Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Finding Reality ACT II

Bilangnya suka bajak laut tapi ada flashback di dalem flashback yg di flashback lagi. Itu kan seperti....
Alias kangen si esge nih kak ads
 
Anin yg masih GREY

Anin apa Gre??
Yang jelas dooonngg...
mimisan dedekbawah

WOI!!!!
Tapi sikampret ads ini masih memiliki obsesi untuk menikahi greshan gak huu(?) Ehehe...

Poligami??
Hmm,... Gimana ya
Tanya langsung aja deh,.. Gimana, Dri??

"Poligami itu berat, kalian gak akan kuat. Biar aku saja"
Ngeten :thumbup:thumbup pun

Makaseeehh...
Abis liat Shani di Shanghai nih langsung "Cek cek e'hem"

Hmm
Coba shani di ewe sama barongsai.

Barongsai??
Jadi keinget, dulu ada yang pernah ngatain Adrian barongsai (hanya sebagian orang aja yang tau)

Alias

Bentol!!!
One shot Kak Ve mana??
One shot YonYon mana??
Harus dijejelin obat perangsang dulu hu
Alias update bgzt

Situ sih sendiri gak pernah update lagi
Kena tiang jadi ngambek kaga apdet dasar abang ade pecinta mang ujang ehehe

Tiga pertandingan dapet pinalti terus tapi gak bisa menang,...
Huft~

Alias

Kan lagi di goa
Susah sinyal, gak bisa update (alasan cerdas) :pandaketawa:
Kgn greshan masa...

Kgn greshan doang??
Njerit jerit nanti shaninya suhu 😂

Udah woi!!
Klo udah ada balasan Tanda" update nich

Sok tahu
Wado, Eno dan Kak Ads gak ada bedanya ternyata :marah:

Ada kok bedanya
Lebih ganteng si...

Gak jadi deh, nanti dianya kegeeran
Updatenya bareng Black Clover nanti donk Mas BOY:D

Males
Fix ada bau bawang di sini :)

Heh?!
Bilangnya suka bajak laut tapi ada flashback di dalem flashback yg di flashback lagi. Itu kan seperti....
Alias kangen si esge nih kak ads

Karena itu adalah jalan bajak laut ku
kangen gege.. kangen-kangen-kangen😣

Jangan ngangenin pacar orang
Ku rindu shani ku rindu:((

Jangan rindu sama tunangan orang
 
Part 24: onE



BRAAAKK!!!

Aku masih saja melampiaskan emosi dengan cara merusak barang-barang di apartemenku sendiri. Seperti melemparkan barang-barang yang ada didekatku, membanting lampu lantai atau membalikkan meja.

Tentu bukan tanpa alasan aku emosi seperti saat ini. Ini karena beberapa hari yang lalu,...
.
.
.
.
.
.
.
.
**Flashback Di Dalam *Flashback (Lagi? Ini cerita maunya gimana sih??)

Dengan cepat langsung kutahan pintu mall yang akan tertutup tersebut sebelum membentur gadis itu.
Memang orang-orang terkadang tidak terlalu memperhatikan tentang hal kecil seperti ini. Tidak hanya di Indonesia, tapi dibelahan dunia manapun mungkin.
Mereka membuka pintu mall lalu masuk kedalam mall begitu saja, tanpa memperhatikan di belakang mereka ada orang atau tidak. Ini kan bukan pintu otomatis, jika orang di belakang mereka tidak terlalu memperhatikan juga dan akhirnya menabrak pintu tadi... Itu kan berbahaya.
Apalagi kebanyakan orang sekarang terlalu sibuk dengan HP mereka masing-masing.

"Eh?! Eno?" ucap gadis itu.

"Eh?! Ternyata lo, Vi?" balasku.

IMG-20190810-093816.jpg


Ternyata gadis yang hampir tertabrak pintu mall tadi adalah Vivi.
Apa ini balasan karena baru saja aku berniat melakukan hal baik? Dengan bertemu Vivi disini.
Tunggu sebentar, apa hubungannya.

"Tau gitu gak gue tahan tadi pintunya" tambahku bermaksud bercanda.

"Yee,... Sialan lo!!" sahut Vivi.

"Sama-sama" sahutku menyindir.

"Iya-iya, makasih" ucap Vivi dengan tersenyum terlebih dahulu. Tapi itu seperti senyum yang tidak ikhlas.

"Makanya, jangan main HP mulu" nasihatku sambil mulai berjalan karena baru sadar kalau daritadi kami ada di depan pintu mall yang kemudian Vivi mengikutiku. "Sendirian aja?" tanyaku kemudian.

"Iya, nih.. Adit dari kemaren gak bisa dihubungin" jawab Vivi.

Ah, berarti yang kulihat kemarin itu benar.
Apa aku harus memberitahu Vivi soal ini?

"Kok diem? Lo tahu sesuatu?" tanya Vivi curiga.

"Ah, enggak!!" elakku.

Mungkin lebih baik tidak kuceritakan saja kalau kemarin aku sempat melihat Adit dengan gadis lain.
Awalnya aku tidak curiga, 'mungkin mirip' begitu pikirku. Tapi setelah kuperhatikan lagi, jelas kalau itu Adit. Dan gadisnya,... Itu jelas bukan Vivi, karena gadis itu tinggi semampai seperti seorang model. Sedangkan Vivi kan pendek.
Ditambah juga, Adit yang kemudian menyadari keberadaanku langsung tersenyum seperti tidak memiliki dosa lalu memberiku isyarat agar aku 'diam'.

Yah,.. lebih baik mungkin tidak kuberitahu saja. Mungkin hanya karena aku tidak mau melihat Vivi bersedih.
Mungkin hanya karena aku tidak ingin melihat orang yang kusayang bersedih. Maksudku teman.
Kita sayang pada teman kita kan pastinya. Ya, aku tidak ingin melihat temanku bersedih. Mungkin.

"Ini ngomong-ngomong kenapa lo ngikutin gue ya?" tanya Vivi tiba-tiba.

Huh?!
Perasaan gue yang didepan deh, batinku.

"Yang ngikutin siapa ya?" balasku menyindir karena sebenarnya aku yang berjalan di depan Vivi.

"Ya itu karna langkah lo lebih panjang aja" balas Vivi tak mau kalah.

Lalu kuputuskan untuk melambatkan langkah kakiku.

"Mau lo gini?" tanyaku sambil sedikit tersenyum saat aku sudah mulai berjalan disampingnya.

Pipi Vivi langsung merona merah saat kutanya seperti itu.

Sekalian saja, batinku.

"Mau sekalian gandengan gak nih?" tambahku semakin menggodanya yang langsung dibalas dengan ekspresi seakan mau marah tapi terkesan lucu bagiku.
.
.
.
"Mau ngapain lagi?" tanya Vivi saat memasuki sebuah toko. "Masih ngikutin gue aja"

"Huh?! Gue emang mau kesini juga kok" balasku beralasan. Padahal sebenarnya aku sendiri lupa dengan tujuan awalku ke mall ini mau apa. Saat tidak sengaja bertemu dengan Vivi tadi, tiba-tiba pikiranku kosong beberapa saat.

"Emang sekarang lo pake kacamata?" tanya Vivi tiba-tiba.

Lalu aku melihat toko itu. Iya, itu memang toko kacamata.

Untung toko kacamata, kalo toko yang lain kan bisa bahaya, batinku.

"Ee..." aku bingung harus menjawab apa. "Bukan buat gue" balasku kemudian.

"Trus buat siapa? Naomi?" tanya Vivi lagi.

Naomi?
Oh, Shinta.

"Bukan" jawabku cepat.

Aku tidak ingin membahas soal itu. Bukan karena apa, tapi sudah beberapa hari ini aku dan Shinta tidak saling berkomunikasi. Sepertinya dia menghindariku.

"Hei!! Malah ngelamun" ucap Vivi menyadarkanku. "Ngelamunin apa sih?"

"Ngelamunin lo" jawabku cepat yang seketika langsung sukses membuat pipi Vivi memerah lagi.

1 detik.

2 detik.

3 detik.

4 detik.

"Bercanda kali" sahutku menyadarkan Vivi. "Ya kali gue ngelamunin pacar orang" tambahku.

"Ee... Te..Terus.... B.." ucapan Vivi terbata-bata, kemudian dia menggeleng-gelengkan kepalanya sendiri. "Buat siapa kacamatanya?" tanya Vivi lagi.

"Pengen tahu banget sih" balasku.

"Tinggal jawab kenapa sih" rajuk Vivi.

"Adek gue" jawabku asal bermaksud agar Vivi tidak bertanya lagi. Tapi sepertinya jawabanku itu salah, karena...

"Eh?! Lo punya adek? Cewek cowok?" Vivi malah kembali bertanya dengan pertanyaan beruntun.

"Udah ah.." balasku lalu berjalan melewatinya menghindari pertanyannya.

"Atau jangan-jangan adek ketemu gede ya?" tanya Vivi lagi.

Huh?!!
.
.
.
.
.
Udah terlanjur disini, udah ngomong kayak gitu juga ke Vivi.
Sekalian gue beliin beneran deh, batinku.

"Kira-kira dia suka yang model gimana ya?" gumamku.

"Gimana? Jadi mau beli yang mana lo?" tanya Vivi tiba-tiba.

"Gak tau..." jawabku singkat.

"Harusnya adek lo itu diajak. Biar gak ribet" ucap Vivi menasehati. "Adek lo itu matanya minus atau plus? Terus kalo minus, minus berapa? Kalo plus, plus berapa? Atau silinder?" tambahnya kemudian memberikan pertanyaan beruntun.

"Gak tau. Kayanya normal sih matanya" balasku bingung.

"Gimana sih?" Vivi juga ikut kebingungan.

"Yang gue tau, dia pake kacamata. Gitu doang" balasku lagi. "Gue gak tau, itu dia pake buat gaya-gayaan doang atau gimana"

"Beneran adek lo bukan sih?" Vivi mulai sedikit emosi.

"Beneran adek gue kok" balasku.

"Cowok apa cewek?" tanya Vivi kemudian.

"Cowok" jawabku singkat.

"Mirip lo gitu mukanya?" tanyanya lagi.

"Ya beda lah, gantengan gue" jawabku penuh kepercayaan diri. "Dia cuma dapet sisa"

Padahal sebenarnya aku tidak yakin juga, karena orang tua kami sering menceritakan kalau,...

"Oh,... Berarti dia gak ngeselin kayak lo gini ya" balas Vivi datar.

Aku hanya memasang ekspresi datar menanggapinya.

"Cobain yang ini" perintah Vivi kemudian sambil menyodorkan sebuah kacamata padaku. "Sekarang kita anggep aja, adek lo itu mukanya mirip sama lo"

Aku langsung menerima kacamata itu dan memakainya, kemudian baru aku bercermin pada cermin yang ada di toko tersebut.

"Yah,... Lumayan lah" gumamku berpendapat. "Kalo menurut lo gimana?" tanyaku kemudian meminta pendapat Vivi.

Tapi yang kudapati malah Vivi yang memalingkan wajahnya.

Kenapa nih cewek?, batinku.

"Menurut lo gimana?" tanyaku lagi.

"Pi...Pilihan gue pasti bagus lah" jawab Vivi akhirnya.

"Ya udah, gue ambil yang ini aja" ucapku memastikan.

"Seriusan?" tanya Vivi tiba-tiba yang kutanggapi hanya dengan anggukan kepala.

Orang sebenernya gue beli kacamata ini buat alesan aja kok, batinku.

"Oh iya, kalo menurut lo, gue cocok gak pake kacamata?" tanyaku kemudian.

"Gak. Jelek lo" jawab Vivi cepat tanpa pikir panjang.

"Oh, berarti kalo sekarang gue ganteng dong" tanggapku santai.

"Ee..." sekarang Vivi terlihat kebingungan ingin menjawab apa. "Oh iya, lo mau liat kacamata yang gue beli gak?" tawar Vivi tiba-tiba.

Ingin mencoba mengalihkan pembicaraan dia?
Hmm.. Jangan pikir aku akan tertip-

Tunggu sebentar.
Jika dipikir lagi, melihat Vivi berkacamata, pasti menyenangkan.
Jadi...

"Boleh? Coba liat, sekalian coba lo pake" pintaku kemudian.

Dengan cepat Vivi langsung memakai kacamata tersebut.
Dan hasilnya,...

IMG-20190911-122508-1.jpg


*bagi yang tahu, ini foto aslinya kayak gimana,... Diem-diem aja ya*

Gila......
Cantik banget..!!!

"Gi..Gimana?" tanya Vivi kemudian meminta pendapatku.

"Kok lucu sih..." jawabku. "Kalo bukan pacarnya orang, udah gue pacarin kali lo, Vi.. Gemes gue"

"A...APA'AN SIIIHH!!!" balas Vivi berteriak.

"Gak usah teriak kali" balasku setengah panik karena setelah Vivi berteriak tadi, orang-orang disekitar kami langsung menengok kearah kami.

"Ya... Ha..Habisnya lo..." Vivi membalas dengan pipi merona merah yang membuatnya semakin terlihat lucu dan menggemaskan.

"Tapi kayaknya kacamata lo itu nanti bakalan patah deh" celetukku.

"Jangan doain yang jelek-jelek dong" rajuk Vivi.

"Gue bukan doain, tapi itu... Apa yang bilangnya... Feeling" balasku. "Feeling gue aja"

"Feeling?"

"Ya kayak semacam, intuisi, firasat, terus.."

"Insting?" sahut Vivi.

"Ya... terserah lo sih mau nyebutnya apa" balasku.

"Kayak hewan liar ya, pake 'insting' segala" ledek Vivi kemudian.

Terserahlah, batinku.

"Udah lah. Sekarang ke kasir aja yuk, bayar" ajakku kemudian.
.
.
.
"Eh, gue bayar sendiri aja, No" sahut Vivi saat aku hendak membayarkan kacamatanya juga.

"Udah gapapa, gue ada kok" balasku.

"Tapi.."

"Anggep aja sebagai rasa terimakasih gue soalnya lo udah bantu milihin kacamatanya juga" tambahku.

"Hmm... Iya deh" ucap Vivi akhirnya. "Lumayan juga. Sering-sering ya, No"

"Apanya nih? Jalan bareng gue?" tanyaku menggodanya.

"Yee.... PD banget lo" balas Vivi ketus.

Kemudian aku membayar pada kasir, setelah itu kami keluar dari toko tersebut.

"Dan sebagai rasa terimakasih gue juga, lo udah ngasih liat muka gemesin lo pas pake kacamata" gumamku pelan.

"Kenapa?" tanya Vivi tiba-tiba.

"Enggak. Cuma... Daripada lo buang-buang uang. Tadi kan udah gue bilang, kacamata lo itu bakal patah, mendingan lo simpen aja uang lo buat beli kacamata yang lain" jawabku beralasan.

Gila. Gue ngasih alesan bisa sedetail itu ya, batinku.

"Sialan lo!" balas Vivi dengan gerakan seperti ingin memukulku, tapi ternyata tidak jadi.

"Lagian kalo kacamata ini rusak, pasti gue benerin kok" gumam Vivi pelan. "Soalnya dibeliin sama orang yang..."

"Ngomong-ngomong lo sendiri kenapa beli kacamata?" tanyaku kemudian menyahuti Vivi yang belum selesai bergumam.

"Mata gue kan emang silinder dari dulu, tapi biasanya gue pake softlens" jawab Vivi. "Tapi karena mata gue iritasi, jadi gak bisa pake softlens dulu. Mau pake kacamata lama gue, eh ternyata silinder gue nambah. Dulu 3, tapi sekarang udah 4.5 jadinya gue harus beli kacamata baru deh" terang Vivi panjang lebar.

"Makan yuk!" ajakku kemudian. "Dengerin penjelasan lo jadi laper gue"

"Eh?! Tapi gue gak-"

"Gak laper?" tanyaku langsung.

Kruyuk~

"Boong banget... Itu perut lo bunyi" sahutku meledek.

"Bukan!! Bukan itu! Iya, gue laper" balas Vivi. "Tapi masalahnya uang gue ngepas. Jadi,..."

"Kan gue yang ngajakin, ya gue bayarin lah. Lo tenang aja" balasku cuek. "Yuk!" ajakku lagi yang kembali berjalan.

"Tapi-"

"Tadi katanya minta 'sering-sering' " balasku lagi tanpa menoleh ke arahnya.
.
.
.
.
.
"Mbak, itu makanan jangan dianggurin aja dong. Gak enak lho dianggurin" ucapku menasehati gadis di depanku yang tengah sibuk bermain dengan HP-nya, membiarkan begitu saja makanan di hadapannya. "Dimakan dong.. Dihabisin. Biar yang beliin ini seneng, gak sia-sia jadinya" sindirku lagi.

Tapi Vivi masih saja sibuk sendiri dengan HP-nya.

"Hei..." aku mengambil HP Vivi dari tangannya kemudian meletakkannya di meja. "Makan dulu" ucapku sebelum Vivi protes.

"Iya, iya" jawab Vivi akhirnya. "Nih, dimakan nih"

"Iya. Gitu dong" balasku. "Kamu harus makan biar gak sakit, aku jadi sedih nanti kalo kamu sakit" tambahku menggodanya.

"Ngomong lagi, gue gampar lo ya" ancam Vivi. "Mendingan lo makan juga gih"

"Oke. Siap, Sayang" balasku yang langsung dibalas dengan ekspresi kesal dari Vivi dengan mata yang melotot.
.
.
.
"Ngomong-ngomong lo sama Naomi gimana?" tanya Vivi tiba-tiba.

Aku diam tanpa menanggapinya.

"No.." panggil Vivi.

Aku masih diam tanpa menanggapinya.

"No..." panggil Vivi lagi.

Aku masih diam dan masih tanpa menanggapinya juga.

"Kalo lo masih diem aja, gue gampar lo ya" ancam Vivi kemudian.

"Gimana sih? Tadi gue ngomong diancem mau digampar, sekarang gue diem, diancem mau digampar juga" protesku sambil kebingungan. "Mau lo apa sih?" tanyaku kemudian.

"Lo ama Naomi gimana?" tanya Vivi lagi tanpa menanggapi protesku.

"Ngapain sih lo pengen tahu aja hubungan orang" balasku malas. "Mendingan bahas soal kita"

"Apa'an sih lo!" balas Vivi ketus. "Lo itu gimana sih, padahal kan enak kalo punya pasangan. Apalagi kalo punya pasangan kayak Adit yang,..."

Perkataan Vivi berikutnya sepertinya tidak perlu untuk ditulis. Itu hanya berisi pujian-pujiannya pada Adit. Si Pasangan Sempurna menurutnya.
Sepertinya Vivi benar-benar tidak tahu Adit yang sebenarnya seperti apa. Adit belum berubah.
Tapi Vivi, dia terlihat senang saat membicarakan Adit. Dan aku, aku mulai muak mendengarnya.

"Hmm... Gue beruntung banget... Makanya lo itu gue kenalin ke Naomi, biar kalo kita lagi ngumpul, lo gak cemburu soalnya gak punya pasangannya" tambah Vivi kemudian.

"Gue? Cemburu?" tanyaku. "Lo kali tuh yang cemburu. Cemburu sama HP-nya Adit" sindirku kemudian.

"Maksud lo?"

"Tiap kali ngumpul, dia selalu sibuk sendiri sama HP-nya kan. Chatingan sama siapa sih? Sama cewek mana? Selingkuhannya ada berapa sekarang?" sindirku lagi.

"Lo jangan sembarangan ya, Adit gak kayak gitu!! Kan gue udah bilang tadi, dia udah berubah!" bantah Vivi.

"Berubah?" tanyaku. "Asal lo tau ya, Vi. Kemaren gue ngeliat Adit jalan sama cewek lain. Mesra. Gandengan tangan, rangkulan, pelukan juga"

Akhirnya aku mengatakannya juga pada Vivi. Tapi hasilnya,...

"Lo jangan asal ngomong ya!! Jangan asal nuduh! A..Ad...Adit gak kayak gitu!" Vivi masih berusaha membantah dan membela Adit, tapi dia juga terdengar ragu akan ucapannya sendiri.

"Bahkan gue juga liat mereka ci..."

Aku tidak melanjutkan kalimatku. Kurasa itu sudah cukup. Sudah cukup aku mengatakan semuanya, karena sekarang,... Aku melihat mata Vivi berkaca-kaca, kemudian dia juga terlihat seperti akan...

Jangan.
Jangan nangis, Vi.
Jangan nangis.
Gue cuma mau ngelindungin lo.
Jangan nangis buat Adit.
Jangan sia-siain air mata lo cuma buat nangisin cowok kayak Adit, batinku.

Aku sendiri sebenarnya juga tahu kalau Vivi sebenarnya hampir percaya padaku. Tapi dia tetap ingin membantahnya, dia tetap berusaha untuk percaya pada Adit, kekasihnya.

"Emang lo punya bukti...?" tanya Vivi dengan suara bergetar.

Baik. Itu sudah cukup.
Sudah cukup aku melihatnya seperti ini.

"Gue minta maaf" ucapku akhirnya.

Aku meminta maaf. Bukan karena diriku menyesal telah membicarakan hal buruk tentang Adit di depan Vivi.
Tapi aku meminta maaf karena aku tidak memiliki bukti tentang hal tersebut. Aku tidak sempat mengambil bukti.
Aku meminta maaf karena tidak meyakinkan Vivi dengan lebih keras lagi.

"Mungkin.. Mungkin gue cuma salah liat, maafin gue ya" ucapku lagi. Kali ini dengan sebuah kebohongan. Akhirnya aku malah berbohong pada Vivi.

"Gue sayang sama Adit, gue cinta sama Adit. Gue pengen selamanya sama Adit" ucap Vivi tiba-tiba. "Gue percaya sama Adit"

Dan gue,... Gue gak tau lagi harus ngomong apa, Vi.
Kalo lo udah kayak gini, gue gak tau lagi, batinku.

"Gue mau pulang" ucap Vivi yang kemudian pergi meninggalkanku sendiri.
.
.
.
.
.
.
.
Merusak barang-barang?
Tindakanku ini memang seperti orang bodoh.
Tapi,... Alasanku hanya,... Aku hanya tidak ingin Vivi merasa sedih. Itu saja. Ya, itu saja. Mungkin.

"Kenapa lo gak bisa sadar sih, Vi" gumamku. "Orang-orang emang bilang kalo 'cinta itu buta', tapi lo terlalu buta, Vi"

Huh~
Aku menghela nafas.

Mengingat-ingat kembali kejadian itu, membuat emosiku mulai kembali muncul.
Kuambil gitar yang berada di sampingku.
Bukan. Aku tidak akan bernyanyi-nyanyi seperti anak cengeng yang meluapkan emosinya dengan bernyanyi-nyanyi tidak jelas.

Kuangkat gitarku itu tinggi-tinggi, dan kemudian kuarahkan ke lantai sampai...

TING~

Gerakanku terhenti tepat sebelum gitarku menyentuh lantai karena aku mendengar HP-ku berbunyi.

Itu menandakan ada pesan masuk.

Tapi dari siapa?
Shinta? Jika iya, mungkin aku bisa memintanya untuk bertemu dan melampiaskan emosiku padanya.
Atau jangan-jangan Vivi? (Ngarep)

Kucari HP-ku yang tadi juga sempat kulempar. Setelah ketemu, langsung kulihat layar HP-ku. Bukan. Bukan keduanya. Bukan Shinta. Bukan juga Vivi. Tapi...

Aku membaca isi pesan darinya.

"Aku udah umumin"


Sebuah janji terbentang di langit biru~


Tiba-tiba dia menelfon. Orang yang sama yang baru saja mengirimiku pesan tadi.

Aku langsung mengangkat panggilan telefon darinya, kami bercakap sebentar. Dan entah kenapa, mendengar suara darinya, itu bisa membuat mood-ku yang tadinya uring-uringan tiba-tiba berubah menjadi tenang kembali.

Inti dari percakapan kami?
Inti dari percakapan kami adalah, dia sudah mengumumkan 'sesuatu' kepada para penggemarnya, tapi belum bisa benar-benar 'keluar' dari sana karena masih harus melakukan 2 hal.
Yang pertama adalah, 'Upacara Kelulusan'nya bulan depan. Dan yang kedua, 'Pertunjukkan Terakhir' yang akan diadakan dua bulan lagi.

Tapi aku tidak berjanji padanya kalau aku akan datang. Karena aku merasa kalau sepertinya aku tidak akan lama lagi berada di negara ini.
Untungnya dia memakluminya.

"Kenapa cuma sebentar sih" gumamku saat sambungan telefon itu berakhir.

Sebenarnya cukup lama sih kami berbicara di telefon tadi, tapi tetap saja terasa singkat bagiku karena aku masih ingin berlama-lama berbicara dengannya.
Aku sebenarnya juga ingin menemuinya, tapi sepertinya dia sangat sibuk akhir-akhir ini.

Daripada terus menerus ditelan rindu karena memikirkannya, lebih baik sekarang aku merapikan apartemenku sendiri.
.
.
.
Selesai merapikan apartemenku, tiba-tiba HP-ku kembali berbunyi menandakan ada panggilan masuk lagi.

Aku langsung mengangkatnya tanpa melihat siapa yang menelfon karena aku yakin kalau itu dia.

"Holaa~" sapaku menirukan kebiasaannya saat menyapa. "Masih kangen ya" tambahku kemudian.

"Apa'an sih lo!!" balasnya dengan nada ketus.

Tunggu sebentar.
Ini bukan suara...

Aku melihat layar HP-ku sejenak, dan ternyata yang menelfon adalah,...

IMG-20180808-162023.jpg


"Vivi?!"


Bersambung.jpg


-Bersambung-
 
Terakhir diubah:
Catatan Penulis:


"One?
Oh... Dibalik. Oke"


Udah, itu gak penting. Sekarang catatan penulisnya.
Bahas tentang apa ya?


"Ibukota yang dipindah!!!"


Hmm,... Boleh deh

Ibukota pindah ke Kalimantan.
Terus idol ibukota juga bakal pindah ke Kalimantan(?)

Ya enggak dong

Yang pindah kan pemerintahannya. Pusat pemerintahan negaranya. Pusat politiknya, bukan pusat indrustri hiburannya.

Amerika ibukotanya di Washington DC
Tapi Hollywood itu ada di Los Angeles, California

Sister grupnya aja ada di Akibahara kan, bukan di Tokyo

Jadi,... Intinya...
Ngapain sih saya ngetik ginian??

Udah agak basi ya bahas ini.
Ya udahlah ya.
Bodo amat.


Makasih
• TTD H4N53N & Adrian
 
Terakhir diubah:
Janji Lungo Mung Sedelo
Jare Sewulan Ra Ono
Lali Opo Pancen Nglali
Yen Eling Mbok Enggal Bali:((:((
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd