Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

A Wife & Her Unexpected Story

InsPirates

Suka Semprot
Daftar
5 Sep 2016
Post
23
Like diterima
223
Bimabet
~~~
Halo Suhu dan Semproters. Perkenankan ane membawakan sebuah cerita untuk kita nikmati bersama. Sebelumnya, mohon maaf kalau akan banyak kekurangan dalam cerita yang ane bawakan ini. Oke, selamat menikmati, jangan lupa kritik dan sarannya.
~~~


A Wife & Her Unexpected Story


10.49: “Di, maaf, aku sudah bersuami, tolong jangan ganggu aku”.
10.51: “Heeiii…. Jangan terlalu serius, aku hanya ingin kita ngobrol biasa, ayolah, jangan sampai aku memaksamu, Win”.
10.51: “Di, plisss”.
10.51: “Kamu tahu aku orangnya seperti apa, Win”.
10.54: “Oke, Di. Oke. Sore ini, di café biasanya”.
10.55: “Hahaha… café biasanya? Kau ingin kita mengenang lagi hal yang dulu?”.
10.56: “Jangan salah kira kamu. Itu yang paling dekat dengan kantorku”
10.59: “Okedeh cantiikk. Sampai jumpa nanti”.



“Siapa si “Di” ini?”, sudah keempat kalinya mas Reza, Suamiku mengulang pertanyaannya padaku. Kali ini nadanya benar-benar keras sampai aku ketakutan dan hanya bisa menunduk, menahan air mataku untuk tak keluar lebih banyak sambil melihat 3 lembar kertas yang isinya transkrip chatku dengan Aldi 2 hari hari lalu yang entah dari mana didapatnya.
“Winda, tolong jawab aku. Siapa dia?”, nadanya agak memelan.
“Maaf, Mas”, lagi, kuulangi lagi permintaan maafku.
“Ya, aku akan memaafkanmu. Tapi, tolong jelaskan siapa dia, dan ada perlu apa kamu ketemuan sama dia”, Pinta mas Reza.
“Dia Aldi, Mas. Emmm....”, ucapku dan kemudian tertahan.
“Aldi?, siapa dia? Tolong jelaskan, jangan buat aku bepikiran yang tidak-tidak tentang kalian”.
“Tidak ada, Mas”, potongku. Aku tahu yang dimaksud mas Reza.
“Baik, Mas. Aku jelaskan, tolong jangan marah. Aldi…. Dia itu mantanku……”

Aku pun menceritakan siapa itu Aldi kepada Mas Reza. Ya, Aldi adalah mantanku semasa kuliah hingga aku kerja. Hubungan kami harus kandas karena dia mendapatkan pekerjaan di lain kota denganku. Singkat kata, kami tak tahan harus menjalin hubungan jarak jauh. Tapi, komunikasiku dengan Aldi masih terjalin baik, setidaknya sampai aku berpacaran dengan mas Reza dan kemudian menikah dengannya tiga tahun tahun ini. Aku sengaja tak menjalin lagi komunikasi dan menhilang dari Aldi karena ingin menjaga perasaan mas Reza sebagai pacarku. Dan 2 hari lalu, muncul notif WA dari nomor baru yang ternyata itu Aldi.

Aku tahu Aldi orangnya seperti apa, dan bila aku menghindar, pasti akan ada masalah yang dibuatnya. Dan itu yang ku takutkan. Hmmm… Sebenarnya ada yang lebih ku takutkan lagi. Aku takut Aldi meminta “jatah mantan”. Ya, aku dan Aldi dulu sering tidur bersama, meskipun bukan Aldi yang meniduriku pertama kalinya. Dan setelah putus pun, beberapa kali kami sempat melakukannya ketika Aldi pulang ke kotaku. Tentu saja, hal itu tidak akan ku ceritakan ke mas Reza.

Yang aku ceritakan ke mas Reza tentu hal yang membuat hatinya tenang, tapi bukan pula hal bohong yang ku ceritakan. Aku menceritakan kalau 2 hari lalu Aldi menghubungiku dan meminta bertemuku. Ia ingin mengucapkan selamat atas pernikahanku secara langsung karena tak enak rasanya mengucapkan hanya lewat chat Whatsapp, terlebih sudah terlalu telat karena pernikahanku itu telah bertahun-tahun yang lalu. Dan kami memang bertemu tanpa ada apapun yang terjadi di antara kami. Tentunya karena aku yang bersifat dingin agar Aldi tak berpikir bahwa dia bisa tetap meminta “jatah mantan” meskipun aku sudah menikah.

Meski aku telah bersikap dingin, mata Aldi nampak liar sekali memandangi tubuhku. Bahkan ia sempat mengucapkan “Masih sama seperti dulu ya badanmu” sambil memberikan penekanan pada kata “badanmu”. Mungkin yang diucapkannya Aldi barusan tak salah, orang-orang yang kukenal juga sering mengatakan hal demikian. Di usiaku yang ke 31 ini, rupa dan badanku masih seperti saat aku kuliah dulu. Tuhan memang menganugrahkan aku kelebihan pada fisik, kulit putih bersih, mata sedikit sipit, hidung mancung, rambut hitam sebahu dan badan yang proporsional meski ada sedikit lemak yang bertumpuk di pinggulku. Banyak juga yang mengatakan kalau aku mirip seperti Astrid Tiar, ya, meskipun aku hanya menganggap itu sebagai pujian semata.

“Hanya itu?”, Tanya mas Reza yang sepertinya kurang yakin.
“Sumpah, Mas. Hanya itu. Mas juga yang sorenya menjemputku pulang dari café itu, kan?”, jawabku.
“Oke. Aku percaya. Dan tolong jaga kepercayaanku”, katanya dengan nada yang terdengar dalam.
“Pasti, Mas. Pasti. Aku akan jaga kepercayaan itu”, balasku lagi sambil mengambil tangannya untuk kupegang, menunjukkan keseriusankau.

Ketegangan perlahan mencair meski masih tak seperti biasanya. Mas Reza berkemas, mandi dan berganti pakaian. Setelah itu kami makan malam bersama sambil menonton tv. Selepas itu, mungkin karena sudah terlalu lelah dan pikiran kami penat karena masalah chatku dengan Aldi tadi, mas Reza langsung masuk kamar dan bersiap untuk tidur. Aku pun menyusulnya.

“Kenapa?”, tanya mas Reza tiba-tiba.
“Apanya yang kenapa, Mas?, tanyaku balik.
“Gelisah gitu, biasanya kamu cepat tidurnya”, jawabnya. Bagaimana tidak gelisah, masalah tadi masih terpikirkan olehku. Aku takut mas Reza masih tak percaya denganku.

Cuppp….. tiba-tiba mas Reza mengecup keningku.
“Tidur gih, sini aku peluk”, katanya. Aku hanya bisa terdiam dan memandangi wajah suamiku itu. Betapa romantisnya dirinya kepadaku. Ku balas kecupannya di keningku itu, tapi di bibirnya.
“Thanks ya, Mas. Mau percaya denganku dan maafin aku”, kataku.
“Ya udah tidur, gih. Eh, tapi, cium lagi dong”, katanya dengan wajah manis, sedikit memelas itu. Yang tanpa perlu kujawab, langsung ku penuhi maunya.

Aku pun mencium bibirnya lagi, kali ini dibalas olehnya, kami berpagutan cukup lama hingga terlepas ketika kami hampir kehabisan nafas. Tiba-tiba terbesit di pikiranku, mungkin malam ini giliran aku yang harus “meminta jatah”, juga sebagai permintaan maafku ke mas Reza. Lagi, kuciumi mas Reza sambil sedikit ku buka bibirku, memberikan ruang untuk bibirku dipagut mas Reza. Benar saja, kami berpagutan kembali, kali ini lidah kami ikut ambil bagian, saling beradu.

Berahi kami pun segera naik. Sambil tetap berciuman, mas Reza merubah posisinya setengah berbaring menghadapku, kedua tangannya mulai bermain, yang satu meremas-remas pelan payudaraku, satunya lagi membelai-belai lembut pahaku hingga ke pangkalnya. Beberapa saat diperlakukan demikian, tentu membuatku menggelinjang geli dan semakin membuatku “naik”. Mungkin karena rasa yang betul-betul ingin meminta maaf, aku lalu melepas kaos dan celana pendek yang masih dikenakan mas Reza, membuatnya benar-benar telanjang dengan batang penis yang sudah tegak sempurna. “Hai, kita ketemu lagi, Junior”, kataku sambil mengusap pelan kepala penis mas Reza dan mengecupnya pelan. Padahal, biasanya aku enggan untuk menghisap penis mas Reza, bukan karena jijik, tapi karena rambut di sekitarnya yang jarang diurus si empunya.

“Ehmmm…”, desah mas Reza yang penisnya tengah kubuat keenakan, maju-mundur di dalam mulutku sambil tangannya memegangi kepalaku, sedikit menjambak rambutku tepatnya.

“Sukaaaa?”, tanyaku nakal.
“Bangethhh”, jawab mas Reza yang langsung menekan kepalaku ke penisnya, meminta untuk kembali kuhisap, jilat dan kocok dengan tanganku. “Nikmati, Mas. Kubuat Mas melayang malam ini sebagai bentuk permintaan maafku karena telah bertemu Aldi”, kataku dalam hati.

“Aldi” Ah, wajahnya lalu ikut terbayang dipikiranku. Kenapa pas di saat seperti ini? Aku mencoba menghilangkan bayangan wajah itu, tapi tak bisa. Dan ketika kucoba untuk memejamkan mataku, justru, ingatan ketika aku melakukan hal yang sama dengannya dengan yang tengah kulakukan dengan mas Reza saat ini pun muncul. Penis Aldi, lalu terbayang di pikiranku. “Tidak, ini tidak boleh”, kataku dalam hati.

“Kenapa, yang? Capek?”, kata mas Reza yang mungkin merasakan aku tak konsen dengan penisnya yang tengah di dalam mulutku itu.

“ennghh…gah”, lenguhku menjawab mas Reza karena masih ada penisnya di dalam mulutku.

Tanpa bicara, mas Reza kemudian menarik badanku, membuat penisnya terlepas dari mulutku. Badanku direbahkannya lalu ia mulai mengambil alih permainan. Tangannya mengusap pelan klitorisku, sambil mulutnya menyusu di payudaraku. Aku mulai kembali mencoba menikmati permainan ini, mendesah-desah kecil sambil mengusap-ngusap punggung mas Reza.

“Ehmm mass”, aku melenguh saat mas Reza memasukkan dua jarinya ke dalam vaginaku. Jarinya lalu mulai menjelajah dinding-dinding vaginaku, cairan kenikmatan yang sudah membanjir membuat permainan jari mas Reza berbunyi. Sesekali mas Reza melepaskan hisapannya di payudaraku, beralih ke bibirku. Suara desahan dan bibir kami yang tengah berpagutan dan saling bergantian mengulum lidah saling bergantian terdengar, juga dengan bunyi seperti air dikocok dari vaginaku yang tengah dijahili oleh mas Reza.

“Mass, mahsukinnh, udah ga tahannh”, pintaku.

Mas Reza pun menurut, Ia berlutut, menempatkan penisnya tepat di depan lubang vaginaku. Beberapa detik kemudian, penisnya mulai memadati lubang kecil itu. Aku merespon dengan sedikit mengangkat pantatku agar masuknya lebih dalam. Mas Reza mendiamkan penisnya di sana beberapa saat, mungkin ingin menikmati sensasi hangat dan sempit di situ. Perlahan, dimaju-mundurkannya penis itu, urat-urat dan lekukan kepala penisnya pun terasa menggesek setiap mili dinding vaginaku. Rasa geli dan gatal dari sana pun menjalar ke seluruh badanku, tentu saja nikmat sekali rasanya. Desahan suara kami semakin menjadi, beriringan dengan bunyi pertemuan kedua pangkal paha kami. Sesekali aku dan mas Reza mengeluarkan kata erotis yang menambah semangat kami menggoyangkan pinggul hingga keringat kami ikut bercucuran. Mas Reza bahkan semangat sekali meremas-remas payudaraku, tampaknya ia geram melihat kedua bukit kembar itu berguncang-guncang

“Dariihh blahhkangg emmm masss”, sambil mendesah, aku meminta mas Reza mengganti posisi. Seketika penis mas Reza terlepas dari vaginaku, aku langsung membalikkan badanku dan bertumpu pada lutut juga kedua tanganku sambil pinggulku ku angkat lebih ke atas. Mas Reza pun tak mau lambat, batang 14 cm miliknya itu secepat kilat kembali merangsek masuk. Di posisi ini, rasanya lebih dalam, nikmatnya bahkan seperti mampu memecahkan ubun-ubunku. Mas Reza mempercepat ritme gerakannya sampai-sampai rambutku sedikit dijambaknya, membuatku semakin kuat mencengkram alas tempat tidur. Aku pun memejamkan mataku, meresapi dalam-dalam setiap nikmat yang terasa dari permainan kami ini.

ALDI

Nama itu kembali terbayang saat aku memejamkan mata, bukan, bukan namanya tapi wajahnya. Lebih sial lagi, bahkan aku langsung teringat ini adalah posisi favoritnya dulu. Pikiranku lalu semakin tak terkontrol, membayangkan Aldi yang sedang menggagahiku saat ini, tentu penisnya juga ikut terbayang dan itu lebih besar dari miliknya mas Reza. Ya Tuhan, kenapa di saat seperti ini aku membayangkan yang sedang bersamaku adalah Aldi. Semakin aku mencoba menghilangkan bayangan Aldi, semakin jelas terbayang kalau dia yang sedang berada di belakang sana. Tapi, Ada sensasi tersendiri ketika membayangkan Aldi yang sedang menyetubuhiku. Badanku pun merespon dengan pinggulku yang bergoyang semakin intens, menyambut masuknya penis di dalam sana.

“Ehhmm yangghhhh, ceepetthiinnn”
“Uhh dalemhhh masshhh uhhhh terusinnn”

Aku semakin menikmati imajinasi liar ini. Nikmat sekali rasanya, Tuhan. Bahkan, kini aku dan mas Reza sudah berganti posisi. Aku berada di atas mas Reza, menaik-turunkan pinggulku, sambil meremas satu payudaraku dan memilin putingnya, sebelahnya lagi bagiannya mas Reza. Mataku tetap terpejam, juga dengan imajinasiku tentang Aldi dengan penisnya yang sedang keluar-masuk di vaginaku.

“Yanghh akuuhh mau keluarhhh”, lenguh mas Reza.
“Tahannhh yanghh, aku bntrhh ehmmmm”, desahku yang masih tertahan karena nikmat yang amat sangat ini.
“ehmmmm akuu bntrhh lgihhh”, lanjutku.

Cretsss… Cretsss… Cretsss. Tiba-tiba, ada yang menyembur di dalam sana. Hangat dan lengket. Mas Reza rupanya sudah keluar, tak mampu bertahan lebih lama, setidaknya sampai aku juga mendapatkan orgasmeku. Sial, batinku.

“hmmm hmmmm… maafhh yanghh”, kata mas Reza sambil ngos-ngosan dan matanya terpejam, pasti sedang meresapi nikmat ejakulasinya barusan.

‘Iya, mas”, kataku, sambil turun dari badannya dan berbaring di sampingnya. Dan entah apa yang menggerakkan tanganku, tapi kini tanganku berada di vaginaku, mengusap klitorisku sendiri.

“Mas, aku tuntasin sendiri ya…”, kataku pada mas Reza. Ia tak menjawab, matanya masih memejam. Masa bodohlah. Aku langsung memainkan vaginaku sendiri, menjemput kepuasan yang tadi tertunda. Mataku kembali memejam dan tentu saja, kembali kubayangkan Aldi sedang menyetubuhiku.

“Ehmmm uhhhh”, desahku terlepas seiring permainan tanganku yang semakin cepat di bawah sana. Dan tiba-tiba, ada yang menempel di bibirku.

“Bersihin, yang. Sekali-kali”, kata mas Reza sambil menyodorkan penisnya ke mulutku. Entah setan apa yang tengah merasukiku, aku pun memasukkan penis itu ke mulutku, padahal selama ini aku selalu merasa jijik dengan cairan mani, apalagi sampai masuk ke dalam mulutku. Asin, bertekstur kenyal dan lengket, itu kesan pertamaku ketika cairan mani mas Reza menyentuh lidahku. Ah, masa bodoh, lebih baik aku meneruskan yang di bawah sana. Mas Reza rupanya ikut membantuku, tanganya menggesek-gesek klitorisku ketika jariku sedang keluar-masuk di lubang vaginaku yang semakin lama semakin cepat itu.

“Ahhhh masshhh akuhh nyampehhh”
“uhhhhm enakkhhhh yanghhhhh”, erangku ketika orgasmeku datang, penis mas Reza pun terlepas dari mulutku. Badanku sesaat melemas dan sulit mengatur nafas meski tak sepuas mendapatkannya dari penis mas Reza langsung seperti biasanya. Hmmm, seperti biasanya? Sesekali mungkin, karena tak selalu mas Reza mampu mendatangkan orgasme padaku tiap kali kami melakukan ini. Tak seperti Aldi dengan penis besar dan tahan lamanya, yang dulu selalu membuatku puas berkali-kali hingga ketagihan bersetubuh dengannya bahkan ketika kami sudah tak disebut pacaran lagi.

Cuppp, mas Reza mencium bibirku, membuyarkan lamunanku tentang Aldi dan penisnya itu.
“Thanks ya buat malam ini”, katanya sambil tersenyum manis dan mengusap-ngusap rambutku. Oh Tuhan, maafkan aku yang membayangkan orang lain saat ini. Ya, mungkin saat ini mas Reza kurang pandai dalam urusan ranjang. Tapi, dia tetaplah suamiku yang amat mencintaiku dan menerimaku apa adanya, termasuk soal aku yang sudah tak perawan lagi. Aku lalu membalas ciumannya, di pipi mas Reza. Ia lalu memelukku dan kami tertidur malam itu.


LIST UPDATE

- PART 2: Page 3
- PART 3: Page 5
- PART 4: Page 7
- PART 5: Page 8
 
Terakhir diubah:
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Lanjut donk huuu :beer:

Yang cuckold siap-siap bayangin jadi Mas Reza nih :p
 
Terakhir diubah:
lanjuuut suhu.... menarik alur bahasa & ceritanya....

note : g pake lama updatenya y suhu (ngarep.com)
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd