Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Finding Reality ACT II

Bimabet
Part 22: NAughty Obedient MIne



TAK!


TUK! TUK!


TAK!


TUK! TUK!


TAK!


TUK! TUK!


TAK!


TUK! TUK!


TAK!


TUK! TUK!


TAK!


TUK! TUK!


TAK!


TUK! TUK!


TAK!!!


TUK!! TUK! Tuuukk...


"Kau bisa tidak terlalu serius seperti itu?" tanyaku sambil berjalan mengambil bola yang Adrian pukul dengan cukup cepat hingga membuatku terlambat mengembalikannya dan akhirnya bola tadi jatuh menggelinding.


Padahal aku sudah sedikit menduga akan hal itu, hanya saja reflekku kurang cepat saja.


"Kenapa?" tanya Adrian dengan memasang wajah sok polos. "Kau tidak menduganya?"


"Jangan memancingku. Aku bisa mengalahkanmu dengan mudah" balasku yang sudah mengambil bola dan berjalan kembali ke arah meja pingpong.


Karena aku tidak mungkin menceritakan bagian 'itu' pada Adrian. Jadi aku berpura-pura sedikit lupa soal ceritaku dan berusaha memilah-milah, apa saja kira-kira yang harus kuceritakannya. Aku harus menfilternya.


Dan untuk mengisi waktu luang, aku mengajaknya bermain pingpong sembari diriku berfikir. Eh, pingpong atau tenis meja ya. Ya sama saja lah. Pingpong saja karena hurufnya lebih sedikit
Aku berfikir tentang apa saja yang perlu kuceritakan padanya.
Tapi seperti yang dijelaskan tadi, dia terlalu serius melakukannya. Atau dia memang tidak pernah main-main dalam melakukan sesuatu.


"Jangan hanya bisa bicara" ucap Adrian sambil tersenyum. "Buktikan saja" tambahnya.


"Asal kau tahu saja, aku sudah memiliki feeling kalau kau akan melakukan gerakan tadi" balasku lagi. "Hanya saja aku terlambat bereaksi" tambahku pelan.


"Feeling? Maksudmu firasat?" tanya Adrian yang sepertinya tertarik.


Firasat?
Dia menyebutnya begitu?


"Feeling, firasat. Terserah kau menyebutnya apa. Tapi kau harus ingat, kita mungkin bisa memiliki hal tersebut karena ajaran dari 'dia' kan" jelasku.


"Kakek maksudmu?" tanya Adrian memastikan.


Aku hanya menganggukkan kepala menanggapinya.


"Selalu ikuti instingmu sendiri" balas Adrian menirukan ucapan kakek kami.


"Insting ya,..." aku jadi teringat sesuatu. "Kalau Vivi menyebutnya, 'Insting Hewan Liar'. Haha.." tambahku sambil sedikit tertawa kecil.


"Oh iya, aku jadi sedikit penasaran. Kenapa kau memanggil Yona dengan Vivi?" tanya Adrian.


"Memangnya kenapa?" tanyaku balik.


"Ya, kalau mendengar nama Vivi, aku jadi teringat dengan..." Adrian menggantungkan kalimatnya.


"Mantanmu ada yang bernama Vivi?" tanyaku berusaha menebak.


"Heh?! Bukan! Bukan begitu!!" bantahnya cepat. "Tapi kalau Vivi,.. itu mengingatkanku pada putri kerajaan..." sekali lagi Adrian menggantungkan kalimatnya.


Apa jangan-jangan,...


"Alabasta" sambungku.


"Kau tau soal Alabasata?! Apa kau juga membaca..."


Aku hanya mengangguk sebelum Adrian benar-benar menyelesaikan pertanyaannya.


"Kalau begitu satu pertanyaan.." ucap Adrian tiba-tiba. "Kau lebih suka ninja atau bajak laut?" tanyanya kemudian.


"Itu pertanyaan mudah" balasku. "Aku mengikuti keduanya, aku membaca keduanya... Jadi, bajak laut. Aku lebih suka bajak laut" jawabku akhirnya.


"Alasannya?" tanya Adrian lagi seperti masih berusaha memastikan sesuatu lagi.


"Sederhana saja, sebuah teknik yang membuat penggunanya kehilangan nyawa jika digunakan? Itu bodoh" jawabku lagi.


"Ya, itu bodoh!!" sahut Adrian. "Jika teknik itu memiliki resiko membuat penggunanya mati, lalu bagaimana latihannya? Di Edo Tensei terus menerus?"


Ya, memang bodoh. Kecuali jika teknik itu hanya perlu dilakukan dengan menjentikkan jari saja.


"Aku juga membaca keduanya, dan aku mungkin sedikit menyesal sudah membacanya" tambah Adrian lagi.


"Jangan menyesalinya. Kenapa kau harus menyesalinya?" sahutku. "Itu adalah bagian dari hidupmu. Jangan pernah menyesali satupun bagian dari hidupmu. Jangan pernah. Nikmati saja" nasihatku kemudian.


Adrian memandangku dengan tatapan serius selama beberapa saat, sebelum kemudian pandangannya berubah seakan tidak percaya.
Aku tahu pasti apa yang ada dipikirannya, 'Aku merasa kalau kau sepertinya kurang cocok berkata seperti itu'.


"Kenapa kau menanyakan hal tadi?" sekarang aku yang bertanya kepadanya. "Soal ninja dan bajak laut tadi?"


"Untuk memastikan sesuatu" jawabnya singkat.


"Oh ya, apa itu?" tanyaku lagi.


"Apa kau benar-benar kakakku atau bukan" jawabnya lagi.


"Dengan cara seperti itu?" tanyaku tak percaya.


Cara yang bodoh sekali, batinku.


"Lalu bagaimana kesimpulanmu?" tanyaku sekali lagi.


"Ya,... sepertinya kau memang benar-benar kakakku" balasnya.


Tunggu sebentar.


"Pola pikir. Pola pikir kita hampir sama. Sepertinya begitu" ucap Adrian yang terdengar seperti ragubakan ucaoannya sendiri. "Mungkin hasil ajaran kakek juga" tambahnya.


Tidak. Tidak sama.
Pola pikir kami memang mirip, tapi ada sedikit perbedaan disana.
Dan yang membuatnya seperti itu mungkin adalah,... Ayah kami. Mungkin.
Tapi kira-kira kenapa?


"Ingin lanjut bermain?" tanya Adrian tiba-tiba menyadarkanku dari lamunan.


"Boleh" jawabku. "Tapi ku peringatkan padamu. Aku akan mulai sedikit serius sekarang" ucapku kemudian. "Lagipula seorang kakak harus sedikit mengalah pada adiknya kan"


"Tidak perlu sungkan-sungkan padaku" balasnya dengan kepercayaan diri tinggi.


Baiklah, selama diriku bermain pingpong dengan Adrian, aku akan melanjutkan cerita flashback pada kalian. Tanpa sensor.
Ini bukan kemauanku tapi entah kenapa seperti ada yang mendorongku untuk melakukannya. Seperti ada suara-suara dikepalaku.


((Itu saya, mas))


Wie je bent?!


((Wes ta lah, gak usah kakean takon. Lek arep cerito yo cerito ae))


Huh?!


((Awakmu ngomong Londo, tak bales ngomong Jowo. Opo'o gak terimo? Gak ngerti? Babahin lho. Ngelu, ngelu ndasmu. Hayoo.. Arep opo awakmu))


Fuck!!


((Lek iku, aku ero artine mas. Nggenah ae. Wes mulai ae cerito kono lho))
.
.
.
.
.
.
.
.
*Flashback


"AAAKKKKHHHH..... AKU KELUAAARR"


Setelah berteriak mengekspresikan kenikmatan yang baru didapatkannya, tangannya langsung gemetar pertanda tidak lagi kuat untuk menjadi tumpuan baginya.
Saat dirinya akan ambruk kedepan, dengan sigap diriku langsung menahannya dengan memegang pinggulnya sehingga kini wajah sampingnya menempel di ranjang sedangkan pantatnya masih menungging ke arahku. Tentunya itu hanya agar penisku tetap berada didalam vaginanya. Vaginanya yang masih memijat-mijat penisku dengan nikmat.


Itu sudah orgasme ketiganya di pagi ini. Keringat sudah membasahi tubuhnya yang indah. Wajah cantiknya juga sudah terlihat lelah. Rambutnya sudah kusut dan berantakan.
Tapi meskipun keadaannya sudah seperti itu, tetap saja itu tidak akan membuatku menghentikan perbuatanku padanya. Karena aku baru keluar sekali tadi.


Jadi dengan tetap menahan pinggulnya, aku langsung menyodok kembali vaginanya yang sepertinya sangat bahagia ketika penisku keluar masuk disana.


"Aahh... Aahh.... Aaahh..."


Desahannya yang seksi itu semakin membuatku bersemangat untuk menggenjot vaginanya yang sempit itu. Mengeluar-masukkan penisku ke dalam vagina hangatnya. Membuatnya mengeluarkan desahan, rintihan, dan racauan setiap diriku menyodokkan penisku.


"Aaahh... Aaahhh... Tunggu dulu dong, Sayang~ Aah~" pintanya manja.


Mendengar hal tersebut, bukannya aku menghentikan perbuatanku. Tapi aku malah mempercepat tempo sodokanku. Sampai...


"Aaahh.... Iyaaa.... Aaahhhh..." desahnya manja sambil memejamkan mata.


Dan dengan tiba-tiba aku menghentikan gerakanku, menghentikan sodokanku. Hingga membuatnya membuka mata dan langsung mengeluh manja.


"Kok berhenti sih...??" tanyanya dengan nada manja kemudian menggerak-gerakkan sendiri pantatnya membuat penisku keluar masuk dalam vaginanya.


"Tadi katanya mau istirahat dulu" balasku menggodanya. Memainkan nafsunya.


"Gak jadi... Maunya ngentot aja~ Maunya dikontolin~" ucapnya memohon dengan nada manja.


"Hmm..." aku masih berusaha memainkan birahinya.


"Enoo~ Eno Sayaaang~~ Kentotin aku doong pake kontol kamu yang gede ituu~" pintanya manja.


Ucapannya yang frontal itu membuatku langsung menggenjotnya kembali dengan tempo cepat yang tidak beraturan.
Kusodok-sodok vaginanya sambil memegang pinggulnya sebagai tumpuan.
Dan tentu saja itu membuatnya kembali meracau keenakan.


"Aaahh.. Iyyaaarrrghh... Jangan berhenti... Kentotin aku terus, Sayaaang....." racauan dan desahannya kembali terdengar.


Aku semakin semangat menggerakan pinggulku, membuat batang penisku menyodok-nyodok liang vaginanya yang masih saja terasa sempit meskipun sejak kemarin malam sudah kugenjot berkali-kali. Sesekali dia juga mengoyang goyangkan pinggulnya.


"AHH...... MANTAP........." teriaknya mengekspresikan kenikmatan yang kuberikan padanya.


Kupercepat lagi gerakanku, aku menikmati sensasi pijatan dari vaginanya pada penisku setiap aku menyodoknya. Kurasa dia juga menikmatinya, desahannya yang seksi dan ekspresi wajahnya itu, itu bukan lagi sebuah kebohongan.


PLAAK!!
PLAAK!!
PLAAK!!
PLAAK!!
PLAAK!!


Dengan tetap menggenjotnya, aku berkali-kali menampar pantat seksinya itu. Membuatnya yang awalnya tadi putih mulus menjadi kemerahan karena cap tanganku. Tidak apa-apa jika ada cap tanganku di pantatnya asal bukan diwajhnya. Dirinya sendiri juga tidak keberatan kuperlakukan seperti itu. Justru dia suka untuk dikasari. Dia pernah bilang sendiri padaku.


"AH...... YES....... AHHH..... AH.... TAMPAR AKU.... TAMPAR......" desahannya yang seksi itu seperti memberikan tenaga lebih padaku yang membuatku semakin bersemangat untuk terus menghujamkan penisku kedalam vaginanya terus menerus dan tanpa henti.


"Cepetan, Enoo... Dikit lagi... Dikit lagi aku... mau... kel..uar......" ucapnya yang sepertinya sudah akan mendapatkan orgasmenya untuk yang kesekian kalinya hari ini.


Kupegang pinggangnya dan kupercepat hujaman penisku pada vaginanya.


"Aku nyampe... AKHHHHH......” dia menyemburkan cairan hangat orgasme dari dalam vaginanya, membuat batang penisku ikut menjadi hangat.


Dia menutup matanya membiarkan kenikmatan menjalar keseluruh tubuhnya. Tapi hal itu tidak membuatku menghentikan gerakanku, aku masih terus menyodok-nyodokan penisku kedalam vaginanya. Hingga hal itu membuat,...


"AKHHH.... AKH..... AKH........" dirinya mengalami orgasme sekali lagi. Multiorgasme. "Udah,... Udah,... No.... Aku capek .." ucapnya memelas sambil berusaha menahan pinggulku yang masih maju-mundur menggempurnya.


"TADI KATANYA MAU KONTOL!! NIH KONTOL! MAKAN NIH KONTOL!!" balasku sambil tetap menggenjotnya cepat. Bahkan sekarang temponya lebih cepat dari yang tadi.


"Aakhh... Tapii..."


Sebelum dirinya menyelesaikan kalimatnya, aku langsung memutar tubuhnya tanpa melepas penisku dari vaginanya, mengubah posisinya menjadi terlentang.


Seketika dirinya langsung tersenyum ke arahku, dan kemudian berkata,...


"Mau keluar ya..?" tanyanya menggoda.


Aku hanya mengangguk mengiyakan sambil tetap menggenjot vaginanya.
Diapun membalasnya dengan merangkul leherku kemudian menarikku ke arahnya hingga aku merendahkan tubuhku. Dan dia langsung mencium bibirku dengan ganasnya.


Cukup lama kami berciuman dan penisku masih tetap menggenjot vaginanya tanpa melambatkan tempo sedikitpun. Dan saat ciuman kami terlepas, dia langsung menatapku dengan tatapan binalnya seraya berucap,...


"Keluarin di dalem.... Aah... Buahi aku, Sayang~ Aahh... Hamili aku, Enoo~ Aku pengen hamil anak dari kamuu... Aaaakkhhh..."


Kalimat itu tentu saja langsung memicu semangatku, karena posisi ini, posisi missionaris adalah posisi yang paling ideal untuk menyemprotkan spermaku kedalam rahimnya. Membuahinya.
Dan dari awal aku juga sudah berniat untuk begitu. Apalagi ditambah dirinya yang dengan senang hati dan pasrah saja jika aku membuahinya. Menyemprotkan seluruh spermaku ke dalam rahimnya.


Aku kembali menegakkan tubuhku dan memfokuskan diriku untuk menggenjot vaginanya. Tapi saat melihat payudaranya yang berguncang-guncang mengikuti irama genjotanku, membuatku tidak tahan untuk memainkannya juga.
Kuremas kedua payudaranya itu dengan cukup kasar, sesekali juga menarik putingnya, membuatnya merintih keenakan.


"Aahh.... Aaaahhhh.... Aaaaahhhh.... Iyaaa... Aaaahhhh...."


Dengan tetap meremas payudara kirinya, kupindahkan tangan kananku ke lehernya dan sedikit menekannya seperti aku sedang mencekiknya.
Keadaannya yang sudah berantakan dan ekspresi wajahnya yang menggoda ditambah dengan payudaranya yang terus berguncang. Apalagi vaginanya yang terus memijat penisku setiap aku menyodoknya, membuatku tak bisa bertahan lebih lama lagi hingga akhirnya...


CROOOTTZ~
CROOOTTZ~
CROOOTTZ~
CROOOTTZ~
CROOOTTZ~
CROOOTTZ~
CROOOTTZ~
CROOOTTZ~
CROOOTTZ~


Ku semprotkan semua spermaku kedalam rahimnya, aku tak tahu berapa banyak yang aku semprotkan. Tapi yang pasti itu banyak sekali.


"AKHHH...... AKH.... AKH..." diapun juga mendapatkan orgasmenya yang kesekian. Aku tidak menghitungnya lagi, tapi setelah orgasmenya itu penisku menjadi hangat karena tersembur cairan vaginanya.


Setelah itu aku langsung ambruk kedepan menindihnya. Diapun langsung memelukku dan mengelus-elus punggungku.


"No..." panggilnya lirih.


"Hmm...??" jawabku seadanya.


"Lihat sini dong,... Lihat aku..." pintanya manja.


Kutolehkan wajahku dan melihat kearah wajahnya.


"Iya, Shinta..?"


IMG-20190127-190747.jpg



Ya, memang Shinta perempuan yang sedang bersamaku. Shinta lah yang sedari tadi meracau dan mendesah keenakan sambil memanggil-manggil namaku saat penisku keluar masuk ke vaginanya. Kami melakukannya di apartemenku.
Jangan kaget, sekarang ini sudah dua minggu sejak acara reuniku. 10 hari sih lebih tepatnya.


Kenapa akhirnya aku dan Shinta bisa seperti ini?
Kejadian di toilet?
Aah,... Memangnya itu penting?
Bagiku tidak terlalu karena yang penting sekarang aku bisa menikmati sempit dan hangatnya vagina Shinta kapanpun aku mau.


Hubungan antara aku dan Shinta?
Ya, sebenarnya kami ini...


"Makasih ya~" ucap Shinta dengan nada manja.


"Maaf" balasku lalu menggulingkan tubuhku hingga rebahan disebelahnya. Hal itu tentunya juga membuat penisku terlepas dari cengkraman vaginanya dan menghasilkan bunyi,..


PLOOP!!


..yang cukup kencang.


"Kok..?"


"Tadi kayaknya aku kasar banget sama kamu" tambahku sebelum Shinta mulai bertanya lagi.


"Aku gak masalah kok. Asal enak, asal nikmat, asal kamu" ucapnya lirih. "Makasih.."


"Dengerin kamu. 'Makasih, makasih' terus kayak ada yang aneh deh" balasku. "Mendingan kamu puasin aku lagi" pintaku kemudian.


"Eh?! Kamu masih.."


Shinta tidak melanjutkan kalimatnya saat aku memindahkan tangannya untuk mengenggam penisku.


"WOW!!" kagumnya.


"Kayak yang baru pertama ngerasain aja" balasku.


Memang sudah dalam 3 hari terakhir aku dan Shinta melakukan hal ini.


"Ayo dong... Hari ini aku kan belum ngerasain goyangan kamu" ucapku memelas .


"Tapi..."


Shinta tidak melanjutkan kalimatnya ketika melihat wajahku yang sudah kuubah dengan ekspresi wajah memelas.


"Jangan pake wajah itu... Aku..."


Shinta seperti tidak sanggup untuk melanjutkan kalimatnya. Atau mungkin lebih tepatnya tidak sanggup untuk menolak permintaanku.


"Ya udah iya" ucap Shinta akhirnya.


Aku langsung tersenyum mendengarnya.


"Tapi nanti ya, aku masih capek" tambahnya.


"Sepongin dulu kalo gitu" pintaku manja.


Shinta langsung menatapku tajam. Tapi saat aku kembali memasang ekspresi memelas, dia langsung mendekatkan bibirnya ke penisku.


Shinta melakukan apa yang kuperintahkan. Memang seharusnya seperti itu, dia memang harus menuruti semua yang ku mau.


Shinta memulai dengan menjilati kepala penisku, lalu perlahan-lahan dia memasukkan batang penisku kedalam mulutnya. Shinta melanjutkan dengan menaik-turunkan kepalanya menghisap penisku, dia begitu bersemangat menghisap penisku. Dan aku sendiri sebenarnya juga sudah tidak sabar ingin kembali menusuk vaginanya yang sempit itu.
Kunikmati setiap apa yang dilakukan Shinta pada penisku. Kuelus kepala dan kurapikan rambutnya yang berantakan dengan jariku. Sesekali dia berhenti dan mengocok penisku dengan tangannya sebelum kembali memasukkan penisku kedalam mulutnya. Aku suka keadaan ini, karena bukan hanya aku yang menikmatinya, Shinta juga terlihat begitu menikmati aksinya dalam memanjakan penisku.


"Gimana??" tanyaku pada Shinta yang masih sibuk menghisap penisku.


Sluurrppp~
Sluurrppp~
Sluurrppp~


"Gimana?" tanyaku lagi. "Mau nyepong terus atau..." aku sengaja mengantungkan pertanyaanku untuk menggodanya.


Tapi Shinta malah semakin nakal dengan mengelus-eluskan penisku ke pipinya atau menggelitik lubang kencingku menggunakan ujung lidahnya.


"Shinta~" panggilku.


"Ya, ngentot dong..." jawab Shinta yang kemudian duduk diatasku dan memasukkan penisku ke dalam vaginanya.


"AGH...... ENOO....." Shinta mulai mengerakkan badannya naik turun dengan penisku yang menghujam vaginanya setiap dia menurunkan badannya.


"Hmm... Pengen 'mendominasi' ya?" tanyaku menggodanya.


"Iyaaahh......" jawabnya sambil mendesah. "Aku bakal bikin kamu keluar berkali-kali.... Aku bakal bikin kamu keluar banyak... Aku bakal pecundangi kamu.... AAAHH...."


Ya. Coba saja, Shinta.
Coba saja pecundangi aku kalo kamu bisa, batinku.


Nah, sementara aku menikmati Shinta yang sedang asyik bergoyang naik turun diatas tubuhku. Kalian lihat saja flashback berikut.


Kalian pasti penasaran kenapa aku dan Shinta bisa seperti ini kan.
.
.
.
.
.
.
.
.
**Flashback di dalam *Flashback


"Ini kita mau ngapain sih?" tanyaku pada Adit yang daritadi terlihat sibuk dengan HP-nya.


"Hah?? Kenapa?" tanyanya balik.


Ya, aku sedang bersama dengan Adit. Hari ini dia tiba-tiba mengajak bertemu disebuah cafe untuk menyelesaikan tujuannya saat dia membawaku setelah acara reuni waktu itu. Padahal sebenarnya aku sendiri sudah lupa. Ada apa sih?
Oh iya, ini sudah 3 hari sejak acara reuni waktu itu.


"Ngapain? Disini kita mau ngapain??" tanyaku sekali lagi.


"Udah, nanti juga lo tau sendiri" jawabnya tidak jelas yang kemudian kembali fokus pada HP-nya.


"Chatingan sama siapa sih lo?" tanyaku. "Vivi?"


"Hah? Hehe..." bukannya menjawabku, Adit malah cengengesan.


"Eh?! Bajingan lo ya.. Lo udah punya Vivi tapi lo masih.."


Aku jelas tahu apa arti dari cengengesannya tadi. Dan itu bukan hal yang baik.


"Yang penting dia jangan sampe tau aja kan" balasnya santai.


"Lo dari SMA masih sama aja ya kelakuannya" balasku. "Vivi kok mau sih sama lo??"


"Udah... Pokoknya lo jangan bilang-bilang ke dia aja. Awas lo ya" balasnya mengancam.


"Lo bisa berhenti main HP dulu gak?" tanyaku.


"Lo kok cerewet banget sih, No? Yona aja gak pernah permasalahin kalo gue mainan HP" balasnya yang kemudian langsung melotot ke arahku.


"Hei.. Maaf. Lama ya nunggunya??" tanya sebuah suara.


Aku dan Adit langsung menoleh bersamaan.


"Vivi?"


"Sayang.."


IMG-20181226-WA0054.jpg



Kok makin cantik sih, pacar orang, batinku.


"Baru nyampe? Kok sendirian?" tanya Adit yang langsung berdiri dan mencium kedua pipi Vivi.


Entah kenapa, tapi aku ingin sekali memukul wajah Adit saat dia melakukan hal tersebut. Untungnya aku bisa menahan diri.


"Temen kamu mana?" tanya Adit sambil kembali duduk. "Gak bareng?"


"Enggak" jawab Vivi yang juga sudah ikut duduk disebelah Adit. "Tadinya sih mau bareng, tapi dia ada urusan. Jadi agak telat"


"Temen? Siapa?" tanyaku sedikit penasaran.


"Temen gue yang mau kita kenalin ke lo, No. Kita berdua mau nyomblangin kamu" jawab Vivi cepat. "Emang kamu belum cerita, Dit?"


"Eh?!" kagetku "Tapi gue gak-"


"Gapapa" potong Vivi. "Kita gak repot kok"


"Biar lo gak jomblo. Kata Mitha lo jomblo kan" potong Adit yang sudah kembali sibuk dengan HP-nya.


Sialan nih orang, batinku.


Bahkan saat sudah ada kekasihnya disini, dia masih...


"Harusnya lo makasih ke kita. Ke gue!" sambung Adit dengan sedikit penekanan di kalimat terakhirnya itu. "Bukan marah-marah kayak tadi" tambahnya lagi.


"Marah-marah?" tanya Vivi bingung. "Kalian tadi berantem? Kok bisa? Kenapa?"


"Soalnya tadi Adit-"


"Eno gak mau dijodoh-jodohin katanya" potong Adit sebelum aku mengatakan kebenarannya.


"Iihhh... Gapapa tau, Eno" balas Vivi lalu tersenyum.


Ya sudahlah. Aku juga tidak ingin membuat keributan disini.
Lagipula senyuman Vivi tadi sudah cukup menenangkanku.


"Ehmm... Adit~" panggil Vivi manja.


"Hmm..?" Adit seperti tidak memperdulikan panggilan dari Vivi dan masih sibuk dengan HP-nya.


"Ada sesuatu yang lain gak dari aku hari ini?" tanya Vivi kemudian.


Mati lo, batinku.


"Eeehhh... Baju baru?" tanya Adit berusaha memastikan jawabannya.


Tapi Vivi langsung cemberut mendengar jawabannya itu.


"Gimana sih?! Kok baju. Baju ini kan udah pernah aku pake sebelumnya" balas Vivi dengan cemberut.


IMG-20181226-WA0056.jpg



Cemberut tapi kok malah kelihatan lucu ya?, batinku.


"Coba tebak lagi.." pinta Vivi.


"Emm... Kamu langsung kasih tau aja deh" balas Adit yang seperti sedikit malas untuk menanggapi lagi.


"Tebak dulu" Vivi bersikeras.


"Ada hadiahnya enggak?" tanya Adit balik.


"Eh?? Kok minta-"


"Hadiahnya cium ya" balas Adit memutuskan sepihak.


"Tapi..."


"Oke, aku tebak. Lipst-"


"Parfum" sahutku memotong perkataan Adit.


"Eh?!" Adit dan Vivi kaget bersamaan.


"Bener gak?" tanyaku seperti masih meragukan jawabanku sendiri. Padahal aku sudah sangat yakin dengan jawabanku itu.


"Be..Bener sih" balas Vivi.


"Padahal gue mau jawab itu duluan" sahut Adit berdusta.


Apa'an?!!, batinku.


"Kok bisa tahu?" tanya Vivi.


"Feeling aja sih" jawabku polos.


"Nah, sekarang mana hadiahnya? Cium kan" ucapku menagih kepada Vivi.


"Eh, kok?!" Vivi tersentak kaget.


"Bercanda" balasku. "Nanti aja kalo gak ada Adit ya" tambahku berbisik kepada Vivi, tapi kupastikan Adit dapat mendengarnya juga.


"Sialan lo!!" umpat Adit.


"Udah. Udah.." sela Vivi menengahi. "Tapi beneran kok lo bisa tau sih, No?" tanyanya kemudian yang sepertinya penasaran.


"Wangi lo hari ini sama yang terakhir kita ketemu itu beda" jawabku menjelaskan.


"Iihhh.... Eno idungnya tajem ya?" tanya Vivi lagi.


"Enggak juga" balasku sambil memegang hidungku sendiri.


"Maksud gue penciumannya..." ralat Vivi.


"Enggak tau juga sih" balasku. "Mau nyoba??" tanyaku sambil mengusap bibirku sendiri.


"Ngendus-ngendus kayak anjing!" sahut Eno yang sebenarnya hanya ingin mengataiku.


"Adit!! Jangan gitu.." ucap Vivi membelaku.


"Ini temen lo masih lama?" tanyaku pada Vivi berusaha mengalihkan pembicaraan.


"Eh, iya" balas Vivi. "Kok lama ya?" tanyanya kemudian.


Ya, mana gue tau. Temen, juga temen lo, batinku.


"Kenapa, No? Udah gak sabar ya??" tanya Vivi seperti sedang berusaha menggodaku.


"Enggak. Bukan gitu" bantahku. "Kalo masih lama, gue mau ke toilet dulu" ucapku beralasan kemudian bangkit berdiri.


"Jangan kabur ya lo ya" ucap Vivi dengan nada dingin seperti curiga.


Sial, dia tahu, batinku.
.
.
.
.
.
Pada akhirnya aku tetap ke toilet. Tapi saat aku sedang berjalan didepan toilet wanita untuk menuju ke toilet pria, tiba-tiba malah ada yang menarikku masuk kedalam toilet wanita tersebut.


Dan ketika aku melihat siapa orang yang menarikku, aku cukup terkejut. Dia adalah,...


"Shinta..?" tanyaku.


IMG-20190127-190745.jpg



"Kok kamu ada di... Kok tiba-tiba narik? Mau ap-"


"Sstt..." ucapanku terpotong karena Shinta dengan segera langsung menaruh telunjuknya tepat dibibirku. "Kamu temennya Yona?" tanya Shinta kemudian.


"Yona..?"


Ah, mungkin maksudnya Vivi, batinku.


"Oh... Iya. Kok kamu tahu?" tanyaku balik.


"Kayaknya emang udah ditakdirin" ucap Shinta lirih. "Aku temennya Yona" jawabnya kemudian. "Yang mau dikenalin ke kamu"


"Eh?! Itu kamu?" tanyaku balik. "Tapi kok... Kenapa kamu..."


"Kita kayaknya gak perlu dicomblangin ya..." balas Shinta. "Mau ngelakuin kayak waktu itu?" ucapnya menawarkan.


"Huh?!"


"Keadaannya sekarang mirip sama yang waktu itu kan" ucap Shinta lirih. "Tapi bedanya, sekarang kita cuma berdua... Kamu bisa lebih leluasa"


Apa Shinta mengajakku untuk melakukan hal itu lagi padanya?


Kejadian di toilet itu?
.
.
.
.
.
.
.
***Flashback di dalam *Flashback yang di *Flashback lagi


Kejadian Di Toilet. (Yang Membuat Kalian Penasaran Daritadi)


"Gimana? Cantik kan, seksi juga. Memeknya juga enak, bro" kata laki-laki itu. "Bentar ya" tambahnya. "Woi, perek!!"


Laki-laki itu memanggil Shinta dengan sebutan itu??


Aku bisa saja dengan mudah menghajar laki-laki ini. Tapi itu pasti akan memancing keributan. Aku tidak suka itu. Kuikuti saja permainan laki-laki ini.


Shinta membuka matanya yang tadi terpejam. Dia terlihat kaget saat melihatku, tapi ketika dia melihat laki-laki di sebelahku, sepertinya kekagetannya itu langsung menghilang dan berubah menjadi amarah. Tapi terlihat dia berusaha menahannya.


"Sini lo. Lo layanin nih cowok" perintah laki-laki itu pada Shinta.


Dengan patuh Shinta menuruti laki-laki itu. Dia bangkit dan langsung berjalan ke arahku.
Saat sudah berada di depanku, dia langsung mencium bibirku dengan liar dan penuh nafsu.


"MMPPPHHH.... MMMMPPPPHHH...."


"Tuh cewek emang perek sangean. Jangan kaget" komentar laki-laki tadi.


Cukup lama Shinta mencium bibirku yang akhirnya kubalas ciumannya tersebut tak kalah bernafsu. Jujur, aku memang sudah sedikit bernafsu sejak mendengar desahannya tadi, ditambah tadi aku juga melihat keadaannya dengan pakaian yang acak-acakan. Dan sekarang dia menciumku dengan penuh nafsu. Tentu itu semakin membangkitkan nafsuku.
Kami berciuman cukup lama sampai akhirnya kami melepaskan ciuman kami karena kehabisan nafas.


"Maafin aku. Aku kepaksa" bisikku lirih.


"Gapapa. Aku ngerti kok" balas Shinta yang juga berbisik. "Aku juga kepaksa"


"Lama!! Udah cepetan ngentot sana!" perintah laki-laki tadi.


Mendengar ucapan laki-laki itu, langsung kutatap Shinta yang dengan cepat menganggukan kepalanya seperti mengetahui apa yang kupikirkan.


Tapi ternyata tidak, Shinta malah berlutut di depanku dan dengan cepat langsung menurunkan resleting celanaku untuk membebaskan penisku dari sarangnya. Dia sempat kaget saat melihat ukuran penisku tapi itu tidak berlangsung lama karena sedetik kemudian dia langsung memasukkan penisku kedalam mulutnya, memanjakannya dengan lidahnya.


Shinta terlihat sungguh menikmati penisku yang berada didalam mulutnya. Sesekali kubelai rambutnya menandakan rasa terimakasihku padanya yang sudah dengan senang hati memanjakan penisku.


"Bangsat!! Jadi ngaceng lagi gue!" umpat laki-laki tadi yang ternyata sedang merekam aksi kami.


Melihat hal itu tentu langsung membuatku risau.


"Tenang.. Ini gue rekam pake HP lo, kamera HP lo bagus soalnya" celetuk laki-laki itu seperti mengerti kekhawatiranku. "Tapi nanti gue minta rekamannya"


Lalu laki-laki itu berjalan kearah kami dan menyerahkan HP-ku kepadaku.


"Nih! Gue balikin" ucap laki-laki itu. "Terserah lo, mau lo lanjutin sendiri ngerekamnya apa gimana" tambahnya.


Kenapa harus ditanya?
Tentu pilihanku adalah... Merekamnya.
Wajah binal Shinta yang sedang mengulum penisku itu akan aangat bagus untuk diabadikan.


Disaat aku merekam aksi nakal Shinta pada penisku, laki-laki itu menunggingkan badan Shinta yang langsung berpegangan padaku. Kemudian dia menurunkan celananya dan melumurinya dengan ludahnya sendiri lalu mengocoknya sedikit.


"Memek lo basah banget.." komentar laki-laki itu saat penisnya mulai memasuki vagina Shinta. "Lo emang cewek haus kontol ya... Ah.. Bangsat!! Enak banget memek...lo, Naomiiihh" desah laki-laki itu yang terlihat begitu menikmati lubang vagina Shinta.


Aku juga tak ingin hanya menonton saja, dengan menjambak rambut Shinta dengan tangan kiriku sedangkan tangan kananku masih memegang HP merekam wajahnya. Aku maju mundurkan batang penisku keluar-masuk didalam mulutnya. Hangat dan basahnya mulut Shinta membuatku menikmati apa yang aku lakukan pada mulutnya dengan penisku. Aku maju mundurkan terus penisku pada mulutnya seperti aku mengenjot sebuah vagina, yang temponya semakin lama menjadi semakin cepat.


Laki-laki itu juga tak mau kalah dengan mempercepat genjotannya pada vagina Shinta. Kami jadi terlihat seperti sedang berlomba memuaskan nafsu kami masing-masing.


"Aaahh... Gue gak kuat... NAOMI... AAKKKHHHHH......." racau laki-laki itu saat dirinya sudah mencapai batasnya. Dia menyemprotkan spermanya kedalam vagina Shinta, seperti tak peduli jika perbuatannya itu bisa membuat Shinta hamil.


Setelah menyemprotkan spermanya, laki-laki itu lalu mencabut penisnya dari vagina Shinta kemudian mundur sedikit sebelum akhirnya duduk lemas diatas kloset.


Kembali kulanjutkan genjotanku pada mulut Shinta, aku yang semakin bernapsu karena wajah binal Shinta yang bukannya malu tapi malah terlihat senang saat mengetahui aku sedang merekam wajahnya membuatku terus mengenjot batang penisku keluar masuk kedalam mulutnya. Hingga pada saatnya aku merasa ingin menyemburkan spermaku, aku dorong seluruh penisku masuk kedalam mulut Shinta hingga menyentuh bagian terdalam dari mulutnya. Shinta yang sepertinya tidak siap dengan aksiku itu mencoba untuk berontak dan berteriak. Tapi karena batang penisku masih berada didalam mulutnya, otomatis teriakannya itu tertahan.


CROOTZZ~
CROOTZZ~
CROOTZZ~
CROOTZZ~
CROOTZZ~


Sebelum seluruh spermaku keluar semua, kucabut batang penisku dari mulut Shinta hingga membuat wajahnya jadi ikut terkena semprotan spermaku. Wajahnya yang berlumuran spermaku itu tentunya juga ikut terabadikan lewat kamera HP-ku. Dan yang menyenangkannya lagi adalah, tanpa diperintah, Shinta menelan semua spermaku yang berada didalam mulutnya tanpa rasa jijik sama sekali.
Setelah menelan semua spermaku, Shinta juga langsung menjilati penisku untuk membersihkannya. Tapi perlakuannya itu malah membuatku kembali bernapsu kepadanya. Lalu kumatikan HP-ku dan melemparkannya ke samping kemudian kutarik dia dan kutunggingkan badannya dan menghadap kearah laki-laki tadi yang masih terlihat lemas.


Tidak. Aku tidak akan menusukkan penisku kedalam vagina Shinta yang masih meneteskan sperma laki-laki tadi. Aku tidak ingin mendapatkan bekas, jadi kuarahkan penisku ke lubang pantat Shinta.


"Eh?!!" Shinta yang menyadari niatku tampak kaget.


"Boleh kan..." balasku meminta ijin.


"Ehmmm..." Shinta nampak berfikir sebentar. "Aku belom pernah.."


"Anjir! Brengsek juga lo ya" celetuk laki-laki tadi yang sepertinya juga tahu akan niatku tapi sepertinya dia juga menikmati semua ini.


"Boleh.." sahut Shinta yang akhirnya mengijinkanku untuk memasukkan penisku ke lubang pantatnya.


Setelah mendapatkan persetujuannya tersebut, aku langsung memegang pinggang Shinta kemudian kudorong batang penisku masuk kedalam lubang pantatnya.


"Aakkhh... Sakit!!! Akkkh... Mmmppphhh" Shinta langsung menutup mulutnya sendiri dengan tangannya.


Kemudian dia mengekspresikan apa yang dirasakannya dengan memukul-mukul laki-laki tadi yang berada didepannya. Dan sesekali juga memaki-makinya.


"Anjing!! Dia yang nyodomin gue yang dipukul-pukul!" balas laki-laki itu tak terima.


"AK... Mmh..... Mh..." desahan Shinta coba ditahannya sendiri dengan tangannya.


Sedangkan aku yang sudah sukses memasukkan penisku kedalam lubang pantat Shinta langsung mengenjotnya dengan cepat, kusodok kuat-kuat. Aku benar-benar menyukai lubang pantatnya itu, lobang pantat yang masih perawan beberapa saat yang lalu, lubang pantat yang begitu sempit, lubang pantat yang rasanya seperti ingin terus menghisap batang penisku tiap kali aku tusukan masuk.


PLAKK
PLAKK
PLAKK


Kutampar beberapa kali pantat mulusnya itu. Pantat mulus yang terus bergetar saat pahaku menabraknya, pantat mulus yang seperti menantangku untuk terus mengenjotnya.


"Gimana? Enak kan?" tanyaku menggodanya sambil tetap menyodok lubang pantatnya.


PLAKK
PLAKK
PLAKK


"Jawab dong" ucapku lagi.


"Aah... Iya... Aah.."


PLAKK
PLAKK


"AAAHH... IYAAA... AAAH... NGENTOT.. AAH... NGENTOT ENAK... AH.."


Kupercepat sodokkanku saat mendengar desahannya itu, desahan yang begitu seksi itu membuatku ingin terus merasakan kenikmatan dari lubang pantat Shinta. Kenikmatan yang kudapat saat lubang pantat Shinta menghisap batang penisku setiap aku menyodoknya.


"AHHH.. AHHHH... AHHHHH...."


"Anjing!! Ngeliat nih perek satu di analin, bikin gue nafsu lagi" ucap laki-laki itu yang kemudian langsung memaksa Shinta untuk menghisap penisnya.


Aku memutuskan untuk fokus saja menyodokkan penisku ke lubang pantat Shinta, kuhajar lubang pantatnya itu dengan sekuat tenaga. Laki-laki itu sepertinya ingin melakukan apa yang kulakukan pada mulut Shinta tadi, karena dia kini terlihat sedang memajumundurkan pinggulnya mengenjot mulut Shinta dengan kasarnya dan cenderung brutal.
Tapi itu tidak berlangsung lama karena kemudian dia mengeluarkan penisnya dari mulut Shinta lalu menegakkan badan Shinta dan kembali menusuk vagina Shinta dengan penisnya. Jadi sekarang kedua lubang Shinta penuh denga kedua penis.
Kembali kami berdua seperti berlomba untuk memuaskan napsu kami pada Shinta. Awalnya aku kira Shinta tersiksa dan kesakitan karena perlakuan kami berdua. Tapi kenyataannya, Shinta malah terlihat menikmati setiap perlakuan kami. Dia sepertinya memang ingin memuaskan hasratnya, atau memuaskan penis-penis yang sedang menyodok-nyodok kedua lubangnya.


"Gue... Gue..... AKKKK...... NAOMI.... AHHHH...... NAOMIIII....... AAKKKKHHHH...."


Sekali lagi pria itu menyemburkan spermanya kedalam vagina Shinta sebelum akhirnya jatuh dan terduduk di lantai. Napasnya menjadi pendek, sepertinya dia kelelahan. Dan kemudian dia...


Anjing!! Pingsan nih orang?
Apa cuma tidur?, batinku.


Yah, apa peduliku.


Fokusku kembali pada lubang pantat Shinta. Kugenjot terus lubang pantat tersebut sampai pada akhirnya,...


CROOTZZ~
CROOTZZ~
CROOTZZ~
CROOTZZ~
CROOTZZ~
CROOTZZ~
CROOTZZ~
CROOTZZ~


"AAAKKKHH...."


Aku menyemprotkan seluruh spermaku didalam lubang pantat Shinta. Itu rasanya sungguh nikmat.
.
.
.
Setelah merapikan pakaian kami, Shinta menuju kearah wastafel untuk mencuci mukanya, sedangkan aku mengambil HP-ku yang tadi sempat kulempar.
Lalu laki-laki tadi,... Dia masih tidur.


"Shinta... Aku.."


"Aku capek. Mau langsung pulang" sahut Shinta.


"Justru itu, aku cuma mau nawarin buat nganterin kamu pulang" balasku.


"Aku.... Capek.." ucap Shinta dengan penekanan.


Aku tahu apa yang dipikirannya.


"Niatan aku cuma mau nganterin kamu aja" balasku.


"Hmm.."


Tidak kutanggapi lagi perkataannya, aku membuka HP-ku kemudian langsung menuju ke galeri dan tanpa berfikir lagi, aku menghapus video terbaru dari HP-ku. Video saat Shinta memberikan pelayanan padaku tadi. Aku juga menghadapkan layar HP-ku kearah Shinta saat melakukannya.


"Liat kan, aku gak ada niat buat-"


"Kok di hapus?!!" bentak Shinta tiba-tiba yang kemudian langsung pergi meninggalkanku di toilet ini. Sendirian.


Tidak sendirian sih. Ada juga laki-laki tadi yang masih tertidur.


Aku sempat bingung dengan reaksi Shinta yang terakhir tadi, tapi...
Kenapa aku harus ambil pusing?


Awalnya aku ingin langsung pergi juga dari toilet ini tapi,... Aku masih sempat untuk mengerjai laki-laki tadi.
Kuambil dan kubawa celana laki-laki itu keluar dari toilet dan langsung kumasukkan ke tong sampah terdekat.


Biarin lah, batinku.


Karena tidak mungkin aku meletakkannya di tong sampah yang jauh. Bisa terlihat orang lain kalau aku menenteng-nenteng celana.


Entah bagaimana nasibnya setelah itu. Apa peduliku.
.
.
.
.
.
.
.
.
Kembali ke **Flashback didalam *Flashback


"Shinta waktu itu kenapa kamu..." ucapanku menggantung saat Shinta dengan tiba-tiba mengelus penisku dari luar celana.


"Ya karna kamu hapus sih" sahut Shinta. "Kita buat lagi yuk!!" ajaknya kemudian yang langsung berlutut dihadapanku.


"EH?!" aku terkejut.


"Ssstt.. Udah. Keluarin aja HP kamu, terus rekam aku" ucap Shinta yang sedang menatapku sendu. "Nikmatin aja ya..."


Shinta mengambil HP-ku dari saku celanaku lalu menyerahkannya padaku. Kemudian dia dengan cepat menurunkan celana jeans dan boxer yang kukenakan.


Kuturuti saja kemauannya untuk direkam. Tidak ada ruginya juga buatku. Kumulai merekam setiap aksinya.


"Kangen banget aku sama ini.. " ucap Shinta sambil menatap penisku.


Penisku yang masih tertidur dengan tenang itu diusap dengan lembut oleh Shinta. Kulitnya yang halus itu meluncur lembut di batang penisku, membuatku semakin lama semakin terbakar nafsu. Tanpa peringatan, tiba-tiba Shinta sudah memasukkan penisku didalam mulutnya saja. Kepala penisku menyentuh ujung tenggorokannya.


ANJING!! ENAK BANGET MULUTNYA!, batinku.


Kepala Shinta mulai bergerak maju mundur secara perlahan. Otot mulutnya menjepit penisku, sementara lidahnya bermain menjilati lubang kencingku. Setiap momen aksinya kuabafikan menggunakan kamera HP-ku.


SLURPP
SLURPP
SLURPP


Gerakan kepala Shinta makin cepat. Hingga akhirnya,...


"Shintaaa... Enghh... Akuu.... Akuuuu mauu.... ARRGHHH SHINTAAA.."


CROT~
CROOT~
CROOTT~
CROOOTT~
CROOOTTT~


Spermaku menyembur deras didalam mulut Shinta. Shinta dengan penuh semangat langsung menjilati penis dan spermaku hingga tetes terakhir.


"Aah..." ucapnya seakan spermaku itu adalah sesuatu yang menyegarkan baginya. "Udah ya. Nanti kalo lama-lama Yona bisa curiga" ucap Shinta yang langsung berdiri dan menjilati bibirnya sendiri.


Aku pun juga segera menaikkan kembali celanaku dan mengantongi kembali HP-ku.


Tunggu sebentar.


"Kamu udah dateng daritadi?" tanyaku pada Shinta.


"Iya. Cuma aku agak ragu buat ke meja kalian soalnya..." Shinta sedikit menggantungkan kalimatnya. "Ah udah lah. Lupain. Kamu duluan ya, baru nanti aku nyusul. Kalo barengan nanti Yona curiga" tambahnya kemudian mendorongku keluar dari toilet ini. "Aku mau benerin make up dulu"


Beruntung tidak ada yang melihat diriku yang baru saja keluar dari toilet wanita. Kalau ada yang melihat tadi, bisa terjadi keributan. Apalagi aku keluar dengan cara didorong seperti tadi oleh Shinta. Bisa membuat salah paham.
Langsung saja aku kembali ke cafe dimana masih ada Vivi dan Adit disana. Dan Adit, dia masih saja sibuk sendiri dengan HP-nya. Itu membuat Vivi terlihat tidak senang.


"Enoo... Kok lama sih?" tanya Vivi bahkan sebelum aku benar-benar duduk.


"Kenapa? Kangen lo?" tanyaku balik.


"Apa sih.. Bukan gitu tapi..." Vivi tidak melanjutkan kalimatnya, dia hanya sedikit melirik kearah Adit yang tetap saja sibuk dengan HP-nya.


Tidak lama kemudian barulah Shinta muncul dan langsung menyapa Vivi.


"Eih, Yon... Maaf ya. Lama?" tanya Shinta menyapa Vivi.


"Naomii..." balas Vivi.


"Jadi yang mana yang mau lo kenalin ke gue? Ini? Ini ya... Ini aja.." tanya Shinta sambil menunjuk diriku.


Agresif banget, batinku.


"Naomi... Jangan gitu, jual mahal dikit kek" balas Vivi menasehati Shinta. "Kenalan dulu gih"


"Naomi... Shinta Naomi" ucap Shinta memperkenalkan dirinya. Lagi.


"Adriano. Tapi panggil aja Eno" balasku juga memperkenalkan diri yang sebenarnya tidak perlu.


"Percuma sih. Dia pasti bakal manggil lo 'Shinta' ya kan, No" sahut Vivi.


"Eh?!" aku dan Shinta tersentak kaget bersamaan.


"Iihh... Udah barengan aja ngomongnya. Jangan-jangan kalian emang jodoh" balas Vivi.


"Eeh... Eenngg..." Shinta terlihat bingung harus menjawab apa. Dia terlihat seperti sedang salah tingkah.


"Oh iya, sampe lupa" celetuk Vivi. "Kenalin nih. Dit.. Adit.. Adit...!!!" panggil Vivi sambil menyenggol-nyenggol bahu Adit.


"Eh.. Kenapa?" tanya Adit kebingungan. "No, lo udah balik dari toilet?"


"Udah daritadi. Kamu sih sibuk sendiri" balas Vivi dengan sedikit emosi. "Ini lho, temen aku udah dateng. Kenalan juga gih"


"Oh.." balas Adit seadanya.


Tapi tiba-tiba raut muka Adit seperti terkejut saat melihat wajah Shinta. Sedangkan Shinta hanya membalasnya dengan tatapan dingin.


"Ehh... Yon.. Aku baru inget kalo ada urusan. Kita pergi sekarang yuk" Adit mengajak Vivi untuk pergi.


"Kok tiba-tiba?" tanya Vivi. "Kamu kalo buru-buru pergi duluan aja. Aku disini dulu"


"Eh... Tapi..."


"Pulangnya aku bisa naik taksi online aja. Gampang" ucap Vivi lagi. "Tadi aja berangkatnya juga gitu kan"


"Gak. Kamu harus bareng aku!!" Adit bersikeras. "Eh... Lagian,... Biarin biar mereka berdua ya kan" tambah Adit dengan memberikan alasan.


"Hmm..." Vivi berfikir sejenak.


Tapi sebelum dirinya selesai berfikir, Adit sudah berdiri dan menarik Vivi pergi.


"Eh.. Adit..." Vivi yang ditarik pun langsung kebingungan. "Mi, No.. Duluan ya. Eno. Jagain temen gue, kalo dia kenapa-kenapa awas lo ya" pamit Vivi sekalian mengancamku. "Adit pelan-pelan..."


"Kasihan Yona" celetuk Shinta sesaat setelah Vivi dan Adit pergi.


"Kenapa?" tanyaku.


"Udahlah, gak usah dipikirin" balas Shinta tanpa menjawab pertanyaanku. "Sekarang kita mau kemana?" tanyanya kemudian secara tiba-tiba.


"Eh?!"


"Mau lanjutin dimana nih? Tempat kamu? Atau hotel?" tanyanya lagi.


"Shinta,.. Apa kamu ini sebenernya..." aku tidak melanjutkan kalimatku. Aku tidak tega mengucapkannya. Menyebutnya seperti itu.


"Kenapa?" tanyanya balik.


"Cowok yang di toilet waktu itu... Apa dia.. Apa dia itu... Dia itu siapanya kamu?" tanyaku pada akhirnya. "Karna kayaknya bukan pacar"


"Kamu udah tahu siapa aku sebenernya?" Shinta balik bertanya.


"Maksudnya??" tanyaku tak mengerti. "Aku cuma mau nolongin kamu aja karna kayaknya... Kamu itu sebenernya kepaksa ngelakuin itu sama dia" jelasku kemudian. "Kamu juga bilang sendiri waktu itu kalo kamu kepaksa kan. Jadi kayaknya dia itu sebelumnya udah pernah maksa kamu mungkin berkali-kali" itu analisaku.


"Aku..."


"Gak perlu kamu jelasin juga gapapa. Yang penting sekarang kita harus ada rencana" sahutku.


"Rencana?" tanyanya bingung.


"Iya. Rencana. Rencana biar dia gak gangguin kamu lagi. Kamu merasa keganggu kan. Gak nyaman kan sama dia" balasku.


"Tapi..."


"Tapi rencananya gak bisa kita lakuin sekarang juga. Jangan buru-buru. Nanti dia curiga kalo aku ada hubungannya" ucapku lagi. "Bentar..." aku berfikir sebentar. "Seminggu dari sekarang gimana?" tanyaku akhirnya.


"Kenapa? Kenapa kamu tiba-tiba mau ngelakuin ini?" tanya Shinta lirih sambil menundukkan kepalanya.


"Hei, jangan nunduk dong" aku mengangkat dagunya agar menatap ke arahku. "Gak tau" jawabku kemudian.


"Gak tau?" tanyanya kebingungan.


"Iya. Gak tau. Aku cuma ngerasa aku harus ngelakuin hal ini aja. Ini sesuatu yang bener. Dan,... Mungkin sebagai 'rasa terimakasih' juga dari aku. Hehehe" jawabku cengengesan.


"Kamu aneh deh. Tapi... Aku suka" balas Shinta dengan pipi yang memerah.


"Tapi seriusan, kok bisa tau kalo aku-"


"Feeling" potongku.


"Feeling?" tanya Shinta keheranan.


"Udah, yang penting sekarang... Aku boleh minta kontak kamu kan" ucapku sambil menyodorkan HP-ku ke arahnya.


"Bilang aja mau minta nomor aku, pake alasan bertele-tele gitu" balas Shinta sambil tersenyum kecil.


"Aku serius. Aku cuma mau nolongin kamu" ucapku mencoba meyakinkannya. "Dan mungkin karna kamu itu temennya Vivi, yang otomatis temen aku juga kan" tambahku.


Apa mungkin karena itu ya?
Apa mungkin karena aku tidak mau jika sampai Vivi yang notabene adalah teman Shinta terkena imbasnya juga?
Atau malah sudah?
Ah, tidak. Jangan. Jangan sampai.
Dia sudah memiliki bebannya sendiri. Adit.


Senyuman Shinta langsung hilang saat mendengar kalimat terakhirku.


Apa dia...


"Oh iya, aku sekalian minta video yang tadi ya" ucap Shinta seperti berusaha menghibur dirinya sendiri.


"Itu video buat apa sih?" tanyaku yang heran dengan tingkahnya itu.


"Yah, habisnya punya kamu..." Shinta sedikit melirik kearah selangkanganku.


"Heh!! Udah. Udah.." aku berusaha menyadarkannya.


"Sekarang kita mau ngapain?? Lanjutin?" tanya Shinta menggoda.


"Niat aku beneran cuma mau nolongin kamu" balasku. "Aku ikhlas. Gak ngarepin apa-apa" tambahku meyakinkannya.


"Beneran...??" Shinta masih berusaha menggodaku.


"Daripada itu, mendingan kita nonton aja gimana?" ucapku. "Waktu itu kita gak jadi nonton kan"


"Hmm..." Shinta tersenyun licik.


"Nonton doang ya, habis itu kamu mau jalan-jalan atau kemana kek, terserah. Hari ini aku bakalan jagain kamu. Sampe kamu selamat dan aman sampe rumah" ucapku. "Gak ada ke hotel atau apapun itu"


"Eh?!" kagetnya.


Kenapa aku ingin melakukannya?
Karena ucapan Vivi tadi?
Entahlah.


"Ayuk!" ajakku sambil bangkit berdiri.


Shinta tersenyum lebar sebelum kemudian menganggukan kepalanya.


"Ayuk!!" jawabnya.
.
.
.
.
.
Akhirnya seharian itu aku menemani Shinta jalan-jalan. Kami seperti sepasang kekasih yang sedang berkencan.


Tunggu sebentar.
Apa yang kulakukan dengan Shinta itu benar?
Aku kan sebenarnya sudah memiliki...
Seharusnya aku jujur saja padanya. Pada mereka.
Tapi perasaan apa yang kurasakan pada Vivi?


Aakkkhh... Aku bingung.


Kurebahkan tubuhku diatas sofa ku. Aku sudah berada di apartemenku. Sendirian. Hanya sendirian.
Shinta sudah kuantar pulang ke rumahnya.
Aku sedikit bingung dengan Shinta, moodnya kenapa bisa cepat berubah seperti itu??


Tapi dia gadis yang menarik.
Dan... Oh iya.
Aku baru ingat, Shinta pernah mengatakan kalau dia tidak memperbolehkanku untuk mencari namanya di internet.
Kenapa ya kira-kira??
Tiba-tiba sekarang aku jadi penasaran.


Kuambil HP-ku dan membuka browser. Kuketikkan nama Shinta dan...


Nama lengkapnya siapa ya??


Aku berusaha mengingat-ingat.
Oh iya, Naomi. Shinta Naomi.
Vivi dan laki-laki itu memanggilnya Naomi. Berarti nama lengkapnya adalah Shinta Naomi bukan.


Kuketikkan nama tersebut dan,...
Hasilnya adalah....


"Shinta itu anggota JKT48??" kagetku.


Tunggu sebentar.
Itu artinya dia juga adalah teman dari....






























Bersambung.jpg



-Bersambung-
 
Terakhir diubah:
Catatan Penulis:


"Selamat datang!!
Selamat datang di sub forum gue!


Ya, ini adalah sub forum gue.
Kalau sub forum ini diibaratkan sebuah roti. Cerita ini adalah coklatnya. Yang memberi cita rasa. Yang membuatnya mahal.
Sedangkan cerita lain itu hanya diibaratkan biji wijen di atas roti. Gak ada pun gak apa-apa. Karena apa? Karena gak penting!!"


Woi, woi, woi. Jangan gitu dong. Nanti gue diserang netijen.
Hai, pembaca semua. Yang tadi jangan dianggap serius ya. Itu tadi bukan saya. Itu Adrian.


Tapi,... Kalo dipikir lagi, Adrian tadi ada benernya.
Kenapa? Karena ada satu.. dua... tiga.... bahkan empat.
Ada empat cerita yang memanfaatkan Adrian untuk 'pansos'. Enggak, enggak. Bercanda, saya bercanda.


Penulis yang lain jangan emosi dong.
Itu, itu. Bisa ditaruh dulu gak goloknya. Yang sebelah sana juga, garpu rumputnya juga ditaruh dong. Disebelahnya juga gak usah bawa-bawa samurai juga dong. Terus yang belakang gak usah bakar ban. Ini kan bukan demo mahasiswa.


Maksud saya itu cameo.
Ya, ada empat cerita yang menggunakan Adrian sebagai cameo. Dua cerita berijin. Dua lagi tidak.
Dua yang berijin, yang satu menghilang gak jelas karena emang penulisnya gak jelas. Yang satu lagi, ceritanya... cerita apa'an sih. Tiba-tiba mati semua.
Terus,.. dua yang tidak itu... Yang satu, diingetin langsung sadar dan minta maaf. Udah dimaafin juga. (Jadi gak ada masalah).
Yang satu lagi,... Ah, udahlah.
Saya bukan mau membahas soal itu.


Karena permasalahannya sekarang adalah,...
Sebegitu kuatnya kah karakter Adrian ini?
Lalu,... Bisakah saya membuat karakter lain yang sama kuatnya?
Maksudnya biar bisa lepas dari karakter Adrian untuk sementara waktu.


Mudah-mudahan ya.
Dan sekali lagi,...


SELAMAT DATANG DI SUB FORUM GUE!!


Makasih
• TTD H4N53N (pemilik sub forum fiksi :pandaketawa: :pandapeace: :pandaketawa: )


Maaf saja, tapi... Kelasnya beda... :pandaketawa: :pandaketawa:


Screenshot-20190819-113323-1.jpg



Screenshot-20190818-001823-1.jpg


Langsung jadi lockscreen masa?


Screenshot-20190820-190114.jpg



Gimana?
Udah pada mimisan semua?

*pict sebagai pereda kalo tadi ada yang sempat marah*
 
Terakhir diubah:
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Tuanku, bangsat emang... Shinta naomeh sangean. Haduh saiya jadi tak bisa berkata-kata dah. Too Hot!
Catatan Penulis:


Langsung jadi lockscreen masa?


Screenshot-20190820-190114.jpg



Gimana?
Udah pada mimisan semua?

*pict sebagai pereda kalo tadi ada yang sempat marah*

Siapa itu tuan? gak menarique ah muehee
 
Bukti pertama

Kak, bukannya dia,..... Kok ada disini?" tanya Aaron saat melihatku.

"Bukan. Bukan orang yang kamu pikirin kok" balas kak Veranda. "Udah ya, bye"
 
Kelima sekaligus terakhir, ini yang aku bingung, kenapa dia menatapku daritadi. Dia adalah kak Naomi. Kira-kira kenapa ya? Apakah dia ingin menamparku juga? Kalau iya, mungkin setelah ini sebaiknya aku menghindarinya.
Tapi mungkin itu hanya spekulasiku saja. Tidak usah terlalu dipikirkan.

Ini ni yg bikin penasaran sebenernya pandangan Naomi ke Adrian
 
Bukti pertama

Kak, bukannya dia,..... Kok ada disini?" tanya Aaron saat melihatku.

"Bukan. Bukan orang yang kamu pikirin kok" balas kak Veranda. "Udah ya, bye"
Kelima sekaligus terakhir, ini yang aku bingung, kenapa dia menatapku daritadi. Dia adalah kak Naomi. Kira-kira kenapa ya? Apakah dia ingin menamparku juga? Kalau iya, mungkin setelah ini sebaiknya aku menghindarinya.
Tapi mungkin itu hanya spekulasiku saja. Tidak usah terlalu dipikirkan.

Ini ni yg bikin penasaran sebenernya pandangan Naomi ke Adrian
Udah Tau tapi saya nggk mau sombong wkwk
 
Yak eno juga labil kek ads, makin asik nihh drama rumah tangga abang ama adek gak beda jauh tapi kykny adrian lebih beruntung wehehe.

Naisu appudetto!
 
Penjelasan ADS ke bang KENZO

Ooohhh....
Gw masih penasaran kalo stray ngumpul bawa cewe ntar gimana wkwkwk *btw kasihan tedi

Itu emang seru sih.
Saya udah ada gambarannya kok
Tapi,... Kira-kira Adrian bawa siapa aja hayooo (eh, kok siapa aja)
Mantap mantap mantap tap tap

:kbocor::kbocor::kbocor:

:ampun: :ampun: :ampun:
Kok kayak iklan teh yak

Teh kotak? Kesempurnaan rasa?

Semua misteri di session satu mulai terungkap satu persatu

Yah, masa gak diungkap sama sekali
Mama Ve ya

Hmm...
Judulnya Aja NAOMI

Kalo judul, sebenernya udah saya spoiler max 24 jam sebelum update
Maap hu... Ngepostnya gamau dalam satu post aja nih...?

Sabar...
Tuanku, bangsat emang... Shinta naomeh sangean. Haduh saiya jadi tak bisa berkata-kata dah. Too Hot!


Siapa itu tuan? gak menarique ah muehee

Gak tau.
Rambut pendek. Dhike kali, muehehehe
Pandangan Naomi yg part 32 session 1 udah terjelaskan terhadap Ads

Part 32 itu banyak easter egg nya ya
Udah kebiasaan ya maaf

Dimaafkan
Bukti pertama

Kak, bukannya dia,..... Kok ada disini?" tanya Aaron saat melihatku.

"Bukan. Bukan orang yang kamu pikirin kok" balas kak Veranda. "Udah ya, bye"
Kelima sekaligus terakhir, ini yang aku bingung, kenapa dia menatapku daritadi. Dia adalah kak Naomi. Kira-kira kenapa ya? Apakah dia ingin menamparku juga? Kalau iya, mungkin setelah ini sebaiknya aku menghindarinya.
Tapi mungkin itu hanya spekulasiku saja. Tidak usah terlalu dipikirkan.

Ini ni yg bikin penasaran sebenernya pandangan Naomi ke Adrian

Hmm.....
Udah Tau tapi saya nggk mau sombong wkwk

'Bukannya mau sombong'
Yak eno juga labil kek ads, makin asik nihh drama rumah tangga abang ama adek gak beda jauh tapi kykny adrian lebih beruntung wehehe.

Naisu appudetto!

Karena Eno yang dulu itu mirip sama Adrian yang sekarang
Dan nanti akan dijelaskan gimana Eno 'berubah' yang akan jadi pelajaran berharga bagi si kampret
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd