Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Kisah Cinta di Kantor Desa

Status
Please reply by conversation.
Bagian 1 : Tes

Rian POV

“Kepada semua peserta tes pemilihan perangkat desa agar memasuki ruangan yang disediakan,” ujar seorang staff yang memakai baju keki kepada kami, para peserta tes, yang menunggu di depan ruang Kantor Desa. Dengan tak sabar beberapa peserta tes menuju ke ruang rapat kantor desa yang difungsikan sebagai ruang tes.

Dari sekitar 12 orang peserta, hanya dua orang lelaki yang mengikuti test untuk menjadi Kepala Urusan Umum (Kaur Umum) di Kantor Desa Prajamukti ini. Sambil mencari kursi yang masih kosong aku menuju ke ruangan dan duduk di tengah-tengah.

“Bli, dari Dusun Tengah ya?” tegur seorang gadis yang duduk di disebelah kananku.

“Iya, kamu dari dusun mana?” sahutku sambil menaruh tas dan melihat kearahnya. Wajah bundar dengan make up yang minimalis namun pakaian yang dikenakannya cukup ketat sehingga payudara yang cukup besar untuk gadis seukurannya terlihat membusung, bulat dan padat.

“Dari Dusun Selatan Bli, kok tumben saya lihat Bli?”

“Iya nih, baru selesai kuliah di Singaraja, nyoba ngelamar di sini sekarang,” sahutku sambil mengambil alat tulis yang ada di tas di sebelah kananku. Tak sengaja terlihat kaki jenjang terbalut dengan rok hitam ketat dari gadis yang duduk disebelahku itu, namun, yang membuatku cukup menelan ludah, diantara dua kaki itu terlihat samar warna putih….

“Oh iya, kenalin, Irina” katanya sambil mengulurkan tangan kearahku.

“Kadek,”sahutku sambil menyambut uluran tangannya. Tangannya yang kecil membelai jariku dan senyumnya itu seolah…

“Kadek siapa Bli? Banyak kadek hihihi” tawanya.

“Kadek Rian,” sahutku sambil mengintip kearah dua gunung kembar yang mengintip dari baju putih yang dikenakannya.

“Adik-adik peserta tes, silahkan mengambil tempat duduk yang disediakan, kepada panitia tolong membagikan alat tulis dan soal serta kertas jawaban kepada para peserta,” ujar seorang bapak-bapak yang belakangan kutau merupakan sekretaris Desa Prajamukti, Bapak Wayan Arta.

“Ini ya,” staf yang tadi meminta kami memasuki ruangan memberikan alat tulis kepadaku. Ketika menunduk bra hitam yang digunakannya terlihat sepintas.

Kecil, jauh lebih kecil dari yang disebelah..hehehe
“Baik, untuk tes kali ini sebagian besar merupakan tes di bidang IT karena kantor desa sekarang sangat membutuhkan staff di bidang ini, untuk kali ini, peringkat pertama pada test akan dijadikan Kaur Umum, peringkat kedua dan ketiga akan menjadi staf desa,” sambung Pak Sekdes.

“Nah, sebelum mulai, berikut ini tim penilai daripada test ini, yang pertama, Pak Kepala Desa, Bapak Nyoman,” serunya sambil menunjuk kearah lelaki setengah baya dengan rambut yang tipis alias sudah kelihatan botak di bagian atas.

“Berikutnya Pak Gede dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa serta Bu Neneng dari Kecamatan ” lanjutnya sambil menunjuk kepada seorang lelaki jangkung dan ibu-ibu yang duduk disebelah pak kepala desa.

“Untuk waktu tes 90 menit dimulai dari sekarang!” serunya.

Sepintas kulihat kertas soal. Ada sekitar 60 soal, dengan setengah merupakan pengetahuan umum tentang desa, setengahnya lagi mengenai dunia Microsoft Office dan komputer secara umum. Kuambil kertas jawaban dan menuliskan data pribadi sesuai dengan yang tertera disana.

Code:
Nama         : Kadek Rian

Alamat       : Dusun Tengah

NIK          : 5106123412341234

Mari kita mulai….



………

“Baik, waktu sudah habis, bagi panitia tolong mengumpulkan lembar soal dan jawaban, untuk adik-adik, sambil menunggu panitia memberikan nilai silahkan istirahat disini sambil menikmati minuman yang telah disediakan,” ujar pak sekdes sambil mengajak panitia keluar ruangan rapat.

“Aduuhhh...Pusing, ” seru Irina sambil merentangkan tangannya, dadanya yang cukup besar itu terlihat mau keluar dari balik baju putih yang dikenakannya.”Bli pasti bisa jawab semua ya?” sambungnya sambil melirik kearahku.

“Yang tentang desa sebagian bingung, yang tentang komputer baru lumayan bisa” sahutku terus terang.

“Iyalah, Bli Kadek kan ngambil jurusan komputer, pasti bisa, kalau tau Bli Kadek ikut, aku gak bakal daftar deh,” seru seorang gadis di belakangku.

“Hehehe… Belum pasti juga Vian, ” seruku sambil melihat kearah tetanggaku ini, Luh Vian, kalau tidak salah baru lulus SMK tahun ini.

“Beh, gak ada harapan dah kalau gitu, ” sahut Irina sambil manyun. “Bli Kadek, lulusan Singaraja, pasti banyak dan pacarnya disana” lanjutnya.

“Cuma satu kok, tapi sudah putus sekarang,hehehe”

“Pacarnya satu, selingkuhannya banyak ya?” sambungnya lagi, yang hanya bisa kujawab dengan tawa.

“Beh, gak semua kayak kamu Na” celetuk Vian yang membuatku mengerutkan alis sambil memandang Irina dengan pandangan bertanya.

“Eh, sekarang cuma satu kok, ” sahutnya yang membuatku tersenyum simpul. “Beh, kok senyum-senyum? Pengen ya? Hihihi” tawanya yang membuatku melongo.

“Pengenlah, normal juga,” sahutku tak kalah. “Ngomong-ngomong, toiletnya dimana ya?” sahutku sambil melihat ke luar ruangan rapat.

“Di sebelah ne Bli Kadek, diutaranya dapur,”, sahut Vian sambil menunjuk ke arah barat dari ruang rapat.

“Mau ngapain to bli kadek?” tanya Irina sambil melihat kearah celanaku.

“Sini ikut biar tau,” seruku sambil berjalan menuju kearah toilet seperti ditunjukkan oleh Vian.

“Eh, tau gak, Irina tu pasti lulus jadi staff sekarang, ” Seru seseorang dari ruangan dapur seperti yang dikatakan Vian tadi.

“Kok bisa?” sahut seseorang yang dari suaranya seperti ibu-ibu.

“Ya iyalah, Irina tu kan pacarnya si boss...” sahut suara yang satunya, yang kalau tidak salah punya si dada tipis alias staff yang membagikan tes soal tadi.

Dengan sengaja aku mengeraskan langkah kakiku sehingga bisa terdengar oleh mereka yang sedang bergosip ria disana. Setelah selesai di toilet aku keluar dari kamar mandi dan kebetulan melihat dua orang yang berjalan didepanku, yang satu si dada tipis yang satu lagi seorang ibu-ibu setengah baya dengan badan yang montok.

“Eh, kok lama di toiletnya? Ngapain tu….?” tanya Irina jahil yang kembali kujawab dengan tawa.
Sambil menunggu hasil tes keluar, aku, Irina dan Vian berbincang-bincang, sebagian besar isinya dengan keluhan Irina dengan rumah tangganya. Baru ku tau, Irina dan Vian teman satu sekolah, namun Irina tidak selesai sekolah karena keburu hamil, dan saat ini anaknya sudah berusia 3 tahun.

“Kesel banget tau sama suaminya Irina, setiap malam selalu minum-minum di luar sama temennya, gak tau apa aku kedinginan nunggu di rumah, kalau pulang sudah pagi, minta jatah pas enak-enaknya tidur, eh, gak peduli kering atau basah, asal tusuk aja, sebelllll! ” cerocosnya panjang lebar. Untungnya peserta yang lain duduk agak jauh dari kami,

“Apanya yang kering dan basah?” tanya Vian polos yang membuatku dan Irina tertawa lebar.

“Ajarin ne Bli Kadek, biar Vian tau, hahaha” tawa Irina jahil.

“Eh, diem-diem, hasil tesnya sudah keluar,” seru Vian sambil menunjuk ke arah pak sekdes yang membawa map dan menuju ke depan ruang rapat.

“Terimakasih kepada para peserta yang sudah berkenan menunggu, dari 12 peserta tes kali ini, peserta dengan nilai tertinggi akan diangkat menjadi kaur umum, sedangkan peringkat dua dan tiga akan diangkat menjadi staff. Untuk peringkat ketiga, diraih oleh saudari, Vian” seru pak sekdes sambil melihat kearah Vian yang duduk dibelakangku.

“Selamat Vian, ” seruku dan beberapa peserta tes lainnya.

“Untuk peringkat tiga diraih oleh saudari Irina,” sambung pak sekdes sambil tersenyum misterius ke arah Irina yang duduk disebelahku. Beberapa peserta juga terdengar bergumam tak jelas di sekitar ruangan. Beberapa orang bahkan terlihat tersenyum sinis ke arah Irina.

Eh… Kok?

“Selamat Irina,” seruku sambil melihat kearah Irina yang terlihat tak peduli dengan tatapan dari peserta lainnya.
“Untuk peringkat pertama diraih saudara Rian,” sebut pak sekdes sambil tersenyum ke arahku.

“Selamat Bli Kadek,” seru Vian dan Irina.

“Thanks,” seruku sambil tersenyum.

“Eh, Bli Kadek, bagi no WA dong,” seru Irina sambil mengeluarkan smartphonenya.

Wow...Iphone X… Baru saja keluar dengan harga yang cukup lumayan.

“081xxxxxxxxx, kamu berapa?” tanyaku sambil mengambil handphone ku, Sony Xperia L yang sudah hampir 4 tahun setia menemaniku.

“Nanti tak V Call ya...” sahutnya.

“Eh, nomer mu berapa Vian?” tanya ku kearah Vian yang ada dibelakangku.

“Nanti tak miss call Bli Kadek,” sahut Vian yang sudah mencatat nomerku di handphonenya.

“Untuk peserta lain jangan berkecil hati, masih banyak ada kesempatan untuk mengabdi di desa, untuk yang terpilih, sekarang bisa pulang dulu, besok sudah bisa mulai masuk pukul 07.30 dengan pakaian seperti sekarang,” ujar pak sekdes.

Dengan tersenyum ringan kami, baik yang terpilih maupun tidak keluar dari ruang tes dan kantor desa menuju ke parkiran. Kulihat sekilas pak kepala berlalu mengendarai sepeda motornya.

“Sampai besok Bli Kadek, ” seru Irina sambil berlalu dengan Honda Varionya.

“Akhirnya, dapat kerjaan juga,”

Dengan santai kunaiki Jupiter Z yang sudah lama menemaniku dan mengikuti dibelakang Irina. Tak berapa lama kulihat dia berbelok kearah sebuah kandang ayam yang terletak di dusun utara.

“Eh, ngapain si Irina kesana?” pikirku sambil melihat kearah kandang ayam itu dan melihat sekilas sosok pak kepala desa.

Eh.Jangan-jangan?

Jgn2 Irina mo nyolong ayam, tuh...
Ikutin, an...

:D
 
Bagian 2 : Gairah Irina

Irina POV


Sambil melihat ke sekitar dan memastikan tidak ada orang, kumajukan sepeda motorku ke arah gerbang kandang yang terbuat dari seng, setelah melewati pintu gerbang aku turun dari motor dan berjalan menuju kearah Pak Nyoman, si kepala desa. Angin yang bertiup cukup kencang membuatku sedikit kedinginan. Lokasi kandang ayam ini cukup masuk ke dalam sawah dan cukup sepi, itu ku tahu pasti karena beberapa kali aku sempat melayani Pak Nyoman disini, walaupun itu di malam hari.

Dari jauh sudah bisa kulihat senyum mesum si kepala desa.

“Duh… Pasti pengen lagi dah si kades, mending tahan lama apa,...” gumamku pada diri sendiri.

”Tapi gak apa deh, sudah bikin aku dapet kerjaan juga, apalagi kalau nanti dapet tips juga ” sahutku sambil membayangkan apa yang akan kudapatkan dari si tua ini.

“Eh… Ayo sini Irina, bapak sudah gak sabar nih,” serunya sambil menarik tanganku kearah belakang kandang ayam yang berfungsi sebagai kamar ketika pak kades beristirahat setelah memberi makan ayam-ayamnya.

“Aduh pak, siang-siang gini, nanti ada orang gimana?” ujarku sedikit jual mahal.

“Gak usah buka baju, kan tinggal angkat ini saja, ” katanya sambil berdiri di belakangku dan mengangkat rok hitam ketat yang aku gunakan sehingga pantatku yang montok terlihat walaupun masih terbungkus dengan celana dalam merah renda yang aku beli sebagai hadiah ulang tahun untuk suamiku dulu.

“Plak!!”

“Aduh!,...pelanin pak!” jeritku ketika pantatku ditampar dengan cukup keras oleh si bandot tua.

“Biarin, siapa suruh pakai celana ginian, bikin bapak ngaceng aja, lagian pantatmu ini, rasanya semakin gede aja ya?” katanya sambil menyibakkan celana dalamku dan secara naluri kulebarkan pantatku sehingga pasti vagina ku yang mulus bisa terlihat dari belakang.

“Ini nih, yang bikin bapak seneng, mulus, gak ada bulunya, gak kaya yang dirumah, kayak gorilla!” serunya sambil membelai vaginaku yang masih kering.

“Pakai kondom dulu pak,” seruku sambil menungging dan mengambil kondom yang aku taruh di tas.

“UUuggghhh pakkk!” seruku ketika menunduk dengan tak sabar pak kades menjilat vaginaku dengan kasar. Kumisnya yang baru tumbuh terasa begitu geli ketika menggesek vaginaku sekarang terpangpang bebas di depan wajahnya.

“Uhhmm… Udah bersih, harum lagi!” serunya sambil memasukkan jarinya yang cukup besar dan berlumuran ludah ke dalam vaginaku yang masih kering.

“Ehmm… pakai ini pak,” kataku sambil memberikan kondom yang kuambil.

Srrtt...srtt.. Dengan cepat pak kades mengeluarkan penisnya yang sudah tegang dari resleting celananya dan dengan terburu-buru memasang kondom yang kuberikan. Kondom itu membungkus penisnya yang hanya 10 cm dan ukurannya juga tidak besar.

“Nungging sayang,” perintahnya yang kuturuti dengan menungging ke arah tembok, tanganku bertumpu pada tembok dan dengan sedikit merenggangkan kaki aku mengangkat pantatku dan memberikan tanda untuk dinikmati si kades mesum.

“Ahhh… ” serunya ketika penisnya membelah vaginaku yang mulai basah akibat terangsang oleh hisapannya. Walaupun kecil dan pendek, penis tetaplah penis, terasa nikmat ketika menusuk vaginaku.

“Ouuhhh… Nikmatnya! UUhhh jangan digitituinn...stooppp...”serunya ketika dengan sengaja kuempot penisnya dengan vaginaku.

“AAahhhh….Ke..luaar...” jeritnya sambil berkelojotan menghentakkan penisnya hingga mentok.

EH! Udah keluar!

Jancuukkkkk!!!

Baru juga masuk!!!


“Ouuhh… Jepitan mu itu, nikmat betul!” ujarnya sambil duduk di kasur butut yang ada di ruangan. Penisnya mulai mengendur dan dengan susah payah aku bisa tersenyum ke arahnya.

“Kalau gak gitu, bapak gak suka kan?” seru ku sambil merapikan celana dalam dan menurunkan rok yang aku pakai. Sebisa mungkin aku merapikan pakaianku sehingga tidak terlihat aku baru saja melakukan quickie. Sambil menyemprotkan parfum ke badan dan rok ku, aku berjalan menuju ke pintu sebelum dihentikkan pak kades.

“Ini, bawa ini pulang biar gak ada yang curiga,”serunya sambil memberikan satu kantong plastik telur ayam.

“Makasi pak,”

“Usshh, gah masalah, oh iya, ingat besok sudah mulai masuk ya, jangan lupa, ” serunya mengingatkan dengan nafas yang masih ngos ngosan.

Sambil menenteng tas plastik yang diberikannya, aku membuka pintu dan setelah merasa aman menuju kearah sepeda motor yang terparkir di sebelah kandang.

Untungnya walaupun masih siang, tidak banyak orang yang lewat sehingga aku merasa aman melakukan quickie di tempat ini, dengan santai aku menaiki Varioku.

“Duh sialan, lengket kan jadinya” ketika kurasakan vaginaku yang masih terasa lengket ketika duduk di jok. Apalagi karena masih siang, jadinya joknya panas dan membuat ku mendesis.

“Iiihhh,, Panas!”

Sambil menggeliat kepanasan aku mengendarai sepeda motorku menuju kearah selatan, ke rumahku di Dusun Selatan. Di Dusun Tengah aku lewat didepan sebuah warung milik Vian, teman semasa SMK ku namun masih gadis, tak sepertiku yang sudah punya anak.

“Eh, Bli Kadek disini?” tanyaku ketika melihat seorang lelaki yang duduk didepan warung Vian.

“Eh Irina, iya nih, beli sayur buat lauk nanti,” serunya sambil menenteng sebuah tas plastik berisi sayuran.

“Dari mana Na? Kok baru lewat?” tanyanya sambil tersenyum kearahku.

“Beli telur Bli,” sahutku sambil menunjuk kearah motorku.

“Wih, rajin beli sayur nih, gak ada yang masakin apa?” candaku sambil melihat kearahnya. Dengan tinggi sekitar 170 cm dan wajah yang cukup tampan, walaupun dengan badan yang sedikit kurus aku jadi berpikir kata orang-orang, kalau badannya tinggi dan kurus, itunya pasti gede, memikirkannya saja membuat vaginaku tiba-tiba menjadi lembab.

“Mana ye, Bli Kadek tinggal sendirian dirumahnya Na, masakin nae Na” seru Vian sambil memberikan uang kembalian kepada bli kadek.

“Eh, kok gitu?” tanyaku benar-benar tidak tahu.

“Iya, udah lama ditinggal ibu sama bapak,” sahut bli kadek sambil tersenyum.

“Wah, boleh nih ditemenin,”

“Ayo nae, mumpung sepi dirumah, hahaha” tawanya sumringah.

“Enak mu!” seruku sambil cemberut dan mengambil kerupuk untuk tambahan lauk nanti siang namun ketika mau mengambil uang di dalam tas, tak sengaja sisa kondom yang kupakai tadi terjatuh dari tas.

“Eh, beli balon untuk anaknya Na?” seru Vian sambil memberikan bungkus kondom itu kepadaku.

Alamak!

Kulirik kearah bli kadek dan terlihat dia tersenyum penuh arti kearahku.

“Iya nih, buat anaknya” sahutku sambil menundukkan wajah melihat ekspresi jahil di wajah bli kadek dan mengambil kondom yang diberikan Vian.

“Emang dimana rumahnya Bli Kadek?” tanyaku penasaran.

“Rumah paling selatan, pas setelah perbatasan dengan Dusun Selatan,” terang Vian.

“Ouuh… Rumah yang disebelah timur jalan, masuk kedalam itu ya?” tanyaku sambil mengingat sebuah rumah yang terletak paling ujung dari Dusun Tengah.

“Tuh tahu, ayo kapan-kapan mampir,” kata Bli Kadek sambil mengambil bungkus sayur dan berjalan menuju sepeda motornya.

“Ayok dah, duluan” serunya sambil mengendarai sepeda motornya.

Setelah membayar kerupuk yang aku ambil, aku pun menuju kearah selatan, tepat di sebelum perbatasan dusun, aku menengok kearah timur, kearah rumah Bli Kadek. Rumahnya cukup jauh dari rumah yang lain walaupun tidak bisa dikatakan sangat terpencil.

“Wuuuihhh.. Enak tuh, kalau main bisa teriak sampai puas...” pikirku mesum dan otomatis vaginaku berkedut ringan membayangkan, bagaimana jika penisnya Bli Kadek yang mengisi vaginaku dan bagaimana aku bisa mendesah dengan puas ketika nyampe.

“Iihhh.***ra-gara tadi nih...” gumamku sambil menjepitkan kedua pahaku. Tak berapa lama aku sampai dirumah, suasana rumah kosong, biasanya jam segini ibu dan bapak mertuaku akan mengajak anak ku ke sawah sementara suamiku yang bekerja sebagai sopir truk pasir masih bekerja.

Sesampai dikamar aku membuka kemeja dan rok yang aku kenakan dan dengan hanya memakai bra dan celana dalam merah berenda aku berdiri didepan cermin dan melihat badanku. Dengan tinggi 158 cm dan berat badan 55 kg bisa dibilang aku cukup montok, apalagi dengan bemper depan dan belakang yang membusung seperti ini. Perlahan tanganku menuju kearah celana dalam merah yang masih terasa lembab. Perlahan kuelus bibir vaginaku dari luar celana dalam yang kupakai.

Dengan tangan kiri yang masih bebas kubuka bra yang kupakai sehingga payudaraku yang besar terbebas dari kungkungannya. Perlahan ku elus putingku yang menonjol dengan tangan kiri sedangkan tangan kananku menyibakkan celana dalam merah yang kupakai dan menyentuh daging kecil diatas vaginaku yang mulai mengeras.

“HHHmmmmm….” desahku ketika kenikmatan itu mulai terasa.
Sambil memejamkan mata aku membayangkan wajah Bli Kadek yang tersenyum itu menyentuh puting dan klitorisku yang mengeras dan mendambakkan sentuhan.

“Uuhhh…..” Jari tengahku masuk menusuk kedalam belahan yang mulai basah, menuntut kenikmatan lebih dari yang sudah kurasakan. Bisa kulihat wajahku mulai memerah dicermin, dengan mata sayu dan mulut yang sedikit merekah.

Tak cukup dengan satu jari, kumasukkan jari telunjuk kedalam vaginaku dan bisa kurasakan jepitan dari dinding vaginaku yang masih kencang menghimpit jariku.

Perlahan tapi pasti aku memaju mundurkan jariku didalam sana. Semakin lama semakin licin dan semakin cepat juga gerakan tanganku. Belum terasa cukup, jari manis pun kumasukkan

“Ahhhh….” erangku ketika perasaan nikmat itu semakain terasa, tangan kiriku pun semakin keras meremas-remas dadaku dengan puting kecoklatan yang menonjol dengan indahnya.

“Ahhh...Bli Kadek,” erangku, membayangkan bukan jari yang menusuk vaginaku tapi penisnya yang panjang dan keras yang mengisi lobang basah dibawah sana.

Sedikit lagi...sedikit lagi….

“Grrungggggg….” suara motor memasuki pekarangan membuyarkan semuanya.

Mndngan konti Pak Kades dignti singkong aja, Pak...
Biar keliatan dekil, to gede, n yg pasti g bkl EDI....

Mstinya dia mnm Viagra dlu...
Pasti sanggup lah bt beli, secara Kades....

Drpd nafsu besar, tenaga kurang bnget...

Ayo Rian, tumbuk MQnya Irina...
Dah mulus, tuh...

:top:
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd