Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Istri Solehah

PART 9


Keesokan harinya dirumah Reza, Mira terpaksa Kembali melayani nafsu bejat Reza.

"Splook.. Splookk.. Splookk.." suara pinggul Mas Reza yang beradu bertumbukkan dengan pantatku. Tanganku bertumpu di pinggir meja ini, menopang badanku yang sedang menungging menerima terpaan penis kerasnya di vaginaku.

"Ahh.. Sshhh.. Ahhh.."

"Aahh.. Ooohhh.. Mmaasss.. Pipiiissshhh..." Jeritku saat orgasme menderaku. Punggungku kutekuk, tanganku mencengkram meja makin erat hingga kuku jariku menggores meja. Kurasakan banyak sekali cairan orgasme yang keluar dari vaginaku. Orgasme yang entah kesekian kalinya.

"Uugghh.. Kalau pas orgasme, memekmu malah makin ngeremes kontolku, Dek.." kata Mas Reza. Penis nya untuk sesaat didiamkannya, menungguku menyelesaikan fase klimaks nikmat surga dunia ini. Mas Reza memegang pinggulku yang lemas, sehingga tubuhku masih tetap menungging.

Sudah tak terhitung berapa kali badanku dijadikan objek pemuas sejak pagi tadi oleh Mas Reza. Aku yang awal-awal menolak perlakuannya itu lambat laun badanku menyerah menikmati terjangan nafsu syahwat yang melanda diriku. Aku tak dibolehkannya memakai pakaian. Kalaupun boleh, itupun hanya jilbab saja yang kupakai. Mas Reza hanya mengijinkanku memakai jilbab saja hingga kini jilbab yang kukenakan ini sudah acak-acakan untuk menutupi kepalaku. Di satu sisi permainan seks Mas Reza mampu membangkitkan rangsangan dalam diriku hingga sudah tak terhitung berkali- kali juga aku dilanda orgasme. Beberapa menit kemudian, Mas Reza kembali melanjutkan pompaan penisnya di dalam vaginaku. Sisa cairan orgasmeku membuat pacuan penisnya tak begitu sulit untuk menemukan ritme yang ideal.

"Splook.. Splookk.. Splookk.."

"Ugghh.. masih sempit aja memekmu, Dek.. dah berkali-kali tak pakai, masih manteb jepitannya.. Ugghhh.." erang Mas Reza. Tangannya memegangi pinggulku sambil memompa penisnya dari belakangku.

"Ahh.. Shhh.. Mmmpphh.." suara desahanku beradu dengan suara peraduan selangkanganku menggema di ruangan kamar.

"Splook.. Splookk.. Splookk.."

"Hmmmpphh.. Shh..." batang penis Mas Reza masih terus keluar masuk liang senggamaku membuatku kembali melayang diterpa birahi ini yang hanya kubalas dengan desahan-desahan nikmat. Tempo goyangan pinggul Mas Reza kurasakan kembali makin cepat. Tangannya meremas-meremas bongkahan pantat putihku.

"Splok.. Splokk.. Splokk.."

"Ahh.. Hmmmmppphh.. Hhsshh.." mulutku kembali mendesah.

"tubuhmu ini benar-benar nikmat, Dek. Urrgghh. Kalau Wanita lain aku cepet bosen terus kubuang. Kalau kamu dah berkali-kali tak genjot tapi kontolku masih belum puas. Memekmu masih sempit dan njepit aja. Udah gitu kamu nurut kalau tak suruh nelen pejuhku. Hahaha." tawa Mas Reza sambil mempercepat genjotannya di dalam vaginaku.

Telingaku yang mendengar perkataannya itu makin panas, walaupun benar dari kemarin dan pagi ini ini sudah tak terhitung berapa kali aku menerima muntahan sperma Mas Reza. Entah di dalam vaginaku hingga mengisi rahimku, atau di sekujur tubuhku, ataupun di jilbab dan gamis yang aku pakai. Dan tentu saja sperma kentalnya itu juga sering memenuhi mulutku yang terpaksa kutelan sambil kumain-mainkan sesuai perintahnya. Bau khas sperma lelaki sudah menyeruak di seluruh sudut kamar yang padahal cukup luas ini hingga hidungku pun tak lagi mempersoalkan bau anyir itu.

"Splook.. Splookk.. Splookk.."

"Ahh.. Ah.. Shh.." desahku yang menunjukkan bahwa tubuhku menikmati perlakuan si Tua ini.

Ditengah pacuan penis Mas Reza yang kian cepat itu, tangannya menarik lepas jilbab yang kukenakan. Tubuhku kini sudah telanjang bulat sembari menerima hujaman batang penis keras Mas Reza di vaginaku. Satu tangan Mas Reza tiba-tiba menjarik rambutku dari belakang seolah-olah rambutku ini adalah tali kekang sehingga membuat posisiku setengah berdiri. Satu tangannya yang lain meremas bulatan payudaraku dari belakang. Hujaman pinggulnya makin cepat membuat dinding-dinding vaginaku terangsang karena gesekan batang penisnya.

"Splok.. Splokk.. Splokk.."

"Ah.. Ahh.. Mmaasss.." suara hantaman pantatku berbaur dengan mulutku yang mengutarakan desahan akibat campuran antara rasa sakit karena rambut panjangku ini ditarik dan rasa nikmat karena hujaman penis Mas Reza.

"Splook.. Splookk.. Splookk.."

"Ugghh.. Kontolku gak akan bosan dengan memekmu, Dek. Kamu emang bakat jadi lonteku, Dek.. Bakalan mendatangkan banyak kenikmatan ni memek. Urgghh.." kata Mas Reza.


"Hahaha. Habis ini kamu tak anal ya, dek? Urrgghh.." tanya Mas Reza.

"Ahh.. Nggak mau ssaya, Mmaas.. sshh.." kataku yang berusaha menolak ditengah genjotan penis keras Mas Reza. Rambutku lalu ditariknya hingga kepalanya menempel di sisi kepalaku.

"Ahh.." Rintihku sedikit kesakitan. Mulut Mas Reza lalu ditempelkan di telingaku.

"Badanmu udah jadi milikku, Dek. Terserah aku mau ngapain sama badanmu ini." kata Mas Reza di samping telingaku. Hati kecilku seolah ingin menangis mendengar perkataannya itu, tapi tubuhku malah terangsang. Aku betul-betul sudah melupakan status ku sebagai istri seorang suami yang soleha.

"Nggaak mau Mmaass.. Bessarr, nggak muat di anuskuu.. Shh.." desahku sambil berusaha menolak untuk di anal.

"Splook.. Splookk.. Splookk.." Mas Reza nampaknya makin bersemangat memompa penisnya di vaginaku. Kurasakan batang penisnya makin keras menggesek-gesek dinding vaginaku.

"Plakk.. Plakk.." Mas Reza masih beberapa kali menampari pantatku hingga pantat bulatku yang putih ini terlihat mulai kontras kemerahan.

"Splok.. Splokk.. Splokk.."

"Clop.. Clop.. Clop.." telanjang bulat dan disetubuhi oleh bajingan ini betul-betul membuat harga diriku hancur. Tapi disisi lain entah mengapa tubuhku menyerah menikmati perlakuan paksa bajingan ini terbukti dari lendir vaginaku yang makin banyak keluar. Beberapa menit kemudian pompaan penis Mas Reza di vaginaku kurasakan makin liar. Penisnya makin keras dan kepala penisnya kurasakan makin hangat.

"Urrggghh.. Keluar aku Dek.. Uurgghhh.." Penis Mas Reza menyemprotkan spermanya di rahimku untuk kesekian kalinya.

Beberapa detik kemudian penis Mas Reza ditarik keluar dari dalam vaginaku lalu Mas Reza mundur duduk di sofa. Aku yang tak lagi ada topangan dari belakangku inipun seketika jatuh terduduk di lantai. Kurasakan sperma Mas Reza meleleh keluar dari lubang vaginaku membasahi pahaku dan sebagian turun menetes ke karpet kamar ini.

"Hoss.. Hoss.." aku bernafas ngos-ngosan ketika vaginaku ini tak lagi disodok oleh Mas Reza .

"Dek Mira, sekarang kamu mandi bersih-bersih terus pakai pakaian yang ada disini ya.." kata Mas Reza menyuruhku mandi. Aku yang masih terduduk lemas Cuma bisa mengangguk.

Selang beberapa menit kemudian aku berjalan menuju ke kamar mandi untuk bersih-bersih. Kalau biasanya mandipun pasti Mas Reza ikutan masuk ke kamar mandi dan mengerjaiku, tapi kali ini dia hanya duduk di ranjang kamar. Aku bergegas melanjutkan membersihkan badanku yang sudah terlalu lengket karena noda sperma di sekujur tubuhku yang masih basah maupun yang sudah mengering di sekujur tubuhku. Selesai mandi aku keluar kamar mandi dengan hanya dililit handuk. Tiba-tiba Mas Reza memeluk tubuhku dari belakang dari langsung meremas tetekku. Leherku dicium, dan digigiti oleh Mas Reza. Tubuhku didorongnya ke Kasur dalam posisi menungging. Tangan Mas Reza juga mulai meremas-remas pantatku. Dan sesekali membelai lubang anusku. Membuat tubuhku menggelinjang karena perasaan nikmat. Semua titik sensitifku diserbu lelaki ini.

Tiba-tiba aku mendesah "Auuuuhhh... Maasss! Kamu ngapainn.. Auuhh.." Desahku dangan suara agak tinggi. Aku menoleh, ternyata Mas Reza memasukkan jarinya ke lubang analku ini.

Aku mengerang lebih heboh lagi saat Mas Reza memasukkan lebih dalam jari tengahnya ke dalam pantatku dan mulai mengocoknya.

"Ahhh... ahhh... Shhhh... Mas ngapain.. aahhh..." rengekku kebingungan. Cairan pelumas vaginaku yang membanjir sampai ke lubang pantatku dan posisiku yang sedang menungging ini memudahkan Mas Reza mengocok-ngocok lubang pantatku.

Tiba-tiba Mas Reza menghentikan kocokannya dan kurasakan dia mengeluarkan jarinya dari lubang pantatku.

"Kali ini Kamu bakalan merasakan kenikmatan yang beneran, Dek.. " Kata Mas Reza setengah berbisik ke telingaku.

Mas Reza kemudian mendekap punggungku. Mas Reza kembali berkata "Kamu tak kasih pengalaman ngentot yang belum pernah kamu rasakan, Dek.."

Setelah berkata seperti itu, kurasakan Mas Reza mengarahkan kontolnya ke anusku. Aku bisa merasakan ujung penisnya yang licin itu menempel menggesek-gesek di sekitar lubang anusku. Hal yang sejak tadi kutakutkan akhirnya akan kualami, lubang anusku akan dimasuki. Aku sadar bahwa ini merupakan konsekuensi terberat yang harus aku terima saat ini.

"Mmasss.. Sssshhhhh... " desahku sambil merengek. Tubuhku refleks bergerak-gerak seolah menghindari hujaman penis Mas Reza di lubang analku yang masih belum pernah dimasuki penis, tapi gerakanku tertahan oleh pelukan Mas Reza yang kini juga memaksa penisnya masuk makin dalam ke vaginaku

Di belakangku Mas Reza masih terus memainkan lubang anusku. Kurasakan Mas Reza lalu membuka pantatku lebar-lebar agar lubangnya menganga. Tubuhku masih berusaha menggeliat-geliat ketika merasakan kepala penis Mas Reza mulai mendesak lubang pantatku. Semakin tubuhku bergerak meronta, semakin kencang Mas Reza memelukku.

"Ahhh.. Ouuhhhh.... Mmaass...sakitt....." rengekku hampir menangis. Tapi Mas Reza tidak peduli.

Setelah tarik-dorong berapa saat akhirnya penis keras Mas Reza itu mulai terbenam juga ke pantatku.

"Aaaahhhhhhhhh..... saaakiiiiiitttt...." pekiku kesakitan saat penis Mas Reza yang diameternya lumayan itu menerobos masuk lubang pantatku lenyaplah keperawanan lubang anusku. Aku meremas bantal yang ada dikasur menahan rasa sakit dianusku.

"Mmaass.....sak...it....auhhh....." Kurasakan Air mataku pun langsung menetes akibat rasa perih yang tak terkira melanda pantatku. Padahal belum semua batang penis Mas Reza masuk.

“Hoaah…” Mas Reza menggeliat menghentikan sejenak gerakannya mungkin untuk meringankan rasa sakit yang melanda tubuhku. Sekaligus merasakan sensasi hangat dan lembut didalam lubang pantatku ini.

Kini lubang anusku sudah dimasuki batang penis yang tegang maksimal.

"Annjiingg...enak banget anusmu, Dek...sempit..." Kata Mas Reza. Aku bisa merasakan jepitan otot pantatku yang begitu erat beradu dengan batang penis keras Mas Reza.

“Aauuhhh.. Aaawwwww..!” jeritku saat pantatku serasa tertusuk oleh penis itu ketika Mas Reza menghentakkan pinggangnya, menghujamkan penisnya makin masuk kedalam lubang anusku.

“Tahan ya, Dek! Lama-lama juga bakalan enak kok! hehehehe” bujuk Mas Reza. sementara akupun hanya diam menahan rasa sakit. Mas Reza pun kemudian melanjutkan menggerakkan penisnya maju mundur dengan pelan sambil sesekali menghentakkan dengan kuat, ia menengadah keatas meresapi nikmatnya jepitan erat dari otot pantatku.

Dengan tekanan kuat sekali lagi, penis Mas Reza langsung amblas ke dalam lubang pantatku. Srreett. Blessshh!

"Aiihhhhh... ahh.. ahhh.. ahhhhhhh" erangku lagi. Kali ini sangat panjang. Bahkan mulutkupun sampai kututup dengan bantal agar tidak beteriak terlalu kencang.

Mas Reza kembali mendiamkan batangnya didalam lubang anusku, mungkin untuk membiasakannya dulu. Lalu secara perlahan Mas Reza menarik penisnya, kemudian memasukkannya pelan. Aku masih mendesah-desah kesakitan. Ada sekitar sepuluh kali Mas Reza melakukan tarik ulur penisnya, sedangkan aku hanya bisa pasrah.

"Hehe...enak banget ini. Kontolku dijepit dan dipijet secara bersamaan.. Baru kali ini aku merawanin anus yang bisa kayak gini.. Wanita yang lain aja nggak ada yang kayak gini.. Urrrggghhh.."

Sambil berkata begitu, Mas Reza lalu merengkuh tetetkku, dan dia langsung mulai menggenjot pantatku dengan tempo yang ditingkatkan. Kurasakan Mas Reza agak kesusahan menggempur anusku. Mas Reza susah menggenjotnya mengingat masih sempitnya lubang anusku ini.

Erangan kesakitanku lama kelamaan memudar. Begitu pantatku terbiasa dengan penis Mas Reza, jeritan kesakitanku tadi kini sudah berubah jadi erangan nikmat. Belum lama tadi vaginaku disodok-sodok batang penis Mas Reza yang besar itu. Butuh beberapa saat hingga aku bisa menikmati penisnya mengaduk-aduk vaginaku. Lalu kini lubang anus sempitku juga harus menerima pompaan penis keras Mas Reza. Tubuhku rasanya penuh seolah-olah seperti tertindih beban berat. Yang kurasakan saat ini adalah campuran antara nikmat tak terhingga dan sedikit sakit. Sensasi yang luar biasa yang tak bisa digambarkan. Penis keras itu seperti membuatku melayang-layang.

Desahan demi desahan kenikmatan kembali melandaku. Walau sesekali aku menggigit bibirku, menahan sedikit rasa sakit. Aku tak habis pikir juga bagaimana mungkin lubang anus sempitku ini bisa menerima batang penis itu.

"Gimana, Dek Mira? enak kan dianal begini?" Tanya Mas Reza.

Akupun hanya mengangguk pelan. Batang penis keras itu berayun-ayun mengaduk-aduk lubang anusku yang makin lama bisa kunikmati. Dan benar saja, lama kelamaan rasa sakit dan perih di pantatku ini mulai berganti dengan rasa geli sedikit perih yang nikmat, terbukti dengan desahan-desahanku yang sudah mulai terdengar makin keras dan pantatku yang juga sudah mulai ikut bergoyang menyamai gerakan maju mundur penis Mas Reza. Badanku kini blingsatan didera birahi nikmat. Aku menggoyang-goyang pinggulku sendiri merengkuh setiap kenikmatan yang dihasilkan setiap gesekan di lobang pantatku.

"hahahahaha, udah mulai goyang ya Dek.." ledek Mas Reza melihatku yang mulai larut dari permainan penis Mas Reza di anusku.

Syaraf-syaraf anus milikku sudah mulai terbiasa dengan gerakan penis Mas Reza serta hentakan mendadak darinya yang pasti sekarang mengirimkan gelombang kenikmatan tiada tara ke setiap simpul syarafku. Suara rintihanku pun pelan-pelan berganti dengan suara desahan penuh kenikmatan.

“Aaggghh... awwh... hhhaaahh..” desahku megap-megap merasakan sensasi nikmat yang melanda anusku.

Saat tau aku sudah terbiasa dengan himpitan batang keras ini, Mas Reza pun mencoba mempercepat gerakan pinggulnya sehingga penisnya menghunjam keras kedalam anusku.

"Kkpaakkk... kpppaakkk... kpaaakk..." Suara tumbukan antara pinggang Mas Reza dan bongkahan pantatku menggema didalam kamar ini

Mas Reza kemudian memegang pergelangan tanganku dan menariknya ke belakang dengan kuat, hingga membuat badanku pun terangkat keatas dan kepalaku mendongak.

"Enak nggak, Dek Mira?" Tanya Mas Reza dari belakang.

"Ouuuuhhh.. Ennnakk Mmaass.....ouhhhh.. ngahhhh... shhhhhhhhhhh..." lenguhku yang menuju klikmaksnya.

"Kamu lagi diapain ini, Dekk..?"

"Aahhhh.. ouuhhh.. lagi ngentoot.. eennaakk.. Sshhh.."

"Lagi dientot apanya, Dek..?"

"Ouuhh.. ngaahhh.. dientot anuskuuhh.. ouuhhh.. sshhhhh..."

"Hehe. Bilang ke kamera itu, kamu keenakan minta genjot yang kenceng.."

"Ohhhh... enak bangett.. auhhh.... terussss....genjottt anusskuu, mmmaasss.. Ssshhh... Ouuhhh...." Teriakku memenuhi ruangan. Akal sehatku memang sudah hilang hingga lubang anusku kini sudah bersarang penis itu.

"Enak ya dianal, Dek?" Tanya Mas Reza ditengah-tengah persetubuhan ini.

"Iya enak banget... Belum pernah sebelumnya... enakk ternyata.. auhhhhh.." Teriakku saat Mas Reza meremas kencang tetekku.

Pantatku masih terus berayun. Menyambut hujaman penis Mas Reza di anusku. Saat ini hanya kenikmatan yang kurasakan di seluruh tubuhku.

Aku kini menungging dianal, menggelepar, menerima sodokan keras dan kencang. Akupun makin bergairah dengan tiap gerakan rangsangan Mas Reza. Yang menguasai kepalaku saat ini adalah keinginan untuk mencapai kepuasan, untuk mencapai kenikmatan birahi. Aku membungkuk, merapatkan tubuh memeluk bantal. Mas Reza mendorong dari belakang, penisnya masuk hingga kurasakan sangat sesak di lubang pantatku. Kini lengkaplah sudah semua lubangku dipakai oleh Mas Reza. Dari belakang Mas Reza menghujamkan penisnya di lubang anusku yang masih sempit dan menjepit. Sekitar 10 menitan lubang anusku ini digenjot secara brutal.

Mas Reza juga sudah dengan kecepatan maksimal memompa anusku. Kami berdua seperti lomba lari, saling kejar-kejaran menuju nikmat birahi. Mas Reza yang nampaknya akan keluar makin menggila, anusku yang sudah mulai terbiasa disodoknya dengan kasar. Mas Reza memompa pantatku gila-gilaan karena kupikir akan klimaks. Aku pun juga merasakan akan mencapai orgasmeku. Tubuhku merasakan gelombang orgasme yang menghampiri. Penisnya terus menyodok anusku, badanku kelonjotan dan tanganku blingsatan menarik-narik kain sprei.

"OOoouuuuuughhhhh... Houuuhhhhhh... Hyyaahhhhh.. Sssssssshhhh.... Pipiiisssshhhh......" teriakku penuh kenikmatan birahi dipuncak tertinggi. Hingga hanya bagian putih kelopak mataku yang kelihatan.

Mas Reza yang juga mungkin hampir klimaks masih punya sedikit tenaga lagi dan terus menggenjot pantatku yang sedang dilanda badai orgasme. Mas Reza yang sudah nanggung, tetap memompa pantat mulusku dia menekan dalam-dalam penisnya ke lubang anusku dan meledakkan orgasmenya seperti orang histeris.

"Huaahhh.... HHAAAHhHHH.... Annnjinggg..." lenguh Mas Reza penuh kepuasan. "Crrttt.. Crrtttt... Crrtttt..." semburan spermanya memenuhi rongga anusku. Setelah selesai menuntaskan semburan spermanya, Dia mencabut penisnya lalu menjatuhkan tubuhnya di sebelahku.

"Hossh.. Hossshh.. Hosssh.." nafasku masih tersengal-sengal karena orgasme yang melandaku barusan. Aku tertidur karena kelelahan.

Sekitar 1 jam aku tertidur dan aku terbangun saat kurasakan ada tangan yang kembali meremas pantatku, aku menoleh. Ternyata itu tangan Mas Reza. Lalu dia mengarahkan penisnya ke lubang anusku lagi, dan mulai menekan kepala penisnya masuk.

"Ouuhhh.. Mmmaasss.. Shhh.." Desahku. Mas Reza melakukan tarik ulur beberapa kali. Ukuran penisnya yang besar membuatnya tak bisa langsung menusuk masuk ke lubang anusku walaupun tadi sudah disodok-sodok penisnya.

Lingkaran otot anusku mencengkeram erat di sekitar batang penis Mas Reza yang mendesaknya. Mas Reza memundurkan pinggul, menarik batangnya sampai batas kepala, dan mendorong maju lagi, lebih dalam daripada sebelumnya. Kali ini kepala penisnya mulai bisa masuk dengan lebih mudah, biarpun saluran belakang ku itu sangat sempit dan lebih melawan daripada vaginaku.

Breettt.. Lagi-lagi suara robekan kudengar dari pantatku saat kepala penis Mas Reza masuk dengan paksa di lubang anusku.

"Aiiiihhhh..." erangku kesakitan.

Penis gemuk itu seolah mengisi penuh saluran pencernaanku. Membuat perutku yang langsing ini seolah-olah harus melar menerima batang itu di lubang anusku. Mas Reza mendiamkan sejenak kepala penisnya di anusku itu beberapa saat. Perlahan-lahan lalu mulai lagi menarik ulur penisnya di dalam anusku. Membuat rasa sakit yang menjalar tubuhku sedikit demi sedikit berganti dengan rasa nikmat.

Mas Reza mundur lagi sedikit lalu mendorong lagi lebih dalam ke dalam lubang anusku. Akupun meringis, kepalaku ambruk Kembali diatas bantal.

"Annjinng.. sempit banget, Dek.. padahal tadi udah tak sodok-sodok, sekarang sempit lagi.. Uuurrggghhhh.. Rasakan kontolku, Dek.." Sreettt Jlebbb.. Batang penis keras itu berhasil tertanam makin dalam di anusku.

Mas Reza diam lagi beberapa saat, menikmati jepitan lubang anusku terhadap batang yang sudah dia susupkan ke dalamnya. Kemudian dia mulai menggenjot lagi pelan-pelan. Tubuhku mulai merasa lebih nyaman. Akupun hanya bisa menggelinjang dan mengeluarkan bunyi-bunyi tak jelas.

"Manteb banged ini, Dek. Kontol Suamimu pasti belum pernah masuk sini.." Kata Mas Reza padaku.

“Gimana Dek.. Enak kan sekarang?” tanya Mas Reza.

“Iyahh… mendingan..,” aku menjawab Mas Reza.

Mas Reza pun mulai menggenjot dengan penuh semangat. Aku hanya membalasnya dengan mengeluarkan suara-suara penuh nafsu.

"Hyaahh.. Sshhhhh... oooohhh.."

Makin lama genjotan Mas Reza makin brutal seolah seperti anak yang mengejar mainannya yang ketinggalan.

"Ouuhh.. Shhh.. Mmmaasss.. Pelaannn.. " Desahku. Mas Reza makin mengayun pinggulnya, memompa penisnya di dalam lubang anusku. Tubuhku terasa penuh sesak. Di anusku bersarang penis Mas Reza. Ayunan pinggul Mas Reza membuatku kembali terbuai keenakan sehingga aku yang masih dalam fase klimaks sebelumnya ini pun didera kenikmatan berulang. Genjotan Mas Reza yang liar ketika tubuhku sedang di titik ini, membuatku kembali dilanda orgasme berturut-turut.

"Ahhhhhh.. kok... kok... mauu pipisss laggiii... hahhhhh.. oooouuuuuhhhhhhhhh..." erangku.

"Bilang sama suamimu dulu Dek. Kamu lagi dientot apanya." kata Mas Reza.

"Ahhhh.. Shhhh.. Mmmasss Rafiii.. Kontol Mas Reza nyodd.. auhh.. Nyodok anus.akuu.. aku mau pipiiisss lagi.. Ouuuhhhhhh...."

"Seerrrrrrrr... Seerrrrrr..."

Kelojotan beberapa saat, lalu akupun terjatuh lemas di kasur. Mas Reza masih bersemangat memompa penisnya di anusku. Pantatku masih mencoba berayun dengan sisa-sisa tenaga yang kumiliki, menyambut irama pinggul Mas Reza. Hingga lima menit kemudian kurasakan Mas Reza sudah diambang klimaks juga.

"Urrrggghhh.. Sempit banget anusmu, Dek.. Uurgghhh.. akuu keluaarr..."

Crootttt.. croootttt.. crooottt.. semburan sperma kental kembali mengisi lubang anusku. Mas Reza lalu lemas menindih punggungku. Posisi kami berdua layaknya binatang yang sedang kawin. Suasana hening. Hanya desahan nafas menandakan kepuasan yang mendalam yang kualami ini.

Setelah ngos-ngosan selesai, Mas Reza lalu mencabut kontolnya dari pantatku, menyebabkan leleran spermanya sebelumnya mengalir keluar. Tubuhku banjir keringat. Dari sela-sela pantatku dan vaginaku mengalir sperma. Walaupun kenikmatan tiada terkira yang kurasakan, ragaku remuk redam karena kecapekan dilanda orgasme hebat berkali-kali.

Perlahan-lahan kelopak mataku terbuka. Aku merasakan capek di sekujur tubuhku. Pandanganku semakin jelas hingga kusadari diriku yang sudah berada di mobil, di kursi penumpang di sisi kursi pengemudi.

Bukan, ini bukan mimpi. Rasa lelah ini nyata kurasakan.

"Sudah bangun, Mbak..?"

Samar-samar kudengar suara itu. Suara dari sosok yang pernah kudengar.

Air mataku perlahan kembali menetes, menambah sesaknya kantung mata hitam di bawah mataku ini. Terputar lagi memori beberapa saat sebelumnya yang begitu pedih kuingat.

"Hikkss.. kamu, Pak Umar.." kataku sembari terisak, "Kok aku bisa disini.. Hiks.."

Belum pernah sebelumnya di seumur hidupku kurasakan rasa secapek ini. Tubuhku lelah di setiap sendi dan ototku. Serasa hanya tulang saja yang tersisa, setelah semua bagian dari tubuhku telah dinodai. Yang paling parah, kehormatanku sebagai seorang muslimah dan juga sebagai seorang istri telah direnggut. Aku telah dilecehkan hingga akupun marah kepada diriku sendiri. Lelaki di sebelahku ini tak berbicara lagi. Tangannya lalu digerakkan menuju tanganku dan berusaha mengenggam tanganku. Namun aku tarik tanganku.

Ya Tuhan!.. bajuku. Aku tiba-tiba teringat kondisi tubuhku yang bugil dan hanya ditutup selimut. Aku lalu menoleh melihat kabin belakang mobil ini. Nampak ada baju ganti yang kubawa. Syukurlah.

"Iya, Mbak.." tiba-tiba Pak Umar bersuara lagi, "Iya, saya terpaksa membawa Mbak Mira dari lelaki bajingan itu..tapi sepertinya agak sedikit terlambat… saya minta maaf…"

"Apa Pak Umar benar ingin menolongku, aku sudah bebas kah Pak.. Hiks.." lanjutku, "..aku begitu merasa sedih.. hiks.."

"Kamu sekarang lagi capek.. saya akan jelasin semuanya pas lain waktu aja ya.." lanjutnya, "Intinya, sekarang saya dah berhasil menyelamatkanmu.. Kamu nggak perlu khawatir sama bajingan itu.. Kamu sekarang aman, Aku jamin itu!. Bajingan itu sudah diringkus.. Semuanya sudah berakhir."

"Sekarang aku antar kamu ke rumahmu ya.." lanjut Pak umar, "sekarang Mbak ganti baju dulu.."

"semua Rekaman video yang terjadi kemarin-dan hari ini dirumah itu sudah saya masukkan ke tas milik Mbak, dan itu satu-satunya kopian rekamannya.."

Aku diam saja. Tak ada kata-kata yang keluar dari mulutku lagi sepanjang perjalanan, selain hanya sisa isak tangis yang tak kusangka masih saja bisa keluar setelah sekian banyak air mata yang keluar dari ujung mataku. Tak lama menjelang, mobil yang kunaiki ini berhenti di sisi jalan yang sepi dengan pohon-pohon yang menaungi teduhnya jalanan sekitarnya. Pak Umar menyuruhku memakai baju. Akupun memakai baju ganti yang ada didalam mobil. Saat aku ganti baju kurasakan Pak umar diam-diam melirik tubuhku. Aku yang sudah Lelah tidak begitu peduli. Setelah ganti baju Pak Umar Kembali menjalankan mobilku. Beberapa saat kemudian kami hampir sampai dirumahku.

"Ini harusnya sudah dekat rumahmu.." kata Pak Umar, "saya turun disini saja nanti Mbak bisa lanjutkan menyetir sendiri sampai rumah."

Aku masih diam tak bersuara merespon kata-katanya. Entahlah bagaimana dia tau dimana rumahku, aku masih lelah dengan semua yang terjadi padaku tiga hari ini. Aku lalu beranjak turun dari mobil dan pindah ke setir kemudi. Terlihat Pak Umar berjalan menjauhi mobilku dan kemudian pergi naik taksi.


********


Seminggu berlalu sejak Mira memberitahu Nia tentang niatnya untuk menjadikan Nia sebagai istri kedua untuk Rafi, mereka tidak lagi bertemu. Dalam seminggu itu pula, Nia berdoa dan mencari jawaban atas permasalahan yang di hadapinya saat ini. Sesuai dengan apa yang Umar katakan, Nia selalu terbangun di pertengahan malam. Melaksanakan solat istikharah untuk meminta petunjuk pada yang kuasa, dan jawaban yang ia butuhkan ada dalam mimpi yang sama selama seminggu ini.

"Ayah, sebenarnya ada apa dengan mimpi-mimpi itu?" Tanya Nia menyuarakan rasa penasarannya.

Umar tersenyum, lalu ia membelai kepala Nia dan mengatakan hal yang berlainan dengan pertanyaan Nia.

"Kamu sudah dewasa, sudah waktunya untuk menikah. Ayah akan merestui jika kau ingin menikah dengannya, walaupun ayah sedikit ragu. Apa kau sanggup menjalani hidup sebagai istri kedua?" Ungkap Umar dengan wajah seriusnya.

Nia mengernyit mendengar perkataan sang ayah, sepertinya jawaban yang ayahnya maksudkan itu adalah aku harus menerima permintaan ini.

"Apa itu artinya mas Rafi jodohku ayah?" Tanya Nia lagi memastikan.

Umar tersenyum mendengar pertanyaan Nia, ia sendiri tidak tau apa sebenarnya jawaban yang benarnya. Hanya saja, di dalam mimpi itu Rafi memanggil putri tercintanya penuh rasa cinta. Dalam sekali dengar, ia sudah tau jika memang mereka di takdirkan berjodoh. Walau mungkin kehidupan rumah tangga mereka tidak akan berjalan dengan mudah, Nia mengangguk paham, lalu ia pun mulai menunduk ragu untuk menceritakan apa yang ada di kepalanya itu.

"Ayah memutuskan hal itu berdasarkan dengan mimpimu sendiri, sayang. jika memang dalam mimpi itu kau dan Rafi di hadapkan dengan tatapan penuh cinta, bukankah kamu sudah tau jawabannya?" Jawab Umar meyakinkan.

Nia menunduk sesaat, memikirkan perkataan ayahnya. Memang benar ia memimpikan hal yang sama selama 8 malam ini, dan dalam mimpi itu Rafi menatapnya dengan penuh cinta. Lalu panggilan itu, rasanya begitu nyata. Nia menghela nafas panjang, jika memang ayahnya setuju, berarti tidak ada alasan lagi untuk Nia menolak.

"Baiklah ayah, jika memang itu keputusan terbaik maka Nia akan menerimanya." Putus Nia dengan senyumnya.

Umar tersenyum, lalu ia memeluk Nia tanda jika ia begitu menyayanginya.

"Ayah tidak menyangka kau tumbuh secepat ini, tapi ayah juga bahagia karna kau akan menemukan takdirmu sendiri." Ungkap Umar dengan lembut.

Nia tersenyum dalam pelukan sang ayah, ia juga merasa waktu begitu cepat berlalu. Ia terbiasa hidup dengan sang ayah, entah bagaimana kehidupannya setelah menikah nanti. Hanya saja, Nia pasti akan selalu merindukan sang ayah.

"Ayah, tapi bagaimana cara aku mengatakannya pada mba Mira? Aku tidak tega menyakitinya, dia terlalu baik." Gumam Nia bingung.

Umar mengecup bibir Nia, lalu ia memberi arahan pada Nia untuk bersikap sedikit lebih berani menyuarakan apa yang di anggapnya benar.

"Sayang, jika pilihanmu itu memang benar maka jangan ragu untuk mengatakannya. Karna kebenaran akan selalu memiliki jalan untuk terungkap, jadi kami tidak perlu takut untuk mengatakan hal yang benar." Jelas Umar pada Nia.

Nia mengangguk paham dalam pelukan Umar, ia pun semakin mengeratkan pelukannya lalu mencium bibir ayahnya. Entah kenapa Nia merasa dirinya begitu manja akhir-akhir ini, karna selalu ingin memeluk sang ayah.

"Putri kecilku yang manja sepertinya sudah siap dikontolin suaminya" bisik Umar pada Nia.

Nia tersenyum malu mendengar bisikan sang ayah, tapi jika boleh jujur apa yang di katakan Umar memang tepat sekali.

"Ayah" rengek Nia pada Umar.

Umar pun terkekeh geli mendengar rengekan Nia, ia benar-benar tidak menyangka jika putrinya sudah dewasa dan siap dientot.


Umar mengulum telinga Nia, menggelitik lipatan daun telinga Nia untuk beberapa saat. Lidah dan bibirnya lalu turun menciumi leher Nia. Umar seolah pandai sekali memainkan lidahnya disekitar titik-titik sensitif Nia, mungkin karena dia sudah pernah menikah jadi dia tau bagian mana saja di tubuh putrinya yang sensitif. Umar terus menyerang leher Nia, sementara Nia mulai dilanda birahi, sambil memejamkan mata dan mengatupkan rahangnya. Kini tangan Umar sedang menyentuh payudara Nia dari luar daster tipis, Umar memainkan tangannya disitu hingga beberapa saat kemudian dia mencoba membuka daster Nia.

Umar langsung menurunkan lepas daster Nia, hingga sekarang payudaranya yang tak terhalang Bra ini sudah terpampang di depannya. Umar lalu menangkupkan tangannya di payudara Nia, dia meremas-remas payudara Nia hingga membuat kepala Nia mendongak. Puas bermain dengan payudara Nia, tangan Umar sekarang menurunkan celana dalam yang Nia pakai. Hingga kini terpampanglah tubuh telanjang Nia. Umar kemudian membuka kaki Nia. Kemudian Umar memasukan tangannya diantara paha Nia. Nia kembali mendongakkan kepalanya.

"Nikmat ya, sayang?" Ucap Umar sambil sambil matanya menatap kearah Nia tetapi tangannya masih diantara dua paha Nia.

"Kok udah basah gini" ucap Umar.

Umar menjilat jari telunjuknya kemudian mengulumnya. Setelah itu dia masukan kembali tangannya diantara paha Nia.

"HUUUNGGH!" Nia agak berteriak.

Jemari Umar tepat menyentuh belahan bibir vagina Nia. Umar tersenyum kemudian tangannya bergerak maju mundur. Jemarinya yang lembut itu bergesekkan dengan lapisan luar bibir vagina Nia yang sensitif, membuat Nia makin terbuai keenakan. Umar masih meneruskan kocokan tangannya. Umar kemudian merangkak naik sambil tangan kirinya masih berada diantara kedua paha Nia, lalu dia mengelus rambut Nia. Nia membuka matanya lalu tersenyum kearah Umar, kemudian Nia memajukan kepalanya ke arah Umar dan melumat bibir Umar.

Di kamar itu, dua orang ayah dan anak berciuman, satu masih berpakaian lengkap dan satu yang lain sudah telanjang tak ada lagi kain yang menutupi tubuhnya. Mereka seolah terlihat sangat mesra sekali, tak bisa dibayangkan jika ada yang melihat langsung 2 orang ayah anak ini sedang saling berciuman. Kepala Umar lalu didorong Niakebawah kemudian Umar menjilati leher Nia, dan Nia pun kembali menekan kepalanya kebawah, hingga sekarang wajah Umar berada tepat didepan payudara Nia. Nia sekilas menatap ke Umar, kemudian Umar tersenyum padanya dan Nia pun menganggukan kepalanya. Lalu Umar memejamkan matanya dan mulai menjulurkan lidahnya ke arah payudara Nia dan sekejap kemudian dia mulai menjilati payudara Nia hingga Nia pun tak bisa untuk menahan rangsangannya.

"Ooohhh.. Shhh.." desah Nia.

Umar mengulum buntalan daging putih di dada Nia itu dan kadang juga menghisapnya, kemudian dia berpindah ke payudara Nia yang sebelahnya. Hisapannya kadang lembut kadang kencang kadang menggigit ujung putting payudara Nia, seolah seperti bayi yang seddang menetek kehausan dari buah dada ibunya. Sungguh sisi liar Umar sekarang sedang keluar dan terlihat sangat menggairahkan. Ayahnya ini ternyata memiliki sisi binal juga. Nia menikmati serangan Umar di payudaranya. Putingnya tak jemu-jemunya didera hisapan bibir Umar dan sapuan lidahnya. Lama kelamaan Nia pun mulai kelabakan menghadapi serangan Umar di titik sensitifnya itu, hingga mulut Nia mendesah-desah tak karuan. Keringat mulai keluar membasahi dahinya yang tertutupi rambut halus.

Tiba-tiba Umar mendorong tubuh Nia hingga badannya kini terbaring telentang di atas ranjang kamar ayahnya itu. Nia yang sudah didera nafsu ini akhirnya pasrah saja. Nia mendongokkan sedikit kepalanya, melirik Umar. Ternyata ayahnya sedang melepas baju dan sarungnya. Lalu Umar merangkak ke atas tubuh Nia. Kedua tangan Umar memegang pergelangan tangan Nia di samping kanan dan kiri seolah sedang menahan tangan Nia untuk tak bisa bergerak. Wajah mereka berhadap-hadapan, untuk sesaat mata mereka saling adu pandang. Kepala Umar perlahan turun, hingga bibir mereka bertemu saling menempel. Bibir Nia mulai dihisap-hisap oleh bibir merah Umar. Sesaat kemudian mereka sudah ber-frenchkiss ria. Suara kecipak liur bahkan mulai nyaring terdengar diantara peraduan bibir Nia dan bibir Umar.

Entah mengapa berciuman dengan Umar seperti ini memberikan Nia gairah yang berbeda. Birahinya meletup-letup. Bibir Umar lalu dipindahkannya hingga menciumi telinga Nia, membuatnya bercampur antara terangsang dan kegelian. Lalu bibir Umar berpindah lagi ke leher Nia dan menciuminya bahkan sesekali mengigitnya hingga bisa Nia tau pasti itu akan meninggalkan bekas cupangan. Ingin rasanya Nia membalas rangsangannya itu, tapi tangannya masih ditahan oleh kedua tangan Umar dengan cukup kuat. Nia pun hanya bisa makin pasrah dihajar oleh permainan bibir dan lidah Umar. Kepala Nia bergerak-gerak ke samping sambil mulutnya mengeluarkan desahan-desahan terangsang.

Umar lalu mengangkat kepala Nia lagi, lalu tersenyum ke arah Nia. Nia membalasnya masih dengan mimik muka yang terangsang hebat. Wajah Nia dan lehernya kini nampak mengkilat karena air liur Umar ditambah peluh tubuhnya. Umar lalu melepas pegangannya di tangan Nia dan memutarkan badannya. Umar berdiri tepat di atas kepala Nia. Dari bawah sini langsung bisa kulihat penis ayahnya itu. Umar lalu menurunkan lututnya hingga kembali merangkak. Muka Umar tepat di depan selangkangan Nia yang sudah tak tertutup apapun. Sementara muka Nia juga tepat di depan penis ayahhnya yang mulai menegang itu.

"Aiiiihhhh.." Nia menjerit saat dia rasakan tiba-tiba vaginanya dijilat oleh lidah Umar.

"Hihihi.. Dah becek banget, Nak.." kata Umar sesaat sebelum mulai lagi jilatannya di bibir vagina Nia.

Nia yang terbakar birahi ini juga mulai memainkan penis Umar. Nia mengelus-elus dan mengocok penis ayahnya itu. Umar seketika menggeliat seperti tersengat listrik saat penisnya dimainkan Nia. Tapi jamahan lidah Umar di vagina Nia tak juga berkurang, malah lidahnya makin jauh menjamah selangkangan Nia. Tangan Nia pun terus bermain-main di penis Umar.

Nia mengoocok-kocok penis Umar dengan jarinya. Bisa Nia rasakan penis Umar semakin mengeras. Nampaknya Umar juga terangsang oleh permainan Nia sedari tadi. Nia mulai mengulum penis ayahnya itu, membuat pantat Umar makin keenakkan.

Lidah Umar malah makin liar bermain di selangkangan Nia. Kini ujung lidahnya menyentil-nyentil lubang anus Nia, membuat Nia tersengat kegelian. Lalu jari jemari Umar ikutan bermain-main di lubang anus Nia. Satu jarinya mulai dicolok-colokkan ke dalam lubang anus Nia.

"Uuffhhh.. ayah apain itu, yah.. Ouuhh.." Desah Nia. Nia masih merasakan sedikit ngilu di lubang anusnya.

Sambil tangannya bermain di lubang anus milik Nia, bibir Umar kembali menghisap-hisap vaginanya. Biji klitoris Nia yang mampu ditemukan oleh Umar juga ikutan dihisap-hisap, membuatnya kelojotan tak karuan. Badai orgasme mulai mendekati Nia. Tangan dan mulut Nia tak lagi intens memainkan penis Umar. Tubuhnya seolah fokus menerima rangsangan mulut Umar.

"Slurpp.. Slluuuuurrrrppp.."

"Hssshhh.. Ouuuuuhhh.. Aayaahh.. Ouuuhh.." desah Nia sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Tangannya dia turunkan dari paha Umar dan mulai mencengkeram sprei kamar ayahnya itu.

"Slurpp.. Slluuuuurrrrppp.."

"Ouuuhhh.. Aayaahh.. Piiipiiiiiiiiiissshhh.. Oooooooooouuuuuhhhhhhhhh.." Jeritku.

Seerr.. Seeerrrrr.. Seeerrrrr.. Seeerrrrr..

Pantat Nia terangkat ke atas hingga tubuhnya menekuk saat orgasme itu mendera Nia membuatnya terkencing-kencing. Cairan squirt Nia banyak sekali keluar. Hingga beberapa detik kemudian pantatnya masih tertahan terangkat ke atas saat cairan vaginanya itu masih keluar. Begitu selesai, pantatnya langsung ambruk. Badan Nia terasa lemas sekali setelah didera orgasme. Baru kali ini Nia orgasme hingga selemas ini, biasanya hingga tiga kali orgasme baru dia merasa lemas. Keringat makin membasahi seluruh tubuh telanjang Nia. Rambut Nia mulai sedikit acak-acakan. Mungkin karena sensasi bercinta dengan ayahnya yang memberinya sensasi kenikmatan ekstra.

"Hossh.. Hossshh.." dengus nafas Nia ngos-ngosan.

"Bisa sampai nyembur gitu ya, nak?" tanya Umar tiba-tiba. Saat pantat Nia terangkat tadi, Umar memang langsung beranjak menyingkir dari atas Nia, dan duduk di samping tubuh Nia.

Umar nampak kaget dan terkesima melihat tubuh Nia yang dilanda orgasme. Mungkin baru kali ini Umar melihat orgasme seorang wanita hingga terkencing-kencing seperti itu. Nia pun hanya tersenyum-senyum saja mendengarnya. Sesaat kemudian, Nia beranjak duduk di tepian ranjang itu dengan sisa-sisa tenaganya. Kakinya menjuntai keluar kasur. Umar lalu menggeserkan duduknya hingga di sebelah Nia. Nia pun menoleh ke kanan menatap wajah Umar.

"Makasih ya, Ayah.. Enak banget.. Hihihi.." kata Nia masih sambil mengatur nafas.

"Iya Nia sayang.." kata Umar tersenyum sambil menatap Nia.

Mereka kembali saling bertatapan. Kedua ayah anak itu masih telanjang bulat. Melihat senyum bibir Nia yang manis itu, entah dorongan darimana tiba-tiba Umar memajukan bibirnya dan melumat bibir mungil Nia. Nia tak nampak kaget dengan ciuman ayahnya itu akhirnya juga membalasnya dengan ikutan memagut bibir Umar malah lebih liar. Mereka saling memejamkan mata sambil berciuman layaknya sepasang kekasih yang sedang memadu cinta. Di lubuk hati Nia aku tau ini salah, ini menyalahi kodratnya sesuai ajaran agamanya.

Tangan Nia digerakkan ke penis Umar. Dipegangnya penis sang ayah, dan perlahan mulai mengurutnya perlahan, sambil mereka masih berciuman. Walaupun sambil berciuman, bisa Nia rasakan kenyal dan padatnya penis Umar. Penisnya yang memang besar itu tak muat Nia genggam dengan telapak tangannya. Nia mnegurut penis ayahnya dengan kedua tangannya. Posisi duduk mereka yang bersampingan ini membuat Nia tak leluasa untuk merangsang penis Umar. Nia pun beranjak berpijak ke lantai dan memutar tubuhnya tanpa melepas pagutannya di bibir Umar, hingga kini Nia sedikit membungkuk berhadapan dengan Umar. Nia berdiri membungkuk di lantai dan Umar duduk di kasur. Nia memajukan tubuhnya, sambil masih berciuman, hingga tubuh Umar terdorong ke belakang hingga akhirnya terbaring di kasur. Nia menaikkan kakinya hingga kini dia merangkak di atas tubuh Umar.

"Hmmm.. Cpp.. Sllrrppp.. Cuupp.. Sllrrppp.." suara peraduan bibir mereka makin nyaring seiring dengan makin banyak air liur yang saling tertukar. Umar nampak mulai menikmati ini.

Nia melepas ciuman pagutan bibir ayahnya di bibirnya itu. Perlahan lalu Bibirnya dia dekatkan ke ujung kepala penis Umar dan mulai mencium-ciumi kepala penis ayahnya itu. dijilat-jilatnya lubang kencing ayahnya dengan lidahnya hingga membuat Umar menggoyangkan pantatnya keenakan. Nia menyedot-sedot pelan lubang kencing itu.

"Mmmcchh.. Slluurrpp.."

Mulut Nia perlahan dia majukan hingga penis Umar itu mulai masuk kedalam mulutnya. Penis Umar yang keras itu perlahan mulai mengisi relung rongga mulut Nia. dihisap-hisapnya penis yang tertelan itu. Hisapan yang lembut, lalu kemudian makin kencang, hingga pipi Nia makin mengempot.

"Uurrgghh.. Niiaa.. Ayaahh kangen sama sedotan mu Nak.. Urrgghh.." erang Umar.

Nia melirikkan matanya ke atas, ayahnya sedang memejamkan matanya, nampak menikmati hisapannya pada penisnya itu. Nia semakin bersemangat memanjakan penis Umar dengan mulutnya. Saat mulutnya sudah menelan batang penis Umar sampai mentok, lalu perlahan dia tarik kepalanya mundur sambil masih menghisap-hisap hanya sebatas kepala penisnya saja. Lalu dia majukan lagi kepalanya menelan penis itu kembali. Selama beberapa saat kepala Nia maju mundur di selangkangan Umar hingga otot-otot mulutnya terbiasa dengan penis Umar. Gerakan kepala Nia makin cepat maju mundur.

"Urrghhh.. Niiaa.."

Tangan Umar lalu beranjak turun dan mulai meremas payudara Nia. Umar seolah tak ingin diam dan ikut merangsang tubuh Nia.

Clop.. Clopp.. Clooppp..

Nia masih terus memajumundurkan kepalanya. Penis Umar yang terselimuti air liur Nia yang bercampur dengan precum Umar itu membuat suara kecipak nyaring beradu dengan bibir Nia. Tangan Umar makin kuat meremas-remas payudara Nia, membuatnya juga makin terbakar nafsu birahi. Puting payudara Nia terasa sudah kencang sempurna kadang bergesekan dengan telapak tangan ayahnya. Hingga tak lama kemudian penis ayahnya Nia rasakan semakin keras di dalam mulutnya. Nia bisa merasakan penis Umar tak lama lagi akan mencapai klimak. Nia lalu memundurkan kepalanya dan melepas penis Umar dari mulutnya. Umar nampak bingung melihat Nia melepas penisnya.

"Ayah keluarin di wajah Nia aja ya.." kata Nia sambil tersenyum

Umar lalu berdiri mengocok penisnya dan beberapa saat kemudian Umar mencapai klimaks.

Crootttt.. croootttt.. crooottt.. semburan sperma kental menghujani wajah dan tubuh Nia. Umar terus mengocok penisnya sampai semua sperma dalam penisnya keluar membasahi Nia. Suasana hening. Hanya desahan nafas menandakan kepuasan yang mendalam yang mereka alami ini. sungguh pemandangan yang menggairahkan.


*********


Di sisi lain, Mira baru saja selesai membersihkan rumah seperti sebelumnya. Kini ia melangkah untuk membersihkan dirinya, karna sebentar lagi sang suami juga akan pulang dari kantor. Mira perlahan-lahan mulai berusaha melupakan kejadian kelamnya waktu itu. Namun perzinahannya dengan Reza waktu itu membuatnya sangat mudah terangsang. Mira sudah memesan makanan beberapa saat lalu, jadi ia tidak perlu bingung untuk memasak makanan yang baru. Selama seminggu ini ia memang memesan makanan dari luar, tapi dengan menu yang berbeda. Dan untungnya Rafi tidak pernah mempermasalahkan hal itu, jadi Mira tidak pusing harus memasak.

Baru saja Mira selesai memakai hijabnya, tiba-tiba bel rumah berbunyi. Mira langsung keluar dari kamar, dan membukakan pintu untuk orang itu. Ternyata kurir pengantar makanan, Mira langsung membayar dan mengambil makanannya. Setelah kurir itu pergi, Mira langsung masuk kembali dan menutup pintu.

"Akhirnya sampai juga, aku harus membereskan dulu makanannya sebelum mas Rafi pulang." Gumam Mira sambil melangkah menuju dapur untuk merapikan makanan itu.

Setelah selesai, Mira menata makanan itu di atas meja. Dan bertepatan dengan itu, Rafi memasuki rumah.

"Assalamualaikum" ucap Rafi memberi salam.

Mira menoleh menatap sang suami, lalu ia pun menjawab salamnya.

"Waalaikum sallam, duduk dulu mas! Kamu pasti lelah kan?" Jawab Mira sambil melangkah menghampiri Rafi.

"Ya lumayan, pekerjaan hari ini juga banyak, tapi lebih baik dari kemarin." Balas Rafi sambil bersandar pada sofa.

Mira tersenyum, lalu ia membukakan sepatu Rafi dan membawa tasnya. Lalu mereka berdua pergi kekamar.

"Mas mau makan dulu atau mandi dulu?" Tanya Mira memberi pilihan.


Aku sambil membuka lemari pakaian. Aku memilihbaju ganti untuk suamiku di lemari ini. Saat aku memilih pakaiannya, dari belakang tiba-tiba tanganku ditarik Mas Rafi. Tubuhku langsung ditempelkan di tembok samping lemari.

"Eh, Mmaass.. Mau mand.. Hmmmmppphhh.."

Belum selesai kata-kataku, Mas Rafi sudah menyosorkan bibirnya ke bibirku.

"Hmmpphh.. Sllrpp.. Cccppphh.."

Kami berciuman untuk beberap saat, hingga Mas Rafi melepas bibirnya.

Kulirik di bawah sana, celana Mas Rafi nampak menggembung. Fix kalau suamiku ini juga sudah sange. Kupegang dari luar gundukan menonjol di celananya itu, lalu kuelus-elus pelan penisnya yang kurasakan sudah mengeras walaupun masih tertutup celana katun itu. Bibir kami saling menghisap satu sama lain. Lidah Mas Rafi mauk ke rongga mulutku yang langsung kusambut juga hingga lidah kami saling melilit. Dari semua lelaki yang pernah menggagahiku, ciuman Mas Rafilah yang paling nikmat rasanya. Bahkan kadang hanya dengan ciumannya bisa membuat tubuhku panas dingin. Seperti kali ini yang hanya dengan permainan bibirnya, membuat tubuhku terangsang hebat.

Aku melepas ciuman pagutan bibir Mas Rafi di bibirku itu. Perlahan lalu aku membuka kancing bajunya satu persatu. Aku lepas bajunya dan kulempar ke lantai. Bibirku lalu mengecup pelan leher Mas Rafi. Kukeluarkan lidahku menggelitik lehernya. Seketika Mas Rafi langsung menggeliatkan tubuhnya. Tanganku perlahan turun ke arah celananya. Kulepas ikat pinggang kulit yang dipakainya. Bibirku masih bermain di lehernya, lalu perlahan turun ke arah dadanya. Aroma keringat khas lelaki langsung menyeruak ke hidungku. Bau keringat Mas Rafi itu malah membuatku makin terangsang. Ciumanku lalu makin turun ke arah perutnya, hingga tubuhku yang tadinya berdiri, kini perlahan mulai berjongkok.

Tanganku mengelus-elus penisnya dari luar celananya yang sudah menggembung itu. Resleting celananya lalu kutarik turun, lalu kupelorotkan celana cingkrang suamiku itu. Celana dalam yang dipakainya juga kuturunkan hingga lepas. Tuing. Muncullah penis Mas Rafi yang sudah menegang itu. Penis yang tiga hari ini tak kembali ke sarangnya. Tak berlama-lama, karena aku juga sudah terangsang, aku pegang batang penisnya, dan mulai kukocok pelan. Bibirku kudekatkan ke ujung kepala penisnya dan mulai kucium-ciumi kepala penisnya itu. Kujilat-jilat lubang kencingnya dengan lidahku hingga membuat suamiku menggoyangkan pantatnya keenakan. Kusedot-sedot pelan lubang kencing itu.

"Mmmcchh.. Slluurrpp.."

Mulutku perlahan kumajukan hingga penis suamiku itu mulai masuk kedalam mulutku. Penisnya yang keras itu perlahan mulai mengisi relung rongga mulutku. Kuhisap-hisap penis yang tertelan itu. Hisapan yang lembut, lalu kemudian makin kencang, hingga pipiku makin mengempot.

"Uurrgghh.. Umiii.. Abi kangen sama sedotan Umii.. Urrgghh.." erang Mas Rafi.

Kulirikkan mataku ke atas, Mas Rafi sedang memejamkan matanya, nampak menikmati hisapanku pada penisnya ini. Tiga hari tanpa belaian mulutku di penisnya nampaknya juga membuat suamiku tak kuat menahan nafsunya. Hingga tak lama kemudian penisnya kurasakan semakin keras di dalam mulutku. Aku bisa merasakan penisnya tak lama lagi akan mencapai klimak. Aku lalu memundurkan kepalaku dan melepas penisnya dari mulutku. Mas Rafi nampak bingung melihatku melepas penisnya. Aku lalu bangkit berdiri.

"Mas keluarin di vaginaku aja ya.." kataku sambil tersenyum

Tubuh suamiku itu lalu kudorong hingga Mas Rafi terduduk di kursi yang biasa kupakai untuk merias di depan cermin. Aku lalu majukan tubuhku hingga mengangkangi selangkangan Mas Rafi. Tanganku lalu menggenggam penisnya. Selangkanganku yang tepat berada di atas penisnya lalu perlahan kuturunkan hingga ujung penisnya menempel di bibir vaginaku. Penis yang mengeras di genggamanku itu lalu kugerakkan maju mundur menggesek-gesek bibir vaginaku. Lubang anusku sudah dihajar habis-habisan oleh penis mas Reza dua hari yang lalu, kini saatnya aku meraih kenikmatan dengan vaginaku.

"Ouuuhh.. Mmaasss.." aku mendesah.

Vaginaku makin banyak mengeluarkan cairan cintanya yang ikut membasahi ujung penis suamiku itu. Mas Rafi yang bersandar di kursi juga nampak menikmati perlakuanku ini. Vaginaku pun terasa makin gatal dan tak ingin berlama-lama lalu kuturunkan pinggulku perlahan. Mas Rafi nampaknya sama tak sabarnya juga memegang pinggulku. Penis suamiku itu beberapa kali kuarahkan juga ke bibir vaginaku, tapi beberapa kali meleset. Sudah beberapa hari ini tak dihinggapi penis entah kenapa seolah membuat vaginaku merapat kembali, berbeda dengan lubang anusku yang masih sedikit ngilu. Aku lalu menggunakan tanganku yang satunya untuk membuka bibir vaginaku hingga sedikit terbuka. Kuturunkan perlahan pinggulku lagi. Masih tetap sulit, tapi setidaknya usahaku kali ini membuahkan hasil. Ujung penis Mas Rafi sudah tepat mengarah ke liang senggamaku. Kuturunkan makin dalam pinggulku.

"Ouuhhhhhhhhhhh.."

Aku melenguh panjang saat penis suamiku itu mulai masuk ke vaginaku. Sensasi campuran antara ngilu dan nikmat merangsek ke sekujur tubuhku. Kurasakan kepala penisnya memaksa bekerja otot-otot bibir vaginaku. Baru sebatas kepala penisnya yang masuk, tapi seolah vaginaku terasa penuh. Aku mendiamkan sejenak pinggulku, mencoba membiasakan vaginaku terlebih dahulu.

Mas Rafi kulihat raut wajahnya memerah seolah juga menahan nafsu.

"Aiiiiiiiihhh.. Mmaass.." jeritku nyaring, saat tangan Mas Rafi yang memegang pinggulku tiba-tiba mempererat cengkeramannya dan menurunkan pinggulku. Dari bawah, pantat Mas Rafi juga dinaikkan melawan gerakan pinggulku. Vaginaku serasa dipaksa menelan penisnya yang tiba-tiba menyeruak masuk.

"oouuuuuhh.." desahku

Mas Rafi menggerakkan pantatnya. Penisnya yang bersarang di vaginaku membuat liang senggamaku yang belum terbiasa itu terasa diobrak-abrik. Aku hanya bisa mendesah dan melenguh.

"Urrrgghhh.. vaginamu kok makin sempit aja sih.. Urrrgghhh.."

Gerakan penis Mas Rafi di bawah sana lembat laun makin meningkat temponya. Tangannya yang memegang pinggulku juga ikutan menggerakkan pinggulku maju mundur. Membuat penisnya makin terasa mengaduk-aduk vaginaku.

"Ouuhh.. Shhhhh.. Mmaasss.. Ouuuhhhh.." hanya desahan yang bisa keluar dari mulutku.

Tanganku berpegangan pada pundak Mas Rafi. Lama kelamaan vaginaku mulai terbiasa dengan penis suamiku itu. Birahiku makin memuncak. Aku kini menggerakkan sendiri pantatku maju mundur di atas selangakangan Mas Rafi. Keringat mengucur deras membuat gamisku ku ini makin lepek akibat keringat.

"Shhh.. Mmhhhhpppphhhhh.. Ouuuuhhhhh.."

"Urrrggghh.. sayaaangg.."

Gerakan pantatku makin lama makin cepat. Penis Mas Rafi kurasakan makin mengeras. Batang penisnya yang menggaruk-garuk dinding vaginaku seolah memberiku semangat untuk makin memeras penisnya. Gerakanku maju mundur kadang berputar-putar mengulek batang penisnya yang terasa hangat itu. tangan Mas Rafi tak lagi memegangi pinggulku. Gamisku ini lalu disingkap ke atas hingga payudaraku terpampang bebas, lalu tangannya mulai meremas-remas payudaraku. Remasan-remasannya yang kuat itu menambah sensasi kenikmatan, di tengah gerakan pinggulku. Gerakanku lalu kuubah menjadi naik turun di atas pangkuan Mas Rafi, dengan kakiku berpijak di lantai. Kurasakan penis Mas Rafi masuk ke dalam ke vaginaku seiring dengan pantatku yang naik turun.

Splok.. Splokk.. Splookk..

"Urrgghh.. Sayaangg.. "

Remasan tangan Mas Rafi di payudaraku kurasakan makin kencang. Penisnya terasa makin keras dan makin hangat di dalam liang vaginaku. Dan beberapa saat kemudian kurasakan penisnya mulai berkedut-kedut.

"Hhhhhhhrrrrrrrggggggggghhhhhhhhhh.." Mas Rafi mendesis sambil mencengkeram kuat payudaraku hingga membuatku sedikit kesakitan. Dan sedetik kemudian penisnya mengeluarkan semua lahar kentalnya di dalam vaginaku.

Crrt.. Crrt.. Crrt..

Kurasakan semburan sperma suamiku itu menyemprot membasahi dinding rahimku. Semburan hangat yang kurindukan selama tiga hari ini. Mas Rafi terpejam setelah selesai menyentak-nyentakkan penisnya di dalam vaginaku melepas isinya, sambil tangannya masih meremas erat payudaraku seolah dijadikan pegangan. Keringat membasahi tubuhnya dan tubuhku. Aku sejenak mendiamkan penisnya sampai tuntas menyelesaikan klimaksnya. Aku sebenarnya juga sudah diambang klimaks saat pantatku kugoyang tadi, tapi belum sampai puncak orgasmeku.

Beberapa saat kemudian, penis Mas Rafi mulai mengendurkan otot-ototnya. Akupun perlahan mulai mengangkat pantatku melepas penis suamiku itu, dan berdiri di depannya. Kurasakan lelehan sperma Mas Rafi turun membasahi paha putihku. Setelah itu kami mandi Bersama.
Setelah itu aku dan suamiku langsung masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelah selesai dengan acara mandinya, kami pun berwudhu. Lalu kami keluar dari kamar mandi dan melaksanakan solat Ashar. 10 menit kemudian, kami keluar dari kamar setelah selesai mengerjakan solat Ashar. Lalu kami makan bersama di ruang makan. Sekilas, mereka terlihat sama-sama menikmati masa-masa itu. Padahal sebenarnya tetap saja ada yang kurang, mengingat Mira tidak memasak makanan itu sendiri dan juga hanya mereka berdua di sana tidak ada lagi anggota keluarga yang ketiga yang memang selalu di nantikan oleh mereka.


*********

Malam ini aku pulang lebih awal. Rumahku sepi. Tentu saja anakku Rasya masih belum pulang. Ketika aku masuk ke kamar aku, aku membeku di tempat. Aku menemukan Rasya berbaring di tempat tidurku, telanjang bulat. Salah satu tangannya mencengkeram erat batang penis besarnya. Matanya terpejam dan dia menggoyangkan tangannya dengan cepat. Aku tahu kalua aku yang mengajarinya onani, tetapi aku sangat terkejut dan terpana dengan tindakannya saat ini.

Rasanya lama sekali tapi aku hanya berdiri di sana sekitar 10 detik sebelum anakku mulai mengerang. Dia mengocok penisnya dengan keras dan cepat menyebabkan erangannya semakin keras. Tiba-tiba tubuhnya menegang dan air maninya menyembur keluar ke dada dan perutnya.

"Uuuhhg, Yesss, Ummii, Rasya telah mengisi memek ummi dengan air mani Rasya," keluh anak aku..

"Hahh?!," aku terpaku. Terkejut dengan kenyataan bahwa aku adalah subjek fantasinya.

Begitu aku tanpa sengaja berteriak kecil, mata putraku membelalak. Dia menoleh ke arahku dengan ekspresi ketakutan di wajahnya. Ekspresinya yang kaget sangat lucu, tapi aku berjuang untuk menahan tawa. Dia masih ejakulasi dan mencoba menghentikannya dengan tangannya. Air maninya memercik ke telapak tangannya dan memantul ke arah yang tidak pasti. Dia segera bangkit, telapak tangannya masih menutupi penisnya. Aku berdiri di tengah pintu, satu-satunya jalan keluar dari ruangan.

"Maafkan aku Ummi," dia memohon dan terus berjalan menuju pintu.

Aku membeku di tempatku berdiri saat aku melihatnya menuju ke arahku, air maninya menetes ke lantai. Dia menyelinap di sisiku dan langsung keluar. Aku berbalik dan bisa melihat punggungnya saat dia pindah ke ruang tamu dan melanjutkan ke kamarnya. Aku kehilangan kata-kata sebagai akibat dari apa yang aku lihat barusan. Aku duduk di tempat tidur dan menarik napas dalam-dalam, melawan perasaan aku. Jujur aku akui bahwa terkadang aku sepertinya tidak bisa menahan hasratku. Aku sangat ingin penis pria mengisi rahimku yang sudah lama kering.

Aku pernah mencoba bermain dengan penis buatan dari uztazah Hana tapi rasanya berbeda dengan yang asli. Aku mengganti pakaianku dan langsung pergi ke ruang makan. Saat aku melewati kamar anakku, aku memanggilnya, "Rasya, Ummi mau pesan untuk makan malam. Rasya pingin pizza rasa apa?"

Ada keheningan sesaat sebelum aku mendengar jawaban anakku, "terserah Ummi."

Aku bisa merasakan bahwa anakku malu dengan apa yang terjadi sebelumnya. Ketika pesanan pizza tiba di rumahku, aku memanggil lagi, "Rasya, pizzanya sudah datang. Ayo makan."

Hati aku sedih ketika aku melihat anakku keluar dari kamarnya. Dia membungkuk dan menatap lantai dan meminta maaf lagi sebelum duduk di meja makan. Kami makan dalam diam. Wajahnya masih merah dan dia tidak berani menatap mataku. Setelah makan, anakku kembali ke kamarnya. Aku yakin dia masih malu. Aku membujuknya untuk keluar kamar untuk menonton TV bersama.

Malamnya, Rasya berkata, "Rasya tidur duluan, Ummi."

"Iya sayang" balasku.

Aku rasa aku perlu menenangkannya. Sebelum tidur aku memutuskan bahwa aku tidak boleh membiarkan situasi ini berlanjut. Aku mengenakan daster dengan belahan dada rendah untuk menutupi tubuh aku dan langsung pergi ke kamarnya.

"Rasya, bisa Ummi bicara sebentar dengan Rasya?"

"Boleh, masuk aja Ummi."

Anakku sudah berbaring di tempat tidurnya. Selimutnya ditarik sampai ke dadanya dan dia bertelanjang dada. Mungkin telanjang, pikirku. Aku menyingkirkan pikiran itu dari pikiranku dan duduk di tempat tidurnya. Aku membelai rambutnya seperti yang aku lakukan ketika anakku masih kecil dan berkata, "Rasya, tidak perlu malu. Tidak ada yang perlu malu, semua orang melakukan masturbasi, kan?. Lagian kan beberapa hari lalu Rasya masturbasi bareng Ummi dan uztadzah Hana"

"Aku tahu," jawabnya. Dia menatap lantai dan menambahkan, " Tapi aku masturbasi dikamar Ummi, uhm, ahh, bayangin Ummi dan uhm, uhm, Aku bayangin ngentotin Ummi."

“Tidak apa-apa sayang Ummi mengerti”. Jawabku tersenyum lalu membelai kepala anakku.

Rasya mengangkat wajahnya perlahan. Matanya menatap betis dan pahaku, lalu berhenti di payudaraku. Aku bisa merasakan putingku mulai mengeras saat dia menatap gundukan kembarku. Meskipun daster panjangku terbuat dari kain yang agak tipis, itu sedikit memperlihatkan belahan kedua payudaraku dengan sempurna dari luar, apalagi aku tidak menggunakan bra.

Aku melihat matanya mengikuti gerakan payudaraku yang sedikit bergoyang saat aku berdiri. Aku berbalik dan berjalan ke pintu. Aku menoleh ke belakang dan melihat anakku menatap kakiku.

"Selamat malam sayang, I love you."

"Love you too juga Ummi," balasnya.

Aku menutup pintu dan terus ke kamarku.




 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd