya Gaby sambil duduk disampingku.

"Pengen sendiri aja" balasku datar.

"Aneh dah, biasanya kamu suka banget bergabung sama kita, sekarang malah menyendiri"

"Ya emang masalah buat kamu?" kataku dengan nada sedikit tinggi.

"Kamu ada masalah ya?" tanya dia lagi. Aku mulai merasa tak nyaman.

"Gak usah ikut campur kamu"

"Kamu kenapa sih Ay? tiba-tiba sikapmu berubah" pandangan Gaby terlihat tajam menatapku.

"Enggak, enggak. Aku.... gak apa-apa. Permisi....."

Tanganku dipegang kuat-kuat oleh Gaby, aku memandang dia dengan tatapan tak nyaman.

"Aku lihat kamu menempelkan bara api ke kakimu tadi" kata Gaby.

"Ya terus kenapa Gab? tolong lepasin dan tinggalkan aku sendiri"

"Emmm yaudah deh, tapi makannya dihabisin Ay."

Dia berdiri dan berjalan menjauhiku. Aku memandang makanan yang diberikan Gaby dan mulai melahapnya, perasaanku campur aduk.

*****

"Eh Gaby"

"Emmm kenapa Ay?"

"Maafkan sikapku tadi malam"

"Hehe gak apa-apa kok santai aja"

Aku dan Gaby sedang memotong-motong ikan yang akan dijadikan makanan. Aku mengajarkan Gaby cara meracik bumbu untuk makanan penghuni camp, dia tampak serius mendengar penjelasanku dan langsung mempraktekkannya. Aku merasa Gaby adalah seorang yang cepat belajar.

"Nah Gab, coba cicip bumbunya. Enak kan?" kataku.

"Iya Ay, enak banget"

"Hahaha udah cocok kamu jadi ibu-ibu" candaku.

"Yaelah Ay, seorang wanita memang harus bisa masak kan? makasih ya atas ilmu masaknya hehe" kata Gaby. Aku tersenyum melihatnya. Singkatnya kami sibuk oleh pekerjaan masing-masing. Terkadang Gaby meminta tolong saat dia merasa kesulitan dan aku dengan senang hati membantunya.

"Gab, kamu jaga dapur ini sebentar. Aku mau cari udara seger diluar" kataku.

"Siap bu"

"Yaelah jangan panggil Bu dong wkwk"

"Oh iya jangan lupa nanti airnya kalau udah mendidih dimatikan kompornya Gab...."

Tiba-tiba tubuhku terasa oleng, kedua kakiku mati rasa dan aku terjatuh tersungkur ke lantai.

BRUKKK

"Aya!"

Aku tak bisa berbuat apa-apa, pandanganku terlihat kabur akibat terjatuh. Gaby berteriak minta tolong.

"Tolong, tolong. Aya terjatuh!"

Perlahan pandanganku kembali normal, aku melihat Gaby dan Dino menghampiriku dan menanyakan beberapa kata.

"Aya, kamu gak apa-apa" kata Dino.

"Iya, gak apa-apa kok. Aku......"

Tiba-tiba keringat dingin mengucur keluar saat aku tak bisa merasakan dan menggerakan kedua kakiku. Tidak mungkin! Ini tak mungkin!

Kenapa ini harus terjadi lagi?

"Ay, aku bawa ke kamar" Dino mengangkat tubuhku yang lemah karena syok. Tak lama dia membaringkan tubuhku di kasur. Dino, Gaby dan Anin mendekatiku, aku masih diam dan terus mengeluarkan keringat dingin.

"Aya, kamu gak apa-apa?" kata Dino. Aku tak membalasnya.

"Mungkin dia sakit Din" balas Anin.

"Aya, hei. Kok kamu diem?" tanya Dino lagi, dan aku tetap tidak membalasnya. Pikiranku sedang kacau sekarang. Dino mengambil sebuah kain handuk kecil dan mengusap keningku yang basah karena keringat. Kulihat Gaby yang berdiri dibelakang mereka berdua, kedua matanya seperti mengamati sesuatu dariku.

"Kalian.... kalian semua keluar, tolong....." kataku lirih. "Aku... aku ingin sendiri....."

"Aya......"

"Dino, please...... aku ingin sendiri" aku menatap Dino, ia tampaknya mengerti maksudku.

"Ayo kita keluar semua" kata Dino.

"Aya kenapa sih Din?" tanya Gaby.

"Biasa sih, dia kakinya suka begitu. Dah ah ayo keluar. Aya butuh istirahat" mereka akhirnya keluar dari kamarku. Aku menangis melihat kedua kakiku yang sekarang tak bisa kugerakkan apalagi merasakannya.

"Hiks....hikss.... kenapa ini harus terjadi lagi"

KREKK

Tiba-tiba pintu kamar terbuka, ternyata Dino, dia langsung menutup pintu itu dan duduk disamping kasur. Ia mengusap air mataku yang membasahi pipi dan pinggir mata.

"Kejadian lagi ya?" tanya dia. Aku menggangguk.

"Kamu harus kuat ya. Aku yakin kamu bisa gerakkan kakimu lagi"

"Tapi Din, kenapa aku harus mengalami semua ini hiks... hiks..." aku kembali menangis. Dino langsung memelukku dan mengusap lembut rambutku.

"Sabar ya, sabar" bisiknya. Kami cukup lama berpelukan erat hingga akhirnya kami melepaskan diri. Dino mengusap air mataku dengan tisu. Aku berusaha untuk menahan tangisanku.

"Emmm Aya, mungkin ini efek dari virus mayat hidup itu....." aku terkejut mendengar perkataannya.

"Maksudnya?" tanyaku heran.

"Aya, kamu mau jaga rahasia gak?" tanya dia.

"Iya aku bisa"

"Jadi, saat kita singgah di camp Sandi dulu, aku diperlihatkan sebuah dokumen berisi beberapa artikel. Dan salah satu artikel itu berisi tentang virus mayat hidup yang menyebar lewat udara dan kita semua terkena dampaknya. Virus itu awalnya pasif saat berada didalam tubuh manusia. Virus itu baru aktif saat kita terluka parah dan dari gigitan mayat hidup" jelasnya.

"Dan juga sala satu artikel itu menjelaskan bahwa virus itu dapat menyembuhkan orang-orang pengidap kanker. Jadi aku rasa karena virus itu kamu dapat merasakan dan menggerakan kakimu" tambahnya, aku baru tahu dengan semua ini.

"Jadi tak peduli kita mati karena apa, kita pasti akan berubah menjadi mereka"

"Aku... aku baru tahu Din" jawabku.

"Hanya Sandi dan aku yang tahu semua ini, dan juga kamu Aya" balasnya. "Awalnya aku tak percaya dengan hal itu, tapi saat kamu cerita kalau kamu pernah mengalami kelumpuhan, aku akhirnya percaya"

Kuusap air mataku yang masih mengalir dan membetulkan posisi tidurku. Memoriku tiba-tiba berputar kembali di otakku.

===000===​

"Sayang"

"Iya?"

"Emmmm, pas abis nikah nanti, kamu mau anak berapa?" tanya Rudi sambil menyetir mobilnya.

"Kalau bisa banyak sih hehe" balasku sembarangan.

"Yakin bisa ngurusin sayang? dua anak aja udah repot loh rasanya" balasnya.

"Tak apa, aku suka banget sama anak kecil hehe" balasku.

Mobil ini melaju cukup kencang, cuaca diluar juga sedang tidak bersahabat. Guyuran hujan yang sangat deras disertai dengan angin kencang. Sebenarnya aku cemas dengan kondisi itu.

"Rud, nyetirnya jangan kenceng-kenceng" kataku cemas sambil menggengam tangannya yang sedang memegang tuas persneling.

"Kan aku udah biasa gini Nur, tenang aja, gak akan terjadi apa-apa"

"Kamu yakin sayang? aku takut" balasku.

"Tenang, semuanya akan baik-baik saja. Lagian kalau gini kan pasti cepet sampai ke rumah, gak sabar hehe"

"Hhh yaudah kalau gitu"

CCCIIITTTTTTT

Tiba-tiba sebuah mobil didepan mengerem mendadak. Rudi yang lantas kaget langsung membanting setir kearah kanan. Aku langsung ketakutan melihat ini semua.

"Aaaahhhhhhh Rudiiiiiiii"

"Hahhhhh kenapa sih itu mobil sialan" Rudi mengumpat. "Kamu gak apa-apa kan Aya?" tanya dia melihatku.

"Iya aku gak apa-apa"

"Tenang ya sayang, kita akan baik-baik......"

BBRAKKKKKKKK BRAKKKKKKK

Tubuhku terguncang hebat dan kesaradaranku hilang, aku mendengar dengan samar-samar suara truk yang menabrak mobil kami. Tubuhku serasa mati rasa setelah kejadian itu.

Apa..... apa yang terjadi....

Rudi.......

===000===​

"Din, aku mau balik ke dapur" kataku kepada Dino yang duduk disampingku.

"Kamu belum bisa jalan Ay...."

"Enggak Din, ini sudah kewajibanku untuk membuat makanan di camp ini. Aku harus ke dapur sekarang" aku menjawab dengan tegas.

"Sebentar, kayaknya di gudang sebelah ada kursi roda bekas. Mungkin bisa kamu gunakan....."

"AKU GAK MAU PAKAI KURSI RODA!!" emosiku meluap setelah mendengar kata itu. Dino kaget melihat reaksiku. Ya memang, aku sangat benci dengan benda satu ini.

"Kenapa? kan itu bisa membantu kamu...."

"POKOKNYA AKU GAK MAU PAKAI ITU DIN. TOLONG NGERTI AKU...." aku semakin emosi.

"Lah terus gimana? masak aku gendong kamu pas di dapur?"

Aku menghela napas panjang. Sudah cukup, aku tak mau memakai barang sialan itu lagi.

"Itu Din, kayaknya ada tongkat kruk di kamar medis kalo gak salah. Ambilkan tolong" kataku.

"Ohh oke dah, sebentar ya"

Singkatnya Dino kembali masuk ke kamarku sambil membawa tongkat itu. Aku coba untuk menggunakan benda ini, awalnya cukup susah karena aku belum pernah menggunakan egrangan sebelumnya. Dino membantuku berdiri dengan perlahan.

"Nah coba kamu gerakkan tongkatnya, pelan-pelan aja" kata Dino, aku mengangguk. Kucoba untuk bergerak perlahan, susah sekali.

"Aya, kalau memang gak bisa jangan dipaksakan......"

"Jangan bilang aku gak bisa Din" balasku tegas, dia hanya terdiam. Perlahan tapi pasti aku mulai dapat menggunakan alat bantu ini walau tetap saja aku merasa tak nyaman, namun ini lebih baik daripada menggunakan kursi roda. Aku sangat benci dengan benda itu.

"Nah kamu lihat, aku bisa kok"

"Yaudah, tapi aku tetap awasi kamu ya" balasnya. Aku mengangguk. Singkatnya aku berjalan menuju dapur menggunakan egrangan ini. Gaby langsung menghampiriku dan melihatku dengan tatapan heran. Dia kenapa sih?

"Loh Ay, harusnya kamu di kamar kan...."

"Gak Gab, aku harus melanjutkan pekerjaanku, ini kewajibanku disini" balasku.

"Kamu yakin?" tanyanya.

"Iya Gab, tolong bantu aku ya. Dino, kamu tunggu aja diluar" kataku kepada Dino.

"Emmm, gak apa-apa nih?"

"Iya hehe, ada Gaby kok disini"

"Okelah"

Singkatnya aku kembali beraktivitas seperti biasa, dengan dibantu alat. Aku mencoba untuk terus berpikir positif, aku yakin kakiku bisa digerakkan kembali seperti semula.

"Emm Gab, gimana udah matang airnya?" tanyaku kepada dia yang sedang duduk santai menunggu air mendidih.

"Bentar lagi palingan hehe" balasnya.

"Oke"

"Aya, biar aku aja yang masak" kata Gaby sambil berdiri mendekatiku.

"Enggak Gab, aku saja. Aku bisa kok"

"Tapi kamu pakai alat bantu, itu malah menyusahkanmu Ay, udah biar aku saja....."

"Gaby, enggak. Aku bisa" kembali aku berkata tegas. Dia seperti mengalah.

"Oke oke, aku gak maksa"

Dengan tongkat kruk ini, aku berjalan menuju tempat cucian untuk mengambil beberapa piring dan sendok.

BRUKKK

Aku terjatuh karena salah mengambil posisi tongkat, tubuhku menempel di lantai cukup keras. Gaby langsung menghampiriku dengan perasaan cemas.

"Din, Dino.... Aya jatuh lagi....."

"Gak usah dibantu, aku bisa berdiri sendiri" aku menangkis tangan Gaby yang bermaksud ingin menolongku. Aku berusaha berdiri dengan dibantu tongkat ini namun usahaku sia-sia, aku justru kembali jatuh. Air mataku mengalir menyadari kondisiku yang benar-benar sulit. Aku merasa sudah tak berguna lagi.

"Udah cukup Aya, kita balik ke kamar" Dino mendekatiku dan langsung menggendong tubuhku.

Singkatnya Dino menaruh tubuhku di kasur, aku masih menangis melihat kondisi kedua kakiku yang benar-benar tak bergerak. Emosi dan kesedihan bercampur aduk didalam hatiku.

"Aya, kamu istirahat ya, aku temenin...."

"Din, keluar...."

"Tapi Ay....."

"KELUAR! huhuhu" tangisanku semakin pecah dan emosiku meledak. Dino terlihat iba dengan kondisiku sekarang, dia langsung berjalan pergi dari kamarku.

"AGGGGGHHHHHHHHH" kuacak-acak rambutku, kupukul berulang kali bantal untuk meluapkan emosi dan kesedihanku, tangisanku semakin keras.

Kenapa? kenapa aku harus mengalami semua ini?

Aku benar-benar tak berguna......

===000===​

"Aku....aku dimana??"

"Eh mbak Aya udah sadar....." aku dengar suara sayup-sayup dari telingaku, pandanganku masih kabur.

"Aya, kamu sudah sadar....."

"Aku dimana?"

"Kamu di rumah sakit Ya...." pandanganku berangsur-angsur mulai jelas. Benar, aku berada di rumah sakit.

"Ughhhhh" aku memegang kepalaku yang masih pusing, sepertinya aku tertidur cukup lama. Aku menoleh ke samping, ternyata mereka adalah orang tuanya Rudi.

"Aku......"

"Syukurlah dia sadar, panggilkan dokter Ma" kata papanya Rudi.

"Rudi... Rudi dimana om?"

Papanya Rudi terdiam saat aku bertanya, aku tak paham kenapa.

"Nanti papa ceritain, sekarang kamu istirahat dulu"

---------------------------

"Rudi meninggal?"

"Iya Aya, Rudi tak selamat karena kecelakaan itu"

Air mataku mulai mengalir mendengar perkataan Om Hasan, papanya Rudi.

"Rudi........"

"Kamu koma selama tiga minggu Ya, Rudi tewas ditempat saat kecelakaan itu. Kami sudah ikhlas atas kepergian dia" kata Mamanya Rudi. "Untuk masalah biaya administrasi sudah kami tanggung semuanya"

"Aku mau ke makamnya Rudi om, sekarang....."

"Aya, mungkin ini berat buat kamu...."

"Maksudnya?" aku bertanya heran. Tapi aku merasa ada sesuatu yang aneh di tubuhku.

Aku tak bisa merasakan kakiku!

Kubuka selimutku, kakiku baik-baik saja tapi kenapa aku tak bisa menggerakkannya?

"Om, Tante, apa yang terjadi denganku?"

"Maafkan om dan tante Ya......."

"Kamu mengalami kelumpuhan"

Perkataan Om Hasan membuat hatiku hancur sehancur-hancurnya. Aku lumpuh? ini tidak mungkin.

"Tidak mungkin, ini tidak mungkin..... INI TIDAK MUNGKIN....." Emosiku meledak, aku berteriak kencang sekali, aku mulai meronta tak terima dengan semua ini. Salah satu orang yang sangat kucintai sudah tiada dan sekarang aku lumpuh? Mengapa hidupku jadi hancur seperti ini?

"Aya, maafkan om dan tante"

"Tidak mungkin, om pasti bohong...."

"Maaf Aya, tapi kamu harus menerima kenyataan ini. Tulang belakang bawahmu remuk dan sarafnya rusak akibat kecelakaan itu. Kamu harus terima semua ini Aya, maafkan Om"

Aku menangis keras sekali dan terus meronta. Mereka terus berusaha menenangkanku, tiba-tiba pandanganku menjadi kabur dan terus mengabur dan akhirnya semuanya menjadi gelap.

----------

"Ayo mbak Aya, saya bantu naik ke kursi roda" kata si perawat yang sekarang berada didekatku. Aku memandang sejenak alat bantu itu, kursi roda itu......

Tubuhku diangkat oleh perawat itu dan dengan perlahan ia menaruhnya di kursi roda. Rasa sedih dan kecewa menyelimuti hatiku saat perawat itu menaruh kedua kakiku di pijakan kursi roda.

"Nah sudah siap mbak, sebentar saya tinggal dulu" perawat itu meninggalkanku keluar. Kupandangi kedua kakiku yang sudah tak bisa bergerak lagi, tanpa sadar air mataku mengalir dan aku mulai menangis. Kututup kedua wajahku saat isak tangisku semakin keras.

"Hiks...hiks.... aku...... aku belum siap dengan semua ini......"

--------------

"Rudi......."

Kuusap batu nisan tempat persemayaman terakhir Rudi, pria yang sangat aku cintai. Aku berada di pemakaman bersama dengan si perawat yang membantuku mendorong kursi rodaku.

"Maafkan aku Rud....."

"Kamu yang tenang disana ya, aku selalu berdoa untuk kamu sayang, aku selalu cinta sama kamu Rud...." kuusap air mataku yang membasahi pipiku. Aku mengambil beberapa bunga dan menaburinya di tanah makam dia. Aku teringat dengan perkataan Rudi saat itu.

"Aku yakin kamu adalah wanita yang kuat Aya, sesulit atau sekeras apapun kehidupan kamu, kamu harus tegar dan kuat"

Aku tersenyum saat memori itu berputar. Rudi benar, aku adalah wanita yang kuat. Mungkin aku harus terima dengan kondisiku sekarang.

"Mbak, yuk pulang" kataku kepada si perawat yang berdiri disampingku.

"Siap, mbak yang tabah ya"

===000===​

"Hiks....hiks....hiks" aku masih menangis dengan wajahku yang tertutup bantal, air mata ini terus mengalir membasahi bantal ini saat aku terus teringat dengan peristiwa itu.

KREKKK. Tiba-tiba aku mendengar suara pintu terbuka, aku langsung melihat siapa yang membukakan pintu. Ternyata dia adalah Gaby.

"Gab, tolong biarkan aku sendiri hiks...hiks...." kataku kepada dia.

"Aya, aku mau temenin kamu...."

"ENGGAK, AKU MAU SENDIRI! KAMU PERGI DARI SINI....." aku membentaknya sambil terus menangis. Gaby terus mendekatiku. Aku mengambil bantal yang basah karena air mataku dan melemparkannya kearah dia.

"PERGI....."

"Aya tunggu......"

"Enggak......"

"Aku... aku tahu tentang kamu Ay....."

Perkataan Gaby membuatku terkejut.

"Apa.... apa kamu bilang?"

"Aku tahu semuanya, tentang kamu, tentang kondisimu yang sebenarnya" kata Gaby tegas sambil duduk disampingku.

"Apa maksudmu? kamu belum lama kenal aku Gaby....."

"Aku tahu kamu pernah mengalami kecelakaan mobil saat itu....."

Aku kembali terkejut mendengar perkataannya. Gaby tahu semuanya? tapi darimana?

"Kamu bohong...."

"Gak, aku gak bohong"

"Darimana kamu tahu semua ini? Dino ya?" kataku. Karena aku tahu hanya Dino yang tahu tentang kecelakaan itu.

Gaby menggeleng. Aku semakin tak mengerti.

"Karena....."

"Akulah yang meliput berita tentang kecelakaanmu"

Aku terkejut mendengar perkataan Gaby.

"Aku tahu kamu mengalami kecelakaan hebat saat itu, si pengemudi tewas di tempat dan kamu selamat. Namun kamu mengalami cedera berat sehingga kamu lum..."

"STOP" aku sedikit berteriak sehingga Gaby terlihat tersentak.

"Aku gak mau denger kata-kata itu"

"Kenapa Aya?" dia berlagak heran.

Aku diam saja dan tanpa sadar air mataku kembali mengalir, Gaby mengelus rambutku.

"Gab..."

"Iya?"

"Kamu sudah tahu semuanya tentang aku, peristiwa itu dan kondisiku" kataku terisak. Gaby terlihat iba melihat kondisiku.

"Aya, gak apa-apa. Aku tak akan bilang ke siapa pun tentang kondisimu"

"Dino sudah tahu" balasku.

"Cuma dia saja yang tahu?" tanya dia. Aku menggangguk sambil mengusap air mataku yang mengalir.

"Kamu beruntung sekali, kamu bisa selamat dari kecelakaan mengerikan itu" ia memelukku erat sekali. Cukup lama kami berpelukan.

"Aku... aku merasa gak berguna karena ini Gab hiks hiks" aku menangis dipelukannya. Gaby mengelus rambutku pelan memberikan rasa nyaman.

"Siapa bilang, kamu berguna Aya. Kamu gak boleh ngomong kayak gitu"

"Seharusnya aku gak mengalami semua ini Gab, kecelakaan itu benar-benar mengubah jalan hidupku selamanya....." kataku dengan suara terisak.

"Itulah hidup Ay, semua orang pasti akan dapat cobaan dari Tuhan" kata Gaby tersenyum. Aku menatapnya dan membalas senyumannya. Hatiku terasa tenang sekarang.

"Gaby, aku mau cerita"

"Apapun ceritamu, akan aku dengarkan Aya"

===000===​

Kubuka kedua mataku pelan, sepertinya aku sudah tertidur cukup lama. Kuregangkan kedua tanganku dan kuambil segelas air minum yang berada tak jauh dari ranjang tidur ini. Setelah itu aku memencet tombol pemanggil perawat. Aku ingin keluar sejenak untuk menghirup udara disana. Aneh, tombol ini sudah kutekan berulang kali namun perawat itu tak kunjung datang.

NGUUUIIINNGGGGGGG DUAAARRRRRRR

Aku terkejut mendengar suara seperti suara pesawat terbang dan ledakan yang cukup besar.

"SUSTERRR, SUSTERRRR" aku berteriak, namun percuma saja, tak ada yang mendengar. Aku menggulingkan tubuhku dengan tak sengaja sehingga aku terjatuh dari ranjang.

BRUKK.

Pandanganku sedikit mengabur akibat hantaman itu, namun aku berusaha untuk mengangkat kepalaku.

Aku merasa ada yang aneh.

Tidak mungkin.

Aku bisa merasakan kakiku!

Pandangan mataku mulai berangsur-angsur jelas dan melihat jari-jari kakiku bergerak-gerak. Kakiku..... Ini bukan mimpi kan? tanpa pikir panjang aku coba menggerakan kaki kananku dan itu bergerak, begitu juga dengan kaki kiriku yang juga bisa bergerak. Aku coba untuk berdiri secara perlahan mengingat aku sudah lama sekali berdiri tanpa alat bantu.

Dan berhasil.

"Ya Tuhan, apa yang terjadi denganku....."

Air mataku mengalir melihat kedua kakiku yang sudah tegap berdiri tanpa rasa apapun, sama seperti dulu. Tapi tunggu dulu, apakah ini hanya mimpi? aku cubit kedua lenganku, terasa sakit. Aku tampar pipiku sendiri dan itu juga sakit. Ini bukan mimpi. Ini nyata!

Apapun itu, terima kasih Tuhan. Mungkin ini adalah mukjizat.

Kugerakkan perlahan kedua kakiku, aku bisa berjalan kembali. Aku menangis bahagia melihat semua ini.

"Hiks.... hiks..... terima kasih Tuhan......"

DUARRRRRRRRR

Suara ledakan itu cukup keras hingga ruangan ini berguncang seperti gempa bumi, aku nyaris terjatuh karena itu. Apa yang sedang terjadi?

"AAAAHHHHH TOLONGGGG TOLONGGGGGH"

"GGGRAAAHHHHH GGRRRRHHHHHH"

DOR DOR DOR DOR

Suara-suara itu terdengar mengerikan, aku langsung berjalan menuju pintu kamar dan membukannya. Aku melihat beberapa orang berlari ketakutan dan berteriak minta tolong.

"Mbakk, pakkk apa yang terjadi" aku coba untuk bertanya kepada mereka namun tak digubris. Aku semakin heran. Kuberjalan mengikuti mereka yang berlari menuju sebuah ruangan besar. Beberapa tentara terlihat menggunakan senapannya dan mulai menembaki pasien!

DOR DOR DOR

Pasien-pasien itu tertembak dan tewas, rasa takut melanda seluruh tubuhku. Aku berbalik dan berjalan menjauhi mereka. Detak jantungku berdetak kencang dan keringat dingin mulai membasahi seluruh tubuhku. Aku menoleh kebelakang dan melihat tentara itu memeriksa beberapa pasien yang tertembak, aku langsung membukakan pintu ruangan dan bersembunyi disana. Derap suara langkah tentara itu membuatku semakin takut mengingat aku juga seorang pasien dan aku yakin mereka pasti mencariku.

Keringatku semakin keluar deras, aku saat ini bersembunyi di dalam lemari. Dalam celah lemari ini aku bisa melihat tentara itu memeriksa ruangan ini. Tubuhku lemas melihat mereka yang menggunakan senapan api.

Tolong, jangan buka lemari ini. Tolong.

Setelah cukup lama, akhirnya mereka meninggalkan ruangan ini. Aku menghela napas dalam-dalam, lega melihat mereka sudah pergi. Aku buka lemari ini dan bergegas untuk keluar dari sini. Kubuka pintu ruangan ini.

"Hei jangan bergerak!" tentara itu menodongkan pistolnya kearahku.

"Tolong pak, jangan tembak saya" rasa takut ini sudah semakin memuncak, keringat ini terus mengalir deras seiring dengan detak jantungku yang terus berdetak kencang. Aku ketakutan sekali melihat tentara itu menodongkan senjatanya kearahku.

"Apa kamu tergigit?" tanyanya.

"Tidak, tidak. Aku tidak digigit manusia itu" balasku.

"Kamu pasti bohong"

"Sumpah demi Tuhan, aku tidak tergigit. Aku mohon jangan tembak saya" kataku terisak.

"Sini aku periksa dulu" tentara itu mendekatiku dan mulai meraba-raba tubuhku. Ia memeriksa setiap bagian tubuhku.

"Kenapa tentara-tentara itu menembaki pasien pak?" tanyaku. Dia hanya diam saja sambil terus meraba tubuhku, aku mulai merasakan firasat buruk.

"Pak, jangan kurang....."

"Udah diem!" tiba-tiba mulutku disekap oleh tangannya sehingga aku kesulitan bernapas. Salah satu kaki tentara itu seperti menendang kebelakang, dan BRAKKK, pintu ruangan itu tertutup.

"Pak, tolong jangan kurang ajar ke saya, tolong!!!" aku meronta-ronta dan berteriak saat tentara itu mulai merubuhkan tubuhku ke lantai dan memegang kedua tanganku dengan kasar.

PLAAAKKKKK! tamparan keras mendarat di pipi kiriku.

"Diem anjing, sekarang kamu jadi milikku sayang huehehe hhhhghhhh"

Kurasakan kepalaku sedikit pusing karena tamparan kerasnya, tubuhku melemah dan aku tak bisa melakukan apa-apa saat tentara itu mulai mencabuli tubuhku, aku kembali mencoba untuk meronta berusaha untuk lepas dari cengkramannya.

"Pakkk, jangan pakk jangann tolong....."

PLAKKKK PLAKKKK

"BISA DIEM GAK SIH PECUN, HAH?"

"Cuhhh" aku meludahi wajahnya sebagai pembalasan. Dalam hati aku senang melihat wajahnya yang berlumuran ludahku.

BRAKKKK. Pipiku kembali dihantam tangannya namun bukan tamparan yang aku terima, melainkan kepalan tangan. Aku bisa merasakan bibirku mengeluarkan darah segar.

"ANJING BANGSAT!"

Tubuhku terasa lemah sekali setelah menerima pukulan keras itu, pandanganku mengabur. Kurasakan bajuku sudah dirobek oleh tentara bejat itu dan tangannya mulai meraba-raba payudaraku yang masih tertutup bra. Ia meremas-remas payudaraku dengan kasar sehingga aku merasakan kesakitan bukannya nikmat. Aku tak dapat berbuat apa-apa.

"Hhhhhghhh toketnya gede juga nih pecun hehehe" perkataannya sungguh merendahkanku.

Tentara itu mulai menyerang bagian putingku dan mencubitnya dengan kencang sekali, rasa sakit yang luar biasa melanda seluruh tubuhku dan aku mulai menangis.

"Tolonngggggg tolonggggg huhuhu......"

"Teriak aja sesukamu lonte huehehe, gak bakal ada yang nolongin kamu...."

"Pakkkk tolongg jangan perkosa saya ahhhhhhhhhh"

Pandanganku tertuju ke sebuah pecahan kaca yang cukup besar di sebelah kanan, tangan kananku yang untungnya tidak dipegang oleh tentara bejat itu kugerakkan dengan hati-hati dan berhasil, kupegang pecahan kaca itu erat-erat. Otakku berputar-putar berusaha mencari ide untuk lepas dari tentara bejat itu.

"Hhhghhhhh shhhhhh pakkkkkk"

"Hehehe enak kan pecunku sayang? jangan khawatir nanti aku entot sampai lemes hehehe"

"Ughhhhh pakkkk kentotin Aya pakkk ughhhhh" aku pura-pura mendesah seakan-akan menikmati permainan tentara bejat itu.

"Pengenn kontol, kontol bapak ahhhhhh pengen dientot bapakkk hhghhhhh"

"Ohh nama kamu Aya, Bangsat ni lonte desahannya mantep juga hehehe"

"Iyaaahhh pakk ayooo masukin kontolnya pakkk oghhhhh shhhhh sekalian hamilin Aya gak apa-apa pakkk ughhhh ssshhhhh"

"Anjing, gak sabaran nih pecun. Yaudah bapak masukkin ya huehehe"

Aku tak punya pilihan lain. Aku harus melakukan ini! Kuayunkan tangan kananku dengan kuat kearah leher tentara bejat itu.

ZLEBBBB

"AAAAAAHHGGGGGHHHHGGHGHH" pecahan kaca itu menancap dalam di sisi lehernya. Darah segar memancar kuat dan membasahi tangan dan bajuku. Dengan cepat kutendang perut tentara itu hingga terjatuh, aku langsung merangkak mundur menjauhi tentara itu.

"Aaaghhhhhhhh oohhhhkkkk ooohhhkkkkk" tentara itu berteriak kesakitan dan memegang lehernya yang terus memancarkan darah, ia menatapku dengan penuh amarah. Aku menangis melihat apa yang aku perbuat. Aku membunuhnya?

Tidak tidak, aku bukan pembunuh!

Kutatap kedua tanganku yang berlumuran darah, hatiku hancur dan tangisanku semakin keras. Tentara itu sudah tak bergerak lagi, mati. Aku terpaku melihat tentara yang sudah menjadi mayat itu.

Tidak Aya, kamu sudah melakukan hal yang benar!

Kucoba untuk berdiri walau cukup sulit karena kepalaku yang masih sedikit pusing, kuambil pakaian yang tersimpan di lemari, aku berjalan perlahan dan membukakan pintu, lorong ini terlihat cukup sepi. Dengan perlahan aku berjalan mencari pintu keluar rumah sakit ini.

GGGRRRHHHHH AAAGGGHHHHHH

Aku tak percaya apa yang kulihat didepanku. Dua sosok manusia memakan bangkai manusia! Aku langsung berlari menghindari mereka, aku menoleh kebelakang sejenak dan mayat itu mulai mengejarku! kulangkahkan kakiku lebih cepat, suara-suara erangan berat menggema di lorong rumah sakit ini. Aku terus berlari hingga akhirnya kutemukan pintu besar bertuliskan area tunggu pasien, kubuka dengan cepat pintu itu dan kembali berlari, mayat itu sepertinya sudah tidak mengejarku.

"Hahhhhh hahhhhhh mereka kenapa ya?" tanyaku pada diriku sendiri.

Aku duduk bersandar di dinding dan mengambil napas dalam-dalam. Di sisi lain aku senang sekali bisa berlari seperti dulu namun di sisi lain aku sangat ketakutan. Rumah sakit ini sama sekali tak ada orang, hanya ada mahkluk berwujud manusia yang sangat buas seperti gila.

Dan juga kenapa tentara-tentara itu menembaki beberapa pasien?

Setelah cukup beristirahat aku kembali berdiri dan berjalan cepat, lampu di lorong ini berkedip-kedip lambat sehingga pandanganku terganggu. Kuamati sekeliling, hanya ada beberapa mayat pasien dan tentara yang sudah mati dan kepalanya terluka seperti tertembus peluru. Kulangkahi beberapa mayat itu dan berjalan menuju pintu keluar. Ah sial, kenapa pintunya tertutup oleh beberapa lemari besi?

"Ah, aku harus cari jalan lain"

Seharusnya di rumah sakit ini ada pintu darurat, aku memutuskan untuk menuju kesana, beruntung aku temukan sebuah denah rumah sakit yang menempel di dinding. Kuamati dengan cermat denah itu dan kuhapal bagian-bagian itu semampuku. Setelah kurasa beres aku kembali berjalan menyusuri ruangan dan ruangan rumah sakit ini.

GGGGRRRRHAHHHHHHH

Mahkluk itu nyaris saja menyerangku dari belakang, beruntung aku bisa reflek menghindar dan mahkluk itu terjatuh. Tapi itu tak cukup, mahkluk itu langsung berdiri dan menatapku dengan penuh amarah. Detak jantungku berdegup kencang, aku sangat ketakutan sekarang. Apa yang harus aku lakukan?

Dengan cepat aku mengamati sekeliling sambil berjalan mundur, mahkluk mengerikan itu berjalan mengikutiku dengan posisi siap menerkam. Aku terus berjalan mundur hingga kakiku menabrak sesuatu, sebuah kursi roda. Dengan cepat aku melipat kursi roda itu dan kulemparkan benda ini kearah mahkluk mengerikan itu. Berhasil, mahkluk itu terjerembab dan tubuhnya tertindih kursi roda. Tanpa pikir panjang aku kembali berlari cepat meninggalkan dia yang berteriak kesakitan.

PINTU DARURAT

Tanda panah itu, akhirnya.

Aku kembali berjalan menuju tanda tersebut, lorong ini benar-benar berantakan, mayat-mayat pasien dan suster berserakan dimana-mana, pemandangan yang sungguh mengerikan. Detak jantungku terus berdetak kencang, aku berusaha untuk menghalau rasa takutku. Sialnya, aku melihat dua mahkluk yang sedang berdiri didekat pintu darurat. Aku langsung bersembunyi di sisi dinding.

Ya Tuhan, apa yang harus aku lakukan?

Pandanganku tertuju ke sebuah bilah pisau yang cukup panjang, tanpa pikir panjang kuambil pisau itu. Mungkin aku harus membunuh mahkluk itu supaya aku bisa keluar dari sini. Aku bergerak ke sisi dinding dan mengintip sejenak, mahkluk itu masih berdiri disana dan tak melakukan apa-apa.

Aya, kamu pasti bisa.

Kuambil napas dalam-dalam berusaha untuk menghilangkan rasa takut. Dengan perlahan aku berdiri dan berjalan menuju pintu darurat. Benar saja, mahkluk itu bereaksi saat melihatku dan mulai mengerang. Kutusukkan pisau itu kearah lehernya sebelum mahkluk itu menyerangku, darah mengucur deras dan mahkluk itu jatuh.

GGRRRRDRHHHAHAHAAAAAAHHHHHH

Kutendang mahkluk satunya yang nyaris saja menerkamku, kucabut pisau itu dari leher mahkluk itu dan kembali menusuk mahkluk satunya, dengan cepat aku cabut pisau itu dan langsung berlari ke pintu darurat. Syukurlah, pintu itu tak terkunci. Aku berjalan menuruni tangga darurat dengan cepat.

"Hahhhhh hahhhh iya sebentar lagi......."

Langkah kakiku terhenti, sebuah pintu keluar. Akhirnya, aku selamat. Air mataku keluar melihat pintu itu dan dengan cepat kubuka pintu itu.

KREKKK

"Tidak.... tidak.... ini tidak mungkin......"

Tubuhku tiba-tiba lemas, rasa takutku semakin memuncak. Aku tak percaya apa yang kulihat sekarang.......

"Dimana.... dimana aku sebenarnya....."

"Kenapa?"

Mayat-mayat manusia berserakan dimana-mana, jumlahnya cukup banyak dan aku semakin kaget saat mahkluk-mahkluk itu mulai memakan mayat manusia itu dengan lahapnya, mengerikan sekali.

"Aku harus pergi dari sini"

Kulangkahkan kakiku dengan cepat sambil menghindari mahkluk-mahkluk yang sebagian mulai melihat dan mengejarku, aku tak peduli apa yang sedang terjadi sekarang, yang penting aku harus pergi.

Entahlah, aku seperti melihat dunia yang baru, dan sangat berbeda.

Dunia yang begitu buas.

===000===​

Gaby menatapku serius mendengar semua ceritaku.

"Gitu ceritanya Gab, kamu boleh percaya atau tidak"

"Heran, kenapa tentara-tentara itu menembaki semua pasien di rumah sakit itu ya" kata Gaby.

"Aku tak mengerti Gab" balasku.

"Entahlah, mungkin itu sebuah mukjizat dan aku benar-benar bersyukur pada Tuhan karena itu" air mataku mengalir, Gaby terlihat iba dengan sikapku dan kemudia ia memelukku erat sekali.

"Aya, aku beruntung sekali punya teman seperti kamu...."

"Aku juga Gab. Aku senang sekali bisa bertemu dengan kamu"

Kami berpelukan cukup lama, aku merasakan Gaby menangis, kuelus rambut panjangnya untuk menenangkannya.

"Kamu pasti bisa jalan lagi kok, aku yakin itu" kata Gaby sesegukan. Aku tersentuh.

"Hehe pasti, aku merasa yakin"

*****

Sudah sekitar tiga puluh menit aku memandang plafon ruangan ini sambil tiduran di kasur kecil. Aku masih penasaran kenapa Citra ingin satu kamar dengan Fidly, sebenarnya tidak masalah sih namun aku merasa seperti "diusir" secara halus. Tapi mungkin saja Citra butuh teman cewek yang dekat sepertinya, atau mungkin dia sedang merasa jenuh. Malam semakin larut, suara-suara jangkrik mulai terdengar bersahut-sahutan. Sialan, kalau gini caranya aku tak bisa tidur.

Mungkin sebatang rokok bisa membuatku ngantuk. Dengan malas aku beranjak dari kasur dan berjalan menuju pintu.

Dok dok dok

"Siapa?"

"Seseorang" aku kenal sekali dengan suara ini. Kubuka pintu itu.

"Hei"

"Hei juga"

"Kok belum tidur?"

"Emmm, entahlah. Aku boleh masuk?"

"Boleh boleh, silahkan"

Dia langsung masuk ke kamarku dan menutupnya kembali. Ia mengenakan jaket berwarna hitam dan celana training panjang.

"Dingin ya Py?" tanyaku.

"Iya Din"

Aku tahu Dila tak tahan dengan udara dingin. Ia duduk disampingku, raut mukanya tampak lesu.

"Kamu kenapa? kayaknya lesu banget" tanyaku.

"Udah kenal lama banget kayaknya, masak lupa dengan ekspresiku ini?" tanya Dila.

"Tandanya lapar dan kedinginan kan? hehe" kekehku.

"Nah betul haha" dia tertawa.

Raut mukanya tiba-tiba berubah, aku baru sadar kalau tanganku memegang bungkus rokok dan korek api. Oke dah, siap-siap kena omel hehe.

"Heh, mau ngerokok ya kamu?"

"Ehh...."

"Tuh tanganmu"

"....."

"Udah aku bilang, gak baik ngerokok ya, apalagi malam-malam gini......"

"Malah enak lah Py, apalagi kalau ditemani kopi hitam, kerasa syahdu"

DUKK

Sial, aku kena jitak dah.

"Dasar kamu, kirain udah berubah setelah aku tinggal lama"

"Sulit Py, aku sebenarnya udah niat untuk berenti merokok hehe"

"Tapi kenyataannya enggak kan?"

"Hehe" aku hanya bisa tertawa.

"Coba Din seminggu gak ngerokok dah. Bisa gak?" tanya Dila menatapku. Matanya membulat seperti mengharapkan sesuatu

"Itu tak mungkin....."

"Pasti bisa. Sini rokoknya" ia dengan cepat merebut bungkus rokok dari tanganku.

"Anjir dah kembaliin"

"Gak mau wleee" ia menjulurkan lidahnya, ah aku semakin gemas melihatnya, tapi tetap saja bikin emosi karena tingkahnya.

"Pilih rokok atau aku?"

Ah, sial. Sebuah pertanyaan yang sama ia lontarkan saat kuliah dulu. Aku dan Dila terdiam cukup lama, Dila memasukkan bungkus rokok ke saku celana trainingnya. Oh, come on.

"Din?"

"Iya?"

Cupp

Dila dengan cepat mendekatiku dan mencium bibirku, cukup singkat. Ia menatapku dalam.

"Satu minggu aja Din, kamu pasti bisa"

"Hmmm, oke aku coba" kuusap pipinya gemas, ia tersenyum. Pandanganku tertuju kearah lehernya, sebuah kalung liontin bertanda "D"

"Dila, kamu masih pakai ini" kataku sambil memegang liontin itu.

"Hehe iya Din. Kamu masih inget gak kita pernah berantem gara-gara itu?" tanya dia. Ah, memoriku berputar kembali saat jaman kuliah dulu. Aku memberikan dia liontin itu sebagai hadiah ulang tahunnya saat itu.

"Inget banget, kamu sampai ngambek parah cuma gara-gara huruf "D" doang dan kamu ngotot suruh aku ganti dengan huruf "N" hahaha" tawaku.

"Dan akhirnya kamu beli liontin lagi dengan huruf "N" wkwkw. Berantem kita dulu aneh dah saling gebrak meja kafe sampai diliatin orang wkwk" dia tertawa juga.

"Iya iya aku masih inget, malu-maluin sumpah. Gara-gara itu juga uang jajanku abis dah wkwk. Liontin yang satunya dimana?" tanyaku.

"Ada di kamar kok, aku simpen aja haha. Aku tahu kamu lebih suka kalau pakai yang "D". Oh iya Din, kenapa kamu lebih suka pakai yang ini?" tanya dia.

"Emmm, karena aku suka panggil kamu Dila" balasku.

"Kebiasaan kamu ya, selalu panggil nama orang-orang dengan sebutanmu sendiri"

"Udah enggak kok sekarang hehe" balasku.

"Owhh. Seingetku kamu pernah panggil nama Nadila saat orientasi dulu, tapi setelah itu kamu lebih sering panggil aku Dila....."

"Karena kamu istimewa, udah gitu aja"

"Kenapa kamu anggap aku istimewa Din? masih banyak cewe-cewe yang lebih baik dariku" percakapan ini berubah menjadi serius dan nada suaranya berubah.

"Karena....." perkataanku terputus, Dila terus menatapku seakan-akan mencari jawaban dari mataku.

"Kamu yang mencegahku untuk pindah jurusan dan juga....."

"Wajah grumpy-mu juga spesial wkwk"

"Ihhh dasar nakal, berarti suka banget ya aku cemberut gitu?"

"Iya dong, gemesin dan bikin kangen heh.. aduhhhh anjir dah sakit banget cubitanmu sumpah" dia mencubit lenganku keras.

"Nyebelin sih, terus ada lagi?"

"Emmm banyak sih, kalau aku jelaskan satu-satu nanti ngobrolnya sampai pagi haha"

"Gak apa-apa Din, aku tidur disini aja...."

"Eh gak usah Py, aku....."

"Udah gak apa-apa. Gaby udah tidur kok" dia mendekatiku dan mencium bibirku lembut, tubuhku direbahkan ke kasur olehnya. Posisi dia sekarang berada diatas tubuhku. Kubalas ciumannya dengan lembut juga, suara desahan kecil mulai terdengar dari sela-sela bibirnya. Mungkin sekitar dua menit kami bercumbu dia dan kami melepaskan bibir, campuran liur kami mengalir di dagu.

"Emmm Py" aku memberi isyarat untuk melepaskan jaketnya.

"Lepas aja Din, aku.... aku gak apa-apa kok"

"Kamu yakin Py? aku gak maksa untuk......

"Lakukan aja Din"

Baiklah, ini adalah lampu hijau.

CREDITS ROLL
 
Luar byasah kali ini ane kebawa alurnya ..hadehhh.. Terus Reaksi ane apa ya.. Sad atau sedih yak.. . Au dah.. Makasih pokoknya om tees :hore:
Alurnya maju mundur, bikin pusing yang baca #modegasadardiri
Btw nice job lah suhu sama cerita flashbacknha aha.
Kasian doi udah kecelakaan,jadi lumpuh eh sekalinya bisa jalan udah zombie outbreak :sendirian::sendirian:
Ane malah bingung ni yang bener mana wkwk. Baru pertama kali coba-coba alur maju mundur palagi ada flashback yang terintegrasi dengan cerita utama, jadi maaf kalo bikin pusing:sendirian:

Sedikit catatan juga, sebenarnya ada beberapa adegan yang ane hapus karena mengandung unsur sensitif seperti suicide attempt dan brutal rape demi kenyamanan pembaca (walau di draft asli nya masih ada)
Dino kampreet udah punya citra masih aja nyari kesempatan sama grumpy :galak: :galak:
Tapi.... tapi Dila-nya mau kok kak, gak baik nolak rejeki" - dino
 
"AKU GAK MAU PAKAI KURSI RODA!!"


Lah,.. terus ini?

IMG-20191215-180144.jpg
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd