Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Finding Reality ACT II

Shani lagi dishanghai nih hmm

Jadi makin makin lagi

Alias

Pulang potong bondol gak ya?? Hehe
Terus apa hubunganya dhike? gak paham saiya, Tuan

Sama. Saya juga gak paham
ayo
ayo
ayo
gak sabar nunggu mbak ve muncul di cerita si eno.,

Hmm,...
Banyak pake banget Ads

Oh ya??
Bisabisanya crot di dalem berkali2 tidak bunting

Eehh... Itu....
Tau jadwal amannya Kali suhu

Nah, kejawab
Antab kaali nih kakak adek "kolektor" JKT48.

Ya, kan saudaraan
kangen greshan :(

Gak kangen Adrian?
Adrian munculnya sedikit lho
update suhu :)

Sans. Tahun baru (mengutip kata-kata sagha)
 
SPOILER=JANGAN DILIHAT, NANTI MIMISAN]


Langsung jadi lockscreen masa?


Screenshot-20190820-190114.jpg



Gimana?
Udah pada mimisan semua?

*pict sebagai pereda kalo tadi ada yang sempat marah*


[/SPOILER]
mimisan dedekbawah
 
Karena Eno yang dulu itu mirip sama Adrian yang sekarang
Dan nanti akan dijelaskan gimana Eno 'berubah' yang akan jadi pelajaran berharga bagi si kampret
Tapi sikampret ads ini masih memiliki obsesi untuk menikahi greshan gak huu(?) Ehehe...
 
Part 23: Kucing Pencuri


IMG-20190807-115826.jpg


"Ahhhh... Kontol kamu enak banget sih,..... Menuhin memek aku.... Aahhh...." puji Shinta yang masih menggoyangkan tubuhnya naik turun diatas tubuhku.

Sedangkan aku masih dalam posisi tiduran sambil melihat ke arahnya terutama pada kedua payudara yang juga ikut bergoyang naik turun seirama dengan gerakan tubuhnya.

Hal itu membuatku gemas untuk memainkan kedua payudaranya tersebut. Akhirnya kubelai dan kuremas-remas, terkadang juga kupilin kedua putingnya. Dan sepertinya perbuatanku tersebut membuatnya tak tahan lagi karena tak lama kemudian,...

"Keluaarr... Nyampeee... Aku nyampeee... Hnghhhhh...." Shinta mengerang begitu keras.

Dari dalam vaginanya menyemprot cairan hangat yang membasahi sekujur batang penisku yang tetap kubiarkan terbenam di sisi terdalam vaginanya. Tubuh Shinta menggelepar beberapa detik, disertai dengan dinding vaginanya yang berkedut-kedut. Aku masih meremas-remas kedua payudaranya. Sebelum akhirnya Shinta ambruk menimpaku dan langsung kupeluk dirinya sambil kuberikan ciuman pada pipinya.

"Mana?" tanyaku kemudian dengan berbisik di dekat telinganya. "Katanya mau bikin aku keluar banyak? Katanya mau bikin aku keluar berkali-kali? Katanya mau pecundangi aku? Mana?" bisikku masih terus menggodanya. "Malah kayaknya kamu yang keluar banyak banget"

"Emang aku bilang kalo aku udahan..?" balas Shinta sambil menatapku dengan tatapan penuh nafsu menggoda sambil mulai menggerakan pantatnya maju mundur mengulek penisku.

"Shin..ta...."

"Ketemu..." ucap Shinta tiba-tiba. "Lemah ya kalo kayak gini?"

"Huh?!"

Shinta semakin intens mengulek penisku, goyangan maju mundurnya itu bahkan kini diselingi gerakan memutar. Akibatnya rasa gatal pada penisku yang sebenarnya sudah kurasakan sejak tadi semakin menjadi. Shinta terlihat tersenyum bangga melihat diriku yang tengah merem melek keenakan menikmati kenakalannya.

"Gak usah ditahan... Ayo... Ayo pejuin memek aku lagi, Eno..." godanya mesum. "Eno Sayang~"

Tanpa membalas ucapannya aku langsung mencengkram pinggang Shinta, kakiku yang semula lurus kini kutekuk, sehingga aku kini bisa lebih bebas untuk melakukan gerakan balasan.

"Ehh... Ngapain sekarang kan giliran.... Aaahhhh..... Ennnoooo......!!!" Shinta tak dapat menyelesaikan kalimatnya karena aku sudah mulai menggenjot vaginanya dari bawah dengan cukup kasar.

Pinggang Shinta yang kucengkeram membuatnya tak bisa terpental jauh saat aku menghujamkan penisku kedalam vaginanya. Intensitas genjotanku yang tinggi membuat vagina Shinta menyempit lagi. Dinding vaginanya mencengkram penisku seakan benar-benar menyayanginya dan tidak mau melepasnya pergi barang sedetikpun.

"Eno... Aku mau nyampe lagi ahhhh... Nakal kamu aaahh... Mmhhhh.... Aaahhhh...."

"Kamu... Kamunya juga nakal.... Aaahh..."

Shinta mencoba untuk mengimbangi genjotanku dengan menggoyangkan pinggulnya tak beraturan, sialnya atau beruntungnya itu cukup berhasil untuk membuatku keenakan juga. Kuhujamkan penisku dengan satu gerakan ke dalam vagina Shinta sehingga membuatnya menjerit nikmat saat aku tak lagi bisa menahan gelombang orgasmeku.

"Aku keluuuaaaarrrr.... Naomi keluuaaarrr... Hnghhhhhhhh....!!" teriaknya keenakan.

"Aku juga... Aaahhhhhh... Shintaaa...."

Penisku menyemprotkan sperma kental dengan derasnya ke dalam rahim Shinta. Kurasakan sepertinya spermaku membanjiri seisi liang vagina Shinta yang juga menyemprotkan cairan kewanitaannya. Buih-buih berwarna putih tercecer diantara pangkal penisku dan juga disekeliling bibir vagina Shinta. Tak kuasa menahan derasnya gelombang orgasme kesekian kalinya tubuh Shinta kembali ambruk menimpa tubuhku, getaran tubuhnya begitu terasa begitu pula desah nafasnya yang tersengal.
Aku kemudian menggulingkan tubuh Shinta kesamping kananku, membuatnya tiduran menyamping dengan posisi tubuh menghadap diriku.

"Makasih ya.." ucap Shinta berterimakasih. "Aku gak mungkin bisa ngerasain yang seenak ini kalo gak sama kamu" tambahnya sambil tangannya mengocoki penisku.

"Hmm.. Nakal ya..." balasku sambil meremas-remas payudaranya dan menciumi kepalanya. "Gak capek apa??" tanyaku kemudian.

"Emang kamu udah capek??" balasnya balik bertanya.

"Belum sih. Tapi kamu,..."

"Aku sih terserah kamu" sahut Shinta memotong ucapanku. "Yang penting bagi aku, kamu seneng"

Aku langsung menghujani wajah cantiknya itu dengan ciuman karena gemas dengan apa yang baru saja dia ucapkan.

"Jadi gimana??" tanya Shinta tiba-tiba. "Mau tidur? Atau mau lagi??"

"Kalo aku maunya kamu gimana?" jawabku sambil mendekatkan wajahku ke dekat wajahnya.

Shinta seketika langsung memalingkan wajahnya yang mulai merona karena malu.

"Enoo..." ucapnya lirih.

"Tidur aja yuk" jawabku akhirnya mengajaknya untuk tidur.

Shinta mengangguk patuh.

"Tapi kamu minum dulu..."

"Iya" sahut Shinta. "Aku juga gak mau hamil dulu" tambahnya sambil mengambil pil yang ada di sebelah tempat tidurku kemudian meminumnya.

Setelah meminumnya, Shinta langsung membuka mulutnya tepat di hadapanku, menunjukkan kalau dia benar-benar telah meminum pil itu.

"Aku ralat. Aku belum mau hamil anak kamu" ucap Shinta lirih. Tapi aku berpura-pura tidak mendengarnya.

Belum mau??
Hmm...

"Boleh peluk??" tanya Shinta meminta ijin dengan tiba-tiba.

"Boleh" jawabku singkat.

Shinta langsung memelukku dengan erat sebelum akhirnya memejamkan matanya dan mulai tidur. Tak lama akupun menyusulnya ke alam mimpi.

Baik. Sepertinya memang harus kembali melanjutkan penjelasan tentang hubungan antara diriku dan Shinta.
Tak perlu menunggu lama, mulai saja.
.
.
.
.
.
.
.
.
**Flashback Di Dalam *Flashback

"Iya, iya" ucapku mengiyakan. "Masih minggu depan juga kan pindahannya" tanyaku mencoba memastikan. "Hari sabtu? Oke" tambahku. "Udah ya, aku lagi nyetir... Lagian kenapa harus aku sih? Kan ada A..."

Sebelum aku meyelesaikan kalimatku, dia sudah memarahi dan mengomeliku karena aku menerima telefon sambil menyetir.
Akhirnya langsung kuputuskan saja sambungan telefon ini dan kembali fokus menyetir mobilku, melalui jalanan ibukota yang padat. Masalah nanti dimarahin, ya udah.

Padahal jalanan di Jakarta banyak lho, tapi tetep aja tiap hari pasti macet. Heran, batinku.

Sebenernya aku gak masalah sama macetnya. Cuma kali ini, mobil di depan bikin emosi. Kenapa?
Karena stiker Happy Family yang tertempel di kaca belakang mobilnya.
Kenapa harus ditempel stiker Happy Family sih?
Seperti suatu kewajiban gitu.

Kenapa harus pake dijelasin, kalo di keluarganya ada bapak, ibu, anaknya ada 3. Detail lagi, dijelasin juga kalo anaknya yang kedua suka main bola.

Emang stiker Happy Family itu sebagai acuan kadar kebahagiaan keluarga kita?
Emang kalo dimobil kita gak ada stiker Happy Family, kita bakal ditanyain sama temen kita gitu?

Misal lagi di kampus,..


"Lo kenapa?"

"Hah?! Gapapa"

"Udah cerita aja. Keluarga lo ada masalah?"

"Hah? Enggak. Keluarga gue baik-baik aja"

"Kok mobil lo gak ada stiker Happy Family nya?
Pasang dong,.. biar kelihatan kalo baik-baik aja"


Kan enggak juga. Gak mungkin kan.

Ngomong-ngomong soal temen yang suka nanya.
Kadang,.. Sering sih. Seringnya orang-orang itu nanyain pertanyaan retoris. Pertanyaan yang gak penting gitu. Pertanyaan yang sebenernya gak perlu dijawab.

Misal kalo kita biasanya rambutnya gondrong. Terus suatu hari potong rambut jadi pendek, karena... Ya karena pengen aja. Pengen ganti gaya rambut aja gitu.

Tapi pas ketemu temen gitu langsung ditanyain,...


"Lo habis potong rambut ya?"

Mau jawab kok males, karena pertanyaannya gak penting.
Tapi kalo gak jawab nanti dikira sombong.
Maksudnya kan udah jelas gitu, udah kelihatan kalo sekarang rambutnya pendek. Ya pasti potong rambut lah, ngapain ditanyain lagi.

Ya kali pas ditanya,..


"Lo habis potong rambut ya?"

"Enggak" terus megang kepala sendiri baru nyadar. "Oh iya, bener. Pendek. Untung lo ngomong, kalo gak.. Enggak tau gue nih kalo rambut gue pendek"


Atau pas berangkat sekolah,... atau kuliah lah. Berangkatnya naik motor, di tengah jalan tiba-tiba hujan. Otomatis kehujanan kan. Dan pastinya jadi,... Basah dong ya.

Tapi udah tahu kayak gitu, masih ditanyain juga..


"Kehujanan ya?"

Dalam hati kayak,... "Ya kan udah jelas, basah. Masa gue mandi masih pake baju lengkap"


Ada satu lagi yang paling ngeselin. Kalo di mall, ada ibu-ibu dorong 2 stroller. Bayinya 2, bajunya sama. Mukanya sama... Udah pasti,... Kembar.

Tapi kalo ketemu orang, pasti langsung,..


"Iiihhhh... Ibu. Lucu banget anaknya"

Terus nanyanya apa...?

"Kembar ya?"

"Enggak" terus si ibu kedepan, ngeliat anaknya sendiri baru nyadar. "Oh iya, bener. Sama. Untung dikasih tahu sama ibu, kalo gak.. Saya enggak tahu kalo anak saya kembar"


Kenapa malah bahas ginian sih?
Ini malah kayak bahas 'Kebiasaan Orang Indonesia' lagi.
Tapi masih ada sih kebiasaan orang Indonesia lain yang belum dibahas. Nanti lagi deh, kapan-kapan.

((Di catatan penulis!!))

Suara apa itu?
Udahlah, lanjut aja. Bahas apa tadi...?
Stiker mobil ya, Stiker Happy Family.

Stiker Happy Family itu untungnya cuma di mobil pribadi ya, kalo ditiruin sama supir-supir angkot kan jadi aneh. Stiker Happy Passenger namanya.

Stikernya ada gambar supir, kernet, anak SMA, ibu-ibu habis dari pasar, copet, pedagang, temen copet yang tugasnya ngawasin keadaan. Ya gitulah pokoknya.

Stiker mobil emang aneh-aneh. Ada juga stiker yang sindir-sindiran gitu, antara pengguna mobil matic sama pengguna mobil manual. Contohnya,...

'Real Men Use Three Pedals'

'Real Men Use Two Pedals'

'Nenek gue aja ada giginya, masa mobil lo enggak'

Apa'an sih?!!

Kalo menurutku, yang paling keren itu ya,... 'Real Men Not Use Pedal'.
Soalnya disupirin. Hehehe.

Kenapa gak bisa berdamai aja, seperti stiker tempat pariwisata.
Taman safari, ya taman safari aja.
Taman bunga, ya taman bunga aja.
Waterboom, ya waterboom aja.

Kan gak ada yang,...

'Ih, ke taman bunga mulu, ke taman safari dong'

Atau..

'Gue pernah ke waterboom. Lo cuma ke taman safari. Cuih!!'

Enggak ada kan yang kayak gitu.
Kenapa harus berantem gitu??

Oh iya. Indonesia juga sempet punya pembalap F1 kan. Rio Haryanto. Tapi udah gak lagi sekarang.

Sempet terkendala masalah dana. Jadi sponsor di mobilnya itu gak banyak. Cuma BUMN sama Pertamina doang kalo gak salah.
Padahal Indonesia kan punya banyak stiker-stiker kayak yang tadi udah disebutin. Taman Safari Indonesia, gitu.
Atau produk Indonesia biar mendunia, Cappucino Cincau. Cuma di Indonesia lho, cappucino dicampur sama cincau.
Happy Family juga. Meskipun cuma sendiri sih. Jadi stikernya nanti cuma ada gambar dia. Si Rio, gitu.

((Kacau emang si Rio tuh. Kapan updatenya sih))

Suara apa sih itu?
Lanjut.

Atau produk Indonesia lain biar mendunia juga, Tahu Bulat.
Sama toa nya sekalian. Jadi pas di balapan nanti,...

Brrrmmm... 'Tahu Bulat..'

Brrrmmm... 'Goreng Dadakan..'

Nyoi..... Nyoi.... Nyoi... Nyoi.. Nyoi.


Gak cuma pengendara mobil. Tapi motor juga.

Aku benci pada pengendara motor!!!

Enggak, enggak. Bercanda.
Aku bencinya dengan 'oknum' pengendara motor.
Karena di Indonesia, kalo ada kesalahan atau apa gitu pasti pake 'oknum'.

Ada korupsi dari partai ini,..
"Bukan. Itu bukan anggota partai kami, itu 'oknum' partai kami"
Langsung beres masalah.

Jadi aku beri saran, kalo lagi selingkuh, terus ketahuan. Bilang aja kalo itu 'oknum'. Beres masalah.

Tapi kayaknya kalian gak mungkin selingkuh ya, pacar aja belum tentu punya.

Dan kalo kalian marah setelah membaca kalimat barusan, itu bukan aku. Itu 'oknum'.

Jadi gini, balik lagi bahas pengendara motor.
Beberapa pengendara motor, beberapa ya. Banyak juga sebenernya yang taat peraturan. Tapi entah kenapa, mungkin karena Jakarta emang udah semrawut, kacau dan lain sebagainya. Beberapa pengendara motor kayak gak perduli gitu sama yang namanya peraturan.

Aku pernah, malem-malem lagi nyetir mobil. Malem lho ya.
Ada motor dari arah depan, gak pake lampu, gak pake helm, bonceng bertiga, udah gitu lawan arah juga.
Seakan-akan ngelanggar satu gak cukup baginya. Semua dilanggar sekaligus.

Jadi dia berangkat dari rumah,..


"Helm gak usah lah" copot helm.

"Malem nih? Lampu matiin aja lah" matiin lampu.

"Kayak ada yang kurang, nambah dua lagi" manggil temennya, bonceng bertiga.

Dijalan,...

"Kayak masih ada yang kurang. Apa ya?? Lawan arah aaahhh~" lawan arah akhirnya.


Semuanya dilanggar.

Dan kita pengendara mobil, kalo ketemu yang kayak gitu dijalan. Terus tabrakan.
Yang salah siapa? Mobil.
Di Indonesia itu, ada peraturan tidak tertulis, kalo ada kecelakaan, yang rodanya banyak yang salah.
Mobil, lawan truk baru bisa menang.
Truk, lawan kereta baru bisa menang.

Nih kalo kalian bawa mobil, tabrakan sama pengendara motor. Meskipun pengendara motornya yang salah, gak akan menang.
Argumen sama pengendara motor, sama kayak argumen sama cewek.
Masalah gak akan selesai sampai kita ngomong,..

"Iya, aku yang salah"

Baru kelar tuh masalah.

Apalagi kalo yang bawa motornya cewek. Double susahnya tuh. Susah dilawan.

Ada lagi pengendara motor yang ngobrol dijalan. Pernah liat gak?
Jadi ada dua motor sebelahan gitu dijalan, beriringan gitu. Terus ngobrol dijalan.
Ngobrol aja gitu, kayak enak gitu, kayak nyaman.
Padahal kan jalanan itu kan bising, berisik gitu. Mereka pake helm full face dua-duanya. Ngobrol apa'an?

Kayaknya mereka,...


"Lo ngomong apa sih?!" teriak pengendara 1.

"Gak tau. Lo juga ngomong apa sih?!!" balas pengendara 2.


Eh, tunggu sebentar.
Kayak ada yang aneh tapi, kalo gak denger kok bisa...
Ya udahlah.

Sekarang gini, dari sekian banyak tempat di dunia ini. Kenapa harus milih buat ngobrol di jalanan, di motor yang lagi gerak. Itu kan nyusahin diri sendiri.

Itu ya, biasanya orang yang ngobrol dijalan, sebenernya habis nongkrong bareng, terus pulangnya searah. Jadinya pulang bareng dan akhirnya ngobrol dijalan.

Lah, terus tadi pas nongkrong ngapain aja?
Ngegas-ngegas motor?
Ngobrolnya baru dijalan.
Otaknya kebalik apa gimana sih?

Ada lagi gini, orang naik motor gak pake helm karena gak bawa. Ya udah deh, gapapa. Mungkin lupa.
Tapi ada yang naik motor, bawa helm. Tapi helmnya gak dipake, ditaruh di siku. Seakan-akan otaknya di siku. Jadi sikunya lebih penting daripada kepala.
Itu kalo kecelakaan, meskipun kepalanya bocor, gak akan panik asalkan sikunya aman.

Dan ada juga kebiasaan pengendara motor di jalan, entah kenapa dari dalam dirinya seperti ada hasrat untuk mengisi ruang yang kosong.
Di perempatan itu biasanya. Kalo didepannya ada ruangbyangbkosong langsung maju, kalo masih ada yang kosong, manggil temennya buat ngisi. Itu jadinya rapet banget kalo di perempatan.
Emang kalo gak rapet diisi setan?
Emang kalo gak rapet gak bakal jadi hijau lampunya?
Gak mungkin kan. Biasa aja.

Dan semakin lama, motor itu berhentinya makin maju.
Ada yang berhenti di depan markah jalan.
Ada yang berhenti di zebra cross.
Ada yang berhenti di depan zebra cross.
Bahkan ada yang lebih depan dari lampu merahnya.
Jadi tuh orang, gak tahu udah hijau apa belum lampunya. Diem... aja di motor.
Dia harus mundur dulu, ngeliat lampunya, kalo udah hijau, baru maju lagi. Jalan.
Ngapain? Malah kerja dua kali.

Kayaknya gara-gara iklan motor tuh ya,... Semakin Di Depan.
Padahal pembalapnya sekarang jarang finish terdepan. Gak pernah sih malah kayaknya.

Lalu ada juga perbedaan bawa motor antara bapak-bapak sama ibu-ibu.
Gak. Aku gak akan bahas soal ibu-ibu yang sen kanan, belok kiri. Udah biasa itu.

Aku akan membahas soal cara duduk ibu-ibu saat mengendarai motor.
Mau jok motor selebar apapun, duduknya pasti di depan. Di ujung.
Sisanya, kayak masih bisa buat satu keluarganya. Dan posisi badannya itu tegak. Di stangnya ada kresek, habis dari pasar kan.

Yang paling sebel lagi, kalo bawa anaknya. Duduk di depan, pegang dashboard, pake helm warna-warni. Pas di ajakin ibunya seneng banget. Padahal kalo kecelakaan, mati duluan. Gak tahu aja, anak kecil kan masih belum ngerti.

Dan ibu-ibu kalo nyetir motor tuh, bukan di lajur kanan ataupun kiri. Tapi ditengah. Pas di markah jalan, yang warna putih tuh.
Mungkin dia pikir itu jalur motor kali ya.
Kalo ada markah jalan yang putus-putus, di zigzag sama dia.


"Zigzag nih. Ini gunanya waktu tes bikin SIM" gitu pikirannya.


Nah, kalo bapak-bapak... Biasa aja.
Tapi,... Ada tapinya. Aku bingung kalo bapak-bapak mau keluar rumah, apa selalu terburu-buru sampe... Pake jaket kebalik, resleting dibelakang.
Cuma bapak-bapak lho yang naik motor pake jaket kebalik resleting dibelakang.
Kenapa gak sekalian aja helmnya dibalik juga?
Bawa motornya juga kebalik. Hadap belakang gitu. Atraksi sekalian.

Tukang ojek tuh biasanya yang sering kayak gitu, pake jaket kebalik. Jebakan tukang ojek, minta tolong ke penumpangnya resletingin jaket yang kebalik.

Terakhir deh, pernah gak liat orang naik motor sendirian, gak bonceng siapa-siapa, tapi ngomong sendiri?
Bukan. Bukan horor.
Karena kalo diperhatiin lagi, ternyata ada HP nyelip di helmnya. Gokil.

Gini ya, perusahaan HP itu sudah membuat yang namanya handsfree. Tapi bagi orang Indonesia, handsfree yang sebenernya ya itu, HP diselipin ke helm. Kan tangannya bener-bener bebas (handsfree) kalo kayak gitu.

Jangan-jangan, nanti lama-lama, ada orang yang nyelipin HP nya di helm tapi bukan nelfon, ngetik WA pake lidah.
.
.
.
.
.
.
.
"Mas, kapasitas flashdisk yang paling besar berapa ya?" tanyaku pada si mas penjaga toko.

"Ada yang 1TB" jawab si penjaga toko. "2TB juga ada"

"Yang 1TB aja deh, mas" balasku sambil mengeluarkan dompet. "Berapa?"

"Gak jual mas" sahutnya santai.

"Gimana?" tanyaku tidak mengerti.

"Disini gak jual yang sampai 1TB, mas. Paling besar 128GB aja" jawabnya.

Terus tadi ngapain lo jelasin kayak gitu, anjir!!, batinku.

"Ya udah terserah. Saya beli pokoknya" balasku.

"Itu aja, mas. Hardisk eksternal aja gimana??" tanya si mas penjaga toko lagi. "Kalo hardisk eksternal, ada yang kapasitasnya 1TB"

"Terserah..." balasku mulai sedikit emosi.

"Kapasitas berapa?"

Kali ini aku tidak menjawab pertanyaannya. Aku hanya menatap tajam ke arahnya.

"Ya. Sabar, mas. Sabar. Saya emang gitu orangnya" balasnya.

Apa'an?!, batinku.

"Saya ambilin dulu ya" tambahnya lalu mengambil pesananku.

Nih orang bikin kesel sumpah, batinku.

"Pake kresek apa enggak, mas??" tanyanya tiba-tiba setelah .

"Pake" jawabku singkat.

"Nambah 200 perak ya berarti" balasnya kemudian.

"Lah??! Emang minimarket?" tanggapku heran.

"Mas, yang namanya kresek itu gak baik buat lingkungan. Gak bisa dibikin bicycle" jawabnya berusaha menasehati.

"Bicycle?" tanyaku bingung.

"Bicycle, mas. Daur ulang. Masa gak tau" jawabnya mencoba menjelaskan. "Ganteng-ganteng norak nih"

"Recycle, !@$%#%^$^@#$#!$%#$%^%^&%^&*)$%^%"

*Kata-kata makian tingkat tinggi yang tidak seharusnya diucapkan oleh manusia*

"Yee... Sok tahu" balasnya.

"Nih" ucapku sambil menyerahkan uang untuk membayar dan mengambil barang pesananku. Setelah itu aku langsung pergi dari tempat ini menuju ke tempat selanjutnya.

"Eh, mas!! Uangnya kelebihan!" teriak mas penjaga toko tadi.

"Simpen aja" balasku.

"Tapi ini kebanyakan. Kelebihannya lima-" tambahnya.

"Terserah"
.
.
.
.
.
.
.
Setelah mendapatkan semua barang yang aku perlukan dan sampai di tempat tujuan, aku langsung mengabari Shinta.
Aku menelfonnya.

"Iya iya. Ini udah mau berangkat" ucap Shinta begitu mengangkat telefon. Bahkan sebelum aku mengatakan apa-apa.

"Udah tau alamatnya kan?" tanyaku berusaha memastikan.

"Udah. Kan udah kamu chat tadi" jawabnya cepat.

"Pastiin juga dia bawa semua barang-barangnya itu ya" balasku mengingatkannya.

"Iya, tenang. Dia bawa kok" jawab Shinta lagi. "Oh iya, aku mau tanya,... Kenapa sekarang sih?" tanya Shinta tiba-tiba. "Waktu itu kamu bilang nunggu satu minggu dulu. Ini kan baru 2 hari"

"Lebih cepet lebih baik" balasku beralasan. "Udah ya, nanti aku kabarin lagi" tambahku lalu memutus sambungan telefon menghindari pertanyaan lebih lanjut dari Shinta.

Huh~
Aku menghela nafas.

Memang lebih cepat bertindak menangani masalah ini lebih baik. Tapi bukan itu masalahnya.
Aku lebih khawatir kalau,...

Ah sudahlah. Tidak perlu diambil pusing. Sekarang lebih baik aku mempersiapkan semua peralatan untuk nanti.

Sesudah mempersiapkan semuanya, aku bermaksud untuk tiduran sebentar sambil menunggu. Tapi tiba-tiba ada satu hal yang terlintas di pikiranku, aku pun langsung mengambil HP-ku dan mengirim pesan kepada Shinta. Memberitahunya aku berada di kamar nomor berapa dan dia harus berada di kamar nomor berapa. Setelah memastikan pesan dariku terkirim dan terbaca oleh Shinta, aku berniat untuk kembali tiduran. Tapi ku urungkan niatku tersebut saat mendengar HP-ku berbunyi menandakan ada pesan masuk.
Saat kulihat,.. Dari Shinta.

Cepat juga dia balesnya, batinku.

"Kok..? Padahal tadi aku baru mau tanya lho" begitu isi pesan dari Shinta yang langsung kubalas,..

"Aku udah tahu kok kalo kamu baru nyampe" balas dalam pesan.

"Kok...? Emang kamu ada dimana?" balasnya bertanya.

"Kamar" balasku singkat.

"Tapi kok bisa tahu?" balasnya bertanya lagi.

"Feeling aja" jawabku singkat.

Setelah itu tidak ada balasan dari Shinta. Mungkin dia bingung dengan jawabanku, atau mungkin juga dia sudah dalam perjalanan menuju ke kamarnya.

"Shinta bilang, paling lama 15 menit tapi,... Ya masa langsung gituan. Satu jam kali ya" gumamku mengira-ngira.

Akhirnya kuputuskan untuk menonton TV saja.

"Jelek lagi acaranya" keluhku saat mengganti-ganti channel TV, berusaha mencari acara yang bagus.
.
.
.
.
.
*Beberapa saat kemudian*

"Tuh kan, jelek acaranya" keluhku lagi setelah selesai menonton acara TV tersebut.

Eh, tunggu sebentar...

"Udah tau jelek, kenapa gue tonton sampe habis coba?!!" teriakku yang baru sadar. "Sekarang udah jam berapa ya?" gumamku sambil melihat layar HP-ku memeriksa jam. "Anjir,... Udah hampir 1 jam lebih lagi!!"

Waktuku sepertinya terbuang percuma, batinku.

"Udah selesai belom ya?" tanyaku pada diri sendiri.

Diriku langsung bangkit dan berjalan kearah tembok yang memisahkan antara kamar ini dengan kamar sebelah. Kemudian kuletakkan tanganku di tembok tersebut dan menutup mataku untuk berkonsentrasi.

"Masih berlangsung kayaknya" gumamku. "Shinta juga belum ngabarin lagi kan"

Tapi kenapa lama ya?
Apa jangan-jangan...

"Tapi kalo emang kayak gitu Ya berarti itu resikonya Shinta" aku sedikit tertawa.

Akhirnya kuputuskan untuk mencari makan dulu. Kuambil HP dan dompet kemudian keluar kamar, tidak lupa aku mengunci pintu kamar ini.
Saat aku melewati kamar sebelah, sayup-sayup aku bisa mendengar suara yang menandakan kalau feeling ku tadi memang benar.
.
.
.
.
.
.
Setelah selesai makan aku langsung kembali ke kamarku. Seharusnya mereka sudah selesai. Jarak antara aku meninggalkan kamar untuk mencari makan tadi, sampai aku sekarang kembali ini sudah hampir setengah jam. Jadi kira-kira sudah dua jam mungkin mereka melakukannya.

"Harusnya udah selesai ya" gumamku pelan sambil berjalan di lorong.

Ketika aku melewati kamar itu lagi, aku bisa sedikit mencium aroma yang cukup menyengat dari dalam kamar tersebut.
Itu jelas aroma dari,...

Sudahlah, nanti lagi kujelaskan.
.
.
.
.
.
Sudah hampir setengah jam semenjak aku kembali ke kamar, tapi Shinta belum mengabari apapun.

Apa jangan-jangan dia tertidur.
Atau lebih baik kutelefon saja dia ya??
Tapi... Itu bisa saja membangunkan...
Dan itu bisa merusak semua rencanaku.
Tapi jika Shinta tidak bangun dan membukakan pintu, aku juga tidak bisa melanjutkan rencanaku ini.

"Terus solusinya gimana..???!!" umpatku yang merasa kesal sendiri. "Gimana gue bisa masuk ke..."

Aku tidak melanjutkan kalimatku, kulirik kearah balkon dan seketika langsung terlintas sebuah ide di kepalaku.

"Nah..!!" aku baru menemukan sebuah ide. "Tapi,..." aku juga merasa sedikit ragu. "Apa gue segitunya pengen ngelakuin ini?"

Setelah berfikir sejenak sambil menimbang-nimbang resikonya. Akhirnya kuputuskan untuk,...

Tiba-tiba terlintas bayangan wajahnya di pikiranku.

"Nekat!!" ucapku menyemangati diri sendiri.

Dengan cepat kuambil peralatan yang sudah kupersiapkan tadi. Tapi,... Kuletakkan kembali beberapa peralatan yang sepertinya tidak mungkin kubawa.
Dan setelah siap, aku langsung menuju kearah balkon. Kulihat kearah bawah sebentar...

"Kalo jatuh,... Iya kalo langsung mati.. Kalo enggak?" gumamku sendiri yang kembali ragu. "Udah gagal, jadi cacat lagi. Kan gak enak"

Tapi tiba-tiba kembali terlintas bayangan wajahnya di pikiranku yang langsung membuatku termotivasi lagi.

Aku menaiki pinggiran balkon, melihat kearah balkon di seberang, sesekali melirik ke bawah. Untungnya ini sudah malam. Kalau siang, bisa-bisa aku diteriaki orang dari bawah, dikira akan bunuh diri.

Nyampe gak ya?, batinku.

Huh~
Aku menghela nafas.

"Yang penting, yakin aja dulu" ucapku pelan.

Tepat setelah mengucapkan itu aku langsung melompat ke balkon seberang dan,...
.
.
.
Berhasil doonngg..

Eh, ini pintu balkonnya dikunci gak ya?
Kalo dikunci kan percuma juga gue udah lompat-lompatan, pikirku.

Kucoba menggeser pintu balkon ini dan,... Cklek.
Baguslah kalau tidak terkunci. Tapi begitu pintu ini terbuka, aroma khas dari bekas persetubuhan langsung tercium di hidungku. Dan saat aku masuk, aroma itu semakin tajam saja. Di saat seperti ini, aku ingin indra penciumanku tidak terlalu peka. Menahan nafas lama-lama, tidak menyenangkan juga.

Kulihat di atas ranjang terdapat dua sosok anak manusia yang,... Mungkin masih dalam keadaan telanjang bulat. Tubuh mereka hanya ditutupi selimut. Dua orang itu adalah Shinta dan laki-laki yang tidak sengaja bertemu denganku di toilet waktu itu. Ya, laki-laki yang 'memperkosa' Shinta. Kupandangi wajah Shinta sebentar,.. Wajahnya menunjukkan kalau dia terlihat sangat kelelahan, tentunya dengan dihiasi bercak-bercak yang mulai mengering menjadi kerak-kerak.

"Harusnya gue nyuruh dia buat bius pake obat tidur aja ya, bukan pake cara gini. Kasihan dia" gumamku yang merasa iba melihat kondisi Shinta.

Sudahlah, nanti saja aku meminta maaf. Sekarang selesaikan dulu misi ini sebelum dia bangun.

"HP-nya dimana ya??" gumamku.

Kucoba mencari di meja didekat sana, beruntungnya aku langsung menemukan HP orang itu di atas meja tadi, di sebelah tumpukan bungkus obat...

"Pantesan lama, pake obat" gumamku sedikit kesal.

Oh iya, laptopnya, pikirku yang kemudian langsung mencari laptop laki-laki tadi.
Aku menemukannya di dalam tas yang pastinya itu miliknya.

"Oke,.. Kita mulai!"

Kunyalakan laptop tersebut dan,...

"Anjing!! Ada passwordnya..."

Hmm,...
Aku berfikir sejenak.

"Di coba aja deh" gumamku sambil mengetikkan angka 1 sampai 8. Standar password wifi orang Indonesia.

Dan,...

"Kok bisa berhasil coba" gumamku yang malah merasa kesal sendiri. "Gak ada tantangannya kan jadinya"

Udahlah, lanjut aja keburu bangun, batinku.

Kupasang kabel data yang sudah kubawa, menghubungkan antara laptop itu dengan hardisk yang kubeli tadi. Aku tidak perlu mencari file itu dimana, aku langsung menyalin ralat, memindahkan semua file dari laptopnya ke hardisk ku. Harusnya tidak terlalu lama. File yang ada di dalam laptopnya tidak terlalu banyak. Aku tidak perduli file-file itu ada file lain yang tidak ada hubungannya dengan semua ini atau tidak, kupindahkan semua.

Cepet,.. cepet,... Gue gak tahan aroma kamar ini, batinku.

Setelah menunggu beberapa menit, akhirnya semua file nya selesai kupindahkan. Sekarang tinggal file yang ada di HP-nya.

Eits, tunggu dulu.
Kututup terlebih dahulu kamera depan HP-nya baru kucoba membuka layar HP-nya.

"Ternyata gak pake pengenalan wajah" gumamku.

Tapi cuma sidik jari. Terlalu gampang... Ku dekati ranjang yang berisi dua orang anak manusia tadi kemudian dengan perlahan ku arahkan jempol laki-laki itu ke layar HP-nya.

Tadaa.... Kebuka kan.
It's so easy..

Kubuka galeri HP-nya dan,....

"Anjing!! Banyak banget videonya?!!" umpatku cukup keras hingga hampir membuat si pemilik HP terbangun dan dengan cepat, aku langsung berembunyi.

Beruntung dia tidak terbangun.
Sekarang yang perlu kulakukan adalah,... Memind-

Tunggu sebentar. Kuperiksa beberapa foto dan video yang kutemukan itu. Dan ternyata semua file tersebut ada di memori eksternal. Daripada berlama-lama, kucabut saja kartu microSD-nya. Apalagi tadi dia hampir terbangun, jika aku lebih lama lagi disini, bisa-bisa aku ketahuan.

Setelah kukeluarkan kartu microSD tadi dari HP-nya, kembali kuperiksa galeri di HP-nya, memastikan tidak ada lagi file foto maupun video disana.

"Selesai, waktunya bal... Gue kerjain dulu ah~" ucapku yang terlintas ide iseng di kepalaku.

Kuutak-atik laptopnya dan ku ganti password laptopnya. Hehehe...
Sebenarnya aku ingin mengerjainya lebih kejam lagi, dengan cara... Menginstall ulang windowsnya.
Tapi aku ingat kalau aku tidak membawa CD windowsnya.

Setelah selesai mengganti password laptopnya, aku kemudian beralih ke HP-nya. Kalau mau iseng, jangan nanggung-nanggung. Sekalian aja.

Kuganti juga layar kunci HP-nya. Kuganti dengan sidik jari kelingking kaki kiriku. Awalnya mau jempol kaki, tapi kayaknya kebesaran.

Sudah semuanya, aku merapikan dan meletakkan laptop dan HP-nya lagi ke tempatnya semula.
Tapi saat aku berdiri hendak pergi, kembali terlintas sebuah ide di kepalaku. Kulirik kembali HP tadi dan,...

Apa aku sekejam itu?, batinku bertanya sendiri.

"Ya aku memang sekejam itu" ucapku seakan menjawab pertanyaanku sendiri.

Kembali kuutak-atik HP-nya. Tidak. Aku kali ini tidak hanya akan mengganti layar kuncinya, tapi akan aku buat HP ini seperti menjadi baru lagi, dengan cara,... Reset Factory. Hehehe.
.
.
.
"Mampus lo" ucapku pelan setelah selesai 'memperbarui' lagi HP-nya.

Aku berjalan menuju kearah balkon untuk kembali ke kamarku, tapi baru beberapa langkah berjalan, aku menghentikan langkahku...

"Kenapa gue harus lompat-lompatan lagi? Gue kan bisa lewat pintu, kan bisa dibuka dari dalem" ucapku sambil berbalik badan menuju kearah pintu.

Tapi ternyata tetap saja, aku tidak bisa kembali ke dalam kamarku. Aku tidak bisa masuk.

"Oh iya kamar gue kan kekunci dari dalem ya" gumamku.

Aku langsung pergi ke lobby menggunakan lift, meminjam kunci kamar untuk membuka kamarku pada resepsionis, baru kembali lagi ke kamarku.
Aku sudah sangat lelah, tapi aku tidak bisa langsung tidur. Aku harus memeriksa file-file yang sudah kuambil tadi. Jadinya aku harus begadang.
.
.
.
.
.
.
.
.
.


Sebuah janji terbentang di langit biru~
Janji yang datang bersama pelangi~


Aku terbangun karena suara dering HP-ku. Sepertinya aku ketiduran saat tengah memeriksa file-file itu. Saat kulihat layar HP-ku, ternyata Shinta yang menelfon.
Langsung kuangkat saja tanpa pikir panjang.

"Maaf ya, aku kemarin malem ketiduran" yang pertama terdengar olehku adalah permintaan maaf dari Shinta.

"Gapapa, udah beres kok" balasku santai.

"Lho, rencananya?" tanya Shinta bingung.

"Udah aku selesaiin kok" balasku lagi.

"Emang rencananya gimana sih?" tanya Shinta lagi yang masih kebingungan.

Ya, itu wajar. Aku memang tidak menjelaskan keseluruhan rencanaku pada Shinta. Aku hanya memintanya untuk datang ke hotel dengan laki-laki yang 'memperbudak'nya lalu mereka bercinta sampai si laki-laki itu kelelahan dan tertidur kemudian Shinta mengabariku jika tugasnya itu sudah selesai. Aku hanya menjelaskan sampai sana pada Shinta sebelumnya. Aku tidak menjelaskan tentang kelanjutan rencanaku yang mengharuskan dia membukakan pintu agar aku bisa masuk kedalam kamar mereka, kemudian mengambil file dari laptop dan HP-nya.

"Oohh.." tanggap Shinta singkat.

"Tapi ada satu masalah" balasku. "Aku udah periksa semua file-nya, tapi gak ada satupun foto atau video yang bisa dia pake buat ngancem kamu dan-"

"Emang dia gak ngancem aku pake cara itu" potong Shinta tiba-tiba.

"Lah terus kenapa kamu-"

"Dia ngancem aku pake cara lain" potong Shinta lagi. "Dia..."Shinta terdengar ragu untuk melanjutkan kalimatnya.

"Kalo kamu gak mau cerita gapapa" balasku.

Seharusnya aku memang mendiskusikannya terlebih dahulu dengan Shinta tentang seluruh rencanaku ini. Aku terlalu cepat mengambil keputusan, terlalu cepat menyimpulkan kalau Shinta selama ini diancam dengan rekaman video dan semacamnya, padahal nyatanya tidak.

Sebenarnya rencanaku tidak gagal sih. Aku tidak mau menyebut rencanaku gagal. Aku tidak akan pernah mau.
Rencanaku berhasil, aku berhasil mendapatkan file-file dari laptop dan HP-nya. Hanya saja, apa yang kudapatkan itu, itu tidak berguna untuk menyelesaikan tujuan awalku membuat rencana ini. Sekali lagi, aku tidak gagal.

"Terus sekarang gimana?" tanya Shinta kemudian.

"Kita jalanin rencana B" jawabku cepat.

"Kita ada rencana B?" tanya Shinta seakan tidak percaya.

Sebenernya enggak sih. Ngasal aja, batinku.

"Udahlah, gak usah kamu pikirin soal itu" jawabku. "Sekarang aku mau tanya, kalian kesini naik apa? Mobil?" tanyaku kemudian.

"Iya, mobil. Kenapa emang?" tanyanya balik.

"Kamu inget plat nomornya?" tanyaku lagi.

"Enggak. Kenapa sih emang?" Shinta kebingungan.

"Ya udah kalo gitu, mobilnya merk apa dan warna apa?" tanyaku lagi.

Setelah Shinta menjelaskan merk dan warna mobil yang kutanyakan, aku langsung meminta Shinta untuk segera melakukan check out 15 menit lagi.

"Terus?" tanya Shinta lagi. "Habis itu gimana?"

"Udah, kamu lakuin aja" jawabku.

"ANJINGG!! HP gue kenapa nih?" terdengar suara laki-laki di belakang suara Shinta.

"Ya udah, nanti kita ketemu" ucapku sambil mengakhiri telefon.
.
.
.
.
.
"Lama banget siiihhhh....!!!!" keluhku.

Sudah hampir setengah jam aku menunggu. 27 menit sih lebih tepatnya. Tapi tetep aja itu lama.

"Ah... Akhirnya dateng juga" ucapku saat aku mencium aroma parfum Shinta dari kejauhan yang semakin lama semakin mendekat.

Aku bangkit dari posisiku yang semula tiduran menjadi duduk.
Kulihat laki-laki yang waktu itu datang dengan merangkul Shinta. Shinta terlihat risih, sedangkan laki-laki itu terlihat bahagia. Tapi sebentar lagi, kebahagiaannya itu akan sirna.

"Woi!! Ngapain lo diatas mobil orang!" sapa laki-laki itu. Sapaan yang tidak ramah tentu saja.

Ah ya. Seperti yang dia katakan, aku daritadi memang menunggu mereka sambil tiduran diatas atap mobilnya. Mobil yang sudah diberitahu Shinta.

Untung mobilnya bener, batinku.

"Hei" sapaku balik sambil melompat turun.

"Siapa lo?!" tanya laki-laki itu.

"Kayaknya lo udah bisa nemuin celana lo ya" balasku santai tanpa menjawab pertanyaan darinya.

"Hah?! Oh gue inget lo yang waktu itu" balasnya. "Sialan!! Jadi itu ulah lo ya!" bentaknya kemudian yang mulai terlihat semakin emosi.

Ya, luapkanlah semua emosimu, batinku tertawa senang.

"Lo kok bisa ada disini? Lo ngikutin gue? Mau apa lo?!!" tanya laki-laki itu beruntun.

"Shinta... Sini.." panggilku pada Shinta. Sekali lagi tanpa memperdulikan laki-laki itu.

Shinta terlihat ragu untuk memenuhi panggilanku.

"Shinta~ Sini dong..." panggilku lagi.

"Oh.. Gue ngerti" sahut laki-laki itu. "Lo mau nih perek? Bilang dong" ucap laki-laki itu yang kemudian mendorong Shinta ke arahku.

Aku dengan cepat langsung menangkap Shinta dan kemudian langsung merangkulnya.

"Lo ngikutin gue cuma gara-gara pengen make tuh perek lagi? Kalo emang lo mau-"

"Bukan" potongku. "Lo salah. Bukan cuma sekedar itu. Gue pengen ngambil dia dari lo. Gue mau nguasain dia sepenuhnya" tambahku.

"Eh?!" Shinta tampak kaget.

"Lagian Shinta pernah cerita kalo dia gak pernah puas sama lo" ucapku lagi. "Kalo bukan gara-gara obat, lo gak bakal bisa muasin dia kan"

"Ng-Ngomong apa lo?!!" bentak laki-laki itu yang terlihat salah tingkah karena rahasianya terbongkar.

"Dan,... Shinta juga janjiin gue buat dikenalin ke temen-temennya" tambahku lagi sambil menaik-naikkan alisku. "Ke adiknya juga"

Shinta langsung mencengkeram lenganku kuat saat mendengar kalimat terakhirku barusan.

"Maruk lo ya,.." balas laki-laki itu yang terlihat semakin emosi.

Sedikit lagi, batinku.

"Kenapa? Kan tadi lo sendiri yang nyerahin dia ke gue. Mau lo ambil lagi?" tanyaku. "Ambil aja kalo bisa" tantangku kemudian.

Laki-laki itu kemudian berlari ke arahku sambil mengepalkan tangannya.

Aku langsung mengarahkan Shinta untuk berlindung dibelakangku.

Dan saat laki-laki itu mengarahkan kepalan tangannya ke arah wajahku, berusaha memukulku, dengan mudahnya aku menghentikan pukulannya.

Sepertinya ajaran orang itu ada gunanya juga, batinku.

"Lo yang nyerang gue duluan ya" ucapku santai sambil tersenyum licik kemudian aku menengok kebelakang melihat Shinta. "Shinta, tutup mata kamu sebentar ya" pintaku kemudian pada Shinta yang langsung diturutinya.

Aku kemudian menendang perut lali-laki itu yang langsung membuatnya tersungkur ke lantai.
Lalu,...
.
.
.
**Adegan berikutnya tidak bisa ditampilkan karena terlalu sadis**

(Sebenernya alasan penulisnya aja yang gak bisa nulis adegan berantem)
.
.
.
.
.
.
.
IMG-20181203-WA0037.jpg


Canggung. Mungkin itu suasana yang tepat untuk menggambarkan keadaan saat ini.
Setelah memberi sedikit pelajaran pada laki-laki itu, dan meletakkannya di pojokkan parkiran, aku mengantarkan Shinta pulang.

"Itu tadi gapapa?" tanya Shinta.

"Gapapa kok, dia cuma pingsan itu. Sekarang kamu bisa tenang. Dia pasti gak akan berani gangguin kamu lagi" ucapku berusaha menenangkan Shinta.

"Maksud aku, kamu bakalan gapapa?" tanya Shinta lagi. "Nanti kalo-"

"Tenang, posisi parkiran tadi gak akan kena cctv kok. Di pojokkan gitu" jawabku tenang. "Dia gak bisa ngelaporin aku ke polisi"

Lagipula, dia yang akan aku laporkan pada polisi. Aku punya bukti kalau dia melakukan tindak kejahatan.

"Bukan itu!! Nanti kalo dia balas dendam gimana?" tanya Shinta lagi dengan panik.

"Kalaupun iya, masih butuh waktu buat dia buat mulihin diri dulu" balasku.

Mungkin setidaknya 2 minggu. Tapi kalau fisiknya tidak terlalu kuat, ya berarti bisa lebih lama lagi.

"Tapi kalo boleh tau... Kenapa.. Kenap-"

"Akhir tahun lalu" sahut Shinta tiba-tiba sebelum aku benar-benar menyelesaikan pertanyaanku.

Kemudian Shinta mulai menceritakan tentang dirinya yang baru kehilangan salah satu anggota keluarganya, yang tentu saja hal itu membuatnya bersedih. Akibatnya berimbas kepada dia yang tidak fokus pada pekerjaan dan pendidikannya.
Dan disaat itulah, laki-laki itu datang. Laki-laki yang ternyata adalah rekan kerjanya. Laki-laki itu datang dengan modus menasehati dan menyemangati Shinta kembali. Tapi dengan tambahan sedikit rayuan, dia berhasil membujuk Shinta untuk berhubungan badan dan akhirnya sampai seperti yang sudah kuceritakan semuanya.

Memang mendekati wanita disaat mereka sedang bersedih itu adalah momen yang paling tepat untuk mendapatkan mereka. Dan sekarang,.. Shinta sedang bersedih.
Yang artinya,...

"Tapi kenapa kamu mau-mau aja buat terus-terusan? Kan dia gak pake foto atau video buat-"

"Adik aku" potong Shinta lagi. "Dia pake adik aku buat anceman. Kalo aku gak mau nurutin dia, dia bakal deketin adek aku dan ngelakuin hal yang sama ke adik aku persis kayak apa yang udah dia lakuin ke aku" terangnya kemudian. "Aku gak mungkin ngelarang adik aku biar gak mau dideketin dia, itu malah bisa ngebuat adik aku curiga"

Itu menjelaskan semuanya. Mana ada seorang kakak yang akan menjerumuskan adiknya ke hal yang salah.

Huh~
Aku menghela nafas.

Adik ya??, batinku.

Tunggu sebentar.

"S-Shinta, m-maaf... O-Omongan aku tadi soal temen-temen atau adik kamu itu, aku cuma bercanda kok" ucapku kemudian. "Cuma buat manas-manasin dia"

"Iya, aku ngerti kok" balas Shinta yang sudah terlihat lebih rileks setelah mencurahkan isi hatinya.

Pantas saja laki-laki tadi emosinya langsung meluap saat aku menyinggung tentang adik Shinta.
Sepertinya dia sangat menginginkannya.

"Tapi..." ucap Shinta tiba-tiba. "Soal yang kamu mau nguasain aku sepenuhnya.. Itu gak bercanda kan" tambahnya sambil mengelus pahaku dan memberi tatapan menggoda.

"Shinta... Aku lagi nyetir. Sekarang kamu tunjukkin aja jalan ke rumah kamu lewat mana" balasku. "Jangan aneh-aneh"

46700797-1031171297089860-7516984089954484224-o.jpg


"Oohhhh... Pengen ngelakuin di rumah aku ya? Nakal juga ternyata" balasnya.

Huh?!
Bukan gitu...
.
.
.
.
.
"Ini yakin kamu gak mau mampir dulu. Mampir sebentar?" tanya Shinta sekali lagi. "Sebagai rasa terimakasih aku aja"

"Enggak" tolakku. "Aku ikhlas kok nolongin kamu. Gak ngarepin imbalan apapun"

Lagian kalo gue beneran mampir, gak akan jadi sebentar, batinku.

"Ya udah, hati-hati ya" balas Shinta.

Saat aku hendak menjalankan mobilku, dari dalam rumah Shinta keluarlah sesosok gadis yang begitu melihat Shinta langsung saja mengomelinya tanpa pikir panjang.

"Cici...!! Semalem kemana aja??!" teriak gadis itu.

"Huwaa... Dudutku~ Aku kangen..." teriak Shinta yang kemudian langsung berlari dan memeluk gadis tadi.

"Iiihhhh... Cici.... Apa'an sih?!!"

Itu adiknya?
Pantesan kok..
Adiknya Shinta cantik cantik imut gemesin gitu.
Kayaknya Shinta sayang banget sama adiknya, batinku.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Jadi seperti itulah ceritanya bagaimana Shinta akhirnya bisa melakukannya denganku. Intinya hubunganku dengan Shinta adalah Friend With Benefit.
Tapi ada yang sebenarnya belum kuceritakan pada Shinta, itu tentang foto dan video yang kuambil dari laptop dan HP laki-laki tersebut. Sebenarnya aku tidak perlu mengambil file yang berada di laptopnya, karena itu hanyalah backup dari yang ada di HP. Tunggu, bukan itu yang ingin kubahas. Tapi tentang file foto dan video tersebut. Memang aku menemukan foto dan video yang berisi seorang gadis yang sedang berhubungan badan dengan laki-laki itu, tapi gadis tersebut bukanlah Shinta, gadis dalam foto dan video tersebut terlihat lebih muda.
Siapa gadis itu? Aku tidak tahu.
Maka dari itu aku belum menyerahkan foto-foto dan video tersebut kepada pihak yang lebih berwenang. Aku bingung harus apa.
Sudahlah, nanti kupikirkan lagi.

Dan sekarang, keadaanku dan Shinta masih sama seperti tadi. Shinta masih tertidur memelukku, tapi bedanya kali ini aku sudah terbangun.

Kulihat ke arah jam dinding. Sudah sore. Cukup lama juga aku tertidur.

"Ngelamunin apa sih?" tanya Shinta tiba-tiba yang ternyata sudah ikut terbangun juga.

"Gak. Gak ngelamunin apa-apa kok" jawabku singkat. "Maaf. Kamu kebangun ya"

"Enggak kok" balas Shinta cepat. "Tapi aku..." Shinta terlihat seperti malu untuk melanjutkan kalimatnya.

"Apa?" tanyaku.

"Aku.... Pengen..." ucap Shinta lirih.

“Pengen apa?" tanyaku lagi dengan berpura-pura tidak mengerti.

"Aku pengen lagi" jawab Shinta malu-malu.

"Apanya yang pengen lagi?" tanyaku sekali lagi yang masih pura-pura tidak mengerti, kali ini dengan memasang wajah polos.

"Gak usah sok polos gitu" balas Shinta sambil menjawil hidungku.

"Lho, aku beneran gak ngerti kok" balasku sambil sedikit menahan tawa. "Ngomong yang jelas dong"

"Aku pengen kamu ngentotin aku lagi, Enooo~" ucap Shinta akhirnya.

"Nah gitu dong" balasku yang langsung memposisikan tubuhku diatas tubuh Shinta yang terlentang.

Lalu aku menurunkan tubuhku untuk menindih Shinta, tapi tiba-tiba Shinta memelukku dengan erat sehingga dadaku langsung menempel di bukit empuk Shinta. Dalam posisi itu kepala kami berdekatan, dan Shinta berbisik di telingaku.

"Kok nafsuan sih sekarang?" tanya Shinta berbisik.

"Hei, ngaca" balasku. "Kamu itu yang biasanya nafsuan" tambahku.

"Waktu itu katanya nolonginnya ikhlas, gak ngarepin imbalan" sindir Shinta. "Nyatanya apa? Aku dipake hampir tiap hari. Aku jadi berasa 'dikuasai' sama kamu" tambahnya sambil tersenyum nakal.

"Kamunya sih godain aku mulu tiap hari" ucapku membela diri. "Lagian siapa juga yang gak nafsu kalo diajakin ngentot sama cewek secantik dan seseksi kamu, Shinta"

"Eh?!" Shinta sepertinya terkejut dengan ucapanku.

Aku kemudian mengangkat kepalaku dan melihat Shinta yang lagi-lagi menatapku dengan senyuman manis yang pasti akan membuat siapapun meleleh.

Shinta kemudian mengelus penisku yang masih lemas, mengocoknya perlahan agar membuatnya kembali berdiri.

"Dan fans-fans kamu juga pasti sering bayangin bisa ngentotin kamu... Iya kan" bisikku menggodanya.

"Enoo.... Jangan bahas itu.." rengek Shinta manja.

Oh ya, Shinta juga sudah bercerita tentang dirinya yang merupakan anggota JKT48. Akhirnya dia mau menceritakannya sendiri. Itu karena saat dia menjelaskan tentang hubungannya dengan laki-laki itu di mobil saat kuantar pulang, aku bertanya tentang apa pekerjaannya itu. Aku memang sengaja memancingnya untuk jujur padaku. Tanggapanku saat itu hanya pura-pura tidak tahu apa itu JKT48. Padahal sebenarnya,..
Oh iya, tapi ada dua hal yang menbuatku kaget.
Yang pertama adalah Vivi, ternyata dia adalah anggota JKT48 juga, aku baru tahu. Tunggu bukannya anggota JKT48 itu tidak boleh berpacaran? Lalu Vivi dengan Adit..?
Dan yang kedua, laki-laki itu ternyata adalah salah satu staff JKT48 juga. Dan dia juga merupakan orang kepercayaan dari General apa gitu namanya,... Intinya dia adalah tangan kanan dari si pemimpin.
Mungkin karena itu dia berani senekat itu melakukan hal tersebut pada Shinta. Karena dia adalah orang kepercayaan, jadi dia mulai seenaknya sendiri. Padahal Shinta juga bercerita sudah ada seorang fans yang berusaha melaporkannya tapi karena tidak adanya bukti yang kuat jadi si pemimpin itu tidak percaya.
Dan alasan kenapa Shinta tidak mau melaporkannya adalah, tentu saja dia malu dan juga takut, apalagi ditambah dengan adanya ancaman itu.

Sudahlah, sekarang aku hanya perlu fokus pada wanita di hadapanku ini yang sedari tadi merengek meminta untuk kusetubuhi, Shinta.

"Kamu nakal Shinta.... Kamu wanita nakal.." bisikku kembali menggodanya.

"Aku nakalnya cuma sama kamu kok..." balas Shinta.

"Ayo...dong bangun, pengen ngentot nih" rengek Shinta pada batang penisku yang masih ada berada didalam gengamannya.

"Sepongin dong biar bangun" balasku.

"Seneng banget sih kalo disepongin" ucap Shinta lirih.

"Habisnya pemandangan kamu yang mulutnya penuh sama kontol aku itu indah banget" balasku. "Lagian kamu juga keliatan semangat banget tiap nyepongin kontol aku"

Shinta sedikit melotot kearahku saat aku mengucapkan hal tersebut. Tapi kemudian dia tersenyum dan tanpa harus diminta lagi, Shinta langsung melakukan apa yang kuperintahkan. Awalnya Shinta menjilat kepala penisku, lalu kemudian dia telan batang penisku kedalam mulutnya secara perlahan.

"Akh..... Iya,.. Shinta...... Terus....."

Dengan berpegangan pada pahaku Shinta mulai mengerakan kepalanya maju mundur, dia terlihat sangat bersemangat menghisap penisku. Dia selalu seperti itu.
Shinta sepertinya sudah tidak sabar untuk merasakan penisku kembali menusuk-nusuk vaginanya yang amat sangat sempit itu.

"Udah, aah.. Masukin ayoo..." rengek Shinta lalu melepas penisku dan mengarahkannya ke lubang kenikmatannya, lubang itu sudah cukup basah dan merekah.

"Mmmmmhhhh..." Shinta melenguh dengan mata terpejam, menikmati sensasi birahi yang menjalar tubuhnya.

Begitupun juga dengan diriku yang kembali merasakan jepitan vagina Shinta yang benar-benar terasa luar biasa.

"Enooo... Aaaahhh....." Shinta merajuk dengan lembut disaat vaginanya sudah penuh dengan penisku.

Enak banget sih nih memek, udah dipake berkali-kali juga padahal, batinku yang masih menikmati sensasi jepitan dan pijatan yang diberikan oleh vagina Shinta.

"Jadi kapan?" tanya Shinta tiba-tiba.

Aku tidak suka pertanyaan itu. Aku mengerti apa yang dia maksud. Tapi aku lebih memilih untuk,...

"Apanya yang kapan?" tanyaku balik. Berpura-pura tidak mengerti.

"Kapan kamu mau nembak aku" balas Shinta tanpa ragu.

Ucapannya itu tentu langsung membuatku terkejut. Meskipun aku sudah menduga hal tersebut tapi aku tidak pernah menduga kalau Shinta benar-benar akan langsung mengucapkan hal tersebut.

"Kenapa?" tanya Shinta lagi dengan tatapan sendu. "Padahal aku kan juga cewek.. Yang butuh kasih sayang juga" tambahnya dengan nada lirih.

"Aku cuma..."

Aku tidak tega untuk untuk menjelaskannya pada Shinta. Aku tidak ingin dianggap sebagai lelaki yang brengsek.

Apakah sikapku ini bisa dibilang egois? Mungkin.

"Ada cewek lain ya" ucap Shinta tiba-tiba.

Tunggu sebentar.
Apa Shinta tahu?
Apa dia sudah menyadarinya?

"Ya udah, kalo gitu..." Shinta menggantungkan kalimatnya. "Aku pengen kamu ngabulin satu permintaan aku aja" tambahnya dengan nada yang menunjukkan kalau dirinya sendiri sedikit ragu. "Permintaan terakhir, biar aku rela ngelepas kamu. Itu pun kalo kamu.."

"Ya udah, apa permintaannya" sahutku. "Aku bakal turutin. Apapun itu"

Tunggu sebentar.
Sepertinya aku salah bicara. Kalimat terakhir itu tidak perlu.

"Yakin?" tanya Shinta yang kalau dilihat seperti malah dia yang terlihat tidak yakin.

Aku hanya mengangguk saja. Aku tidak mungkin menarik kata-kata ku yang tadi karena itu sudah keluar dari bibirku.

Shinta langsung tersenyum sumringah mendengar jawabanku itu.

"Gak susah kok permintaan aku, hehe" ucap Shinta sambil nyengir. "Aku cuma pengen lanjutin aja ini. Entotin aja aku, tapi kali ini yang mesra ya~" pinta Shinta dengan suara manja. "Jangan kasar.."

"Tapi biasanya minta dikasarin” elakku. "Katanya suka dikasarin"

Shinta langsung memasang wajah cemberut, tapi setelahnya dia menarik kepalaku dan mencium bibirku. Akupun langsung membalasnya. Ciuman Shinta begitu lembut, seperti ciuman dari seorang kekasih. Berbeda dengan pagutan penuh nafsu yang dia berikan sebelum-sebelumnya. Diriku seolah diajari oleh Shinta cara menyampaikan perasaan lewat ciuman. Sementara di bagian bawah, aku mencoba menyeimbangkan kecepatan dengan intensitas. Daripada mengejar jumlah tusukan per menit, aku lebih memilih untuk memompa lubang kenikmatan Shinta dengan tusukan-tusukan panjang dengan sedikit gerakan memutar. Aksiku ini dibantu oleh Shinta yang juga menggerakkan pinggulnya sesuai ritme genjotan dariku. Bahkan gerakan dinding vagina Shinta yang biasanya kini terasa lebih lembut, seperti memeluk dan memijat-mijat batang penisku yang bertandang ke sana. Ketika bibir kami terlepas selesai berciuman mesra, seketika bibir Shinta langsung mengeluarkan desahan manja dengan matanya terus menatap kearah mataku.

"Ahhhmhhhhh... Ennnoooo....." Shinta memanggil namaku dengan suara semesra mungkin

"Shintaaaa...." aku juga membalasnya demikian.

Aku tahu betul apa yang harus kulakukan, jadi aku berusaha untuk berperan sebagai kekasih di sesi persetubuhan kali ini. Mungkin memang sulit bagi Shinta untuk melupakanku begitu saja dan tak mungkin juga dia benar-benar menjadi kekasihku, jadi hanya untuk kali ini saja aku akan menjadi seorang kekasih bagi Shinta.

Perasaan tak bisa dibohongi. Aku jelas tahu akan hal itu. Maka aku berusaha memainkan peranku, mencoba memperlakukan Shinta selembut dan semesra mungkin. Aku terus menumbuk vagina Shinta dengan tempo natural menimbangi gerakan pinggul Shinta. Jelas, sensasi lubang basah Shinta yang memijat batang penisku adalah yang paling nikmat saat ini. Tapi kehangatan badan Shinta juga membangkitkan birahiku ke awang-awang.
Posisi misionaris adalah posisi yang memungkinkan kedua orang yang terlibat menyentuhkan kulit mereka semaksimal mungkin. Buah dada Shinta yang empuk terhimpit dadaku. Puting susunya yang kenyal bergesekan dengan kulit dadaku, memberi sensasi nikmat bagi pada kami berdua. Sementara kurasakan kaki Shinta sudah mulai naik mengunci pinggulku, seolah tak rela melepasku yang sedang menyetubuhinya itu. Tak rela jika penisku lepas dari vaginanya. Tangan Shinta juga tak tinggal diam, sesekali dia merabai punggungku yang membuatku menggelinjang. Kadang tangan Shinta juga mencengkram erat lenganku yang lumayan berotot. Saking nikmatnya, aku sesekali memejamkan mata meresapi kenikmatan birahi, Shinta pun juga melakukan hal yang sama.
Tapi ketika mata kami terbuka, kami langsung saling menatap dan memanggil nama masing-masing.

"Enooo..."

"Shintaaaahhhh..."

Kemudian kami berciuman mesra. Begitu nikmatnya, sesekali aku merasa cengkraman tangan Shinta tiba-tiba menguat, kakinya semakin memeluk erat, begitu juga dinding kelamin Shinta yang mencengkram lebih erat diiring dengan erangan lirih. Aku dibuat takjub dengan Shinta, gadis ini biasanya berekspresi dengan liar sewaktu kusetubuhi dengan liar, tapi juga bisa mengekspresikan puncak birahinya dengan elegan seperti saat ini. Di balik wajah cantik dan terlihat sedikit nakal, Shinta malah seperti mesin seks yang sempurna. Selain tubuhnya yang sempurna, teknik Shinta dalam memanjakan pasangannya juga sangat menakjubkan, memberi nilai plus untuknya. Seolah-olah Shinta ini memiliki pengalaman yang sangat banyak dalam urusan ranjang.
Mungkin aku harus sedikit berterima kasih pada laki-laki itu.

Sementara Shinta sudah sukses menggapai orgasmenya berkali-kali, aku sendiri juga hampir mencapai puncak. Sekarang tangan kami saling berpegangan erat layaknya sepasang kekasih. Vagina Shinta semakin intens memijat penisku yang tengah menggenjotnya.

"Enoo... Ennoo.... Ahhh... Ennoooo!!!!"

Dan Shinta terus menerus memanggil-manggil namaku, berusaha mendorong birahiku ke puncak tertinggi. Akhirnya aku merasakan nikmat yang mulai menjalar dari tulang belakang menuju ke kelaminku, dan...

"Arrghhhhh... Shintaaaaaaaaaa!!"

CROOOTT~
CROOOTT~
CROOOTT~
CROOOTT~
CROOOTT~
CROOOTT~
CROOOTT~
CROOOTT~

Tubuhku gemetar saat spermaku memancar menyemprot rahim Shinta. Gadis itu juga ikut tersentak, matanya terpejam merasakan sensasi hangat didalam organ intimnya karena semburan spermaku. Kami terdiam, saling menindih mengatur nafas masing-masing. Ketika rasa itu reda, aku segera menggulingkan tubuhku berbaring di samping Shinta.

"Haahh... Hahh... Gimana... Shinta..? Puas..?" tanyaku yang masih ngos-ngosan.

"Gak usah... Huufff... Huff... Huff... Ditanya... Huff... Banget.. Aku dapet banyak..***k keitung malah" jawab Shinta lalu untuk duduk, aku juga ikut duduk.

Tapi aku masih punya pertanyaan.

"Kenapa tiba-tiba minta gitu sih?" tanyaku akhirnya. "Kenapa tiba-tiba minta..." aku tidak melanjutkan kalimatku.

"Aku emang seneng maen kasar, dikasarin gitu, aku suka sensasinya. Pasrah, gak berdaya... Rasanya kayak hiiihhh... Susah jelasinnya" sahut Shinta. "Tapi aku juga pengen dong nyoba yang rada lembut dikit. Aku juga pengen ngerasain seks yang kayak tadi... Dan.." jawaban dari Shinta sedikit menggantung. "Kan aku juga cewek..." gumam Shinta pelan.

"Hmm? Tadi ngomong apa?" tanyaku yang sebenarnya pura-pura tidak mendengar.

"Mmm... Bukan apa-apa kok... Ya udah deh, aku pulang aja ya" ucap Shinta tiba-tiba.

"Aku-" tawarku.

"Gak perlu.." tolak Shinta cepat seakan memang sudah tahu kalau aku ingin menawarkan diri untuk mengantarnya pulang.
.
.
.
Setelah berpakaian dan merapikan diri, Shinta pamit kepadaku.

"Ya udah, aku pulang dulu ya" pamit Shinta.

"Yakin gak mau dianterin?" tawarku lagi.

"Gak usah.. Udah gapapa" balasnya.

"Ya udah kalo gitu, hati-hati ya" ucapku.

"Iya" balasnya cepat. "Kayaknya aku salah deh minta seks kayak tadi" gumam Shinta pelan.

"Kenapa?" tanyaku.

"Ah, enggak. Gapapa" jawabnya gugup.

Tunggu sebentar.
Apa Shinta,... Apa dia malah terbawa perasaan saat kami melakukan sesi persetubuhan yang terakhir tadi?
Gawat...

"Aku cuma mau ngingetin" ucap Shinta yang sudah berada diambang pintu apartemenku.

"Ya?"

"Yona itu udah punya cowok lho" tambah Shinta yang kemudian keluar dan menutup pintu apartemenku.

Ya emang. Terus kenapa?, batinku bingung.

Tunggu sebentar.
Sepertinya Shinta salah paham.

Screenshot-2018-07-16-21-47-55.jpg




Bersambung.jpg




-Bersambung-
 
Terakhir diubah:
Catatan Penulis:


"Kucing Pencuri???"
INI NAOMI WOE!!

Ada 'O' nya
Makin gak jelas aja nih penulisnya"


Protes mulu..
Ngapain sih kesini?


"Ya habisnya lo gak jelas"

Gak jelas gimana?

IMG-20190807-115626.jpg


Warna rambutnya sama kan.


"Iya juga. Tapi emang itu warnanya-"


Anggep aja gitu.


"Ya udahlah, langsung ke pertanyaan penting aja. Kapan nih gue balik ke cerita?"


Alah, percuma. Gak ada pembaca yang kangen sama lo juga.


"Iya sih...." :sendirian:


Udah, diem!!
Sekarang mau ngelanjutin yang tadi di cerita.
Kebiasaan orang Indonesia selanjutnya.

Entah kenapa, kebanyakan orang Indonesia itu suka minder, terutama sama orang bule. Iya enggak?
Orang Indonesia itu kebanyakan beranggapan kalau orang bule itu diatas mereka dan sebaliknya orang Indonesia dibawah orang bule.

Maksudnya gini,...
Orang Indonesia itu, dimanapun, kalau ngeliat bule jalan... Itu kayak ngeliat... Apa gitu..

Contohnya kalo lagi duduk, terus ada bule jalan, lewat di depan kita, kayak kitanya ngeliatin terus gitu. Terus nyenggol temen di sebelah sambil bisik-bisik 'Bule! Bule!' gitu.

Kayak ngeliat makhluk asing gitu.

'Jalan! Bulenya jalan!!'

Ya iyalah jalan. Kan punya kaki.

Kenapa sih?
Padahal kan sama-sama manusia.

Kalo ngeliat temen lewat gitu, gak pernah kan kayak misal,.. 'Itu si Tedi jalan'. Kan enggak kan.
Tapi kalo ngeliat bule kayak terkesima gitu. 'Wow, bule...'

Dan yang lebih menyedihkan lagi, kalo ada orang yang minta foto bareng bule.
Itu apa'an sih!! Itu kan orang biasa juga. Mungkin bulenya juga bingung,..

'Memang saya ini siapa?'
'Kenapa anda minta foto??'
'Kasih tahu dimana si Pitung'

Eh, yang terakhir enggak deh kayaknya.

Jadi mungkin kalo ada hantu luar negeri ke Indonesia, mungkin gak akan takut.
Drakula gitu misalnya dateng kan. Malah dimintain foto. Drakulanya ngambek malah main sinetron.


Okelah, mungkin segitu aja.




Makasih
• TTD H4N53N


"Catatan penulis macam apa ini??"


Makasih
• TTD H4N53N & Adrian


"Nah, gitu dong"


BTW, makasih sama @aesthetics a.k.a mas Rio atas ijinnya ya
Gimana? Sesuai janji kan,...
Iya, emang gitu doang..

Gak akan saya rusak kok karakter dari Rio. Gak kayak...
Dan yang paling penting, saya udah ijin lho ya. Gak kayak...

"Sindir aja teroooss....."
 
Terakhir diubah:
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Kena tiang jadi ngambek kaga apdet dasar abang ade pecinta mang ujang ehehe
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd