Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Finding Reality ACT II

Bimabet
wah tenggelem, bantu up ah biar ada yang notice buat update juga, abang adek pada gak update, apa kalian sekongkol? ;)
 
Part 8: Different

IMG-20180725-003544.jpg


Ehmm,...

Aku membuka mataku dengan sedikit malas.

Tunggu, kenapa Shani ada disini?
Dan kenapa wajahnya begitu dekat?

"Shan, kamu ngapain?" tanyaku.

"Eh?! K-Kamu udah bangun? B-Baru mau aku bangunin" jawabnya sedikit gugup.

"Aku udah bangun kok" kataku.

"Kamu sekarang kok bangunnya siang terus sih?" tanyanya.

"Iya. Tadi habis sholat shubuh aku tidur lagi" jelasku.

"Masih ngantuk?" tanyanya lagi. "Mau aku bikinin kopi dulu?" tawarnya kemudian.

"Ah... E-Enggak. Enggak usah, Shan" tolakku. "Nanti ngerepotin kamu"

"Enggak. Aku gak repot kok, aku bik..."

Shani tidak melanjutkan perkataannya, dia malah melihatku dengan tatapan penuh kecurigaan.

Firasat ku langsung tidak enak.

"Kenapa kopi buatan aku?" tanya Shani tiba-tiba.

Tuh kan, langsung ditanyain, batinku.

"Gapapa. Emang aku lagi gak peng-"

"Kenapa kopi buatan aku?" tanya Shani lagi, mengulang pertanyaannya. "Jawab jujur!"

"Yaudah, aku jawab jujur. Tapi kamu jangan marah ya" kataku.

Shani hanya diam sambil menatapku tajam.

Huft~
Aku sedikit menghela nafas.

"Kopi" kataku.

"Kopi?! Kenapa sama kopi aku?"

"Tuh kan, kamu marah" kataku.

Shani mengehela nafas sebentar kemudian baru saat dia terlihat sudah kembali tengang baru aku mengatakannya lagi.

"Kopi buatan kamu itu,..."

Aku sengaja menggantungkan kata-kataku karena sengaja ingin melihat reaksi Shani terlebih dahulu. Kulihat dia masih diam.

Sepertinya aman, pikirku.

"Kemanisan, Shan. Kopi buatan kamu kemanisan" lanjutku. "Keenceran juga. Rasanya jadi kayak teh" tambahku.

"Kemanisan?" tanya Shani memastikan. "Dan kamu permasalahin itu? Itu cuma masalah gula lho?"

Salah lagi kan gue, batinku.

"Kamu gak bisa bohong dikit apa? Buat nyenengin aku gitu?"

"Shan, kamu tadi nyuruh aku buat jujur. Aku udah jujur, kamu malah marah" kataku. "Aku harus apa?"

"Apa lagi?" tanya Shani kemudian. "Apa lagi yang kamu sembunyiin dari aku?"

Banyak sih, batinku.
Tapi kan,...

"Shan, kamu kenapa sih?" tanyaku balik. "Ini masih pagi lho. Kok kamu udah kayak gini?"

"Terserah! Terseraaahh!!" teriak Shani lalu keluar kamar.

"Shan,..." panggilku.

"Mandi sana!!" perintahnya.

Ya tuhan, cobaan apa lagi yang kau berikan pada hamba?
.
.
.
.
.
Beitu keluar dari kamar mandi, aku menemukan ada secangkir kopi dan secarik kertas di meja belajarku.

"Cobain"

Begitu tulisan di kertas tersebut.

Apa lagi ini?, batinku

"Mendingan dituruti aja lah" gumamku.

Aku langsung mencicipi kopi tersebut. Dan,...

"Gimana?" tanya Shani yang ternyata sudah ada didepan kamarku. "Gimana rasanya?"

Lucunya dia menanyakan hal tersebut sambil menutup matanya.

"Shan?"

"Gimana rasanya?" tanya Shani lagi.

"Enak. Udah enak kok" jawabku. "Makasih ya"

Shani hanya diam seperti masih tidak mempercayaiku.

"Beneran ini, aku gak bohong" tambahku sambil tersenyum.

Akhirnya Shani tersenyum juga. Manis sekali.
Aku selalu suka saat melihat senyumannya itu. Entah kenapa itu membuatku sangat bahagia.

"Udah dong, buka dong matanya. Masa merem terus gitu" kataku.

"Kamu pake baju dulu sana!" pinta Shani.

"Liat aja kali, Shan" balasku. "Kemaren kan aku juga udah liat kamu-"

"Adriaaann... Pake baju!" perintah Shani.

"Iya iya, Shan" balasku yang langsung menurutinya.

"Udah?" tanyanya.

"Belum" jawabku.

"Udah?" tanyanya lagi.

"Belum" jawabku lagi.

"Udah belum?" tanyanya sekali lagi.

"Belum, Shan"

Kok kayak lagi main petak umpet ya, batinku.

"Kok lama sih?"

"Aku ini masih ngambil kaos" balasku.

"Hmmm,.. Udah?" tanya Shani.

"Udah" jawabku.

Shani sepertinya langsung membuka matanya.

"Adrian,..?" panggilnya.

"Ya?" tanyaku yang langsung memeluknya dari belakang.

"Iiiiihhh,... Kamu... Kok malah dibelakang sih? Aku kan-"

"Pengen liat aku. Ya, kan" potongku.

"Itu tau"

"Gak enak ya daritadi merem gak ngeliat aku?" tanyaku menggodanya. "Lagian tadi disuruh ngelihat gak mau"

"Ehmmm.... Udah, ah. Ayok kita sarapan" ajaknya kemudian berusaha mengalihkan pembicaraan. "Aku udah masakin-"

"Bukan sup ayam lagi kan" potongku.

"Bukan kok" jawabnya.

Syukurlah, batinku.

"Aku gorengin tahu sama tempe sesuai permintaan kamu kemaren" kata Shani.

Langsung diturutin lho tahu sama tempe nya. Makasih ya, Shan.
Kira-kira kalau aku minta yang lain, dituruti juga atau tidak ya?, batinku.

"Kenapa senyum-senyum?" tanyanya curiga.

"Yang daritadi senyum-senyum itu kamu" balasku tak mau kalah.

Tapi tunggu, sepertinya ada yang salah.

"Gak cuma tahu tempe doang kan, Shan?" tanyaku.

"Ya enggaklah. Sama aku masakin tumis tauge"

"Oh. Eh?!!"

Kenapa harus tumis tauge?, batinku.

"Tadi aku bingung mau masak apa lagi selain tahu sama tempe goreng, terus aku tanya gracia deh. Katanya kalo sama tumis-tumisan enak" terang Shani. "Kata dia lagi, tumis tauge bikinnya gampang. Jadi aku bikin tumis tauge aja deh"

Kok gue curiga ya, batinku.
.
.
.
"Gimana?" tanya Shani saat kami tengah sarapan.

Langsung ku acungkan jempolku sebagai jawaban kalau masakannya enak. kemudian kulanjutkan sarapanku.

Kalo masakan kamu bisa konsisten enak terus kayak gini, pasti langsung aku nikahin Shan, batinku.

"Aku seneng deh ngeliat kamu makan lahap kayak gini" kata Shani tiba-tiba.

Aku memandangnya dengan heran, tapi kemudian pandanganku terhalang oleh sesuatu. Aku pun berusaha menyngkirkan sesuatu tersebut dengan meniupnya.

"Gemes banget sih" kata Shani menegur apa yang kulakukan.

"Hah..?"

"Habis ini ikut aku bentar" ajak Shani.

"Ngapain?" tanyaku.

Shani tidak menjawabku, dia hanya tersenyum manis seperti biasanya.

Wah, apa jangan-jangan ngajakin nih?, pikirku.
.
.
.
Cras.. Cras...

"Ngomong-ngomong kemaren itu, kamu sama Gracia kenapa sih?" tanya Shani tiba-tiba.

"Gak ada apa-apa kok" jawabku.

"Jangan bohong. Gak mungkin gak ada apa-apa, kemaren dia kayaknya kesel banget sama kamu sehabis pulang dari mall" kata Shani. "Kamu apain dia?"

"Gak aku apa-apain, Shan"

Eh, tunggu.
Apa mungkin karena hal itu ya?
Apa justru karena aku tidak melakukan 'apapun' terhadap Gracia makanya dia jadi kesal.

"Adriaann.."

"Mungkin karna dia lagi laper aja, Shan" jawabku sekenanya. "Kan kamu yang bilang sendiri kalo dia lagi laper, bawaannya emang gitu"

Kemarin saat kutanya, Gracia juga menjawabnya kalau dia sedang lapar kan. Tidak tahu juga kalau dia bohong.

"Kamu sama Gracia yang kenapa itu?" tanyaku balik. "Kemaren kok sempet diem-dieman. Sebelumnya Gracia juga ngeliatin kamu kayak ada sesuatu gitu"

"Gak tau, mungkin karna-"

"Aku gak mau ya gara-gara aku, persahabatan kalian jadi rusak" potongku.

"Gak akan" jawab Shani tenang. "Mungkin yang Gracia ngeliatin aku itu karna dia yang sebelumnya aku gelitikin. Hihihi" Shani cengengesan. "Tapi gak tau juga, coba deh nanti tolong kamu tanyain"

"Emang dia gelian ya, Shan?" tanyaku.

"Iya, terutama di bagian- Eh, kamu mau ngapain pake tanya-tanya?" tanya Shani curiga.

"Katanya aku harus 'serius' sama Gracia" jawabku beralasan.

"Awas kamu ya,..." ancam Shani.

"Oh iya, Shan. Aku mau tanya" kataku kemudian.

"Tanya apa?"

"Kamu bisa gak sih sebenernya?" tanyaku. "Daritadi perasaan rambut aku segini-segini doang"

Ya, tadi saat Shani mengajakku dan kutaya tapi dia tidak menjawabnya. Ternyata dia hendak menolongku memotong rambutku yang sudah semakin gondrong agar terlihat sedikit rapi. Tapi, daritadi Shani hanya menggunting ujung-ujungnya saja.

"Ya, kan aku sayang aja sama rambut kamu kalo dipotong. Rambut kamu bagus sih"

"Sama rambutnya doang nih?" tanyaku. "Sama orangnya enggak"

"Kalo itu pasti" jawab Shani. "Sayang banget malah"

Bisa aja kamu jawabnya Shan, batinku.

"Shan, habis ini aku boleh minta tolong enggak?" tanyaku.

"Minta tolong apa?" tanyanya balik.

Tidak langsung kujawab, aku hanya memberikan senyuman terbaikku padanya.
.
.
.
.
.
"Ssshhh.... Ahh... Shan,.... Iya, enak. Terus, Shan"

"Kamu jangan banyak gerak, susah nanti"

"Ahhh,.... Iyaaa.... Shan... Enak. Kamu pinter deh"

"Udah nih, tinggal yang satunya" kata Shani.

"Ah?! Oh, iya Shan" balasku lalu bangkit berdiri kemudian berpindah duduk disebelah kanan Shani dan kembali menaruh kepalaku di pangkuan paha Shani.

Kalian berfikir apa?
Aku hanya memita tolong pada Shani untuk membantuku membersihkan telingaku.
Kenapa pikiran kalian selalu kemana-mana?

"Kok tumben sih minta tolong dibersihin? Biasanya juga bersihin sendiri" tanya Shani.

Aku tidak menjawabnya karena seharusnya dia sudah tahu kalau aku hanya ingin menghabiskan waktu bersama dengannya terlebih dahulu sebelum benar-benar fokus ke sahabatnya.

"Kamu,... Kenapa tadi pagi kamu marah?" tanyaku balik.

"Itu,..."

"Masa cuma gara-gara kopi kamu marah sih?"

"Bukan. Sebenernya,... Sebenernya karna..."

"Apa?" tanyaku penasaran.

"Gara-gara kamu bangun duluan, padahal kan mau aku bangunin"

"Lah, bukannya bagus ya kalo aku bangun duluan"

"Iya sih, tapi kan...." kata-kata Shani sedikit "Ah udah, jangan diajakin ngobrol, nanti aku gak konsen. Bahaya"

Yang ngajakin ngobrol duluan kan kamu Shan, batinku.
.
.
.
"Udah, nih" kata Shani saat sudah selesai membantuku.

Aku hanya diam tidak beranjak dari posisiku.

"Adrian, udah" kata Shani lagi. "Paha aku pegel"

"Aku udah PW, Shan" balasku dengan nada memelas.

"Ya udah, sebentar aja ya" kata Shani yang akhirnya mengalah lalu mengelus-elus rambutku.

Perlakuan Shani begitu lembut terhadapku.
Tapi,...
Aku masih penasaran, kenapa tadi dia sempat marah-marah sih?
Hanya karena aku bangun duluan?
Oh, apa sebenarnya gara-gara itu?

"Shan..." panggilku.

"Iya..?" jawabnya.

"Kamu tadi itu marah gara-gara kemaren ya" tebakku.

"Kemaren?" tanya Shani seperti tidak mengerti.

"Ya,.. gara-gara 'bunga-bunga' itu" kataku lagi.

"Astaga! Kamu ini ya, udah tukang bo'ong, tukang nguping, tukang ngintip juga" tuduh Shani.

"Ya,.. gak gitu juga, Shan" kataku membela diri.

"Ya kamu sih" balas Shani. "Udah lah terlanjur dilihat juga, mau gimana lagi. Lagian gracia juga kenapa harus beliin yang bunga-bunga sih?"

Oh, jadi itu dibeliin gracia, batinku.

"Biasanya kan aku pake yang po..."

"Polos" kataku melanjutkan perkataan Shani yang sempat menggantung.

"Iiiiiihhh...." balas Shani sambil menjewer telingaku.

"Aduduh, aduh, Shan..."

Kenapa Shani marah?
Bukannya hal itu lebih baik daripada polos ya?
Kalau 'polos' kan mudah dibohongi orang lain.
Eh, sepertinya itu 'polos' yang berbeda ya.

"Tauk, ah" tambah Shani lalu tiba-tiba bangkit berdiri sehingga membuat kepalaku yang sedang enak dipangkuannya terjatuh ke sofa.

Shani berjalan menuju tangga seperti hendak naik keatas.

Kok langsung berubah jadi kasar sih?, batinku.

Tapi,.. entah kenapa otak jahilku masih ingin menggodanya lagi.

"Bunga-bunga doang, Shan?" tanyaku.

Seketika Shani menghentikan langkahnya lalu menoleh kearahku sambil memasang wajah cemberut.

"Ada yang renda-renda?" tanyaku sambil sedikit tertawa.

Shani langsung terlihat seperti kaget dengan pertanyaanku.

"Kok kamu ta-" Shani memotong kalimatnya sendiri dengan menutup mulutnya menggunakan tangannya.

"Eh, beneran ada?" tanyaku polos.

"Adriiaaaaannn...."

IMG-20180806-000955.jpg

.
.
.
.
.
.
.
"Astaga, Shani Shani. Ada-ada aja kelakuan kamu" gumamku.

Hah?
Kenapa?
Itu tadi aku hanya sedang flashback lho tentang kejadian tadi pagi. Tidak usah terlalu berharap lebih.

Lalu apa yang kulakukan sekarang?
Ehmm,... Aku hanya sedang dalam perjalanan menuju ke rumah Gracia.
Karena sekarang waktunya untuk serius.

Tenang, sudah dekat kok. Sebentar lagi juga sampai.
3...4..5. Eh, salah.
3...2..1.

Tuh kan, sudah sampai.

Aku langsung turun dari motor dan menuju pagar depan rumah Gracia.

"Permisi..." sapaku.

Terlihat satu orang bapak-bapak yang sedang membaca koran diteras depan rumah langsung melipat korannya dan kemudian menuju kearahku.

Kayak pernah liat. Dimana ya?, pikirku saat melihat bapak-bapak tersebut.

"Cari siapa ya, mas?" tanya bapak tersebut.

Bokapnya Gracia kali ya, batinku.

Harus dibaik-baikin sih ini.

"Selamat siang, om. Saya Adrian mau ketemu sama Gracia" jawabku. "Gracianya ada, om?" tanyaku kemudian berusaha sesopan mungkin.

"Gracia? Gracia mana?" kata bapak itu kembali bertanya padaku.

"Shania Gracia, om. Ini rumahnya Gracia kan, om?" balasku.

"Yakin ini rumahnya?" tanya bapak itu lagi.

Masa gue salah alamat sih, batinku.

"Papa...."

Terdengar sebuah suara penyelamatku dari situasi aneh ini.
Suara Gracia. Terimakasih ya, Gracia.

Tunggu, papa?
Oh, berarti benar. b\Bapak-bapak ini adalah papanya Gracia.

Untung beneran bokapnya, kalo bukan dan gak terhalang oleh pagar udah gue tampol nih bapak-bapak, batinku.

"Itu pacar aku, jangan diisengin!!"

Waduh, gue langsung dikenalin sebagai pacarnya aja ke keluarganya, batinku.

Bapak-bapak itu langsung menoleh ke arah Gracia sambil menunjukku seperti tidak percaya dengan apa yang dikatakan anaknya barusan.

"Jadi gitu" kata bapak-bapak tersebut saat kembali menoleh ke arahku.

Apa'an lagi ini?, batinku.

"Jadi waktu itu kamu gak mau nerima uang saya ternyata tujuan kamu ini? Kamu mau macarin anak saya?" tanya bapak itu.

Uang?
Uang apa lagi?, batinku.

Aku berfikir sejenak, berusaha mengingat-ingat.

Oh, ternyata yang waktu itu.

"Enggak, om. saya waktu itu emang ikhlas nolonginnya kok. Waktu itu saya juga belum tahu kan kalo om itu papanya Gracia" kataku jujur.

"Eh, ada apa ini? Kakak udah pernah ketemu papa aku sebelumnya?" tanya Gracia sambil membukakan pagar untukku, aku pun langsung melangkah masuk.

"Iya" jawab papanya Gracia. "Dia pernah bantuin papa waktu ban mobil papa bocor dijalan"

Ya, bapak-bapak yang dulu penah aku bantu saat ban mobilnya bocor ternyata adalah papa dari Gracia.
Firasat ku mengatakan kalau hubunganku dengan Gracia akan berjalan dengan baik.



"Iiihh,.... Kak Ads~ Baik banget sih" puji Gracia. "Tuh kan, pa. Papa tau sendiri pacar aku baik. Jangan diisengin kayak tadi lagi ya"

"Enggak kok. Tadi cuma bercanda. Ya kan, om" kataku berusaha mencairkan suasana. "Om juga bisa aja bercandanya, saya pake dibuat bingung. Pdadahal kan baru kemaren malem saya nganterin Gracia pulang" tambahku.

"Oh, jadi kamu yang kemaren ngasih martabak sisa ke anak saya?" kata papanya Gracia menuduhku.

Nih bapak-bapak gak bisa diajak damai ya, batinku.

Dia sudah lupa apa kalau aku pernah membantunya dulu.
Karakter bapak-bapak dicerita ini gak ada yang bener apa gimana sih?
dan sialnya lagi, suatu hari nanti aka kan n=menjadi bapak-bapak juga. Kampret emang.

"Gak om, itu sebenernya saya gak maksud buat-"

"Oh jadi sebenernya kamu gak ada niatan bawain apa-apa?" tuduh papanya Gracia. "Sekarang aja kamu gak bawa apa-apa"

Sumpah nih bapak-bapak ngeselinnya minta ampun, batinku.

"Pa, kan aku udah bilang kalo itu emang udah aku makan duluan" kata Gracia membelaku.

Emang bener-bener pacar idaman sih ini.

"Ya udah yuk, kak. Masuk dulu" ajak Gracia padaku.

"Tunggu" cegah papanya Gracia.

Mau apa lagi nih bapak-bapak?
Tidak peduli apa yang akan dikatakannya, aku akan tetap berjuang demi Gracia.
Karena aku sudah berjanji untuk lebih serius pada Gracia mulai hari ini.

"Kamu bisa main catur?" tanya papanya Gracia kemudian.

"B-Bisa, om" jawabku. "Kenapa ya?

"Ya udah, oke. Saya restuin kamu sama Gracia" kata papanya Gracia sambil tersenyum.

Kampret! KAMPRET!!
Setelah apa yang terjadi tadi, dan ternyata itu doang syaratnya.

"Ehmm... kak" panggil Gracia.

"Ya?"

Gracia memberikan tatap heran dengan sedikit memiringkan kepalanya, lalu dia mengedip-ngedipkan kedua matanya beberapa kali.

"Kakak habis potong rambut ya?" tanya Gracia kemudian. "Keliatan lebih pendek soalnya"

Merhatiin gue banget sampe segitunya nih anak?, batinku.

Padahal kan rambutku hanya dipotong sedikit oleh Shani. Tapi Gracia bisa menyadarinya?
.
.
.
.
.
.
.
"Tinggal satu. Dimana, ko?" tanya Jason.

"Itu itu, dibalik pohon. Bentar lagi juga ngintip dia" jawab Stanley.

"Biar gue aja" sahutku.

"Sadis. Langsung headshot" kata Jason.

"Yang penting kita dapet chicken lagi kan" balas Stanley.

"Iya, ada ko Ads langsung cepet kita menangnya. Makan malam ayam lagi kita" kata Jason lagi.

Yap, tepat sekali. Aku baru saja selesai bermain PUBG dengan kedua adik dari Gracia, Stanley dan Jason. Tapi Gracia biasa memanggil mereka dengan Aten dan Ecen. Mungkin itu juga menjadi alasan kenapa namaku menjadi 'Ads'. Ya, kami hanya bertiga dalam satu tim, bukan masalah sih. Justru kalau berempat bersama Gracia juga, mungkin itu baru masalah.
Sedikit saran ya, untuk menaklukkan hati seorang gadis adalah melalui perasaannya, contohnya dengan memenangkan hati keluarganya. Dan sedikit saran lagi, untuk memenangkan hati keluarga dari gadis yang kalian incar,seperti ini yang kulakukan sekarang ini, mengakrabkan diri dengan adik-adik Gracia.
Dan, hal pertama yang harus kalian lakukan sebelum melakukan pendekatan dengan keluarganya adalah membuang harga diri kalian jauh-jauh.
Papanya sudah merestui, adik-adiknya seprtinya bukan masalah, tinggal mamanya Gracia saja. Semoga bisa.

Sudah berapa ya 'keluarga' yang sudah aku taklukan?
Shani? Sudah pernah aku ceritakan bukan.
Shania? Jangan ditanya lagi.
Gracia? Dalam proses.
Hehehe, maruk ya.

"Main lagi?" tanyaku.

"Bentar, aku mau minum dulu" balas Jason lalu berdiri dan menuju dapur.

"ko Ads" panggil Stanley.

Kenapa gue dipanggil 'ko' sih?, batinku.

Emang tampang gue kayak koko-koko ya?

"Iya?" balasku.

"Kenapa mau sih sama cici?" tanya Stanley.

"Gak tau ya, mungkin karna dia adalah Gracia" jawabku.

Ya, mungkin hanya karena itu.

"Maksudnya?" tanyanya lagi.

"ko Ads, ko Aten" panggil Jason yang sudah kembali.

"Kenapa? Mau langsung main lagi?" tanya Stanley.

"Bukan itu" jawab Jason. "Ada yang lebih seru"

"Apa'an?" tanya Stanley.

"Cici masak" jawab Jason lagi.

Iya, sepertinya itu memang lebih seru, batinku.

Melihat Gracia memasak.
.
.
.
.
.
"Itu cabe gimana bisa jadi halus?" sindir Stanley.

"Tauk. Di uleg ci bukan dipukul-pukul manja" tambah Jason.

"Kak Ads~" panggil Gracia seperti memintaku untuk membelanya.

"Lo lagi nguleg apa lagi main jadi hakim-hakiman sih" balasku ikut mengomentari tingkah Gracia.

"Kok malah ikutan ngeledekin sih, kak" keluh Gracia.

"Hehehe"

Aku, Stanley dan Jason tertawa bersama.

"Udah udah. Tukeran sama mama aja ya, biar mama yang nguleg sambelnya" kata mamanya Gracia.

"Iya, ma" jawab Gracia.

Gracia langsung mengambil spatula dan tutup panci.
Iya, tutup panci. Kalian tidak salah baca. dia menggunakannya sebagai tameng untuk melindunginya dari cipratan minyak panas.
Jadi sekarang Gracia terlihat seperti seorang ksatria dengan spatula ditangan kanan sebagai pedang dan tutup panci ditangan kiri sebagai tameng. Dan lawan yang dihadapinya adalah burung rajawali mini yang hanya tinggal dada dan pahanya saja dengan bermandikan lava alias sedang memasak ayam goreng.
Tapi jika Gracia adalah seorang ksatria, mungkin dia adalah ksatria yang penakut. Maksudku sekarang saja dia semakin jauh dari kompor karena dia daritadi mundur-mundur guna menghindari cipratan minyak.

"Dan kita lihat sekarang semakin menjauh saja chef kita ini" komentar Jason.

"Iya. Iya. Terus. Mundur. Terus" tambahku dengan nada ala tukang parkir.

"Kak Ads~"

"Tapi kok tiba-tiba cici mau bantuin mama masak sih?" tanya mamanya Gracia.

"Mama pake ditanya lagi. Ya gara-gara ada ko Ads lah" balas Jason. "Ya kan, ci"

Gracia yang mendengarnya seketika wajahnya pun langsung memerah.

"Tapi katanya,.." Stanley pun akhirnya ikut bicara. "Kalo ada cewek yang goreng ayam sambil mundur-mundur, mesti di nikahin tau"

"Kak,..." Gracia memanggilku seperti mengharapkan sesuatu setelah mendengak perkataan Stanley.

Jangan langsung gini dong, batinku.

"Udah udah, cicinya jangan digodain terus" sahut mamanya Gracia. "Sana! Tunggu di meja makan"

Kalau soal makan, tidak perlu diperintah 2 kali. Stanley dan Jason langsung menuruti perkataannya mamanya. Aku sih ngikut aja, yang penting dapet makan.

Tapi tunggu, apa ini?
Kenapa firasat ku kurang bagus soal mamanya Gracia. Beliau seperti tidak terlalu menyukai keberadaanku.
.
.
.
.
.
"Makan! Makan! Makan!"

Aku, Stanley dan Jason langsung,... Bagaimana mengatakannya ya? Membuat rusuh meja makan.
Kami berteriak 'Makan! Makan!' seperti para napi saat akan diberi jatah makan (tapi kayaknya napi gak kayak gitu juga ya). Kami juga memukul-mukul meja makan seperti anak-anak sekolah saat ditinggal gurunya rapat atau saat jam kosong.
Dan kampretnya lagi, beberapa saat kemudian. Ada seorang bapak-bapak yang ikut nimbrung membuat rusuh di meja makan ini. Ya, siapa lagi kalau bukan kepala keluarga dari keluarga ini. Keluarga macam apa sih ini?

"Kak Ads, adek-adek aku diajarin apa?" tegur Gracia yang muncul bersama mamanya sambil membawa makanan.

"M-Mereka yang mulai duluan kok" balasku.

"Papa yang ngajakin" sahut Jason membelaku.

"Hah...?" papanya Gracia terlihat kebingungan.

"Udah udah" potong mamanya Gracia. "Makan dulu"

"Kamu harusnya bilang dulu kalo mau mampir, biar om suruh mamanya Gracia masakin udang pedes atau cumi pedes. Enak banget itu" kata papanya Gracia.

"Iya ko Ads, enak banget" tambah Jason. "Cici aja selalu nambah"

Makan apa aja juga nambah nih anak, batinku.

"Kapan-kapan kamu kalo kesini lagi bilang ya, biar om minta mamanya Gracia masakin itu. Kamu gak ada alergi sama makan laut kan?" tawar papanya Gracia.

"Enggak kok om" jawabku. "Tapi gak usah repot-repot om, gak enak saya"

"Enakin aja, kak" sahut Gracia sambil mengambilkan nasi untukku.

Tunggu tunggu, apa ini?
Gracia mengambilkan nasi untukku?
Gracia yang duduk disebelahku langsung berinisiatif mengambilkan nasi untukku?
Dan sepertinya bukan hanya aku yang terkejut, orang tua dan adik-adiknya juga sepertinya ikut terkejut.

"Cici tumben. Biasanya langsung makan aja" kata Stanley heran.

Gracia yang mendengarnya seketika wajahnya pun langsung memerah seperti tadi.

Ini pasti gara-gara omongan lo tadi, batinku.

"Kamu dong yang masakin udang atau cumi pedes buat aku" kataku menggoda Gracia. Aku bahkan sengaja menggunakan 'aku-kamu' untuk menggodanya, padahal jika dengan Gracia aku biasanya menggunakan 'lo-gue'

"Eh...? Eee.... Kak, kakak harus cobain telur dadar bikinan aku ya" kata Gracia berusaha mengalihkan pembicaraan karena sempat salah tingkah.

"Doa dulu" kata mamanya Gracia.

Saat berdoa, entah kenapa aku merasa kalau mereka memperhatikanku.
Oh, pasti karena,...

"Adrian" panggil papanya Gracia.

"Ads" Stanley, Jason dan mamanya Gracia membenarkan.

Meski sebenarnya itu tidak perlu dibenarkan sih, Adrian itu sudah benar, batinku.

Mereka sekeluarga langsung menoleh kearah Gracia.

"Namanya Adriansyah ya kan, kak" kata Gracia. "Aku singkat jadi 'Ads' aja"

"Kamu ini muslim?" tanya papanya Gracia padaku.

Pasti mereka menyadarinya karena caraku berdoa tadi.
Ya, pasti itu bisa jadi sedikit masalah, pikirku.

"I-Iya om" jawabku pasrah.

"Yah,..." Jason seakan kecewa dengan hal itu.

"Gapapa kok. Kalo kamu serius sama Gracia, pasti om restuin" balas papanya Gracia.

Heh?!
Tunggu, ini serius?
Tunggu bukan itu yang harus aku khawatirkan sekarang.

"Emang kamu kerja apa?" tanya mamanya Gracia. Entah kenapa dari nada bicaranya seperti meragukan diriku.

"Saya masih mahasiswa, tante" jawabku jujur.

"Udah gapapa" sahut papanya Gracia. "Asalkan rumah tangga kalian baik-baik aja nanti, kalian gak perlu bingung soal uang" tambahnya.

Wah, sejahtera dong hidup gue nantinya, batinku.

Tapi aku tidak boleh berpikiran seperti itu.

"Gak om" tolakku. "Saya bakal lulus kuliah dulu, cari kerja, ngumpulin uang. Kalo udah, nanti baru saya lamar anak om" kataku.

Eh tunggu, kenapa gue asal nyeplos aja?
Shani gimana? Ngijinin apa enggak?
Eh, bukan itu. Tapi,...
Haduh, kalo Gracia salah paham gimana nih?

Saat aku sedang kebingungan, tiba-tiba...

"Wahahaha"

Ngapain nih bapak-bapak pake ketawa segala, batinku.

"Om jadi gak sabar nunggu kamu jadi menantu om" kata papanya Gracia. "Ini serius lho, om gak lagi bercanda. Yang tadi, didepan itu. Itu baru om bercanda" tambahnya.

Nah lho. kemaren ditodong anaknya minta ditembak. Sekarang ditodong bapaknya. Anjir gak tuh, batinku.

"Udah udah, ayo makan" ajak mamanya Gracia yang beberapa detik yang lalu sepertinya paling terkejut karena perkataanku tadi.

"Ngomong-ngomong rambut kamu itu kamu warnain?" tanya papanya Gracia lagi.

"Keren ko Ads" sahut Jason. "Aku boleh warnain rambut juga ya" pintanya kemudian pada kedua orangtuanya.

"Gak" tolak mamanya Gracia. "Rambut diwarnain, gondrong. Kayak berandalan" tambahnya.

Perasaanku saja atau memang seperti menyindir penampilanku ya?

Segitu gak sukanya sama gue apa gimana sih?, batinku.

"Oh enggak. Emang rambut saya gini, udah dari gen-nya. Keturunan" jawabku. "Kakek sama ayah saya rambutnya juga gini" tambahku.

"Oh iya, itu tadi serius, kak?" tanya Gracia berbisik saat kami sudah mulai makan. "Kakak mau nikahin aku?"

Tuh kan, salah paham kan anaknya, batinku.

"Gracia jangan ngobrol kalo lagi makan" kata mamanya Gracia mengingatkan.

"Enggak, ma. Ini aku tanya cuma tanya enak apa enggak" balas Gracia.

"Enak kok. Enak" sahutku.

"Telur dadar buatan aku?" tanya Gracia antusias. "Itu aku buatin khusus buat kak Ads lho"

"Enak juga kok" jawabku.

"Yang bener?"

"Iya. Ini telur dadar paling enak yang aku makan hari ini" kataku.

"Yeay" Gracia terlihat gembira.

"Ya emang cuma ini telur dadar yang aku makan" tambahku.

"Ah,.. kak Ads mah..."
.
.
.
.
.
.
.
"Gracia, jaga rumah ya" kata mamanya Gracia. "Kamu kalo keluar rumah, rumahnya dikunci, pagernya ditutup" tambahnya.

"Iya, ma" jawab Gracia sambil menggandeng lenganku.

"Adrian" panggil papanya Gracia.

"Ads" kata Stanley, Jason dan mamanya Gracia membenarkan.

Kenapa nama gue jadi perdebatan sih?, batinku.

"Iya iya. Ads, om titip anak om sama kamu ya" kata papanya Gracia.

"Iya, om" jawabku tegas.

"Oh iya, aku nanti nginep dirumah ci Shani aja ya. Boleh enggak?" tanya Gracia meminta ijin.

"Rumahnya Shani lagi?" tanya mamanya Gracia balik. "Gak bosen?"

"Enggak kok. Dirumahnya ci Shani seru" jawab Gracia.

"Ya udah. Kalo dirumahnya Shani boleh aja" kata mamanya Gracia akhirnya.

Beliau tidak tahu saja. Kalau mamanya Gracia tahu rumahnya Shani itu maksudnya rumahku juga. Mungkin Gracia tidak akan diijinkan, pikirku.

"Ya udah. Dah~" kata Jason.

"Dah~" balasku dan Gracia sambil melambaikan tangan.

"Hati-hati di jalan ya" tambahku.

Begitu mobil yang dinaiki oleh keluarga Gracia hilang dari pandangan, Gracia langsung meghadap ke arahku dan berkata,..

"Ya udah, kak aku siap-siap dulu ya" kata Gracia. "Aku siapin dulu baju-baju buat nginep habis itu kita pulang"

Aku diam saja tidak menanggapi perkataannya.

"Eh, kak?" Gracia kebingungan.

Aku langsung menarik Gracia untuk masuk kedalam rumahnya.

"Kak?"

"Ssstt,.. Diem" balasku.

Setelah memastikan kalau rumah ini terkunci, aku langsung duduk disofa ruang tengah rumahnya sambil memangku dirinya dan memeluknya dari belakang.

"Gue mau mesra-mesraan dulu sama lo" kataku.

"Gak sabar banget sih, kak" kata Gracia. "Mentang-mentang dapet kesempatan ketiga" sindirnya.

"Sebenernya lo yang gue kasih kesempatan pertama" balasku.

"M-Maksudnya?" tanyanya kebingungan.

"Inget kata-kata gue kemaren?" tanyaku.

"Y-Yang mana kak?" tanyanya balik.

"Bisa gak lo bikin gue lupa sama Shani"

Gracia tiba-melepaskan diri dari dekapanku dan berdiri membelakangiku.

"Kak, sebenernya...." kata-kata Gracia sedikit menggantung. "Kakak pasti kemaren sempet bingung kan kenapa aku ngeliatin ci Shani terus kemaren"

"Oh itu" kataku. "Gara-gara Shani gelitikin lo kan" tebakku.

"Bukan!" bantahnya sambil berbalik badan menghadap ke arahku. "Kemaren aku mikir, kenapa kok kakak gak mau sih aku ajakin buat gituan" tambahnya lalu membuang muka.

Masih mikirin soal itu aja nih anak, batinku.

"Kan udah gue jawab, karna gue sayang sama lo" balasku.

"Aku mikir, apa jangan-jangan sebenarnya kemaren itu kakak nganggepnya pacaran sama ci Shani bukan sama aku, bukan sama seorang Shania Gracia" kata Gracia. "Makanya aku perhatiin ci Shani, aku pengen nyari perbedaan aku sama ci Shani"

Aku langsung menarik Gracia agar kembali ke pangkuanku, tapi kali ini dia berposisi agak serong.

"Lo ama Shani itu beda kok" balasku sambil mengelus kepalanya.

"Tapi, kammppphh"

Aku langsung memotong perkataannya dengan cara mencium bibirnya yang lembut. Ciuman kami berlangsung cukup lama, aku rasa aku sangat menyukai rasa dari bibir Gracia.

"Liat kan, lo ama Shani itu beda" kataku saat ciuman kami terlepas.

"Kak..?"

"Gue belum pernah lho ciuman sama Shani"

Gracia sedikit tersenyum mendengar perkataanku.

"Mau gue tunjukkin lagi perbedaan lain antara lo sama Shani" tawarku kemudian.

"Di kamar aku aja ya kak" balasnya sambil tersenyum.




-Bersambung-


Bersambung.jpg
 
Terakhir diubah:
Catatan Penulis:

Pertama yang pasti, MAAF.
Maaf sebesar-besarnya karena baru update lagi dan baru muncul lagi, yang pasti saya punya alasan tersendiri untuk itu.
Gak usah terlalu dipikirin, anggep aja saya terlalu sibuk RL. Saya juga gak mau cerita sebenarnya Kenapa? Ada apa? Bagaimana? Kapan? Dimana? Berapa? Karena banyak banget kejadian di RL seminggu belakangan ini.
Sekali lagi, jangan terlalu dipikirin. Karena saya tipe orang yang gak mau tahu urusan orang dan bagi saya orang juga gak perlu tahu urusan saya.

Tapi kalo kalian bener-bener pengen tahu apa alasan saya ngilang, apa sebenarnya yang terjadi? Salah satunya kalian bisa tanya sama si sompret, DimSum (bukan makan korea tapi, maksudnya Dimas Mesum), Kenma (bukan setter nya Nekoma tapi, maksudnya Kenan/Tama), atau Yusange. Mereka mungkin tahu. Mungkin.
Terutama si Sompret, dia yang paling kangen kayaknya sampe nuduh saya ilang ditelen ketek member (apa'an coba)

Dan kalo boleh jujur, saya sempet merasa bersalah lho, maksudnya cerita yang lain udah banyak yang update (meskipun TYVH dan BegoStory belum sih)
Tapi maksudnya,... Bahkan MOS sampe udah tamat lho (saya belum baca sih tamatnya gimana). Astagfirullah (nulis cerita esek-esek masih sempet istighfar).

Kedua, Terimakasih.
Terimakasih karena sudah sabar menunggu.
Awalnya saya kira thread ini bakalan tenggelam, tapi nyatanya masih di up juga. Applause buat kalian.

Update selanjutnya mungkin lama lagi. Tapi saya profesional kok, saya bakal update. (Ceilah profesional, kayak ada bayarannya aja)
Beneran saya bakal update kok, kecuali ada hal yang sangat tidak diinginkan terjadi. Doakan saja saya diberi kelancaran ya.

BTW, ini perasaan saya aja atau emang beberapa update terakhir ini banyak adegan makannya ya cerita ini :pandaketawa:

Yaudah. Harap sabar ya



Makasih
• TTD H4N53N
 
Part 9: Changes



"Hoaaaammm...."

Selalu seperti ini, kebangun jam 4 lebih 13 menit pagi, sekarang lebih 14. Dan sebenarnya aku sendiri masih mengantuk.

Kok gue mulai benci sama pola tidur gue sendiri ya?, batinku.

"Minum dulu ah" gumamku.

Sebentar lagi kan adzan shubuh. sholat shubuh terus tidur lagi.
.
.
.
Setelah aku sudah kembali dari bawah untuk minum, aku sempat kepikiran untuk mengintip Shani dan Gracia yang tidur dikamar Shani.
Kalau tidak salah, Shani pernah bilang kalau Gracia tidurnya itu berantakan. Aku kan jadi penasaran.

"Shan, aku lihat bentar ya" kataku dengan suara pelan. Sangat pelan.

Kupastikan dulu dengan telingku kalau mereka berdua masih tidur didalam, setelah itu baru kubuka pintu kamar Shani secara perlahan agar tidak membangunkan dua orang yang ada didalamnya.

Dan, yang pemandangan yang kulihat saat itu benar-benar membuatku bahagia. Shani dan Gracia tidur sambil memluk satu sama lain. Mereka tidur sambil berpelukan.

Gue kan jadi pengen ditengah-tengahnya, batinku.

Tunggu, tunggu. Apa itu tadi.

Sepertinya aku harus segera kembali sebelum mereka terbangun.
Melihat mereka seperti ini membuatku benar-benar ingin mewujudkan ide yang sempat terlintas dipikiranku kemarin.
Tapi sayangnya,...
.
.
.
.
.
.
.
.
.

IMG-20190129-232211.jpg


"Ci Shaniii...."

Gracia langsung menghambur kearah Shani dan memeluknya begitu kami sampai dirumhaku.

"Kangen.. Kangen..." kata Gracia manja.

"Kamu kenapa?" tanya Shani bingung.

"Aku nginep ya" balas Gracia sambil melepaskan pelukannya dan tanpa menjawab pertanyaan Shani.

"Nginep?" tanya Shani memastikan. "Lagi?"

"Iya. Nginep" jawab Gracia. "Keluarga aku nginep dirumah saudara soalnya. Nih aku bawa baju banyak" tambah Gracia lalu pergi keatas sambil senyum-seyum.

"Gracia kenapa?" tanya Shani padaku.

Sama seperti Gracia, aku juga tidak menjawab pertanyaan Shani, aku hanya menariknya ke arahku dan langsung memeluknya erat-erat.

"Kamu juga kenapa?" tanya Shani yang semakin bingung.

"Maaf ya, Shan" balasku.

"Maaf? Maaf buat apa?" tanya Shani lagi.

Maaf soalnya ternyata kamu gak bisa jadi satu-satunya buat aku, jawabku tapi didalam hati.

Tiba-tiba aku merasakan ada seseorang memelukku, maksudku memeluk kami, memelukku dan Shani.

"Ikutan" kata Gracia.

Lah, kok tumben nih anak gak ganggu?
Gak pake jurus 'Cek cek ehem', batinku.

"Gre..?" Shani terlihat kebingungan. "Kalian kenapa sih?" tanya Shani sekali lagi.

"Hari ini aku seneng banget, ci" jawab Gracia.

"Apa'an sih, Gre" sahutku sedikit gugup karena takut kalau Gracia mengatakan hal yang tidak-tidak.

"Ci Shan jangan kaget ya" kata Gracia mengingatkan.

Shani langsung mengangguk.
Firasat ku semakin tidak enak.

"Aku habis dilamar sama kak Ads" tambah Gracia.

Oke, aku harus siap dengan apapun reaksi Shani sebentar lagi.
Termasuk jika Shani akan menamparku lagi.

"Oh, pantesan" balas Shani. "Jadi itu alesan kamu sekarang udah mulai mau manggil dia 'Gre' iya?" tanya Shani.

Bahkan Shani menyadari hal tersebut?
Kamu merhatiin aku sampe kayak gimana sih Shan?, batinku.

"Bukan ci, kalo itu beda lagi" sahut Gracia. "Kalo itu gara-gammpppphhh... Puah kak Ads,..." Gracia protes saat aku tadi sempat membungkan mulutny.a

"Yang itu jangan diceritain" bisikku.

"Ngambek ah ngambek" ancamnya lalu menuju ruang tengah dan menonton TV.

Tapi kenapa aku justru ingin tertawa melihatnya seperti itu, batinku.

Tingkahnya lucu sekali, berbeda dengan saat dirumahnya tadi, saat kami hanya tinggal berdua saja.

Kenapa?
Kalian penasaran ya?
Penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi.
Kapan-kapan akan aku ceritakan deh.
Update selanjutnya mungkin.
Tunggu saja, pokoknya jika judul partnya hampir mirip dengan judul part ini. Berarti disitu aku akan bercerita.

"Aku emang nyuruh serius" kata Shani tiba-tiba.

Astaga, batinku.

"Tapi kayaknya kamu kebablasan deh seriusnya" tambah Shani.

"Shan aku gak- Aku bisa jelasin semuanya sama kamu" balasku berusaha membujuk Shani.

"Gak ada lagi yang perlu dijelasin" kata Shani.

"Shan,..."

"Aku tau sifatnya Gracia kayak apa" kata Shani lagi. "Dia cuma salah tangkep kan" tebak Shani.

Hah?!
Tunggu, kayaknya kamu yang salah tangkep deh Shan, batinku.

"Kamu pasti kebanyakan ngerayu dia hari ini, trus dia ngiranya kalo kamu ngelamar dia ya kan" tambah Shani.

Kenapa dia berfikir kesana?, batinku.

Sebenarnya aku secara tidak langsung memang sudah melamar Gracia, tapi kan....

"Adrian,..." panggil Shani menyadarkanku dari lamunanku.

"Ah... I-Iya, Shan. Kenapa?"

"Bener kan kayak gitu. Kamu gak bener-bener ngelamar Gracia kan" kata Shani.

"I-Iya iya. Aku cuma salah ngomong tadi" balasku.

"Makanya punya mulut itu dijaga. Jangan buat gombal terus" kata Shani.

Aku menatap Shani heran.

Bukannya dia suka kalau digombali ya, pikirku.

"Mata juga. Jangan jelalatan!!" ancam Shani. "Jangan suka ngintip"

Oke, sepertinya Shani sudah mulai berlebihan.

"Telinga apa lagi. Jangan dipake buat nguping" tambah Shani. "Udah aku bersihin kan tadi"

"Shan, aku sayang kamu" kataku.

"A-Apa sih?" balasnya tergugup. "Kenapa selalu diomongin sih? Aku kan udah tau itu" tambahnya dengan suara pelan.

Baguslah kalo kamu udah tau Shan, batinku.



"Aku gak ijinin ya pokoknya" tambah Shani. "Aku belum siap kalo kamu poligami"

Yah,...
Eh?!
Tunggu!!

"Belum?" tanyaku.

"Ah,.. M-Maksudnya... Itu,.. Itu...." Shani terlihat salah tingkah.

Aku langsung tersenyum melihatnya seperti itu.

"Udah, ah! Jangan mikir macem-macem!" ancamnya. "Aku cuma salah ngomong"

"Yang bener?" tanyaku menggodanya.

"Sekarang aku mau ngomong sama Gracia, jelasin semuanya. Awas kamu kalo berani-berani ya" tambahnya.

Kemudian Shani berjalan kearah Gracia.

"Gre, aku mau ngomong" kata Shani begitu sudah sampai didekat Gracia.

IMG-20190129-230515.jpg

.
.
.
.
.
.
.
.
.
Yah, begitulah.
Aku tidak terlalu memperhatikan apa yang mereka bicarakan.
Tapi melihat keadaan mereka sekarang, artinya tidak ada masalah lagi.

"Kak" panggil seseorang. Gracia. Sepertinya dia terbangun. "Mau apa?" tanyanya kemudian.

"Oh, itu... Lo kebangun ya, sorry ya" balasku.

"Kakak mau ngajakin gituan ya?" tanyanya dengan wajah polos.

"Hah? E-Enggak" balasku lalu menutup kembali pintu kamar Shani.

t-N6-Kyh-Nu-o.jpg



-Bersambung-


Bersambung.jpg
 
Catatan Penulis:



Ternyata double update, Hehehe.
Saya tunda dulu ya keliaran dari GreAds couple.
Habisnya mereka berdua juga udah sering muncul dicerita lain kan, biar gak bosen nanti.

(Double update tapi yang satunya dikit. Ngapain!)

Iya. saya tau kalian pasti ada yang berfikiran seperti itu.
Tapi ya udah lah ya. Bodo amat.
Emang dari awal part 9 emang cuma segitu.
Yaudah.


Makasih
• TTD H4N53N
 
Waaa suhu datang ><
Selamat kembali hu, kami selalu kangen dengan Adrian ><

EDIT: Tolong kalimat nubi barusan jangan dianggap ya

BTW, akhirnya saya tahu juga apa yang dimaksud bunga-bung, ehehe
 
Setelah sekian lama tak update akhirnya update juga langsung 2 lagi walaupun yang satu kentang tapi yang penting update

Itu tadi shani ngasih kode untuk poligami atau tidak sih itu lagi si adrian pakek ngomong mau nglamar gre lagi kalau udah sukses emang mulut adrian perlu kasih rem biar gak sering kebablasan dan gak asal lamar anak orang
 
Wah akhirnya datang~ ehehhe. Double update juga. Wkkwkw kampret pas bahas 'bunga-bunga' sama Shani wkkwkw. Ditunggu haha hehe sama Gre, kak Ads~
.
.
.
.
Btw
HP gimana udah sehat? Bakal lancar dong updatenya?
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd