Lanjutan
Beberapa jam sebelumnya, di pagi hari sekitar jam setengah tujuh, di sebuah rumah di bilangan kota Bandung yang suasananya masih asri.
Sakti sedang ngopi ditemani Kang Jajang, di teras depan rumah Kang Jajang, menikmati udara segar di pagi hari. Sesekali obrolan ringan terucap dari mulut mereka, hingga tiba-tiba Kang Jajang berbicara serius pada Sakti.
"Sak, Akang teh mau bilang sesuatu ka Sakti, kenapa Akang mau ngabantu Sakti untuk urusan Roni ini, Akang teh sakit hati ama kecewa ama kelompok Roni ini, lebih tepatnya yang jadi dalang dari semua kelompok Roni ini, dia dulu yang ngejebak Akang dan ngejerumusin anak Akang. Sakti tau yang namanya Ko Acong ama Hendrik..?" tanya Kang Jajang sambil menerawang ke depan jalan.
"Iya, Kang, Sakti tau nama-nama itu..." jawab Sakti disertai dengan anggukan.
"Mereka orang licik dan jahat, apalagi si Hendrik, seorang perwira polisi yang menyalahi jabatannya demi keuntungan pribadi, dulu sebelum Akang mengenal Pak Surya ama si Hendrik, ketika si Hendrik jadi atasan Pak Surya sedang mengamati pergerakan Ko Acong di Bandung ini, dia minta bantuan ke Akang dalam keadaan terluka tertembak pada paha ketika mengejar Ko Acong, kebetulan Akang bersama rekan melintas, Akang membantu dia dan meringkus Ko Acong, dan pertemanan Akang dan Hendrik pun dimulai dari situ sampe Akang mengenal Pak Surya. Tujuh bulan kemudian, si Hendrik meminta bantuan Akang untuk mencarikan tempat alasannya untuk keponakannya tinggal, dan Akang membantunya dengan mengontrakkan rumah Akang di wilayah utara padanya, tapi kenyataannya, kost-kost-an itu digunakan untuk lokalisasi terselubung ditambah tempat transaksi narkoba, hingga suatu saat rumah itu digerebek dan diperparah dengan Akang yang dijebak, kedapatan membawa narkoba di mobilnya, tanpa sepengetahuan Akang, semua bukti menyudutkan Akang, hingga Akang di tahan selama 2 tahun. Akang pun mengusut siapa dalang semua ini, dan ternyata semua mengarah pada Ko Acong dan si Hendrik bajingan ini. Ternyata mereka sudah menjalin kerjasama selama Ko Acong ditahan. Kalau saja bukan atas bantuan Pak Surya, mungkin Akang akan ditahan lebih lama. Pak Surya meringkus orang yang menjebak Akang, hingga hukuman Akang pun berkurang. Hingga suatu kejadian setahun yang lalu, anak Akang, si Dadang pun jadi korban mereka, anak Akang dibunuh seseorang dan Akang baru tahu beberapa bulan yang lalu, orang yang menyuruh membunuh anak Akang ternyata si Hendrik, karena anak Akang mengetahui bahwa Hendrik ini mo ngejebak Akang lagi, dan akan menguasai peredaran narkoba di kota Bandung ini. Sak, meskipun Akang orang brengsek, bukan orang bener, tapi mereka tahu bahwa Akang ga suka dengan apapun yang berhubungan dengan narkoba, dan Akang pasti akan menghancurkan perederannya di Bandung ini, itu yang membuat mereka ingin menghancurkan Akang. Makanya, sekarang mungkin saatnya Akang akan hancurkan jaringan Ko Acong sampe ke akar-akarnya, sebelum mereka bertindak lebih jauh, tapi untuk si Hendrik, Akang mungkin sedikit kesulitan karena notabene dia sebagai anggota kepolisian, Akang pasti akan sulit mendekatinya," tutur Kang Jajang, sambil berdiri ketika melihat seseorang mendekati dia.
Lelaki itu berbisik pada Kang Jajang, dengan anggukan dan senyuman lantas menepuk pundak dia,
"Nuhun, Den, jig tiheula, engke Akang nyusul," ujar Kang Jajang. Lantas lelaki tadi meninggalkan Kang Jajang. Dan Kang Jajang pun kembali ke tempat duduknya.
"Ada apa, Kang?" tanya Sakti.
"Barusan temen Akang ngasih kabar, si Roni inceran kamu dah kami ringkus, sekarang ada di gudang daerah Gedebage sana, jadi kamu ga usah repot-repot nyari dia," papar Kang Jajang
"Kok bisa, Kang? 'Kan baru tadi malem saya ngasih tau... dan meminta bantuan Akang mencari dia...??" tanya Sakti keheranan.
"Seperti Akang bilang tadi, Akang mau ngancurin jaringan Ko Acong di Bandung ini, dan itu dah Akang lakukan beberapa bulan yang lalu, sampe Akang ngedenger ada orang baru tangan kanan Ko Acong yg memimpin disini, usut punya usut ternyata si Roni. Di saat Akang mau habisin dia, kamu muncul dan kebetulan kamu juga cari dia."
"Kebetulan yah, Kang... Makasih banyak sebelumnya, Kang."
"Ya udah, kita sekarang ke sana, bentar Akang pamit dulu ama yang di rumah.., Aaaammmbu... Neeeenggg... Aaabbahhh angkaat heullaa.. Attii atiii di bumi..!!" teriak Kang Jajang ke dalam rumah.
"Kela, abah..." terlihat istri Kang Jajang tergopoh gopoh ke depan, "Bade kamana, Kang..?"
"Ieu Abah bade nganter Sakti ka rerencangAnna, moal lami. Ari si neng kamana..!!" jawab Kang Jajang sambil mengasongkan tangannya.
"Nuju ka warung, Kang, atuh ati-ati, Bah, tong sakaba-kaba akh, Ambu mah hariwang.. Sakti, Ambu nitip Abah ya?" sambil mencium tangan Kang Jajang, lalu melirik Sakti.
"Iya, Bu, maaf kalo Sakti ngerepotin ibu dan Kang Jajang."
"Teu nanaon, ngan eta weh, tong ngalakukeun nu aneh-aneh, awas, Bah. Ambu mah ambek geura. Ati ati!!"
"hehe moal, Ambu... nuhun Ambu, hayu Sak. Kita pergi."
Di perjalanan menuju tempat yang dituju, Sakti menelepon Dai untuk melaporkan yang ia dapat pagi hari ini.
"..Halo.."
...
".. Dai.. Kebetulan si Roni dah diringkus ama Kang Jajang, sekarang gue mau liat dia..!!"
...
"..ya.."
....
"Cing, gue dapat kabar baik si Roni kebetulan dah ditangkap ama rekan Kang Jajang, sekarang gue mo ke tempat mereka.."
...
"ooo gitu..,oke gue mo minta izin dulu ke Kang Jajang kalo gitu.."
...
"ya udah gue cabut sekarang"
...
Klik..
...
Setelah menutup HP-nya,
"Ada apa, Sak, menyebut-nyebut Akang barusan?"
"Gak Kang, itu Dai dan Anton bilang kalo bisa si Roni ini dibawa ke sana, biar yang ngasih pelajaran Bang Iwan, makanya Sakti bilang mo minta izin ke Akang selaku pihak yang menangkap si Roni.."
"hmmm.. si Iwan, yach.."
"Akang kenal dia..?"
"Pasti atuh, saha nu teu kenal Bang Iwan, dia yang megang di Medan sana. Pernah Akang ketemu dia dulu sama si Juned, tapi Akang masih berkomunikasi ama dia sampe sekarang!!"
"Ya , soalnya si Roni itu bekas anak buah dia... Gitu, Kang"
"hmmm, kalo gitu, Akang setuju, buat apa Akang ngotorin tangan Akang buat orang kayak si Roni.."
"Makasih, Kang."
Beberapa jam kemudian di sebuah bangunan mirip sebuah gudang dengan tumpukan barang barang rongsok.
Mobil yang membawa Kang Jajang, Sakti dan ketiga temannya, memasuki area parkir bangunan tersebut.
Terlihat di depan pintu masuk gudang berdiri 3 orang yang menjaga pintu, tak terlihat dari wajah mereka yang terlihat garang, tapi hanya roman mereka yang dingin yang membuat Sakti dan temannya sedikit gentar.
Salah seorang dari mereka mendekati mobil, dengan gerakan yang waspada pada mobil yang membawa Sakti.
"Sak, buka kaca jendelanya," perintah Kang Jajang.
Lalu..
"Eh... Abah.. Dikinten teh saha. Tos diantos Kang Dedi di lebet," dia menyapa dengan santun pada Kang Jajang, kalo orang yang sekilas pasti tak menyangka bahwa orang yang berkata santun ini merupakan salah satu sosok yang ditakuti di kelompok Kang Jajang.
"Ayo Sak, kita turun," Kang Jajang mengajak Sakti dan temannya turun.
Sakti pun menyapa ketiga penjaga dan menyalami mereka,
"Kenalin, Sak, dia Jaka, anak sulung Akang.. Dan itu," Kang Jajang menunjuk seseorang yang keluar dari dalam gudang.
"Kenalin ini Dedi, kepercayaan Akang, Dedi dan Jaka boleh dibilang mereka ini salah satu tangan kanan Akang."
"Sakti.." Sakti memeperkenalkan diri.
"Jaka..!!"
"Dedi..!! Ayo Kang, di lebet..!!" ajak Dedi.
"Kalian tunggu di sini, ama mereka biar gue yang masuk," perintah Sakti pada ketiga temannya, yang dibalas dengan anggukan..
Sakti melangkah masuk. Ketika berada dalam ruangan yang luas di dalam bangunan gudang, terlihat di tengah ruangan, beberapa orang mengelilingi 6 orang, 5 orang yang tergeletak dan satu orang dengan posisi tangan tergantung, dengan kaki yang terlihat lemas, seluruh tubuhnya berlumuran darah, sebagian wajah dari orang orang tersebut hampir tak dikenali karena luka lebam dan darah menutupi wajah mereka.
Kang Jajang mendekat.
"Maneh, nu ngarAnna Roni, tangan kanan si Hendrik," ujar Kang Jajang sambil menjambak rambutnya.
"Uuugghh.. Huuk huuk... Aaaammmpuun, Baaang," ujar lelaki yang disebut namanya Roni.
Jaka, anak Kang Jajang , lalu memukul perut Roni dari samping Kang Jajang.
Bugg..
"Ugghhh aaaammmpun hueekk" ujar Roni sambil memuntahkan darah segar dari mulutnya.
"Jawab, siah, sia sangeunahna datang ka Bandung bari rek ngaruksak, teu cukup sia ngaruksak adi kami... Ded.." lelaki tersebut memberi isyarat pada Dedi.
Ketika Jaka memberi isyarat ke Dedi, Dedi pun menunjuk beberapa anak buahnya, tanpa banyak bicara mereka menyeret dan menarik kaki salah seorang dari kelima anak buah Roni yang tergeletak tanpa rasa iba ke arah peti kemas yg berada tak jauh dari mereka. Lalu mereka membawa anak buah Roni ke dalam peti kemas lalu menutup pintu peti.
Tak lama
Arrggggghhhhhh....
terdengar lolongan keras dari dalam peti, lalu hening seketika.
Kreekkkk...
Pintu peti kemas terbuka, keluar salah seorang anak buah Kang Jajang yang tubuhnya berlumuran darah segar sambil menenteng sepasang kaki, lalu dilemparkan ke hadapan keempat orang yg tergeletak, dengan mata sayu dan rasa takut yg sangat keempat tubuh anak buah Roni beringsut merapatkan tubuh mereka.
"Ammmmpun, Bang, kkami hanya aanak buah Bang Roni, biarkan kkami pergi, maafin kkami, Bang, kami masih pengen hidup," mereka memelas meminta ampunan sambil menahan sakit dan kengerian.
Roni hanya menelan ludahnya melihat nasib salah seorang anak buahnya yang tak jelas, hanya potongan tubuhnya yang ada di hadapan dia.
"Sia tong mikiran anak buah sia, sia mah tinggal mikiran hirup sia...!!" kata Jaka sambil mengambil ancang-ancang akan memukul Roni.
"Bang Jaka, cukup Bang, biar saya yang bicara dengannya, tolong Bang Dedi lepaskan talinya," cegah Sakti, lalu Dedi mengangguk dan melepaskan tali yang menggantung tangan Roni, dan...
bruukkk....
Tubuh Roni ambruk, topangan kakinya tak mampu menahan berat tubuhnya.
"Loe yang namanya Roni bedul anak buah Hendrik, yang dulu jadi anak buah Ko Acong, ayoo jawab!" hardik Sakti sambil jongkok di hadapan Roni, Roni memandang sayu tak menjawab.
"Hmm.. hebat, loyal sekali ini tangan kanan si Hendrik, ga mau buka mulut, kelihatannya loe emang dah siap nyusul anak buah loe. Bang Ded, lanjutin tugas Abang ama dia, dia emang dah siap mati," sambil berdiri, lalu Roni memeluk kaki Sakti.
"Aaammmpunnnn, Baangg... Iya saya Roni, anak buah boss Hendrik, ammpunin saya, saya ga punya masalah sama semua yg ada di sini," Roni memelas
"Ga punya masalah, kata loe. Emang Anjing, loe. Lagi jaya, loe mengonggong memperlihatkan taringnya, pas terluka, loe hanya bisa terkaing-kaing. Denger, nama gue Sakti, gue anak buah Anton. Loe tau Anton, keterlaluan kalo loe ga tau Anton, nyawa loe di Medan sana dah diselamatkan ama dia, tp loe malah ngejebak dia di Bandung ini, punya nyali loe. Gue rasa, minta maaf pun, nyawa loe ga akan selamat," ujar Sakti memaki sambil tersenyum sinis.
Mendengar Sakti mengaku sebagai anak buah Anton, Roni tersentak, membuat dia merinding akan nasibnya. Tubuhnya menggeser menjauhi, lalu meringkuk karena sangat ketakutan.
"Aaampunnn, Baanggg, akku cumma disuruh boss Hendrik dan euuu .....Titta temannya Bang Anton... Hiiiks ammmpunin aku, Bang, aku masih pengen hidup," jawab Roni, mulai terdengar isakan tangis.
"Titta... Titta.... Titta???? Apa mungkin dia gadis yang dulu diceritakan Guntur...??" ujar Sakti berdiri sambil berfikir, lalu dia mengeluarkan HP dan meninggalkan Roni yg meringkuk, lalu menelepon.
"Hahaha sia kalahkah mewek, mana kawani sia nu kamari, hudang siah maneh!" ujar Jaka mendekat lalu menendangi tubuh Roni, saat Sakti meninggalkannya.
"Ammpunnn, Banggg, ammmpun, Bang maafin saya, Bang. Saya cuma disuruh uggh," ujar Roni sambil terus meringkuk menahan rasa sakit atas tendangan Jaka.
Saat Sakti menelepon,
"Hallo," ujar seseorang menjawab.
"Hallo... Kebo bunting, loe dah bangun.."
Ternyata Sakti menelepon Guntur.
"Loe tuch yach, ngeledek ga bosen bosen, udah dari tadi my man,... sekarang gue lagi jalan, mau cari info ama cari makan, ada apa, net?" jawab Guntur
"Hahaha... dikira lo masih ngeringkuk. Gini, loe dulu pernah cerita, saat loe ngegerebek Anna, loe bilang disana ada seorang cewek lagi namanya Titta??"
"Hmm iya, ada apa emang?"
"Gue dah nangkep si Roni, anak buah si Hendrik di Bandung, saat gue tanya dia, ternyata kejadian Anton dijebak itu ulah Hendrik ama Titta..!!"
"...................."
"Halo... Hallo, Kebo, loe masih disitu...? Haloo...?"
"Eh iya, Net. Gue denger...!!"
"Iya yang jebak Anton ama Renata itu Hendrik ama Titta, loe kenal kan, gue minta loe..." belum juga beres Sakti berkata,
"OK, Net, makasih infonya, sorry gue buru buru, ntar gue nelepon..!!"
Klik...
"Brengsek si Kebo, telepon gue dimatiin.." kesal Sakti.
"Gimana, Sak, urusan si Roni?" tiba-tiba Kang Jajang berada di sampingnya. Sakti menoleh lalu menatap Ronni dan anak buahnya.
"Hmm... Ronni saya bawa, Kang, biar Anton ama Bang Iwan yang nentuin nasib dia. Untuk anak buahnya, terserah mau Akang apakan, gue gak butuh mereka, mereka cuma anjing kurap yang ga punya nyali, hanya bisa sembunyi di balik lubang pantat bosnya!!" jawab Sakti.
"Ded, bawa si Roni ke bagasi mobil Sakti, nu lainna bereskeun kabeh," perintah Kang Jajang.
"Mangga, Kang. Ayo semua, denger ceuk Kang Jajang," ujar Dedi memerintah anak buahnya, lalu sebagian besar mereka pun menyeret anak buah Roni, terdengar jerit anak buah Roni yang meminta ampun, tapi tak mereka hiraukan, sisanya menyeret Roni, saat melewati Kang Jajang, Kang Jajang mendekati tubuh Roni yang diseret.
"Sia geus ngaganggu kami, pamingpin sia geus ngaganggu keluarga kami, geus ngaganggu Anton, anak junjungan kami, geus pasti hirup didinya taruhanna, tapi aing teu sudi kudu nyangkalak sia, euweuh hargana nyawa sia di hareupeun aing, jig si Iwan nu nangtukeun hirup didinya, mun sia masih bisa hirup keneh, inget aing, Jajang, moal mere ampun moal mere hirup pangedar jiga sia di Bandung ieu, geus bawa si Roni, geuleuh aing nempona.. Cuuah!!" ujar Kang Jajang keras, sambil meludahi wajah Roni, dan Roni pun kembali digusur ke mobil Sakti.
__________________________________________
Beberapa jam sebelumnya di pagi buta, di sebuah kamar di bilangan pinggiran ibu kota,
"Guntuuuuur , bangun.. Buruan sholat keburu habis waktunye..!!!"
"Iye, yak. Aye dah bangun dari tadi. Ini baru kelar sholatnye..!!"
"Tumben lu, Tong, dah bangun biasanya lu kayak kebo susah dibangunin," Enyaknya Guntur.
"Duh Enyak segitunye ke aye, gini-gini juga aye tuch anak Enyak. Malah diledek, berarti Enyak ga bersyukur punye anak seperti aye," Guntur merengut.
"Ceiiile... segitunya lu marah ke Enyak..." Enyak Guntur masuk ke dalam kamar Guntur dan tersenyum melihat Guntur yang sedang merapihkan alat solat, sambil membawa piring gorengan dan teh manis.
"Kalo Enyak ga bersyukur trus ga suke ke lu, Enyak ga akan nyuruh lu solat, Tong, Enyak ga akan bawain nih gorengan kesukaan lu, Enyak buang aja lu dulu waktu berojol, hihi..." Enyak Guntur sambil duduk di dipan Guntur untuk membereskan selimut yang habis dipakai Guntur.
"Iye... Iye.. aye tau Nyak, hehe.. Enyak sayang ama aye..!!"
"Tong, kapan Enyak punya mantu, buat bantuin Enyak?. Kapan lu ngelamar Vidya? Enyak dah ga sabar pengen punya mantu die. Babe lu juga dah pengen punya cucu dari lu!" Enyak sedikit merengut.
"Duh, Nyak, kalo aye kawin mo dikasih makan ape anak bini aye , Nyak..?"
"Lah.. lu kan bisa nerusin usaha angkutan Babe, Tong.. Siapa lagi yang nerusin.. Lu kan anak laki satu-satunya Babe..!!"
Dengan tersenyum, Guntur mendekati Enyak dan duduk lalu memeluk dari belakang tubuh Enyaknya.
"Enyak, aye ngucapin terima kasih banyak ke Enyak.. Babe... Dah banyak hutang aye ke Enyak Babe, aye bukannya ga mau nerusin usaha Babe.. Pasti kok aye nerusin usaha Babe, tapi aye mo nyoba sendiri dulu Nyak gimana susahnye cari kerjaan, cari duit tanpa bantuan Enyak Babe, untuk masalah Vidya, Enyak ga usah takut, nanti juga die jadi mantu Enyak, aye dah janji, kalo aye dah kerja, aye akan lamar die, dan die juga dah janji ke aye, mo nunggu aye ..!!
"Tong, Enyak tuch bersyukur punye anak kayak lu, meskipun lu bengal, keras kepala, manja... Tapi kalo Enyak liat, lu tuh laki yang tanggung jawab, mandiri, dan ngehormati perempuan, Enyak bangga punya anak kayak lu, kayak Babe ama Engkong lu.."
"Akh Enyak bisa aje, aye gini kan didikan Enyak juga.. Dah akh, aye mo ke air dulu, gerah."
Selang beberapa menit,
"Nyak... Aye mo pergi dulu."
"Bentaran lu, mo kamane, Tong?"
"Bentaran, Nyak, aye ada janji ama orang, ntar siang aye pulang lagi, soalnya musti jemput Vidya, Nyak.."
"Duh... kalo jemput si Vidya, lu nyempet-nyempetin, kl Nyak minta anter, susahnya minta ampun."
"Haha... kan Enyak dah ada pacar yang mesti antar jemput Enyak, tuh Babe, die ada di gerasi, haha!!" sambil mencium tangan Enyaknya.
"Lu tuh, Tong, bisa aje jawabnya, ati ati dijalan."
"Iya Nyak, amiiin, Nyak aye pergi"
Beberapa jam kemudian, di seputaran Senen Jakarta. Guntur yang berjalan menyusuri jalan tak henti-henti bergumam,
"Ke mana gue cari informasi jaringan si bajingan Hendrik ini, dah muter-muter gue lom dapet info sedikit pun. Gue juga gebleg, kenapa gue malah menyusuri jalan, mo dapat info dari mana? Yang ada, gue jadi kurus karena cape. Bener kata si Bimbim, emang bego gue... Heeeeuu.." gumam Guntur sambil menepuk jidat.
Kriiiiing
"Sapa sich yang nelepon gue, ga tau gue lagi kesel...??... Si Onet, mo apa die...??" setelah Guntur mengamati nomor yang masuk, setelah tau siapa yang meneleponnya.
"Hallo" ujar Guntur.
"Hallo... Kebo bunting, loe dah bangun.." tanya Sakti.
"Loe tuch yach, ngeledek ga bosen bosen, udah dari tadi, sekarang gue lagi jalan mau cari info ama cari makan, ada apa, Net?" jawab Guntur dengan sedikit mangkel akibat diledek.
"Hahaha... dikira lo masih ngeringkuk. Gini, loe dulu pernah cerita, saat loe ngegerebek Anna, loe bilang di sana ada seorang cewek lagi namanya Titta??"
"Hmm iya, ada apa emang?" jawab Guntur sedikit acuh, tiba-tiba matanya menatap seseorang yang turun dari taksi, tak jauh darinya.
"Gue dah nangkep si Roni anak buah si Hendrik di Bandung, saat gue tanya dia, ternyata kejadian anton dijebak itu ulah Hendrik ama Titta..!!"
"...................." Guntur yang merasa kaget, serasa mendapati momen yang serba kebetulan, saat Sakti yang menanyakan Titta, sesosok yang baru turun dari taksi adalah Titta yang berpakaian tak biasanya, dia memakai mantel panjang menutupi seluruh tubuhnya dan kacamata gelap, seakan Titta sedang menyamar, dan terlihat juga Titta yang berjalan gontai, karena Guntur merasa ga yakin akan dugaannya, akhirnya Guntur mendekatinya saat menelpon Sakti. Dan,
"Halo... Hallo, Kebo, loe masih di situ...? Haloo...?"
"Eh iya, Net... Gue denger...!!" suara Sakti membuyarkan pikiran tentang Titta di hadapannya.
"Iya, yang jebak Anton ama Renata itu Hendrik ama Titta, loe kenal kan, gue minta loe..." belum juga selesai Sakti berkata,
"OK Net, makasih infonya, sorry gue buru buru, ntar gue nelepon..!!" Guntur buru buru menutup telepon saat dia yakin di hadapannya adalah Titta, ketika melihat wajah wanita itu saat membuka kacamata hitamnya.
Klik...
"Ta... kamu Titta kan..?" tanya Guntur sambil menepuk pundaknya.
"Eh... Kaaaakk... Kak Guntur, ada apa, Kak?" jawab Titta.
Guntur merasa bingung untuk mengorek informasi Titta, di satu sisi Guntur telah mengenal lama Titta, di sisi lain Guntur tahu permasalahan antara Titta dengan Anton dan Anna, ditambah lagi info yang didapat dari Sakti barusan,
"Sebenernya, gue ga tega mengorek dia, tapi gue musti korek info tentang hubungan dia dengan si Hendrik," dalam pikiran Guntur.
Lanjut di bawah