Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Finding Reality ACT II

Bimabet
Part 21: Kebiasaan Orang Indonesia


"Nama aku Naomi, Shinta Naomi" ucapnya memperkenalkan diri.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Heh?! Kok malah kak Naomi?" tanya Adrian bingung.


"Semua harus ada prosesnya kan" balasku. "Sabarlah. Ini, lebih baik kau makan saja dulu" tambahku sambil meletakkan sepiring nasi goreng buatanku dihadapannya.


"Ini...?" pertanyaan Adrian mengantung.


"Village Fried Rice. Gara-gara bercerita, aku jadi kepikiran untuk memasak itu" jawabku.


"Aku jauh-jauh ke Belanda dan hanya mendapatkan-"


"Sudahlah, jangan banyak protes!" potongku. "Makan saja"


Tanpa harus diminta lagi, Adrian memakan nasi goreng buatanku. Dan sepertinya dia cukup lahap memakannya.


"Lagipula saat di restoran tadi kau juga bukan memesan makanan Belanda kan" tambahku. "Tapi Italia"


Yap, Italia bukan Itali.
Sama seperti Indonesia, bukan Indonesi.
Jadi jangan salah lagi ya.


"Bagaimana rasanya?" tanyaku pada Adrian dengan penuh kepercayaan diri.


"Boleh jujur kan, biasa aja" jawabnya singkat setelah mengunyah dan menelan nasi goreng yang ada dimulutnya.


Kebiasaan orang Indonesia tuh. Kenapa harus ijin dulu kalo mau berbuat baik, jujur ya jujur aja.
Sama seperti kalo kita liat ada kecelakaan dijalan, kadang mau nolongin malah ijin dulu,.. 'Boleh saya tolongin gak mas?'. Nolong ya nolong aja.


"Tapi masih layak untuk disebut makanan" tambahnya lalu kembali melanjutkan makannya. "Lagipula aku lapar"


Sialan, batinku.


"Baiklah, sekarang aku akan lanjut bercerita" ucapku.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
*Flashback


Setelah lama gak ketemu sama temen-temen SMA, ternyata kebanyakan dari mereka udah pada nikah terutama yang cewek-cewek, dan banyak juga yang pada bunting.. Eehhh... Hamil. Hamil malsudnya.
Bener dong, kan udah nikah. Wajar kan.


Dan aku sebagai temen, ngeliat temen hamil. Biasalah, basa-basi.
Nanyain,...


"Eh, lo lagi hamil ya?" tanyaku pada salah seorang teman sekolahku. Sandra.


"Iya" jawab Sandra sambil tersenyum.


"Berapa bulan?" tanyaku lagi, masih sekedar basa-basi.


Karena dari dulu aku taunya, hamil itu pake bulan. Dari kecil dikasih tau, hamil itu 9 bulan.
Akan tetapi, ibu-ibu jaman sekarang, hitungan hamilnya berubah. Pake minggu.
Jadi, pas aku tanya...


"Berapa bulan?"


Jawabannya adalah,...


"28 minggu" jawab Sandra masih dengan tersenyum.


28 minggu?
28 minggu itu... Tu. Wa.. Ga...


"Oohhh.... 7 bulan?" tanyaku memastikan.


Kali ini Sandra hanya mengganguk sambil tetap tersenyum kepadaku.


Gila!!
Nanya, maksudnya cuma buat basa-basi,.. Malah disuruh matematika, batinku.


"Oh iya, ini kenalin suami gue" ucap Sandra sambil memperkenalkan laki-laki disebelahnya.


"Erwin" ucap laki-laki tersebut menperkenalkan diri sambil mengulurkan tangannya.


"Kenalin. Eno, 248 bulan" balasku sambil menjabat uluran tangannya. "Kalo gak tau, itu 20 tahun lebih 8 bulan atau 21 tahun kurang 4 bulan" tambahku menjelaskan.


"Haha... Eno!! Ada-ada aja sih" balas Sandra sambil memukul pelan lenganku. "Masih lucu aja lo ya"
.
.
.
.
.
.
.
.
"Kok malah skip sih?!!" tanya Adrian heran. "Terus kak Naomi nya gimana?"


"Sabar!!" balasku.
.
.
.
.
.
.
.
.
*Flashback (Again)


Gak cuma hamil, ada juga temanku yang udah punya bayi.
Dan kita kalo ngeliat bayi, bayi siapapun itu, temen, saudara atau siapa kek.
Kalo aku ngeliat bayi, ya bayi aja. Mukanya ya bayi gitu. Tapi kalo orangtuanya,...
Aku beri contoh saja.


"Eh, ini bayi lo?" tanyaku pada teman sekolahku yang sedang menggendong bayi. Ivana.


"Iya" jawab Ivana. "Lo liat deh, No. Matanya, matanya mata gue banget kan. Hidungnya, hidung bapaknya" tambahnya.


Apa'an sih?!
Perasaan biasa aja, pikirku bingung sambil memandang bayinya heran.


"Pori-porinya siapa? Neneknya?" tanyaku menyindir.


Tapi kalau kita baru pertama melihat bayi dari temen kita, seperti kalau kita berkunjung ke temen kita yang baru punya bayi gitu. Gak mungkin kalo kita bilang bayinya itu gak lucu dong.
Kita harus basa-basi seperti,...


"Tapi,.. ini bayi lo lucu baaanggeeet... ngeeet.... ngeet..." pujiku. "Ini bayi terlucu yang pernah gue liat" tambahku. "Parah!! Lucu parah"


Walaupun bayinya itu biasa aja, sebiasa apapun itu bayinya. Kita harus bilang lucu.
Gak mungkin kan pas kita liat bayinya terus kaget, kayak.. 'Ya ampun!! Ini bayi lo? Dari sekian juta sel spe*ma suami lo, ini yang menang? Masukin lagi deh, masukin lagi' atau.. 'Hiihh... Amit-amit' sambil ngucap istighfar sama getok-getok gitu. Gak mungkin kan.


"No.. No.. Gue boleh minta tolong gak?" tanya sebuah suara dari arah belakangku.


Saat aku menoleh, ternyata itu adalah suara Santi, salah satu teman sekolahku juga.


"Eh, Santi. Minta tolong apa?" tanyaku balik.


"Elusin perut gue dong" pintanya tiba-tiba.


"Hah?" kagetku.


"Gara-gara ngeliat lo, gue jadi pengen anak gue nanti mirip lo deh" tambah Santi kemudian.


Ada cara yang lebih efektif sih kalo pengen punya anak yang mirip gue, batinku.


Sebenernya juga aku gak masalah kalo cuma ngelus perut doang. Tapi aku jadi agak ragu pas ngeliat suaminya Santi berdiri disebelahnya.


Kalo nanti beneran mirip gimana? Bisa dituduh yang enggak-enggak kan, batinku.


"Gapapa kok, mas. Santi kayaknya lagi ngidam tuh" ucap suami Santi yang sepertinya mengerti kalo aku tadi sempat ragu.


"Ayo dong, No~" pinta Santi dengan nada manja.


"Beneran gapapa nih? Mas..?" tanyaku lagi.


"Gapapa" jawab si suami Santi.


Setelah bener-bener dapet ijin dari suaminya, aku pun langsung mengelus perut Santi yang tengah hamil.


"Lo ngomong sesuatu dong No ke bayi gue" pinta Santi lagi saat aku tengah mengelus perutnya.


"Ngomong apa'an?" tanyaku balik.


"Ya terserah" jawab Santi. "Pokoknya yang positif ya, jangan aneh-aneh"


"Eehh.." aku berpikir sebentar. "Adek baik baik ya. Sehat sehat sampe hari H lahirannya" aku mulai berucap. "Kalo udah lahir, jangan nyusahin orangtua. Jadi anak yang berguna, terus-"


Aku tidak melanjutkan kalimatku karena aku merasakan suatu pergerakan dari dalam perut Santi. Itu adalah,...


"Eh?! Dia nendang lho, No" respon Santi yang pastinya juga merasakan pergerakan tersebut.


"Oh, bagus deh" balasku datar.


"Seneng deh gue... Lo baik banget sih, No" Santi menatap dalam kearah mataku. "Gue jadi..."


"Ehem!!" tiba-tiba suami Santi berdehem.


Dan aku baru sadar, ternyata tanganku masih mengelus perut Santi.


"Eh! Maaf, mas maaf. Keterusan" ucapku lalu menghentikan elusan tanganku.


Gimana sih, tadi ngijinin. Sekarang marah. Kacau nih orang, batinku.


"Hihi... Sampe lupa gue kalo ada suami gue, No" ucap Santi menanggapi. "Lo ngelusinnya enak banget sih"


"Udah ketahuan belom cewek/cowoknya?" tanyaku untuk mengalihkan pembicaraan.


"Sebenernya udah bisa dilihat, tapi kita gak mau tau dulu. Biar surprise" jawab si suami.


"Iya, jadi cuma dokternya aja yang udah tau" tambah Santi.


"Oohhh.." tanggapku. "Kalo Sandra?" kali aku bertanya kepada Sandra.


"8 minggu yang lalu udah dicoba liat sih" jawab Sandra.


8 minggu?
Masih pake hitungan minggu nih?, batinku.


8 minggu itu... 2 bulan.


"Trus?"


"Katanya sih cewek, tapi bapaknya ini pengennya cowok" tambah Sandra.


"Kata dokter di bulan ke 7 atau 8 bisa berubah cowok kok. Meskipun di bulan ke 5 itu cewek" sahut Erwin si suami.


"Berubah cowok?" tanyaku pura-pura bingung. "Dia bisa ke Bangkok dari sini apa gimana?" tambahku sambil menunjuk perut Sandra bermaksud bercanda.


"Bukan gitu, mas. Tapi emang di medis itu bisa gitu" balas Erwin dengan nada serius. "Jadi-"


"Gak usah terlalu serius dong, pa" potong Sandra. "Eno tau kali. Orang dia itu dulu yang paling pinter di kelas" bela Sandra kemudian.


Woo.. Iya dong.
Gak cuma di kelas. Tapi satu sekolah, batinku.


Tapi gak mungkin ngomong gitu kan.


"Haha.. Enggak kok. Biasa aja" bantahku merendah.


Tapi kalo dipikir lagi, kalo udah ketahuan di bulan ke 5 janinnya itu cewek mendingan tetep cewek. Daripada di bulan ke 7 atau 8 berubah jadi cowok kan berarti nanti itunya.. apasih bahasanya yang agak sopan? Tititnya. Tititnya bakal kecil dong.
Di logika aja, kalo emang di bulan ke 7 jadi cowok, berarti tititnya baru muncul, baru tumbuh.
Kasihan nanti dia kalo tititnya kecil, pasti bakal dibully sama temen-temennya.. (kenapa dia tunjuk-tunjukkin juga ya?). Ya pokoknya gitulah.


"Psst... No.." Santi berusaha memanggilku dengan berbisik.


"Kenapa?" tanyaku yang entah kenapa juga ikut berbisik.


"Sebenernya gue udah tau kelamin anak gue sih... Tapi suami gue belom tau kalo gue udah tau" jelas Santi masih dengan berbisik.


"Eh?!"


"Lo mau tau gak?" tawarnya kemudian. "Cowok" tambahnya sebelum aku mengiyakan tawarannya. "Makanya tadi gue pengen anak gue mirip lo" jelasnya kemudian.


Istimewa banget ya gue.
Udah tau kelamin anak temen sendiri sebelum suaminya sendiri tau, batinku.


"Eno!"


"Enoo.."


"Enooo~"


Aku merasa banyak suara perempuan yang memanggilku, dan saat aku menengok. Ternyata benar, ada beberapa teman sekolahku yang perempuan menggerubungiku.


"Gue juga mau dong perutnya dielus"


"Gue juga mau!!"


"Gue juga! Gue juga!"


Satu persatu dari mereka memintaku untuk mengelus perut mereka dengan alasan agar anak mereka pas lahir nanti bakal mirip denganku. Meskipun aku sendiri tahu alasan mereka sebenarnya cuma pengen merasakan perut mereka yang dielus olehku.


"Kalo gue gak perlu dielus, No" ucap Nadia, salah seorang dari rombongan perempuan teman sekolahku.


Lah, kok aneh, batinku bingung.


"Tapi lo cium aja ya. Lo cium perut gue" ucapnya kemudian.


"Eh!! Eh!! Kalo itu gue juga mau" sahut beberapa dari mereka.


"Kalo gue ciumnya di pipi ya, No" tambah yang lainnya.


OK, ini udah mulai berlebihan.
Masalahnya suami mereka ada disini juga.


Tapi akhirnya aku menuruti juga permintaan mereka satu persatu. Tentunya hanya mengelus perut mereka.


Dan jika dipikir lagi, jika memang cara itu mampu untuk membuat anak mereka menjadi mirip denganku. Itu artinya, sekitar 20 tahun kedepan akan banyak 'Eno' di muka bumi ini. Hahaha (ceritanya ketawa jahat kayak di sinetron, tapi kayaknya gak cocok).


"Ei, No. Gue juga mau dong" pinta sebuah suara perempuan dari sampingku.


"Iya bentar" balasku.


Saat aku menghadap ke arah perempuan tersebut, aku justru dibuat bingung. Pasalnya kalau dilihat-lihat, dia tidak sedang hamil.


"Emm... Mitha kan" sapaku setelah berusaha mengingat.


"Iya" jawabnya.


"Lo... Emang lo lagi hamil? Enggak kan" tanyaku berusaha memastikan.


"Emang enggak. Nikah aja belum" jawabnya.


"Lah, terus.."


"Nikah yuk!!" ajak Mitha tiba-tiba.


"Hah?!"


"Kenapa? Lo udah nikah? Atau udah tunangan? Belum kan" tanya Mitha beruntun. "Gak usah boong, dijari lo gak ada cincin kan" tambahnya seperti berusaha memojokkanku.


"Tapi..."


"Ya ampun, Mitha... Agresif banget sih" sindir Ivana. "Siapa tau si Eno udah punya cewek kan" tambahnya.


"Iya tuh, mana mungkin kali cowok seganteng Eno gak punya pacar" lanjut Santi


"Ehem.. Ma, papa masih ada disini lho" sahut suami Santi yang sepertinya iri mendengar istrinya memuji laki-laki lain didepan matanya langsung dan dia mendengar secara jelas. Tapi mau bagaimana lagi, istrinya itu jujur kok.


Kacau, kacau, batinku.


"Terus kalo emang udah punya,.. Mana? Kok gak dibawa kesini?" tanya Mitha lagi.


"Ee... Itu.." aku bingung harus menjawab apa.


"Udah, udah" sahut Adit tiba-tiba sambil merangkul leherku. "Udah kan ya 'main-main' sama Eno-nya. Sekarang gantian, kalian pikir yang kangen sama 'Adik Kecil' kita ini cuma kalian yang cewek-cewek?"


"Ei, Dit!! Emang udah satu jam?" tanya Santi.


"Udah gue lebihin malah. Udah satu setengah jam" jawab Adit lalu menarikku pergi menuju rombongan teman-temanku yang laki-laki.


"Makasih" bisikku pada Adit. "Makasih udah bawa gue keluar dari jeratan rombongan emak-emak itu"


"Haha.. Gapapa kali, nyante aja" balasnya.


"Nah ini dia nih sumber contekan kita pas SMA" sapa Bayu teman sekolahku dulu.


"Gimana? Udah selesai tebar pesonanya?" ledek Josh.


"Diem lo, Josh. Nama 'Josh'. Itu nama apa minuman?" balasku.


"Sialan lo" sahut Josh.


"Hahaha... 'Extra' dong nama depan lo" celetuk Adit.


"Lo juga sih pake ngasih perjanjian gitu juga" keluhku pada Adit. "Kesannya malah kayak..." aku tidak melanjutkan kalimatku.


"Kesannya kayak lo ngejual Eno. Hahah-" sambung Bayu lalu tertawa sebentar sebelum akhirnya dia menghentikan tawanya sendiri setelah aku melotot ke arahnya.


Perjanjian yang dimaksud adalah perjanjian tentang teman-teman sekolahku yang perempuan diperbolehkan 'mengobrol' denganku satu jam terlebih dahulu sebelum akhirnya aku mengobrol dengan teman-teman sekolahku yang lain.


"Tapi kalo gak ada perjanjian itu, kebanyakan dari mereka gak bakal dateng ke reuni ini" balas Adit.


"Tapi kayaknya gak semuanya dateng kan" ucap Bayu. "Itu gak dateng si Y-"


"Ada beberapa juga yang sibuk" potong Adit.


"Woi, sorry nih gue baru dateng" ucap seseorang yang menang baru datang. Teman sekolahku juga, Iwan namanya.


"Kemana aja lo baru dateng?" tanya Bayu.


"Ada urusan dulu tadi gue. Parah! Gue hampir keserempet motor pas berangkat kesini tadi, untung gapapa" ucap Iwan.


"Ah... Lo masih mending"


Waahh... Mulai nih. Kebiasaan orang Indonesia yang lainnya nih.
Adu penderitaan. Lomba sengsara nama lainnya. Saling cerita siapa yang paling sengsara, diawali dengan kalimat... 'Lo masih mending'.
Disimak aja dulu deh.


"Ah... Lo masih mending. Gue kemaren hampir ketabrak truk" sahut Josh.


"Alah,... Lo masih mending. Minggu lalu gue naik motor nabrak pohon" balas Bayu. "Roda motor gue patah dua-duanya"


"Lo masih mending. Gue pas kecil pernah ketabrak mobil sampe kaki gue patah" tambah yang lain. "Sampe sekarang kaki gue kalo dibuat jalan gak enak"


Ini gak bakal berhenti nih. Gak bakalan berhenti sampe ada yang cerita pernah ketiban meteor kek atau udah mati sekalian. Itu udah yang paling menderita. Pemenangnya itu.
.
.
.
''Emang bener ya kalo ke pantai selatan gak boleh pake baju ijo?" tanya Josh. "Kenapa sih emang?"


"Ya biasa lah. Namanya cewek kan gak mau disamain" balas Adit.


Ini kenapa malah bahas ginian sih?, batinku.


"Jadi gimana, No? Enak kuliah di Amerika?" tanya Bayu.


"Emang Eno kuliah di Amerika ya? Bukannya Inggris?" sahut Josh.


"Ya udah, tanya langsung aja. Ada orangnya ini" celetuk Adit. "Jadi gimana, No? Lo akhirnya mutusin kuliah dimana? Harvard atau Oxford?" tanyanya kemudian. "Lo waktu kelas 3 dulu kan bingung milih antara dua itu?"


"Bukan dua-duanya" jawabku cepat.


"Hah?! Gila lo ya!!" teriak Adit.


"Gila lo, No. Dapet tawaran beasiswa dari dua universitas ternama, tapi lo tolak?"


"Ada masanya 'Adik Kecil' kita ini bego juga ternyata ya?"


"Hei,.. Dengerin gue ngomong dulu, gue nolak dua universitas itu, soalnya gue juga dapet tawaran dari MIT" potongku sebelum mereka lebih ribut lagi. "Lagian gue yang kuliah kok kalian yang repot kayaknya"


"Oalah..." respon mereka bersamaan.


"Eh,.. Berarti lo dapet tawaran beasiswa dari 3 unversitas terbaik di dunia?" tanya Adit seakan tidak percaya. "MIT, anjir!!"


Ya iyalah. Eno gitu lho, batinku.


"Terus gimana kuliah lo?" tanya Adit lagi.


"Di MIT? Udah lulus kok, terus sekarang gue ngelanjutin S2 di tanah kelahiran gue, Belanda. Amsterdam lebih tepatnya" jawabku.


"Kenapa gak ngelanjutin di MIT aja?" tanya Bayu. "Gak dapet beasiswa lagi?"


"Dapet kok. Cuma gue tolak" jawabku cepat. "Bosen gue, pengen ganti suasana"


"Emang gak dapet tawaran beasiswa dari tempat lain? Harvard?" tanya Iwan.


"Dapet juga, cuma kan gue udah bilang tadi.. Gue bosen. Gue bosen sama Amerika nya" jelasku.


"Oxford?"


"Nah itu, gue sempet mikir buat S2 di Oxford aja" jawabku. "Tapi setelah gue pikir lagi,.. Kalo gue di Inggris, gue gak bakal fokus kuliah. Nonton bola mulu yang ada" jelasku lagi.


"Ngapain ditonton? Parkir bus gitu" balas Josh.


"Diem lo fans musiman" balasku tak kalah menohok.


Fans musiman maksudnya dia itu mendukung klub juara bertahan, klub yang tahun lalu juara. Tapi khusus tanah britania. Untuk musim ini dia mendukung klub yang berlambang rubah.
Klubnya Naruto kali ya.


"Lagian gue juga kangen masa kecil gue" tambahku kemudian.


Aku menghabiskan masa kecilku di Belanda, barulah saat SMA aku mulai tinggal di Indonesia. Tapi setelah itu aku kuliah di Amerika kemudian melanjutkan di Belanda. Dan hanya saat liburan saja aku kembali ke Indonesia.


"Oh iya, No. Yang diomongin Mitha tadi bener?" tanya Adit tiba-tiba. "Lo gak punya pacar?"


"Seriusan? Seorang Eno gak punya pacar?" tanya Josh. "Gue kenalin sama adik gue gimana?"


"Males, nanti gue saudaraan sama lo dong" balasku.


"Ya siapa tau 'Adik Kecil' kita ini mau fokus kuliah dulu" bela Bayu.


Mungkin banyak yang bingung, kenapa daritadi aku dipanggil 'Adik Kecil' oleh teman-temanku. Itu disebabkan karena aku memang yang paling muda diantara teman-temanku.
Bagaimana tidak, aku dan teman-temanku berjarak dua tahun. Karena saat sekolah dasar dulu, aku pernah lompat kelas dua kali, sekali sih sebenarnya, tapi aku langsung melompati dua kelas.


Bukannya mau sombong, tapi aku memang anak yang cerdas sejak kecil.
Eehhh... Itu kebiasaan orang Indonesia juga.
Kalimat 'Bukannya mau sombong', awalnya ngomong 'Bukannya mau sombong', tapi kalimat berikutnya sombongnya minta ampun.
Sama juga seperti kalimat,...
'Bukannya mau ngejek, tapi lo jelek' atau,... 'Bukannya mau ngejek, tapi kalian yang baca cerita diforum ini menyedihkan'. Hahaha.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Oh, pantes" sahut Adrian. "Aku tadi sempat bingung. Kenapa kau sudah mau lulus S2, sedangkan aku saja S1 belum lulus. Padahal kurasa jarak umur kita tidak terlalu jauh"


"Ya, usia kita hanya berjarak..." aku berusaha mengingat-ingat. "3 tahun. Ya kan?" tanyaku memastikan.


"Kau kelahiran '95?" tanya Adrian balik.


"Bukan, aku kelahiran '96" jawabku.


"Berarti jarak umur kita 2 tahun!!" bentak Adrian. "Aku kelahiran '98" jelasnya kemudian.


"Oh, aku kira kau kelahiran '99. Karena kudengar kau akan di..." aku tidak melanjutkan kalimatku.


Lebih baik aku tidak menyinggung soal itu. Aku tidak tahu, Adrian sendiri menyetujui keputusan kakek kami atau tidak. Tapi kalau aku, aku pasti akan menentangnya, meskipun sulit untuk menentang kakek kami jika dia sudah memutuskan sesuatu.


"Kenapa?" tanyan Adrian seperti mencurigai sesuatu. "Aku akan..?"


"Ah, tidak apa-apa" balasku.


Apa dia belum tahu ya, batinku.


"Aku lanjutkan saja ceritaku" ucapku lagi.
.
.
.
.
.
.
.
.
*Flashback (Again & Again)


"No, sepulang dari sini lo ada acara gak?" tanya Adit tiba-tiba.


"Gak ada sih? Kenapa emang?" tanyaku balik.


"Ikut gue dulu bentar ya" balasnya.


"Kemana?" tanyaku lagi.


"Bentar doang, gak jauh kok tempatnya. Itu disitu, kepleset juga nyampe" jawabnya.


Ini nih, kebiasaan orang Indonesia lagi nih. Padahal tinggal ngomong 'Deket' lho, kok kayaknya susah banget.
'Deket' itu kan cuma satu kata, 5 huruf doang. Daripada 'Kepleset juga nyampe', itu kan pemborosan kata.


Sekarang pernah liat orang kepleset gak? Orang kepleset jatuhnya dimana? Ya disitu-situ juga kan.
Emang tempat tujuannya dimana? Lantai?


"Bisa gak?" tanya Adit.


"Yaudah, iya" balasku.


"Oke sip"
.
.
.
.
.
"Gue tinggal bentar ya, lo cari tempat duduk dulu" ucap Adit begitu kami sampai didepan sebuah cafe yang berada di salah satu mall.


"Mau kemana lo?" tanyaku.


"Ke belakang!" jawabnya. "Kebelet gue"


"Ya udah sana, nanti keburubkeluar disini" balasku.


Kemudian Adit mulai berjalan meninggalkanku.


"Buruan!! Jangan lama-lama" teriakku mengingatkan.


Adit hanya mambalas dengan mengacungkan jempolnya dari kejauhan.


Kebiasaan orang Indonesia lagi.
Ijinnya ke belakang, tapi jalannya ke depan. Dasar!!


Lalu aku memasuki cafe tersebut dan mencari tempat duduk.


Kami udah selesai mengadakan reuni dan sekarang seperti yang tadi udah dijelasin juga. Aku pergi bersama Eno ke suatu tempat yang katanya 'Bisa nyampe cuma pake kepleset', tapi kenyataannya kesini makan waktu sekitar setengah jam dari tempat reuni tadi.
Dan baru aja juga udah dijelasin kalo Adit ijin ke toilet. Jadinya aku duduk menunggu sendirian disini.


"Gak ada cewek cantik lagi kayak waktu itu apa ya?" gumamku.


Oh iya, soal Shinta. Sekarang aku akan mulai menjelaskannya.
.
.
.
.
.
.
**Flashback dalam Flashback


"Shinta, kamu ada acara enggak habis ini?" tanyaku.


"Enggak ada sih, kenapa emang?" tanya Shinta balik. "Mau ngajakin aku jalan ya" tebaknya kemudian.


"Hehe.. Iya. Gimana? Mau?" tanyaku lagi.


"Ehmm... Gimana ya..??" dia berpikir dengan nada manja seperti sedang menggodaku. "Emang mau kemana?"


"Kamunya mau kemana?" tanyaku sekali lagi.


"Nonton film aja yuk!!" ucapnya tiba-tiba.


"Kok malah kamu yang ngajakin?" tanyaku balik bermaksud menggodanya.


"Eh..??" Shinta seakan baru menyadari sesuatu. "Aaahh.... Kamu, mah" kemudian Shinta memukul-mukul manja lenganku.


"Ya udah yuk, kita nonton" ajakku kemudian berdiri dari tempat dudukku yang langsung disusul oleh Shinta.


"Yuk" ucapnya sambil memberikan senyumannya.
.
.
.
.
.
Shinta ini mungkin bisa kubilang sebagai perempuan yang cukup agresif... Atau mungkin... Sangat. Sangat agresif.
Karena dia tidak ada rasa canggung sama sekali padaku saat kami tengah berjalan bersama, dia menggandeng atau lebih tepatnya menggelayut manja di lenganku.
Apakah Shinta ini adalah wanita yang...
Ah, sebaiknya tidak usah terlalu kupikirkan, yang penting sebentar lagi sepertinya aku akan bisa sedikit bersenang-senang dengannya.


IMG-20180829-015128.jpg
[/url]


"Nanti nonton filmnya duduk dikursi yang paling belakang aja ya" pinta Shinta tiba-tiba yang masih menggelayut manja di lenganku dengan tatapan nakal.


"Terserah kamu" balasku.


Ternyata aku salah. Tidak akan sedikit, sepertinya aku bisa banyak bersenang-senang dengannya.



Cahaya kilat yang amat indah~ (Ha..aa...)



"Eh! Sebentar ya, HP aku bunyi" ucap Shinta yang langsung mengambil HP-nya yang berada didalam tas miliknya.


Dia tampak kaget saat melihat layar HP-nya.


"A..Aku angkat telepon dulu ya" ucap Shinta meminta ijin.


"Iya" balasku singkat.


Kemudian dia berjalan sedikit menjauh dari tempatku berdiri sebelum akhirnya mengangkat panggilan teleponnya dan mulai berbicara kepada si penelepon.
Tak lama kemudian, setelah dirinya menutup panggilan telepon tersebut, dia kembali berjalan mendekat ke arahku.


"M..Maaf ya. Kayaknya kita gak jadi nonton deh, lain kali aja ya" ucapnya meminta maaf.


"Iya" balasku. "Emang siapa tadi yang nelfon?" tanyaku kemudian.


"Emmhhh... A..Adik aku. Iya adik aku" jawab Shinta yang kelihatan gugup. "Udah ya, aku... Aku tinggal ya, aku buru-buru" ucapnya lagi. Tidak lupa dia menunjukkan senyumannya lagi sebelum pergi dengan terburu-buru.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Gitu doang?" ucap Adrian menanggapi.


Aku tidak meresponnya.


"Ah, gak seru" tambahnya. "Yona kapan munculnya?"


"Iya, sabar. Bentar lagi" jawabku.


Tunggu sebentar.
Aku baru sadar, kenapa Adrian menyebut Shinta dengan 'Kak Naomi' sedangkan Vivi dengan 'Yona'? Tanpa embel-embel 'Kak'.


"Woi.. Malah ngelamun. Kapan lo mulai lagi ceritanya?" tanya Adrian menagih.


"Baiklah"
.
.
.
.
.
.
.
.
*(Again), Flashback


Jawaban Shinta,.. Itu adalah sebuah kebohongan.
Dapat terlihat dari pandangan mata, nada bicaranya, getaran suara.
Terutama senyumannya yang terakhir. Aku yakin dia berbohong, bukan adiknya yang menelfonnya saat itu. Tapi siapa? Apa yang berusaha dia sembunyikan?


Tunggu sebentar.
Kenapa aku tiba-tiba jadi sering memikirkan tentang Shinta? Aku tidak terlalu mengenalnya.
Apakah aku..?
Tidak. Tidak mungkin.


"Ini Adit lama banget lagi" keluhku.


Ditengah kebingunganku sendiri, tiba-tiba aku melihat secara sekilas seorang gadis cantik yang memasuki cafe. Gadis itu terlihat cantik dan menawan dengan rambut panjangnya.
Dia melihat sekeliling, melihat seisi cafe seperti sedang mencari sesuatu,.. atau seseorang.


Tapi tiba-tiba pandangan gadis itu berhenti tepat kearah tempat dimana aku duduk. Dan kemudian dia langsung berjalan menuju ke arahku dengan langkah yang cepat. Setelah tepat berada di dekatku, dia langsung bertanya,...


"Eno, ya??" tanyanya tiba-tiba. "Lo lagi ada di Indonesia??"


"Eh?!!" aku kebingungan karena dia tiba-tiba mengetahui namaku. "Siapa ya?" tanyaku bingung.


"Ini gue. Yona" tambahnya. "Oh, iya lupa gue. Viviyona Apriyani. Lo manggil gue apa dulu.. Vivi. Iya Vivi" jawabnya.


IMG-20180723-095211.jpg
[/url]


"Vivi?!!" kagetku.


"Sombong banget lo gak ngenalin gue" balasnya yang kemudian langsung duduk dikursi di depanku.


"Ya, habisnya penampilan lo agak berubah" balasku.


"Kenapa? Lo pangling ya?" tanyanya kemudian.


"Iya. Sekarang lo jadi lebih..." ucapanku sedikit menggantung.


"Lebih apa?" tanyanya menyelidik. "Cantik?"


"Iya, eh. Bukan. Itu lebih panjang.. Ma..Maksud gue rambut lo, rambut lo sekarang jadi lebih panjang" jawabku jujur. "Jadi lebih keliatan kalo lo itu cewek"


Kenapa aku jadi gugup, batinku.


"Tapi kalo lo nya sih masih pendek. Gak nambah tinggi ya lo semenjak lulus" ledekku bercanda.


"Sialan lo. Gue gampar juga nih" balasnya mengancam dengan wajah kesal yang dibuat-buat.


"Hehehe... Kenapa lo sekarang manjangin rambut?" tanyaku basa-basi.


"Ya, gapapa. Pengen ganti suasana aja" jawabnya. "Bagus gak?" tanyanya kemudian.


"Biasa aja" jawabku sekenanya.


"Gak usah boong. Gue cantik kan" ucapnya tiba-tiba. "Gue tau kok, pas gue masuk tadi lo langsung ngeliatin gue" tuduhnya sambil menunjukku.


"Apa'an sih. Enggak!!" bantahku.


Meskipun harus kuakui Vivi sekarang memang terlihat lebih cantik, lebih anggun dan lebih menawan. Dia terlihat lebih seperti seorang wanita.


"Kok lo gak dateng reuni tadi? Emang gak diajakin Adit?" tanyaku berusaha mengalihkan pembicaraan.


"Diajakin lah! Tapi gue sibuk, No" jawabnya.


Vivi ini,... Sebenarnya dia adalah,... Teman sekolahku juga.


"Lagian Adit pake ganti tanggal reuniannya sih. Dia juga gak ngasih tau kalo lo bakalan dateng" keluh Vivi sambil mengembungkan sebelah pipinya.


Anj*ng!!!
Kenapa tiba-tiba bisa jadi kelihatan imut, lucu, gemesin gini nih anak, batinku.


"Oh!! Apa jangan-jangan..." Vivi menggantungkan kalimatnya sambil menatapku dengan mata bulatnya.


"Cantik banget!!!" batinku.


"Tuh kan, ngaku..." celetuk Vivi tiba-tiba.


"Hah?!"


"Lo tadi bilang gue kalo 'Cantik banget', No" terang Vivi.


"Eh?! Gue tadi gak lagi ngomong dalam hati ya?" tanyaku polos.


"Hahaha... Enggak tuh. Kedengeran. Jelas banget malah" jawab Vivi sambil tertawa.


Anjir, jadi ketahuan kan, batinku.


Eh, itu tadi beneran ngomong dalam hati kan ya.


"Tapi makasih lho, udah muji gue cantik" tambah Vivi pelan sambil tersenyum malu dengan pipi yang memerah. "Meskipun,.. udah banyak sih yang bilang gitu. Tapi kalo lo yang bilang, rasanya..." tambahnya lagi dengan suara yang lebih pelan.


"Banyak??" tanyaku bingung.


"Eh iya, lo kenapa ada disini? Ada urusan?" tanya Vivi tiba-tiba seperti berusaha mengalihkan pembicaraan.


"Oh... Ini, tadi selesai reunian, Adit ngajakin gue kesini. Gak tau mau ngapain" jawabku menjelaskan.


"Adit?? Tunggu berarti.... Masa lo sih? Sekarang mana si Adit nya?" tanya Vivi beruntun.


"Tadi katanya mau ke toilet, kebelet. Gue disuruh nunggu disini" jawabku menjelaskan.


"Hmm... Tapi masa iya lo sih??" tanya Vivi lagi. Tapi sepertinya kali ini dia bertanya kepada dirinya sendiri.


"Tapi kayaknya udah kelamaan deh Adit" balasku.


"Coba gue telfon deh" ucap Vivi yang langsung mengambil HP-nya dan menelfon Adit. "Halo,... Adit~"


Entah kenapa...
Tapi rasanya, ada sesuatu antara Adit dengan Vivi.
.
.
.
"Eeh.... Kamu udah dateng?" sapa Adit yang sudah kembali. "Gak diapa-apain kan sama Eno?" tanyanya lalu duduk di sebelah Vivi dan merangkul pundaknya.


Tunggu, apa jangan-jangan...
Tidak!! Jangan bilang...
Jangan bilang kalo...


"Lo gak godain pacar gue kan, No??" tanya Adit tiba-tiba membuyarkanku dari lamunan.


"Lo ama Vivi..." ucapanku menggantung.


"Iya, gue ama dia pacaran" jawab Adit sebelum diriku benar-benar menyelesaikan pertanyaanku.


Tuh kan bener!!
Tapi,... Perasaan apa ini?
Kenapa aku merasa tidak rela?
Apa aku menyukai.. Tidak. Pasti bukan karena itu. Pasti bukan.
Ini pasti karena,... Aku tidak tega jika Adit sampai menyakiti Vivi.
Adit itu terkenal playboy sejak SMA.
Dan harusnya Vivi sendiri juga tahu akan hal itu.
Tapi kenapa dia...


"Eh.... Se..Selamat ya" ucapku. "Sejak kapan?" tanyaku kemudian yang sedikit penasaran.


"Udah jalan hampir satu tahun sih" jawab Adit.


Gak capek tuh, setaun jalan mulu, batinku.


"Adit,.. yang kamu maksud itu Eno?" tanya Vivi kepada Adit.


"Iya" jawab Adit singkat.


"Kayaknya kalo Eno gak butuh bantuan deh kalo masalah itu" balas Vivi.


"Gapapa lah, sesekali kita bantuin 'Adik Kecil' kita ini" balas Adit lagi. "Atau jangan-jangan kamu gak rela ya kalo Eno-"


"Apa'an siiihh..." potong Vivi. "Kamu itu lho, kok cemburuan banget?" tanya Vivi kemudian.


''Siapa yang cemburu?" tanya Adit balik.


"Terus kenapa gak cerita kalo Eno lagi di Indonesia, ikut reunian juga" tanya Vivi lagi.


"Iya, iya. Maaf" balas Adit. "Iya deh aku ngaku, aku cemburu. Habisnya kamu dulu kan pernah cerita sendiri kalo kamu sempet suka sama-"


"Udah. Diem" potong Vivi. "Itu... Itu... Itu kan dulu" tambahnya kemudian dengan nada bicara yang seperti menunjukkan ada keraguan disana.


"Bisa gak jangan ngomongin orang didepan orangnya langsung" sahutku.


"Hehe... Ya sorry, No" ucap Eno cengengesan. "Lagian, siapa juga coba yang gak bakal jadi cemburuan kalo punya pacar secantik ini..." tambah Adit sambil berusaha mencium Vivi.


"Adit... Malu. Ada Eno tuh" tolak Vivi.


"Ya gapapa, udah gede ini juga anaknya. Oh iya, temen kamu itu mana?" tanya Adit kemudian seperti baru menyadari sesuatu.


"Dia tiba-tiba gak bisa ikut, gak jadi ikut. Maaf ya... Maaf ya, No" ucap Vivi dengan nada memelas.


Ngapain minta maaf, batinku bingung.


"Ya udah, terus sekarang gimana?" tanya Adit lagi.


"Pulang aja yuk" jawab Vivi. "Adit~ anterin aku pulang ya" pinta Vivi manja.


"Woo... Siap" balas Adit cepat dengan bersemangat.


"Hmm... Pasti lagi ada maunya ya" selidik Vivi curiga.


"Hehe,... Iya. Tadi nanggung gara-gara kamu telfon sih" balas Adit sambil tersenyum mesum.


"Eh?!! Kamu tadi ngapain?!" tanya Vivi.


"Bercanda, Sayang..." balas Adit sambil menjawil hidung Vivi.


Vivi langsung mengusap hidungnya yang baru saja dijawil oleh Adit.


Anjirr...
Reaksinya lucu banget sih, batinku.


"Wei,.. Ini terus gue kesini ngapain?" tanyaku langsung. "Ngeliatin lo pacaran doang? Lo berdua pengen pamer??"


"Sorry, No. Kayaknya gak jadi, habisnya..." balas Adit menggantung. "Lain kali aja"


"Yee,.. Sianying. Gue cuma dijadiin obat nyamuk" ucapku kesal.


"Bukan gitu, Eno..." balas Vivi. "Masalahnya-"


"Udah, sekarang aku anterin kamu pulang ya" ucap Adit memotong penjelasan Vivi. "Keburu malem nanti"


"Bilang aja kamu gak sabar" balas Vivi.


"Terus lo gimana, No? Mau pulang juga?" tanya Adit dengan wajah sok polos.


"Ya pulang lah!! Mau ngapain lagi?" balasku sedikit kesal.


"Mau barengan ke parkiran?" tanya Adit lagi.


"Ogah!!" tolakku. "Nanti gue dikira bodyguardnya lo berdua lagi"


"Iihhh... 'Adik Kecil' ngambek ya" goda Vivi.


"Apa'an sih, Vivi?! Tinggian gue juga" balasku.


"Gue gampar lo ya" balas Vivi sambil melotot ke arahku. Tapi kok, malah gemes ya.


"Terus? Mau ngapain dulu lo?" tanya Adit lagi.


"Ke toilet" jawabku cepat. "Mules gue ngeliat lo berdua mesra-mesraan didepan mata gue"


"Hehehe... Ya udah. Duluan ya, No" pamit Adit yang langsung pergi sambil menggandeng Vivi.


"Ya, ati-ati" balasku.


Aku sekilas melihat Vivi yang tersenyum sedikit ke arahku.
Atau mungkin hanya perasaanku saja.


IMG-20190120-225215.jpg

.
.
.
.
.
Sebenarnya aku tidak ada niatan sedikitpun buat pergi ke toilet. Tapi gara-gara tadi aku udah ngomong mau ke toilet. Malah tiba-tiba kebelet kencing.


Saat aku memasuki toilet ini, aku gak ngeliat satupun orang didalamnya. Tapi aku bisa ngerasain kalo ada hawa dua orang selain diriku di toilet ini. Sedangkan bilik toilet yang pintunya tertutup hanya satu.


Anj*ng!!
Ada yang mesum di toilet umum lagi.
Gak modal banget sih, batinku.


Apa jangan-jangan itu Adit sama Vivi ya?, pikirku sekilas.


"Kenapa gue jadi mikirin Vivi?" gumamku. "Gak mungkin lah"


Sambil berusaha menghilangkan pikiran tentang Vivi, aku berjalan ke arah tempat kencing. Tapi tiba-tiba,...


"Aaah..hmmmph"


Itu suara desahan. Desahan seorang wanita.
Dan asalnya dari bilik toilet yang tertutup tadi.


Aku berusaha untuk tidak memperdulikan suara tersebut.


"Cepetin...hmmph"


Ini suaranya bisa dikondisikan gak sih?, batinku sambil masih berusaha untuk tidak memperdulikan suara tersebut.


"Ooughhhhmphhhh! Mmmmmhhyeahmmmmm"


Oke cukup, batinku.


Aku berjalan mendekati bilik toilet yang tertutup tadi. Tapi aku tidak akan melabrak mereka.
Aku hanya akan mengerjai mereka. Siapapun itu.


Kemudian aku masuk ke bilik toilet di sebelah bilik mereka.


Plak! Plak! Plak!


"Iya terus, lebih cepethhhh!"


Makin kenceng ya, batinku.


Setelah masuk di dalam bilik toilet di sebelah bilik mereka, aku langsung kencing kearah kloset. Dan saat selesai, aku segera menekan tombol flush. Dengan tujuan agar mereka panik saat mendengar suara air dari bilik toilet ini.


Setelah itu, aku segera keluar dari bilik toilet tersebut untuk cuci tangan. Tapi begitu aku selesai mencuci tangan, saat aku berbalik badan...
Aku melihat seorang laki-laki di depanku.


Aku tidak memperdulikannya. Setelah mengeringkan tanganku, aku bermaksud untuk segera pergi dari tempat ini.


"Tunggu dulu, tunggu dulu" cegah laki-laki itu dengan menghalangi jalanku. "Lo pikir lo mau kemana hah?"


"Aku tidak ingin membuat masalah" ucapku tenang.


"Kayaknya lo salah sangka" balasnya. "Gue cuma pengen nawarin sesuatu" tambahnya kemudian.


"Tidak. Apapun itu, tidak" jawabku.


"Ayolah, gak usah munafik" sahutnya. "Lo pasti juga pengen ngerasain kan"


"Tidak. Aku tidak-"


"Diajak ngomong baik-baik jangan seenaknya lo!!" bentaknya.


Nih orang kenapa sih?!, batinku.


"Dan asal lo tau ya, gue gak akan akan ngebiarin lo pergi gitu aja" ancamnya.


"Tenang saja, aku tidak akan melaporkan kepada siapapun" balasku tetap tenang.


"Lo pikir gue bakal percaya sama lo gitu aja?" tanyanya dengan tatapan menjengkelkan.


"Lakukan saja semaumu, kau boleh memeriksa HP-ku jika perlu. Aku tidak merekam apapun" balasku sambil menyerahkan HP-ku padanya.


Tanpa bicara lagi dia langsung mengambil HP dari tanganku dan segera mengutak-atik atiknya guna memeriksa.
Tapi setelah dia selesai, dia tidak langsung mengembalikan HP-ku.


Dan itu membuat feeling ku tidak enak.


"Lo tadi bilang gue bisa ngelakuin apa aja yang gue mau kan" ucapnya sambil tersenyum licik.


Feeling ku benar-benar tidak enak.


"Kalo gitu lo turutin gue. Lo masuk ke toilet itu, lo garap dia" perintahnya kemudian.


Apa?!
Dia menawarkan pasangannya untuk...


Belum sempat untuk diriku menolaknya, dia sudah mengancam lagi.


"Kalo lo nolak, gue bisa manggil security dan gue cerita kalo lo yang baru aja merkosa tuh cewek" tambahnya mengancam.


"Kau tidak punya bukti" balasku tenang.


Apa jangan-jangan tadi dia sedang memperkosa perempuan itu?


"Dan aku juga bisa bercerita kejadian sesungguhnya kepada security kalau kau yang melakukannya bukan" ucapku lagi.


"Lo ada benernya, emang gue gak punya bukti. Tapi,... Bisa gue pastiin kalo security bakal lebih percaya sama gue daripada sama lo" balasnya. "Gue kenal sama security nya, gue kerja di mall ini"


Sial!!, batinku.


Aku harus berfikir cepat. Aku tidak bisa menimbulkan keributan disini. Itu merepotkan.
Dan yang paling penting, jangan sampai orang ini memanggil security. Mau ditaruh dimana muka perempuan yang baru diperkosanya itu. Tunggu, dia benar-benar diperkosa kan. Tapi desahannya tadi...
Ah, yang penting sekarang adalah aku harus melindungi harga diri perempuan itu.


"Bagaimana?" tanya orang itu lagi.


Huh~
Aku menghela nafas.


"Baiklah" ucapku menyetujui. "Akan kulakukan" kemudian aku berjalan menuju bilik toilet itu.


"Bagus. Emang harusnya dari awal gitu aja biar cepet" balasnya. "Tadi aja ada cowok yang mergokin terus gue tawarin sekali dia langsung mau. Tapi kasihan dia, belum dapet enak udah ditelepon ceweknya" jelasnya kemudian.


Saat aku sudah berada didepan bilik toilet tersebut, aku langsung dapat melihat pemandangan dari seorang perempuan yang pakaiannya sudah acak-acakan, rambutnya pun juga acak-acakan bahkan rambutnya ada yang menutupi sebagian wajahnya.
Dan jika kulihat lagi, aku mengenali wajah itu. Dia,...


Shinta?!!


efw-YIr-YG-o.jpg



Bersambung.jpg



-Bersambung-
 
Terakhir diubah:
Catatan Penulis:


Bulan agustus.
Bentar lagi bakal rame lomba 17-an.
Tapi yang membosankan, lombanya gitu-gitu aja.
Panjat pinang.
Panjat sosial.
Balap karung.
Balap kelereng.
Makan kerupuk.
Makan kelereng.
Ya gitulah pokoknya.

Tapi,... ada satu lomba yang tidak bagus. Lomba apa?
Lomba memasukkan belut ke dalam botol.
Kenapa harus botol coba?

Kan kasih belutnya ya.
Dia kan juga punya hak. Siapa tahu dia ingin masuk IPS, bukan masuk botol.
Atau ingin masuk ABRI.
Siapa yang tahu??



Makasih
• TTD H4N53N


*NB: Baca aja dulu, sambil nungguin UEFA Super Cup
 
Asikk update kali ini ketauan.. si Eno beneran abangnya Adrian ya, bener-bener Adrian banget karakternya. Kelakuannya juga.
 
Sejenak bingung, ini pov siapa coba, eh taunya pov eno. Banyak flashback jadi baca agak naek turun buat ngepasin pacenya. Bunda omi diperkosa ? plot mainstream yang gak pernah ngebosenin. Mantep bro. Wa titip jempol wa satu ye buat nandain lagi.
 
Jadi ternyata eno gak sebrengsok adrian, yg haram lebih baik :)


Abang ade demen mang ujang gak resep ah gada berantemnya kalo lagi nobar wkwkwkwk
 
Bgst emg si adit

Eno juga bgst pake ngatain pembaca, alias lanjutkan hu
 
Asikk update kali ini ketauan.. si Eno beneran abangnya Adrian ya, bener-bener Adrian banget karakternya. Kelakuannya juga.

Kelakuan yang mana ya?
Wah.... eno masih terjebak masa lalu ya

Terjebak nostalgia
Adit B*ngs*t

Yah, dipake duluan...
Itu mau saya pake buat responnya mamski di part selanjutnya, selanjutnya lagi, atau selanjutnya lagi ya?
Shiiittt here we go agaiinnn

:bingung:
Oooo Naomi yg pertama nihhh

Shinta
Kok bau bau chapter 24 Sesion satu ya???

Bener or Salah Ads

Chapter 24?
Yang mana ya?
Lupa sendiri saya
Sejenak bingung, ini pov siapa coba, eh taunya pov eno. Banyak flashback jadi baca agak naek turun buat ngepasin pacenya. Bunda omi diperkosa ? plot mainstream yang gak pernah ngebosenin. Mantep bro. Wa titip jempol wa satu ye buat nandain lagi.

Makasih, makasih
Gak ngerti bahasanya suhu....kasih artinya pliss...Krn gw gak ngerti bahasa blanda

Google Translate
Jadi ternyata eno gak sebrengsok adrian, yg haram lebih baik :)


Abang ade demen mang ujang gak resep ah gada berantemnya kalo lagi nobar wkwkwkwk

Namanya juga saudara

Tapi mereka tetep bisa ribut kok, kalo klub favorit mereka lagi main jelek,...


"Gimana sih?! Kok kayak gitu mainnya" keluh Adrian "Klub favorit lo tuh!!" tambahnya tanpa menengok ke seorang laki-laki di sebelahnya.

"Klub favorit lo juga, bego!!" balas Eno.
Bgst emg si adit

Eno juga bgst pake ngatain pembaca, alias lanjutkan hu

Lebih bangsat Bentol.
Bentol udah paling bangsat.
Bentol itu adalah definisi dari bangsat itu sendiri
(Gak tau kenapa, pengen aja ngatain si bentol)
Jangan" yg ngasih bukti di Session pertama itu ENO ya ADs

Bukti...??
Bukti apa ya?
Percuma saya jawab, belum tentu ada yang inget juga kan
Kangen Shani sama Gre dong :(

Jangan kangen, udah bubar
Eh, itu kangen band ya
goodbye Thaliakecil sama Stefinya Ads @H4n53n wikwikwikwik

Diam anda...
Itu bukan gara-gara Adrian, tapi gara-gara...
(Eh, spoiler dong nanti)
Cocok udeh sisa greshan ama sarah:hore:

Lah kok sarah??



Hmm,..
Jadi gini...
Haduh, gimana ya ngejelasinnya...
Ehm,....
Jadi sebenernya....
Saya....
Gak jadi deh, saya pikirin lagi aja nanti.

Makasih
• TTD H4N53N
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd