Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT GELOMBANG NESTAPA

Episode 40
DENDAM DI ATAS CINTA (IV)





"Ok, cing gue cabut dulu," ucap Dai sambil menutup teleponnya.

Kemudian, Dai melanjutkan langkahnya dipagi hari ini, di mana seperti yang dia rencanakan sebelumnya bersama para teman dan sahabatnya, mencari orang yang telah mengusik Anton bersama keluarganya. Dan, Dai memilih untuk mencari seseorang yang menjadi tokoh kunci dalam bisnis hitam Hendrik. Dan, sosok itu adalah Arief, salah seorang tangan kanan Hendrik yang bertugas sebagai pemegang pembukuan keuangan bisnis gelap Hendrik.

Tak membutuhkan waktu lama Dai telah mendapatkan informasi di mana target yang ia cari ini berada. Dan, kini Dai berada di sebuah perumahan di pinggiran kota Bekasi, di mana sosok yang dia cari menurut info yang dia dapat bertempat tinggal bersama istri mudanya di perumahan itu.



Tak jauh dia berjalan langkahnya terhenti di sebuah kedai kopi di bawah pohon rindang di perempatan jalan. Dai berdiri terdiam, matanya tertuju pada satu rumah 50 meter tak jauh di seberang jalan kedai kopi. Diamatinya situasi dan kodisi rumah itu dengan cermat hingga tak ada suatu pun yang terlewat. Merasa dah cukup, Dai pun melanjutkan langkahnya, dia masuk ke dalam kedai kopi.


"Pagi Bang Kosan, biasa kopi susunya. Tolong buatin lagi, ga usah pake lama. Hehehe..." ucap Dai sambil duduk dipojokan kedai ke arah lelaki yang sedang membersihkan etalase.

"Lah, ini si abang Dai kagak salah pagi-pagi dah nongol. Hahaha...! Bentar bang, aye buatin." jawab Bang Kosan penjaga warung kopi disertai gelak tawanya.

"Gimana bang, ada info yang bagus?" tanya Dai sambil melirik ke luar, dia bertanya seolah telah mengenal lama pada abang penjaga kedai.

"Pasti bang, kalo info pasti update terus. Hehehe, untuk orang yang abang Dai cari sih, belom keliatan batang hidungnya. Udah 3 hari ini belum kembali ke rumah itu! Oiya, malahan tadi malam. Aye liat bininya pulang bersama lelaki yang aye tak kenal bang, keliatannya dia selingkuh, Bang. Silahkan kopinya, Bang!" jawabnya sambil memberikan kopi susu pada Dai, lalu ikut duduk di hadapan Dai

"Sstt... Bang. Coba liat dua orang lelaki yang lagi ngopi itu di sana! Mereka sedari malam mengikuti bininya yang abang cari." bisik Bang Kosan sambil tangannya menunjuk dua orang lelaki yang duduk di bawah pohon palem.

"Hhmm... Siapa mereka itu?" gumam Dai sejenak lalu bertanya padanya. "Bang Kosan kenal?"

"Dari gelagatnya, keliatannya mereka anak buah yang Bang Dai cari! Mereka sepertinya sedang memata-matai istri bossnya." jawab bang Kosan.

"Ya udah, Bang. Gue numpang nunggu di sini aje!" ucap Dai memberitahu. "Gue jadi penasaran dan curiga dia pasti muncul kali ini."

"Lah abang, kayak sama siapa aja? Santai aja. Iya kali bang, aye rasa juga begitu. Oh, Bang. Aye tinggal dulu bang, itu bini baru dateng dari pasar!" sahut bang Kosan sambil beranjak menyambut istrinya yang baru pulang dari pasar. Sementara Dai hanya mengangguk dan kembali mengawasi.

__________________________


Sementara itu, 7 jam sebelumnya di tempat lain, tepatnya jam 2 malam di sebuah tempat hiburan malam. Disaat tempat hiburan itu, akan mengakhiri aktifitasnya

"Bim, yang mana orangnya kroco Hendrik? Yang lu bilang, ngerecokin Anton. Lu yakin, dia mangkal di sini!" tanya bang Iwan, sambil mengamati orang orang yang bubaran dari sebuah hiburan malam.


"Menurut info Dai. Di sini bang, mangkalnya tuh Bobby! Tapi, ane lum lihat batang hidungnya. Kita tunggu bentaran, Bang!" jawab Bimbim sambil celangak-celinguk mencari sosok yang dia cari.


Beberapa menit kemudian...

Suasana mulai sepi dan sedikit lengang, hanya beberapa orang saja yang masih nongkrong depan pintu masuk.

"Bang.. Bang.. Lihat itu..!" ujar Bima menunjuk ke arah samping bangunan di sebuah gang kecil.

Di sana terlihat seorang lelaki yang sedang berbicara serius dengan sepasang muda-mudi, sambil menyerahkan sesuatu pada mereka.

"Ok, Bim. Lo bawa mobil, biar gue giring dia. Lo lihat situasi dan tunggu di sini!" ujar bang Iwan sambil melirik ke arah seberang jalan memberikan aba-aba pada anak buahnya.

Lalu Bang Iwan menyeberangi jalan yang sudah lengang. Dengan hati-hati, dia mendekati di mana Bobby berada, lalu dia mengambil posisi bersandar pada pagar dekat gang kecil, agar dengan mudah memantau Bobby. Bobby yang sedang bertransaksi di gang samping bangunan tersebut, tidak menyadari kehadiran Bang Iwan.


"Ok. Kalau lu butuh lagi, hubungi gue. Tinggal kontak-kontak, barang selalu siap buat kalian." Terdengar suara Bobby menyudahi transaksi dengan pelanggannya. Lalu Bang Iwan mengisyaratkan pada anak buahnya untuk mendekati Bobby.

Bang Iwan mengamati Jimmy dan Brandy yang mulai berjalan mendekati Bobby.


"Eheeem... Bang masih ada paketannya. Gue beli tiga paket dong, buat party ama temen gue." kata salah seorang anak buah Bang Iwan bernama Brandy mendekati dan berbisik pada Bobby sambil menunjuk pada temannya yang lain.

Bobby hanya memperhatikan anak buah Bang Iwan, seolah waspada dengan mereka, seseorang tak dikenal mencoba membeli barang pada dirinya.

"Soryyy...! Lo pasti bingung, gue dapet info dari mana? Kenalin, gue Brandy dan nih, temen gue Jimmy. Tuh penjaga pub yang ngasih tau gue, kalo gue butuh, hubungi loe orang." ujar Brandy menjelaskan untuk menjawab kewaspadaan Bobby yg sedari tadi terdiam. Lalu Brandy melambaikan tangannya ke arah penjaga pub, dan mereka pun membalas dengan mengacungkan jempol pada Bobby.

Sejenak Bobby terdiam, diperhatikannya wajah anak buah Bang Iwan satu persatu, hanya wajah yang bernama Brandy yang cengengesan melihat kecurigaan Bobby pada mereka.

Tapi bukan Bang Iwan namanya, jika tidak pintar dan licik dalam mengatur strateginya.

Dengan planing-nya, dia sengaja memilih dan mengajak anak buahnya yang tidak terlalu mencolok dari segi penampilan dan wajahnya. Sehingga orang lain yang tak tau pun ga akan menyangka bahwa kedua lelaki yang dibawa Bang Iwan adalah seorang yang sadis dan bengis.

Setelah menilai penampilan keduanya, rasa curiga Bobby pada Brandy dan Jimmy sedikit berkurang. Dan yang membuat yakin adalah karena biasanya Om Hendrik memberitahu jika ada pihak polisi yang menyamar jadi pembeli di wilayahnya ini lalu Bobby tersenyum.

"Sorry, Bang. Gue musti waspada, kalo ada pelanggan baru! Gue Bobby, tadi abang mau pesen berapa paket?" tanya Bobby mulai yakin, sambil berjabat tangan. Dalam otak Bobby, dia merasa senang bertambahnya pelanggan baru membuat target yang ia terima telah tercapai.

"Cukup 3 paket aja, kira-kira berapa duit?" Brandy balik bertanya.

"Untuk pelanggan baru, saya kasih diskon dah ***jt. Gimana abang mau? Barang bagus bang, dijamin ok!" Bobby mulai hilang kecurigaannya dan mencoba mulai ramah pada pelanggan barunya ini.

"Gimana bro, nih orang ngasih kita diskon, lu mau ambil ga?" tanya Brandy ke Jimmy yang sedari tadi hanya diam.

"Oke dech. Gue ambil. Tapi, duit gue kurang dikit, lu ada ga?" Jimmy menjawab.

"Ah lu, kebiasaan. Katanya, lu mau traktir ujung-ujungnya patungan juga." Brandy menimpal.

"Duit gue tinggal di mobil, gue ambil dulu, lu nunggu dulu di sini!" jawab jimmy sambil berlalu meninggalkan mereka berdua ke arah pelataran parkir.

Sudah terlalu lama Jimmy belum juga muncul membuat Bobby merasa resah.

"Gimana Bang? Dah lama nih, gue nunggu temen abang! Jadi gak, soalnya gue musti pulang?" tanya Bobby yang ga sabar menunggu.

"Nggak tau nih, kok lama banget. Emang lu mau balik. Gini aja, kita susul dia ke parkiran! Sekalian deh, gue anter lu pulang, gimana? Atau lu mau ikut party ama kita-kita..?" ajak Brandy.

"Duh gimana, yach?" Bobby sedikit bimbang akan tawarannya, dalam pikirannya ingin rasanya dia merayakan keberhasilannya mencapai target penjualan dan bertambahnya pelanggan, hanya saja orang yang mengajaknya masih asing.

"Lah santai aja, ini ane undang lu sebagai perkenalan. Udah ga usah dipikirin, gue ini yang bayar jualan lu." ujar Brandy membujuk Bobby sambil merangkul Bobby dan memaksa Bobby menuju pelataran parkir.

Bang Iwan yang sedari tadi mendengar, tersenyum setelah melihat target yang dicari ternyata sangat mudah terpedaya, lalu bang Iwan berjalan kembali ke seberang pinggir jalan menuju Bima alias Bimbim yang menunggu di mobil.

"Gimana, Bang? Sukses?" tanya Bimbim saat bang Iwan masuk ke dalam mobil

"Ternyata, itu orang bener-bener bego. Mudah tertipu, kok bisa gangguin si Anton. Ok, Bim. Kita jalan, kita tunggu mereka di sana!" ujar Bang Iwan sambil mengacungkan jempolnya.

"Siiippp... Ok, bang siap!" jawab Bimbim dengan tersenyum, lalu menyalakan mobil dan mulai meninggalkan tempat itu.








Lanjut
 
Terakhir diubah:
Lanjutan




"Kata orang-orang, jatuh cinta saat masih SMP itu, sama dengan cinta monyet, ya." Tita pun tersenyum sambil mengingat kenangan dulu.


"Tapi, tidak untuk aku. Fiuuuh..." Titta menghembuskan nafasnya sambil menerawang jauh.


"... Cowok itu, bisa membangkitkan semangatku dan aku sangat menyukainya dari awal. Dari sejak kecil kondisi fisikku sering terganggu, aku mudah sakit-sakitan dan aku harus selalu melakukan serangkaian pengecekan tes dan laboratorium ini dan itu. Disaat kondisi seperti itu, orangtuaku malah tidak mendampingiku. Aku selalu dititipkan ke Bi Irah, dan dia yang tahu semuanya tentang riwayat fisikku. Sampai akhirnya, aku bisa mengenal seorang bocah laki-laki. Dan seiiring waktu kita sering bertemu di taman Rumah Sakit." Titta terdiam sejenak untuk menarik nafasnya.



"Aku sering bercerita kepadanya tentang sakitku ini. Dia sangat peduli padaku, saat itu. Setiap hari, sepulang sekolah. Aku dan dia selalu bertemu dan kami selalu membicarakan hal-hal yang menyenangkan. Sehingga kadang membuatku lupa akan rasa sakit yang kurasakan. Karena seringnya kami bertemu, aku pun merasakan perasaan suka padanya.


Guntur hanya terdiam dan mendengarkan, ketika Tita sedang bercerita. Sedangkan di meja lain. Anton nampaknya sedang mengingat-ngingat sesuatu.



"Kenapa ya, cerita Tita mengingatkanku akan cerita masa remajaku sendiri! Apa ini seperti suatu kebetulan yang disengaja? Ah, semua ini bisa saja terjadi dalam hidup, hanya sebuah kebetulan saja, dunia ini 'kan sempit. Jadi bisa saja seseorang mempunyai kisah yang sama dengan orang lain." gumam Anton dalam hati.


Saat Anton sedang mendengarkan obrolan Tita dan Guntur.


Tiba-tiba...


Ada seseorang yang masuk ke dalam cafe di mana Tita, Guntur dan Anton sedang berada. Dia adalah Randi, teman kampusnya Tita yang memang dari awal mereka sudah berteman. Randi menyukai Tita. Namun, Tita menganggap Randi sebagai teman biasa saja.


Saat Randi masuk ke cafe dan sedang memilih tempat duduk, dia pun melihat keberadaan mereka.


"Eh, itukan Tita! Dengan siapa dia berbicara, ya? Lho...itu juga. Kok ada Anton, ya? Ada apa ini? Sepertinya, ada sesuatu yang terjadi di antara mereka. Aku harus tahu apa yang terjadi?" gumam Randi membatin.


Akhirnya, dia pun mencari posisi tempat duduk yang tidak diketahui mereka, sehingga Randi bisa mendengarkan obrolan mereka.


Titta pun meneruskan ceritanya. "Hari demi hari. Aku pun semakin akrab dengan teman lelakiku itu. Dia sering menemaniku saat menjalani pengobatanku. Selama aku mengenalnya, aku tidak pernah mengizinkan dia untuk main ke rumahku, karena aku tidak mau dikasihani dan aku enggak mau dia terluka jika suatu saat ada yang terjadi dengan diriku. Padahal, dia sering memaksa meminta alamat rumahku. Tapi sering pula, aku tidak memberikannya, cukup kami bertemu hanya di raman saja."


Titta menyunggingkan senyum walaupun itu terlihat seperti dipaksakan.


Di meja Anton...


"Haah...! Kenapa yang Titta ceritakan barusan, mengingatkanku akan seseorang yang dulu pernah aku kenal, ya?" ucap Anton dalam hatinya.


Titta pun melanjutkan kembali ceritanya, setelah dia meminum teh manis hangatnya. "Bi Irah dan suster di RS di sana pun, sudah hafal dengan teman dekatku itu. Jadi saat dia ke RS, pasti selalu diizinkan menemaniku, karena mereka tahu kalo aku sangat menyukainya dan dia bisa membangkitkan semangat hidupku. Dikarenakan saat itu pengobatanku tidak ada kemajuan yang pesat, maka suatu hari orangtuaku menyuruh untuk berobat ke Singapore saja. Menurut mereka, mungkin aku jauh akan lebih baik kalau menjalani pengobatan di sana. Dan, kebetulan pada saat itu, ayahku mempunyai bisnis di sana, sehingga mengharuskan keluargaku pindah ke Singapore."


Titta terdiam menarik nafas menahan rasa sakit yang mulai terasa pada dirinya.


Setelah rasa sakitnya mereda, kemudian Titta pun melanjutkan ceritanya kembali.


Tita pun kembali menarik napas panjang dan terdiam tak berkata lagi, matanya menatap ke arah sebuah taman yang ada di depan kafe tersebut. Air matanya kembali menetes seperti memikirkan sesuatu.


Tiba-tiba...


Guntur memecah keheningan, lalu ia berkata. "Ta, dari tadi kamu bercerita tentang cowok masa kecilmu, tanpa menyebutkan namanya. Aku boleh tahu siapa dia, Ta? Sepertinya, dia cowok yang kamu sayangi sampe saat ini, ya?"


Guntur penasaran pada sosok cowok yang diceritakan Titta sejak tadi.


"Hmmm...." gumam Titta sejenak.


"Kamu ingin tahu, siapa cowok itu?" tanya Tita sambil tersenyum dan mengusap airmatanya.

"Ya, aku ingin tahu, Ta! Siapa dia? Kalo kamu tidak keberatan!" desak Guntur penasaran.


"Kak Guntur.... Aku percaya sama kakak dan aku pasti akan mengatakan siapa cowok itu? Tapi, saat aku katakan siapa cowok itu? Aku ingin Kak Guntur jangan bilang kesiapa-siapa, ya? Sebelum Tita izinkan nanti Kak Guntur boleh mengatakan semua ini kepadanya." ucap Titta menjawab dengan sedikit mengajukan persyaratan pada Guntur.


"Kok, kamu bilang gitu sih, Ta? Kayak aku mengenal cowok itu, sih!" tanya Guntur makin penasaran.


Tita pun tersenyum kecil sambil menatap wajah Guntur. "Asal kamu tahu ya, Kak. Lelaki masa kecilku itu adalah orang yang dekat dengan kamu."


"Hah...! Maksudnya Ta?" ujar Guntur seketika kaget. "Aku semakin enggak ngerti dengan semua ini. Kenapa dia dekat denganku? "

Guntur semakin nggak mengerti akan semua ini.


Di meja Anton, saat Tita sedang mengungkapkan jati diri lelaki itu.


Tiba-tiba...


HP Anton berbunyi, dan saat dia ngecek HPnya. Ternyata, ada telpon dari Sakti, dan Anton pun keluar dari kafe tersebut utk menerima telponnya.


Sesaat Anton berada di luar...


"Halo...! Iya, Net. Gimana?"


.....


"Ya udah, bawa Si Roni ke sini! Biar Bang Iwan yang ngurusin dia. Oiya, bilang ke Kang Jajang terima kasih atas bantuannya. Dan, gue juga makasih ke lu net, karena udah bela-belain gue, saat lu musti honeymoon."


....


"Ok.. ati-ati di jalan!"


kliik


Anton pun kembali duduk, dan diam-diam ingin menguping pembicaraan Titta dan Guntur yang sempat terpotong tadi.


Di meja Tita saat anton meninggalkan tempatnya...


"Dia siapa, Ta?" ujar Guntur, karena seketika Tita pun terdiam tidak melanjutkan ceritanya.


"Ayo, Ta! Lu jangan diam aja, Ta! Ayo jawab! Siapa dia?" desak Guntur dengan wajah penuh penasaran, Guntur memandang Tita tajam. "Kamu bisa mempercayaiku, Ta. Aku bakal simpan rahasiamu, sampai kapan pun juga!"


Titta pun kemudian membalas, "Aku percaya sama kamu, Kak." Setelah mengucapkan itu, Titta pun menangis lalu menutup wajahnya dengan kedua tangannya.


"Cowok masa kecilku itu, dia bernama Anton! Hiks... Hiks... Ya, dia Anton Suryadinata." ucap Tita dengan suara lirih.


"Hah...! Apa Taaa? Anton..... !" sahut Guntur kaget seakan tidak percaya dengan apa yang ia dengan barusan. "Maksud lu Anton sohib gue, Si Cacing?"

"Ya, dia sahabat kakaknya kak Guntur." ujar Titta dengan lemas, dan terlihat raut wajah Titta yang semakin pucat dan lemas.


praaaanggggg...


Terdengar suara gelas pecah di belakang Guntur, saat Guntur melirik ke belakang, terlihat punggung sosok lelaki yang sedang menunduk membersihkan pecahan gelas di lantai.


Lalu...


"Jadi selama ini, dia itu adalah temen kecilmu? Dan laki-laki, yang kamu cintai sampai sekarang, Ta? " ucap guntur melanjutkan pertanyaannya tadi yang tertunda.


Titta pun terlihat lemas dan dia hanya mengangguk saja untuk menjawab pertanyaan Guntur.


"Tapi kenapa dia sampai tidak mengenali kamu, Ta?" tanya Guntur makin penasaran.


"Dengan kondisi badanku yang sering sakit-sakitan, menurut tradisi orang Jawa mungkin harus diganti nama. makanya, saking sayangnya, Bi Irah padaku. Dia pun lalu meminta kepada orangtuaku untuk digantikan namanya, agar aku tidak sakit-sakitan lagi, karena nama itu sangat berpengaruh sekali, menurut orangtua zaman dulu. Namaku sebenarnya adalah Juwita dan Anton mengenalku dengan nama Wita. Jadi wajar kalo dia tidak mengenaliku, terlebih saat aku kenal dengannya, aku masih kurus kering dan dulu kulitku pun hitam, ditambah rambutku selalu pendek, jauh berbeda dengan sekarang." lirih Titta menjawab sedikit menahan sakit tanpa terlihat oleh guntur.


"Hmmm..." gumam Guntur sejenak.


"Pantes saja, dia enggak mengenali kamu?" ujar Guntur mulai memahami permasalahannya.


Dengan tubuh semakin lemas, Titta pun membuka dompetnya dan memberikan sebuah foto kecilnya dulu ke Guntur.


"Ini fotoku dengannya saat itu!" ujar Titta memberitahu.


Guntur pun melihatnya.


"Pantas saja dia tidak mengenalmu, Ta. Dulu kamu sangat kurus, tapi sekarang kamu… " belum juga guntur selesai berbicara.


Tiba-tiba...


Bruuuggggggg....


Tubuh Titta limbung terjatuh ke lantai, jatuh pingsan di hadapan guntur.



"Tittaaaa...!" Guntur mencoba beranjak cepat meraih tubuh Titta, tapi tiba-tiba seseorang mendorongnya hingga terjatuh.



"Titta ... Titta kamu kenapa? Titta bangun ...!" ujar lelaki itu segera memangku kepala Titta ke pangkuannya dan menggoyang-goyangkan tangannya.


Saat tersadar, siapa yang mendorong dia, Guntur pun teringat dia itu adalah Randi teman sekelasnya Titta.


Saat itu juga Anton kembali masuk ke dalam kafe, dan seketika Anton melihat apa yang terjadi. Tubuh Titta sudah terkapar di lantai. Di atas pangkuan Randi tak jauh Guntur pun terduduk di lantai, Anton berlari mendekati mereka.


"Kenapa Dia?" tanya Anton pada Guntur, dan hendak membantu Randi yang akan memangku Titta.


"Jauhi dia...!" Randi menepis tangan Anton dengan kasar.


"Hey, ada apa ini? Gue cuma bantu lu." Anton merasa keheranan saat dirinya akan membantu Randi ditepisnya dengan kasar.


"Tak usah banyak bicara, sudah sana pergi! Jauhi Titta, atau gue...." Randi yang makin emosi, diletakan kepala Titta lalu Randi berdiri menghampiri Anton sambil mengepalkan tangannya.


"Cing, lu mundur aja dulu, biar aku dan dia yang ngurus, Titta." Guntur mencoba meleraikan Randi.


"Lu bantu gue, kita bopong Titta ke RS." perintah Guntur pada Randi. Emosinya sedikit teralihkan, lalu dia membantu mengangkat tubuh Titta. "Dan, lu Cing. Lu ikutin kita." perintah Guntur membuat Anton makin bingung dengan semuanya ini.








Lanjut kebawah...
 
Terakhir diubah:
Lanjutan





6 jam sebelumnya...


Dalam perjalanan menuju pinggiran kota, Bobby duduk di depan, di samping Jimmy yang mengendarai mobil. Sedangkan, Brandy duduk di belakangnya dengan tangan menyandar di jendela mobil yang terbuka, sesekali dia memainkan asap rokok disela-sela menikmati hembusan angin pagi hari yang menerpa wajahnya.


Karena masih merasa canggung, Bobby memberanikan diri memulai percakapan. "Bang... Keliatannya, abang bukan orang Jakarta, ya?"


"Iya, kita berdua dari Medan. Baru kemaren nyampe." jawab Jimmy sedikit cuek sambil mengendarai mobilnya.


"Oooww...!" gumam Bobby dari bibirnya membentuk huruf O.


"Dalam rangka apa nih, Om? Kerjaan atau bisnis, Bang. Bisa dong, gue ikutan!" lanjut Bobby sedikit cengengesan melihat reaksi Brandy dan Jimmy yang terkesan cuek dan berwajah dingin.


"Bisa banget. Makanya, gue ajakin loe sekarang! Gue mau ajakin loe, bisnis ama kita-kita." timpal Brandy. Kepalanya tiba-tiba muncul di tengah antara Jimmy dan Bobby yang merubah duduknya, lalu menunjuk ke arah sebuah bangunan yang dikelilingi tembok tinggi.


"Jim, itu tempatnya! Yang sebelah kanan, ya!" lanjutnya mengarahkan Jimmy yang sedang mengendarai mobil..


Mobil itu menyeberang lalu berhenti di pintu gerbang, Brandy lalu turun dan membuka pintu gerbang.


Kemudian, mobil pun memasuki halaman yang lumayan luas di balik gerbang. Sebuah bangunan menyerupai rumah yg lumyan besar di tengah halaman.


"Ayo turun!" ajak Jimmy tanpa melirik.


Bobby pun ikut turun, ada sedikit was - was dalam hatinya, melihat keadaan bangunan itu terlihat sepi. Apalagi bangunan tersebut, berada jauh dari lingkungan penduduk. Sehingga menambah kesunyian tempat itu.


Sambil berjalan mengikuti Jimmy di belakangnya, Bobby bertanya. "Bang, ini tempat siapa? Kok sepi, katanya mau party. Tapi..."


"Emang loe, kalo lagi make. Seneng yang rame? Banyak orang? Ya udah, kita ke pasar aja..!" celetuk Brandi yang tiba-tiba muncul.


"Eenngg.. Enggak gitu juga, Bang. Tapi, aneh rasanya. Sepi gitu, Bang. Gak ada musik. Gak ada cewek.."


"Dah loe diam aja, berisik banget sich..!" hardik Jimmy sambil menoleh ke belakang, rona wajahnya sedikit berubah membuat Bobby sedikit gentar, lalu melangkah mendekati Bobby dan merangkul pundaknya.


"Loe ngikut aja, jangan banyak ngomong!" bisiknya di telinga Bobby sambil sedikit menyeret Bobby agar mengikuti langkahnya.


Sesampai di ruang tengah yang sedikit lebih luas dan memiliki 3 buah akses pintu, salah satunya akses yang dilewati oleh Bobby.


Bobby mengamati ruangan yang luas itu, ruangan yang terkesan kosong tanpa perabotan, hanya ada 4 buah kursi semacam sofa yang mengelilingi meja bundar.


"Loe tunggu dulu di sini ama si Brandy! Gue ke kamar dulu bentaran!" ujar Jimmy sedikit mendorong Bobby hingga terduduk disalah satu sofa.


Dan Brandy duduk di hadapan Bobby sambil menopang kaki kanannya dengan kaki kirinya, sesekali mulutnya menghembuskan asap rokok yang tak habis-habisnya dia isap.


Dalam keraguan dan kewaswasan Bobby dalam hatinya, Bobby memberanikan diri bertanya untuk menghilangkan kegusaran hatinya. "Bang.. Kok Bang jimmy, tiba-tiba berubah gitu wajahnya!"


"Biasa aja kok, ga ada yang berubah." jawab Brandy dengan senyum menyeringai, lalu menghisap rokoknya lagi sambil mengadahkan kepalanya di sandaran sofa.


Kreeek...


Tiba-tiba...


Pintu yang tadi dimasuki Jimmy terbuka, Jimmy muncul sambil membawa dua botol minuman.


"Brand loe bawa gelas, gue mau nyambut nich orang!" ujar Jimmy dengan sedikit kedipan mata pada Brandy, Brandy pun mengerti dan dia pun beranjak menuju pintu yang lain.


"Bang..! Tadi Bang Brandy ngomong, bahwa gue mo diajakin bisnis. Emang bisnis apaan?" tanya Bobby sedikit hati-hati berbicara pada Jimmy.


"Hhmm...!" Jimmy hanya menggumam tak memberi jawaban.


"Ntar loe, tau sendiri." Timpal Brandy yang sudah nongol sambil membawa beberapa gelas di tangannya. Lalu diletakkannya di atas meja.


"Mana paket yang gue pesen tadi?" tanya Jimmy.


Sorot mata Jimmy tajam menatap Bobby, membuat Bobby mulai dirasuki rasa ketakutan. Selama ini, Bobby belum pernah mengalami hal ini. Berhadapan dengan Hendrik pun, dia masih bisa menutupi rasa takutnya. Tapi sekarang, jangankan membalas tatapan Jimmy, untuk bicara pun dia gugup.


"Aaannuu Bang.. Mmmaaf.. Uuuaangnya."


"Loe takut, gue ga bayar, nih..?" jawab Jimmy sambil merogoh saku dalam jaketnya, dan mengeluarkan uang yang digulung terikat karet gelang, lalu dilemparkan pada tubuh Bobby. Dan, itu membuat Bobby gelagapan menangkap uang yang dilemparkan Jimmy.


Brandy berjalan, lalu berhenti di belakang Bobby, lalu tangannya memegang bahu Bobby dan membungkukan tubuhnya dan berbisik. "Mana paketnya..!?" dengan senyum menyeringai pada Bobby.


"Eh, Iiiinii Bang!"Bobby merogoh saku celananya dan mengeluarkan beberapa paket, sebelum dihitung Brandy merebutnya lalu melemparkannya ke atas meja.


"Bbang.. Itu lebih..!"


"Gue bayar..!" Brandy merogoh sakunya, mengeluarkan uang tanpa dihitung lagi, lalu memasukan uang pada saku kameja Bobby.


"Mmaakasih Bang Brand.. Tapi pppaket itu tterrlalu banyak uuntuk kita bbertigga.." ujar Bobby gagap. Dia tau kalau dirinya tak lepas dari pandangan Jimmy.


"Itu bukan untuk kalian bertiga! Tapi buat kamu sendiri." suara seseorang menyahuti.


Tiba-tiba...


Muncul dua orang dari balik pintu yang Jimmy masuki tadi.


"Kkkammu.." saat tau seseorang yang dia kenal mengikuti lelaki yang berbicara padanya, lalu Bobby refleks akan berdiri, tapi dengan cepat Brandy menangkap bahu Bobby dan mendorongnya agar duduk kembali, lalu memiting lehernya sehingga Bobby tidak bisa meronta.


Jimmy pun langsung menangkap kaki Bobby dengan cepat, dan mengikat kaki Bobby pada kaki sofa. Begitu juga tubuh dan tangannya, diikatkan pada sofa.


"Hai Bob..! Lue masih inget gue.. Haha lue pasti inget, secara aku yang gerebeg lu saat lagi ngentot rame-rame ama si Titta, gue suka liat wajah lu yang malu karena diarak telanjang oleh warga." tawa Bima yang tadi muncul dari balik pintu bersama Bang Iwan.


Tawa Bimbim terhenti, lalu menyeret sofa ke hadapan Bobby dan duduk, wajahnya mengamati Bobby.


"Mmmaaau aappaa luu.. Cepet lleepasinn guuee.. Luu janggan mmacam-maccam ama gueee.." ancam Bobby dalam ketakutannya, sambil meronta-ronta tubuhnya agar terlepas dari ikatan.


"Uuuuiiih... Dia ngancem, Bang!" ledek Bima.


"Denger, Bob...! Dulu gue, Anton, melepas lu agar lu itu sadar. Tapi kenyataannya, lu malahan terus terusan ngeganggu Anton ama Anna, lu telah bergabung ama si Hendrik untuk kerja sama ngancurin keluarga Om Surya, lu salah besar telah menabur genderang perang ama si Anton, sekarang lu tanggung akibatnya." lanjut Bimbim menampakan wajahnya yang dingin dan sangar.


Brandy dan Jimmy mendekati paket yang dia beli dari Bobby dan meraciknya pada suntikan yang dia telah persiapkan sebelumnya di bawah meja.


"Mmmmau appa kamu sebenernya annjingg...!" Bobby memaki Bimbim.


"Bim... Liat gonggongan seekor anjing yang hampir mati, dia mencoba menakuti anjing lainnya, hahaha..." tawa Bang Iwan.


"Bbbang Jjimmy .. Bbang Brrandy tolongin gue.. Lepasin gue, gue nggak punya urusan sama kalian."


"Apa lu bilang." Bang Iwan sedikit Naik Pitam lalu menjambak rambut Bobby.


"Denger lu, Anton itu anak boss gue, lu udah kerja sama ama si anjing Hendrik untuk ngancurin Pak Surya ama Anton. Gue sebagai anak buahnya, nggak akan tinggal diam. Lu denger...! lu dah ngegali kuburan lu sendiri." maki Bang Iwan.


Melihat keseriusan Bang Iwan akan menghabisi nyawa Bobby, membuat Bimbim sedikit gentar, karena seumur hidup dia belum pernah ngebunuh orang.


Bang Iwan melirik Bima dan melihat kegusaran Bima akan dirinya yang akan menghabisi Bobby.


"Bim.. Dah lu pulang sana..! Biar anjing ini, urusan gue."


"Tapi.. Bang." jawab Bimbim.


"Tttooolooong... Tolong ggue Bimmm, gue mmasssih pengen hhhiidup, aampuniin ggue Bbim... Ggguuee mmmohon... Gguee.. kkapook." ratap Bobby ditambah keseriusan Bang Iwan yang akan membunuhnya. Sekilas dia melihat beberap pipet suntikan di hadapannya telah terisi paket narkoba yang dijualnya.


"Bbbaaannngg guuee mmoohoon.. Lleepaasiiin gguee... Ammbilll seemua uaaangg gueee Baang... gguee jaaanjii, gueee ga aakkan gannggu Annton dan jjauuhi ddia... Biimmm ttolong gguue Biiimmm... Maaaffin guee..." ratap Bobby terus memohon untuk dilepaskan.


"Duuiiit... Berapa banyak duit lu punya, buat bayar nyawa loe?" hardik Bang Iwan keras.


Brandy dan Jimmy sudah siap-siap akan menyuntik dengan menjentik-jentikan jarinya pada pipet suntikan.
Dan itu, membuat Bobby makin ketakutan hingga dia mengompol di celananya.


"Bbbaaanng, ggueee moohon baang, gguuue aaakaan mminta bbaantuan om Hhendriik aattw oorraaanngg ttua ggue bbang.. Ttinnggal aabbang sebuttin aaja bbang, toolong bbang ggue mmasih ppengen Hhidup" ratap bobby.


"Bang Iwan, biar Bimbim yang bicara ama dia bang, abang tunggu dulu bentar." ujar Bimbim, Bang Iwan menatap Bima, lalu mengangguk dan memerintahkan anak buahnya untuk mundur.


"Bob, lu bilang. Lu mau usahain apa yang gue minta, asal ngelepasin lu?" ujar Bim-Bim, sambil jongkok di hadapan Bobby.


"Iiiya , lleppasin guue , gguee pasti kkasih aapaa yaaang kaaliaan mintaa..?"


"Oke, coba lu hubungi orang yang lu andelin." Bim-Bim merogoh saku Bobby dan mengeluarkan HP Bobby dari saku celananya.


"Siapa yang akan lu hubungi?" tanya Bimbim sambil memeriksa kontak-kontak dalam HP Bobby.


"Coba hubungi om Hendrik , Gue mmau coba mmnta ttolong padanya."


Bimbim mengangguk, lalu mencari no Hendrik dalam kontak HP, setelah dapat, Bimbim menekan tombol panggil, lalu diloud speaker kan, agar Bima dapat mendengarkannya.


Tuuut.... Tuuut...


"Hhaaalloo ooom." saat itu telepon diangkat.


"Aanjjing , Tai lu, pagi-pagi buta lu dah bel gue, mau apa lu? Gangguin gue lagi tidur..!"


"Ooomm tolonggin Bobby, Om. Ada yang mau bunuh Bobby, Om. Dia minta tebusan om.. Bantuin Bobby om kasih Bobby pinjaman.."


"Haaaa....! Ga salah denger gue."


"Iiyaa, ooom. Ttolong Bobby..!"


"Hahaha... Dasar anjing lu, pagi-pagi dah nelpon. Gangguin gue lagi tidur. Tai lu, seharusnya lu dah tau resikonya gabung ama gue. Sekarang ada yang mau bunuh lo, minta tebusan buat nyawa lu, emang lu dah ngasih apa ke gue hingga lu minta bantuan guee..?"


"Ooommm ttolongin Bbobby omm , bboby mmohon"


"Anjing lu, anak buah gue ga ada yang cengeng kayak lu, bilangin ke orang yang ngancam lu, kata gue silahkan bunuh lu, lu ga berharga bagi gue, dan lu mulai sekarang jangan ganggu lagi gue.."


"Oommm .. Toolong .. Ommm..ommm"



Tuuuuuutttt



"Hmm... Orang yang lu andelin udah ga peduli ama lu.. Betapa hinanya lu Bob," Bima sambil menutup telepon


"Tollong telepon bookaap gue.. Gue mmmohon.... guee akan cobaa." Bobby tetap memohon.


"Okay, mungkin itu harapan lu terakhir gue kira, yang mana?" jawab Bimbim sambil mencari kontak.


"kkontaknya, bbokap ggue."


Bima mengangguk.


Lalu...


Tuuuttt... Tuutt...


"Halo.."


"Mau apa lagi kamu, anak bangsat?"


"Pah tolongin Bobby, Pah. Nyawa Bobby terancam Pah, Bobby mohon Pah, bantuin Bobby Pah, kasih Bobby uang."


"Uang... Apa uang kata kamu, dasar anak brengsek, kamu itu telah mencoreng nama keluarga kita, ga ada kelakuan kayak kamu digaris keturunan kita, aku ga sudi menolong kamu.. Gara-gara kamu, istriku... ibumu yang ngelahirin dan ngebesarin kamu sekarang musti dirawat di RSJ... cuuiih... "


"Pah tolong sekali ini aja Pah, maafin Bobby Pah, tolong bantuin Bobby, dan Bobby ga akan ganggu papa lagi untuk selamanya."


"Apa kamu bilang, ga akan gangguin lagi, sekarang apa yang kamu lakukan sekarang menelepon saya pagi-pagi?"


"Paaaahhh tolonggin Bobby paaah, aku mohon.."


"Hey denger yach, anak bangsat. AKU NOTOMIHARDJO TIDAK PUNYA ANAK YANG BERNAMA BOBBY, Sekali lagi TIDAK PUNYA, mau kamu mati dibunuh aku ga peduli."


"Paahh"



Kliikkk..


Telepon pun diputus sepihak.


"ckck.. Nasib lu Bob, orang tua yang membesarkan lu pun sudah gak peduli, parah banget lu Bob kelakuan kamu itu!" gumam Bima


Bobby pun lemas harapan terakhirnya pun ga menolong, matanya menatap kosong seolah sudah pasrah akan keadaannya.


"Itulah kamu Bob, dalam hidup kamu itu hanya dalam kesenangan semata, disaat susah tak seorangpun membantu, dihidup lu hanya menciptakan permusuhan di atas kepuasan Lu, dan sekarang rasakan sendiri, lu ga ada seorang pun yang bantu." Bima berdiri lalu.


"Bang, aku minta dia masukan ke dalam gudang bang, biar dia memilih mati di tangan abang atau mati sendiri" ujar Bima pada Bang Iwan.


"Bener apa kata lu Bim, buat apa kita ngotorin tangan ini, buat orang kayak dia, Bran .. Jimmm bawa dia ke gudang sama itu semua biar dia memilih untuk kematiannya."


Brandi dan Jimmy pun menyeret Bobby yang masih terikat di sofa dan dilepas ikatannya saat di dalam gudang yang tertutup tak ada jendela satu pun yang ada hanya lubang kecil di atas pintu sebagai ventilasi udara.


Lalu Jimmy melemparkan semua suntikan yang telah berisi racikan buatannya.


Sebelum ditutup....


Bima berdiri dan berkata, "Gue kasih kebebasan lu memilih, mati di tangan mereka atau lu mati bersama mimpi indah mu yang tak bisa lu wujudkan di dunia nyata ini.! oke Bob, sampe jumpa lagi di alam sana, semoga lu berubah di sana, ok Bang Jimmy kunci dia."


Brukk...


Klik...


Pintu pun di tutup dan dikunci dari luar oleh Jimmy.


"Bang dengan ini kita ga akan berurusan dengan hukum, biar dia sendiri yang melakukannya." ujar Bimbim.


"Hahaha... Bener lu bener Bim, kita ga usah repot-repot ngehapus jejak , tinggal buang aja dikali selagi sekarat atau dikostnya, biar orang nyangkanya overdosis, hahaha..!!" jawab Bang Iwan,


"Emang abang tau, Kost-nya." tanya Bimbim


"Lu ngeraguin sahabat kamu si Dai soal ngorek info, dah pokoknya loe nyante aja biar abang ama temen abang yang urus, sekarang mana minuman tadi? Kita minum dulu, nunggu pilihan si Bobby... Jim mana minuman yang lu bawa." ujar Bang iwan


"Nih, Bang!" sambil menyicikan botol minuman pada gelas.


"Lho kok berbuih , kok baru tau merek ginian berbuih." ujar Bang Iwan melihat melihat merk sebuah minuman beralkohol yang tertera dan lalu dicicipi.


"Gila ini sih, coke.. jimmy loe tuker isinya "Bang Iwan sambil matanya mengernyit saat mencicipi minuman tadi.


"Cuma botolnya, Bang. Gue beli di loakan, dan isinya gue masukin ama coke di supermarket, kan seperti abang bilang, NO WOMAN, NO DRUGS AND NO ALKOHOL." dengan cuek Jimmy menjawab dan meminum air dalam gelas.

"Hahaha.. Haha " semua tertawa mendengar jawaban Jimmy dengan mimik wajah tanpa dosa.






Lanjut
 
Terakhir diubah:
Lanjutan





2 jam berlalu, dan mereka hanya bisa duduk di kursi UGD menunggu. jam sudah menunjukan pukul 15.30 wib. Namun, Titta masih saja belum sadar juga.



4 jam sebelumnya...


Saat Titta dilarikan ke RS yang tak jauh dari kafe, Titta pun langsung dirawat di ruangan IGD , setelah semua ditangani oleh suster di sana Guntur, Anton dan Randi pun keluar menunggu di depan pintu ruangan IGD.


"Gue heran, kok para perawat sepertinya mengenal Titta, Titta langsung diterima dan cepat mereka tangani dan anehnya semua perawatan administrasi mereka yang urus." Anton memulai percakapan.


"Maaf kak lebih baik, Kak Anton untuk sekarang lebih baik pulang, biar urusan Titta, Randi yang urus." Tiba tiba dengan ketus Randi dengan menampakan wajah gak suka dengan keberadaan Anton.


Anton merasa tersinggung dengan perkataan Randi ini ditambah reaksi dia saat di kafe tadi, membuat Anton sedikit terpancing emosinya.


"Maksud lo apaan, lo boleh gak suka gue, kalo gue ada di sini, tapi katakan dulu gue pengen tau alasannya?" jawab Anton sedikit meninggi sambil berdiri menghadapi Randi, begitu juga Randi yang gak suka akan keberadaan Anton siap akan menghajar.


Melihat gelagat mereka makin panas akhirnya Guntur meleraikan dengan berkata. "Lo berdua apaan sih, bikin keributan di sini, apa kagak malu, dah lo Ran, lo tau rumah tantenya si Titta kan? lo susul mereka gih kasih kabar mereka tentang kondisi Titta saat ini!" ujar Guntur sedikit keras.


Randi hanya terdiam menatap tajam Guntur, dan Guntur merangkul Randi dan berbisik pada Randi.


"Kalo lo emang sayang Titta, lo lakuin apa yang gue perintah, biar urusan Anton gue yang urus?" bisik Guntur pelan ditelinga Randi.


Akhirnya Randi pun menuruti apa yang Guntur suruh, dia pergi tanpa sepatah kata pun
.


"Dah lo Cing, kita tunggu di sini sampe si Titta siuman." Guntur merangkul Sahabatnya ini.


Setelah beberapa menit saat emosi Anton mulai mereda.


"Gimana lo udah nanyain ke si Titta soal kejadian di rumah si Bobby itu...?" tanya Anton mencoba memulai percakapan dengan Guntur.


"Cing... Kok tadi saat dikafe itu, kok lo tiba-tiba ada di sana sih, kapan lo datangnya?" Guntur sengaja mengalihkan perhatian dengan menanyakan ini teringat janjinya pada Titta dan dia kira belum saatnya Anton tahu.


"Gue tadi gak sengaja ke kafe, niat gue mau minum kopi sambil nunggu info dari si Sakti, tapi saat gue masuk gue lihat loe bareng si Titta dan kayaknya sedang asik lo ngobrol ama dia." jawab Anton dengan mata memandang ke arah pintu di mana Titta dirawat.


"Lo cerita dong dapat info apa tuh cewek?" lanjut Anton.


Ada rasa marah dan kesal pada Anton dalam hati Guntur.


"Eh, lo malah bengong gue tanya? Kenapa sih lo?" tanya Anton yang keheranan melihat Guntur yang hanya menatap dirinya tanpa menjawab pertanyaannya.


"Eh, oiya kenapa, Ton?" ucap Guntur sedikit gugup.


"Yeiii, lo ngelamun, ya? Ngelamunin apa sih lo. Hhmm? Pasti ada sesuatu, ya. 'Kan gak biasanya lo gini! Gua tanya lo gugup? Cerita dong apa yang lo omongin dengan si Titta tadi?" desak Anton.


"Emang lo tadi gak denger apa yang kita omongin gitu?" Guntur merasa Anton mendengar apa yang disampaikan Titta tadi.


"Gue sempet denger sih, sedikit obrolan kalian. Aku denger dia menceritakan soal masa kecilnya. Namun, keburu gue terima telepon dari si Onet, jadi aja gue keluar kafe dan enggak denger apapun. Memang ada apa, ada sesuatu yang pentingkah?" jawab Anton sambil merubah posisi duduknya.


Guntur pun langsung cepat tanggap dan dia yakin kalo Anton belum tahu kalo Titta adalah temen kecilnya, dan karena dia berjanji untuk tidak mengungkap dulu soal Titta ke Anton akhirnya, dia pun mengalihkan pembicaraan ke hal lain.


"Gak lah Cing, kagak ada obrolan penting sih, cuma sedikit ngobrol soal seseorang di kampus dan aku memang sedang menanyakan soal kejadian di rumah si Bobby tapi dia malah keburu pingsan." Guntur berkilah.


Tiba-tiba...


Suster menghampiri Guntur dan Suster bilang kalo Titta harus dirawat di RS dan segera akan dipindahkan ke ruangan. Namun, memang kondisi Titta masih belum sadar dan masih belum banyak bisa diajak bicara.


"Cing.. Gue mo nemenin Titta dulu yah, sampai keluarganya datang... lo mau ikut nemenin dia gak?" ujar Guntur.


"Yaudah, aku nemenin loe sebentar deh. Tapi, sorry gue ga bisa lama nemenin loe di sini soalnya tadi si Onet nyuruh gue nemuin dia" jawab Anton.


"Ok kalo gitu, tuh kita anter Titta ke kamar perawatan," balas Guntur, saat suster yang membawa Titta melintas di hadapan mereka.


Tiba di ruangan perawatan, terlihat Titta masih dalam keadaan tertidur. Guntur dan Anton pun masuk dan melihat kondisinya.


"Kasian ya, si Titta sampe pingsan gini dan kenapa di hidung dan pipinya kok ada merah-merah kehitaman gitu, ya?" tanya Anton.


"Ya mana gua tau Cing, gue bukan dokter... tapi Lo kalo lihat dia ada sesuatu enggak yang lo rasa?" Guntur balik bertanya ke Anton.


"Maksud lo apa?" tanya Anton.


"Ya maksud gue lo inget seseorang gitu kalo lo lihat dia?" sedikit memelankan suaranya.


"Ah, kagak inget siapa-siapa, yang ada gue kalo liat dia suka keingetan soal kejadian kemarin itu!" balas Anton.


"Gue ingin cari tahu ke dia soal si Bobby, ya! Gue justru ngeliat dia sebel banget kalo inget kejadian itu, tapi dengan kondisi dia begini kok, aku ngerasa kasian, ya." Lanjutnya sambil memandang Titta yang tergolek di atas ranjang.


"Cuma itu aja Ton yang lo inget...??" selidik Guntur.


"Ya itu aja." jawab Anton singkat.


Guntur pun semakin yakin kalo Anton belum tahu siapa Titta ini sebenarnya, "Cepat atau lambat kamu pasti tau, Cing. Siapa Titta sebenernya, biarlah waktu yang menjawabnya." dalam hati Guntur sambil memperhatikan Anton yang memandang Tita.


Tak terasa senja pun menjelang.


"Si Randi kok, belum datang aja, ya. Keluarganya juga belum nongol juga, ya." Anton yang merasa mulai kesal menunggu.


"Lagi di jalan kali Bro... lo tahu sendiri sekarang kan malming waktunya macet." jawab Guntur acuh.


"Kebo, gue balik duluan yach , lo mau ikut gue atau lo nunggu dulu keluarganya?" tanya Anton.


"Gue nunggu keluarganya dululah di sini, kasian dia sendiri takut ada apa apa, gini gini juga dia kan temen kampus kita." jawab Guntur.


"Oh ok...kalo gitu gue balik dulu ya..." pamit Anton.


"Eh, Cing. Beneran lo gak akan nungguin si Titta sampe siuman. Katanya? lo pengen ngorek info dari dia, gue gak mau lo nyesel Cing.. tapi yaudah ..ati-ati ya lo..." balas Guntur, dalam hatinya dia ingin menahan Anton agar terungkap siapa Titta.


Setelah Anton pergi, Guntur duduk di samping ranjang, menatap tubuh Titta yang tergolek tak berdaya.


"Ta, gue gak bs liat lo menderita gini, gue mesti bicara."


"Mas ini siapa?" tiba-tiba seorang suster masuk lalu menyapa.


"Eh, aku teman kampusnya Sus,aku yang bawa dia ke sini...!" jawab Guntur sedikit gugup.


"Oh, kirain saya Mas ini pacarnya Titta," balas suster sedikit mengoda Guntur.


Sehingga membuat Guntur salah tingkah.


"Bbu...bbukan Sus..."


"Yaudah kalo bukan, kok sampe gugup gitu, hmm Titta ini pas kuliah mulai jarang kontrol sih jadi aja kambuh lagi sakitnya," ucap suster sambil memeriksa keadaan Titta.


"Sus.. Kok, suster tau Titta." tanya Guntur keheranan.


"Aku udah mengenal Titta dari dulu karena dia sering keluar masuk ke RS," jawab suster sambil memeriksa selang infusan ditangan Titta, dan saat dia pegang tangan Titta, tubuh Titta bergerak, dan matanya mulai terbuka.


"Titta... Alhamdullilah kamu sadar sayang..!! Tuh temen kamu khawatir liat kamu gini." sapa Suster sambil mengusap kepala Titta, terlihat suster ini sangat menyayangi Titta, tampak bulir air mata di kelopaknya mulai menggenang.


"Akh.. Aaku ddimana iini?" tanya Titta lemas.


"Sayang kamu di RS sekarang, tadi kamu pingsan lama, kamu sih bandel gak pernah kontrol aja hampir 5 bulan kamu ga cek-up, 'kan suster bilang jaga kesehatan dan rajin kontrol." jawab suster dengan terus mengusap kepala Titta dengan lembut.


"Sssusster Yeni...!!!!." ucapnya pelan, dengan dalam kondisi lemah, Titta mulai menyadari siapa suster yang dihadapannya tersebut.










Lanjut kebawah lompat satu lapak hehe
 
Terakhir diubah:
Lanjutan




"Ta, syukurlah kau sudah sadar. Aku panik tadi ketika kamu pingsan dan akhirnya, aku bawa kamu ke RS." sela Guntur.


"Kak Guntur.. Kkaamu ssudah ttau.. Hiiks..." lalu Titta pun menangis.


"Sudah.. Sudah hapus air matamu sayang, kamu kan gadis kuat dan cantik, pasti sembuh kayak dulu lagi." ujar suster Yeni menguatkan Titta.


"Ayo kita pasang infus dulu ya, setelah itu minum obatnya, ya cantik." lanjut suster Yeni memang sudah terbiasa mengurus Titta dan sudah hafal betul riwayat sakitnya.


"Kak Guntur, makasih ya, udah bawa aku ke sini dan menungguku di sini! Sekarang aku udah ada suster Yeni yang bakal jagain aku, kamu pulang aja kasian takut kamu kecapean dari tadi nemenin aku." ujar Titta lemas tanpa menoleh sedikit pun pada Guntur.


"Ga lah, Ta. Aku seneng udah bisa bantu kamu, aku di sini ingin pastikan kamu sehat lagi! Oiya, Ta. Tadi pas kamu pingsan, Anton ada di kafe kita tadi dan dia mengantarmu ke sini juga,tapi sebelum kamu sadar dia udah balik karena ada urusan yang harus dia selesaikan" balas Guntur.


"Aapa kkak Anton ke sini?" Tita terkejut.


"Ya dia ke sini! Tapi, ga lama, Ta." balas Guntur.


Saat Guntur berbicara tentang Anton, suster Yeni masih ada di ruangan, dia menyela. "Hhmmm Anton. Bentar bukannya dulu kamu punya pacar namanya Anton, ya kan sayang. Apa itu Anton yang dulu yg setiap sore selalu datang ke RS yang selalu menemanimu?" tanya suster Yeni.


"Ya Sus, dia Anton. Lelaki yang dulu sering ke RS." jawab pelan Titta, matanya memandang ke arah jendela sambil mengigit ujung selimutnya.


"Ohhh kamu masih berhubungan, dengannya."


"Sudahlah Sus, gak usah bahas dia lagi, dia sudah tidak ingat aku lagi dan juga Titta pun sudah melupakan dia." dengan posisi tak berubah Titta tetap mengacuhkan keberadaan mereka berdua.


"Maksud kamu, Dia sudah tak ingat kamu ya?"Suster Yeni menoleh ke arah Guntur, Guntur hanya menganggukan kepala menjawab pertanyaan suster Yeni.


"Yaudah sayang, yang terpenting sekarang kamu jaga kesehatan, biar bisa sembuh lagi, soal Anton sudah ga usah dipikirkan dulu walaupun suster tau kalo kamu menyukainya sedari dulu. Dah sekarang minum obat dulu ya..!" Suster Yeni pun memberikan obat ke Titta.


"Sekarang kamu istirahat, suster mau lanjutkan pekerjaan dulu ya, kalo ada apa-apa kabari, ya." pamit suster tapi Titta seperti acuh tak peduli.


"Makasih, Sus." jawab Guntur, suster pun membalas dengan senyum sebelum meninggalkan kamar Titta.


Setelah mereka tinggal berdua dalam kamar, tak seorang pun berbicara, Guntur pun mengambil kursi dan duduk di sebelah ranjang Titta, dengan merogoh saku Guntur mengeluarkan HPnya dan mengetik sesuatu.


"Kak Guntur, aku mohon maafin aku yah, Aku merasa umurku tak akan lama lagi, aku ingin kakak menolongku untuk terakhir kalinya." tiba-tiba Titta berbicara dalam keheningan, dengan susah payah Titta meraih tas di atas meja dan mengeluarkan sesuatu lalu diberikan pada Guntur, sebuah kotak transparan yang berisi sebuah jam tangan.


"Kak, jikalau aku udah ga ada. Tolong ceritain siapa aku ke Anton, tolong kasih jam ini ke dia dan katakan aku tetap setia menunggunya hingga saat ini!" matanya mulai sembab menahan air mata.


"Gak baik ah, kita gak tau yg namanya umur, lebih baik kamu yang memberikan pada Anton, gue ingin kamu tak menyesal seumur hidupmu." Guntur tak menerima kotak di tangan Titta.


"Tapi aku ngerasa Tuhan akan mengambil nyawaku. Hiks... Hiks... Aku sudah gak kuat menahan rasa sakit ini... Hiks.. Ya Allah, maafkan atas perbuatanku selama ini, hidupku banyak melakukan hal-hal kotor, aku terpaksa melakukan ini semua ya Allah...disisa usiaku aku ingin perbaiki hidupku kalo aku boleh meminta, Aku capek dengan semua ini... Aku capek jadi budaknya Hendrik yang selalu menganggapku rendah.. Aku kotor, aku benci semua ini... Hiks... Hiks..." Titta menangis menyesali semuanya.


"Sudahlah, Ta. Optimis untuk sembuh agar loe bisa memulai hidup yang baru dan menebus dosa yang lo perbuat selama ini!" ujar Guntur menenangkan Titta.


"Kak Guntur, aku tahu kakak sedang mencari info tentang hubunganku dan apa yang terjadi dengan kak Anton."


Dengan tubuh lemas dan menahan nyeri Titta pun mencoba bangun dan duduk bersandar di atas ranjang,


"Aku mau kasih tahu bahwa dalang dari semua ini adalah Hendrik, dia yang sudah merusak semuanya, termasuk yang merusak keluarga Anton. Dia bekerjasama dengan Hendra untuk menghancurkan keluarga Anton... Dan.. Hiks...."


Titta tak melanjutkan ceritanya dia menangis menutup wajahnya..


"Sudahlah, Ta."


"Enggak kak Hiks.. Aku ingin semua ini berakhir, aku ga mau beban dalam sisa hidup aku, hiks... hiks... aku lelah kak." ujar Titta sambil mengusap air mata.


"Kak, aku bergabung dengan mereka hanya keterpaksaanku saja, dalam ketidak berdayaanku, aku hanya ingin melindungi orang yang kusayangi tak lebih, memang dulu aku sedikit mencoba menarik perhatian kak Anton. Tapi itu semua sia-sia, hingga... Hiks... Semuanya terjadi.. Aku pun terjerat akan semuanya Hiks... Aku tak bermaksud untuk itu melukai kak Anton, aku hanya ingin dia tau siapa aku dan menolongku dari semuanya, tapi.. Mungkin ini nasib aku kak,.. "


"Sudahlah, Ta. Jangan bahas itu dulu, gue harap lo sembuh dulu, untuk masalah Anton nanti kakak bantu, sekarang lu istirahat dulu, ya?"

...
...

"Titta.... Titta kamu kenapa Nak hiiks ? Kamu 3 bulan menghilang hiiks tanpa kabar." tiba-tiba seorang wanita setengah baya datang memeluk dan mencium Titta.


"Ttttanteee .. Ttante Maria kok tau Titta di sini," tanya Titta melepaskan pelukan wanita yang ternyata adalah tante Titta yang bernama Maria.


"Tadi Randi ke rumah, ngabarin ini semua!"

"Randi kok dia tahu aku ke RS..?" Titta sejenak memandang Guntur.


Randi pun masuk ke ruangan.


"Hai Ta. Kamu sudah siuman? Ayo jangan bikin kami resah gini dong!" sapa Randi tersenyum


Titta hanya membalas dengan tersenyum.


"Titta kamu ke mana aja nak, semenjak tante pulang kamu pergi tanpa kabar, dan semenjak itu om kamu pun jarang pulang, tante tinggal di sana sendirian hiiiks, cepet sembuh yah nak, kita pulang dan tinggal sama-sama lagi hiiiks" tanya tante tak kuasa menahan kerinduan pada Titta, terus mengusap kepalanya dengan hangat seolah ada perasaan keibuan pada diri Tante Maria pada Titta.


"Maaf tante, Titta sudah ga pantas tinggal di sana, biarkan Titta hidup sendiri, tante ga usah cemaskan Titta" jawab Titta dengan lemas.


Randi dan Guntur saling memandang tak tahu apa yang musti mereka lakukan.


"Titta kamu kenapa Nak? Hiks... Apa salah tante?" Tante Maria memeluk erat Titta.


"Hiks ga tante .. Tante gak salah,..hiiks" jawab Titta dalam tangis meringis kesakitan.


"Ehhm..!" lelaki berkacamata ber jas putih tiba-tiba muncul tanpa disadari.


"ehh.. Maaf dok.. Maafkan saya.." ujar Tante Maria sambil mengusap air matanya, hanya Titta yang memalingkan wajahnya acuh dengan kedatangan dokter sambil tangannya meremas perutnya.


"Maaf kalo boleh tau, anda orang tuanya Nona Titta, maaf saya dr. Kuciah karena dokter yang sedari dulu menangani nona Titta yaitu dr. Ivy sedang ada keperluan mendadak, maka saya untuk sementara mengganti beliau, untuk merawat dan mengobati Titta selama dr. Ivy belum kembali." ucap dr. Kuciah sambil menjabat tangan Tante Maria.


"Iya dok, saya Maria ibu kandung Titta, gimana hasil pemeriksaannya?" jawab Tante Maria.


"Eh...!" Titta terkejut akan ucapan Tante Maria, dia menoleh ke arahnya sambil tangannya meremas bagian perutnya.


"Kebetulan bu, saya ada yang mau dibicarakan dengan ibu hasil dari pemeriksaan tadi, dan digabungkan dengan catatan record kesehatan Nona Titta, bisa ibu ke ruangan saya sebentar." ujar dr. Kuciah tersenyum. Meskipun tersenyum tapi terlihat senyum yang dipaksakan di wajah sang dokter.


"Baik, Dok." jawab Tante Maria seakan tau apa yang akan di bicarakan.



________________________________________




Dalam perjalanan pulang perasaan Anton tak menentu, ada sesuatu yang mengelitik pikirannya, yah pikirannya tetap pada sosok Titta, dia terus mengingat kemiripan Titta dengan sosok yang dikenalnya dulu.


Hingga di tengah perjalanan, "Pak, puter balik kembali di mana tadi saya naik!" perintah Anton pada supir taksi.


"Baik, Pak!!"


Setibanya di halaman depan RS, seturunnya dari taksi yang dia tumpangi, Anton tak langsung memasuki bangunan RS. Tapi, dia hanya memandangi bangunan tua itu, pemandangan yang berbeda dengan 12 tahun yang lalu, beberapa bangunan baru telah berdiri seiring perkembangan jaman.


Anton melangkah memasuki bangunan dan kemudian dia berhenti kembali dan menatap sebuah halaman yang tak pernah berubah masih seperti dulu.


Lalu dia duduk di halaman memandangi sepasang anak abg yang sedang bersenda gurau di hadapan Anton, mengingatkan semua akan kenangan lama.


"Ternyata kamu masih ingat yah, masa-masa itu!!" tiba tiba seorang suster berbicara padanya dan duduk di sampingnya. Sesaat kemudian, Anton berpaling pada oran yang barusan mengajaknya ngobrol.


"Ssuuster.. Suster yang dulu..!" ucapan Anton terhenti ketika dia ingat wajah suster di hadapannya, meskipun raut wajahnya tak semuda dulu, tapi tak sedikitpun Anton melupakannya.


"Iya ini aku, nak Anton, gimana kabar kamu, sudah lama aku tak berjumpa dengan kamu?" balas suster dengan tersenyum.


"Bbaik, Sus. Kkenapa suster masih mengenali aku?" heran Anton.


"Aku tak akan lupa pada orang yang telah membuat semangat hidupnya timbul kembali..!" balas suster matanya memandangi muda mudi berpakaian SMP yang mengobrol sesekali si gadis tertawa.


"Lihat itu.. Ton!" tunjuk Suster Yeni, Anton pun kembali memperhatikan sejoli muda-mudi yang asyik bercanda tanpa memperdulikan dirinya.


"Bocah itu sama seperti dirimu di waktu itu, dan gadis itu telah di vonis kanker otak stadium 2, setiap hari sang bocah sepulang sekolah terus hadir menemani gadis itu untuk memberikan motivasi agar jangan menyerah akan penyakitnya." dengan senyum simpul di bibir suster.


"Sus,?" Anton mencoba memahami perkataan suster


"Temui dia Ton, dia telah lama menanti kamu, dan sekarang entah kapan Tuhan akan memanggilnya?"


"Wiiita... Witta disini suster? Dimana... Di mana dia sekarang..?"


"Dia selalu dekat dengan kamu, Ton. Tapi, kamu tak menyadarinya selalu."


"Siapa Sus...? Aku makin tak mengerti?"


"Witta adalah Titta Pradita , adik kelas kuliah kamu, Ton."


Jelegaaaarrr.... Bagaikan disengat petir di siang bolong, Anton terhenyak mendengar apa yang terucap di mulut Suster Yeni, sekejab membuat Anton terdiam sejenak dan lalu bangkit beranjak pergi tanpa berucap sepatah



______________________________________




"Silahkan duduk, Bu!"


"Iya, Dok. Gimana hasil pemeriksaan anak saya, " karena penasaran yang sangat membuat Tante Maria resah.


"Hhmm, melihat track record kesehatan Nona Titta untuk selama ini, membuat saya terkejut dan berkeyakinan bahwa dia bisa bertahan untuk penyakit yang diidapnya, melihat tubuhnya yang sehat dan ciri fisik akan penyakit ini tak terlihat pada tubuhnya tak mencerminkan dia menderita penyakit lupus, yah tak seperti kebanyakan orang lainnya secara fisik Nona Titta lebih kuat dibanding mereka.


Maka dari itu dr. Ivy mengizinkan pasien pulang dengan syarat cek-up rutin jangan terlewatkan. mungkin dulu sebelum pulang dr. Ivy sudah menyampaikan kiat agar kondisi Nona Titta jangan terlalu capai apalagi stress dari segala aktivitasnya, sekarena dua hal ini bisa memicu kestabilan imun dalam tubuhnya menjadi terganggu.. FFuufft" dr. kuciah menarik nafas sejenak.


"Yang saya sayangkan, kenapa hampir 7 bulan ini nona Titta sudah tak cek-up lagi, dengan hasil sementara yang saya dapatkan. Inilah yang membuat dr. Ivy dan saya kagum akan sosok Nona Titta yang selalu bersemangat akan melawan penyakit yang dideritanya." lanjut dr. kuciah, sedikit perubahan pada wajahnya saat membaca laporan hasil pemeriksaan Titta.

"Mmmaksud ddokter... Aapa Titta anak saya baik baik saja..?" Tante Maria tak mengerti akan penjelasan dr. Kuciah.

"Hmm... Saya akan bertanya sebelumnya, jadi gini bu, dengan rasa sakit yang dideritanya ini saya sebagai dokter pun sangat terkejut, kira-kira apa yang buat dia bertahan menurut ibu..?" lanjut dr. Kuciah.

Tante Maria hanya tertegun menerima penjelasan dr Kuciah.

"Sungguh Dok. Aku jadi tak mengerti"

"Maaf bu akan saya jelaskan, Nona Titta anak ibu mengidap kanker selain lupus yang dideritanya, menurut hasil pemeriksaan tadi anak ibu mengidapkanker serviks stadium dua, dan ini yang membuat sakit yang sangat pada tubuhnya, maka yang saya katakan tadi disaat fisik Nona Titta ini drop. Tapi, dia mencoba melawannya dengan kuat, apa yang membuat dia abaikan rasa sakitnya ini apa ibu tau.. Dan saya tidak tahu dia akan bertahan sampai kapan... Menghadapinya ini, maka dari itu mungkin jika ibu bisa menjelaskan apa yang buat dia bertahan selama ini bisa bantu dia untuk melepaskan penyakit yang dideritanya." sambil menutup berkas pemeriksaan Titta dr. Kuciah yang mencoba menerangkan apa yang terjadi dan memberi harapan pada Tante Maria.

Tante Maria hanya tertegun diam, tak bicara dan hanya mengeleng-gelengkan kepalanya sambil menatap wajah dr. Kuciah, air matanya mulai jatuh tak tertahankan.

"Bu, bersabar yah, kami sebagai team dokter Nona Titta akan terus membantu menyembuhkan penyakit yang diidap anak ibu!!" dr. Kuciah memberi semangat pada Tante Maria.

Tante Maria tak membalas, dia bangkit dan berjalan dengan gontai keluar ruangan, dengan lemas dirogohnya tas lalu menelepon.


"Kkaakk... Hiks... cepatlah ke sini! Aaku .. Huuuhuuu." HPnya terjatuh tak kuasa Tante Maria menangis meraung di depan pintu ruang kerja dr. Kuciah, membuat jadi perhatian banyak orang yang melewatinya.








Bersambung....:galau:









NEXT -----> ~~EPISODE 41~~
 
Terakhir diubah:
Bimabet
Masih di gelombang 805 FS

Gelombang para Bapers:Peace:


Makasih... Buat momod yang udah buka gembok thread ane...

makasih juga u para bapers yang masih nunggu lanjutan cerita,


Sebagaimana ane sibuk di RL
tapi ane masih punya kewajiban yang musti ane kelarin disini..

Ok sambil ane edit edit lanjutannya

ane mo nyapa nyapa ke sohib sohib ane dimari hehe..


Pengen disebutin satu satu tapi kesannya dah tamat hehehe..

Padahal mereka yang terus nuntut pertanggung jawaban ane,
(serasa dah hamilin anak orang hadeeuuuh!!)






Tetep keep smile para bapers...
Dan tetep setia di gelombang 805 FS
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd