Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DUA ANAK DAN DUA IBU

CHAPTER 5

Kuliah di hari Kamis sungguh melelahkan. Pergi pagi, pulang sore hari. Mobilku melaju menyusuri jalan menuju rumah. Tiba-tiba saja, decitan ban mobil begitu ngilu karena aku harus menghentikannya secara tiba-tiba, seekor kucing berwarna kuning keemasan melintas secara tiba-tiba pula. “Kucing brengsek,” gerutuku dalam hati sambil kembali mengatur putaran jantungku yang berpacu cepat karena rasa kaget. Setelah pulih, aku baru memberanikan diri untuk menekan gas secara perlahan agar roda mobil kembali berputar. Untung saja hanya 15 menit berselang aku sudah sampai rumah, hatiku pun mendesah lega dan membawa mobilku masuk ke dalam garasi. Aku membanting pintu mobil dan bergegas masuk ke dalam rumah.

Aku mendapati ibu di dalam kamarnya sedang memulas wajahnya, tidak tebal namun sangat natural. Ibu memakai blouse semi ketat dipadu dengan rok pendek selutut membalut tubuhnya yang seksi. Paduan serasi pakaian ibu memetakan lekuk tubuhnya yang indah, membuat keseksiannya sangat terpancarkan. Aku harus menelan ludah untuk sekedar menahan gejolak berahi di dalam dadaku.

“Apa kita langsung berangkat?” Tanya ibu yang masih memolesi wajahnya di cermin meja rias.

“Satu ronde dulu ...” Kataku setengah bercanda.

“Gak! Mama malas buka baju, apalagi harus mandi lagi!” Ibu melotot pura-pura ngambek.

“He he he ... Izinkan hamba mandi dulu.” Kataku sambil cengengesan.

“Jangan lama-lama!” Teriak ibu saat aku sudah di luar kamarnya.

Aku langsung pergi menuju kamarku lalu segera mandi, karena aku tidak suka kalau tubuhku berkeringat. Selepas mandi, aku mengenakan kaos berkerah lengan pendek berwarna biru dongker dan celana jeans hitam. Aku mematut di depan cermin melihat penampilanku. Setelah merasa rapi, aku kemudian keluar kamar. Tak disangka, aku melihat Aji sedang ngobrol dengan ibu di ruang depan. Langsung saja aku hampiri mereka.

“Lu ikut aja bareng kita.” Ajakku pada Aji.

“Emangnya kalian mau kemana?” Tanya Aji sambil menoleh ke arahku.

“Kita akan ke temen mama.” Jawabku.

“Iya, Ji ... Temen budhe itu, orang kepercayaan mamamu ... Rencananya budhe mau minta bantuan sama temen budhe itu untuk mempengaruhi mamamu.” Sambung ibu dengan senyum tipisnya.

“Mempengaruhi mama? Mempengaruhi apanya?” Tanya Aji semakin penasaran.

“Biar nyokap lu bisa lu entot. Ha ha ha ...” Kataku yang diakhiri dengan tertawa.

“Ayolah sayang ... Kita sudah telat.” Kata ibu sembari menggandeng aku dan Aji di kiri dan kanannya.

“Oh ...” Respon Aji yang tampak gugup.

Kami bertiga akhirnya pergi bersama-sama ke tempat kediaman Dokter Yanti. Estimasi perjalanan diperkirakan memakan waktu sekitar satu jam. Di tengah perjalanan, ibu bercerita tentang Dokter Yanti. Dokter spesialis kulit dan kelamin itu adalah seorang janda yang ditinggal suaminya kawin lagi. Usia Dokter Yanti sekitar awal 40 tahunan, mempunyai dua anak yang sudah remaja. Menurut ibu, Dokter Yanti memiliki paras yang cantik. Wajahnya mirip artis kenamaan, Sophia Latjuba.

“Mama yakin kalau Dokter Yanti mau bantu. Paling tidak dia punya solusi untuk merubah pikiran Mawar.” Ibu mengakhiri ceritanya.

“Kalau aku si, bro.” Aku menimpali. “Gak usah mengejar bayang-bayang. Kalau nyokap lu gak suka, biarkan saja. Lu bisa mencari lobang lain ... Ha ha ha ...” Aku tertawa terbahak-bahak.

“Lobang laen sih gampang ... Yang gue perjuangkan adalah lobang yang istimewa ... Bener gak budhe?” Aji cengengesan sambil menoleh ke belakang pada ibu yang duduk di jok belakang.

“Budhe sih heran sama kamu juga kamu Alex ...! Kenapa doyan sama lobang nenek-nenek? Lobang perawan lebih enak tau!” Ujar ibu yang membuat aku dan Aji tertawa.

Pada saat jam di dashboard mobil menunjukkan pukul 18.06, mobilku masuk ke halaman sebuah rumah dan segera memarkirkan mobilku di sisi rumah tersebut. Rupanya disana sudah ada nyonya tuan rumah yang sedang berdiri di teras. Benar saja kata ibu, Dokter Yanti adalah wanita cantik, boleh dibilang kecantikannya melebihi kecantikan ibu mungkin karena usia Dokter Yanti yang jauh lebih muda dari ibu. Aku, Aji dan ibu keluar dari mobil hampir bersamaan, lalu menghampiri wanita cantik pemilik rumah.

“Lama ya menunggu.” Sapa ibu sambil bersalaman lalu cium pipi kanan dan kiri Dokter Yanti.

“Menunggu di rumah sendiri kok, mbak ... Berasa tidak menunggu.” Senyuman dokter cantik ini sungguh menggoda.

“Oh ya ... kenalin ... Ini Alex, anakku.” Lanjut ibu sambil memberikan ruang untukku. Aku menjabat tangan sang dokter cantik sambil tersenyum. Dokter Yanti pun membalas senyumanku. “Dan ini Aji, keponakanku.” Ujar ibu sambil menunjuk Aji. Aji kemudian mendekat dan menjabat tangan Dokter Yanti.

“Wow! Pemuda-pemuda yang gagah dan tampan ...” Kata Dokter Yanti.

“Hi hi hi ... Tampan dan kuat ...” Genit ibu ambil mengedipkan sebelah matanya pada Dokter Yanti yang membuat aku dan Aji tersenyum lebar.

“Hi hi hi ... Ayo masuk ...!” Akhirnya Dokter Yanti mengajak kami bertiga masuk ke dalam rumahnya.

Kami berkumpul di ruang tengah. Sofa besar nan indah menjadi tempat kami berbincang-bincang tanpa arah. Minuman dingin dan makanan ringan menjadi teman kami selama perbincangan. Walau baru beberapa menit, aku dan Aji mengenal Dokter Yanti, namun keakraban di antara kami sudah terjalin erat. Kami sudah bisa bercanda dan tertawa bersama tanpa sungkan lagi. Malam ini menjadi malam yang hangat bukan karena cuacanya namun karena keakraban yang kami buat.

“Yanti ... Aku ke sini sebenarnya ingin konsultasi. Semoga kamu berkenan untuk mendengar dan mencarikan solusi atas masalah keponakanku ...” Ibu mulai membuka percakapan serius sambil menatap lekat Dokter Yanti.

“Hi hi hi ... Sudah aku tunggu kok mbak ... Kalian datang pasti akan menanyakan sesuatu. Saya sangat terbuka dan senang hati. Jangan sungkan-sungkan, katakan saja apa masalahnya.” Jawab Dokter Yanti sangat ramah.

“Ayo Ji ... Katakan sama Dokter Yanti, apa masalahmu!” Ujar ibu sambil menepuk paha Aji yang memang duduk bersebelahan dengan ibu di sofa panjang.

“Em ... A..anu ... Eh ... Budhe saja yang bicara ...” Sahut Aji terbata-bata. Aku pun tertawa melihat rona wajah sepupuku itu yang mendadak pucat.

“Lu itu belum bisa ninggalin keminderan lu ... Tinggal bilang saja, apa susahnya ...” Kataku masih dengan kekehan kecil yang tersisa.

“Iya ... Buang tuh kemaluan kamu ... Hi hi hi ...” Ujar ibu yang tiba-tiba meremas selangkangan Aji. Sial! Perbuatan ibu yang ‘nakal’ itu membuat hormon seksualku mulai bergerak.

“Aduh! Ihk budhe!” Aji memekik dan sontak semua kami menjadi tertawa.

“Udah bicara saja terus terang sama Dokter Yanti ... Jangan malu-malu ...” Lanjut ibu yang tangannya masih belum beranjak dari selangkangan Aji.

Aji menarik nafas lalu membuangnya cepat, “Baiklah ...” Aji bersuara sambil tangannya memegang tangan ibu lalu memindahkan tangan ibu dari selangkangannya. “Gini dok ... Saya menyukai mama ... Saya ingin sekali memilikinya bahkan ...” Aji berhenti berkata tampak keraguan tergambar di wajahnya.

“Dia ingin bercinta dengan ibunya, dok ...” Akhirnya aku melanjutkan ucapan Aji yang tak tuntas.

“Hi hi hi ...” Dokter Yanti tertawa pelan, “Terus, masalahnya apa? Kamu tinggal bilang saja sama ibumu?” Lanjut Dokter Yanti dengan suara sangat bersahabat.

“Itu masalahnya ...” Jawab Aji lalu menghela napasnya lagi. “Mama tidak mau. Mama menganggap incest itu kesalahan besar. Dia tidak menerima hubungan antara ibu dan anak.” Lanjut Aji dengan intonasi rendah.

“Jadi begini, Yanti ...” Tiba-tiba ibu menyala, “Apakah ada cara agar Mawar mau menerima incest. Aku juga berharap agar adikku itu mau menerimanya.” Lanjut ibu.

“Hhhmm ... Ini sangat berhubungan dengan mind set atau dengan bahasa sederhananya pola pikir. Mindset adalah terkait dengan cara pandang seseorang tentang kehidupannya. Mindset bisa menjadi penentu seseorang bisa atau tidak dalam menghadapi situasi apa pun. Pola pikir ini yang nantinya akan memengaruhi cara berpikir dan berperilaku dalam situasi apa pun.” Dokter Yanti menjeda penjelasannya.

“Apakah ada cara untuk mengubah mind set?” Tanya Aji yang tiba-tiba serius.

“Kunci cara berpikir, merasa, dan berperilaku bukan tentang kemampuan akal, tetapi dari keyakinannya. Kamu bisa mengubah mind set ibumu jika kamu mampu mengubah keyakinannya.” Jelas Dokter Yanti sambil tersenyum pada Aji.

“Aku mengerti ...” Aji pun mengangguk-anggukan kepalanya.

“Dok ... Beri kami contoh konkret. Bagaimana cara mengubah keyakinan tanteku agar dia bisa menerima hubungan ibu dan anak.” Pintaku sangat serius.

“Hhhhmm ...” Dokter Yanti bergumam dan tampak alisnya menyatu, dahinya mengkerut, menandakan dirinya sedang berpikir keras. Tak lama Dokter Yanti pun bersuara kembali, “Kasih dia bacaan tentang incest.”

“Mama tidak suka membaca.” Lirih Aji dan entah sudah berapa kali dia menghela napas beratnya.

“Caranya dipaksa. Aku pernah membaca artikel yang mengisahkan ketakuan orang untuk dioperasi. Kemudian dia dipaksa membaca artikel-artikel tentang kesehatan khususnya tentang praktek operasi. Ya, dengan seringnya dia membaca itu, akhirnya orang tersebut tidak lagi takut dioperasi. Mungkin kasus itu bisa kamu terapkan pada ibumu.” Kata Dokter Yanti.

“Hi hi hi ... Tenang saja ... Budhe punya ide ...” Tiba-tiba ibu berkat demikian.

“Apa? Bagaimana?” Aji pun menghadapkan wajahnya pada ibu.

“Mamamu kan sangat pandai bahasa Inggris. Nanti, budhe pura-pura ngasih kerjaan pada mamamu. Kerjaannya menterjemahkan dan mengedit cerita sex tentang incest. Budhe akan menyuruh mamamu menterjemahkan dan memperbaiki tulisan cerita dalam bahasa Inggris itu supaya lebih enak dibaca. Pura-puranya ada relasi budhe yang menginginkan cerita incest.” Ungkap ibu.

“Oh ... Aku setuju ...” Tiba-tiba Aji meraih bahu ibu lalu mencium keningnya.

“Ihk! Gak mau kalau cuma di kening! Di bibir dong!” Pinta ibu.

Aku dan Dokter Yanti terkekeh sementara Aji melotot kaget. Sejujurnya, aku juga terkejut dengan kebinalan ibu. Aku tak menyangka kalau ibu sebinal itu. Ibu yang kesehariannya tampak alim kini berubah menjadi jalang. Semakin hari ibu semakin tidak malu menunjukan kejalangannya. Seperti sekarang, dia meminta cium bibir kepada Aji, dan aku lihat tangan ibu mulai mengelus-elus selangkangan Aji lagi.

“Hajar, bro ... Tunggu apa lagi!” Aku coba memberi sepupuku semangat.

“Beneran nih?!” Sahut aja yang sebenarnya tertuju padaku. Tapi wajah Aji terus menatap wajah ibu yang sedang tersenyum mesum.

“Hajar!” jawabku.

Tiba-tiba Aji mendekatkan wajahnya ke wajah ibu. Mereka berciuman seakan dunia ini milik mereka berdua saja. Karena begitu bergairahnya mereka sampai-sampai tak menghiraukan aku dan Dokter Yanti yang memperhatikan mereka. Aku dan Dokter Yanti pun tersenyum ketika tangan Aji mulai meraba dan menyentuh payudara ibu dengan lembut membuat tubuh ibu menggeliat kenikmatan.

“Mereka perlu keleluasaan. Sebaiknya kita pindah ke belakang.” Kata Dokter Yanti padaku.

“Benar ...” Aku setuju.

Aku dan Dokter Yanti berdiri dari duduk lalu meninggalkan ibu dan Aji yang semakin larut dalam permainan panas mereka. Kami akhirnya sampai di ruang dapur. Aku duduk di kursi meja makan sementara Dokter Yanti membuatkan aku kopi sambil berbincang-bincang denganku. Setelah kopi selesai dibuat, Dokter Yanti memberikan kopi buatannya kemudian duduk di kursi bersebelahan denganku.

“Apakah kamu dan ibumu pasangan incest?” Tanya Dokter Yanti.

“Ya ...” Jawabku singkat lalu menyeruput kopi yang masih panas.

“Aku harus katakan kalau keluargamu bahkan leluhurmu mempunyai gen seks yang kuat. Maksudku, keluargamu mewarisi gen nympho yang kuat.” Jelasnya dan aku pun memandang dokter cantik itu dengan mengerutkan kening.

“Kami keluarga nympho?” Tanyaku kemudian.

“Ya ... Ibumu dan tantemu adalah wanita nympho, bahkan mungkin kamu juga nympho. Sedikit akan aku jelaskan. Seorang nympho selalu memanifestasikan dirinya dalam bentuk keinginan yang sering tak terkendali untuk kontak seksual dengan berbagai mitra. Bagi seorang nympho tidak penting usia, penampilan, status sosial mereka dan bahkan hubungan kekeluargaan. Kalau merasa cocok, maka terjadilah. Jadi tak heran jika kamu dan ibumu terlibat hubungan incest.” Jelas Dokter Yanti.

“Tapi ... Bagaimana Aji dan mamanya?” Tanyaku penasaran.

“Seorang nympho juga memiliki kehendak, bahkan bisa dikatakan jika seorang nympho akan lebih selektif memilih pasangan. Mereka itu selalu mempertimbangkan kecocokan dan itu kembali lagi pada mind setnya tentang incest. Jika mind set Mbak Mawar berhasil diubah, aku yakin Aji akan sangat mudah memilikinya. Seperti yang aku katakan tadi usia, status sosial, dan hubungan keluarga akan mereka abaikan, yang penting bagi kaum nympho adalah kepuasan seksual.” Jelas Dokter Yanti.

“Hhhmm ... Begitu ya ...” Ujarku pelan.

“Aaaacchhh ... Lebih keraaasss ...!!!” Tiba-tiba terdengar suara ibu yang berteriak keenakan.

“Hi hi hi ... Ibumu tipe wanita yang berisik saat sedang bercinta.” Kata Dokter Yanti sambil beranjak dari duduknya. Dia berjalan mendekati pintu penghubung dapur dan ruang tengah.

Aku mengikuti langkah Dokter Yanti dan tak lama kami berdiri bersebelahan di depan pintu yang berkaca. Dari kaca pintu, aku bisa melihat cukup jelas bagaimana Aji memompa penisnya di atas tubuh ibu yang terlentang di atas sofa. Mereka sudah bugil. Ibu mendesah dan mengerang seperti erangan pelacur yang sedang menikmati permainan seks yang luar biasa. Aji makin mempercepat gerakan pinggulnya sementara tangannya terus meraba dan memilin puting susu ibu. Terlihat ibu terus mendesah-desah dan ikut menyorongkan pinggulnya mengikuti irama gerakan Aji.

“Wow ...! Besarnya ...” Dokter Yanti bergumam. Aku langsung menoleh padanya. Pendar-pendar kekaguman tampak sangat nyata, tercermin melalui sorot kedua matanya.

“Apanya yang besar, dok?” Tanyaku pura-pura tidak tahu apa maksud yang dikatakan dokter cantik itu.

“Hi hi hi ... Kemaluannya ...” Dokter Yanti terkekeh sambil menutup mulut dengan tangan kanannya.

“He he he ... Dokter suka ya sama penis gede seperti punya Aji.” Godaku.

“Aku suka sekali.” Jawabnya pelan sambil memalingkan wajahnya malu-malu.

Aku tahu kalau dokter cantik ini sudah terbakar birahinya. Wajahnya yang merona adalah tanda jika syaraf-syarah tubuh Dokter Yanti sudah terkontaminasi hormon seksualnya. Dengan keyakinan yang tinggi, aku perlahan membuka resleting celana, kemudian mengeluarkan kejantananku. Dokter Yanti tiba-tiba menoleh ke arah kejantananku yang baru saja terbebas dari kungkungan celanaku.

“Wow!” Mata Dokter yanti membulat dengan mulut menganga.

“Apa dokter suka?” Godaku lagi.

“OMG ... Gede banget ...” Suaranya terdengar mendesah. Tatapan mata Dokter Yanti tidak lepas dari kejantananku yang masih setengah tegang.

“Kalau dokter suka, dokter bisa memilikinya.” Kataku sangat hati-hati.

Tanpa pernah melihat mukaku, Dokter Yanti perlahan jongkok dan menghadapkan wajahnya tepat di depan penis jumboku. Pelan-pelan dengan kesan ragu-ragu, dokter cantik itu menggerakan tangannya untuk menyentuh kelaminku yang memang sangat ingin dipermainkan olehnya. Sesaat kemudian, penisku sudah dalam genggamannya. Aku sengaja menjatuhkan celana dan boxerku agar wanita yang sedang memegangi penisku ini lebih leluasa.

“Ini indah sekali. Aku belum pernah melihat yang sebesar ini.” Dokter Yanti menengadahkan wajahnya menatapku sambil tersenyum.

“Ambillah. Itu buat dokter.” Kataku sembari membalas senyumannya.

“Aku ingin sekali. Tapi, aku kurang suka menikmatinya kalau harus berdiri. Pakai dulu celanamu dan kita lakukan di kamarku.” Katanya sambil menarik celana dan boxerku hingga terpasang lagi.

Sambil bergandengan tangan, aku dan Dokter Yanti masuk ke ruang tengah. Sejenak kami menyaksikan dulu pertempuran sengit antara Aji dan ibu. Dengan tenaga yang kuat, Aji terus menggedor memek ibu hingga ibu mengerang-erang keenakan. Mereka benar-benar larut dalam lautan birahi hingga tak memperdulikan lagi pada kami yang menonton aksi mereka. Aji menggeram sambil menggerakan pantatnya naik turun hingga penisnya timbul tenggelam di memek ibu. Tubuh seksi ibu tersentak-sentak. Suara kecipak yang dihasilkan oleh tubrukan kedua selangkangan menjadi salah satu suara yang memperpanas kegiatan mereka. Ibu terus mendesah nyaring dan Aji mengeluarkan geraman nikmat.

“Hi hi hi ... Yuk ...!” Dokter Yanti menarik tanganku.

Sambil saling memberikan senyum, aku dan Dokter Yanti berjalan memasuki sebuah kamar. Kamar ini cukup luas dengan dinding berwarna biru muda, terdapat sebuah kasur king size yang diberi seprai berwarna biru laut. Ada juga AC yang memberikan kesejukan di kamar ini. Setelah sampai di sisi tempat tidur, Dokter Yanti mulai melepaskan pakaiannya. Pada saat yang sama aku juga melucuti pakaianku sendiri. Kami kembali saling memberikan senyuman ketika tubuh kami sudah sama-sama telanjang.

Dokter Yanti mendekatiku lalu melingkarkan kedua lengannya ke leherku, “Ketahuilah ... Aku sama seperti ibumu. Aku juga Nympho. Aku berkesimpulan jika kamu bisa memuaskan ibumu, pasti kamu juga bisa memuaskan aku.”

“Hey ... Darimana dokter tahu kalau aku bisa memuaskan mama?” Tanyaku penasaran.

“Ibumu bercerita padaku. Dia menceritakan semuanya padaku.” Jawab Dokter Yanti. “Dan jangan panggil aku dokter lagi. Panggil saja nama.” Lanjutnya.

“Oke cantik ...” Jawabku sembari mendekatkan wajahku ke wajahnya.

Kami mulai berciuman, saling menikmati dan merasakan. Mulanya ciuman kami begitu hangat tetapi lama-lama terasa ada nafsu dalam ciuman kami. Aku mulai menggigit bibirnya yang mungil dan lidah kami beradu, lidahku mulai menari dalam bibirnya lalu aku mulai merasa lidahku seakan tertarik masuk ke dalam mulutnya. Kami berdua mulai tak bisa mengendalikan diri, desah nafasnya makin membara, matanya terpejam dan wajahnya yang cantik itu mulai merona merah, kedua tangannya menjambak rambutku seakan menahan nafsu yang ingin meledak.

Sambil berciuman kami mulai mengatur posisi di sisi ranjang. Dokter Yanti duduk di pangkuanku dan tanganku mulai nakal meraba dan meremas-remas buah dadanya yang montok. Buah dadanya memang tak sebesar milik ibu, tapi sangat pas di telapak tanganku. Buah ranum itu begitu kenyal dan mulai mengeras. Kurasakan kedua pahanya menjepit erat pinggangku saat bibirku menciumi lehernya dan lidahku menjilati dan menghisap daun telinganya. Tak lama, tanganku mulai turun dan meremas-remas pantatnya yang empuk.

Desahan wanita yang berprofesi dokter itu terdengar makin keras. Satu tangannya mulai berani memegang kontolku yang mengeras. Monster piaraanku itu ditarik-tarik, terus diurut dan dipijit mesra. Dokter Yanti pintar mempermainkan kontolku dengan tangannya hingga kejantananku mengeras sampai pol. Bosan menciumi lehernya, kuhisap buah dadanya dan kusedot masuk ke dalam mulutku, sementara itu lidahku kuputar-kuputar di puting susunya.

“Uuuhh...” Desahnya menikmati rangsanganku.

Tangannya yang halus itu mulai mengocok kontolku. Akupun terus menyusu di kedua buah dadanya bergantian. Pada saat iru pula, tangan kiriku meremas-remas pantatnya dan tangan kananku mulai meraba-raba memeknya, terasa bulunya begitu halus dan jemariku terasa basah terkena lendir dari memeknya. Jari telunjukku mulai kumasukkan ke dalam lubang nikmatnya yang basah dan licin itu dan kutarik maju mundur perlahan. Sementara itu, mulutku terus merangsang puting susunya yang lumayan besar.

“Aaahh... Ssshh...” Desahnya tak tertahankan, nafasnya tersengal-sengal menderu.

Kemudian Dokter Yanti mendekatkan badannya semakin merapat ke tubuhku sambil tangannya menggesek-gesekkan kejantananku di luar vaginanya. Penisku terasa geli saat terkena bulu jembutnya yang halus itu. Aku sudah tak tahan ingin memasukkan penisku ke memeknya, tetapi aku cuma diam saja mengikuti alur permainannya.

“Aku ingin sekali merasakan kontol gedemu setelah ibumu menceritakannya padaku.” Kata Dokter Yanti setengah mendesah.

“Aku jamin ... Kamu akan ketagihan.” Candaku lalu kukecup hidungnya yang bangir.

“Aaahh ... Kalau begitu, kamu pindah ke rumahku saja.” Senyumannya benar-benar manis.

“He he he ... Aku harus pikir-pikir dulu ... Aku belum puas sama memek mama.” Kataku.

“Hi hi hi ... Sangat istimewa memek ibumu ya ...” Canda Dokter Yanti lalu mencium bibirku sekilas.

“Sangat ... Sangat istimewa sekali.” Balasku.

Dokter Yanti mencium bibirku lalu dia mulai berdiri dengan lututnya sambil tangannya menggesek-gesekkan kejantananku di bibir memeknya. Wajahnya tampak begitu seksi saat itu. Helm kontolku mulai terasa basah terkena lendirnya. Kemudian pantatnya mulai turun pelan-pelan, terasa kepala kejantananku masuk di dalam memeknya. Mata Dokter Yanti terbelalak dengan mulut membentuk huruf O. Entah apa yang dirasakan oleh Dokter Yanti namun yang jelas kepala penisku terasa dijepit oleh kewanitaannya.

“Aaaahh ... Besar sekali ... Penuh ...” Desis Dokter Yanti.

“Pelan-pelan saja ...” Ujarku sambil kedua tanganku menahan pantatnya.

Lalu Dokter Yanti mulai menurunkan pantatnya perlahan, rasanya penisku sedikit sulit masuk seluruhnya meskipun memek Dokter Yanti sudah licin. Tapi Dokter Yanti terus memaksakan, pantatnya turun terus, akhirnya penisku masuk seluruhnya ke dalam, rasanya penisku seperti dipijat-pijat dan ditarik oleh memek dokter cantik ini. Kami berdua mendesah pelan menahan kenikmatan itu.

“Aachh... Ooohh...” Suaranya semakin membangkitkan birahiku.

“Memekmu sempit sekali ...” Bisikku di sela desahan.

“Hi hi hi ... Enak yang sempit kan ...” Katanya dan aku pun tersenyum.

Pantat Dokter Yanti mulai bergerak naik turun perlahan. Dokter Yanti mengalungkan tangannya ke leherku, membawaku ke dalam sebuah pagutan mesra penuh gairah. Lenguhan terdengar dari bibir Dokter Yanti ketika dirinya menggoyangkan pinggulnya pelan dan berirama. Saat lubang nikmatnya telah bisa menerima kebesaranku, ia semakin menghentakan irama penyatuan kami.

“Sssshhh ...”

“Aaaahhh ...”

Semakin intens Dokter Yanti menghentak, semakin berisik pula desahannya dan semakin lantang pula aku melenguh. Suara segala aktivitas seksual kami bercampur. Aku semakin bergairah, aku belum pernah tenggelam sedalam ini dalam birahi seksualku. Dokter Yanti terus bergerak sensual di atas tubuhku. Satu-satunya suara yang memenuhi ruangan itu adalah napas kami yang berat. Dokter Yanti bahkan tidak menciumku lagi. Mungkin dia khawatir tentang napasnya. Mungkin, dia hanya tidak ingin membawa asmara atau cinta ke dalam apa yang dia lakukan denganku, karena apa yang dia lakukan adalah menggunakan penisku yang keras seperti mainan, mengocok penisku dengan memeknya seperti kucing yang sedang berahi.

Kelamin kami terus bertempur di bawah sana. Hawa semakin panas, muka kami sudah sama-sama memerah, keringat betul-betul sudah bercucuran membasahi tubuhku dan Dokter Yanti, memberikan bunyi dan sensasi lengket saat kulit kami beradu. Aku dan Dokter Yanti kembali mengerang bersahutan. Rasa nikmat yang begitu sangat dan juga rasa horny yang tak ada habis-habisnya. Suara desahan, erangan, lenguhan, dan tak lupa suara tubrukan dua alat kelamin terdengar jelas di antara kami.

Sambil merasakan genjotan Dokter Yanti, aku pun mulai kembali merangsang payudaranya. Kukulum putingnya sembari kuremasi payudaranya yang satu lagi. Segala rangsangan kepada payudara tersebut tak membuat genjotannya mengendur. Seluruh rangsangan nikmat yang bertubi-tubi pada tubuhnya itu sontak membuat desahan Dokter Yanti semakin mengencang, belum lagi deru nafasnya yang kini terdengar semakin memburu.

Hampir setengah jam kami mengayuh kenikmatan bersama. Saat itulah terasa tanda-tanda puncak kenikmatan dari kami berdua. Dokter Yanti mengerang nikmat. Tubuhnya mengejang, liang peranakannya mencengkram penisku begitu erat, dan tak lama terasa cairan hangat menyiram penisku di dalam sana. Dokter Yanti kepayahan, aku berhasil menyerang titik kenikmatannya berkali-kali. Dokter Yanti melumer bagaikan agar-agar dan bisa saja terbaring tak berdaya ke bawah kalau saja aku tidak mengurung dirinya di dalam dekapan lenganku.

“Kamu belum keluar ya?” Tanyanya dan langsung kujawab dengan anggukan.

Dokter Yanti melepaskan penyatuan tubuh kami dengan berdiri. Ia lalu bergerak ke tengah tempat tidur dengan memposisikan dirinya menungging. Aku tahu apa yang diinginkan dokter cantik itu. Aku pun segera mengatur posisi di belakangnya. Dokter Yanti agak memekik ketika penis jumboku menerobos bagian paling sensitifnya. Posisi kedua kaki Dokter Yanti yang cukup rapat membuat dinding memeknya terasa lebih erat, menjepit penisku sehingga membuat rangsangan yang lebih kuat. Akhirnya kugerakan perlahan penisku, maju mundur.

"Aaahh... Aaahh... Aaahh..." Dokter Yanti mendesah seirama dengan gerakanku. Kupertahankan ritme gerakanku sampai ia cukup menikmati sensasi pada memeknya lagi.

"Aaahh... Aaahh... Aaahh..." Ia terus mendesah. Menahan kenikmatan yang kini sudah mengambil alih dirinya.

Aku mempercepat lagi irama gerakanku. Kini penisku sudah menghujam kuat di memeknya, berkali-kali kutekan penisku dengan liar. Lenguh desah terus keluar dari sela cumbuan kami, di tengah pompaan penis besarku yang terus menerus meningkat. Lenguhan maupun desahannya terdengar semakin menjadi-jadi, saat memeknya terus kusodok dengan kencang. Sepertinya, dokter cantik ini sangat menikmati seluruh perasaan nikmat yang menjalari syaraf-syaraf memeknya. Hasratku semakin menggelora, nafsu birahi sudah mengambil alih nalar dan logikaku. Hujaman penisku di memeknya membuat tubuh Dokter Yanti bergerak maju mundur. Ranjangnya bergerak liar seakan tak mampu menahan luapan nafsu yang menguasai pikiranku.

"Oohhh... Oohhh... Oohhh... Terusss oohh... Alex ohhh... Lebih cepat ohhh..." Erang Dokter Yanti yang sekarang ini sedikit membungkukkan badan sedangkan kedua tangannya sudah bertumpu pada kepala tempat tidur.

"Oooohh... Ooohhhh lebih ceee..paaaat... Ooohh sayangh..." Dokter Yanti terus mendesah mengerang nikmat saat dimana aku menyetubuhinya dari belakang. Kenikmatan setiap sodokan penisku yang besar dan panjang itu membuat Dokter Yanti terus mengerang dan merasakan sensasi seks tiada tara.

CLEPS ... CLEPS ... PLAPS ... PLAPS ...

Aku semakin cepat memacu gerakan penisku keluar-masuk dalam memek Dokter Yanti, menimbulkan bunyi keciplak-kecipluk gesekan penisku dan memeknya yang sudah sangat basah dan licin dengan cairan orgasme Dokter Yanti yang sebelumnya.

“Aaaaahhh ... A..aku ... Maaauuu laagghhiii ...” Erang Dokter Yanti. Aku tanpa henti terus-menerus menyodok-nyodok penisku di dalam lubang kenikmatan Dokter Yanti, tanpa mempedulikan erangannya. Penisku mulai berkedut seiring semakin cepat aku menyodok vagina Dokter Yanti.

"OOHHH...!!! Aku sampai......" Aku menusuk penisku semakin dalam ke memek Dokter Yanti, memeluk erat tubuh dokter cantik itu, sambil terus-menerus menyemburkan sperma di dalam vaginanya.

CROTTT CROTTT CROTTT CROTTT

Tubuh Dokter Yanti mengejang gemetar dalam pelukanku. Dokter Yanti juga mendapat orgasmenya yang kedua bersamaan denganku. Kami berteriak bersamaan dengan puncak kenikmatan yang diraih. Aku meledak dalam puncak kenikmatan yang luar biasa. Badan Dokter Yanti yang sudah lemas pun perlahan jatuh tengkurap di atas kasur saat aku melepaskan pelukan. "Engghh..." erang Dokter Yanti saat dimana penisku keluar dari memeknya. Dapat aku lihat sedikit cairan spermaku bercampur dengan cairan Dokter Yanti meleleh keluar dari memek Dokter Yanti.

Aku langsung duduk selonjoran dengan punggung menyandar di kepala ranjang. Kulihat Dokter Yanti masih kelelahan dengan nafas yang masih memburu, terlihat dari punggungnya yang naik turun dengan cepat. Hanya hitungan detik, tiba-tiba pintu kamar terbuka. Dengan santainya ibu masuk ke dalam kamar. Ternyata ibu sudah berpakaian lengkap. Dia menghampiri ranjang sambil tersenyum.

“Sudah selesai mainnya?” Tanya ibu genit.

Dokter Yanti menggerakan kepalanya menghadap ibu, “Aduh! Kewalahan aku mbak.”

“Hi hi hi ... Main sama dia harus siap fisik, Yan ... Kalau nggak kita di KO terus.” Sahut ibu sambil cekikikan.

Aku mencium kening Dokter Yanti lalu turun dari ranjang. Kupunguti pakaian lalu memakainya. Dokter Yanti meminta kami untuk menginap di rumahnya, namun ibu menolak karena harus pulang. Ayahku ternyata sudah meneleponnya untuk segera kembali ke rumah. Akhirnya kami bertiga sudah berada di jalan untuk kembali ke rumah. Sepanjang perjalanan suasana dalam mobil terasa hangat dan ceria. Tawa dan canda seolah pengalaman yang terukir untuk tak terlupakan.

“Bagaimana permainan Dokter Yanti?” Tanya ibu tiba-tiba.

“Hhhmm ... Biasa saja.” Jawabku sambil melirik sekilas ibu yang duduk di jok belakang.

“Biasa gimana?” Tanya ibu lagi menyambung pertanyaannya.

“Ya, seperti yang lain. Gak ada yang istimewa. Beda jauh dengan permainan ibu. Betul gak bro ...?” Aku menepak paha Aji yang sedang cengar-cengir sendiri.

“Betul sekali ... Budhe hot banget ...” Sahut Aji.

“Bener nih ...? Kalau budhe hot ...?” Genit ibu.

“Serius bude ... Pokoknya dabest lah ...” Aku Aji sungguh-sungguh.

“Mama tuh bisa bikin kita jadi nafsu banget kalau lagi sedang diewe ... Apalagi kalau udah ngomong jorok, pengennya terus ngegenjot.” Kataku.

“Hi hi hi ... Kalian tuh yang jorok ...” Ibu membalikkan kata-kataku.

“Oh ya ... Jadi bagaimana rencana kita buat Tante Mawar?” Aku bertanya dan mengalihkan topik pembicaraan.

“Nah ... Kalian berdua cari cerita incest di internet. Kumpulkan dan jadiin satu file. Besok mama akan bertemu dengan tantemu. Kita mulai rencananya besok.” Jawab ibu.

“Lu gak kemana-mana kan besok?” Tanyaku.

“Gue gak kemana-mana. Bahkan malam ini gue mau nginep di rumah lu.” Jawab Aji.

“Baguslah ...” Kataku.

Mobil hitam kami melaju cukup cepat membelah udara malam. Untung jalanan lumayan sepi sehingga aku bisa menambah laju mobil agar bisa lebih cepat sampai di rumah. Tak butuh waktu lama akhirnya kami sudah sampai di rumah. Setelah memarkirkan mobil di garasi, kami pun turun dari mobil hampir bersamaan lalu masuk ke dalam rumah lewat pintu samping. Aku melihat ayah sedang menonton televisi. Seperti kebiasaannya, ayah tidak peduli dengan kedatangan kami.

Aku dan Aji langsung ke dapur, sementara ibu ke kamarnya. Aku dan Aji langsung membuat kopi kemudian menikmati kopi panas sambil merokok di teras belakang. Seperti biasa obrolan pun mengalir dengan santai. Entah kenapa, jika aku bersama Aji tema obrolan seakan tak pernah habis. Kami selalu tertawa bersama, untungnya kami tidak pernah menangis bersama.

“Bro ...” Suara Aji tiba-tiba serius. “Gue tadi denger cerita nyokap lu, kalau nyokap gue ngajak kencan sama lu. Tapi lu nolak dengan alasan kalau gue harus yang pertama.” Lanjut Aji.

“Bener, bro ... Gue ikutin permainan lu aja.” Kataku.

“Sekarang gak perlu lagi ngikutin permainan gue. Lu mendingan hajar nyokap gue sampe kelenger. Terus pengaruhi dia supaya mau sama gue. Ya, lu bisa bilang kalau gue sama dengan lu. Maksudnya lu bisa bilang permainan gue sama dengan lu.” Ungkap Aji yang terdengar sangat jujur.

“Lu serius?” Tanyaku ingin keyakinan.

“Gue serius ... Lagi pula sekarang gue kurang mikirin lagi nyokap gue. Gue udah punya nyokap lu kan.” Aji mulai cengengesan.

“Gue tanya sekali lagi ... Lu yakin dengan keputusan lu?” Tanyaku.

“Sangat yakin ...” Aji mengangkat dua jari yang membentuk huruf v.

“Bener kata Aji.” Tiba-tiba ibu nimrung dengan pembicaraanku dengan Aji. Dan ibu langsung duduk di pangkuan Aji. “Kamu kerjain tantemu sana. Biar ibu yang ngurus Aji.” Lanjut ibu.

“Wow! Ternyata kalian sekongkol.” Ujarku.

“Bukan begitu ... Dengan kamu deket sama tantemu, kamu bisa memasukan isme incest sama dia. Jadi usaha kita ada dua, yang pertama dengan mencekoki bacaan, yang kedua sama kamu. Mama yakin, tantemu gak akan lama bisa menerima Aji sebagai pasangannya.” Jelas ibu masuk akan juga.

“Oke... Aku ikut kalian.” Kataku.

“Sayang ...” Ibu menangkup wajah Aji. “Kita lanjutkan yang tadi.” Kata ibu yang membuatku tersenyum. Aku teringat saat aku pertama merasakan tubuh ibu, kami seperti pengantin baru saja.

“Eh ... Gimana si Pakde?” Tanya Aji terkejut.

“Persetan dengan Pakde kamu ...! Ayo ...!” Ibu berdiri lalu menarik tangan Aji.

Ibu dan Aji bergerak ke kamar kosong yang dulunya tempat tidur pembantu yang kini tak berpenghuni. Letak kamar pembantu memang diluar gedung rumah utama. Aku masih melanjutkan merokokku sampai satu batang. Terdengar erangan ibu yang lumayan keras dari dalam kamar. Sial! Ibu mengerang sambil mengeluarkan kata-kata kotor yang jalang. Daripada aku tergiur untuk bergabung, lebih baik aku istirahat di kamarku.

Aku berjalan masuk ke dalam rumah. Saat melintas di ruang tengah, aku sudah tidak melihat lagi ayah di sana. Namun mataku tertarik pada satu botol kecil yang berada di atas meja. Aku menghampirinya lalu mengambil botol tersebut. Sontak aku tertawa dalam hati. Ternyata botol ini berisi obat tidur. Aku sangat yakin kalau ibu telah memberi ayah obat tidur ini. Sambil tersenyum dan geleng-geleng kepala mengingat perbuatan ibu yang ‘gila’. Aku pun meletakkan lagi botol obat tidur di tempatnya semula. Kemudian melangkah menuju kamarku.

Kurebahkan tubuhku di atas kasur sambil mempermainkan smartphone. Koreksi, bukan memainkan smartphone, tetapi aku mengirim pesan whatsapp ke tanteku sekedar menyapanya dengan ucapan ‘HAI’. Tak lama, aku mendapat balasan dari tanteku dengan ucapan “HAI’ juga ditambah emoji gambar hati. Lantas aku pun memulai perbincangan dengan tanteku.

Aku: “Masih bangun tan?

Tante Mawar: “Masih. Gak bisa tidur. Gak ada yang ngelonin.

Aku: “Kan ada si om ... Kan bisa minta sama dia.

Tante Mawar: “Payah. Baru setengah ronde sudah KO. Gak bangun-bangun lagi.

Aku: “Ha ha ha ... Kasian tanteku yang malang. Kayaknya perlu aku untuk menggantikan tugas si om.

Tante Mawar: “Aih! Perlu banget. Kapan kamu mau ke rumah tante?

Aku: “Besok ya ...

Tante Mawar: “Asik ... Tante tunggu ya ...

Kami pun akhirnya mengganti pesan whatsapp dengan video call. Obrolan kami sangat seru, seakan-akan aku ingin menghabiskan waktuku hanya untuk saling tukar cerita yang gak penting. Sampai akhirnya obrolan kami terjun ke hal-hal yang berbau mesum. Bukan itu saja, awalnya tanteku tanpa diminta menampilkan payudaranya yang menurutku terbaik di antara wanita-wanita yang pernah telanjang di depanku. Dua benda bulat itu menggelembung sempurna dengan ujung yang tegak dan mancung. Buah dada tanteku bulat dan tidak ada kekendoran di sana. Dia pun meminta memperlihatkan kejantananku. Tanpa ragu aku memperlihatkan keperkasaanku yang lumayan keras walau belum maksimal.

Wow! Gede banget! Tante suka itu!” Terdengar pekikan kagum darinya.

“Selain gede, dia juga kuat tante.” Kataku bercanda.

Ah! Tante jadi gak sabar meraskannya. Punya tante ngedadak gatal. Lex.” Sahut Tante Mawar.

“Ha ha ha ... Besok aku garuk dengan kontolku tan ...” Kataku sembari mengalihkan layar smartphone ke wajahku.

Obrolan mesum kami terus berlanjut. Terlihat sekali Tante Mawar sangat penasaran dengan kejantananku. Tak terasa aku sudah ngobrol dengan tanteku lebih dari setengah jam. Akhirnya aku akhiri dan berjanji besok pagi akan berkunjung ke rumahnya. Aku pun mulai memejamkan mata dan siap untuk masuk ke alam mimpi. Tak lama aku tertidur begitu lelapnya.

Bersambung
Kelanjutannya klik di sini ...
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd