Update
"Memang kenapa keponakan kamu bisa sampai kabur dari rumahnya, lin?", tanya nia yang diberi tahu linda bahwasanya yuda, keponakan linda, ingin menumpang tinggal untuk sementara waktu di rumah nia.
"Dia lagi pusing sama orang tuanya yang mau cerai....", jawab linda siap mengerahkan bermacam alasan.
"Hmmm gitu..."
"kalau boleh tahu kenapa bisa orang tuanya bercerai, lin?", tanya nia kembali kepada linda.
"Iya, gara-gara ibunya selingkuh sama pria lain..."
"ya gitu deh, jadi bapaknya yang udah tahu langsung gugat cerai", berlebihan sekali alasan yang linda kemukakan.
"Mmmm....kasihan yaa"
"itu anak masih sekolah?"
"Masih kok. Justru dia pengen ngungsi itu karena kepengen cari ketenangan supaya bisa belajar. Lagian juga dia seumuran sama bayu...", linda terus membujuk nia agar mau memberi tumpangan bagi yuda.
"Terus nanti yang biayain segalanya macem-macem siapa?", tanya nia lagi yang khawatir keponakan linda tak ada yang mengurus.
"bapaknya..."
"bapaknya udah minta maaf sama dia mengenai masalah keluarga yang harus dialaminya"
"Malahan, justru bapaknya ngebolehin nih anak untuk pergi kemana gitu, semata-mata supaya gak stres menerima kenyataan orang tua harus bercerai",..
"kalo gitu, terus kenapa gak bapaknya aja langsung yang cariin tempat, lin? kenapa juga kamu yang harus sampai repot-repot?", tampaknya nia tidak memberi celah sama sekali buat linda.
"Hmm...."
"yaa gapapa, soalnya aku deket sama keluarganya..."
"apalagi bapaknya nih anak 'kan masih ada hubungan saudaraan sama aku..", sempat terdiam sebentar karena pertanyaan nia barusan agak menyulitkan, linda tetap mengambil cara berbohong sebagai jalan pintas.
"jadi gimana, boleh atau gak?"
"kalau enggak boleh, enggak apa-apa kok, nia", tanya linda ingin mendapati kepastian dari nia sekaligus tidak lagi memberi kesempatan buat nia bertanya.
"heeemmm"...
"boleh sih sebenernya, lin..."
"tapi, jangan lama-lama ya..."
"enggak enak aja aku nampung anak orang di rumahku, entar kiranya aku bantu dia bersembunyi gitu...", jawab nia.
"ohhh jadi boleh nih..."
"yaa gak sebegitunya juga kali...."
"tenang aja nia, aku jamin kamu gak bakal terlibat persoalan apapun kok", linda menenangkan hati nia supaya tidak berpikiran macam-macam, terkait kehadiran yuda.
Usai sarapan, menjelang berangkat ke kantor, selagi menunggu bayu yang belum keluar dari kamarnya untuk berangkat ke sekolah, linda menyampaikan niatnya yang diminta tolong oleh yuda untuk mencarikan tempat bagi anak itu singgah untuk sementara waktu. Kalau bukan karena bermasalah dengan orang tuanya, terutama sang bapak, yuda tidak sampai berbuat seperti ini. Sebaliknya, nia melunak kala linda menyampaikan keinginannya. Ia bersedia memberi tempat tinggal sementara bagi yuda di rumahnya yang tergolong cukup besar.
"Ohhh ya lin, nanti keponakanmu itu tidur dimana ya?"
"kamar tamu 'kan udah kamu tempatin....", nia baru ingat sesuatu..
"Heh? Yaudah di kamar aku aja. biar dia tidur di bawah aja nanti....", balas linda serampangan, yang terpenting baginya keinginan yuda bisa terwujud dulu.
"serius kamu?", wajah nia seakan tak percaya.
"tenang aja deh nia..."
"anaknya gak nyusahin kok..."
"malahan dia itu rajin banget..."
"siapa tahu aja nanti dia bisa bantu-bantu kamu di rumah...", sembari tersenyum, kembali linda meyakinkan nia agar tidak perlu cemas.
"masa sih?",
"iya.....", tegas linda begitu yakinnya.
Baru ingat linda, kalau di rumah nia sudah tak ada lagi kamar tersisa. Terpaksalah ia berpikir cepat, dengan mengatakan yuda bisa satu kamar dengannya. Walau agak aneh di dengar, linda tak peduli. Ia tidak bisa berbuat apa-apa lagi karena dirinya sudah terlanjur berjanji dengan yuda. Oleh karena itu, atas usahanya ini, linda akan meminta timbal balik, yakni meminta yuda agar berperikaju baik selama tinggal di rumah nia, seumpama etika seseorang yang menumpang di rumah orang lain.
Sekarang, Linda yang sudah rapi dengan blazernya yang berwarna gelap 'kan berangkat bersama nia dan bayu dalam satu mobil bersamaan. Masih menunggu bayu yang belum juga menampakkan batang hidungnya, linda sedang memikirkan sesuatu selain yuda. Ya, Lindaa tidak tahu kantornya masih mau menerimanya bekerja atau tidak, setelah beberapa hari ia tidak masuk tanpa pemberitahuan. Yang ingin dilakukan linda saat ini hanyalah meminta kejelasan. Jika masih diterima, ia lanjut. Jika tidak, sampai disinilah nasibnya.
Tak hanya itu, linda juga bakal direpotkan oleh yuda yang meminta dijemput di rumah sakit karena Linda pusing mengatur jadwal waktunya apalagi ia sedang bermasalah dengan kantor. Sebetulnya Yuda ingin linda membantu dan menemani kepulangannya, sekaligus menemaninya mengambil pakaian di rumah yang akan diborong yuda untuk dibawa ke rumah nia, tempat pelarian yang telah disediakan linda.
"Yuk, maa., kita berangkat", munculah bayu yang sudah ditunggu-tunggu. Ia yang sudah rapi mengenakan seragam putih abu-abu berjalan menghampiri linda dan nia yang sudah beranjak berdiri.
"Adik kamu masih sama mbak?", tanya nia menanyakan anak bungsunya kepada bayu.
"Masih maa, lagi disuapin makan di kamar...", balas bayu yang sedang membetulkan dasinya.
"yaudah, yuk lin, kita berangkat...", ajak nia yang langkahnya bersamaan dengan linda dan bayu menuju mobil yang terparkir di depan rumah.
Usai menutup pagar rumah, di dalam mobil, nia yang akan menyetir, ditemani linda yang duduk di sebelahnya. Sementara bayu bersama ransel yang dibawanya duduk di belakang linda dan nia. Dalam rencana perjalanan yang tertanam di otak nia, ia akan mengantar putranya, bayu, terlebih dulu ke sekolah. Setelah itu, barulah linda dan kemudian dirinya yang akan mengunjungi tempat usahanya. Ketika baru saja menghidupkan mesin mobil, bayu menyeletuk sesuatu kepada nia.
"Ma, kalau mama nikah lagi, mama gak perlu sampai repot-repot nyetir kali maa...", terdengar suara celetukan bayu dari belakang.
"kamu yakin, bener mama boleh nikah lagi?", tanya nia melempar senyum ke arah bayu sebelum menginjak gas mobil.
"kenapa enggak? biar mama ada yang jagain..."
"kan, bayu gak bisa terus-terusan jagain mama...", balas bayu menatap serius nia.
"Iya nia, mending kamu nikah lagi aja..."
"lagipula kamu udah dapat restu dari bayu kok..."
"jarang-jarang 'kan ada anak yang ngerestuin orang tuanya nikah lagi...", timpal linda yang teringat curhatan bayu bahwasanya anak itu ingin nia, mamanya, menikah lagi.
"tuh ma..."
"dengerin kata tante linda...", bayu tersenyum melirik ke arah linda yang teringat ceritanya.
"yaudah deh..."
"mama usahain yaa..."
"kamu sama tante linda juga bantu..."
"jangan cuma ngomong aja...", balas nia mengiyakan kemauan bayu. Lagipula, ia juga merasa anak bungsunya, haris, perlu sosok seorang ayah sebelum tumbuh besar.
"iyaa kita bantu kok...."
"Iya gak, bayu?", linda menengok ke arah bayu.
"iyyaaa pastiii...", mengangguk bayu dengan yakin.
"yaudah kita jalan yaa sekarang...."
"okee!!!", serentak linda dan bayu menjawab saat nia mulai menjalankan mobilnya.
Dalam perjalanan menuju sekolah bayu, mereka bertiga terlibat obrolan ringan. Kebanyakan yang dibicarakan mengenai cerita kenangan tentang hubungan pertemanan nia dan linda, walaupun juga sempat diselingi dengan masalah sekolah bayu. Alhasil, obrolan-obrolan yang berganti topik demi topik itu membuat perjalanan tidak begitu terasa sudah sampai di tempat tujuan pertama mereka, sekolah bayu. Melihat suasana sekolah bayu, linda jadi teringat yuda yang kebetulan seumuran dengan anak itu.
"Nih uang jajan kamu buat seminggu de..."
"hemat-hemat yaa..."
"jangan boros-boros...", di dekat sekolah bayu, mobil nia terparkir. Sebelum bayu pamit, nia sempat menyodorkan sejumlah uang ke anak itu.
"Iyaa maa..."
"yaudahh aku sekolah dulu yaa maa...", setelah menerima uang jajan, bayu lekas menyalami nia dan juga linda. Barulah setelah itu ia turun dari mobil.
Tinggal bersama nia di dalam mobil, selagi melihat bayu berjalan menuju ke sekolah, linda melihat seorang gadis wanita berseragam serupa dengan bayu, yang ia rasa pernah melihatnya. Ya, baru-baru ini.
"Itu 'kan temennya yuda....", sambil memandang, linda bicara sendirian hingga didengar oleh nia.
"Maksud kamu, lin?", tanya nia penasaran.
"Iya, itu temen satu sekolah keponakanku yang mau numpang di rumah kamu..."
"aku lupa namanya, kemarin ketemu...", ucap linda sembari menunjuk gadis yang dimaksudnya kepada nia.
Melihat sejenak gadis yang ditunjukki oleh linda, nia tiba-tiba berkata,
"lin, jangan-jangan...."
"jangan-jangan kenapa?", sambil menengok, linda tak mengerti apa maksud nia.
"jangan-jangan keponakanmu itu satu sekolah dengan bayu, lin...", tersenyum nia sambil menebak-nebak.
"eh iyaa.... siapa tahu....".
"kalo begitu 'kan kamu gak perlu repot-repot nanti", linda ikut-ikutan tersenyum.
"gak perlu repot-repot bagaimana?"
"Iya, jadinya kamu bisa nganter sekali bayu dan keponakanku juga....", linda tampaknya bahagia sekali kalau itu benar.
"Kebalik, Itu namanya sih repot-repot kali, lin.."
"gimana kamu ini...., hmmmm..."
"yaudah, yuk kita jalan lagi".
###
Walau siang hari ini begitu panas, aku sangat bersyukur hari ini aku sudah bisa keluar dari rumah sakit. Begitu pula jarum infus yang selama ini mengganggu dan menancap di nadiku, sudah dicabut suster menjelang kepulangan. Selain itu, jalanku yang masih sempoyongan, masih menyesuaikan diri dengan suasana luar, dibantu oleh tante linda yang rela mengorbankan waktu istirahatnya di kantor untukku. Benar-benar diriku ini harus sangat berterima kasih padanya.
Kini, kami berdua sedang berada di dalam taksi, melakukan perjalanan menuju rumahku. Selagi mengademkan suasana di dalam taksi akibat keadaan gerah di luar sana, aku mengobrol dengan tante linda.
"Euhh, untung aja temen tante, si arif baik, yud"
"kalau enggak, mungkin tante udah gak kerja lagi....", tante linda terlihat mengekspresikan wajah bahagianya.
"Lah, memangnya kenapa?"
"tante linda hampir mau dipecat gitu?", tanyaku heran.
"Iya, jadinya tuh tante sempet gak masuk tanpa pemberitahuan gitu tuh kemarin-kemarin..."
"Eh, sama si arif, absen tante bisa diputihin gitu...", jawab tante linda duduknya bersebelahan denganku.
"Lah, kok bisa begitu?"
"gimana ceritanya....?", sangat aneh sekali bagiku absen seorang karyawan di kantor bisa diputihkan begitu saja.
"Hmmm, jadi gini ceritanya..."
"si arif itu ternyata deket sama salah satu atasan di kantor tante, yang juga katanya sih temennya dia" "kalo gak salah nama temennya itu, emm....."
"pak arso....., ya pak arso"
"nah si arif bilang gitu ke pak arso gimana caranya supaya tante linda gak jadi dipecat gara-gara absen selama ini yang gak ada pemberitahuan sama sekali"
"Nah ternyata, pak arso itu baik banget...!!"
"tante linda gak jadi dipecat, yud!!"
"soalnya pak arso katanya si arif, nanti bakal ngusahain ngomong ke atasan tante..."....
"Hmmm kok bisa gitu yaa..."
"cuma gitu aja?"
"gak disuruh ngapain-ngapain gitu....", aku tak habis pikir bisa-bisanya tante linda tidak jadi dipecat karena salah seorang kawannya membantunya begitu saja. Terlalu baik sekali rasanya bagiku.
"Iya cuma gitu aja..."
"namanya juga ditolongin, yud..."
"Emmm eh iya, ini juga tante dipinjemin duit sama si arif buat bayar taksi jemput kamu...", tante linda menunjukkan sejumlah uang, yang kurasa melebihi ongkos untuk membayar taksi.
"si arif itu naksir sama tante ya?"
"sampai segitu baiknya...", dugaanku demikian setelah mendengar cerita tante linda.
"Hmmm iya"
"tapi tante linda sih biasa-biasa aja..."
"selama si arif bisa dimanfaatin, kenapa enggak?", begitu remeh tante linda memandang kawannya bernama arif ini.
Sejujurnya apa yang tante linda sampaikan kepadaku, masih terasa janggal. Namun, aku tidak mau ikut campur urusannya yang tidak kuketahui sama sekali. Pembicaraan dengan tante linda tadi membuatku tak terasa bahwasanya sudah berada di daerah dekat rumahku. "Pak, nanti belok kanan ya?"
"Iya, mas", jawab si supir taksi yang dari tadi hanya diam saja.
Kepulanganku ke rumah kali ini tujuannya cuma ingin mengambil pakaian dan semua perlengkapan milikku. Ya, aku akan mengungsi ke rumah teman tante linda untuk sementara waktu, selama hubunganku dengan bapak belum membaik. Sekarang aku penasaran dengan keadaan rumah yang lama kutinggali. Kiranya apa yang sedang dilakukan tante dahlia ketika ia belum tahu bahwasanya aku sudah mengetahui bahwa dirinya bukanlah ibu kandungku. Dalam pikirku, pantas saja tante dahlia saat dekat dengan rina akrab dan perhatian sekali. Sebaliknya, denganku, ia tidak sampai sebegitunya bila dibandingkan perhatian dan kedekatannya dengan rina. Di sisi lain, Aku malah bertanya-tanya, mengapa tante marni yang nyatanya sebagai ibu kandungku, sikapnya tidak seperti tante dahlia kepada rina? Hmmm.....
"Stop di sini pak..."
.......
"tolong tunggu sebentar ya, pak..", sambil menengok ke arah wajah supir taksi, aku meminta supir taksi untuk menunggu sebentar di depan rumah karena sebetulnya aku akan menggunakan taksi ini juga untuk menuju rumah teman tante linda, rumah persinggahanku yang juga rumah persinggahan tante linda selama ini setelah ia pergi dari rumahku karena permasalahan dengan om firman.
"yud, tante ikut ya...", wajah tante linda sepertinya cemas sekali. Apalagi setelah melirik ke arah pintu rumahku yang terbuka.
"gak usah, tante linda di sini aja..."
"yuda juga gak bakalan lama-lama kok...", ucapku meredam kekhawatiran tante linda.
"Hmmm...nanti sikap kamu sama ibu kamu bagaimana?"..
"tante dahlia? ya bersikap sebagaimana mustinya. Aku juga bakalan pamit sama dia"
"lagian juga, urusan yang kayak gitu-gitu mah urusannya bapak, bukan urusanku", jawabku yang sudah hendak membuka pintu taksi.
"Hmnn... yaudah deh terserah kamu, yud"
"tante percaya sama kamu...".
Setelah keluar dari taksi, aku berdiri menatap rumah yang kutinggali selama ini. Mendadak rindu sejujurnya diriku dengan kehangatan di masa lalu, yang pernah terjadi di rumah aku dibesarkan. Akan tetapi, aku tak pernah bisa memungkiri bahwa kebenaran dari masa lalu pula yang harus merusak kehangatan itu. Lagipula, ini sudah takdir. Lantas harus kuhadapi sebagai anak lelaki satu-satunya. Tak mau membuat taksi menunggu berlama-lama, aku segera beranjak melangkah masuk ke dalam. Kebetulan pintu rumahku sedang terbuka. Tampaknya tante dahlia sedang berada di dalam.
Pagar yang tidak terkunci, kulalui dengan mudah. Pintu depan terbuka, seakan menyambut kepulanganku. Tak memberi salam usai melepaskan sandal, aku yang sedang buru-buru ini lekas masuk, menapakkan kaki ke arah kamarku. Akan tetapi, langkahku terpaksa berhenti setelah sampai di ruang makan. Ya, ada sepasang laki-laki dan perempuan yang amat kukenal sedang bermesraan sambil menonton televisi.
"Kenapa harus di sini sih, mas...shhh", ucap dahlia yang sedang mengenakan kaos berwarna biru tua, bagian payudaranya sedang diraba-raba oleh pak usman.
"Lagian kamunya gak mau main ke rumahku sih...", pak usman terus menyentuh buah dada dahlia.
"Ihhhh, aku cape mas...."
"masa harus ngelayanin kamu terus....", dahlia coba menjauhkan tangan pak usman dari salah satu bagian sensitifnya itu.
"Tapinya, akunya kepengen terus sayang...."
"enak banget soalnya memekmu...", pak usman tak mau kalah, kini ia coba menyentuh selangkangan dahlia yang hanya ditutup celana pendek.
"Isshhh, jangan masss....."
"nanti ketahuaann orang....", serangan pak usman makin menjadi-jadi.
"Ketahuan siapa sih?"
"suhardi 'kan lagi kerja sayang...."
"Nah, sekarang aku mau kerjain istrinya suhardi, hehe...", pak usman berhasil menyentuh bagian vagina dahlia dengan tangannya walaupun tidak secara langsung.
"Aahhhh.......", desah dahlia dipermainkan vaginanya oleh tangan pak usman.
Sungguh, apa yang dilakukan tante dahlia dan pak usman amat tercela di mataku. Geram sekali aku menyaksikan dan mendengarkan mereka yang sedang duduk membelakangiku. Aku tak rela di rumah yang telah susah payah dibangun bapak terjadi peristiwa kotor macam ini. Entah aku tidak tahu bapak sudah mengetahuinya apa belum, yang jelas, bapak pasti amat marah jika melihat peristiwa ini secara langsung, samahalnya dengan yang kurasakan sekarang. Meskipun aku menyadari bahwa pak usman dan tante dahlia adalah orang tua kandung rina, aku harus punya sikap sebagai anak bapak, anak kandung suhardi.
"Keluaaarrrr kaliaannnn!!! keluar!!!!", teriakku menghampiri mereka.
"Eh, yuda? Tenang dulu yuda, ibu bisa jelasin....!", tante dahlia yang terlihat panik beranjak berdiri, bersamaan dengan pak usman pula yang terbengong menatap kehadiranku.
"Yuda gak perlu penjelasan apapun! Yang terpenting tante dahlia sama Om usman segera keluar dari rumah yuda, sekarang!!! cepet keluar!!", teriakku makin keras.
Pak usman coba menyeret tante dahlia keluar, menuruti kata-kataku. Akan tetapi, tante dahlia tetap berusaha menjelaskan sesuatu kepadaku, sesuatu yang sifatnya bohong selama ini.
"Yuda, kamu tega banget ya ngusir ibu kamu...."
"ibu udah ngebesarin kamu yuda!", tante dahlia berusaha membela diri.
"Aku gak peduli! yang penting kalian berdua cepet keluar dari rumah ini!"
"pulang sana tante dahlia!! memang layaknya tante dahlia itu tinggal bersama rina dan om usman!!"
"tante dahlia itu bukan ibu kandung yuda!!", teriakku terus mendesak mereka keluar. Dan, pada akhirnya pun tante dahlia terdiam setelah mendengar perkataanku barusan. Ia lalu dengan penuh kerelaan keluar bersama pak usman.
Setelah tante dahlia dan pak usman sudah benar-benar meninggalkan rumah, aku lantas terduduk sejenak di kursi tempat tante dahlia dan pak usman tadi bermesraan, sembari mengusap wajah dan mengucek rambut, meredam emosi yang baru saja naik.
"Addduhhhhh, ya tuhan,... aku tak menyangka hidupku bakal jadi seperti ini....", lelah diriku ini rasanya menerima kenyataan hidup yang pilu.
###
"Yuda, inget ya, kalau udah di rumah temen tante, kamunya jangan males-males...", tante linda dengan tegas-tegasnya menasehatiku di dalam perjalanan menggunakan taksi menuju ke rumah temannya.
"Iya, tante, iyaaa....", aku mengangguk supaya tante linda yakin.
"Oh ya, kunci rumah kamu bawa?"
"terus bapak kamu bagaimana nanti?, tanya tante linda yang cemas bapak bakal dibuat kerepotan karena kunci rumah dibawa olehku.
"Hmmm...tenang aja tante..."
"bapak punya duplikatnya kok", jawabku dengan wajah karut.
Sungguh, aku tak tahu apa yang bisa kulakukan untuk membayar kebaikan tante linda hari ini. Tadi, ketika aku sedang pusing gara-gara melihat percakapan mesra berbau seronok antara tante dahlia dan pak usman, tante linda menemuiku di dalam rumah. Pastinya, ia merasa aku lama sekali di dalam. Setibanya di dalam, ia kaget aku malah duduk-duduk bukannya mengambil barang. Lantas, kuceritakan apa yang baru kualami kepada tante linda. Lalu, setelah mendengar ceritaku yang singkat, tante tante linda bilang buat apa aku pusing-pusing memikirkan itu toh tante dahlia juga bukan ibu kandungku. Usai berbicara demikian, ia minta aku tak sia-siakan waktu. Apalagi supir taksi sudah menunggu lama.
Dan kini, aku sedang merasa lesu sejak melihat peristiwa di rumah tadi, kala emosiku memuncak, sedangkan tubuhku baru sembuh dari sakit. Rusaklah moodku seketika. Akan tetapi, semuanya itu harus aku kontrol. Terlebih, aku akan menginap di rumah orang. Terpaksa memang harus kulakukan, semata-mata wujud kekesalan dan kebencianku terhadap bapak yang selama ini membohongiku. Kalau tidak demikian, pikirku, barangkali bapak tidak merasa bersalah sama sekali terhadap apa yang ia dilakukan di masa lalu.
Di lain hal, bersama tante linda yang sudah menemaniku semenjak dari rumah sakit, tak sabar aku rasanya menengok tempat tinggal baruku yang bersifat sementara. Selain itu, penasaran aku ingin melihat teman tante linda yang kiranya pasti cantik samahalnya dengan tante linda.
"Eh iya, yuda..."
"nanti kamu minta jajan sama siapa kalo kayak gini...?"
"maaf, bukannya tante gak mau bantu, tetapi keuangan tante memang lagi seret", tanya tante linda kepadaku yang sedang termenung.
"tenang aja tante, aku masih punya simpanan uang jajan kok", jawabku melirik ke arah wajah tante linda.
"Ehmm gitu...."
"seterusnya nanti bagaimana?", sangat sulit pertanyaan tante linda ini untuk kujawab sebenarnya.
Diriku membisu tak mampu menjawab karena memang selama ini hidupku bergantung kepada bapak yang mencari nafkah. Aku tak tahu menahu dari mana nanti uang jajan kudapat selama tinggal di rumah orang. Masa iya aku harus mengemis di usia semuda ini. Hmm....
"udaahhh...."
"gak usah pake gengsi-gengsi segala...."
"nanti sepulang kantor, tante linda bakal ngomong ke bapak kamu, yud..", timpal tante linda yang tahu aku tak mampu menjawab pertanyaannya tersebut.
"Yahh, jangan dong tante..."
"aku 'kan lagi marah banget sama bapak"
"kalo begitu, kesannya gimana atuh...", aku sangat tak menghendakki tante linda bilang ke bapak mengenai aku yang kabur dari rumah.
"Udah ah, nanti tante linda bakal tetep ngomong..."
"kalo gak begitu, kamu mau gak jajan, gak makan, heh?,...
"enggak", geleng diriku yang memang kenyataannya belum bisa hidup mandiri.
"Stop... kiri pak....", usai terlibat pembicaraan denganku, tante linda tiba-tiba memberhentikan taksi kami di sebuah komplek perumahan, tepat di depan rumah yang cukup besar. Aku yang melihat melalui jendela taksi berpikir, apakah ini rumah teman tante linda. Lalu, bagaimana bisa tante linda berbeda nasib dengannya. Di sisi lain, tampak bahagia aku bisa menumpang tidur di rumah sebesar ini. Apalagi kalau sampai penghuni rumahnya cantik.
Ketila aku malah sibuk memandangi rumah besar tersebut, tante linda sudah bersiap-siap keluar dari taksi sekaligus membayar si supir yang telah mengantar kami 'berputar-putar' tempat tujuan. Lantas, aku segera bersiap-siap juga walaupun agak sedikit grogi.
"yaudah, yuk, kita turun....", bujuk tante linda.
"kita udah nyampe nih?", entah mengapa aku merasa gugup di rumah yang akan menjadi tempat pelarianku.
"iya, udah, ayuk buruan turun..."
"tante linda gak bisa lama-lama temenin kamu, yud.."
"soalnya harus balik lagi ke kantor", ucap tante linda menyiapkan ongkos taksinya.
"iyaa aku tahu kok tante", aku keluar lebih dulu ketimbang tante linda, yang ternyata meminta si supir taksi untuk menunggu. Ya, dengan taksi tersebut ternyata tante linda akan kembali ke kantornya. Karena keluar lebih dulu, aku segera mengambil barang-barangku yang berada di bagasi taksi. Kondisi bagasi yang sudah terbuka, memudahkanku menurunkan barang satu per satu, tidak terkecuali pakaian yang sempat kuambil di rumah.
Tante linda yang juga ikut keluar turut membantuku mengeluarkan barang-barang. Malahan, ia sampai membantuku membawa barang bawaan tersebut masuk ke rumah temannya. Sementara aku, dari belakang hanya mengikuti langlah tante linda. Kulihat tanpa salam dan permisi tante linda langsung masuk ke rumah sang kawan, melewati pagar rumah yang rasanya sudah biasa tante linda buka. Begitu juga saat memasuki pintu rumah tersebut. Setelah melepas alas kaki, tanpa mengetuk, seakan sudah tahu pintu tidak terkunci, tante linda main masuk saja. Aku tak berkomentar sama sekali menyaksikannya, seolah merasa terpana, melihat apa yang tante linda lakukan, sepertinya ini rumah kawan karib tante linda, sehingga tante linda dapat akses ekslusif sekali.
Sesampainya di dalam, aku yang ingin melihat seisi ruangan di rumah ini yang luas, tak diberi kesempatan oleh tante linda untuk duduk melepas lelah. Ditambah, kedatangan kami disambut sebuah sofa. Justru, seakan tak mau membuang waktunya, tante linda langsung mengantarkan aku ke kamar tempat aku akan tidur di sana.
"temen tante orang kaya ya?"
"udah nikah, belum?", tanyaku kepada tante linda sembari berjalan melihat-lihat
"iya, dia udah nikah, tapi janda..."
"karena suaminya udah meninggal....", jawab tante linda langkahnya terburu-buru.
"Hmmm... janda....", bakal senasib sepertinya mereka karena tante linda tidak lagi mau tinggal bersama om firman.
"Nah, nih kamar kamu, yud..."
"Inget, ini kamar bukan kamar kamu aja, tapi kamar tante linda juga"
"soalnya kamar tamu di sini cuma ini aja yang tersisa...", ucap tante linda sambil membukakan pintu kamar, mempersilahkan aku masuk.
"dingin ya rumahnya tante, padahal gak ada AC-nya loh...", ucapku saat masuk ke kamar tidurku yang baru. Diriku ini merasa sudah betah saja di rumah teman tante linda.
"iya, udah sana buruan kamu istirahat"..
"lagian juga kamu baru minum obat 'kan siang ini...", pinta tante linda yang sebentar lagi akan balik ke kantornya.
"iya tante...", ucapku terduduk di pinggiran kasur yang empuk sembari menekan-nekannya, yang ternyata di bawah kasur tersebut masih ada kasur lagi. Ya, kasur bawah tersebut bisa ditarik keluar.
"Oh ya, yuda, kamu kalo mau minum, minum aja ya..."
"di ruang makan 'kan ada dispenser. Gelasnya kamu ambil sendiri di dapur...", pesan tante linda.
"siap tante...."
"Oh ya satu lagi, kamu di rumah ini 'kan sama pengasuh anak temennya tante..."
"jadinya jangan berantakan yaa...", lagi tante linda berusaha mengingatkanku.
"iya tante linda, iya...",...
"yaudah, tante berangkat ke kantor lagi yaa...."
"kamu kalau mau lihat-lihat ini rumah, lihat-lihat aja..."
"tapi jangan masuk sembarang ruangan....", seusai berbicara demikian kepadaku, tante linda lantas pergi, sekaligus menutup pintu kamar. Aku yang sudah duduk dipinggiran kasur, lekas tak menyia-nyiakan waktuku untuk beristirahat di rumah yang nampak tenang ini. Lagipula, tubuhku baru pulih, butuh istirahat lebih. Apalagi besok, aku harus kembali ke sekolah.
"Hoaaahheeemmmm.....", efek kantuk dari obat yang kubeli dan kuminum sebagai resep pulang dari dokter, membuatku ingin tidur siang. Di tambah, aku sudah makan siang sebelum meninggalkan rumah sakit. Padahal, aku ingin beres-beres dulu. Tapi, kalau kondisinya begini lebih baik setelah bangun tidur.
......................................................................................................
Nia
"Astaga, bohay banget nih temennya tante linda..."
"kalo yang begini mah, kalo ada bapak disikat..."
"seleranya bapak ini, tetenya gede begini"
"hehe...", Aku terbangun dari tidur yang sebentar karena kerongkongan kering. Sesuai dengan anjuran tante linda, aku menuju dapur yang penuh kesunyian untuk mengambil gelas. Kemudian, aku seraya memegang gelas tersebut mengambil airnya di ruang makan, tepat pada sebuah dispenser yang tak menyala. Sembari menuang air lantas meminumnya, aku melihat foto-foto yang dipajang di dinding rumah kawan tante linda. Terkejutlah aku ternyata teman tante linda ini melebihi ekspetasiku. Mungkin karena usianya yang tak lagi berkepala dua, membuat temen linda yang berstatus janda ini tubuhnya gampang berisi. Namun, kukira, malahan dengan tubuh yang berisi ini teman tante linda ini tampak montok. Aku jadi teringat bapak karena seleranya dia ialah wanita bertubuh montok seperti ini "Hee...". Kuenyahkan langsung pikiran tentang bapak karena aku memang sedang tak ingin memikirkan beliau.
Tak hanya melihat foto teman tante linda, aku juga melihat foto seorang anak lelaki, yang tampaknya anak teman tante linda. Namun, entah mengapa aku tak asing dengan wajah si anak lelaki tersebut.
"perasaan pernah lihat deh..."
"tapi, dimana yaa....", karena merasa mengenal wajah anak teman tante linda, aku coba meraba-raba ingatanku seraya menggaruk dagu.
Selagi mengingat-ngingat, Aku dikagetkan suara seorang wanita yang menyapaku secara tiba-tiba dari belakang. Ditambah, suara seorang bocah lelaki yang sepertinya sedang bersamanya.
"permisi mas, mas keponakannya mbak linda yaa....?", kutengok wanita yang sedang menenteng seorang anak kecil dan dia mendekatiku.
"Iya, mbak..."
"kenalin, nama saya yuda..."
"mbak pengasuh anak di rumah ini yaa.....?", aku langsung menghampirinya. Dengan ramah, aku menyalami sembari mencubit gemas pipi si adik kecil yang sedang bersama pengasuhnya tersebut.
"Iya mas,....",
"betul, saya memang pengasuh anak di rumah ini....", tersenyum si pengasuh kepadaku.
"Halo, adik kecil..."
"siapa nama kamu...?", tanyaku sambil berjongkok dihadapan si anak yang dituntun pengasuhnya. Jarang-jarang sekali aku bertemu anak seumuran ini. Apalagi aku seorang anak tunggal yang tak memiliki adik ataupun kakak.
"Haris....", ucapnya pelan dan malu-malu, menundukkan wajahnya tak berani melihatku sebagai orang baru di rumah ini.
"Umurnya berapa? udah sekolah belum?", tanyaku lagi sembari memegang telapak tangan halus si bocah kecil bernama haris ini. Akan tetapi, pertanyaanku kali ini tidak dijawab. Haris malah terdiam.
"4 tahun kakak..., haris belum sekolah..."
"bilang gitu dong, de...", timpal pengasuhnya yang membantu menjawab.
"Hmm... belum sekolah ya...", sambil mengelus rambut haris dengan penuh kelembutan, Aku lantas berdiri. Dengan berani aku coba bertanya-tanya kepada pengasuh yang tentu mengenal majikannya.
"Mbak, pemilik rumahnya pada kemana?"
"lagi pada di luar mas..."
"memangnya kenapa ya?", tanya si pengasuh dengan wajah heran.
"Ohhh...."
"saya mau tanya mbak, itu yang difoto itu siapa ya...?", tanyaku seraya menunjuk ke arah foto wanita yang tadi kuperhatikan, yang tubuhnya amat merangsang birahi.
"Itu bu nia, ibunya haris.....",..
"Hmmn....", aku menggumam setelah tahu nama kawan tante linda.
"Kalau yang di sebelah itu putranya bu nia, mas bayu..."
"Hmm...kayaknya mas bayu seumuran dengan mas deh...", tanpa kupinta si pengasuh menjelaskan lebih lanjut lagi.
"Masa sih mbak?", spontan aku tak percaya.
"Iya, orang tingginya sama gitu...", sok tahu sekali sepertinya si pengasuh ini.
"Hmnm mungkin kebetulan kali mbak..."
"lagian sama tinggi juga, belum tentu sama umur...."
"hehe..."
"yaudah deh mbak, saya pamit masuk ke kamar lagi ya...", pamit diriku seraya membawa gelas yang berisi air minum.
"iyaa mari, silahkan mass.....",
Tak mau berlama-lama berada di luar, terlebih aku belum siap untuk bertemu pemilik rumah ini tanpa kehadiran tante linda, kuputuskan untuk kembali ke dalam kamarku. Lagipula, aku juga belum beres-beres merapikan barang bawaan yang kukemas dari rumah. Sambil berjalan menuju kamar, kuresapi sejuk sekali keadaan di dalam rumah ini. Ternyata dugaan awalku salah. Rumah ini memiliki pendingin ruangan yang sempat tidak terlihat olehku. Walaupun di kamarku tidak terdapat pendingin ruangan, nyatanya masih kedapatan aura sejuknya. Jadi ingin berlama-lama aku di sini. Kali saja aku diangkat sebagai anak angkat oleh si pemilik rumah... Pikirku konyol.
Setibanya di dalam kamarku, di depan pintu, kuberdiri dan lihat sejenak seisi ruangan. Di ruangan yang amat terawat ini, terdapat lemari pakaian yang ukurannya cukup besar di pojok sana. Ya, selebihnya, hanya perabotan rumah tangga biasa yang dapat ditemukan di sebuah kamar tidur pada umumnya, seperti meja, cermin, dan ranjang tempat aku tidur. Di dalam kamar, karena tidak ada kesibukan usai memandanginya, aku memilih merapikan barang yang kubawa. Namun, sebelumnya aku ingin melihat sejenak apa isi lemari pakaian yang ukurannya begitu besar.
Saat kubuka pelan-pelan.....
"Hmmm.. kok ada pakaiannya tante linda di sini... "
"tapi beberapa yang lain kenapa bukan pakaiannya tante linda...mmmm"
"Ohh yaa, tante linda 'kan sekamar denganku...."
"wah wah.....", mendadak pikirku jadi mesum. Apalagi setelah melihat setumpuk bra dan celana dalam tante linda di sana. Tentu tak aku diamkan saja. Lekas kuambil setaut bra dan celana dalam tante linda yang berwarna hitam. Kuciumi aroma yang menempel pada pakaian dalam tersebut.
"Hmmmm harumnyaa..."
"tante linda,... malam ini kita ngentot yaa...."
"lagian juga kita 'kan sekamar..."
"kontol yuda udah kebelet banget nih pengen masuk ke lubang tante linda lagi....", ucapku sembari bersiasat nakal.
Setelah puas menciumi dan menghirup semerbak wangi pakaian dalam tante linda, aku mencoba melihat pakaian yang lain. Pakaian yang kuduga bukan milik tante linda.
"Astaga! ini pakaian punya siapa?!!", kutemukan tiga stel babydoll tidur transparan nan seksi tergantung di sebuah hanger (gantungan baju). Ketiganya berwarna violet, merah muda, dan hitam. Kuyakini ketiganya bukan kepunyaan tante linda.