Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Finding Reality ACT II

Wah,.. Sama.. Sama
Saya juga sering gitu
(Padahal update juga jarang :pandaketawa: :pandaketawa: )
selaw selaw
masih menunggu Adrian yg keluar ini

btw milih mana hu
"Will you be my hero?"
ato
"This is Sumini"
hahahaha
 
Wah ipuyyyy

Hmm... Ipuy, hehe
Aku mah ikut aja ama ceritanya 🤣

Sip
Ccuuuk yg terakhir Sapa yaaa???

🤔🤔🤔🤔🤔🤔

Siapa yaa...
sepertinya flashback dalam flashback yang di-flashback-kan.,

Apa'an coba
Ini flashback masih ada berapa episode? ada filler juga tidak?:kretek:

Filler?
Gak deh kayaknya
Tapi sempet kepikiran buat bikin prekuel
Nyeritain Adrian, Manda, Shania, sama Shani(?)

Kalo ditanya flashback masih ada berapa episode,... Masih ada 131 lagi
Enggak deng bercanda...
Tinggal nyeritain soal mahyon doang kok..
Sudahlah, dinikmati saja
Yang ditunggu tunggu akhirnya datang. Ipuyyyy uwu.:aduh::aduh:


Asik niih ghoib kalah, duo merah 3 point. Apded sabi kali huu ehehe.

*walopun yg satunya pk doang wkwkwk
#keluargoaday

Bercanda, Yupi gak diapa-apain sama Eno kok
Gak tau kalo sama Adrian(?)

Alias

Update bukan karena 3 poin ya, tapi karena sudah ada asupan sumini pict
Uhhh kangen gracia :bacol:

Kangen apa nafsu?
selaw selaw
masih menunggu Adrian yg keluar ini

btw milih mana hu
"Will you be my hero?"
ato
"This is Sumini"
hahahaha
Aduh!!
Udah ditanyain aja, mana belum nyiapin jawaban lagi
Shinta emang dasarnya sangean nih, di blackmail pun sepertinya menikmati :kretek:
Hmm
Hehe ipuy hehe
Ntar ngewenya sambil bikin vlog sama cowonya
Eh 🙊🙉🙈🏃‍♂️
Waduh...



*Mencoba Mengalihkan Pembicaraan*

PS Tira vs Persib kemaren rusuh ya?

Terus bagaimanakah reaksi PSSI?

Ya jelas seneng dong, kan nanti bisa jatuhin sanksi/denda. Dapet duit lagi :pandajahat: :pandaketawa: :pandajahat: :pandaketawa:





Teori konspirasi terbaru:

36748644-924978651042459-7542828072110653440-o.jpg


Hehehe :pandaketawa: :pandaketawa:

Enggak enggak bercanda
Kan maksudnya cuma kumpulan member dan ex-member yang yang rambutnya diwarnain

Tapi,... Julie tagline nya apa?
Surat?
Hmm....(?)
 
Udah ya, gak usah dibahas lagi..
Panjang nanti


Gak lah, dari jaman 'Nyariin Gracia' juga sering kok bahas-bahas bola atau One Piece, aman-aman aja


Ada kok updatenya
Cari aja


Luis Milla juga gak bagus-bagus amat kok (menurut saya)
Kenapa? Karena banyak 'pemain titipan'...

Tahu gak maksudnya?

Alias

Lah, ngapain saya masih bahas ya


Hmm... Make sense


Bukan gak kuat ngegaji, tapi Luis Milla gak bisa 'bebas' milih pemain


Emang iya? Masa?

Alias

Tunggu di part selanjutnya ya


Oalah...


Wah,.. Sama.. Sama
Saya juga sering gitu
(Padahal update juga jarang :pandaketawa: :pandaketawa: )


Teori konspirasi macam apa ini?

Sembarangan!!
Masih rapet kok, kemaren baru aja saya- *eh gimana?



Bonus 'Teori Konspirasi' yang lain

P-20190913-200905.jpg


Hmm...

Jadi,....

Terus...

P-20190910-175457.jpg


Apakah ada hubungannya juga...(?)
Hehehe...
Atau...
69828627-386837882236107-8847022750799157640-n.jpg
yg natalia boleh tu om jdiin 1 cerita aja
 
Udah ya, gak usah dibahas lagi..
Panjang nanti


Gak lah, dari jaman 'Nyariin Gracia' juga sering kok bahas-bahas bola atau One Piece, aman-aman aja


Ada kok updatenya
Cari aja


Luis Milla juga gak bagus-bagus amat kok (menurut saya)
Kenapa? Karena banyak 'pemain titipan'...

Tahu gak maksudnya?

Alias

Lah, ngapain saya masih bahas ya


Hmm... Make sense


Bukan gak kuat ngegaji, tapi Luis Milla gak bisa 'bebas' milih pemain


Emang iya? Masa?

Alias

Tunggu di part selanjutnya ya


Oalah...


Wah,.. Sama.. Sama
Saya juga sering gitu
(Padahal update juga jarang :pandaketawa: :pandaketawa: )


Teori konspirasi macam apa ini?

Sembarangan!!
Masih rapet kok, kemaren baru aja saya- *eh gimana?



Bonus 'Teori Konspirasi' yang lain

P-20190913-200905.jpg


Hmm...

Jadi,....

Terus...

P-20190910-175457.jpg


Apakah ada hubungannya juga...(?)
Hehehe...
Atau...
69828627-386837882236107-8847022750799157640-n.jpg
Hmmm syudah owe duga ini yang spoiler2 beginian ujung2nya pasti ngeselin deh. tau nya bener aja yang terkahir itu gak diduga.:bata:
 
yg natalia boleh tu om jdiin 1 cerita aja

:bingung:
Lanjutkan huu

Udah lanjut kok
Dua" nya dong hahaha

:kacamata:
Dikira VE yg telpon

Tapi VI yg telpon

Huh?!!
Gak kebayang kalo punya pembantu kyk sumini 🤤🤤🤤 bisa sagne tiap hari

Bisa hancur rumah tangga orang kalo pembantunya kayak Sumini :jimat:
Hmmm syudah owe duga ini yang spoiler2 beginian ujung2nya pasti ngeselin deh. tau nya bener aja yang terkahir itu gak diduga.:bata:

Oh..
Atau mau yang ini?

IMG-20190916-090820.jpg
Akihabara di tokyo mas
Iya sih

Alias

Bodoamatlah, bukan urusan gue ini
 
King of forum fiksi:
- Jono

4 Kaisar:
- Rio
- Leon
- Rehan
- Yovie

Worst Generation:
- Benji
- Sagha
- Dimas
- Tama
- Yusa
- Senpai
- Dodo
- Adrian
- Dino
- Alfiansyah
- Ivan

wah ini kok Kak Al kebabawa yah, tau apa dia soal cewek mah
 
Frieska? ada apa emang dengan dia? ya itu sih seterah anda, orang cerita lu yang buat bre

Kalo Dhike?
wah ini kok Kak Al kebabawa yah, tau apa dia soal cewek mah

Iyain aja deh :ngupil:
Lah dah update lagi ternyata..... tp kok masih eno aja....

Emang kenapa?
bangke bangke bangke, @H4n53n bangkeeeee:aduh:

Apa'an?!
Udh jangan lama-lama atuh buru update

Baru juga kemaren update
Udah ditagih lagi
 
Bimabet
Part 26: YOur NAme


Lah, emangnya Kimi Him- Kimi no Nawa?


IMG-20180720-143101.jpg

.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Akankah di malam ini
Kau tak bicara padaku~
Ku tak tahu, akan sulit
Saat ku sendirian, kau sangat ku rindukan~


Akankah di malam ini
Kau mau jadi temanku~
Hari indah,... hari yang cerah....
Saat ku rindu kau~~


Malam ini ku terpuruk"


Setelah selesai bernyanyi, Vivi langsung kembali duduk di sebelahku.


Maksud dia apa sih?
Kenapa dia menyanyikan lagu tersebut sambil menatap ke arahku terus menerus?


"Haaahh... Capek juga ya.." keluh Vivi kemudian. "Padahal gue biasanya nyanyi sambil nari lho" tambahnya kemudian.


"Ya lo sih, nyanyinya sambil curhat" sahutku menyindir.


"Maksud lo..?" balas Vivi dengan melotot. "Udah sana! Giliran lo tuh" perintahnya kemudian.


"Ya udah iya, gue nyanyi dulu ya" ijinku kemudian.


F C Am G
F C Am G


"Jangan fikir kau yang terhebat
Karna kau yang paling menyedihkan~
Saat kau memprofokasiku
Saat itu ku bersenang-senang~ (AWW!!)


Harta, kekuasaan dan ketenaran
Jika kau kejar, kau jatuh dan terluka~
Meskipun yang baik itu cinta dan teman
Tapi bisa menyerang dari belakang~"
.
.
.
.
.
Jadi... Begitulah.
Begitulah bagaimana Vivi akhirnya bersamaku sekarang. Semenjak Vivi memutuskan hubungannya dengan Adit, dia terus menerus menghubungiku untuk menemaninya melewati hari-hari 'bahagia'nya setelah putus dari Adit. Kalau boleh jujur, sebenarnya dia ini masih sedang bersedih bukan bahagia, dia memintaku untuk menemaninya melewati kesedihannya saja.


Asal kalo udah gak sedih, jangan lupa aja sama siapa yang nemenin dia selama sedih, batinku.


Dan kalau boleh jujur lagi, sebenarnya aku malas menemaninya. Aku juga punya kehidupan, aku masih punya kegiatan lain untuk dikerjakan.
Tapi ini bukan sepenuhnya salah Vivi juga, karna sebenarnya aku sendiri yang menawarkan diri. Jadi,...
.
.
.
.
.
.
.
.
Sehari setelah aku dan Vivi melihat dengan jelas bagaimana Adit 'yang sebenarnya', keesokannya, pagi-pagi sekali, jam 10. Itu masih pagi menurutku, karna hari itu hari minggu. Vivi menghubungiku, menelefonku, memintaku untuk datang ke kostannya.


Aku langsung saja berangkat meluncur kesana. Kali ini bukan karena ancaman darinya, melainkan karena saat dia menelefonku itu, suaranya terdengar seperti sedang menangis.


Yang ada di fikiranku cuma satu waktu itu, aku harus segera menemuinya, aku harus segera menemui Vivi.
Kenapa? Karena Vivi menangis, lalu menelefonku.
Intinya cuma satu. Vivi membutuhkanku untuk berada di sisinya.
.
.
.
.
.
Begitu sampai di depan kostannya, aku langsung disambut oleh si siluman kumis.


"Balik lagi, baru juga se-"


"Titip mobil" sahutku memotong sapaan basa basinya yang tidak penting.
.
.
.
"Vi..." panggilku sambil mengetuk-ngetuk pintu kamar kostnya.


"Hiks... Siapa?" balasnya.


Pake nanya lagi, batinku.


"Pangeran lo" jawabku bercanda.


"Pergi!!" usirnya tiba-tiba.


Malah ngusir?, batinku.


"Ini gue,... Eno" jawabku akhirnya.


"Masuk kalo gitu" balasnya kemudian.


Akhirnya, batinku.


Aku pun memutar gagang pintu kamar kostnya dan,...


"Ya, bukain dulu pintunya.." pintaku karena ternyata pintu ini masih terkunci.


Cukup lama aku menunggu Vivi membukakan pintu, dan aku baru teringat,..


"Kunci kamar lo ada di lantai" celetukku karena ku yakin kalau Vivi sedang mencari-cari kunci kamarnya yang dia kira masih berada di dalam tas miliknya.


Tak lama terdengar suara langkah kaki mendekat dari dalam dan juga terdengar suara orang membukakan pintu.


Begitu pintu terbuka, Vivi langsung memelukku dengan erat sambil menangis sesengukkan.


Basah deh baju gue, batinku.


"Huehuhuhhahihahih" ucap Vivi tak jelas karena dia membenamkan wajahnya tepat di depan dadaku.


"Huh?!"


"Huehuhuhhahihahih, No" ucap Vivi yang masih tak jelas. Yang jelas dari ucapannya hanya saat dia memanggilku, mengucapkan 'No'.


Karena sedikit kesal, aku kemudian menarik kepala Vivi, memegang kedua sisi wajahnya dan mendongakkannya menghadap ke wajahku.


"Ngomong yang jelas" ucapku.


Wajahnya itu entah kenapa tetap terlihat menggemaskan saat ini.


"Gue putus dari Adit" ucap Vivi akhirnya.


Syukurlah, batinku.


"Kita masuk dulu aja yuk" ajakku. "Gak enak nanti kalo diliat tetangga lo. Nanti malah dikiranya gue habis ngapa-ngapain lo lagi"


Vivi mengangguk pelan menanggapinya.
.
.
.
Begitu kami berada di dalam, Vivi kemudian mulai menceritakan bagaimana dia putus dari Adit.


Padahal gue gak nanya lho.
Bodoamat, yang penting sekarang Vivi gak pacaran sama Adit lagi. Itu doang yang penting. Masalah bagaimana dia putus, itu terserah, batinku.


"Awalnya gue mau ngajakin dia ketemuan di cafe atau di restoran gitu. Tapi gue bingung ngajakinnya gimana, dia kan gak bakalan angkat telfon dari gue. Mau gue putusin lewat telfon, alesannya sama.. Gak bakalan diangkat. Akhirnya gue putusin dia lewat chat aja" terang Vivi panjang lebar. "Meskipun gak langsunh dibaca, tapi p loasti nanti akhirnya bakal dibaca sama dia kan. Kalo telfon, sayang pulsa gue juga" tambahnya kemudian.


"Oh" tanggapku singkat.


"AAAAA.... Adit Bego!! Bego!!! Bego!!" teriak Vivi tiba-tiba sambil memukuliku.


"He.. Hei!!! Hei!! Gue bukan Adit!" aku berusaha menghentikan pukulan Vivi dengan menahan kedua tangannya.


Yang bikin nangis siapa, yang jadi pelampiasan siapa, batinku.


"Gue dateng kesini cuma mau lo jadiin samsak aja nih ceritanya?" protesku.


"Bukan" jawab Vivi yang kemudian melepaskan tangannya dariku. "Tapi ini.."


PLAK!!


"Huh??" aku kebingungan.


Ditampar, anjir..


"Apa sal-"


"Lo semalem pasti habis macem-macemin gue kan" tuduh Vivi tiba-tiba.


"Macem-macem gimana? Lo gak ada bukti" bantahku.


Kayaknya gue salah ngomong deh, batinku.


"Dan... Emang gue gak macem-macemin lo!!" bantahku lagi.


"Lo pasti curi-curi kesempatan pegang-pegang gue kan" tuduhnya.


"Kalo gue gak megang lo, gimana caranya gue bawa lo ke sini? Ke kamar lo?" tanyaku balik. "Mau gue seret-seret?"


Gue kan gak bisa telekinesis!!, batinku.


"Kenapa kacamata gue gak lo lepasin" balasnya lagi, seperti berusaha mencari-cari kesalahanku.


"Emang gak gue lepas ya?" tanyaku balik yang memang lupa.


"Iya...!!" balasnya membentak. "Untung gak rusak" tambahnya lirih.


"Ya, maaf deh kalo gitu..." ucapku yang akhirnya meminta maaf. "Gue cuma takut kalo gue lepasin kacamata lo, gue kebablasan ngelepasin yang lain juga" tambahku dengan bergumam pelan.


Kulirik ke arah Vivi dan dia terlihat masih merenung dalam kesedihannya.


Untung dia gak denger, batinku.


"Lo tau gak kenapa gue sedih banget?" ucap Vivi tiba-tiba kemudian menoleh ke arahku.


Aku hanya menggeleng pelan.


"Gue udah nyerahin semuanya ke Adit, No.. Semuanya... Emang gue yang bego udah kebujuk sama rayuannya dia waktu itu" jelas Vivi lagi. "Makanya gue harap, gue bisa sama Adit terus. Udah terlanjur.. Soalnya gue bingung,.. Apa bakal ada cowok lain yang mau nerima gue kalo tau keadaan gue yang sebenernya udah kayak gini? Gue udah gak... Gue udah... Gue..." Vivi terlihat seperti tidak kuat untuk meneruskan kalimatnya.


Sebenarnya tanpa perlu dilanjutkan pun, aku tahu apa yang akan fia katakan selanjutnya.


"Ada kok.." jawabku cepat. "Pasti ada, Vi. Lo aja yang belum tau, belum sadar" tambahku sambil meraih dagunya dan menghadapkannya ke arahku.


Wajah Vivi yang menatapku dengan polosnya terlihat sangat manis dan menggemaskan saat ini, membuatku tidak tahan untuk...


"Mau ngapain lo?" tanya Vivi tiba-tiba yang mengagetkanku. "Jangan pikir lo bisa seenaknya nyium gue ya" tambahnya mengancam.


"Ee... Eee.... Lo mandi dulu sana deh" pintaku kemudian berusaha mengalihkan pembicaraan. "Habis ini kita jalan-jalan aja yuk daripada lo sedih mulu" ajakku kemudian.


"Kayak lo sendiri udah mandi aja" balas Vivi. "Bau tauu..."


"Ya,... begitu lo telfon, gue kan langsung kesini. Daripada lo marahin" balasku membela diri. "Atau,... lo mau ngajakin mandi bareng ya, biar hemat waktu" tuduhku yang hanya bermaksud menggodanya agar dirinya melupakan kesedihannya sejenak.


Vivi tidak membalasku, tapi dia mengangkat tangan kanannya seperti hendak memukulku.


"Bercanda kali, Vi..." ucapku yang berusaha menghentikan niatannya untuk memukulku. "Ya udah sana, lo mandi dulu"


Vivi langsung berdiri dan mengambil handuknya sebelum akhirnya berjalan menuju ke kamar mandinya, tapi saat hendak masuk ke dalam sana, Vivi mendadak menghentikan langkahnya lalu menatap tajam ke arahku.


"Awas lo ya kalo sampe berani ngintip.." ancamnya tiba-tiba dengan nada dingin.


"Vi,.. Jujur ya, gue tadi gak ada pikiran sama sekali buat ngelakuin itu. Tapi setelah lo ngancem gue barusan,... Gue jadi..." aku sengaja menggantungkan kalimatku sampai...


"ENOOO!!!" teriak Vivi yang akhirnya masuk juga ke dalam kamar mandinya sambil membanting pintunya.
.
.
.
.
.
"Mas ini pacarnya mbak Yona apa gimana sih?" tanya si siluman kumis saat berpapasan denganku dan Vivi di depan gerbang kost Vivi.


"Ssttt..." balasku cepat bermaksud agar Vivi tidak marah dengan ucapannya. Masalahnya kalau Vivi sampai marah, yang akan menjadi pelampiasan adalah diriku. Kan repot.


"Apa'an sih, pak.. Bukan" bantah Vivi.


"Habisnya kemaren malem dianterin pulang, sekarang pagi-pagi udah dijemput" ucap si satpam memberikan alasan.


"Dia cuma temen saya, pak" bantah Vivi sekali lagi.


"Awalnya emang dari temenan dulu, pak" sahutku yang dengan sukses membuat Vivi melotot ke arahku.
.
.
.
.
.
Seharian itu, aku menemani Vivi bersenang-senang, menghibur dirinya sendiri. Kami benar-benar seperti sedang berkencan, makan, berjalan bersama, menemaninya 'berbelanja' (lebih tepatnya liat-liat doang), makan, karaoke (cuplikannya ada di awal tadi), makan dll.
Makan emang harus tiga kali kan.


Yang aku bingung dari Vivi adalah, saat dia minta untuk ditemani bermain di sebuah tempat hiburan arkade yang bernama... Pokoknya bahasa Indonesianya adalah Zona Waktu.
Sebenarnya tidak masalah bagiku, tapi yang membuat malu adalah, tadi Vivi sempat berebut untuk memainkan satu buah permainan disana, dan masalahnya yang berebut dengannya adalah seorang anak kecil. Kacau sekali.
Dia lupa dengan umurnya atau bagaimana sih?
Itu kan tempat hiburan yang umumnya dikunjungi oleh anak kecil. Harusnya Vivi mau mengalah.
Berbeda sekali dengan 'dia', padahal 'dia' lebih muda dari Vivi tapi 'dia' itu bisa bersikap lebih dewasa. Mungkin terlalu dewasa.
Tunggu, kenapa aku jadi memikirkan 'dia'?
Sudahlah, 'dia' itu adalah masa lalu.


Sepulangnya dari 'berkencan', seperti hari sebelumnya, Vivi tertidur lagi di mobilku. Dan entah kenapa aku malah curiga kalau dia memang sengaja melakukannya.


Tapi tetap, aku tetap menggendongnya lagi ke kamarnya. Tentunya dengan diiringi sindiran dari kumis bersatpam,.. satpam berkumis maksudnya.


Dan kejadian selanjutnya sebenarnya hampir sama dengan yang sudah kuceritakan sebelumnya, tentang bagaimana aku membawa Vivi ke kamarnya, tapi yang membedakan adalah,...
.
.
.
.
.
Setelah membaringkan Vivi di tempat tidurnya, aku sejenak memandangi wajahnya yang menggemaskan itu. Dan jujur aku ingin menciumnya. Tapi karena aku tidak mau membuatnya marah, maka secara perlahan, agar tidak membangunkannya aku,... Menarik dan melepaskan kacamatanya kemudian meletakkannya di meja samping tempat tidurnya.


Bener dong, nanti kalo gak kayak gitu, marah lagi dia gara-gara kacamatanya tidak kulepas.


Tapi,... Seperti yang sudah kutakutkan sebelum-sebelumnya, aku tidak bisa berhenti hanya dengan melepaskan kacamatanya.


"Eno.." ucap Vivi tiba-tiba memanggil namaku seperti sedang mengigau.


Jangan manggil-manggil nama gue seakan emang minta dicium dong, batinku.


"Eno.." ucap Vivi lagi.


Oke, cukup, batinku.


"Permisi ya" bisikku meminta ijin.


Kudekatkan wajahku dan,... kucium keningnya sebentar.


"Selamat tidur, tuan putri. Jangan mimpiin aku, nanti kamu susah bangunnya" bisikku kemudian.


Tiba-tiba ada senyum yang terkembang dari bibir Vivi.


Sepertinya memang sudah cukup. Jika aku lebih lama lagi berada disini, tindakanku bisa lebih jauh lagi.


Maka aku pun segera bergegas untuk pergi dari tempat ini. Tapi saat aku tengah berjalan untuk keluar dari kamar Vivi,...


"Eno.." terdengar lagi suara Vivi yang memanggil namaku.


Sepertinya dia masih mengigau, batinku.


"Eno..." panggilan itu masih terdengar.


Apa jangan-jangan...


"Eno!!" terdengar suara Vivi dengan nada yang lebuh tinggi.


Maka akupun menoleh dan,...


IMG-20180801-223948.jpg



"Lo kebangun ya, Vi. So..Sorry" ucapku karena ternyata Vivi terbangun.


Tunggu sebentar.
Tapi sejak kapan Vivi terbangun?
Atau malah dia sebenarnya hanya pura-pura tidur daritadi.


"Makasih ya" ucap Vivi berterimakasih sambil memberikan senyumannya. "Gue seneng banget hari ini. Besok... Temenin gue lagi ya"


Aku langsung membalasnya dengan senyuman juga dan sebuah anggukan kecil.
.
.
.
.
.
.
.
Ya, begitulah ceritanya.
Dan sekarang Vivi sekali lagi meminta untuk ditemani, tapi aku bingung kami mau kemana lagi sekarang.
Dari kemarin, aku sudah menemaninya ke tempat-tempat yang dia inginkan.
Apa lagi yang belum?
Kemana lagi kita?


((Tanya Pe..))


Kalo ada yang nyahutin 'Peta', gue hajar ya!


Apa aku harus membawanya ke playground outdoor? Agar dia bisa bermain-main disana.
Dia kan suka lupa umur.


Ke bioskop?
Menonton film?
Kami sudah menonton banyak fim tadi, tapi bukan di bioskop. Kami menontonnya di kamar kostnya, dari laptopnya.
Ee... Kami benar-benar menonton film kok, ada jalan ceritanya, ada subtitlenya. Bukan film yang seperti apa yang sering kalian tonton dengan perlengkapan earphone dan tissue.
Kami menonton... Sekitar 3 film,...
Kuceritakan saja ya.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Jadi hari ini mau kemana lagi kita?" tanyaku memastikan. "Minta ditemenin kemana lagi lo"


"Gue masih males buat keluar nih" ucap Vivi sok manja sambil berguling-guling di kasurnya.


Dih,... Gimana sih, batinku.


Gue sebenernya juga males.
Kalau bukan karena...


"Lo mau nonton gak?" tanya Vivi tiba-tiba.


"Gak. Ogah. Males gur kalo ke bioskop" tolakku.


Sebenarnya aku menolaknya karena, bulan lalu aku sudah menonton satu film di bioskop dan... Aku kecewa dengan film tersebut karena di sinopsisnya berbeda dengan apa yang disajikan oleh filmnya.
Katanya karakter utamanya punya 23 kepribadian, tapi di filmnya yang ditunjukkin gak sampe 10 kayaknya.


Dan setelah kutelusuri lebih jauh, ternyata film itu adalah film sekuel. Film pertamanya itu rilis sekitar 17 tahun yang lalu.


Kan kesel ya.
Baru tahu kalo itu film sekuel, film pertamanya belum pernah nonton lagi. Dan katanya mau ada film ketiganya dua tahun lagi.
Bilang dong kalau filmnya itu bagian dari trilogi.


"Emang ada yang bagus di bioskop?" tanyaku kemudian.


"Gak tau..." jawab Vivi yang masih berguling-guling di kasurnya.


Jangan guling-guling terus dong, kalo gue kelepasan gimana, batinku.


"Beauty & The Beast yuk" ucapnya tiba-tiba seperti mengajak.


"Huh? Emang udah tayang?" tanyaku balik. "Lagian ngapain nonton film itu sih? Ceritanya kan udah pasti ketebak, si ceweknya akhirnya mau sama si 'Beast' dan si 'Beast' itu ternyata pangeran tampan, ya kan" tambahku. "Itu film sebenernya ceritanya tentang cewek matre"


"Maksud lo?" tanya Vivi yang kemudian bangkit dan melotot ke arahku.


Apa lagi salah gue?, batinku.


"Lo mau bilang kalo semua cewek itu matre?" tuduhnya tiba-tiba.


Astaga,....


"Kok lo tiba-tiba nuduh gitu sih"


"Ya terus maksud lo apa?"


"Maksud gue,... Film itu ngasih contoh kalo ada cewek yang cuma mandang cowok dari materinya doang, gak peduli tampangnya kayak gimana. Tapi bukan berarti semua cewek kayak gitu" elakku.


Vivi hanya diam termenung tanpa membalas ucapanku lagi.


"Jadinya sekarang maunya gimana nih?" tanyaku lagi. "Kalo lo diem, mending gue pulang" tambahku pura-pura 'mengancam'.


"Jangan!!" sahut Vivi cepat.


"Terus? Tetep mau nonton? Streaming aja gimana? Lo ada laptop kan, kostan lo juga pasti punya wifi dong" tanyaku sekali lagi.


Vivi langsung mengangguk sambil tersenyum ke arahku.


"Jadi..?"


Vivi kembali hanya membalasku dengan anggukkan.


"Jadi apa enggak? Dijawab kali" sindirku.


"Iya, jadi!" balas Vivi akhirnya.


Setelah mendengar jawabannya itu aku langsung bangkit berdiri dan berjalan keluar.


"Lho, kan gue udah jawab. Lo mau kemana?" cegah Vivi saat aku tengah berjalan keluar. "Jangan ting-"


"Beli cemilan buat nonton nanti" jawabku polos.


"Ooh..." balas Vivi singkat.


"Kenapa? Lo takut ya kalo gue ninggalin lo" tanyaku menggodanya.


"A-Apa'an sih lo" balas Vivi berusaha sewot tapi terlihat gugup.


"Lo gak mau ngomong sesuatu nih sebelum gue berangkat?" tanyaku lagi yang masih menggodanya.


"Beli yang banyak. Cepetan" balas Vivi yang masih berusaha sewot.


"Gitu do-"


"Ati-ati" potong Vivi sebelum aku menyelesaikan kalimatku.


Aku langsung tersenyum mendengarnya.


"Yaudah, aku berangkat dulu ya. Kamu jaga rumah, jangan nakal pas aku pergi" ucapku berpesan kepadanya.


"Apa'an sih lo!! Lo kira kita ini apa?" balas Vivi setengah berteriak.


"Hahahaha" aku hanya tertawa saja menanggapinya.
.
.
.
.
.
.
.
.
38065526-951471575059833-164011241822486528-o.jpg



"AAHH... NO.. AAAHH... AAAAHH... NO.... ENO.... AAHHH...."


Jangan bikin ambigu dong, batinku.


"AAHH... NO.. AAAHH... AAAAHH...."


"Vi... Udah dong,.. Udah gak ada kok setannya" bisikku.


"Bo'ong" balas Vivi tidak percaya.


"Ngapain gue bo'ong" balasku.


Ini juga kenapa biarawati pake make up tebel banget sih, batinku.


Akan kujelaskan, aku dan Vivi sedang menonton film bergenre horor. Mengisahkan tentang sepasang suami istri yang juga adalah pengusir setan. Ini film sekuel.
Kalian pasti tahu lagi film apa yang kumaksud.


Vivi sebenarnya tidak suka dengan film horor, tapi dia penasaran dengan film ini sejak tahun lalu. Jadi karena ada aku di sini, dia berusaha memberanikan diri untuk menontonnya. Intinya, dia memanfaatkanku.


Tapi tidak apa-apa juga karena daripada menonton film seperti ini di bioskop kan.
Untuk apa?
Kita membayar, untuk ditakut-takuti. Tidak ada yang bisa dipetik dari situ.


"Va.. Va... Val.... Setan!!!" ucapku terbata saat si biarawati ber-make up tebal itu muncul lagi hingga membuat Vivi menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya untuk yang kesekian kalinya.
.
.
.
"Gitu aja takut lo" ejekku pada Vivi saat film tersebut berakhir.


"Emang lo enggak? Lo tadi juga keliatan kalo lagi ketakutan kok" balas Vivi. "Muka lo tiba-tiba keliatan tegang gitu tadi, gue liat lewat pantulan layar laptop"


"Gue gak takut ya, gue cuma segen doang" balasku berusaha santai.


Padahal saat tiba-tiba aku tegang tadi penyebabnya adalah karena tadi aku merasa ada yang mengawasiku dan Vivi. Dan saat kucoba melirik ke arah jendela kamarnya, aku melihat ada 'sesuatu'.


Dalam hati,... 'Putih-putih itu apa coba, pemain madrid atau apa?'.


Akhirnya aku berusaha untuk tidak pernah melihatnya. Dan aku juga tidak memberitahu Vivi soal, selain karena kasihan kalau dia nanti jadi ketakutan, bisa saja Vivi nanti akan mengira aku hanya berusaha menakut-nakutinya.


Tapi,... Ngapain sih Vivi pake merhatiin muka gue lewat pantulan di layar laptop, batinku bertanya.


"Sekarang lo udah bisa lepasin gue kali" celetuk Vivi menyadarkanku dari lamunan.


"Gak mau..." balasku merajuk sambil mempererat pelukanku pada Vivi.


"Ihh.... Apa'an sih..." balas Vivi yang kemudian berusaha melepaskan diri dari pelukanku.


Bagaimana bisa akhirnya aku memeluk Vivi?
Itu karena permintaan Vivi sendiri, dia berinisiatif untuk duduk di depanku saat menonton film karena takut aku akan menjahilinya. Dia tidak mau bersembunyi di belakangku karena takut jika misal tiba-tiba merasakan tepukan di pundaknya dari arah belakang (kok serem ya).
Dan untuk benar-benar memastikan aku tidak akan menjahilinya, Vivi menarik tanganku ke depan. Katanya agar tanganku tidak 'usil'.
Jadinya aku seperti sedang memeluknya dari belakang sepanjang menonton film.


Tapi ada yang membuatku bangga juga terhadap Vivi, yaitu meskipun dia ketakutan sepanjang film, tapi dia tetap berusaha untuk menonton film tersebut sampai habis, meskipun hanya melalui sela-sela jarinya sih. Sedangkan aku, saat aku merasa 'segan', aku tinggal menutup mataku saja atau membenamkan wajahku ke pundak Vivi dan itu sangat nyaman. Rambut Vivi sangat wangi.


Setelah melepaskan pelukanku, Vivi tiba-tiba merangkak maju ke arah laptopnya untuk memilih-milih film apa yang akan kami tonton selanjutnya.
Dan tentunya, posisi tubuhnya itu membuatku harus menahan diri berkali-kali lipat dari sebelum-sebelumnya.


"Civil War, mau gak?" tanya Vivi tiba-tiba. "Lo kan suka film-film superhero gitu"


Aku tidak menjawabnya karena masih berkonsentrasi dengan,...


"No... Hei! Lo liatin apa?!" sahut Vivi yang sepertinya sadar dengan arah pandangan mataku dan langsung membenarkan posisi dirinya.


"Ya.. Mau gimana ya, Vi... Gak mau munafik sih, gue cuma.." aku tidak berusaha memberikan pembelaan diri daripada membuat Vivi semakin marah.


"Iya, iya. Gue ngaku salah deh" sahut Vivi akhirnya. "Makasih tangan lo gak aneh-aneh"


Ya ampun, gue gak salah denger kan.
Ini beneran?
Beneran Vivi tadi minta maaf.
Vivi minta maaf?
Cewek minta maaf?
Tunggu, Vivi beneran cewek kan, pikirku sedikit bingung.


"Coba lo-"


PLAAKK!!


"Kok lo... Kok lo nampar gue sih?" tanyaku kebingungan.


Ya memang sih, aku tadi sempat kepikiran minta ditampar olehnya untuk memastikan kalau aku tidak sedang bermimpi.


"Lo pasti ngelamun jorok ya" tuduh Vivi sambil menunjuk tepat di depan wajahku.


"Berarti lo jorok dong, orang gue ngelamunin lo kok" balasku yang dengan sukses membuat Vivi memalingkan wajahnya yang memerah.


Kemudian aku mendekatkan wajahku ke wajahnya. Dan Vivi seperti berusaha menghindar, tapi sebelum dia melayangkan protes,...


"Kalo gue emang ada niatan buat ngelakuin apa yang tadi lo tuduhin, udah gue lakuin dari sebelum-sebelumnya, Vi" ucapku. "Dari kemaren-kemaren, gue punya banyak kesempatan buat itu"


Vivi hanya tertunduk tanpa berusaha menghindariku kali ini.


"Civil War, kan. Yaudah ayok" ucapku lagi.


Setelah apa yang kulakukan tadi, kukira Vivi akan berpindah tempat duduk. Tapi nyatanya tidak, dia tetap memilih untuk duduk seperti tadi, duduk di depanku sambil menyandarkan punggungnya pada dadaku. Dia juga meletakkan tanganku untuk kembali memeluknya dari belakang.


"Lo emang.."


"Gue gak mau jadi sahabat lo ya" potongku sebelum Vivi menyelesaikan kalimatnya. "Kita temenan aja. Udah cukup disitu aja" tambahku.


"Eh, kenap-"


Aku hanya diam tanpa menjawabnya dan berpura-pura mulai berkonsentrasi pada film.


Tidak mungkin aku menjelaskan alasannya karena, kalau laki-laki dan perempuan menjalin pertemanan, tapi tiba-tiba salah satunya menyatakan jika hubungan mereka itu berubah menjadi sahabat, biasanya sebenarnya salah satunya ada yang menyimpan 'rasa'. Aku tidak mau seperti itu.
Karena tidak semua kisah cinta itu akan berakhir bahagia. Kalau sudah seperti itu, kembali menjadi teman lagi itu akan susah karena pasti ada rasa canggung.
Menjelaskan itu semua, malah akan jadi rumit.


Gue gak bisa, Vi.
Gue gak bisa, gue gak mau nyakitin lo juga, batinku.


Vivi juga tidak mengucapkan apapun, tapi aku bisa merasakan gerakan kepalanya yang menandakan kalau dia sedang mengangguk.


"Gue ngerti kok" gumam Vivi pelan.


"Huh? Udah lah, nonton aja yuk" ajakku kemudian.


"Padahal maksud gue mau bilang kalo lo sahabat gue itu maksudnya biar lo gak akan berani nembak gue. Kalo udah sahabatan kan jadi susah gitu mau nembak" ucap Vivi pelan. Pelan sekali. Terkesan dia tidak membuka bibirnya sama sekali.


Huh~
Aku menghela nafas.


"Apa jangan-jangan lo emang udah ada niatan buat nembak gue ya, No" tambahnya lagi masih dengan suara yang sangat pelan.


Pura-pura gak denger aja deh, batinku.


Fokus film.
Fokus film.
Fokus film.
Fokus film.
.
.
.
.
.
Kali ini aku bisa menikmati filmnya, tidak seperti saat menonton film sebelumnya. Aku memang suka film ini, apalagi karena ada 'anak hilang' yang akhirnya 'pulang'.


Tapi seingatku, Vivi dulu tidak terlalu suka dengan film seperti ini. Apa jangan-jangan dia menontonnya karena.... Suka pada salah satu aktornya. Tapi siapa ya?
Atau jangan-jangan dia mengajakku menonton ini karena tahu aku suka film bergenre ini?
Dia sengaja menyamakan genre film favorit kami?
Tapi untuk apa?


Huh?!
Suka padaku?
Vivi suka padaku? Tidak mungkin sepertinya.
Dia juga tadi bergumam seperti tidak mengharapkan kalau aku sampai menembaknya kan.
Dan hal itu memang tidak akan terjadi.
.
.
.
Saat aku sedang asyik menonton film sambil memakan biskuit stik, tiba-tiba aku merasa kalau ada yang sedang menahan biskuit stik yang ada di bibirku sehingga tidak bisa kukunyah lagi. Dan saat kulirik, siapa lagi pelakunya kalau bukan Vivi.
Tapi yang membuatku heran adalah dia menahannya dengan menggunakan bibirnya juga seperti memang sedang menggodaku.


Secara perlahan aku mulai kembali memakan biskuit stik itu yang juga diikuti oleh Vivi yang juga melakukan hal yang sama. Perlahan tapi pasti jarak antar bibir kami semakin menipis seiring dengan biskuit stik itu yang mulai habis. Dan saat wajah kami sudah benar-benar dekat,...


"Underoos" tiba-tiba terdengar suara dari laptop.


Akupun langsung tersadar kemudian menjauhkan wajahku dari wajah Vivi dan kembali fokus pada film.


Thank you, Mr. Stark, batinku.


Bentar lagi bagian yang serunya nih, harus fokus.


"Dih, gue langsung dicuekin" celetuk Vivi tiba-tiba.


"Sstt..."


"No..." panggil Vivi lirih.


"Bentar dong, gue itu kenal sama aktornya yang jadi bocah laba-laba" balasku cepat.


"Eh, beneran?" tanya Vivi kaget.


"Iya lah, lo masa gak kenal. Tom Holland namanya" jawabku.


"Eh, ini seriusan, No?" tanya Vivi lagi.


"Ya kan dia aktor hollywood, masa lo gak kenal" balasku.


"Yee... Gue kirain" Vivi sewot.


"Beneran gue kenal kok" sahutku.


"Bodo" Vivi masih sewot.


"Emang gue kenal kok, 'Holland' kan" balasku.


"Ngomong lagi, gue gampar lo ya" balas Vivi yang kembali bersandar di dadaku.
.
.
.
.
.
"Endingnya sedih ya" ucap Vivi berkomentar setelah film ketiga yang kami tonton selesai.


Film itu berkisah tentang seorang karyawan IT yang sangat cuek dengan penampilannya. Dia jatuh cinta pada rekan kerjanya yang merupakan karyawan baru di divisi marketing, tipikal wanita kantoran yang fashionable dan selalu menjaga penampilan. Sayangnya cinta si karyawan IT itu bertepuk sebelah tangan. Seperti kebanyakan teman-teman kantornya, si wanita hanya menganggap si karyawan IT itu sebagai 'Invisible Man'.


((Film superhero lagi?))


Drama!!
Maksudnya 'Invisible Man' itu, dia hanya dibutuhkan ketika komputer mereka mengalami masalah.


Tak cukup hanya bertepuk sebelah tangan, drama kisah cinta mereka semakin rumit karena ternyata si wanita jatuh cinta pada bosnya yang tampan. Dramanya lagi, sang bos telah memiliki istri dan seorang anak. Bahkan saking cintanya, si wanita itu rela menjadi wanita simpanan dengan iming-iming sang bos bakal menceraikan istrinya.


Sampai ketika datanglah kesempatan. Saat kantor tempatnya bekerja menggelar kegiatan outing ke Jepang, si wanita mengalami kecelakaan yang membuatnya hilang ingatan dalam sehari. Tak mau menyia-nyiakan kesempatan, meski dihiasi keraguan pada akhirnya si karyawan IT mengaku sebagai kekasih dari si wanita.


Udah cukup kayaknya, kebanyakan ini sinopsis filmnya.


Endingnya ini gak terduga, gak kayak kebanyakan film romance pada umumnya.
Mau tahu endingnya seperti apa?
Nonton dooonng.


"Terakhir gue nonton film romance yang endingnya sedih kayak gini itu, La La Land" celetuk Vivi lagi.


"La La Land itu gak sedih ya" balasku tidak setuju.


"Gak sedih gimana? Orang endingnya si cewek sama si cowoknya gak sama-sama kok" balas Vivi tidak mau kalah.


"Endingnya emang perpisahan. Tapi 10 menit terakhir di film itu ngubah segalanya. Disitu digambarin kalo perpisahan itu gak selalu berakhir sedih" jelasku. "Perpisahan yang ada di film itu gak kerasa sedih, tapi juga gak nyenengin. Perpisahan itu terasa hangat"


Tepat setelah aku menjelaskan ending dari film itu menurut pendapatku, Vivi langsung menundukkan kepalanya.


"Kenapa?" tanyaku pada Vivi.


Vivi hanya membalasku dengan memberikan senyuman manis di wajahnya. Kemudian dia kembali memakan cemilan-cemilan yang masih tersedia. Dan sambil tetap mengunyah pelan, Vivi menengok ke arahku dengan tatapan mata yang sendu seperti mengaharapkan sesuatu.


Kali ini aku tidak mau melewatkannya lagi, batinku.


Maka dengan perlahan, aku mendekatkan wajahku ke arah wajah Vivi hingga akhirnya,...


35628965-909976722542652-1629683898327760896-o.jpg



PUK..


Vivi memukulku pelan tepat di bibirku.


"Mau ngapain lo?" tanya Vivi yang langsung membuatku bingung harus menjawab apa.


"Ee...."


"Gue laper, No. Belum makan nasi, cari makan yuk" ajak Vivi kemudian.


"Y-Yaudah, ayok" balasku menyetujuinya yang juga baru sadar daritadi kami hanya memakan cemilan.


Setelah membereskan kamar Vivi, kemudian kami bersiap-siap untuk pergi mencari makan.


"Udah dua kali ya. Sekali lagi lo nyoba buat nyium gue, gue hajar lo ya" celetuk Vivi saat dia tengah mengunci pintu kamarnya.


"Tapi kan lo masih punya utang ciuman ke gue" balasku cuek bermaksud bercanda.


"Utang ap-" Vivi yang kemudian melotot tidak melanjutkan kalimatnya.
.
.
.
.
.
.
.
Nah, jadi begitu. Sekarang setelah kami makan, aku bingung harus kemana lagi.
Itu tadi barusan adalah makan siang, mau makan malam, masih lama. Ini masih sore.
Tanya langsung aja kali ya.


Kutengok kearah Vivi dan,...


"Woi, jangan ngelamun" aku menjawil hidungnya. "Ngelamunin Adit lo?" tanyaku kemudian.


"Sembarangan!!" bantah Vivi sambil mengusap-usap hidungnya yang tadi sempat kujawil.


Kok lucu sih, batinku.


"Terus? Ngelamunin siapa?" tanyaku lagi.


"Ada deh..."


Tunggu sebentar.
Vivi tidak membantah.
Itu artinya Vivi memang sedang memikirkan seseorang.
Tapi siapa?


"Gue boleh nanya gak sih, Vi?"


"Nanya ya tinggal nanya aja" sahut Vivi. "Masalah gue jawab apa enggak, tergantung pertanyaan lo"


"Tapi lo jangan marah ya"


"Emang lo mau nanya ap-"


"Kenapa lo bisa sampe pacaran sama Adit sih?" tanyaku akhirnya. "Kalo gak salah, sebelumnya lo pacaran sama adek kelas kita kan. Siapa namanya? Arga? Arka?"


"Azka" sahut Vivi.


"Iya kali" balasku. "Kayaknya lo cocok sama dia, dia kan kayaknya cinta mati sama lo"


"Awalnya emang gitu, tapi setelah kita tahu sifat asli masing-masing. Gue tau sifat asli dia kayak gimana, dia juga tau sifat asli gue kayak gimana. Ternyata gue ama dia gak cocok" terang Vivi. "Ya,... Bisa dibilang, dia cuma 'mengagumi' gue sebagai sosok kakak kelas idaman aja. Gak lebih"


"Oh..." ucapku menanggapi. "Makanya itu gue bingung, gue kira lo sukanya sama adek kelas gitu. Sama yang lebih muda. Tapi kok habis itu lo pacarannya sama Adit" ucapku lagi.


"Sadar dong... Lo juga lebih muda dari gue" ucap Vivi lirih.


Gak denger!! Gak denger! Gak denger!!, batinku.


Tiba-tiba Vivi menurunkan kaca jendela pintu mobil ku dan langsung mengeluarkan setengah badannya.


Tentu saja hal itu membuatku kaget dan sedikit panik.


"Vi,... Lo mau ngapain?" tanyaku.


"ADIT BANGSAAATT!!!!" teriak Vivi dengan kerasnya seperti melampiaskan seluruh emosinya saat ini.


"Hahaha..." aku hanya tertawa saja melihat tingkahnya itu.


"MATI AJA LO, DIT..." teriak Vivi lagi.


"Terus, Vi... Yang keras!" sahutku seperti sedang menyemangati Vivi.


"ANJIING LO, DIT. BANGSAAAATT...!!!"
.
.
.
.
.
"Udah puas? Ini kita mau kemana lagi?" tanyaku kemudian setelah Vivi kembali masukblagi ke dalam mobilku.


"Gak tau. Tapi gue lagi males pulang" jawab Vivi.


Aku berfikir sejenak dan...


"Mau ke puncak enggak?" tawarku kemudian.


"Ngapain?" tanya Vivi.


"Ada villa gue disana, kita ngobrol aja. Kan suasananya enak tuh" jawabku. "Dijalan, kita juga bisa beli jagung bakar, sate atau yang lain"


"Tapi jangan macem-macem ya" balas Vivi memperingatkan.


"Maksudnya?" tanyaku bingung.


"Enggak. Yaudah yuk" balas Vivi akhirnya.


Vivi lalu tersenyum-senyum sendiri kemudian menggeleng-gelengkan kepalanya.


"Tunggu deh, tadi lo bilang villa lo?" tanya Vivi tiba-tiba. "Lo punya villa?"


"Huh?! Salah denger lo, gue tadi bilang villa keluarga kok. Villa keluarga gue" balasku mengelak.


"Emang iya ya?" tanya Vivi yang kebingungan sendiri.


"Iya" aku meyakinkannya.


"Hmm..."


Hampir aja, semoga gak curiga, batinku.


"Ngomong-ngomong, mulut lo ternyata 'kotor' juga ya, Vi" komentarku mengingatkannya saat tadi dia berteriak-teriak memaki Adit.
.
.
.
.
.
.
.
"Gue bingung deh, No" ucap Vivi di saat kami menunggu pesanan sate kami dibuatkan.


"Apa'an?" tanyaku.


"Lo kenapa kalo manggil nama orang, selalu lo ambil dari nama depannya sih? Kayak gue, lo panggil 'Vivi'. Terus Naomi, lo panggil 'Shinta'. Padahal nama lo sendiri, Adriano. Dipanggilnya 'Eno', diambil belakangnya kan" ucap Vivi panjang lebar.


"Kan bagus Vivi. Vivi itu artinya Hidup kalo dari bahasa Skandinavia" balasku.


"Lo tau bahasa Skandinavia?" tanya Vivi curiga. "Kalo 'Eno' artinya apa?" tanya Vivi lagi.


"Eno itu artinya Pelindung" jawabku cepat.


"Oh pantes, jadi gue tuan putrinya, lo pengawal gue. Gitu ya?" ucap Vivi menyimpulkan.


"Maksudnya?" tanyaku bingung.


"Lo kan biasanya manggil gue 'Tuan Putri'. Iya kan, ngaku aja. Gue tau kok" ucap Vivi menyudutkanku.


"Gue manggil lo 'Tuan Putri', soalnya lo itu manja, suka merintah seenaknya" balasku.


"Enak aja lo. Nuduh sembarangan" Vivi tidak terima.


Padahal alasan utamaku menyebutnya 'Tuan Putri' adalah karena aku teringat dengan karakter bernama Vivi yang merupakan tuan putri dari kerajaan di padang pasir


Tunggu sebentar.
Aku tidak pernah memanggil Vivi dengan sebutan 'Tuan Putri' di depannya secara langsung. Bagaimana dia bisa mengetahuinya?


Hanya satu kali.
Hanya satu kali aku melakukannya, itu disaat...
Apa sebenarnya Vivi saat itu tersadar?
Jika iya, artinya dia mengetahui kalau aku sudah,...


"Oh iya, hubungan lo sama Naomi itu gimana sih?" tanya Vivi tiba-tiba.


"Ee.... Gue ama Shinta kayaknya lebih cocok temenan aja" jawabku beralasan.


"Oh..." tanggap Vivi santai. "Bagus deh" gumamnya pelan sambil sedikit tersenyum.
.
.
.
.
.
.
.
"No..." panggil Vivi lirih saat kami baru masuk ke mobil untuk segera menuju ke villa.


Aku menoleh ke arahnya dan,... Vivi mendekatkan wajahnya ke wajahku, kemudian dia juga memejamkan matanya dan,...


Terjadi.
Ciuman itu terjadi.
Lembut, hangat dan basah yang kurasakan saat bibir kami bertemu langsung membuatku terfikir untuk segera membawa Vivi menuju ke villa.


32514517-1935141883187446-6953142484142653440-n.jpg




Bersambung.jpg



-Bersambung-
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd