Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

ARFAN, SI PEJANTAN TANGGUH DARI DESA(Remake)

Mangstab updatesnya bro @memekibustw

hanupis suhu semoga sehat selalu ijin menyimak terus hahaha:beer::beer::beer::beer::beer::beer::beer:

Thanx buat lanjutan kisahnya ya hu

duh alurnya mundur bingung gue cuok ampir aja salah komen

matur nuwun sanget omsuhu

Makasih updatenya @memekibustw

terima kasih utk updatenya
TERIMAKECROT AGAN2 SEMUWAHHHH:baris::baris::baris::baris::motor2::motor2::motor1::motor4::motor5:
 
makasih huu...lnjut lg ya..

Makasih atas apdetnya om @memekibustw
:beer: :beer:

Joossss updetnya suhu

Ikutan Nyender sambil bersila lurusin Keris om @memekibustw

Mundur bijimane nih ceritanya 😂

kok di ulang

Jangan kedor kasi huu

Makecrot updatenya suhu @memekibustw.
Lancrotkeun......

Morning coffee ☕

Keren wajib disimak ini

Arfan lanjutkan tetep jaya

Mantap surantaaap suhu
Terimakasi apdetnya:pantat::pantat::pantat:

kenapa ada pengulangan scene

absennn vagiiii

Nitip absen


absennnnnnnnnn

Pasang cctv ...

tetep aja absenn vagiiii

Titip sandal hu....
Ditunggu update selanjutnya
TERIMAKASIH UTK KOMEN2 POSITIFNYA AGAN2 SEMUWAAAH

BUAT YG NANYAIN KENAPA ADA PENGULANGAN TOLONG BACA DAN PERHATIKAN BAIK-BAIK KALAU CERITA INI ADALAH HASIL REMAKE DARI CERITA LAMA DAN DIKOMBINASI KISAH NYATA DARI UMMI @Syifaazzahra65 jadi alurnya memang mundur di tengah untuk menghargai pemilik cerita awalnya. Begitulah etika Copas! Harap maklum.

apdet selanjutnya akan kembali ke "masa sekarang".
JANGAN LUPA CENDOL & LICK NYA YA AGAN2 :tegang:




:tegang::tegang::tegang::tegang::tegang::tegang::tegang::tegang:
 
Kembali ke masa sekarang....
:pantat:
Hari-hari berjalan seperti biasa di rumah megah Bu Rini. Tiga minggu sudah berlalu sejak ia mengambil cuti kerja. Bu Rini merasa beban pikirannya telah cukup ringan. Keberadaan tiga orang desa yang sudah ia anggap sebagai keluarga kandung itu benar-benar dapat menghibur hati dan membuatnya melupakan persoalan pelik yang beberapa waktu lalu membelitnya. Terlebih lagi, Warsih yang telah ia anggap kakak itu amat piawai memuasi nafsu birahinya yang terkadang tak terbendung. Warsih kini sudah hafal tabiat sang nyonya, kalau sudah masuk kamar dan memanggilnya, itu pasti sang nyonya minta memeknya dijilat dan dicolok-colok menggunakan kontol karet. Namun begitu, meskipun Warsih selalu dengan senang hati melayani nafsu birahi sang nyonya, terkadang hatinya iba juga, betapa tidak, sang Nyonya tak menyadari bahwa sebenarnya Arfan, anak Leha, adalah orang yang tepat untuk memenuhi syahwat Bu Rini. Warsih benar-benar tak sanggup memberitahukan hal itu pada sang nyonya. Warsih lebih memilih diam dan membiarkan waktu yang akan menjawabnya, ia berharap suatu saat tanpa bantuan dirinya, Bu Rini akan menemukan kenyataan kalau keponakannya itu punya kontol besar dan panjang yang sanggup membuatnya menjerit-jerit kepuasan!

Kedekatannya dengan Bu Rini membuat Warsih jadi orang yang paling tahu kebiasaan sang nyonya, dari kebiasaan makan, bekerja, istrahat, merawat bunga hingga memenuhi hasrat birahinya yang masih menggelora. Warsih menghitung, hampir setiap tiga malam sekali Bu Rini pasti minta memeknya diobok-obok. Kalau sudah begitu, Warsih akan menyuruh Leha menggantikan tugas memasak dengan alasan sang nyonya minta dipijat. Hmmm padahal...


:pantat:
Makin hari, Bu Rini kian betah di rumah. Arfan, Leha dan Warsih juga sepertinya sudah dapat menyesuaikan diri dengan kondisi ini. Ketiga orang kampung itu sudah tampak menikmati hari-hari mereka disana. Sesekali untuk menghapus kejenuhan, ketiganya diajak melancong ke tempat-tempat hiburan yang banyak di Jakarta dan sekitarnya, mulai dari makan di restoran hingga melancong ke tempat-tempat wisata di luar kota Jakarta seperti Puncak, Anyer dan sebagainya.

Untuk urusan pekerjaan, Bu Syifa secara rutin juga datang membawa berkas-berkas yang perlu diputuskan oleh Bu Rini. Disamping untuk urusan pekerjaannya sebagai sekretaris, Bu Syifa tentu memanfaatkan waktu kunjungannya ke rumah sang boss untuk dapat bertemu Arfan, remaja belia yang sudah dua minggu lebih menjadi pacar gelapnya! Tak untuk melampiaskan syahwat tentunya, tapi cukup bagi Bu Syifa untuk sekedar berciuman dan meremas kontol Arfan dari balik celana, sekedar pelepas kangen di sela-sela kesibukan kerja. Toh tiga hari sekali, setiap Arfan diminta ke pasar, mereka selalu menyempatkan diri berkencan di kamar hotel langganan Bu Syifa, tempat dimana untuk pertama kali Arfan menjebol memeknya sampai Bu Syifa terkapar menyerah empat kali oleh keperkasaan remaja belia itu.
:tegang:
Sesekali kalau waktu dan tempat tak mengijinkan ketika Bu Syifa dan Arfan sama-sama tak dapat menahan nafsu, maka Bu Syifa akan menelpon bossnya untuk minta tolong Arfan mengambil dokumen penting di kantor. Sudah pasti Arfan bukannya ke kantor Bu Rini, tapi menuju hotel terdekat untuk melampiaskan birahi di memek tembam Bu Syifa. Sang nyonya tak sama sekali curiga karena ia sudah sangat percaya pada sekretarisnya itu. Malahan pernah suatu malam Bu Rini sendiri meminta Arfan untuk menjemput Bu Syifa di rumahnya, sang nyonya meminta sekretarisnya itu untuk mengerjakan sesuatu yang cukup penting di kantor. Bu Rini berharap, dengan ditemani Arfan, Bu Syifa akan merasa tenang seperti didampingi pengawal pribadi. Arfan pun dengan senang hati melakukan apa yang diperintahkan Bu Rini.

Di ruang kerja Bu Rini lah Arfan dan Bu Syifa sudah tiga kali memacu birahi selama berjam-jam! Dari sore hingga dini hari! Arfan mendapat ijin untuk menginap di kamar tidur Bu Rini di bagian belakang ruang kerja itu. Dan tanpa setahu Bu Rini, Bu Syifa menemani Arfan tidur. Mereka dengan bebas mengumbar nafsu di kamar mewah dimana biasanya sang nyonya beristirahat. Sampai-sampai tak ada satu sudutpun ruang kerja luas milik Bu Rini itu yang tak pernah mereka pakai untuk melampiaskan nafsu. Di sofa, meja meeting, meja kerja, kamar tidur, kamar mandi, pantry, dapur, bahkan di balkon luar ruang kerja yang menghadap ke hamparan pemandangan gedung-gedung pencakar langit itupun mereka pernah pakai untuk bersenggama. Arfan sangat bernafsu menggeluti tubuh tinggi besar dan bahenol Bu Syifa, sebaliknya pula Bu Syifa sangat bersemangat meraih kepuasan seks dari kontol Arfan yang panjang dan besar. Sejak mengenal Arfan, Bu Syifa tak lagi mengikuti arisan gigolo yang diadakan teman-teman sejawatnya. Bagi perempuan paruhbaya itu, Arfan jauh lebih memuaskan dari pria manapun yang pernah ia ajak bersetubuh. Tak ada lelaki seperkasa Arfan di mata Bu Syifa!
:pantat::pantat::tegang::tegang::pantat::pantat:
 
Suatu ketika saat Leha, Arfan, Warsih dan Bu Rini duduk-duduk di taman asri yang terletak di halaman belakang rumah megah itu...

“Dik Leha gak kangen suasana kampung?”

“Mmmmm mmmm ii iya kangen lah nyonya....,” ucap Leha terbata-bata, ia tak menyangka sesuatu yang belakangan ini mewarnai pikirannya itu justru ditanyakan oleh Bu Rini.

“Maaf Nyah, kenapa tiba-tiba nanyain kampung? Rindu suasananya ya?” ujar Warsih menyela pembicaraan.

“Hmm... iya kak War, aku kok rasanya kangen sama kampung halaman kalian itu... suasananya damai, udara sejuk, gak ada bunyi kendaraan yang berisik, ah... indah banget... aku pengin main kesana kak... gimana dik Leha? Setuju gak kalau besok kita ke kampung? “

“Ma ma mau nyah...,” jawab Leha pendek, hatinya senang mengetahui sang nyonya berkenan mengajak mereka ke kampung halaman yang sudah berbulan-bulan mereka tinggalkan.

“Kak Warsih gimana? Setuju gak? Arfan anakku sayang, gimana? Setuju juga?”

“Iii iya nyah setuju...,” Jawab Arfan dan Warsih bersamaan.

“Kalau boleh juga, saya dan Leha mau menjual lahan kebun dan rumah kami disana nyah.... lagi pula siapa yang akan menempatinya... kami sudah hidup enak disini...,” ujar Warsih,

“Justru aku mau beli lahan yang agak luas disana kak War, aku mau bangun villa....,”

“Tapi nyonya, tanah kami itu kecil... mana cukup untuk rumah bagus seperti rumah nyonya ini?” Leha memotong,

“Ya kita cari lah lahan yang lebih luas dik Leha, aku juga pengin punya perkebunan disana..., kak Warsih dan Leha bisa bantu cariin orang yang mau jual perkebunannya disitu yah?”

“Oh baik nyah....,” kata Warsih bersamaan dengan Leha.

“Itu kak Warsih... itu juragan Haji Latif dulu katanya mau jual setengah kebun karetnya....,”

“Iya Leha kuingat itu, nanti kita tanyakan saja pada pak Haji..., kebetulan saya masih simpan nomor telpon Bu Isni, istri pertama beliau...,” Warsih melanjutkan.

“Nah, pas lah kak.... kalau begitu ayo siapkan barang-barang kalian ya Arfan, dik Leha, Kak Warsih... bawa pakaian saja....,”

“Maap Nyonya....,” ujar Leha

“Kenapa dik Leha? Ada masalah?”

“Nanti Nyonya tinggal dimana disana? Masa di gubuk kami yang sudah rusak itu? Teruuss.... nyonya makannya gimana juga? Rumah makan tak ada pula disitu Nyah....”

“Hehehe.... gampang itu dik Leha, aku punya mobil besar, namanya Caravan. Mobil itu sebenarnya bus penumpang yang diubah jadi kamar tidur, dapur, kamar mandi, sudah seperti rumah saja kalau pakai mobil itu dik Leha...,” Bu Rini menjelaskan, membuatketiga orang desa itu bengong...

“Nanti saja kalian lihat, sore ini kuminta sopirnya bawa kendaraan itu kemari...,”

“Ooooh, baik nyonya...,” ujar Leha.

Keempat orang itu kemudian beranjak ke kamar masing-masing untuk mempersiapkan semua kebutuhan yang akan mereka bawa ke kampung. Betapa senangnya Leha dan Warsih menyadari hal itu. Namun tak demikian halnya dengan Arfan, pikirannya justru melayang ke Bu Syifa. Arfan merasa bersalah kalau sampai tidak memberitahukan Bu Syifa akan hal ini. Lagi pula ia merasa, seminggu tanpa bertemu Bu Syifa pasti akan berat sekali, karena belakangan ini hampir tiap sore ia dan Bu Syifa memadu kasih di ruang kerja Bu Rini.



Arfan segera menyambar telepon selularnya, menekan nomor Bu Syifa...

“Assalamulaikum Nak Ar sayangku....,” sapa Bu Syifa lembut.

“Ummi... sudah dengar rencana nyonya besok?”

“Rencana apa sayang?”

“Kami mau ke kampung, pakai mobil besar mmm mmm kara... kara... apa itu...,”

“Caravan sayaaaang... pelan-pelan aja ceritanya ya Nak Ar...,”

“Oh iya karavan... pakai karavan itu..., ummi dah tau ya?”

“Belum Nak Ar sayang...”



“Terus gimana kita Ummi, Ar tak bisa ketemu ummi.... Ar pasti kangen...,”

“Hmmmm... tenang dulu Nak Ar sayang, jangan gugup begitu, sebentar ummi akan telepon Jeng Rini ya...,”

“Tolong ya ummi... kalau boleh Ar tak ikut pulang ke kampung...,” rengek Arfan pada Bu Syifa.



“Benarkah Nak Ar gak tahan jauh dari Ummi?” Bu Syifa merasa sangat tersanjung dengan pengakuan polos remaja belia itu.

“Ya Ummi... Ar tak bisa tidur kalau belum ngentot ummi...,” jawab Arfan lagi semakin membuat perasaan Bu Syifa bangga,

“Iya iya sayang, nanti coba ummi bicarakan...,”

“Pokoknya Ar tak mau pisah lama-lama sama ummi, Ar sayang ummi...,”

“Iya iya iyyaaaaa, ummi juga sayang Nak Ar.... gak mau juga jauh dari Nak Ar lama-lama..., ummi telepon Jeng Rini dulu ya?”

“Ar tunggu ummi...,”



Bu Syifa berpikir sejenak, ia merangkai alasan untuk meminta pada sang boss agar Arfan tak diajak ke kampung... kalau mau jujur, Bu Syifa juga sebenarnya tak bisa jauh dari anak itu. Dua minggu ini hampir tiap dua hari mereka bercumbu dengan ganas, hal itu menumbuhkan perasaan cinta pada kedua insan yang berbeda jauh secara usia itu. Tak lama kemudian Bu Syifa sudah menghubungi bossnya...

“Salamlekom kak Ifa...,” suara Bu Rini terdengar di seberang,

“Waalaikumsalam Jeng, boleh minta tolong suruh si Arfan ke kantor? Aku perlu bantuan nih, nanti malam ada rapat kerja dengan rekanan asing di Hotel Hilton, dan besok ada jadwal untuk kunjungan ke pabrik di Bandung..., gimana... boleh?”

“Upsss.... Kak... baru aja aku mau kasitau kak Ifa kalau aku mau ngajak Arfan dan keluarganya melancong ke kampung mereka... aku ada rencana mendadak pengin bangun villa disana Kak, suasananya asri banget, aku suka..., bisa jadi tempatku berlibur dan menenangkan diri...” ungkap Bu Rini panjang lebar.



“Hmmm... Gini Jeng, aku sih setuju aja, tapi sepertinya Arfan gak perlu diajak deh, kecuali kalau dianya maksa mau ikut loh... dan kalaupun Jeng mau bikin villa disana, kenapa gak ngajak aku juga? Kan kita bisa sama-sama pertimbangkan semua urusannya....,”

“Oooh iya juga sih Kak Ifa...” Jawab Bu Rini setelah sempat diam beberapa menit mendengar penjelasan sekretarisnya itu.

“Kalau begituuu.... gimana kalau Kak Ifa dan Arfan nyusul aku aja ke desa, aku disitu lumayan lama lho, bisa seminggu lebih gitu.... soalnya aku rencana mau beli lahan perkebunan karet yang lumayan luas Kak, di tengah situ ada bukit yang aku pengen bangun Villa diatasnya... Kak Ifa setuju kan?”

“Iya Jeng, aku pasti setuju, justru itu aku mau bilang gimana kalau aku dan Arfan nyusul aja, biar kubereskan dulu pekerjaan disini..,”

“Ooh boleh boleh boleh Kak, ide yang bagus itu..., iya sebentar kuminta Arfan ke kantor bantuin Kak Ifa ya?”

“Hmm baik Jeng, kutunggu.... hati-hati di jalan ya? Met libur Jeng...,”

“Makasih Kak Ifa.... Lamlekooommm....”

“Waalaikumsalam Jeng...,”

Telepon diputus, lalu Bu Rini melangkah ke kamar Arfan, sampai depan pintu yang rupanya masih terbuka ia lihat Arfan sedang memilih pakaian yang akan ia bawa.

“Arfan anakku sini sayang...,”

“Iiii...iya nyaaah, ada apa?” Ujar remaja itu berdiri lalu melangkah ke pintu kamarnya.

“Arfan diminta Ummi Syifa untuk bantu-bantu di kantor sekarang juga, gak marah kan?”

“Haah? Sa... sa... saya tak jadi ikut ke kampung ya nyonya?” Arfan tergagap, ia berusaha menyembunyikan rasa senangnya dengan berpura-pura sedih tak ikut pulang kampung.

“Bukan begitu sayang, Ummi Syifa mu perlu kamu untuk bantuin di kantor sekarang, besok ada acara penting di pabrik kita di luar kota, Bu Syifa minta kamu temani... masalah ke kampung, lusa atau setelah pekerjaan Ummi Syifa beres, dia akan temani kamu ke nyusul ke kampung....,” kata Bu Rini menjelaskan, Arfan mengangguk-angguk, pura-pura sedih.

“Bbbbaik nyonya, kalau gitu Ar mau bilang emak dan budhe Warsih dulu nyah,”

“Iya Anakku sayang...,” kata Bu Rini sambil berlalu kembali ke kamarnya.



“Mak, Nyonya suruh Ar pergi ke kantor bantuin Ummi Syifa...,” ujar remaja itu di kamar emaknya.

Mendengar itu Leha yang tengah sibuk merapikan pakaian-pakaian yang akan dibawa ke kampung jadi terkejut. Ia langsung berdiri dan berbalik memeluk anaknya.

“Ya Allah Ar, terus emak kesepian dong?”

“Itu dia mak, tapi mau apalagi, disuruh nyonya...,”

“Iya Ar, tapi Mak dan Budhe Warsihmu pasti kangen sama ini...,” ucap Leha sambil meraba selangkangan anak kandungnya itu.

“Ah emak... Ar jugak pasti kangen sama ini...,” balas Arfan meraih payudara emaknya, ia sedikit meremas dan membuat Leha menggelinjang.

“Coba tengok Budhemu di kamar sebelah Ar, sekalian lihat kamar nyonya, kalau pintunya sudah ditutup berarti nyonya tak mau diganggu,” pinta Leha pada anaknya, jelas Leha bermaksud ‘meminta sangu’ pada anak kandungnya itu sebagai pengurang rasa kangen selama seminggu besok tak dapat menikmati kontol Arfan.

“Baik mak...,” jawab Arfan sambil berpikir emaknya pasti akan minta jatah disetubuhi sebelum ia pergi, masalahnya Arfan takkan bisa memuncratkan pejuh dalam waktu singkat, sementara sopir Bu Syifa 30 menit lagi akan sampai di rumah itu.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd