Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Finding Reality ACT II

Part 28: Last Farewell


Last Farewell ya, bukan pamit.
Kalo pamit itu,... Tulus.
Iya dong, kan ada lagunya Tulus yang judulnya 'Pamit'.


Yang gini nih,...



Kau harus percaya
Kutetap teman baikmu~
Sudah coba berbagai cara
Agar kita tetap bersama
Yang tersisa dari kisah ini
Hanya kau takut kuhilang~



Kok terkesan curhat ya, batinku.


Ganti backsong coba...



Jangan kembali dan pergilah
Jangan temuiku, lanjutkan hidupmu~



Kenapa harus itu coba??
Sudahlah,...


"Ini kenapa banyak yang kelihatan murung sih?" tanyaku akhirnya karena penasaran daritadi melihat banyak orang yang murung di tempat ini.


"Masalahnya,... Beberapa hari lalu, general manager kami..."


"Huh..?"


"Bos. Bos kami..."


"Oh. Kenapa?"


"Bos kami,... Dia... Meninggal dunia" jawab Kenzo akhirnya.


"Uh... Turut berduka cita ya" ucapku yang ikut berbelasungkawa.


"Yang mengerikan adalah,... Dia bunuh diri"


"Huh?!"


"Kau tahu kan,.. Kalau orang jepang melakukan bunuh diri, itu artinya..." Kenzo sedikit menggantungkan kalimatnya.


"Dia sedang putus asa. Atau,.. Ada sesuatu yang disesalinya" lanjutku.


Kenzo langsung mengangguk kecil.


"Kurasa karena ada sesuatu yabg disesalinya" sahut Kenzo. "Kau ingin tahu kenapa dia bisa begitu?" tanyanya lagi.


Aku langsung menggeleng.


"Ini hanya kesimpulan yang dapat kutarik saja.. Tapi,..."


Gue geleng woi!!
Kenapa masih dijelasin.


"Mungkin dia menyesal karena tidak mendengarkan 'peringatan' dari seseorang" tambah Kenzo.


"Tunggu, maksudnya?" tanyaku yang akhirnya mulai penasaran.


"Beberapa hari yang lalu,.. Tepatnya beberapa saat setelah kau pergi dari tempat ini, ada seseorang yang datang kesini dan memberikan flashdisk yang di dalamnya,... Jadi begini, beberapa minggu sebelumnya orang itu sudah pernah kesini dan memperingatkan general.. Bos"


"Kau menyebut general apalah itu, tidak apa-apa. Aku paham" sahutku.


"Dia memperingatkan tentang staff disini yang melakukan 'sesuatu yang buruk' pada para member disini. Ya kau pasti tahulah maksudku" tambahnya. "Tapi dia hanya berspekulasi tanpa memiliki bukti"


Sesuatu yang buruk itu maksudnya apa?, pikirku bingung.


Tidak semua hal bisa aku pahami.


"Lalu dia menghilang,.. Tapi akhirnya dia kembali lagi dengan membawa flashdisk itu yang berisi 'sesuatu' untuk membuktikan spekulasinya saat itu" jelas Kenzo panjang lebar.


"Hoam~ Kau memanggilku kesini hanya untuk menceritakan hal itu? Itu tidak penting bagiku" balasku.


"Bukan itu. Jadi begini, karena general manager sudah tiada..."


"Langsung ke intinya" potongku.


"Kau mau tidak menjadi gen-"


"Tidak!!" tolakku cepat. "Lo udah gila ya!! Gue harus kuliah, gue harus ke Belanda! Lo gak lihat nih gue bawa koper? Gue udah harus balik ke Belanda"


Ya, ini harinya..
Aku akan kembali ke Belanda.


"Aku juga hanya bercanda tadi. Ha.. Ha.. Ha.." balasnya lalu berusaha untuk tertawa.


"Lagian bukannya harusnya lo aja yang gantiin" balasku.


"Ok, sekarang aku serius" ucapnya tiba-tiba seperti tidak memperdulikan perkataanku barusan. "Waktu itu kau mengatakan kalau akan terjadi sesuatu yang 'mengejutkan'. Apakah yang kau maksud itu adalah hal ini? Apa kau sudah memprediksinya dengan indera ke-enam mu itu?"


"Ah, tidak.." elakku.


Memang tidak.
Aku sendiri tidak menyangka akan sampai seperti itu,..
Aku tidak pernah menyangka kalau dampaknya sampai ada yang mengakhiri hidupnya.


Tapi bukankah Kenzo tadi bilang 'Flashdisk', bukan 'Hardisk' kan. Berarti berbeda kan.


Apa dia tidak menyerahkannya?
Atau belum menyerahkannya?
Aku tidak boleh meragukannya. Aku percaya kalau dia akan menyerahkannya.


"Sudahlah, aku berangkat dulu ya. Aku harus mengejar penerbangan" ucapku kemudian bangkit berdiri dan hendak pergi.


"Kenapa tergesa-gesa?"


"Oh iya, hampir lupa.." aku membuka tasku dan mengambil sesuatu dari dalam sana. "Ini" ucapku sambil memberikan benda tersebut pada Kenzo.


"Apa ini? Untukku?" tanyanya sambil menerima benda tersebut.


"Bukan. Aku titip itu untuk seseorang" balasku.


"Untuk siapa?" tanyanya bingung.


"Kau akan tahu sendiri nanti" balasku.


Jika dia memang belum kemari dan menyerahkan hardisk itu, artinya nanti dia akan menyerahkan bukan.
Aku yakin dia akan menyerahkannya. Aku yakin dia akan melakukannya.
Pesan yang kutinggalkan itu sudah cukup jelas.
Dan saat dia menyerahkannya nanti, pasti dia akan menerima benda yang kutitipkan pada Kenzo.


"Sudah ya.." ucapku lagi lalu berniat untuk segera pergi.


"Hati-hati, nanti kau..."


Sebelum Kenzo menyelesaikan kalimatnya, aku hampir menabrak seorang gadis. Lagi.


"Benar kan, kau hampir-"


"Masih hampir, aku tidak menabraknya kan" balasku.


"Eh, kak Eno" ucap seorang gadis yang tadi hampir kutabrak.


Dia mengenalku?
Tunggu, saat kuperhatikan lagi wajahnya,...
Sepertinya aku juga mengenalnya.


"Ee..." tapi aku hampir lupa dengan namanya. "Tasya" ucapku mencoba menebak namanya.


"Frieska..." balasnya membenarkan.


1535658508958.jpg



"Kenapa kesini?" tanyanya kemudian. "Oh,.. Nyariin mbak Imel ya? Lagi di apartemen. Mampir aja" tambahnya. "Sekalian ucapin selamat ulang tahun, biar seneng dia"


"Gak" bantahku. "Aku enggak... Emangnya hari ini?" tanyaku kemudian.


"Enggak sih.." balasnya. "Tapi daripada enggak sama sekali.. Mau pergi kan..."


"Kok tau..?"


"Itu bawa koper" jawabnya.


"Kau jadi ke bandara atau tidak?" celetuk Kenzo.


"Ya sudah, aku pergi dulu" balasku. "Oh iya, aku juga titip adikku ya. Dia cukup merepotkan" tambahku.


"Iya" balas Kenzo cepat. "Tunggu,... Adikmu itu yang mana??"
.
.
.
.
.
.
.
Oke,...
Oke...
Adegan dengan Vivi kan.
Kalian mencari itu kan,..
Oke. Ini dia,..
.
.
.
"Hmm..." aku langsung merenggangkan tubuhku dan kemudian... "Mana tuh cewek satu" gumamku mencari-cari keberadaan Vivi.


Aku keluar kamarku, berjalan sedikit dan akhirnya menemukannya sedang duduk di kursi yang ada di balkon apartemenku. Tubuh mungilnya yang tertutup oleh kaosku itu membuatnya terlihat semakin menggemaskan.


Kudekati dia dari arah belakang dengan perlahan dan mengendap-endap agar tidak ketahuan. Dan begitu sudah berada di dekatnya, aku langsung mengulurkan kedua tanganku melingkari bagian atas dadanya, memeluknya dari belakang dan mendekapnya dengan erat.
Sejenak dia terkaget, tapi pada detik berikutnya, dia langsung tersenyum saat mengetahui kalau dirikulah yang memeluknya.


"Selamat pagi, tuan putri" bisikku di dekat telinganya.


"Mau duduk?" tawarnya.


"Kan kursinya lo pake" jawabku.


Tanpa membalas perkataanku, Vivi langsung bangkit berdiri lalu menyuruhku untuk duduk. Kemudian setelah aku duduk, Vivi langsung ikut duduk juga. Duduk di pangkuanku sambil menyandarkan punggung dan juga kepalanya di atas dadaku. Dan mungkin untuk membuat dirinya semakin nyaman, Vivi langsung memposisikan kedua tanganku untuk berada di depan perutnya agar aku kembali memeluknya dari belakang.


"Udah mandi ya?" tanyaku kemudian karena hidungku mencium aroma yang wangi dari tubuh Vivi.


Vivi hanya mengangguk sebagai jawaban.


"Pantes wangi.."


Kali ini Vivi tidak menanggapi apa-apa.
Entah kenapa,... Aku merasa Vivi menjadi lebih pendiam pagi ini.


"Lo ngopi?" tanyaku lagi yang heran karena ternyata ada secangkir kopi di atas meja yang ada di depan kursi yang ku duduki.


Vivi hanya menggeleng pelan sebelum akhirnya,...


"Buat kamu" ucapnya kemudian.


Oh, tidak...
Sudah dimulai.


Padahal aku baru kepikiran untuk sedikit menggoda Vivi dengan 'meminta' senyumannya untuk mempermanis kopi ini, tapi kalau begini...


"Vi,.."


"No, lo mau hubungan kita ini kayak apa sih?" tanya Vivi tiba-tiba sebelum aku menyelesaikan kalimatku.


Aku harus menjawab apa adanya.
Aku harus jujur.


"Ya, kayak sebelumnya.." jawabku akhirnya. "Temenan aja"


Setelah itu terdengar Vivi yang menghela nafas tapi malah lebih mirip seperti sebuah desahan.


"Gue pulang ya" ucap Vivi sambil bangkit berdiri dan hendak masuk ke dalam.


Tapi aku langsung mencegahnya dengan menahan tangannya.


"Vi..." panggilku kemudian.


Vivi tidak langsung menoleh dan malah mendongakkan kepalanya ke atas sebelum akhirnya dia menoleh ke arahku setelah aku memanggilnya sekali lagi. Dan saat dia menoleh itu,.. Terlihat wajahnya itu... Itu wajah dari seseorang yang sedang menahan kesedihan. Kuyakin tadi Vivi hampir menangis.


"Sarapan dulu yuk" ajakku kemudian setelah dia menoleh. "Habis itu baru gue anterin lo pulang"


Vivi hanya mengangguk sekali dengan ditambah sebuah senyuman di wajahnya. Tapi senyuman itu,... Itu senyuman yang dipaksakan. Itu senyuman palsu.


Maafin gue, Vi...
Gue gak bisa.., batinku.


Sebelum perasaan ini menjadi semakin besar, mungkin memang seharusnya diakhiri sekarang.
Mungkin lebih baik mengakhirinya sebelum memulainya.
.
.
.
.
.
.
.
.
Udah kan.
Adegan dengan Vivi kan.
Kalian mengharapkan apa?


Adegan pada malam harinya?
Adegan yang 'itu'.


Oke,.. Sepertinya memang harus aku tunjukkan.
Sepertinya aku memang harus menunjukkannya.
Menunjukkan alasan kenapa aku tidak menunjukkan adegan itu. (Kalimatnya ribet ya)


Jadi begini,...
.
.
.
.
.
Beberapa hari setelah kejadian itu,.. Pada hari... Hari ini sih, lebih tepatnya tadi. Tadi sebelum aku ke sini, aku sempat ke tempat Vivi. Ke kost nya.
Begini ceritanya,..
.
.
.
.
.
Aku harus menjelaskan semuanya ke Vivi.
Aku harus menjelaskan alasanku tidak mau 'mengambil tindakan'.
Jadi, aku datang ke kost Vivi untuk menemuinya dan menjelaskan semuanya kepadanya. Lebih baik menjelaskannya secara langsung.


Aku mengetuk-ngetuk pintu kamar kost Vivi saat sudah sampai. Beberapa kali aku juga memanggil-manggil namanya...


"Vi,... Vivi... Lo ada di dalem kan... Vi.. Vivi... Vi... Ini gue, Vi.." panggilku berkali-kali.


Setelah cukup lama memanggil-manggil dan mengetuk pintu ini, akhirnya orang yang kupanggil-panggil daritadi keluar juga. Akhirnya Vivi keluar, dan dia terlihat sangat cantik.. Pakaiannya juga terlihat rapi. Apa mungkin dia,..


IMG-20191010-161323.jpg



"Lo mau pergi, Vi?" tanyaku akhirnya.


"Ngapain lo kesini?" bukannya menjawab pertanyaanku, Vivi malah berbalik bertanya padaku. Bertanya tanpa adanya keramahan dalam nada bicaranya.


"Gue tadinya mau ketemu sama lo, ada yang mau gue omongin.." jawabku. "Tapi..."


"Apa'an? Apa yang mau lo omongin? Apa lagi yang mau lo omongin?" balas Vivi dengan judesnya.


Jangan maksain diri lo sendiri, Vi..., batinku.


"Kalo mau ngomong, langsung ngomong aja" tambahnya.


"Tapi gak enak kalo ngomongnya disini" balasku. "Lo mau pergi kan, gue anterin ya.. Kita ngobrol di-"


TIIINNN!!
TIIINNN!!


Belum selesai aku bicara, terdengar suara klakson mobil yang sungguh berisik dan mengganggu.


"Udah ya, gue pergi dulu. Gue udah dijemput" ucap Vivi tiba-tiba.


"Huh?! Sama siapa?" tanyaku.


Sementara Vivi berjalan menuju tangga untuk turun ke bawah, aku melihat sejenak mobil yang daritadi mengklakson.


"Gue tau tuh, mobilnya siapa!!" ucapku yang kemudian segera bergegas menyusul Vivi. "Vi.. Vivi! Vi..!!" panggilku berkali-kali sembari berusaha menyusul Vivi yang terus saja berjalan.


"Apa'an sih?!" balasnya dengan judesnya saat aku sudah berhasil menyuslnya, tapi Vivi masih juga berjalan seperti berusaha menghindariku.


"Lo.. Lo dijemput Adit?" tanyaku tidak percaya.


"Kalo iya emang kenapa?" Vivi yang akhirnya menghentikan langkahnya berbalik bertanya.


"Tapi lo gak balikan sama Adit kan?" tanyaku lagi.


"Udahlah, Adit udah minta maaf ke gue" balas Vivi kembali melangkahkan kakinya. "Dan dia udah janji juga gak bakal ngelakuin itu lagi jadi,..."


"Dan lo langsung percaya gitu aja?" potongku. "Lo langsung percaya lagi sama dia, setelah apa yang lo liat waktu itu? Bisa aja dia-"


"Adit bahkan datengin gue ke Surabaya buat minta maaf" balas Vivi yang berbalik memotong perkataanku. "Lagian,... Apa urusannya sih sama lo?" tanya Vivi kemudian.


Saat aku ingin membalas perkataannya, Vivi sudah terlebih dahulu kembali bicara.


"Pake ngatur-ngatur gue segala, suka-suka gue lah gue mau ngapain, kemana sama siapa" ucap Vivi lagi. "Emang lo siapanya gue?"


Kalimat terakhirnya itu benar-benar sukses membuatku terdiam tidak bisa membalasnya lagi.


Dan selagi aku terdiam, Vivi sudah berjalan dan pergi meninggalkanku sendiri.


"Bukan gitu, Vi.. Bukan gitu" aku bergumam sendiri.


Aku hanya tidak ingin mencintaimu, jika pada akhirnya kita harus berpisah.


Tapi,.. Jangan seperti ini.. Bukan seperti ini yang kuharapkan,...
Aku akan pergi ke Belanda, jika nanti kau bersedih lagi karena Adit,..
Siapa yang akan menemanimu melewati kesedihanmu itu?


Tapi, Vi...
Jika memang mau mu seperti ini..
Jalanilah sebaik mungkin, tanpa ada penyesalan nanti...
.
.
.
.
.
.
.



Bagai langit dan bumi yang beda
Aku dan kamu tak akan mungkin bisa bersama~
Aku meninggalkan dirimu
Karna diriku tak cukup baik bagi dirimu~


Memang aku yang pengecut dan...
Sangat takut tak..
Bisa bahagiakan kamu
Di ujung jalan sepi inilah kisah cintaku berakhir~



Kurang ajar emang..
Dikasih backsound yang sedih lagi.
Sudahlah.


Jadi,... Ya begitulah, Itu juga yang menjadikan alasan kenapa aku memutuskan untuk kembali ke Belanda hari ini. Meskipun sebenarnya aku masih punya masa liburan sekitar 2 minggu lagi. Mungkin nanti aku akan mampir dulu ke negara lain..


Setelah kejadian dengan Vivi itu, aku langsung kembali ke apartemenku dan mulai mengemasi barang-barangku. Bukan, aku tidak akan menghancurkan apartemenku lagi. Meskipun aku sedang kesal, aku tidak akan melakukan hal itu.


Tapi,.. Pada akhirnya aku tetap melampiaskan emosiku juga sih. Pada satu barang, satu barang yang sebenarnya sudah hampir menjadi pelampiasan kekesalanku saat itu. Yaitu gitarku.
Aku membanting gitarku. Dan sialnya, detik-detik sesaat sebelum aku membanting gitarku, seperti ada suara backsong. Aku lupa liriknya seperti apa, tapi cukup sedih juga...



Makna kesedihan di balik kata-kata 'selamat tinggal' menjadi tertutup oleh bayangan gelap~
Kenanganku akan dirimu, yang aku lupakan di hatiku~


Aku mencarimu, oh-eh-oh~
Di bawah cahaya bulan yang menerangiku~ (Di bawah cahaya bulan itu)
Aku mencarimu oh-eh-oh-oh-oh~ (Oh, oh sayang)
Aku tak tahu di mana akhirnya, tapi hei~~ (Aku tak tahu di mana itu)



Duh, pake diingetin lagi..
Ya, intinya seperti itulah


24srv1.jpg


Begitu pintu lift terbuka, aku langsung masuk dan menekan tombol lift.


Tunggu sebentar..
Kenapa...?
Kenapa malah lift ini malah menuju ke atas?


Huh~
Aku menghela nafas.


Saking pusingnya karena Vivi, aku asal menekan tombol lift saja tanpa melihatnya.


TING!!


Saat aku hendak menutup lagi pintu lift ini, tiba-tiba aku merasa ingin buang kecil..
Jadi kuputuskan untuk keluar saja dan segera menuju ke toilet di lantai ini..


Aku seperti merasakan Deja Vu saat masuk ke toilet ini.
Ini juga toilet yang sama dengan yang waktu itu..
Suasananya juga sama, sepi, tidak terlihat satu orang pun. Tapi aku bisa merasakan kalau ada hawa dua orang selain diriku di toilet ini. Dan bilik toilet yang pintunya tertutup hanya satu. Di pojok.


Kenapa harus di toilet sih?
Kok gak modal banget gitu?


Sebenarnya aku ingin mengerjai pasangan yang ada di bilik pojok itu. Tapi mengingat aku harus segera ke bandara dan lagipula kalau aku ikut campur, bisa-bisa urusannya akan jadi panjang nanti.


"Eeenggh... Aaahh... Aa'... Jangaan kenceng-kenceng... Eengghh"


"Kenapa, neng?? Suka kan??"


"Iyaa, tapi nanti... Aahh..."


"Nanti apa???"


"Kaaalau ada yang tahu... Aa' bisa dapat masalah..."


"Bentar lagi selesai kok, neng..."


Setelah itu malah terdengar suara benturan antar,... Ya kalian tahu lah.


Makin kenceng lagi suaranya..


"Kencing.. Kencing... Gue kesini mau kencing,..." kata-kata itu terus kuulang di dalam kepalaku agar aku tidak tergoda untuk mengerjai mereka.


Setelah selesai buang air, langsung hening, tidak terdengar suara. Yang berarti,... Mereka yang sedang mesum itu juga baru menyelesaikan perbuatan mesum.
Artinya juga, aku harus cepat pergi dari sini sebelum mereka keluar dan malah menganggapku mengetahui perbuatan mereka (ya emang sih).


Aku bergegas pergi dari toilet ini setelah selesai mencuci tanganku dan langsung menuju ke lift.


"Kayaknya aman deh, gak ketahuan" gumamku sembari menunggu lift.


Kemudian tiba-tiba ada seorang laki-laki yang berdiri di sampingku yang langsung membuatku mengusap hidungku.


Meskipun aku baru melihatnya sekali ini, tapi aku sudah bisa menebak kalau laki-laki ini adalah laki-laki yang berbuat mesum di toilet tadi. Karena meskipun samar-samar, tapi aku masih bisa mencium aroma bekas persetebuhan darinya.


Dan entah kenapa, tapi aku merasa kalau laki-laki ini memperhatikanku sekali dari ujung rambut sampai ujung kaki.


Kok risih ya, batinku.


TING!!


Begitu pintu lift terbuka, aku langsung masuk ke dalamnya diikuti laki-laki tadi.


Setelah aku dan laki-laki tersebut menekan tombol lift lantai tujuan kami, tiba-tiba terlihat seorang wanita yang menuju ke arah lift.
Aku yang berada dekat dengan tombol lift reflek menekan tombol lift untuk menahan pintu lift ini agar wanita tersebut bisa ikut naik.


"Makasih ya.." ucap wanita tersebut berterimakasih padaku setelah masuk ke dalam lift.


Aku hanya menganggukkan kepalaku sedikit guna membalasnya.
Setelah itu hening. Tidak ada diantara kami bertiga yang berbicara.
Sampai...


"Neng, tadi makasih ya" bisik si laki-laki pada si wanita.


"Aa'... Ssstt.... Nanti ketahuan gimana?" balas si wanita.


"Gapapa... Kayaknya dia bukan fans kamu kok. Dia tadi gak gesrek kan waktu liat kamu" balas si laki-laki tidak mau kalah.


Dikira gue gak punya kuping kali ya, batinku.


Kemudian si laki-laki itu seperti berusaha merangkul pinggang si wanita.


Kalian gak cuma berdua, woi!!


"Aa'..." si wanita seperti ingin protes tapi tidak berusaha melepaskan tangan si laki-laki dari pinggangnya.


"Udah,.. Tenang aja,.." balas si laki-laki.


Ya, mereka memang pasangan mesum itu. Aku masih ingat suaranya.
Sekarang aku tahu kenapa mereka bisa melakukannya hal itu di toilet tadi. Ternyata si cowok emang nafsuan.
Tapi,... Kalau dilihat-lihat... Ceweknya emang nafsuin juga sih.
Harusnya tadi,...


Tunggu sebentar, apa yang tadi sempat kupikirkan.


TING!!


Pintu lift terbuka di lantai dimana wanita itu akan turun duluan.


"Dah ya, Aa'.. Aku mau perform dulu..." ucap si wanita setelah sebelumnya sempat melihat suasana di luar lift yang sepi.


"Iya,.. Aku juga nanti liat kok... Tapi ini mau makan dulu di bawah" balas si laki-laki. "Jangan lupa waronya ya, neng"


"Enak aja, udah dikasih jatah juga,.. Masih minta diwaro" bisik si wanita. "Nanti kalo yang lain curiga gimana?" tambahnya lalunkeluar dari lift.


Wanita itu turun di lantai... 4?
Apa jangan-jangan...


"Hehehe..." si laki-laki itu hanya cengengesan. "Dadah, neng Ratih~"


23507582-331894320552808-1503742735515910144-n.jpg



Tunggu sebentar.
Cantik-cantik namanya Ratih?
.
.
.
.
.
.
.
.
"Setelah itu aku berangkat ke Bandara.
Oh iya, aku juga sempat bertemu dengan temanku yang lain, Nat-"


Grook...


Tunggu sebentar.
Aku menoleh dan melihat ke arahnya. Dan ternyata dia,...


Grook....


Dia tidur?
Dia tertidur?
Dia tertidur saat aku sedang bercerita?
Bahkan dia juga mendengkur.


Grook...


Oke, cukup.
Meskipun wajahnya saat tertidur itu membuat seperti tidak tega jika harus diganggu, tapi itu pasti hanya berlaku pada para gadis.


Aku mendorong pelan tubuhnya agar keseimbangannya sedikit goyah. Dan saat hampir terjatuh, dia membuka matanya.


Bruuk...


"Sialan..." umpat Adrian saat sudah terjatuh.


"Bukankah seharusnya aku yang berkata seperti itu?" balasku bertanya. "Kau tertidur saat aku tengah bercerita?"


"Aku hanya sedikit memejamkan mataku di bagian akhir cerita" balasnya lalu bangkit berdiri sambil mengusap sebelah matanya.


"Oh ya??" tanyaku seakan tidak percaya. Aku memang tidak percaya.


"Jadi bagaimana?" tanya Adrian kemudian. "Reuninya jadi..?"


"Oh, reuninya.. Tunggu, kau tertidur dari saat itu?!!" tanyaku tidak percaya. "Kau tidak benar-benar mendengarkanku!!"


"Hehehe... Aku bercanda.." balasnya sambil tertawa. "Aku bersyukur, kukira kau sudah melakukan hal yang buruk pada Yona sehingga dia seperti sangat membencimu. Tapi ternyata..."


Memangnya 'hal buruk' menurut dia itu seperti apa?


"Dan sekarang yang jadi pertanyaanku adalah,... Siapa kekasihmu itu? Sehingga kau tidak mau menjalin hubungan dengan Yona?" tanya Adrian lagi yang masih mengusap-usap matanya.


Ini pertanyaan yang sulit.
Jika Adrian tahu siapa orangnya, reaksi apa yang akan dia berikan.


"Bagaimana aku menjawabnya ya,... Dia adalah gadis yang... Membuatku akan rela melakukan apapun untuknya..." jawabku. "Memang cukup sulit untuk dijelaskan dengan kata-kata.. Tapi jika kau bertemu dengan gadis yang membuatmu seperti itu, kau akan mengerti" tambahku kemudian.


"Aku mengerti" celetuknya tiba-tiba. "Sepertinya aku sudah menemukan gadis yang seperti itu" ucap Adrian lirih dengan suara pelan sambil tersenyum sendiri.


Kenapa dia senyum-senyum sendiri?
Dia tadi terjatuh, kepala duluan atau bagaimana?


"Sepertinya kau harus segera kembali" ucapku kemudian setelah melihat jam dinding.


"Baru jam segini" balasnya.


"Memangnya kau tahu ini jam berapa?" balasku bertanya.


"Jam 3 kan" jawabnya dengan wajah polos.


"Iya. Jam 3" balasku. "Jam 3 lebih 4 jam" tambahku. "Ini jam 7!!" aku menunjuknke arah jam dinding.


"Heh?!"


Kemudian Adrian melihat ke arah jam dinding, setelah itu dia berjalan ke arah jendela dan melihat ke arah langit. Barulah dia menoleh ke arahku.


"Jam dindingmu terlalu cepat?" tanyanya kemudian. "Masih terang"


"Ini Belanda. Ditambah sekarang ini sedang musim panas" balasku. "Matahari akan terbenam 2 jam lagi" tambahku lagi berusaha mengingatkannya.


"Benar juga" tanggapnya santai.


"Sudahlah, sebaiknya kau cepat kembali. Mungkin Nick sudah mencarimu" ucapku lagi.


"Nick?" tanyanya bingung.


"Kau tidak tahu nama kakekmu sendiri?" tanyaku balik.


"Aku tahu.." balasnya. "Tapi kau langsung menyebutnya hanya dengan...." Adrian tidak melanjutkan kalimatnya. "Oh, ya ya ya.. Ini Belanda. Ya sudah, aku kembali dulu"


Ya, cepatlah kembali. Sebelum kau bertemu dengan...


"Eh, tunggu sebentar" cegahku sebelum Adrian mencapai pintu.


Dia hanya menoleh sambil menatapku bingung.


"Bawalah" ucapku sambil menyerahkan gitarku yang tadi dia bawa.


"Heh?!!"


"Kembalikan di tempat kau mengambilnya" tambahku.


"Merepotkanku saja"


"Kau yang mengambil dan membawanya kemari. Kau merepotkan dirimu sendiri" balasku.


"Ya udah, iya" balasnya.


"Oh iya"


"Apa lagi?"


"Tadi kau bilang, kau suka bajak laut kan. Apa kau punya komiknya?" tanyaku akhirnya.


"Kenapa memangnya?" tanyanya balik.


Baiklah, aku tarik kesimpulan kalau dia memilikinya.


"Apa koleksimu lengkap?" tanyaku lagi.


"Sebenarnya apa yang kau inginkan?" tanya Adrian kemudian.


"Baiklah jika kau memaksa... Apa kau punya komik volume 46 dan 53?" tanyaku akhirnya.


"Apa yang kau incar?" tanyanya lagi.


"Aku hanya ingin meminjamnya jika kau memilikinya" jawabku.


"Tapi kenapa harus dua itu?" tanya Adrian sekali lagi.


"Di situ ceritanya mena-"


"Aku tau apa isi otakmu" potongnya.


"Jika kau mengetahuinya, berarti isi otak kita sama...." balasku.


"Benar juga" celetuknya pelan. "Volume 85 juga bagus" ucapnya tiba-tiba.


Dasar, adik kurang ajar, batinku.


Tiba-tiba Adrian melirik tajam ke arah pintu.


Huh~
Aku menghela nafas.


"Sepertinya dia sudah pulang" ucapku sambil membuka pintu. Kemudian,...


"Woof!! Woof!!"


Ya, dia sudah pulang. Anjingku sudah pulang. Sudah pulang dari jalan-jalan.
Kalian kira siapa?


Orang yang menemani anjingku jalan-jalan,... Sepertinya masih tertinggal.
Anjingku ini tipe anjing yang hiperaktif. Mungkin dia berlari terlebih dahulu saat sudah berada di dekat flat-ku.
Yang artinya,... Dia juga akan segera pulang sebentar lagi.
Dan Adrian harus segera pergi sebelum bertemu dengannya.


"Hehehe... Siapa namanya?" tanya Adrian tiba-tiba yang ternyata sedang bermain dengan anjingku.


Kenapa dia malah...


"G-1 (Ji Wan)" jawabku.


"Jihan?" tanya Adrian berusaha memastikan.


"G-1. G...(Ji) 1(Wan)"


"Nama macam apa itu?" tanyanya heran.


Sebenarnya itu nama berasal dari kebiasaan anjingku yang dulunya suka atau punya hobi menghilang saat diajak jalan-jalan. Tapi itu dulu.
Apa hubungannya?


Menghilang -> Gone -> G-One -> G-1.
Sudah paham?


Tunggu sebentar. Bukan itu masalahnya sekarang.


"Hei, sebaiknya..." aku tidak melanjutkan kalimatku saat melihat apa yang tengah dilakukan Adrian terhadap G-1.


"Hehehe.... Good dog.. Good dog" Adrian mengusap-usap perut anjingku yang asyik berbaring.


Tunggu sebentar.
Anjingku itu tipe yang susah sekali akrab dengan orang yang baru ditemuinya. Tapi kenapa dia bisa langsung akrab dengan Adrian?


"Hei, bukankah seharusnya kau segera kembali" ucapku mengingatkannya.


"Sebentar, aku masih ingin bermain dengan Jiwon" balas Adrian.


Salah nama!!


"Baiklah, tapi aku tidak ikut campur ya kalau Nick sampai marah karena kau kembali terlalu lama" ucapku.


"Aku pergi dulu" balas Adrian yang tiba-tiba sudah membuka pintu.


Cepat sekali..


"Oh iya,.."


"Apa lagi? Tadi kau bilang aku harus segera kembali" balasnya.


"Aku hanya ingin memberimu nasihat,.. Kita sebagai laki-laki harus punya komitmen" ucapku menasehati. "Itu sebabnya aku tidak mengambil tindakan pada Vivi" tambahku. "Cukup 1 saja, yang benar-benar berharga bagimu"


Raut wajah Adrian langsung berubah seperti sedang merenungkan sesuatu.


"Jika kau memang sudah menemukan orangnya,.. Jagalah baik-baik" tambahku lagi.


"Aku harus segera pulang" ucap Adrian pelan. "Baiklah, aku-"


"Tunggu sebentar" cegahku lagi.


"Apa lagi?!!" tanyanya yang sepertinya mulai kesal.


"Sebenarnya ada yang ingin kau katakan sejak dari pertama kita bertemu bukan" tebakku.


"Oh, itu" balasnya.


"Jadi memang benar"


"Potongan rambutmu,... Itu terlihat konyol" ucapnya tanpa adanya keraguan.


Dasar adik sialan!!


"Ya sudah, aku pergi ya.. Dadah Jinhwan" ucapnya sambil melambai ke anjingku.


Malah makin jauh!!, batinku.


Siapa itu Jinhwan?


"Woof!! Woof!!"


Kenapa ditanggapi??


Aku melihat Adrian berjalan semakin menjauh dari flat-ku. Kemudian tiba-tiba dia berhenti, menunduk ke bawah sebentar dan lalu berjongkok. Sepertinya tali sepatunya terlepas.
Dan tepat saat Adrian berjongkok itulah ada seorang wanita yang berjalan melewatinya dari arah berlawanan dengannya.


Wanita itu berjalan kemari. Ke arah flat-ku. Dengan wajah panik dia berjalan sedikit cepat seperti terburu-buru sampai akhirnya,...


"G-1 udah pulang duluan ya?" tanya wanita tersebut padaku.


"Udah, itu ada di dalem.. Lagi tiduran" jawabku.


"Ya ampun.. Aku tadi udah sempet panik lho, aku kira dia ilang" ucapnya. "Aku kan tadi lagi belanja, terus..."


Aku tidak terlalu memperhatikan apa yang dia ucapkan. Cukup hanya dengan melihatnya saja aku sudah merasa bahagia. Entah kenapa.


Tapi jawaban yang pasti jika kalian bertanya siapa wanita ini,...
Dia adalah kekasihku.
Sosok seorang wanita yang selalu bisa menenangkanku.
Seorang wanita yang membuatku mampu menekan ego-ku.
Seorang wanita yang mampu membuatku bangkit lagi di saat aku terpuruk.


"Masuk dulu deh, cerita di dalem aja" ucapku mengajaknya masuk.


Dia hanya tersenyum lalu mengangguk sedikit sebelum akhirnya masuk ke dalam flat-ku.
.
.
.
"Ini,.. Tadi ada tamu?" tanyanya curiga saat melihat ada dua piring di tempat cuci piring.


"Iya, tadi ada ad-"


"Siapa?!!" potongnya. "Mahasiswi kamu?"


"Aku itu di kampus selalu berusaha ngehindarin mereka" balasku. "Gak perlu cemburu gitu dong"


"Terus siapa? Jawab!!"


"Adik aku.." jawabku akhirnya.


"Eh?!" kagetnya. "Dia ada di negara ini?"


"Iya. Mau nyusulin idolanya kali" sindirku.


Kekasihku itu langsung memasang wajah cemberut lucu.


"Sekarang ada dimana dia?" tanyanya kemudian.


"Udah pergi" jawabku. "Tadi kamu papasan sama dia kok" ucapku kemudian. "Cowok yang lagi ngiket tali sepatu tadi" tambahku menjelaskan.


"Yang bawa gitar itu?" tanyanya.


Aku hanya mengangguk pelan.


"Dia liat aku gak ya...?" kekasihku ini tampak panik.


"Tenang aja, enggak kok" ucapku menenangkannya. "Mungkin" tambahku.


"Itu gitarnya... Gitar kamu?" tanyanya lagi.


Aku kembali mengangguk.


"Rencananya aku mau kasih aja gitar itu ke dia" tambahku.


Kekasihku itu tiba-tiba langsung menatapku tajam.


"Kenapa?" tanyanya heran.


"Gak. Gapapa" bantahnya. "Tapi,.. Kok dia bisa kesini ya?" tanyanya lagi.


"Palingan dia ngikutin feelingnya aja" jawabku asal. "Eh, dia nyebutnya firasat sih"


"Kalian itu emang kakak-adik ya" tanggapnya. "Mirip banget"


"Mirip darimana? Beda lah" bantahku.


"Bedanya dimana?" tanyanya kemudian.


"Kalo Adrian,.. Dia ngelakuin apa-apa ngikutin firasatnya aja" jawabku.


"Kalo kamu?"


"Kalo aku, aku ngelakuin apa-apa,.. Gak pake mikir dulu" jawabku lagi.


"Itu sama aja!!" balasnya.


"Hmm..."


Tunggu sebentar.
Adrian tahu arah jalan kembali ke rumah kakek kami tidak ya?
Kalau dia tersesat bagaimana?
Aku akan mendapat masalah juga kalau jika dia hilang.


Aku baru bertemu dengannya, dan dia sudah akan...


"Eh?! Kamu nangis?" ucap kekasihku itu tiba-tiba.


"Huh??" aku memegang pipiku dan ternyata memang basah.


"Kenapa kamu tiba-tiba n-"


"Mungkin aku cuma terharu aja akhirnya ketemu sama dia.. Adik aku" balasku sambil sedikit tersenyum.


"Cowok kok nangis sih" ledek kekasihku itu yang hanya bermaksud bercanda.


"Aku emang cowok. Tapi aku juga manusia, yang punya perasaan, punya hati" balasku.


"Dan..."


"Dan hati itu diisi oleh kamu seorang.." tambahku.


"Jawaban kamu itu lho,.. Selalu bisa bikin aku makin cinta sama kamu" kekasihku itu kemudian maju ke arahku dan memelukku.


"Kamu tau... Aku awalnya sempet ngira kalo reaksi Adrian itu bakalan marah terus mukul aku waktu kami pertama ketemu" ucapku di tengah pelukan kami.


"Dia itu anak baik kok" tanggap kekasihku itu.


"Soalnya dia punya idola gadis baik yang mau nerima aku apa adanya. Iya?" tanyaku menggodanya.


"Tapi gak tau juga gimana reaksi dia kalo tau idolanya itu dipacarin sama kakaknya sendiri" balasnya menggodaku.


"Huh?!"


"Udah ah, aku mau mandi dulu.." balasnya yang kemudian melepas pelukan kami.


"Uh,.. Ikut...." pintaku.


"Gak bisa ya... Aku lagi jadwalnya.." tolaknya halus.


"Kemaren alesan kamu juga gitu, kemarennya lagi juga sama" balasku. "Tiap hari alesan kamu itu sama lho... Lebih kreatif dong.. Dan aku juga tahu jadwal kamu sebenernya itu gimana.."


Tidak menjawab perkataanku, kekasihku ini malah hanya menoleh sedikit sambil memberikan sedikit senyuman sambil tetap berjalan seakan memang menggodaku.


"Jessie..."


IMG-20190901-231518.jpg






Bersambung.jpg



-Bersambung-
 
Catatan Penulis:


Perpisahan. Perpisahan itu bukanlah akhir dari segalanya. Bukan akhir dari dunia.

Akhir dunia?

Ya, akhir dunia atau yang biasa disebut kiamat.
Sebenarnya bagaimanakah akhir dunia yang sebenarnya?
Apakah seperti yang selama ini kita kira?
Saat semua bencana alam terjadi bersamaan?
Tornado?
Tsunami?
Angin topan?
Gempa bumi?
Hujan meteor?
Tanah longsor?
Banjir bandang?
Gunung meletus?

Atau saat ada sebuah virus yang membuat orang-orang berubah menjadi mayat hidup atau yang biasa kita sebut dengan zombie?

Seperti dalam cerita sebelah, 55 Hari Kemudian (@metalgearzeke) dan Ketika Dunia Bertubrukan eh, Ketika Dunia Runtuh (@alshawn) ??
(Saya sebutin lho, saya baik kan)


Atau seperti dalam film-film?


Saat kita terbagi menjadi 12 distrik dan pada setiap tahunnya akan ada perwakilan dari setiap distrik untuk saling bertarung satu sama lain dengan berbagai macam senjata?
Panah contohnya.

Saat kita dibagi dalam beberapa fraksi berdasarkan kepribadian kita?
Dan jika kita cocok dalam semua fraksi, itu artinya kita adalah orang terpilih. Karena 'berbeda'.

Saat kita harus berlari-lari di dalam sebuah labirin?

Saat ada perusahaan yang bertujuan untuk membuat obat untuk manusia tapi hasilnya malah menciptakan virus yang sangat mematikan bagi manusia?
Tapi tidak begitu bagi kera.

Saat ada serangan makhluk asing dari luar angkasa yang menyerang dengan 5 tahapan serangan?

Saat ada kadal yang terkena radiasi dan akhirnya menjadi kadal raksasa kemudian menyerang kota?
(Bahkan ada yang versi baru, bisa menyemburkan 'Blue Gaz' )

Saat ada serangan makhluk asing yang tidak bisa melihat tapi sangat peka terhadap suara sehingga jika kita ingin bertahan hidup kita harus tetap diam?

Saat klub kesayangan kalian tidak pernah menang di laga tandang? (Tunggu, ini terlalu menyimpang..)

Saat ada 'angin' yang jika kita melihat angin tersebut mendadak kita menjadi gila dan ingin melakukan bunuh diri?

Saat bumi hanya tersisa padang pasir yang tandus dan para manusia berperang sambil mengendarai kendaraan dengan cara mereka masing-masing?
Bahkan sampai ada yang berkendara sambil bermain gitar.


Jadi,...
Bagaimanakah akhir dunia yang sebenarnya?



Makasih
• TTD H4N53N


Volume 46, 53, 85....
Hanya yang mengoleksi komiknya yang tahu apa yang saya maksud (mungkin)


Kenapa?
Kalian mengharapkan adegan Eno X Vivi?
Katanya udah kangen GreAdShan...

Ya deh, kapan-kapan kalo rilis versi extended cut :pandaketawa: :pandaketawa:
 
"Pake ngatur-ngatur gue segala, suka-suka gue lah gue mau ngapain, kemana sama siapa" ucap Vivi lagi. "Emang lo siapanya gue?"

Ini realita kita ke idol kita btw, sungguh gw baper sama kalimat ini.

CMIIW
=============

Jadi kisah Vivi dan Eno sudah selesai ya.

Sempat terenyuh bacanya.

Kadang kita menyukai seseorang tanpa harus memiliki. Tapi minimal kita berusaha atau ungkapkan meski tidak ada jawaban atau bahkan ditertawai akan perasaan kita tsb.

Terima kasih tulisannya.

Buat saya tulisan ini menarik sekali, alur nya yang maju-mundur sukses buat saya harus baca berulang". Semoga ada karya" selanjutnya ya Hu.

Karena saya tau menulis itu sangat sulit.
 
Ji-Wan, twenty one guns
Lay down your arms
Give up the fight,
Ji-Wan twenty one guns
Throw up your arms into the sky,
You and I
 
Untuk sekadar jongkok benerin tali sepatu,seharusnya 2 dari 5 panca Indra Adrlan berfungsi.
Pendengar : bisa mendengar langkah kaki mbak Jesie
Pembau : masa iya? ngoshiin atau ngidolain apalah sebutannya (kagak paham sama sekali JKT48) pernah jabat tangan(apa sebutannya??),ngobrol di restoran bareng,mandi bareng,olahraga bareng(MATAMU!!!) nggak familiar bau parfumnya mbak Jesie

Mau diketemuin antara idola dgn pengidola Syukur,nggak juga BODOAMAT!!! serius BODOAMAT!!! sumpah BODOAMAT!!!:pantat:

Alias kenapa saya ngetik ginian padahal ada penulisnya yang bisa menjelaskan dengan lebih jelas,lagipula ini kan Cerita Drama kenapa saya kaya baca cerita Misteri?:gila::gila:
 
Akhir yang bahagia bagi eno, lalu bagaimana dengan yona?

"Biarin adek gw aja yang ngurus hahahaha" eno ketawa jahat

Gak ketebak gelaaaaaa, eno makin betah aja ini di belanda.

btw gw gak ngarti wanpis pen coba marathon tapi episodnya kebanyakan+makaseeeh apdetnuaaa :"))
 
Lebih tergiur greshan mah ane
Hmmm.....
Btw thanks update nya
Sama-sama
"Pake ngatur-ngatur gue segala, suka-suka gue lah gue mau ngapain, kemana sama siapa" ucap Vivi lagi. "Emang lo siapanya gue?"

Ini realita kita ke idol kita btw, sungguh gw baper sama kalimat ini.

CMIIW
=============

Jadi kisah Vivi dan Eno sudah selesai ya.

Sempat terenyuh bacanya.

Kadang kita menyukai seseorang tanpa harus memiliki. Tapi minimal kita berusaha atau ungkapkan meski tidak ada jawaban atau bahkan ditertawai akan perasaan kita tsb.

Terima kasih tulisannya.

Buat saya tulisan ini menarik sekali, alur nya yang maju-mundur sukses buat saya harus baca berulang". Semoga ada karya" selanjutnya ya Hu.

Karena saya tau menulis itu sangat sulit.
Wooo.... Ada yang curhat nih..
Duh terharu saya :')
Terhura sampai menangos gak?
anjir, sedih akunya :(
Lebih sedih liat nasib gitar sih saya...
Ji-Wan, twenty one guns
Lay down your arms
Give up the fight,
Ji-Wan twenty one guns
Throw up your arms into the sky,
You and I
Lah, ada yang karaokean
Untuk sekadar jongkok benerin tali sepatu,seharusnya 2 dari 5 panca Indra Adrlan berfungsi.
Pendengar : bisa mendengar langkah kaki mbak Jesie
Pembau : masa iya? ngoshiin atau ngidolain apalah sebutannya (kagak paham sama sekali JKT48) pernah jabat tangan(apa sebutannya??),ngobrol di restoran bareng,mandi bareng,olahraga bareng(MATAMU!!!) nggak familiar bau parfumnya mbak Jesie

Mau diketemuin antara idola dgn pengidola Syukur,nggak juga BODOAMAT!!! serius BODOAMAT!!! sumpah BODOAMAT!!!:pantat:

Alias kenapa saya ngetik ginian padahal ada penulisnya yang bisa menjelaskan dengan lebih jelas,lagipula ini kan Cerita Drama kenapa saya kaya baca cerita Misteri?:gila::gila:
Anggep aja Adrian terlalu fokus pas ngiket tali sepatunya
Akhir yang bahagia bagi eno, lalu bagaimana dengan yona?

"Biarin adek gw aja yang ngurus hahahaha" eno ketawa jahat

Gak ketebak gelaaaaaa, eno makin betah aja ini di belanda.

btw gw gak ngarti wanpis pen coba marathon tapi episodnya kebanyakan+makaseeeh apdetnuaaa :"))
Yona kan balikan sama Adit...
Eh, emang iya ya?
Bukannya itu biar Eno cemburu aja?

Alias

Gak ketebak apa'an?!!
Dari awal kalian semua udah nebak kalo pacarnya Eno itu si Jessie kan..
Jadi gimana ole ole kang solder? wkwkwkwkk
"Memecat Ole, akan membuat project jangka panjangnya tersendat dan harus mengulang lagi dari awal"

Jadi apakah itu suatu solusi yang tepat?

Iya, kalo penggantinya tepat. Allegri.

Seengaknya, Allegri itu punya sesuatu yang tidak dimiliki oleh Ole. Apa itu? Strategi.

Alias

One piece nya yang saya singgung di cerita komiknya kok bukan animenya..
eh... udah update ternyata
makasih hu 😊
Sama-sama (2)
Uhhhh om suhu... Izinkan ane martahon dari season 1 dah..

Lama di cerbung, ketemu ginian kaya ada yang ngupas bawang euy.. :beer:

Sehat selalu Kak Ads :ampun:
Eh....
Gak bener-bener pamit kok..
Itu karna judul part terbarunya 'Last Farewell' aja
Wah arc vivi bagus banget sih... Cinta yang tak sampai gitu, pantes Vivi marah mulu tiap liat Adrian. Eh, kayaknya ada tanda-tanda Greisyan tipi bakal balik nih:pandajahat:
Emang sebagus itu ya??
Pantas sekali yona sakit hati
Vivi ganti teriak,... "Eno bangsaaatt!!!"

:pandaketawa: :pandaketawa:
Cih gue diomongin...
Siapa ya?

Alias

Ditunggu rilis ceritanya, SOMPRET!!!
Kalimatnya membekas sumpah
Karna pernah diginiin
Relate juga sama yg sekarang
Yah,... Dianya curhat..
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd