Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Finding Reality ACT II

Bimabet
Nah, sekarang saya akan menjelaskan tentang foto kemarin.

Sesuai urutan kemunculan dalam cerita ya.

Pertama Vanka alias Thacil, sebagai Gluttony (kerakusan). Ya udah jelas lah ya. 'Pembersihan' yang dilakukan di kulkas nya Adrian udah jadi bukti nyata. Sebenernya gak cuma kulkas sih.
FYI, kebanyakan yang di 'bersihkan' oleh Thacil adalah cemilannya Adrian.
Kasihan dia, udah sekarang jatah cemilannya 'dibatasi' sama Shani, dihabisin lagi sama Thacil.

Kedua Shania alias Nia, sebagai Wrath (kemarahan). Gak usah dijelasin kali ya.

Tunggu, kok gue ngerasa ada yang lagi melototin gue ya?, batinku.

"Aduh duh, Nia ampun Nia!!"

"Lo lama-lama kayak Ian ya ngeselinnya"

"Untung gak copot kuping gue"

Barusan udah jadi bukti kan.
Main langsung pergi aja lagi orangnya.

Oke, lanjut yang ketiga, Stefi sebagai Greed (keserakahan). Alasannya sebenernya agak maksa sih, karna dia 'satu-satunya' member yang pernah ngerasain 3 team.
Iya sih, kapten & wakil kapten team T saat ini juga pernah. Tapi bedanya, kalo 2 orang itu 'turun' dari team J, terus team K3 dan kemudian team T. Stefi kebalikannya, dia 'naik' dari team T ke team K3 lalu ke team J. Awalnya ya dari trainee sih. Dia serakah karena sudah mencicipi semua team di JKT, bahkan sepertinya dia 'merasa kurang' karena dia juga udah pernah di AKB juga. Serakah kan.

Lanjut lagi, keempat, Okta sebagai Envy (iri hati). Kalau yang ini alasannya sederhana sih, dia kan suka sama Adrian tapi perasaannya selalu tidak tersampaikan (dari jaman Adrian pacaran sama Manda sampe Adrian tunangan sama Shani). Jadi,... ya gitu deh.

Yang ke lima, si perfect, one and only, Shani Indira Natioooo........ Cukup. Shani sebagai Lust (hawa nafsu). Sekaligus konfirmasi ya ini, alasan sebenarnya juga sedikit maksa sih. Kadang-kadang Adrian menyebut Shani sebagai 'Aphrodite' kan. Nah, Aphrodite itu merupakan dewi dari mitologi Yunani yang melambangkan cinta, kecantikan dan, ehh,...... seksualitas. Jadi,.... ya gitu lah.

Last but not least. Sang Oshi, The Power. Si 'sumber kekuatan' Shania Gracia Hansen eh, Harlan. Shania Gracia Harlan maksudnya. Gracia sebagai Sloth (kemalasan).
Kenapa? Lemot -> Malas.
Iya gak sih? Enggak ya?
Ya udah lah ya.
Tapi anaknya sendiri sebenernya 'agak' males sih. Males males manja.



Oh iya, baru enam. Kurang satu ya.
Pride (kesombongan/kebanggaan).
Pride nanti yang ketujuh lah, yang jadi center nanti.
Center masa gak sombong?
Sombong dikit lah. Hehehe.


Tapi sebenarnya, masih ada satu lagi. Dosa ke delapan, yaitu Launisch (kemurungan).
Sekarang pertanyaannya adalah, siapa yang cocok menempati posisi tersebut?
Siapa yang 'pemurung'?
Jawabannya adalah,..... yang 'diacuhkan' oleh Adrian, yang sudah putus dari Adrian. Makanya dia 'murung'.
Siapa?
Dinda Asmarawati?
Amanda Dwi Arista.


LAUNISCH.jpg



"Malah bahas ginian, bukannya update"

"Lah, si kampret pake dateng lagi"

"Lo kelamaan sih"

"Ya kan masih harus gue ketik"

"Ngetik apa'an lo orang tinggal post aja. Kan lo sebelumnya udah ngetik beberapa part"

"Ya kan cuma sampe part 5 doang, masih harus direvisi juga takut ada yang typo"

"Part 5? Bukannya udah sampe 50?"

"50 apa'an?! Gak sampe 50!! Jangan ngarang cerita lo!"

"Ah, gak usah bo'ong lo. Di season 1 juga gitu. Cerita udah selesai lo ketik dari bulan Juli, posting nya dilama-lamain sampe akhir tahun. Pake ada alasan 'part macet' lah, file corrupt lah, sok-sok an lo"

"Lah, waktu itu emang file-nya corrupt, anjir! Jangan asal ceplos dong lo"

"Asal ceplos apa? September lo ngetik cerita baru. Oktober ngetik season 2, yang sebenernya sekarang udah selesai lo ketik. Lo udah gak bisa ngelak lagi"

"Eh, lo jangan bongkar rahasia perusahaan dong!!
Gue emang udah ngetik beberapa part, tapi gak sebanyak itu. Dan alasan kenapa gak langsung di post, karena,.... kalau saya 'terlalu rajin' update, takutnya nanti kalian 'meminta lebih' kalau saya tiba-tiba gak update cukup lama. Itu alasannya. Lagian lebih seru gini kan, rasa penasarannya jadi makin besar.

Oke pembaca, kalian pastinya lebih percaya sama saya kan daripada sama si kampret satu ini. Jadi gak usah didengerin omongannya si kampret tadi ya"

"Terus update kapan woy?"

"Besok lah sekalian maljum. Biar gak dikomen, 'maljum sepi aje'. Insyaallah tapi"



Makasih
• TTD H4N53N








Hmm,..... Mereka akrab ya :pandajahat:
IMG-20190114-121022.jpg









...& Adrian
 
Terakhir diubah:
Ah, anda curigaan :sendirian:

gw curiga karna emang kagak terlalu diceritain nafsu shani dalam hal apapun sih gan, hehe
tapi ternyata karna yg sebutannya dewi yunani

buat update gw tetap menunggu gan, asalkan tetep jalan ni cerita kagak seperti cerita dulu2 yg kagak slesai
 
Waduh, ada staff nya old trafford.

Kalo dibalik gimana?
Ngapa-ngapain Shani dan bikin sakit hati pengamat alay?
Eh, jangan deh, ya.

Ambil jalan tengahnya aja ya, ngapa-ngapain si Pengamat Alay tanpa bikin Shani sakit hati :pandaketawa:
Bisa gak ya?
Wooh awas aja sampe beneran ngapa-ngapain pengamat alay, saya bakalan suruh K3luarga Glazers buat beli situ... itu kalo mereka udah gak pelit sih, gaji staff aja kurang mencukupi gini. eh.
 
Gue yakin pride itu Yona karena dia di part terakhir finding oshi keliatan jutek sama ads, gue yakin yona itu sebenarnya naksir sama ads tapi gengsi buat ngaku karena pride-nya tinggi. Ckck, lagian udah ada foto yona di part terakhir.

Kayaknya kalo dilihat dari part Yona sama Ve, yang dimaksud itu kayaknya seseorang yang penampilannya mirip kayak Adrian, kelakuannya pun sama kampretnya. Kemungkinan Adrian KW ini punya masa lalu sama Ve, terus Yona sebagai generasi tu---eh maksudnya generasi yang duluan tau cerita atau bahkan punya pengalaman sama Kampret lain ini. Eh kalo Yona kenal harusnya Thacil juga kenal kan ya, atau jangan-jangan part 1 itu Thacil sebenarnya ngira kalo Adrian orang yang sudah lama dia kenal, tapi ternyata cuma mirip? Hmmm malah makin penasaran sendiri:beer:
 
dikira update, ternyata hanya narasi saja :hammer:

wah jadi orang yang ketujuh ipuy ya? :)
ayo huu update, nubi tidak sabar :semangat:
 
Nanatsu no taizai,7 dosa keburukan-.-
Dan pas banget favorit gw si ban sang dosa keserakahan di wakilin sama stepi....
Apa kah ini yg dinamakan jodoh?
 
Karena si Adik Impian udah update foto angkat poni di twit**ter sama instagram hari ini, berarti dapat dikonfirmasi kalo dia bakal masuk di Season 3 (karena season 2 ini kan timeline Agustus 2018 sampe Desember 2018/Awal 2019). yess!
:Peace::Peace:
 
Part 3: Pernyataan Perang

IMG-20180806-000904.jpg


"Kak Ads! Buka pintunya!!" teriak Gracia.

Mati gue, batinku.

Lebih baik, aku menjauh dulu lalu pura-pura berjalan mendekat seperti baru datang.

"Kalo kamu gerak, bayangan kamu bakal keliatan dari bawah pintu" kata Stefi.

Oke,..... Makasih lho, Stef atas sarannya, batinku.

Santai. Tenang.
Keep Calm & Stay Cool.
Pura-pura gak tau apa-apa.
Pura-pura aja baru dateng.

"Hei, kalian udah selesai ributnya?" kataku dengan nada setenang mungkin.

"Gak usah pura-pura baru dateng" balas Stefi.

Astaga, Stefi. Mau kamu apa sih?

"Kamu sejak kapan disana?!" tanya Shani setengah berteriak.

"Ian!! Lo daritadi nguping?!" kali ini Shania yang berteriak.

"Kak Ian? Beneran nguping?" tanya Vanka.

"Yan...... Lo nguping?" tanya Okta juga.

"Kak Ads! Buka pintunya! Cepetan!!" Gracia kembali berteriak. "Kalo gak, aku ngambek nih"

Waduh jangan dong. Diambekin oshi itu gak enak.

"Gue bukain pintunya, tapi kalian pulang ya" balasku. "Udah malem ini"

Tidak ada jawaban dari mereka. Aku anggap saja mereka setuju.

Cklek.

Begitu aku memutar kunci dan membuka pintu, enam gadis itu langsung berhamburan keluar dan seperti berniat menangkapku.

Beruntung aku sempat menghindar ke samping sehingga tidak tertangkap oleh mereka. Kalau dalam keadaan biasanya, mungkin aku akan pasrah saja ditangkap oleh mereka, daripada mereka marah kan. Tapi kali ini berbeda, mereka dari awal sudah marah.

Ya, bagaimana tidak marah, aku sebelumnya mengurung eh, mengunci mereka di dalam kamar.

"Kalian pulang!" perintahku sambil berbalik badan dan berjalan menjauh.
.
.
.
.
.
"Pokoknya kalian pulang!"

"Kita maunya nginep!"

"Pulang!"

"Nginep!"

"Pulang!!"

"Nginep!!"

"Pulang!!!"

"Nginep!!!"

"Nginep!"

"Pulang!!!! Eh?!" Shania baru sadar kalau dia sudah terjebak.

"Tuh, kan. Milih pulang kan" balasku. "Ya udah, sana pulang!"

"Kita maunya nginep kok!!" balas Shania yang masih tidak mau kalah.

"Gak!! Kalian pulang!" balasku lagi.

"Gracia..... Ngomong!" perintah Shania.

"Kak-"

"Diem!" potongku sebelum Gracia menyelesaikan kata-katanya. "Oke, kalian boleh nginep" kataku akhirnya.

"Yang bener kak?" tanya Gracia antusias.

"Tapi jangan tidur di kamar gue!" kataku lagi.

"Berarti kalian berlima harus sempit-sempitan di kamar Shani atau tidur di sofa" tambah Shania.

Heh?! Maksudnya?

"Lo juga termasuk!!" kataku sambil menunjuk Shania.

"Hah?!! Kok gue juga?!" tanyanya balik.

"Ya iya lah, malem ini gue pengen tidur sendiri" balasku.

"Yakin, kak?" tanya Gracia dengan polosnya.

"I-iya lah" jawabku sedikit ragu.

Tunggu, kenapa aku harus ragu?
Karena Gracia yang menanyakannya?

"Kalo aku yang-"

"GRACIAAA.....!!!!" teriak Shania, Vanka, Okta dan pastinya Shani secara bersamaan.

Stefi hanya diam sambil menutup kedua telinganya menggunakan telapak tangannya.

"Kalo kalian gak mau sempit-sempitan atau tidur di sofa, kalian boleh pake kamar itu" kataku sambil menunjuk pintu di sebelah tangga. "Itu pun kalo kalian berani" tambahku dengan suara pelan.

Krieet~

Tiba-tiba pintu yang kutunjuk itu terbuka sendiri. Sontak hal itu membuat kami semua kaget.
Ah, sepertinya tidak kami semua.

"Kak, keren deh" puji Gracia. "Kok bisa?" tanyanya polos.

Nih anak lolosnya kebangetan ya, batinku.

"Ah, palingan kena angin" jawabku berusaha tenang.

Kampret,.... ini kenapa kebuka sendiri. Kalo kena angin juga gak mungkin, kan biasanya dikunci.

Kalian terlalu berisik sih, ada yang marah kan, batinku.

Marah atau cemburu ya?

Aku berjalan kearah kamar tersebut berniat kembali menutup nya. Dan begitu sampai, aku mendapati kunci kamar ini tergantung di lubang kunci pada sisi bagian dalam pintu.

Artinya pintu ini dibuka dari dalam?, pikirku bingung.

"Hiks... Hiks.... Hiks..."

Kampret! Kok ada suara cewek nangis?

Aku melihat kedalam kamar yang gelap ini dan ternyata terlihat sesosok makhluk sedang duduk meringkuk diatas kasur sambil menangis. Kepalanya menunduk menyembunyikan wajahnya.

Fak, penampakannya kok frontal banget gini?
Terus kenapa dia nampakin diri lagi sih?
Udah bertahun-tahun gak pernah muncul padahal.

Oh, sepertinya aku tahu.

"Maaf ya, mereka berisik ya?" kataku pelan. "Gue tutup pintunya ya"

Secara perlahan dia mengangkat kepalanya dan seperti sedang menatapku tajam.

"Iya iya. Gak ditutup. Gak ditutup" kataku.

Akhirnya aku hanya mengambil kunci kamar ini dan berbalik menghadap kearah enam orang yang masih terpaku atas kejadian pintu yang tiba-tiba terbuka tadi.

"Pulang!" perintahku lagi.

"Eng-"

Perkataan Shania tiba-tiba terhenti dan tatapan matanya tiba-tiba berubah seperti orang sedang ketakutan. Dan tidak hanya Shania, lima orang yang lainnya juga memberikan tatapan yang sama.

Jangan ngeliat kearah gue kayak gitu dong, batinku.

"I-Iya deh, kita pulang" kata Shania akhirnya.

Lah, kenapa nih anak?
Kok tiba-tiba,....
Tapi,.... bagus deh.

Tunggu, firasat ku jadi tidak enak.
Sepertinya ada sesuatu dibelakangku.

"Ya udah, hati-hati di jalan ya" kataku.

"Anterin!!" kata Shania dan yang lain kembali kompak.

"Engg-"

Huft~
Aku sedikit menghela nafas.

Lebih baik aku turuti saja daripada mereka ribut lagi, ada yang 'marah' lagi. Lagipula mereka juga akhirnya mau untuk disuruh pulang, sepertinya tidak perlu memperpanjangnya lagi.

"Ya udah, gue ambil kunci mobil dulu" kataku akhirnya.

"Anterin satu-satu tapi" balas Shania lagi.

Aku tidak memperdulikan perkataan Shania dan lebih memilih untuk berbalik badan menuju tangga.

Repot lagi deh gue, batinku.

"Repot lagi deh gue" gumamku saat melewati kamar tadi.

"Sama-sama"

Lah, suara siapa tuh?, batinku.

Aku berbalik dan kembali menghadap enam orang tadi.

"Kalian tadi ada yang ngomong sesuatu?" tanyaku pada mereka.

Mereka membalasnya dengan memberikan tatapan bingung.

Oke,..... sepertinya 'tidak' adalah jawaban mereka.

"Udah lah, lupain" kataku lagi.

Kemudian aku menaiki tangga menuju keatas untuk mengambil kunci mobil di kamarku.
.
.
.
.
.
"Yuk!!" ajakku pada mereka.

Tidak ada jawaban. Mereka hanya diam mematung dengan memasang ekspresi ketakutan seperti tadi.

"Kok diem? Kalian kenapa?" tanyaku.

Gracia melihatku lalu tangannya menunjuk kearah kamar tadi.

"Tadi pintunya ketutup sendiri, kak" kata Gracia lirih.

Woi, cukup dong horor-hororannya, batinku.

Ini cerita mau dibawa kemana sih arahnya?

Aku memeriksa pintu kamar itu dan saat knop pintunya kuputar, ternyata pintu tersebut,.... dikunci?

Lah, kuncinya kan gue bawa keatas tadi, batinku.

"Ian" panggil Shania. "Tadi,..... sebenernya..... Sebenernya tadi sebelum lo naik keatas, ada cewek dibelakang lo. Dia nunjuk kita terus gerakan tangannya kayak ngusir gitu"

Tuh kan, bener kan firasat gue. Ada 'apa-apa' dibelakang gue tadi, batinku.

"Kalian semua?" tanyaku. "Kalian semua diusir?"

Bahaya kalau Shani juga termasuk kan.

"Enggak kok, kak. Aku sama ci Shani gak diusir" jawab Gracia. "Iya kan, ci"

"Lo juga, Gre. Ci Shani doang yang enggak" balas Okta.

Lah, setannya #TeamShani ternyata, batinku.

Gracia langsung memasang wajah cemberut tapi anehnya tetap bisa terlihat lucu.
Kok bisa ya?
.
.
.
.
.
"Kenapa lo gak mau nyala!!" gerutuku kesal.

Bagaimana tidak kesal, berkali-kali aku menstarter mobil ini tapi dia tetap tidak mau menyala.

Kalo lo gak mau nyala, gue nanti terpaksa harus nganterin mereka satu-satu pake motor. Capek anjir, rumah mereka itu jaraknya gak deket, batinku.

"Ayolah, bro bantuin gue" gumamku.

"Antara ngijinin nginep atau nganterin pake motor satu-satu deh" kata Stefi dengan nada meledek.

"Diem, Stef!" balasku.

"Ayo, kak Ian. Semangat!" kata Vanka seperti menyemangati tapi sebenarnya meledek.

"Cil...."

Oh, iya!

"Iya iya, gue tau ada Thacil, tapi lo gak bakal jadi bau lagi kayak waktu itu kok. Ayo dong, nyala dong. Bantuin gue" gumamku lagi.

"Kalo lama bisa kemaleman, kita nginep nih" sindir Shania.

"Iya tuh. Bener. Bener banget" kata Okta menanggapi.

"Aku gak masalah sih kalo harus nginep" sahut Gracia.

Mobil sialan!!

"Emang kalian berani nginep?" tanyaku.

"Yang penting gak berisik kan" jawab Shania cepat.

Bisa aja jawabnya nih anak, batinku.

"Kalo gak berisik, gak ganggu kan" tambah Stefi.

"Ya udah" balasku.

"Horee,....!!" teriak mereka.

"Kalian gue anterin pake motor" tambahku.

"Yaahhh,......" balas mereka dengan nada kecewa.

"Kalian barusan teriak. Itu berisik" kataku.

"Ya udah deh, kalo naik motor kan bisa MELUK" balas Shania yang kembali memanas-manasi Shani lagi.

Shani langsung terlihat khawatir setelah mendengar perkataan Shania barusan.

"Tenang, Shan. Mereka cuma bisa meluk aku pas aku bonceng naik motor aja kan" kataku pada Shani sambil mengelus kepala Shani. "Kalo kamu kan bisa meluk aku kapan aja"

Pipi Shani terlihat memerah, dia juga sedikit tersenyum seperti sedang malu.

"Udah, cepetan sana ambil kunci motor!!" kata Shania sewot.

"Cemburu?" tanyaku.

Shania langsung melotot ke arahku.

Kenapa kamu harus bertanya.
Jawabannya sudah pasti iya.
Shania sudah pasti cemburu.
.
.
.
.
.
Huft~
Aku sedikit menghela nafas.

"Bismillah"

Dengan diawali bacaan basmalah, sekali starter, motor ini langsung hidup.

"Ini baru sohib gue" gumamku.

Aku menengok kearah mobilku dan menunjuknya.

Awas lo ya, batinku.

Shani dan yang lain menatapku bingung.

"Oke, ayo siapa yang duluan" tanyaku kemudian.

Mereka saling melempar pandangan seperti bingung menentukan.
Tapi tiba-tiba Okta maju dan berkata,....

"Aku duluan dong. Sesuai urutan nama kan"

Dasar, mentang-mentang namanya diawali huruf A, 'Ayu Safira Oktaviani', batinku.

"Kok git-"

"Udah, gak usah protes" kataku memotong perkataan Vanka. "Biar cepet"

Salah sendiri juga gak mau maju duluan, batinku.

"Ta.." kataku sambil menyerahkan helm yang langsung diterima dan dipakai olehnya.

"Duluan ya, dah~" kata Okta saat sudah menaiki motorku.

"Hati-hati"
.
.
.
.
.
.
.
Sepanjang perjalanan Okta hanya diam, tapi bisa kurasakan semakin kami mendekati kost-an nya, pegangan Okta pada pinggangku semakin kencang.
Seakan dia tidak mau melepaskannya.
.
.
.
IMG-20180801-001411.jpg


"Ta, udah sampe Ta" kataku.

Okta masih diam.

"Ta, Okta!!"

"Ah, oh, iya. Kenapa?" tanyanya.

"Udah sampe" jawabku.

"Ah, oh, iya iya" balasnya lalu turun dari motor.

"Lo daritadi ngelamun?" tanyaku.

"E-enggak" bantahnya. "Udah, sana pulang" katanya seperti mengusirku.

"Helmnya masih lo pake" balasku.

"Oh,..."

Okta bertingkah seperti orang kebingungan.

"Nih" katanya sambil menyerahkan helm.

"Ngelamunin apa'an?" tanyaku.

"Ini nih. Ini" balasnya.

"Apa?" tanyaku bingung karena jawabannya tidak nyambung.

"Sikap lo yang kayak gini ini yang ngebuat banyak cewek suka sama lo" jawabnya. "Bisa gak sih, jangan terlalu ngasih perhatian berlebih kalo pada akhirnya cuma digantungin doang"

"Itu perasaan lo aja kali, gue kan cuma-"

"Gue takut lo jadi kepikiran" potongnya.

"Hah?!"

"Itu yang gue lamunin daritadi, gue takut lo jadi kepikiran sama perkataan gue tadi soal gue yang ngedukung ci Shani" terang Okta.

"Maksudnya?" tanyaku yang tidak mengerti.

Apa dia pikir aku akan khawatir kalau dia sudah tidak 'mengejar-ngejar' diriku lagi?
Justru itu yang aku tunggu.

IMG-20180804-004735.jpg


"Gue gak akan nyerah kok. Kalo 2 tahun belum cukup, gue akan nunggu 2 tahun lagi, 2 tahun lagi, dan 2 tahun lagi. Begitu seterusnya. Sampe lo ngerti" kata Okta. "Gue siap kok meskipun harus jadi yang kedua"

Oke, itu cukup mengerikan.

"Udah, itu aja yang perlu gue omongin sekarang" kata Okta lagi. "Lo gak perlu kepikiran ya. Udah ya, hati-hati" tambahnya lalu membuka gerbang kost-an nya dan berjalan masuk.

37739172-965226443658675-4491648915229114368-n.jpg


Huft~
Aku sedikit menghela nafas.

Entah kenapa firasat ku mengatakan kalau masing-masing dari mereka nanti akan mengatakan hal yang serupa.
.
.
.
.
.
.
.
"Ayo. Selanjutnya siapa?" tanyaku begitu sampai dirumahku.

"Aku, kak" kata Vanka. "Papa aku udah nyariin. Gapapa kan" katanya lagi meminta ijin pada yang lainnya.

"Iya, Cil. Gapapa" jawab Shania mewakili yang lainnya.

Vanka langsung maju dan mengulurkan tangannya.

"Helm, kak" pintanya.

"Oh iya. Nih" kataku sambil menyerahkan helm.

"Duluan ya" pamit Vanka pada yang lainnya.

"Hati-hati ya"
.
.
.
.
.
.
.
Seperti Okta tadi, Vanka pun juga hanya diam sepanjang perjalanan. Perbedaannya, kalau Okta tadi memegang pinggangku, sedangkan Vanka memelukku dari belakang, sehingga dadanya yang berukuran....

Ya, kalian tahu lah. Tidak perlu kujelaskan lebih detail lagi kan.
Intinya dadanya itu sekarang sedang menekan-nekan punggungku.

Tahan. Tahan. Jangan nafsu. Tahan, batinku.
.
.
.
IMG-20180419-013955.jpg


Begitu sampai didepan rumahnya, Vanka langsung turun dan melepas helm kemudian menyerahkannya padaku.

"Udah. Kenapa lo gak langsung masuk?" tanyaku saat melihatnya hanya berdiam diri.

"Aku...."

"Jangan bilang kalo lo mau ngomong, 'meskipun lo tadi bilang kalo lo dukung Shania, tapi sebenernya lo sendiri belum nyerah' gitu?" tebakku. "Lo mau ngasih tau kalo lo masih sayang sama gue?"

IMG-20180419-013957.jpg


"Bukan, kak. Bukan aku, tapi waktu. Waktu yang akan ngasih tau kamu, seberapa besar cinta aku ke kamu"

Oh, sial. Pernyataannya barusan itu cerdas sekali. Apalagi dia menggunakan mode seriusnya tadi.

Jadi..... waktu ya?
Dasar 'Time Stone', batinku.

Ngomong-ngomong soal Time Stone, sepertinya kata-katanya tadi itu mengutip dari sebuah film.

"Ya udah, kak. Itu aja. Makasih ya udah nganterin" katanya lagi.

Kira-kira apa lagi yang akan dikatakan orang selanjutnya padaku.
.
.
.
.
.
.
.
"Siapa lagi?" tanyaku.

"Gu-"

"Aku ya" kata Stefi memotong perkataan Shania. "Boleh aku duluan kan kak Shania?" tanya Stefi meminta ijin.

"Iya, boleh" jawab Shania mengalah.

"Yuk!!" ajak Stefi sambil mengambil helm sendiri dan langsung memakainya kemudian naik ke motorku. "Lagian aku pengen tau, bisa gak Gracia nyegah dua orang itu biar gak berantem"

Gracia yang mendengarnya, seketika terlihat panik dan seperti orang kebingungan. Dia yang berada ditengah-tengah Shani dan Shania melihat ke kiri dan ke kanan.

"Aduh, aduh. Jangan berantem ya" kata yang Gracia yang tengah dilanda kepanikan sambil melihat Shani dan Shania bergantian.

Jujur, lucu sekali melihatnya seperti itu.

"Apa sih, Gre. Siapa yang mau berantem sih" kata Shani dan Shania bersamaan.

"Ciee..... udah kompak" ledek Stefi. "Kalo kalian kompak yang enak orang ini lho" tambahnya sambil menepuk pundakku.

"Stefi....." balas Shani.

"Stefi, diem!!" sahut Shania.

"Hehehe" aku hanya tertawa menanggapinya.

"Adrian....."

"Ian!! Diem!!!"

Apa sih, aku kan tertawa bukan karena ledekan Stefi pada mereka. Tapi aku tertawa karena melihat reaksi mereka terhadap ledekan Stefi.

"Ha-"

"Hati-hati" potongku. "Iya, ngerti"

Bukannya aku tidak suka diingatkan untuk hati-hati, bukannya bosan juga. Tapi,... bagaimana ya, tanpa perlu diingatkan pun aku sudah pasti hati-hati.

"Duluan ya. Bye~" pamit Stefi. "Ayo jalan!" pintanya padaku.

"Kamu pegangan dulu, Stef" balasku.
.
.
.
.
.
.
.
Plok! Plok!!

"Ehh... eh..."

Plok! Plok!!

"Ehh... eh..."

Plok! Plok!!

"Ahh... ah..."

Plok! Plok!!

IMG-20190114-121009.jpg


"Ehh..... Adri nakal, ehh.... katanya mau.... ehh..... ngisi.... bensin..... ehh.... kok malah.... kok malah memek aku yang diisi kontol" kata Stefi sambil mendesah diiringi suara pahaku dan pantatnya yang saling beradu.

"Aku nakal.... hah...? Yang godain... hah.... duluan siapa...?" balasku sambil memaju-mundurkan pinggulku.

Ya, seperti dugaan kalian, aku memang sedang menggenjot Stefi dari belakang.
Kami melakukannya di toilet pom bensin.

Keadaan Stefi?
Ya, bisa dibilang sudah acak-acakan, celana dan celana dalamnya sudah berada di dekat mata kaki kakinya. Bajunya sudah kusut terutama bagian dadanya karena aku tadi meremas-remas payudaranya yang menggoda itu.
Rambutnya pun juga sudah kusut. Dan Stefi sendiri sedang asyik dalam posisi menungging sambil mendesah-desah keenakan.

Kejadian ini tentunya bukan tanpa sebab, tidak akan ada asap kalau tidak ada api bukan.

"Pake.. hah..... cari gara-gara sih" kataku lagi sambil meremas pantatnya.

"Ehh.... aku kan cuma-"

"Pegangan" potongku. "Hah.... aku nyuruh kamu pegangan. Bukan... hah..... raba-raba apalagi ngelus-ngelus selangkangan"

Ya, Stefi yang menggodaku duluan dengan meraba dan mengelus area selangkanganku sepanjang perjalanan.
Siapa yang bisa tahan jika digoda seperti itu, apalagi yang menggoda adalah gadis secantik Stefi. Ditambah sebelumnya nafsuku sudah muncul gara-gara punggungku yang disundul oleh dada Vanka.

Akhirnya saat mendekati pom bensin, aku membelokkan motorku dan langsung menariknya masuk kedalam salah satu bilik toiletnya. Tentunya setelah memastikan tidak ada yang memperhatikan kami. Dan bagusnya, tidak ada penolakan dari Stefi, malah dia yang mencium bibirku terlebih dahulu saat kami sudah berada didalam toilet ini.
Sudahlah, itu kejadian tadi. Sekarang aku hanya perlu fokus dengan kejadian sekarang.

Aku mengangkat satu kaki Stefi dan menggenjotnya lebih cepat.

"Ehh... eehhh....."

Stefi hanya membalas dengan desahannya yang terdengar sangat seksi. Hal itu membuatku semakin bersemangat menggenjotnya, sampai.....

"Eeeehhh...... aku nyampe...." desahnya saat mendapatkan orgasmenya.

Bisa kurasakan penisku yang masih menancap didalam vaginanya tersiram oleh cairan hangat.

"Jangan.... hah..... berisik, Stef" kataku mengingatkannya sambil tetap menggenjotnya pelan.

Aku memutar tubuh Stefi sehingga kini dia menghadap ke arahku. Aku kembali menggenjotnya sambil mencium bibirnya.

"Hhmmm..... hmm....." desahannya tertahan oleh ciuman kami.

Tidak berlangsung lama, aku bisa merasakan penisku kembali disiram oleh cairan hangat dari dalam vaginanya. Sepertinya dia kembali mendapatkan orgasmenya.

Aku tetap menggenjotnya dengan semangat karena aku memang kurang sedikit lagi mencapai puncak kenikmatanku. Sampai pada akhirnya aku merasakan luapan spermaku tidak bisa kutahan lagi.

Dengan cepat aku menarik lepas penisku dari belenggu vagina Stefi dan mendorong bahunya agar dia berjongkok didepanku.

Stefi yang mengerti niatku berniat untuk membuka mulutnya guna menampung benih-benihku. Tapi terlambat, dia kalah cepat. Aku sempat melepaskan beberapa tembakan sperma ku ke wajah cantiknya.

Setelah itu Stefi memandangku dengan tatapan sayu. Tapi dia kemudian kembali melanjutkan tugas terakhirnya dari sesi persetubuhan singkat ini, yaitu membersihkan penisku dan ditambah dengan kecupan kecil pada kepala penisku sebagai ucapan terimakasih.

IMG-20180129-013753.jpg


Tapi tak lama kemudian Stefi memasang ekspresi marah di wajahnya.

"Kenapa dikeluarin di muka aku" tanyanya sambil merengut lalu bangkit berdiri.

"Trus mau dikeluarin dimana?" tanyaku balik. "Disini? Emang kamu aman?" kataku sambil mengelus pelan vaginanya menggunakan jariku.

"Aahhh......" desahnya pelan.

Kemudian aku mengarahkan jariku yang telah berlumuran sedikit cairan vaginanya tadi ke mulutnya. Stefi pun langsung menjilatinya dengan antusias.

"Sorry ya. Makasih juga, aku lupa tadi" katanya sambil tersenyum manis.
.
.
.
"Eh, beneran ngisi bensin?" tanya Stefi heran saat kami mengantri untuk mengisi bensin. "Aku kira cuma alasan aja buat,...."

"Stef. Udah" balasku.

"Habisnya kalo kamu gak digodain duluan, kamu gak bakal..... Ini kan hari senin, aku kan cuma nagih 'hak' aku" kata Stefi lagi.

Astaga dia masih memikirkan soal jadwal konyol itu?, batinku.

"Ya iya lah aku ngisi bensin, nanti kalo mogok ditengah jalan gimana?" kataku yang lebih memilih untuk menjawab pertanyaannya yang sebelumnya. "Emang mau nemenin dorong motor?" tanyaku balik bersamaan dengan giliranku mengisi bensin.

"Mau aja sih" balasnya. "Kan nemenin kamu" tambahnya sambil tersenyum.

"Mas beruntung banget ya, punya pacar pengertian" kata mbak-mbak penjaga pom bensin. "Biasanya cewek mana mau naik motor, apalagi motornya cuma motor kayak gini"

Kampret! Sohib gue diledekin, gerutuku dalam hati.

Gini-gini motor bersejarah lho, beli pake uang tabungan sendiri. Ya, meskipun 'sisa' kekurangannya ditambah oleh ayahku sih.
Tapi tetap saja motor ini ada nilai historisnya. Kalau tidak ada motor ini, aku mungkin tidak akan bisa seperti sekarang ini. Karena dengan menggunakan motor ini lah aku berangkat menuntut ilmu semenjak SMA sampai kuliah sekarang.

"Mbak-nya tadi juga bilang kalo mau aja disuruh nemenin dorong motor" tambah mbak-mbak penjaga pom bensin. "Beruntung banget mas-nya"

"Kami gak pacaran kok, mbak" jawab Stefi.

Lah, tumben ada seorang gadis yang 'menolak' saat 'dituduh' sebagai pacarku.

"Tapi gara-gara dia saya putus dari pacar saya" tambah Stefi.

"Hei, jangan fitnah!" balasku.

"Oh, selingkuhan" kata si mbak-mbak penjaga pom bensin kemudian memandang sinis ke arahku.

Apa'an sih?, batinku.

Stefi hanya menahan tawa sambil menutup mulutnya menggunakan tangannya.
.
.
.
.
.
.
.
IMG-20180129-013751.jpg


"Kamu marah sama aku?" tanya Stefi setelah turun dari motorku karena memang kami sudah sampai didepan rumahnya. "Hei! Kamu marah sama aku gara-gara omongan aku di pom bensin tadi?" tanyanya sekali lagi sambil menyerahkan helm.

"Enggak, Stef" jawabku. "Daritadi kan udah aku jawab enggak"

"Hmm...."

"Udah, sana masuk!" kataku menyuruhnya untuk segera masuk kedalam rumahnya.

"Wait, I want to tell something to you" balas Stefi.

"What? Do you want to tell me, if you start loving me?" tebakku.

"Iihhh..... ke-geer-an" jawabnya.

"Hahaha.... Ya, gimana ya, Stef. Habisnya dua orang sebelumnya ngomong gitu waktu udah aku anterin" balasku sambil sedikit tertawa.

"Hmm,..... aku gak kaget sih" balasnya.

"Jadi, kamu mau ngomong apa?" tanyaku.

IMG-20180129-013756.jpg


"Aku mau ngomong, firasat aku bilang kalo mulai besok perasaan kamu ke ci Shani bakal bener-bener diuji"

Firasat?
Dia menggunakan firasat?
Eh, tunggu bukan itu intinya.

"Perasaan aku ke Shani bakal bener-bener diuji?" tanyaku memastikan.

"Yes. Start tomorrow" jawab Stefi.

"Maksudnya?" tanyaku lagi.

"Entah, mungkin karna besok itu hari selasa" jawab Stefi lagi.

Hari selasa?
Apa hubungannya?

"Gak tau juga ya, tapi mungkin bukan karna kak Shania,....." katanya lagi.

Ooohh,..... ini soal jadwal itu.
Sepertinya aku memang harus segera bertindak sebelum terjadi hal yang tidak diinginkan.

"Hmm.... gak tau deh. Aku masih belum yakin" tambah Stefi.

Belajar lagi ya, batinku.

Terjadi hening sejenak diantara kami.

"Y-ya udah. Thanks for today" kata Stefi lagi sambil tersenyum manis.

Kayak habis theateran aja, batinku.

"Udah. Kamu nunggu apa lagi? Nunggu aku cium?" tanyanya menggodaku.

"Hah? Enggak" bantahku.

Yah, meskipun jika dia memang mau menciumku, aku tidak akan menolaknya sih.

"Aku cuma mau mastiin, kamu sampe rumah dengan aman dan selamat" tambahku.

"Kan aku udah sampe" balasnya.

"Tapi kamu belum masuk rumah, Stef. Aku mau lihat kamu sampe masuk kedalem" kataku lagi sambil menunjuk pintu depannya. "Sampe kamu masuk lewat pintu itu"

"Berarti kita daritadi tunggu-tungguan dong" kata Stefi. "Kalo aku nunggu kamu sampe belok di tikungan itu"

Huft~
Aku sedikit menghela nafas.

"Ya udah, aku ngalah" kataku akhirnya.

Kalau terlalu lama, Shani dan yang lainnya bisa curiga.

"Aku duluan ya" kataku pada Stefi.

"Tunggu" cegah Stefi.

Stefi mencium pipiku kananku singkat. Aku sempat kaget dengan tindakan tiba-tibanya itu.

"Makasih ya" katanya sambil tersenyum.

Astaga, entah kenapa Stefi terlihat sangat cantik saat ini.
Tapi, aku tidak mencintainya. Ini perasaan yang berbeda. Aku tidak pernah merasakan perasaan ini sebelumnya. Perasaan apa yang sebenarnya aku rasakan pada Stefi.

"Kamu juga makasih ya" katanya lagi sambil melirik kebawah, kearah....

"Hei!!"

"Hehehe. Ya udah, hati-hati ya, beb"

"Stefi!"

"Hihi,.... maaf"

IMG-20180129-013801.jpg


Setelah itu aku memutar motorku dan pulang. Dari kaca spion, aku bisa melihat Stefi melambaikan tangan padaku. Sampai aku berbelok ke sebuah tikungan, aku sedikit menoleh ke arahnya, dan dia masih disana, didepan rumahnya.
Sepertinya dia memang benar-benar menungguku sampai hilang dari pandangannya.
.
.
.
.
.
.
.
"Kok lama?" tanya Shani saat aku baru sampai.

"Tadi ngisi bensin dulu" jawabku.

Aku tidak berbohong kan. Aku mang mengisi bensin dulu tadi.

"Yang bener?" tanya Shania.

"Iya, lagian rumah Stefi kan emang lumayan jauh" jawabku lagi.

"Ya udah, aku percaya kok" sahut Shani.

"Ini lho perbedaannya, calon istri yang baik itu gak curigaan sama calon suaminya" sindirku pada Shania.

Shania langsung melotot ke arahku setelah aku menyindirnya seperti itu.

"Ya udah. Nia, ayo!" ajakku pada Shania.

"Oh, jadi lebih milih kak Shania daripada aku?" sahut Gracia.

"Lho, bukan gitu Gracia. Gue cuma,...."

Gracia langsung masuk kedalam rumah tanpa mau mendengar penjelasanku terlebih dahulu.

Maksudku tidak mengantar Gracia terlebih dahulu adalah karena jika aku mengantarnya terlebih dahulu, otomatis itu akan membuat Shani dan Shania yang tersisa di rumahku.
Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi jika mereka ditinggal berdua saja bukan.

"Shan, kamu paham kan maksud aku. Tolong jelasin ke Gracia ya" pintaku pada Shani.

Shani tidak menjawabku, dia hanya memberikan tatapan sinisnya.

Kenapa lagi ini?, batinku.

"Dia paham kok. Dia paham banget" sahut Shania yang sudah naik keatas motor dan,....

Oh itu dia, sekarang aku tahu alasan Shani menatapku dengan sinis. Apalagi kalau bukan karena Shania yang sedang memelukku dari belakang dan memberikan senyuman mengejek pada Shani.
Lebih baik aku cepat-cepat mengantar Shania ke rumahnya.

"Shan, aku pergi dul....."

Belum sempat menyelesaikan kata-kataku, Shani sudah masuk kedalam rumah, seperti Gracia tadi.

"Nia!" bentakku pada Shania.

Dia hanya membalasku dengan memberikan tatapan 'Apa? Aku salah apa?'.
.
.
.
.
.
.
.
"Hei, lo gak mau ngomong sesuatu?" tanyaku pada Shania saat dia hendak membuka pagar rumahnya.

Shania menatapku heran, kemudian dia menengok rumahnya sebentar lalu kembali melihat ke arahku.

27540892-839551306251861-3963636454883978677-n.jpg


"Rumah gue sepi, bikin 'berisik' yuk!" kata Shania sembari mengibaskan rambutnya untuk menggodaku.

"Maksud lo?!" kagetku.

"Bukannya itu yang lo pengen?" tanyanya.

Huft~
Aku sedikit menghela nafas.

"Maksud gue bukan itu, Nia" bantahku.

Maksudku memang bukan itu. Aku tidak bermaksud menyuruhnya untuk mengajakku melakukan itu. Tapi siapa tahu dia ingin mengatakan sesuatu seperti Okta dan Vanka, atau bahkan sesuatu yang tidak terduga seperti Stefi.

Atau setidaknya dia mengatakan 'terimakasih' kek, gak ada rasa terimakasih nya apa nih anak, batinku.

27751963-839551332918525-1491901823053968291-n.jpg


"Udah deh, lo gak usah pura-pura. Lo lagi pengen kan, nginep aja" ajak Shania lagi dengan tatapan menggoda.

Tawaran yang cukup menarik sih. Mungkin aku akan mampir 'sebentar'.

"Biarin Shani sama Gracia dirumah lo, lagian mereka juga lagi ngambek sama lo kan" tambah Shania.

Mendengar nama Shani dan Gracia disebut, seketika aku langsung sadar.

"Gak, Nia. Justru karna mereka..." kata-kataku sedikit menggantung.

Mereka?
Kenapa aku menggunakan kata 'mereka'?

"Justru karna Shani lagi ngambek sama gue, gue harus cepet pulang" tolakku.

IMG-20180410-003012.jpg


"Yakin?" tanya Shania yang masih menggodaku. "Kayaknya bentar lagi ujan lho, mau ngulangin yang waktu itu gak?" tambahnya sambil mendekatkan wajahnya.

"Eehhh,......"

TIIINNN!!

Suara klakson mobil mengagetkan kami berdua.

Terlihat ada satu mobil berhenti didekat kami. Lampu depannya yang menyorot kami membuatku tidak bisa melihat siapa pemilik mobil ini.

"Pacaran teruuuss!" kata seseorang yang baru keluar dari mobil tersebut.

Sepertinya aku kenal dengan suara itu, kalau tidak salah itu,...

"Kak Bella!" teriak Shania. "Siapa yang pacaran sih!" bantah Shania yang seperti tidak suka diejek oleh kakaknya.

Shania lalu mengejar kakaknya yang tengah berusaha menghindarinya dan berlari kedalam rumah.

"Bella! Shania! Jangan berantem!" teriak seorang ibu-ibu, ibu dari Shania.

"Hehe. Malem, om, tante" sapaku pada orangtua Shania.

"Adrian" sapa balik ibunya Shania. "Pa, mama masuk duluan ya ngejar anak-anak" kata ibunya Shania lagi pada seorang bapak-bapak yang adalah suaminya.

"Iya, ma. Papa juga ada yang mau diobrolin sama Adrian" jawab bapak tersebut yang merupakan ayah dari Shania.

Oh, sial! Firasat ku tidak enak mengenai hal ini.

"Malem, om. Habis jalan-jalan om?" tanyaku aesopan mungkin

"Udah, gak usah basa-basi" jawabnya.

Mati gue. Mati gue, batinku.

"Om mau tanya, gimana hubungan kamu sama Shania?" tanya ayah Shania.

"Eh,... masih sama kok om. Cuma temenan aja" jawabku.

"Kamu gak mau serius sama anak om?" tanya ayah Shania lagi yang dari nada bicaranya mulai terdengar serius.

"Sebenernya saya,....." aku sedikit ragu menjawab pertanyaannya tersebut.

"Kamu itu satu-satunya teman laki-laki Shania yang bisa buat dia bahagia" kata ayah Shania. "Cuma kamu yang betah lama-lama berteman sama dia, ngatasi sikapnya dia yang emosi masih kurang stabil"

"Tapi, om...."

"Itu, pacarnya Shania yang terakhir. Siapa namanya? Boni? Boris? Siapa sih? Oh, Marcus!"

"Bobby, om" kataku membenarkan.

"Oh iya, Bobby"

Oke, Boni dan Boris itu cukup mendekati, tapi Marcus?
Itu jauh banget. Gak ada satupun huruf-nya yang sama dengan nama 'Bobby'.
Marcus itu juga siapa coba?
Horizon?

Nih, bapak-bapak ngelawak apa gimana?, batinku.

"Dia itu, ngedeketin Shania kayak ada maksud tertentu. Beda sama kamu, om bisa lihat dari sorot mata kamu, kamu bener-bener tulus sama Shania" tambah ayah Shania.

"Om, saya...."

"Jangan motong omongan om" kata ayah Shania. "Om gak minta banyak-banyak sama kamu, om cuma mau minta satu hal. Kamu tolong jagain Shania. Om percayakan anak om sama kamu" tambahnya. "Kamu sanggup?"

"Siap, om! Saya sanggup!" jawabku tegas.

Menjaga Shania?
Bukan masalah besar, selama ini, secara tidak langsung aku memang selalu menjaga kan.

"Nah, gitu dong. Itu baru laki-laki" puji ayah Shania padaku.

Aku sedikit mengeluarkan senyuman mendengar pujiannya tersebut.

"Jadi nanti kalo Shania kenapa-kenapa, om bisa tau harus cari siapa. Dan kamu tinggal pilih, mau kaki? Tangan? Atau leher yang patah?" tambah ayah Shania.

Glup~
Aku sedikit menelan ludah.

Mendengar hal itu, senyuman di wajahku langsung disimpan kembali.

Kok jadi serem ya, batinku.

"Hehe.. Hehehe...." aku berusaha tertawa untuk mencairkan suasana.

"Oh iya, satu lagi" kata ayah Shania lagi.

Mau diancem apa lagi gue?, batinku.

Beliau mencengkeram pundakku, kemudian dengan satu tarikan nafas dia berkata,...

"Pindahin motor kamu, om mau masukin mobil"

"Oh iya, om. Iya" balasku cepat. "Sekalian saya pamit pulang ya, om"

"Iya, hati-hati"
.
.
.
.
.
.
.
"Shan, Shani! Aku pulang, Shan" panggilku saat memasuki rumah.

Shani langsung menyambutku dengan pelukan hangat.

"Kamu kenapa?" tanyaku heran.

1533060229050.jpg


"Katanya aku boleh peluk kamu sesuka aku" jawabnya sambil mempererat pelukannya.

"Kamu gak marah kan gara-gara Shania tadi?" tanyaku sambil membalas pelukannya.

"Harus berapa kali aku bilang, aku gak bisa marah sama kamu" jawab Shani.

"Shan...." panggilku.

"Iya?"

"Gracia mana?" tanyaku kemudian.

"Kok malah nanyain Gracia sih?" tanyanya balik dengan wajah cemberut.

"Kan aku harus nganterin dia pulang juga" jawabku. "Habis aku nganterin dia, kamu bisa bebas meluk aku lagi. Peluk aku, sampe aku lupa sama pelukannya Shania dan yang lainnya" tambahku.

"Aahhh..... kamu mah" Shani malu-malu.

"Jadi,....."

"Gracia ngambek sama kamu gara-gara kamu lebih milih kak Shania" tambah Shani.

"Kamu ngerti kan alasannya kenapa aku ngelakuin itu tadi"

"Ngerti kok, tapi aku gak jelasin ke Gracia. Biar aja kamu jelasin sendiri"

"Trus, sekarang dimana anaknya?" tanyaku. "Sekalian aku nganterin dia pulang sambil jelasin"

"Dia masih ngambek, dia gak mau dianterin kamu"

"Lho? Udah pulang? Naik apa?" tanyaku.

"Dia mau nginep" jawab Shani.

Astaga! Bilang aja kalo mau nginep, pake alasan ngambek segala, batinku.

"Bagus deh kalo gitu" kataku.

"Bagus? Kamu seneng ya kalo Gracia nginep?" tuduh Shani.

Iya sih, batinku.
Tapi,....

"Bukan gitu maksud aku, Shan. Aku udah capek habis bolak-balik nganterin Okta, Thacil, Stefi, terus Shania. Kalo Gracia nginep, berarti aku gak perlu nganterin dia kan" terangku pada Shani.

"Hmm,......"

"Udah lah, sekarang kita lanjutin aja pelukan kita ya" ajakku sambil menempelkan keningku ke keningnya.


You make me feel so special tonight~
With You Tonight


"Daritadi HP kamu bunyi" kata Shani lirih.

"Biarin aja lah, Shan" balasku.

"Dinda itu siapa?" tanya Shani.

"Kamu buka-buka HP aku?" tanyaku balik.

"Dinda itu siapa?" kata Shani sekali lagi mengulang pertanyaan.

"Aku nanya kamu, Shan. Kamu buka-buka HP aku?" tanyaku lagi.

"Aku yang nanya kamu duluan" balas Shani tidak mau kalah.

Kali ini aku tidak membalasnya, aku hanya menatap dalam-dalam matanya.

"Iya, aku tadi buka HP kamu. Maaf aku lancang" kata Shani meminta maaf lalu menunduk.

Aku meraih dagunya supaya dia tidak menunduk dan kembali melihatku lagi. Wajahnya terlihat sedih.

38724439-2127244740642401-8939452974644592640-o.jpg


"Dinda itu nama temen aku, temen kampus" kataku.

Wajah Shani langsung berubah khawatir.

"Tapi, Dinda yang daritadi nelfonin aku itu, sebenernya adalah.... Manda" tambahku.

Shani terlihat semakin khawatir.

"Aku gak marah kok. Tapi harusnya kamu angkat aja telfonnya, biar dia tau kalo aku udah sama kamu sekarang. Dengan gitu, dia pasti akan langsung nyerah dengan sendirinya" kataku mencoba menenangkannya.

Shani mencoba untuk tersenyum. Tapi itu terlihat seperti dipaksakan.

"Kamu gak perlu khawatir, Shan" kataku lagi. "Bagi aku, kamu itu rumah. Kemanapun aku pergi, kembalinya ke akan ke kamu juga"

Shani sekarang benar-benar tersenyum. Tapi tak lama kemudian, dia memejamkan matanya.

Sepertinya kali ini akan berhasil, mungkin dia tidak akan mengganggu kali ini, pikirku.

Aku mendekatkan wajahku dan,....

"Kalian mau ngelanjutin di kamar siapa?" tanya sebuah suara.

Suara siapa?
Siapa lagi kalau bukan Gracia.
Aku mulai berpikir kalau dia bukanlah 'pengamat' tapi 'pengganggu'.

"Biar nanti aku tidur di kamar satunya" tambah Gracia.

"Kamu tidur sama aku, Gre. Dikamar aku" balas Shani.

"Kita main bertiga?" tanya Gracia.

"Apa'an sih" balasku.

Gracia hanya melengos menanggapinya.

Dasar, masih pura pura ngambek segala, batinku.

"Kamu tidur sama aku, di kamar aku. Adrian tidur sendiri di kamarnya" kata Shani "Ya kan?" tanya Shani padaku.

"Kalo kalian mau nemenin aku, aku gak masalah kok" jawabku bercanda.

"Iihhhh......." balas Shani sambil mencubit pinggangku.

"Aduh duh. Ampun, Shan"
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Hoaammm~"

Aku menguap sebentar. Sepertinya sudah pagi, tapi aku masih malas untuk bangkit dari tempat tidur ini.
Aku seperti terkena jurus fujitora.
Jangankan untuk bangun, untuk membuka mata saja 'Darui Kanji' alias rasanya malas.

Aku menggeliatkan badanku dan,....

Pluk.
Tangan kananku mendarat di sesuatu yang empuk dan kenyal(?)

Apa'an nih?

Kenyel-kenyel..

Sepertinya aku tahu apa ini. Tapi aku harus memastikannya terlebih dahulu.

Kenyel-kenyel-kenyel...

"Nnggghh...."

Lenguhan?
Terdengar suara lenguhan?
Apa mungkin aku masih bermimpi?

Kenyel-kenyel-kenyel-kenyel....

"Aahhh..."

Tunggu!
Kali ini aku mendengar suara desahan.
Sepertinya ini bukan mimpi.

Kubuka mataku untuk benar-benar memastikan apa yang kupegang ini. Dan yang terlihat pertama kali adalah, seorang gadis yang sedang berbaring di sebelahku sambil tersenyum ke arahku.

Tunggu, kenapa dia tersenyum?
Harusnya dia marah, tanganku sekarang sedang menyentuh payudaranya atau bisa juga dibilang sedang meremas.

Gadis itu adalah,...

"Pagi..." sapanya.

Dan sebelum sempat membalas sapaannya, dia sudah mendekat ke arahku. Lalu secara tiba-tiba dia mencium bibirku kemudian naik keatas tubuhku dan menindihku.
Aku yang belum sepenuhnya sadar dengan apa yang terjadi, hanya bisa pasrah dengan apa yang dia lakukan sampai,.....

"Gracia!! Adrian!!"

IMG-20180721-060105.jpg




-Bersambung-
 
Catatan Penulis:

*nengok kanan.
*nengok kiri.
(Ya, emang kayak orang celingukan sih. Tapi bukan karena saya mau nyebrang lho ya)

"Yes!! Si kampret gak mampir-mampir lagi!"

Udah ada adegan ena2 nya + udah ciuman sama Gracia (lagi) baru bener-bener fokus ke cerita tuh kampret satu.
Ya udahlah.

Tapi bukan berarti saya sendirian di catatan penulis kali ini. Oke, 'Infinity Stones' silahkan masuk.

Utuk utuk utuk.
*Jalan lucu.

Nah, silahkan duduk dulu. Kita ngobrol.

"Iya, kak"

Kompak banget. Diajarin si kampret apa gimana ya?, batinku.

Nah, karena bintang tamu nya banyak di catatan penulis kali ini, model percakapannya akan memakai gaya percakapan ala ala dialog drama anak SMA.

Kita mulai ya.

Oh iya, kasih penjelasan dulu kali ya.


H: "Pertama kalian silahkan jikoshoukai dulu"

F: "Gadis yang akan membuat hidup Adrian jadi lebih baik, aku tunangannya Adrian"

N: "Meskipun suka marah-marah, tapi kalo sama Adrian aku bisa lembut kok, aku Nia"

G: "Si pengamat sekaligus penyemangat hidup kak Ads. Hai, aku Gracia. Sekali lagi,.... Gracia. Greluv. Muach"

T: "Gadis pengawas yang akan selalu memanfaatkan situasi dan memberikan banyak kejutan di kehidupannya Adri. Hai, aku Stefi"

O: "Gadis penyabar yang akan selalu menunggu. Sampai hati Adrian luluh, aku Okta"

D: "Tidak hanya tubuh aku, tapi hati aku juga udah dimiliki sama kak Ian. Aku Vanka alias Thacil"

H: "Kok jiko kalian jadi kayak gitu sih?"

N: "Khusus buat cerita ini aja"

H: "Terserahlah, kita mulai aja ya"

F: "Tunggu, kak. Aku boleh nanya ke kakak dulu gak?"

H: "Boleh kok, buat Shani, apa aja boleh kok. Mau tanya apa sih emang"

F: "Iihhh..... kakak pake gombal. Aku udah tunangannya Adrian lho"

Pake diingetin lagi, batinku.

F: "Tadi di awal ngomongin apa, kak?"

H: "Di awal? Opening?"

F: "Bukan yang itu, yang ada kata-kata 'enak' terus 'ciuman' juga. Maksudnya apa?"

H: "Itu, apa... lebih enak ngobrol sama kalian daripada sama si kam- si Adrian. Udahlah, kok malah gue yang diwawancarai sih?"

F: "Satu lagi, kak. Kenapa aku diwakilin huruf F?"

H: "Fiancée"

F: "..."

G: "Kalo ci Shani F itu 'fiancée', berarti aku G itu 'girlfriend' ya?"

H: "G itu kan Gracia"

G: "Oh, kirain"

D: "Kalo aku kenapa D?"

H: "D. Dede. Dede bule. Kalo T kan udah dipake Stefi"

T: "Kenapa bukan V. Vanka"

H: "V nanti ada sendiri"

N: "Siapa?"

H: "Oke, kita langsung mulai aja wawancara nya ya. Pertanyaan per-"

N: "Tunggu! Siapa V? Dan kenapa gak ada yang pake S?"

H: "Pertanyaan pertama,..."

N: "Jawab!!"

H: "Mau cepet kelar gak? Biar cepet selesai, kalian cepet ketemu Adrian lagi"

All: "OKE!!"

Terserahlah, batinku.

H: "Karena waktunya mepet, satu pertanyaan aja deh. Berikan 1 kata yang terlintas di pikiran kalian untuk mendeskripsikan Adrian. Tapi gak boleh template ya"

F: "Sempurna"

H: "Itu template, Shani"

F: "Kan biar dia gak bisa pake itu nanti"

H: "Ya udah deh, terserah. Shani mah bebas. Shania?"

N: "Segalanya"

H: "Waduh. Udah cinta mati kayaknya sama si kampret. Gracia?"

G: "Idola"

H: "Lho, kok? Terserah deh. Stefi?"

T: "Nakal"

H: "Kayaknya gue tau deh penyebabnya. Okta?"

O: "Kesayangan"

H: "Udah jelas sih ya. Thacil?"

D: "Mesum"

H: "Lah, katanya gak mesum. Katanya sopan"

D: "Tapi aku lebih suka kak Ian yang mesum. Biar,.... Hehehe"

H: "Y-Ya udah deh. Oke, sekian sesi tanya jawab nya"

F: "Kalo kakak? Satu kata buat Adrian apa?"

H: "Pake ditanya, ya udah jelas lah. Kampret!"

All: "Padahal sendirinya juga sama!!"


Makasih.
• TTD Shani, Nia, Greluv, Tepi, Otut, DeBul & H4N53N


Gak ada maksud apa-apa, cuma entah kenapa akhir-akhir ini saya jadi sayang banget sama nih anak
IMG-20190117-100547.jpg
 
gw curiga karna emang kagak terlalu diceritain nafsu shani dalam hal apapun sih gan, hehe
tapi ternyata karna yg sebutannya dewi yunani

buat update gw tetap menunggu gan, asalkan tetep jalan ni cerita kagak seperti cerita dulu2 yg kagak slesai
Ya, doakan saja ya biar saya sehat selalu. Hehehe.

Cakep ya si Manda
Iya. Ca-
Eehh.... Aku tidak akan terjebak semudah itu.

Wooh awas aja sampe beneran ngapa-ngapain pengamat alay, saya bakalan suruh K3luarga Glazers buat beli situ... itu kalo mereka udah gak pelit sih, gaji staff aja kurang mencukupi gini. eh.
Gak masuk hitungan ya.
Adrian yang diapa-apain kok :pandaketawa:

Kayaknya kalo dilihat dari part Yona sama Ve, yang dimaksud itu kayaknya seseorang yang penampilannya mirip kayak Adrian, kelakuannya pun sama kampretnya. Kemungkinan Adrian KW ini punya masa lalu sama Ve, terus Yona sebagai generasi tu---eh maksudnya generasi yang duluan tau cerita atau bahkan punya pengalaman sama Kampret lain ini. Eh kalo Yona kenal harusnya Thacil juga kenal kan ya, atau jangan-jangan part 1 itu Thacil sebenarnya ngira kalo Adrian orang yang sudah lama dia kenal, tapi ternyata cuma mirip? Hmmm malah makin penasaran sendiri:beer:
Waduh, yang suka berteori-teori kayak gini kan yang bikin jadi,.....

Penasaran kan :pandaketawa:

Fak "T E R S I N D I R" akutu :(
Lho, emang situ yang waktu itu komen kayak gitu?
Maaf ya, gan :pandaketawa:

Btw, selamat ya. Sama sama menang 1-0 nih, tapi bedanya situ lawan tim medioker ya?
Lewat penalti lagi gol nya?
(Sombong dikit boleh ya, jangan baper :pandapeace: )

dikira update, ternyata hanya narasi saja :hammer:

wah jadi orang yang ketujuh ipuy ya? :)
ayo huu update, nubi tidak sabar :semangat:
Udah ya, nubi. Silahkan baca

I'm waiting for this
Waiting buat part-part selanjutnya juga ya

Nanatsu no taizai,7 dosa keburukan-.-
Dan pas banget favorit gw si ban sang dosa keserakahan di wakilin sama stepi....
Apa kah ini yg dinamakan jodoh?
Udah dibilangin juga, jangan ngaku-ngaku

Alias

Besok bikin 10 commandments aahhh....... :pandaketawa:

hiyaa ketauan deh umurnya situ berapa. hihi
Saya tau dari komik-komik kakak saya kok. Wleee
Trus karena penasaran searching animenya juga deh

Lah, ternyata anime sama komik nya ending nya beda
Saya bingung

Tos dulu kita
:ngupil:

Karena si Adik Impian udah update foto angkat poni di twit**ter sama instagram hari ini, berarti dapat dikonfirmasi kalo dia bakal masuk di Season 3 (karena season 2 ini kan timeline Agustus 2018 sampe Desember 2018/Awal 2019). yess!
:Peace::Peace:
Lah, apa urusannya?
Season 2 baru 3 part, udah ditagih season 3 aja.
Beban aku tuh :sendirian:
 
Stepi emang patut untuk disayang bukan untung di macem macemin *eh
Stepiiii aku padamu
 
Wah klo gitu shani mantan dri 10 commandment....

Dan setelah saya pikir pikir lagi,pantesan stepi itu mewakili ban -.- ternyata akhir akhir ini adrian llagi mikirin stepi mulu,tandanya stepi orang terkuat ke 2 setelah shani
 
Kok gw pengen nangis ya baca part ini, gatau kenapa heran juga

saila

Ads ga pengen ngerasain setannya? Atau udah? Eh setannya cewek kan?

alias

Thank you update nya. Lain kali kalo habis pake toilet nya SPBU bayar ya, seikhlasnya gapapa kok. Dasar pemuda negara berkembang!
 
nice update hu ditunggu kelanjutannya

ngaterin pulang stefi sambil ngisi bensin sambil exe stefi untung gak di exe semua kalau di exe semua tuh 4 anak pulang pulang langung kopong tu dengkul dan ini juga gre ajak perang shani tapi shani mau ngalah apa ngak ya sama gre kan gre sohibnya shani jadi makin penasaran ni di tunggu kelanjutannya

semangat nulis hu biar cepat update
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd