DRAMA Finding Reality ACT II

satriian said:

Anjayyy mau update lagiiii

Click to expand...

Ya kan belum tamat

watarusuki said:

Ya Allah buatlah keajaiban yang bisa membuat Oda-Sensei bisa menamatkan One Piece

Click to expand...

watarusuki said:

Dan biarin Yuki Tabata-Sensei yang menggantikannya

Click to expand...

Heh?!!

wotainaja said:

kalo yg dimaksud sih bukan menghujat kesalahan orang lain
lebih tepatnya menghujat diri sendiri malah
hahaha

btw ditunggu jalan-jalannya

Click to expand...

Bisa nebak gak itu yang lagi 'jalan-jalan' siapa sama siapa?

lailaxlalat said:

Sepertinya masih eno lagi

Click to expand...

Hmm....

Zinggasemprot1 said:

YuhUuuu.. Dedek pengamat
Kalo di jahatin..ane auto bikin thread counter attack

Alias..
Semoga RL lancar and sehat selalu kak ads..

Click to expand...

Tunggu aja ya..

JosephJoestar said:

Kelar juga ya arc Eno, sampe lupa kalo ada cerita GreShanAds hahaha. Tapi, apakah arc Eno udah bener2 kelar?

Click to expand...

Hehehe

user2210 said:

Kurang hu wkwkwk....

Click to expand...

Kalo kebanyakan gak baik

badislike said:

Pantesan gak mau sama Vivi, dah punya Jessieee

Click to expand...

Adrian juga kalo disuruh milih mau kakak ipar yang mana, ya pasti milih yang 'baik' sama dia, yang pernah ngasih nasihat ke dia. Daripada yang tiba-tiba nampar dia kan

Meskipun sebenernya pasti ada rasa gak rela juga kan, tapi kalo pilihannya cuma dua itu ya mau gimana lagi, ya kan

DENAW97 said:

wait... i have question
kalo emang vivi udah balikan sama adit, kenapa vivi bisa marah bgt ya ngeliat adrian yang notabene mirip bgt sm eno?

Click to expand...

Karena Vivi masih belum tahu alasan Eno yang sebenernya kenapa Eno gak mau nbak dia, dan karena Vivi balikan sama Adit cuma buat bikin Eno cemburu..
Dan apakah di saat ini (maksudnya di timeline cerita) Vivi masih sama Adit?

koyuky said:

Manca mana... Manaaaa mancaaaa... Mancaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa....
Ehh... Salah...
Adrian mana... Adrian... Adriaaaaaaaaaaaannn

Click to expand...

Sabar, pak.. Sabar...

watarusuki said:

Kapan ngetemuin Bedebah-Nathan,Eno-Adrian ama munculin temen ke 6 Adrian??

Click to expand...

STRAY itu ber-5 termasuk Adrian
Temen ke-5 aja belum muncul udah ditanyain yang ke-6

Alias

Kesannya temennya dikit banget..

Sebenernya temennya banyak, tapi yang suka nongkrong bareng, main game bareng, nginep di tumah, ya STRAY itu

Oh saya tahu kenapa yang ditanya temen ke-6
Karena temen ke-5 ya udah sering muncul. Siapa?
Ya saya lah

Ya kan Ads, kita temen kan

"Terserah lo lah"

1411 Project

"Iya deh, iya"

*The Ice Bee*

Diem!!

satriian said:

Gak mau nebak laghi entar Kena marah

Click to expand...

Tebak aja, gapapa

satriian said:

Klo di foto profile sih bakal bahas Ve

Click to expand...

Udah saya ganti, hehehe

SundayTheSix said:

Update eii

Click to expand...

BCT

194946060113 said:

Ku menunggu hu~

Click to expand...

Sama

wiggle said:

aihhhh kelewat banyak

Click to expand...

Enak dong, bisa baca banyak..

JuraganDelusi said:

Teruntuk kamu yang lagi nonton emyu

Apdet dong hu ehehe

Click to expand...

Teruntuk anda yang sok tahu
Saya tidur keles..

Alias

Kok imbang sih?
Gak jadi dipecat dong??

Alias

Sama emyu aja imbang, ckckck

Alias

Gak masang Adrian sih

Alias

Kok banyak ya aliasnya

WeenieHut said:

update ads

Click to expand...

Sabar..

Skidiw said:

Tumben nih kak ads ga nongol, padahal kan semalem ga perlu masuk goa

Click to expand...

Heh?!!

Catatan Penulis:


- Souma S4
- Nanatsu no Taizai S3
- Boku no Hero S3

Masih ngelanjutin Diamond no Ace Act II (S3) juga. Dan yang pasti, One Piece..


"Jangan lupa SAO ada season baru juga"


Beneran?
SAO yang mana?
Alicization?


"Y"


Iya juga sih, waktu itu endingnya gantung
Jadi,... Makin dikit dong waktu luang..


"Haikyuu S4 juga"


Diundur, norak!!


"Emang iya?"


Januari..
Ya udah ya...


Makasih
• TTD H4N53N & Adrian


Part terpanjang sejauh ini, tapi...
Bodo amatlah..

Hehehe... Catatan penulisnya duluan ya

Part 29: Far From Home



((Lho,.. Lho.. Lho...
Kok masih lanjut?
Bukannya part sebelumnya judulnya ada 'last' nya gitu?))


Oh jadi gak mau lanjut nih?


((Mau kok. Mau.. Mau...))


Ya udah..
Lagian Naruto aja meski udah ada movie Last, masih lanjut movie anaknya kok. Terus lanjut anime series-nya, masih ada embel-embel 'Naruto' lagi.
Padahal generasi selanjutnya setelah generasi Naruto itu harusnya generasi Konohamaru.


((Malah bahas Naruto!!))


Oh iya, ya.
Ngapain ya bahas itu.
Jadi, ada pertanyaan lain?


((Pertanyaan??
Emang ini sesi tanya jawab?
Hmm... Kenapa judul part-nya gitu?))


Bukan sih. Bukan sesi tanya jawab.
Tapi kenapa tetep nanya?!!
Ya udah lah, tetep dijawab juga aja..


Apa tadi?
Judul part-nya ya,..
Kenapa Far From Home?
Jauh dari rumah.
Pertama, kalian harus tahu apa itu perngertian Far From Home.
Far From Home memiliki makna, seseorang yang jauh dari rumah. Tapi bukan tersesat dan juga berarti tidak tahu arah jalan pulang.
Far From Home juga memiliki makna adanya kemungkinan atau ada suatu alasan yang menyebabkan belum bisa kembali ke rumah.


Intinya apa?
Aku memang sedang jauh dari rumah, jauh darinya. Dari Shani.


Kenapa bukan Far From Her?
Cause Her is My Home.
Karena Shani, dia adalah rumahku. Tempatku untuk kembali.


((Lho, Lho...
Bentar-bentar Kok Shani?))


Ya emang Shani dong, kan-


((Berarti ini udah balik P.O.V Adrian lagi?))


Iya. Jadi,...


((Horee...
Eh tunggu. Berarti yang daritadi itu bukan penulisnya?))


Bukan!
Dan bisa nungguin gue selesai narasi dulu gak?!!


((Sorry.. Sorry... Ya udah, sok di lanjut))


Oke,...


Anybody miss me?


((Hmm..))


Hello..


((Hmm...))


Hmm.. Hmm... Aja.
Limbad lo..?!!!


((Oh, boleh nyahutin?))


Ya boleh lah.
Cuma jangan motong narasi gue aja..


((Oke, sipp...))


Ulang ya,..


Anybody miss me?


((....))


Gak ada nih?


((Ya gak ada lah. Kita kangennya sama GreShan!!!))


Sialan!!
Ya udah, langsung ke cerita aja..
.
.
.
.
.
.
.
"Iya. Maaf ya... Ini aku juga udah mau pulang kok.."
"Iya, ini lagi perjalanan ke bandara"
"Apa? Gak perlu. Nanti kamu repot"
"Udah dulu ya. Aku tutup ya"
"Iya. Aku juga sebenernya gak mau...."
"Iya, tapi baterai HP aku udah sekarat ini... Udah mau habis"
"Iya.."
"Iya..."
"Ho'oh..."
"Ik hou van jou, Shan.."
"Hehehe.. Ya, maaf"


Tut.. Tut... Tut..


Baterai HP-ku habis tepat sesaat sebelum aku ingin memutuskan sambungan telefon ini.


"Yah,... Mati total" keluhku bergumam sambil memandangi layar HP-ku yang gelap. "Udah! Supir fokus nyetir aja!!" ucapku lagi


"Kau bisa lebih sopan sedikit tidak? Aku ini kakakmu" balas orang yang duduk menyetir di sebelahku.


Bodoamat, batinku.


"Oh iya, bagaimana tanganmu?" tanyaku kemudian.


"Nah, harusnya begitu. Setidaknya kau punya sedikit rasa khawatir pada-"


"Jangan salah paham" potongku. "Aku mengkhawatirkan diriku sendiri. Maksudku jika tanganmu masih sakit, bisa berbahaya karena kau sedang menyetir" tambahku. "Untung kau tadi mendengarkanku"


"Sialan.." umpatnya halus. "Tanganku tidak apa-apa"


"Sama-sama" balasku.


"Aku benar-benar tidak habis pikir.."


"Soal sikapku padamu?" tebakku.


"Bukan.. Itu juga,.. Tapi bukan itu" ucapnya.


Gak jelas..., batinku.


"Aku hanya tidak habis pikir kau bisa berani bicara seperti itu kepada Nick.."


Dia sendiri tidak begitu sopan pada kakek. Tapi menyuruhku untuk sopan padanya?
Tidak tahu diri, batinku.


"Jika aku tidak begitu... Aku tidak akan bisa pulang ke Indonesia" gumamku. "Sudah terlalu lama aku di sini.. Padahal rencana awalku, hanya pergi selama 2 atau 3 hari saja" tambahku pelan.


Nah,...
Sekarang kalian yang membaca pasti bingung kan ini hari ke berapa..


Jelasinnya harus mundur dulu beberapa hari.. Bukan flashback yang terlalu lama kok. Santai saja. Nikmati saja..
.
.
.
.
.
.
.
.
*Flashback On


Adriansyah...
Anak Dari Rico Dan Dian Yang Sudah Syah.


Jadi kalau Adriano,...
Apakah artinya... Anak Dari Rico Dan Dian Hasil Hubungan Tidak Senonoh?


Tunggu dulu.
Kenapa gue mikirin soal ginian?
Awalnya tadi gue mikir apa'an sih?, batinku bingung.


"Oh iya, tadi habis ngiket tali sepatu.. jalan beberapa langkah,.. Tiba-tiba keingat kalo kayaknya ada yang harus disampein ke Eno" gumamku.


Tapi saat berbalik badan hendak memberitahu.. Aku langsung mengutungkan niatku. Karena aku melihat ada seorang wanita yang masuk ke dalam flat-nya Eno. Mungkin itu kekasihnya yang sudah pulang.


Jadi aku mengurungkan niatku karena aku yang tidak mau menganggu mereka.


Dan sekarang aku malah lupa tentang apa yang akan kuberitahu tadi.


Ah, udahlah. Bodo amat.
Gak terlalu penting kayaknya.


Ngomong-ngomong aku jadi rindu pada Daark gara-gara tadi melihat anjingnya Eno...
Apalagi saat mendengar gonggongannya.. 'Woof.. Woof..' gitu.
Iya dong, 'Woof.. Woof..' kalau di Indonesia baru.. 'Guk.. Guk...'


Meskipun jenis anjing kami berbeda.
Aku sudah pernah menjelaskan Daark itu anjing jenis apa kan. Nah sekarang aku akan menjelaskan anjingnya Eno ini...
Jadi,..


Aku sendiri sebenarnya juga tidak tahu sih jenis anjing apa itu.
Tapi jelas berbeda, karena anjingnya Eno itu ukurannya jauh lebih besar dari Daark.
Dan wujud anjingnya Eno itu sekilas mirip serigala.


Siapa nama anjingnya...?


Jihat?


((Bukan!!))


Dilan?


((Makin jauh))


Jinan?


((Terserah lo lah..))


Iya, kali ya.. Jinan.
Aku jadi ingin bermain dengan Jinan.


((Lo jangan pake insting hewan liar lo dong.. Jangan spoiler!!))


Heh?!! Maksudnya?
Ini ngomong-ngomong kenapa lo gangguin gue lagi sih!!


((...))


Lah, malah diem sekarang.
Ya udah lah,...


Kulanjutkan kembali mengambil beberapa bungkus cemilan dari rak tersebut.


"Maaf ya, Shan.. Aku beli cemilan yang kamu 'larang' disini..." gumamku.


Cheetos di sini varian rasanya aneh-aneh ya...
Kalau di Indonesia, palingan rasa keju.. Rasa BBQ Steak, Cheedar Cheese, Jagung Bakar, Ayam bakar..


Tapi kalau di luar negeri,... Ada rasa kacang(?).. Rasa garam dan cuka(?)... Rasa saus tomat(??)... Rasa pizza keju... Rasa keju cheddar dan cabai jalapeno(?)... Rasa BBQ.. Ditambah madu(?)... Rasa salsa con queso, itu saus keju..
Masih ada yang lain juga.. Ada rasa cinnamon sugar, itu kayu manis... Rasa caramel.. Rasa pedes.. Rasa super pedes (2x lipat pedesnya)


Banyak pilihan jadi makin bingung..
Jajan coklat aja aaahh...


Tunggu dulu...
Ada Doritos Cheese Loaded.. Enak nih kayaknya... Ada juga Lays Mac and Cheese(?)


Kitkat Cheese Cake..
Baskin Robbins Nougat..
Oreo Ice Cream Sandwich..


Wah... Enak semua kayaknyaa...


Harus dicobain semua nih!!
.
.
.
.
.
"Gak ada charger HP ya..." gumamku setelah bertanya pada kasir minimarket tersebut.


Kemudian aku segera mengambil HP-ku yang berada di saku dan langsung mematikannya untuk menghemat baterai.


"Hmm... Oke. What is the total amount?" tanyaku kemudian menanyakan total harga snack yang ingin kubeli.


Tunggu dulu..
Cukup gak ya uang gue?, batinku.


Kemudian aku mencoba menghitung uang di sakuku.


Kayaknya gak cukup deh, pikirku setelah selesai menghitung total uang yang kubawa.


"Gue kebanyakan apa ya ngambilnya?" gumamku lagi.


Ini bawanya juga gimana nanti?
Ini di Belanda, gak nyediain kantong plastik. Kalaupun nyediain, harganya pasti mahal.


Dan,.. Aku semakin yakin kalau uangku kurang saat melihat total belanjaanku dari mesin kasir.


Yaaahh...
Masa harus dikurangin sih?


Minimarket ini nerima gitar gak ya?, pikirku sekilas.


Tapi jangan deh, nanti yang punya marah lagi..


Aku mencoba merogoh kantongku lagi berharap dapat menemukan beberapa uang lagi..
Tapi yang kutemukan malah... Pick gitar berwarna ungu. Pick gitar dari Gracia.


Huft~
Aku sedikit menghela nafas.


"Gre..."


"Jonge meester van Eden.." panggil sebuah suara tiba-tiba.


Aku menoleh ke sumber suara tersebut dan,...


"Ah... You..." aku berusaha mengingat-ingat namanya.


"Shenny" sahutnya mencoba membuatku mengingat.


Oh ya, itu namanya.
Aku hampir tidak mengenalinya karena sekarang dia memakai pakaiannya biasa.
Bukan seragamnya itu.


Apa itu hanya seragam yang hanya wajib dipakai di rumah kakekku saja ya?
Ya, dia adalah Shenny, salah satu pelayan di rumah kakekku. Tapi kenapa dia ada disini ya?


"Why you.."


"Er is iets dat ik moet kopen" sahutnya lagi memotong pertanyaanku.


"Oh.." balasku sambil mengangguk-angguk padahal sebenarnya tidak begitu mengerti apa yang diucapkannya.


Kemudian dia berbicara kepada si penjaga kasir. Entah apa yang mereka bicarakan.


"Wil je teruggaan?" tanya Shenny tiba-tiba kepadaku.


"Ah... Ja" balasku sok mengerti.


"Zo ja, volg mij dan gewoon
we willen ook teruggaan" balasnya lagi.


Kali ini aku hanya menggangguk-angguk menanggapinya.


Tapi kemudian aku teringat sesuatu.


"Eehhh... Shenny,.. You bring money?" tanyaku akhirnya.


Shenny yang awalnya bingung kemudian langsung mengerti maksudku setelah melihat tumpukan snack di meja kasir dan dia langsung membayar seluruh belanjaanku dan membawakannya juga.
.
.
.
.
.
"That was okay?" tanyaku pada Shenny mencoba memecah keheningan saat kami sedang berjalan bersama.


Dia hanya mengangguk menanggapi saat aku bicara. Padahal biasanya aku yang hanya mengangguk-angguk saat mendengar dia bicara.


Ngangguk-ngangguk doang, padahal gak ngerti-ngerti banget ngomong apa'an.


"Er is nog een be- Ah,... Sorry.." Shenny tidak melanjutkan kalimatnya dan tiba-tiba malah meminta maaf. "I will start speaking English with you?"


"Ah... Oh, oke.." ternyata dia meminta maaf hanya karena berbicara bahasa Belanda padaku.


Tunggu dulu..
Bukannya harusnya ngomongnya udah pake bahasa Indonesia semua ya?
Langsung di translate..
Gimana sih penulisnya?


((Oh iya, ya..
Oke..
Bahasa Indonesia semua mulai sekarang..))


"Kau tadi darimana?" tanyaku lagi pada Shenny. "Kenapa bisa ada disini?"


"Kami baru selesai membeli bahan makanan untuk makan malam. Dan Tuan Besar juga meminta kami untuk sekalian mencari anda juga" jawab Shenny.


"Oh.."


"Apa tidak apa-apa anda membawa semuanya sendirian?" tanya Shenny lagi yang sepertinya khawatir. "Saya bisa membantu membawakannya jika anda mengizinkan"


"Tidak. Tidak perlu" tolakku. "Ini belanjaanku, sudah seharusnya aku membawanya sendiri" tambahku memberikan alasan.


Ya meskipun tidak ada kantong plastik, tapi minimarket tersebut memberikan kantong kertas. Jadi tidak masalah untuk kubawa sendiri belanjaanku ini.


"Lagipula, kau juga sudah menolongku tadi. Terimakasih" tambahku lagi sambil berterimakasih.


"Sudah menjadi tugas kami" jawabnya. "Lagipula uang tadi adalah uang kembalian dari belanja tadi"


"Apa tidak apa-apa?" tanyaku yang mulai sedikit panik. "Apa kau tidak akan terkena masalah nantinya?"


"Tenang saja" jawabnya santai. "Tuan Besar tidak pernah menanyakan hal-hal seperti itu pada kami"


Tunggu dulu.
Aku baru sadar..
Dari tadi Shenny menyebut 'kami'.. Apa jangan-jangan...


"Shenny.. Dari mana saja kau?" bentak seorang wanita yang sedang berdiri di samping sebuah mobil yang cukup panjang...


Limusin?!!, batinku kaget.


"Maaf, Chenia.. Tadi aku mencari obat untuk Greisy karena tadi dia sempat mengeluh perutnya sakit" balas Shenny sambil menunduk. "Dan tadi aku juga bertemu-"


"Tuan Muda Eden!!" teriak perempuan itu cukup kencang.


Sayangnya aku tidak bisa menutupi kedua telingaku karena tanganku penuh belanjaan.


Sekarang aku baru ingat, wanita ini adalah salah satu pelayan di rumah kakekku juga. Dia yang kemarin malam diam-diam menyelinap ke kamarku saat aku sedang berusaha untuk tidur.
Dan saat aku sudah menolak semua 'tawaran' darinya dan memintanya untuk keluar, dia malah merengek dan memohon agar aku tidak mengusirnya karena dia melakukan itu karena mendapat perintah dari kakekku dan dia takut jika sampai kena marah oleh kakekku karena dianggap tidak menjalankan tugasnya dengan baik.


Padahal aku sudah memintanya untuk tidak perlu khawatir tentang hal itu, tapi dia tetap bersikeras untuk tetap tinggal di kamarku dengan memberikan berbagai macam alasan. Padahal aku sendiri tahu alasan dia yang sebenarnya.
Entah kenapa tapi kurasa diantara semua pelayan yang ada di rumah kakekku, dia lah yang paling terobsesi padaku.


Sudahlah, kenapa jadi membahas itu?


"Shenny kenapa kau tidak membawakan barang-barang milik Tuan Muda?!!" bentak wanita itu lagi.


"Maaf Chenia...." balas Shenny tertunduk.


Ah ya, Chenia. Itu namanya.


"Kau ini selalu saja-"


"Uhm.. Chenia, bisa tolong jangan memarahi Shenny" potongku disela Chenia yang masih membentak-bentak Shenny. "Shenny tadi sudah menawarkan diri untuk menolongku, tapi kutolak karena aku masih bisa membawanya sendiri. Lagipula aku juga...." aku tidak melanjutkan kalimatku saat kulihat Chenia terbengong dengan mulut ternganga yang membuatku bingung.


Tidak hanya diriku, tapi Shenny yang sedang berdiri di sampingku juga sepertinya kebingungan dengan tingkah Chenia.


"Anda mengingat nama saya!" teriak Chenia tiba-tiba yang langsung membuatku kaget.


Sepertinya dia tidak benar-benar menyimak perkataanku tadi.


"Anda mengingat nama saya, Tuan Muda?!" tanyanya lagi seperti berusaha memastikan.


"I..Iya" balasku.


Kemudian Chenia memasang senyuman lebar penuh arti.


Biasa aja kali.
Kan tadi Shenny nyebutin nama lo, makanya gue inget, batinku.


"Shenny, kau yang menyetir" ucap Chenia tiba-tiba yang kemudian memberikan kunci pada Shenny.


"Tapi... I..Iya" Shenny seperti sempat ingin menolak tapi dia urungkan setelah mendapat tatapan tajam dari Chenia.


Kalau aku tidak salah ingat, bukankah yang menjadi kepala pelayan itu adalah Amandee ya?
Lalu kenapa Shenny mematuhi saja diperintah oleh Chenia?
Apa hanya karena takut?
Tapi kenapa harus takut?


"Aaahhhh..... Sakiiitt..!!" teriak sebuah suara tiba-tiba dari dalam mobil. "Perutku sakit!! Shenny... Tolooong"


"Ah iya, aku lupa!" sahut Shenny tiba-tiba yang kemudian langsung membuka salah satu pintu mobil tersebut.


Dan begitu pintu mobil itu terbuka, muncullah seorang wanita muda(?) atau malah gadis muda(?) atau malah hanya tingkah lakunya saja yang kekanak-kanakan?


"Gre.. Ini obat kamu" ucap Shenny sambil memberikan obat kepada gadis kekanakan tersebut.


"Terimakasih, Shenny" balasnya yang kemudian langsung memeluk Shenny.


Kok,.. Mereka mirip sama...


Ya elah, jangan mirip-mirip dong kalian!!
Jadi makin kangen sama yang di Indonesia kan, batinku.
.
.
.
.
.
"Hihihi...." tawa Greisy sambil memandangiku yang sedang memakan snack yang tadi kubeli.


Siapa Greisy?
Yang tadi sakit perut, yang kekanak-kanakan.
Kan tadi dipanggil 'Gre' oleh Shenny, ya karena namanya 'Greisy'. Bukan..


"Hihihi..." Greisy masih saja tertawa sambil memandangiku.


Apa dia ingin meminta cemilanku?
Aku jadi merasa agak canggung memakan cemilanku.


"Tuan Muda!!" panggil Greisy tiba-tiba sambil memberikan senyuman padaku.


Apa Shenny tadi salah membelikan obat ya?, batinku.


Aku kemudian menyodorkan cemilanku padanya dengan maksud menawarkan cemilanku padanya jika dia memang menginginkannya.
Tapi kemudian hal tak terduga terjadi, Greisy malah mengambil cemilanku beserta bungkusnya.


Jangan serakah dong, batinku.


"Aaa...." tapi ternyata Greisy malah menyodorkan cemilanku, dia malah berniat menyuapiku.


"Eh?!" aku langsung kaget karena reaksi Greisy. "Tidak perlu" tolakku kemudian.


"Tidak perlu malu, Tuan Muda" balas Greisy yang kemudian mendekatkan duduknya ke arahku.


Tiba-tiba aku merasakan ada yang mengelus dadaku. Ternyata Chenia yang daritadi hanya diam duduk di sebelahku, sekarang mulai beraksi saat Greisy mulai menggodaku.


"Jika anda malu-malu, kami akan semakin agresif" bisik Chenia di telingaku.


Enak dong, batinku.


Eh, tapi gak gitu.


"Shenny... Kau bisa lebih cepat tidak mengemudikan mobil ini" pintaku kemudian.


Shenny hanya tersenyum simpul tanpa menjawab ataupun mempercepat laju mobil ini.


"Nikmati saja, Tuan Muda" bisik Chenia lagi.


Saat aku tengah kebingungan harus bagaimana, tiba-tiba aku merasa kalau ada seseorang yang mencolekku. Aku menoleh dan ternyata Greisy sekarang sedang menyelipkan sebuah cemilan di bibirnya.


Tunggu dulu,..
Apa dia ingin menyuapiku menggunakan bibirnya?


"Greisy,.. Aku bisa memakan cemilanku sendiri" ucapku kemudian berusaha menolak dengan cara sehalus mungkin. "Dan bukankah kau seharusnya istirahat, kau sedang sakit kan" tambahku lalu mengambil cemilan yang berada di bibir Greisy dan memakannya.


"Tidak apa-apa, Tuan Muda" balasnya. "Saya sudah sembuh. Obatnya ampuh"


Mana ada obat yang berefek secepat itu?!!


"Apalagi kalau melihat Tuan Muda, saya akan pasti akan sembuh dengan cepat" ucap Greisy lagi.


Kampret!!
Manjanya kok mirip sama...


"Hoam~ Kenapa aku tiba-tiba mengantuk?" Greisy menguap lalu mengusap-usap kedua matanya.


Itu baru obatnya mulai bereaksi, batinku.


"Jika kau mengantuk, kau boleh tidur" sahutku.


"Terimakasih, Tuan Muda" balas Greisy yang kemudian tiba-tiba mencium pipiku.


Aku yang tidak siap dengan itu otomatis hanya diam saja. Dan setelahnya pun aku juga masih diam.
Kemudian kulihat Shenny yang sedang mengemudikan mobil, sempat melihat dengan tatapan seperti tidak suka dari arah spion.


Dan Greisy, setelah dia menciumku, sekarang dia malah tidur dengan menggunakan pahaku sebagai bantal.


Astaga...
Gak di Indonesia, gak di Belanda.
Kenapa nemuin cewek-cewek yang kayak gini sih??
.
.
.
.
.
"Akhirnya kau pulang juga" sambut kakekku saat aku baru melangkahkan kaki lagi ke dalam rumahnya.


Aku hanya diam tanpa menanggapinya.


"Tuan Besar, kami akan segera menyiapkan makan malam" ucap Amandee setelah menerima barang belanjaan dari Shenny.


"Kalau begitu, kau ikut kakek" ajak kakekku tiba-tiba.


Daripada ribet kalau ditolak, aku menuruti saja ajakannya dan mengikutinya dari belakang. Aku mengikutinya ke suatu ruangan yang cukup luas, dibikin lapangan futsal bisa kali ya.


"Sambil menunggu makan malam, kau temani kakek berolahraga terlebih dahulu" ucap kakekku.


Olahraga?
Olahraga apa lagi?


"Ambil senjatamu" ucapnya lagi.


Senjata?
Memangnya dia mengajak olahraga macam apa?


"Kau dulu atau kakek dulu?" tanya kakekku kemudian yang sudah memegang tongkat billiard.


"Aku mau menyimpan ini dulu" balasku sambil sedikit mengangkat gitar yang daritadi kubawa.


Kemudian aku langsung berbalik badan menuju kamar dimana aku mengambil gitar ini.


Sebenarnya itu hanya alasanku saja, aku malas main billiard.


Tunggu dulu, jangan menuduh.
Aku bisa kok main billiard, dulu aku sering memainkannya saat SMA, lebih tepatnya saat aku sedang bol.. Eeeehh... Bosan. Sedang bosan.


Tapi kali ini aku sedang malas saja untuk main billiard. Jadi aku mencari alasan untuk menghindar.


Lagipula memangnya bermain billiard itu termasuk olahraga ya?
Olahraga otak mungkin kali ya, sama seperti catur dan golf.


Eh tunggu, golf itu termasuk olahraga atau bukan sih?
Maksudnya, itu kan naik mobil ya, terus barangnya ada yang bawain, biasanya cewek seksi.
Laki-laki macam apa itu yang membiarkan seorang wanita membawakan barang bawaannya?
Berkuda juga, itu sepertinya bukan termasuk olahraga juga. Kan yang lari-larian kudanya, bukan kita.


Olahraga-olahraga yang kusebutkan tadi juga mahal-mahal lagi. Kecuali catur.
Emang olahraga orang kaya itu sebenernya bukan buat nyari keringet, cuma buat pamer aja sebenernya.


Kalo mau cari keringet, mendingan nge-


Astagfirullah.


Oh iya, udah sampe di kamar ini.


Langsung taruh aja gitu gitarnya?
Tapi kalo kayak gitu, berarti gue harus balik, terus main billiard dong. Males banget.


Mendingan disini aja lah, nyanyi-nyanyi sambil gitaran gitu. Mumpung sekarang udah bisa kan.


Oke, main gitar.
Mainkan intronya..


C Am Dm G
C Am Dm G
C Am Dm G


Tunggu dulu.
Ngapain intronya itu ya?


"Nyanyi lagu apa ya enaknya??" gumamku.


Ah, nyanyiin lagu itu lah, udah lama gak nyanyiin lagu itu..
Tapi emang lagunya belum selesai sih.
Udah lah, gapapa..


Aku mulai memetik senar gitar, mulai memainkan intro lagu tersebut. Dan seperti biasa, kuberi sedikit improvisasi yang selalu sama di lagu ini.


"Aaaa... A..Aa....~


Hmm.. Na.. Nanana~ Nanana~"
.
.
.
"Sungguh lucu saat kau memandang rendah diriku seperti saat ini~


Karena aku menutup mata saat kau melakukannya
Bukan berarti aku baik-baik saja~


Rasanya seperti aku menjalani cinta ini sendirian
Jadinya aku telah terbiasa~


Aku takut
Jadi kali ini aku tidak akan membiarkannya~


Sepertinya aku lebih sering mendengar kata 'Aku Minta Maaf' daripada kata 'Aku Mencintaimu'~


Hentikan semua itu
Kau bagai duri tanpa mawarnya.."


((Lagu apa'an tuh!!
Mumpung di Belanda,.. Nyanyiin lagu Belanda lah))


Lagu Belanda apa'an?


((Okoshiedo
Tokarikara
Okonitariraono~


Kokarinada
Attakaruu
Onanokamanamada~


Belanda~~))


Lagu apa itu?
Tapi dari nadanya kayak pernah denger deh.. Liriknya gak gitu kan?


((Itu versi Jepang))


Bodo amatlah.
Terserah lo aja!


Sampe mana tadi lagunya?
Jadi lupa kan gara-gara lo!!


((Alesan aja..))


Ganti lagu..


Kupetik senar gitar kembali dan mulai memainkan intro lagu yang ingin kunyanyikan. Tapi beberapa kali aku harus mengulang memainkan lagu tersebut karena aku sedikit lupa dengan kunci nada nya.


Saat aku sudah merasa intro yang kumainkan benar, barulah aku mulai bernyanyi..


"Lagu cinta yang ku nyanyikan sendiri~


Mirip seperti kisah-kisah fiksi romantis tanpa pahlawan~


Selalu memikirkan semua kata-kata manis
Tapi tak tahu lagi untuk siapa~"


Tapi kemudian aku menghentikan nyanyianku karena merasa sedang diperhatikan.


"Ah~ Permisi.. Maaf, Tuan Muda. Apa saya mengganggu?" ucap Shenny yang tiba-tiba muncul.


"Tidak. Ada apa?" tanyaku kemudian yang langsung menghentikan meletakkan gitar itu di tempatnya.


"Makan malam sudah siap, Tuan Besar sudah menunggu anda di meja makan" jawabnya.


"Oh, baiklah. Sebentar lagi aku akan kesana" balasku. "Ah, tunggu sebentar.. Shenny" panggilku sesaat sebelum dia akan berbalik badan.


"Ya, Tuan Muda?" tanyanya kemudian.


"Ah, tidak. Tidak jadi" ucapku sambil mulai bangkit berdiri dan berjalan ke luar.


Tadinya aku ingin meminta pendapatnya tentang laguku. Tapi, kurasa itu tidak perlu. Lagipula belum tentu juga tadi dia sempat mendengarkan.
.
.
.
.
.
"Bagaimana? Kau sudah bertemu dengan kakakmu?" tanya kakekku tiba-tiba saat kami tengah makan malam.


"Sudah" jawabku singkat.


"Benarkah?" dia tampak seperti tidak percaya. "Kau benar-benar bisa menemukannya disana?" tanyanya lagi.


Tunggu dulu.
Jadi maksudnya?
Sebenarnya aku belum tentu bisa menemuinya disana?


"Lalu bagaimana? Kau sudah menentukan?" tanya kakekku lagi.


"Menentukan apa?" tanyaku tidak mengerti.


Bukan menjawab pertanyaanku, kakekku itu malah memanggil pelayan-pelayan di rumahnya.


"Antara Amandee, Chenia, Shenny, dan Greisy" ucap kakekku saat para pelayan yang tadi dia panggil berkumpul. "Kau memilih siapa?"


"Uhuk!!" aku yang sedang mengunyah makanan langsung tersedak. "Memilih? Memilih untuk apa?" tanyaku kemudian sambil mengambil minum.


"Memilih untuk dijadikan pelayan pribadimu, tentu saja" jawab kakekku santai. "Memangnya kakakmu itu tidak memberitahu tadi saat kalian bertemu?"


Memangnya Eno memiliki pelayan pribadi?
Apa itu wanita yang kulihat masuk ke dalam flat-nya?


"Kalau aku tidak memilih bagaimana?" tanyaku balik.


"Berarti setiap malam salah satu dari mereka akan 'menemanimu' secara bergantian" jawab kakekku.


Sial!!
Berarti aku benar-benar harus memilih satu.


Aku berfikir sejenak.
Amandee.. Dia adalah kepala pelayan disini. Artinya dia adalah yang paling profesional kan. Tapi itu juga berarti dia adalah pelayan yang penting disini. Jangan dia.
Chenia... Jadi ini alasan dia sangat terobsesi padaku? Dia sepertinya sangat menginginkan posisi ini. Artinya.. Jangan dia juga.
Shenny... Hmm.... Mungkin sebaiknya dia saja, tapi lebih baik kupikirkan saja lagi.
Greisy.. Dia manjanya mirip dengan... Mungkin dia saja, tapi jika dia manja, artinya dia akan merepotkan bukan.


Tunggu sebentar.. Kenapa hanya empat?
Bukankah kakek pernah bilang ada 5 pelayan di rumah ini?


Akhirnya aku menanyakan hal tersebut pada kakekku. Tapi sebelum aku benar-benar menyelesaikan pertanyaanku, kakekku tiba-tiba sudah menjawab saja.


"Sepertinya kakek benar-benar harus menceritakannya padamu" ucap kakekku.


Cerita apa lagi ini?
Flashback-flashback lagi enggak?


"Dulu ada 7 pelayan disini, salah satunya pernah menjadi pelayan pribadi ayahmu.." ucapnya mulai bercerita.


Oh, ayah juga pernah mengalami hal seperti ini?


"Dan sekarang pelayan pribadi ayahmu itu kau kenal dengan panggilan 'ibu' saat ini" tambahnya.


"Oh.. Eh?! Heh???"


"Kenapa? Kau baru mengetahuinya?" tanya kakekku kemudian. "Baiklah, sekarang kakek akan lanjut bercerita"


"Tunggu, tunggu... Ibuku dulu adalah..." aku tidak melanjutkan kalimatku. "Apa itu artinya kakek pernah..." aku kembali tidak melanjutkan kalimatku dan kemudian sedikit melirik ke arah Chenia dan Greisy.


"Tenang.. Tenang... Kakek memulai kebiasaan hobi itu saat mengetahui kalau ternyata ayahmu memiliki hubungan dengan pelayan pribadinya, ibumu" jelas kakekku.


Hobi?
Dia menyebutnya hobi?
Dan dia beralasan memulainya karena ayah?
Apa dia menjadi penasaran dengan para pelayan-pelayannya begitu?
Apa itu artinya...


"Tapi tidak semua dari mereka pernah melakukannya" ucap kakekku seperti mengetahui apa yang sedang kupikirkan. "Hanya Amandee dan Chenia saja"


Oh...
Artinya Shenny masih aman.
Kenapa aku malah memikirkan hal itu?


"Tunggu, lalu bagaimana dengan Greisy?" tanyaku kemudian karena reflek.


Sial, aku jadi kesannya mengkhawatirkan Greisy.


"Tenang, Tuan Muda. Saya hanya akan menyerahkannya pada anda" celetuk Greisy tiba-tiba.


"Ehem.." kakekku berdehem.


"Maaf, Tuan Besar" Greisy meminta maaf. Mungkin karena tiba-tiba berbicara.


"Greisy... Apa yang kau lihat saat itu di kamarku, itu hanyalah Kebiasaan Chenia yang-"


"Jangan diceritakan, Tuan Besar" potong Chenia tiba-tiba. "Saya malu pada Tuan Muda"


"Baiklah, kakek akan lanjut bercerita lagi" ucap kakekku.


Tidak dilanjutkan juga tidak apa-apa, batinku.


"Nah, jadi tinggal 6 pelayan setelah itu. Dan setelah itu, tiba-tiba salah satu pelayan menghilang dari rumah ini dua hari setelah hari kelahiranmu" ucap kakekku lagi.


Lah, kesannya gue yang salah.


"Kemudian-"


"Pertanyaanku adalah, kenapa yang terlihat disini hanya 4, kau bilang ada 5 pelayan yang ada di rumah ini" ucapku memotong ceritanya. "Langsung jawab saja"


Kenapa dia malah menceritakan sejarah, batinku.


"Satu lagi pelayan yang ada di rumah ini adalah pelayan pribadi kakakmu" jawab kakekku akhirnya. "Karena kakakmu sedang tidak ada disini, jadi dia juga tidak ada disini"


Oh... Begitu.
Jadi benar, yang kulihat tadi masuk ke flat Eno adalah pelayan pribadinya.


"Maksudnya dia ada di rumah ini, tapi dia sedang beristirahat di kamarnya" tambah kakekku.


Aku jadi bingung sendiri.
Jadi wanita yang kulihat tadi benar-benar kekasihnya Eno.
Tapi.. Kalau aku ingat-ingat lagi, wanita itu dari belakang sekilas mirip dengan..


"Pelayan pribadi itu hanya akan melayanimu saat kau berada di area rumah ini saja" terang kakekku. "Melayani apapun yang kau inginkan"


Oh, syukurlah.
Kukira jika aku memilih, nantinya dia akan mengikutiku ke Indonesia juga.
Kurasa tidak masalah memiliki pelayan pribadi, tidak ada ruginya juga. Lagipula besok aku berencana untuk pulang.


Tapi tunggu dulu.
Apapun?


"Ehm.. Apa hanya 1 yang boleh kupilih?" tanyaku kemudian berusaha memastikan.


Kakekku memandangiku sejenak sebelum kemudian tertawa terbahak.


"Hahahahaha..... Kau memang benar-benar cucuku" ucapnya. "Baiklah, karena kau adalah cucu kesayanganku, terserah kau mau memilih berapa dan siapa saja. Tapi ingat, jangan berlebihan"


"Baiklah. Aku memilih Shenny dan Greisy" balasku cepat.


"Sungguh? Pilihan yang bagus" ucap kakekku. "Oke, Shenny, Greisy, mulai sekarang kalian akan melayani Eden selama dia berada di rumah ini"


Shenny dan Greisy yang kupilih terlihat bahagia, terutama Greisy, bahkan dia terlihat sedikit melompat-lompat untuk meluapkan kegembiraannya.
Sedangkan yang tidak kupilih, Amandee terlihat biasa saja, meskipun aku bisa menangkap ada sedikit raut kekecewaan di wajahnya. Dan Chenia,.. Kalau dia tidak bisa lagi menyembunyikan kekecewaannya. Ya,... Sepertinya aku tahu apa alasannya.


"Chenia, sekarang bisa kau ambilkan anggur di ruang anggur" ucap kakekku kemudian. "Kau tahu kan mana yang harus kau ambil"


Chenia yang mendengarnya langsung bergegas melaksanakannya. Tak lama kemudian dia kembali dengan membawa sebotol anggur dan menyerahkannya pada kakekku.


"Chenia, kau pikir satu botol saja cukup. Kita akan berpesta" ucap kakekku saat menerima botol tersebut.


"Tunggu, itu untuk apa ya?" tanyaku akhirnya saat merasa ada sesuatu yang aneh.


"Kita belum merayakan kepulanganmu" jawab kakekku cepat. "Jadi kita akan merayakannya sekarang"


"Tapi aku tidak minum" elakku.


"Kenapa?" tanya kakekku yang tadinya ingin membuka botol anggur tersebut tapi langsung menghentikan gerakannya.


"Aku... Aku belum 21" jawabku polos. "Aku sudah pernah mengatakannya kan?" tanyaku balik.


"Tunggu sebentar" ucap kakekku yang kemudian melihat ke arah botol yang dia pegang kemudian memutar-mutarnya seperti sedang mencari sesuatu.


Ngapain sih?, batinku bingung.


"Ah.. Benar. Kau masih 20 tahun" ucap kakekku tiba-tiba.


Tunggu dulu.
Kenapa tiba-tiba dia...


"Eden '98. Berasal dari delapan ribu delapan ratus delapan belas anggur yang dipetik secara langsung di hari saat kau lahir lalu diproses menjadi wine dan disimpan di gudang anggur selama lebih dari 20 tahun. Pasti rasanya sangat nikmat" jelas kakekku panjang lebar. "Aku juga memberi nama sama dengan namamu, Eden"


Aku tidak perlu informasi itu, batinku.


"Sudahlah, aku sudah selesai" sahutku yang langsung bangkit berdiri dan mulai berjalan pergi menuju kamarku tanpa menghiraukan ucapan kakekku.


"Kau mau kemana?" tanya kakekku dari belakang.


"Kamar. Tidur" jawabku singkat.
.
.
.
.
.
"Shenny.. Greisy... Kalian sudah boleh masuk" panggilku dari dalam kamar.


Ya, karena Shenny dan Greisy sudah menjadi pelayan pribadiku, sepertinya mereka akan mengikutiku kemanapun aku pergi selama masih di area rumah ini.


Sebelumnya aku meminta kepada Shenny dan Greisy untuk menunggu sebentar di luar kamar. Aku tidak mengatakan alasanku pada mereka. Karena jika aku mengatakannya, justru mereka pasti akan tetap masuk ke dalam kamarku.


Alasanku kenapa meminta mereka berdua untuk menunggu di luar adalah karena aku ingin mandi terlebih dahulu. Jika mereka mengetahui alasanku tersebut, mereka pasti akan 'membantuku'.
Aku tidak perlu itu.


"Baiklah, Shenny... Bisa aku minta tolong sesuatu?" tanyaku pada Shenny saat sudah berada di dalam kamarku.


"Tentu saja, Tuan Muda. Kami akan melaksanakan apapun yang anda perintahkan" jawab Shenny tegas.


"Bagus. Itu jawaban yang kuharapkan" balasku. "Sekarang, aku minta tolong untuk..."


Aku tidak melanjutkan kalimatku saat melihat Greisy seperti hendak melepaskan pakaiannya. Apa dia tidak nyaman dengan seragam crossdress maid-nya?
Apa sebaiknya aku menyuruh mereka untuk mengenakan pakaian yang mereka anggap nyaman saja?
Tapi sebaiknya aku tanyakan padanya terlebih dahulu.


"Greisy, apa yang kau lakukan?" tanyaku akhirnya.


"Anda ingin 'dihangatkan' oleh kami berdua bukan" jawab Greisy dengan wajah polos.


Dihangatkan?, batinku bingung.


Shenny yang mendengar hal itu tanpa pikir panjang langsung mengikuti apa yang dilakukan oleh Greisy.


"Tidak!! Tidak! Hentikan!" ucap agar mereka menghentikan niat mereka. "Aku hanya ingin meminta.. Bisa tolong kalian ambilkan cemilanku tadi" ucapku akhirnya.


"Baiklah, akan segera saya ambilkan" jawab Shenny sigap.


"Tunggu,.." cegahku. "Bisa Greisy saja yang mengambilkannya?"


"Kenapa Tuan Muda? Anda tidak suka jika hanya berduaan dengan saya?" tanya Greisy dengan wajah memelas.


"Bu..Bukan begitu" aku bingung harus menjawab apa. Tidak mungkin aku mengatakan kalau aku takut dengan sikap agresifnya bukan.


"Tidak apa-apa, Tuan Muda. Lagipula, Greisy tidak mengetahui dimana cemilan anda karena saya tadi yang menyimpannya" sahut Shenny.


"Baiklah" jawabku akhirnya. "Tapi... Tolong cepat"


Sepertinya bagian dimana Greisy menggodaku saat kami sedang berduaan tidak perlu kujelaskan ya.
Langsung skip saat Shenny kembali saja.


"Tuan Muda.." panggil Shenny sekembalinya dia dengan membawa cemilanku.


"Taruh saja disana" balasku sambil menunjuk meja yang ada di kamarku.


Shenny dengan sigap segera melakukan seperti apa yang kukatakan.


"Nah, Shenny.. Aku bisa minta tolong lagi?" tanyaku kemudian.


"Tentu saja, Tuan Muda. Apapun" jawab Shenny. "Anda ingin minta tolong apa? Dihangatkan?"


"Bisakah kau mengajariku sedikit bahasa Belanda?" tanyaku lagi tanpa memperdulikan tawarannya. "Dasar-dasarnya saja"


Sebenarnya aku meminta hal tersebut dengan maksud ingin pamer saja saat aku kembali ke Indonesia nanti. Norak ya..


"Tuan Muda~ Lalu tugas saya?" tanya Greisy kemudian dengan memasang wajah polos.


"Kau.. Tolong suapi aku" balasku sambil memberikan satu bungkus cemilanku padanya. Sebenarnya aku sedikit terpaksa melakukannya, tapi daripada dia merengek terus menerus.


Greisy segera mengerti dan langsung membuka bungkus cemilan tersebut.


"Dengan tangan!" tambahku tepat sebelum Greisy meletakkan cemilanku di bibirnya.
.
.
.
.
.
"Hoam~" aku sedikit menguap karena memang merasa sudah mulai lelah dan mengantuk.


"Tuan Muda?" tanya Shenny merespon.


"Sebaiknya kita sudahi saja, aku sudah lelah" balasku. "Lagipula aku juga sudah sedikit mengerti"


"Itu karena memang anda hanya perlu mengingat kembali saja dan memang pada dasarnya anda cerdas" puji Shenny. "Kalau begitu saya akan-"


"Jangan!" cegahku cepat.


Aku mencegah Shenny yang berniat untuk membangunkan Greisy yang sudah tertidur di kasurku semenjak 10 atau 15 menit yang lalu.


"Biarkan saja, dia pasti lelah" tambahku kemudian.


"Tapi, Tuan Muda.."


"Tidak apa, tempat tidur ini cukup luas. Dia tidak akan mengangguku" tambahku meyakinkan Shenny sambil mulai naik ke atas tempat tidurku.


Kurasa tidak apa-apa membiarkan Greisy tidur satu ranjang denganku. Lagipula, kalau diperhatikan lagi, Greisy ini cukup manis juga saat diam. Memang persis seperti..
Ah sudahlah.


"Kau boleh kembali ke kamarku jika kau ingin beristirahat" ucapku pada Shenny yang kulihat masih diam saja di kamarku.


"Tidak apa, Tuan Muda. Saya akan menunggu anda tertidur pulas terlebih dahulu" balasnya.


Terserahlah, batinku.


"Baiklah, lakukan saja apa yang kau mau" ucapku sebelum akhirnya berusaha untuk tidur.


Nah, karena aku akan tidur. Kita beralih saja ke sudut pandang authornya a.k.a penulis.
.
.
.
.
.
.
P.O.V Author


Lah, anjir!!
Tiba-tiba...


Gue mau nyeritain apa'an?
Tokoh utamanya lagi tidur..
Gue harus nyeritain gimana dia tidur?


((Ceritain yang di Indonesia aja!!))


Ide bagus tuh.
Tapi nanti aja, dapet ide yang lebih bagus lagi.
Mendingan sekarang kita masuk ke mimpinya si kampret satu ini, kita lihat lagi mimpi apa dia..


((Lah, emang bisa?))


Bisa lah, gue penulisnya.
Suka-suka gue lah...
Udah, nurut aja.


Oke, langsung aja kita lihat mimpinya ya..
Siapa tahu mimpiin yang seru kan, hehehe....


WUUUZZ....
*ceritanya efek suara waktu masuk ke mimpinya si kampret


((Udah masuk nih?))


Udah lah, tempatnya aja udah beda.


((Lah iya ya.. Tapi ini dimana ya?))


Gak tau.. Tapi yang pasti sih di outdoor.


((Tau darimana?))


Lah, kan gak ada tembok.


((Oh, patokannya dari sana ya...))


Ngomong-ngomong lo siapa sih?


((Anggep aja gue ini perwakilan dari para pembaca, biar lo ada interaksi))


Iya sih, biar ada yang bisa diajak interaksi aja.
Udah sekarang jangan ganggu, gue mau nyeritain isi mimpinya si kampret dulu.
.
.
.
.
.
.
Terlihat sepasang anak kecil, laki-laki dan perempuan sedang berjalan-jalan di pinggir sawah..
Si bocah laki-laki ini memiliki wajah yang... Akan membuat kalian para laki-laki menjadi minder.
Karena di usianya yang mungkin baru 7-8 tahun.. Sudah memiliki wajah seperti itu. Bagaimana saat dia tumbuh dewasa nanti?
Sedangkan yang perempuan memiliki wajah yang kalem dan bisa membuat hati semua orang tenang dan damai.


Cocok sih...
Tapi ya kali masih kecil udah pacaran.
Dan lagi, siapa sih dua bocah ini?
Eh, tunggu, tunggu. Tunggu bentar.
Apa jangan-jangan...


"Kenapa tiba-tiba ngajakin jalan-jalan?" tanya si bocah perempuan pada bocah laki-laki yang berjalan di sampingnya.


Lah, udah mulai dialog aja..
Ya udah deh, terserah.


"Besok aku udah mau balik ke Jakarta" jawab si bocah laki-laki.


"Eh... Udah 2 minggu ya.. Hmm...." si bocah tiba-tiba perempuan terlihat murung.


"Makanya aku ajak jalan-jalan.. Soalnya aku mau-"


"Kamu mau jahilin aku yaaa....." potong si bocah perempuan tiba-tiba sebelum si bocah laki-laki menyelesaikan kalimatnya.


"E..Eng...Enggak kok" bantah si bocah laki-laki. "Lagian aku kan jahilin biar dapet perhatian kamu" tambahnya dengan suara pelan.


"Eh?! Kenapa? Kenapa?? Kamu tadi ngomong apa??" tanya si bocah perempuan beruntun yang sepertinya mendengar ucapan si bocah laki-laki.


"Ah,.. Enggak!! Aku gak ngomong apa-apa kok.." elak si bocah laki-laki dengan wajah memerah karena malu.


"Ngomong apa!!" si bocah perempuan tidak mau menyerah.


"Apa'an sih!!" si bocah laki-laki berusaha menghindari pertanyaan dengan mempercepat langkahnya meninggalkan si bocah perempuan di belakangnya beberapa langkah.


Dengan maksud ingin mengejar, si bocah perempuan mulai berlari. Tapi karena tidak terlalu memperhatikan jalan, dia pun tidak sengaja menginjak batu kecil dan membuat keseimbangan tubuhnya hilang hingga terjatuh. Beruntung dia terjatuh di sawah, sehingga dia tidak mendapat luka. Tapi karena terjatuh ke sawah, tentunya tubuhnya terkena lumpur.


"ADUUUHH!!" teriak si bocah perempuan saat terjatuh.


Mendengar suara teriakan dari arah belakangnya, si bocah laki-laki reflek menengok ke belakang dan,...


"Ha.. Hahahahaha.... Ngapain??" si bocah laki-laki tertawa dengan cukup keras sambil memegangi perutnya dan juga menunjuk ke arah si bocah perempuan yang sedang memasang wajah cemberut karena ditertawakan.


"Kok malah diketawain sih!!" protes si bocah perempuan. "Bantu...."


Bocah perempuan tersebut tidak menyelesaikan kalimatnya saat tiba-tiba si bocah laki-laki sudah mengulurkan tangan kanannya ke arah si bocah perempuan.


"Maaf ya.." ucap si bocah laki-laki dengan senyuman di wajahnya.


"Selalu gitu.." celetuk si bocah perempuan tiba-tiba. "Aku lebih sering dengan kata 'maaf' daripada kata-"


"Mau dibantuin gak nih??" potong si bocah laki-laki. "Ngeluh mulu.."


"Iya.. Iya..." jawab si bocah perempuan.


Saat akan memegang tangan si bocah laki-laki, di kepala si bocah perempuan tiba-tiba terlintas sebuah ide jahil. Dengan cepat dia memegang tangan si bocah laki-laki, tapi sedetik kemudian dia malah menarik tangan si bocah laki-laki tersebut. Karena tidak siap dengan gerakan tiba-tiba tersebut, si bocah laki-laki itupun akhirnya ikut jatuh ke sawah di sebelah si bocah perempuan.


"Hahahahahaa...." kini si bocah perempuan yang tertawa puas. "Itu baru lucu.. Hahaha..."


"Oh.. Gitu ya...." sahut si bocah laki-laki yang kemudian langsung melemparkan lumpur yang ada di tangannya ke arah si bocah perempuan.


"Ehh... Kok.. Awas ya..." si bocah perempuan lalu melihat sekelilingnya seperti mencari sesuatu. Dan begitu menemukan apa yang mungkin dia cari, dia langsung memegangnya menggunakan kedua tangannya.


"Hii... Itu kan.... Hiii...." si bocah laki-laki yang sadar dengan apa yang dipegang oleh si bocah perempuan langsung lari berusaha untuk menghindar.


"Eh, mau kemana? Iiiihhh...." si bocah perempuan berusaha mengejar dengan masih membawa benda tersebut di kedua tangannya.


"Jorok!! Jorok! Dira jorok!!!"


"Rian... Tunggu...."


Bentar, kayaknya ada yang salah deh.


Kenapa gue nulis percakapan mereka 'normal-normal' aja ya?
Kok gak kayak yang di mimpinya Adrian yang waktu itu? Apalagi tadi itu yang bocah perempuan ngomongnya kedengeran cadel.


"Nngggghhh~"


Eh, udah mau bangun kayaknya dia.
Oke, balik ke P.O.V Adrian ya..
.
.
.
.
.
.
P.O.V Adrian


"Nngggghhh~"


Aku sedikit merenggangkan otot tubuhku dan kemudian mengusap-usap mataku sebelum akhirnya,...


"HEH?!!" aku tersentak kaget saat mendapati ada dua orang wanita sedang tertidur pulas di kanan dan kiriku.


"Hmm~ Tuan Muda.. Selamat pagi" sapanya sopan.


"Pagi" balasku.


Tunggu dulu.
Bukan begitu seharusnya.


"Apakah anda ingin langsung mandi atau-"


"Kenapa kau juga tidur disini?!" tanyaku memotong perkataan Shenny.


"Bukankah anda semalam mengatakan kalau saya boleh melakukan apapun yang saya mau" jawab Shenny.


"Ya, tapi bukan.."


"Pagi~" sapa Greisy yang baru bangun tapi langsung bersemangat.


"Shenny.. Greisy... Kalian seharusnya tidak-"


"Tuan Muda Eden.." panggil seseorang yang tiba-tiba muncul di ambang pintu kamarku.


"Amandee.. Ada apa?" tanyaku pada orang tersebut. Amandee.


"Tuan Besar memanggil anda. Anda diminta untuk segera turun ke bawah" jawabnya.


"Ya, tunggu sebentar. Aku-"


"Segera, Tuan Muda. Anda diminta untuk segera turun ke bawah" potongnya.


"Memangnya ada apa?" tanyaku penasaran.


"Tuan Muda Noah sudah kembali" jawabnya.


Noah?
Berarti ada Ariel, Uki, Lukman, Reza.. Eh, Reza udah keluar ya.


((Di-RL, Uki juga udah keluar))


Beneran?
Ada yang keluar lagi?


((Iya))


Kenapa jadi bahas masalah itu?


((Lo yang mulai, kampret!))


Emang iya?


((Coba scrool ke atas))


Oh iya..
Enggak, enggak, enggak.
Sekarang yang jadi pertanyaan,..
Siapa itu Noah?
.
.
.
.
.
"Hei.." sapaku pada seseorang yang sedang duduk dengan kakekku di sebuah sofa.


Kemudian aku juga ikut duduk dengan mereka lalu celingukan kanan-kiri.


"Kau mencari siapa?" tanya kakekku saat melihat tingkahku.


"Ariel.. Uki.. Lukman..." jawabku. "Aku ingin meminta tanda tangan"


"Noah. Itu aku" sahut seseorang tiba-tiba. "Itu nama Belandaku" tambahnya.


Aku menengok ke orang tersebut kemudian memandanginya sejenak sebelum akhirnya,...


"Ha.. Hahahahahaha...." aku langsung tertawa menanggapinya.


"Diamlah!" balasnya yang sepertinya tidak suka.


"Maaf.. Maaf.." ucapku. "Habisnya dari 'Eno' menjadi 'Noah'? Kenapa bisa begitu? Hahaha..." tanyaku lagi yang kemudian kembali tertawa.


"Sama-sama memiliki 'No' di dalamnya" balasnya santai.


Ya, ternyata Noah yang dimaksud itu adalah Eno. Kocak sekali. Hahaha...


((Lah, ketawa dia. Nama lo sendiri? Adrian jadi Eden itu gimana ceritanya?))


Adrian -> Edrien -> Edien -> Eden


((Terlalu maksa, kampret))


Bodo amatlah.


"Oh iya, kebetulan. Kau bisa mengantarkanku ke bandara tidak?" tanyaku kemudian pada Eno.


"Tidak bisa" tolaknya cepat. "Aku baru dari bandara tadi" tambahnya.


"Untuk apa kau ke bandara?" tanya kakekku tiba-tiba.


"Ah, sudahlah.." balasnya seperti berusaha menghindar. "Cepat kita selesaikan saja"


Selesaikan?
Apa ini?


"Kakek.. Antarkan aku ke bandara, ku harus pulang" kali ini aku meminta tolong pada kakekku.


"Tidak" tolak kakekku cepat. "Tidak bisa. Hari ini adalah jadwal latihan kakakmu"


Wah, seru nih kayaknya.
Jadi penasaran gimana Eno dihajar kakek.


"Lagipula kenapa kau tidak tinggal disini saja?" tanya kakekku kemudian yang kali ini ditujukan padaku.


"Heh?! Tidak bisa. Aku... Kak, tolong bantu aku" akhirnya aku meminta bantuan pada Eno.


"Kalau sudah seperti ini baru kau memanggilku 'kak'?" tanyanya balik.


"Sebentar lagi kakakmu akan latihan, jadi.. Ah, begini saja. Bagaimana kalau ikut latihan" ajak kakekku kemudian. "Sekalian kita sparring"


"Tapi 2 hari yang lalu aku sudah-"


"Jika kalian berdua bisa mengalahkan kakek, kakek akan mengabulkan apapun permintaan kalian" ucapnya memotong perkataanku.


"Artinya aku bisa pulang?" tanyaku balik.


"Apapun? Termasuk mengakses kembali semua mobilku?" kali ini Eno yang bertanya.


Semua?
Memangnya ada berapa?


"Itu jika kalian bisa mengalahkan orangtua ini" balasnya santai.


Aku dan Eno saling bertukar pandang, lalu kami kembali memandang kakekku dan kemudian sama-sama mengangguk.
.
.
.
.
.
"Tiga tujuh empat.. Tiga tujuh lima.. Tiga tujuh enam.. Tiga tujuh tujuh.. Tiga tujuh delapan.."


Kayak pasal ya?


Aku sedikit melakukan latihan sit up sembari menunggu Eno yang sedang latihan threesixty. Tidak sepertiku yang saat itu sudah gagal pada serangan kakek yang ke-9, Eno bisa menangis serangan kakek cukup lama, serangannya mungkin sudah lebih dari sepuluh serangan.


Tunggu dulu.
Harus sampai berapa serangan?


"Tujuh sembilan"


BUK!!


Eno masih bisa menangkisnya.


"Delapan..."


BUGH!


Baiklah.
Perbedaan tujuh puluh. Banyak juga.


"Instingmu semakin tumpul" ucap kakekku saat membantu Eno untuk kembali berdiri. "Dari dulu kau tidak pernah bisa mencapai 100. Kau selalu kehilangan fokus ditengah-tengah"


Sepertinya aku sedikit mengerti bagaimana melakukannya, batinku.


"Eden! Kenapa kau berhenti melakukan sit up?" tanya kakek tiba-tiba.


"Kalau dia? Berapa kali?" sahut Eno bertanya pada kakek.


"9" jawab kakek tanpa ragu.


"Yah, setidaknya aku masih lebih unggul dari anak manja satu ini" ucap Eno menyombongkan diri. "Dan akhirnya ada satu hal yang membuatku unggul daripada dirimu" ucapnya lagi.


Maksudnya?


"Selain tinggi badan tentunya" tambahnya sambil tersenyum mengejek.


Sialan!!


"Memangnya berapa tinggimu?" tanyaku tidak terima.


"Terakhir aku mengukur,... 178,8" jawabnya santai.


Sial!!
Jauh..


"Lalu berapa tinggimu?" tanyanya kemudian yang kutahu hanya bermaksud untuk memperjelas 'keunggulannya'.


"1... 7..... 5.." jawabku sambil melihat ke arah lain.


"Jangan berbohong!!"


Gak usah ngegas kali!!, batinku.


"Sudahlah, disitu ada pengukur tinggi badan jika kalian mau-"


"Baiklah, ayo!!" sahut Eno yang memotong ucapan kakek dan langsung menarikku. Aku bahkan belum berdiri.


Aku hanya pasrah saja ditarik seperti itu. Aku tahu jika aku membantahnya, dia akan semakin mengejekku.


"178,4 cm" ucapku saat melihat tinggi Eno. "Tunggu dulu, kau yang berbohong! Kau berbohong 0,4 cm!!" teriakku kemudian.


"Ini pasti salah!" bantahnya tidak terima. "Sudahlah, sekarang giliranmu"


Kemudian giliranku yang diukur tinggi badannya. Dan hasilnya,...


"172,8" ucap Eno.


"Anggap saja 173" balasku.


Tunggu dulu.
Kenapa-


"Kenapa? Kau kaget karena tinggimu tidak sampai 175?" tanya Eno dengan nada menyindir.


"Bukan itu, aku kaget karena tinggiku lebih dari 172" jawabku polos. "Terakhir aku mengukur, tinggiku 171,1" tambahku.


"Kapan itu?"


"Tahun lalu"


"Di usiamu ini tinggi badanmu masih bisa bertambah?!" Eno seperti tidak percaya.


Apa masalahnya??, batinku.


"Yah, tapi setidaknya aku bisa lebih dari 9 kali menangkis serangan Nick" tambahnya seperti berusaha menegaskan kalau dia lebih unggul dariku.


Kompetitif sekali orang ini!!


"Baiklah, kakek! Aku juga ingin latihan threesixty" ucapku kemudian pada kakek. "Akan kubuktikan kalau diriku yang sekarang lebih baik dari diriku 2 hari yang lalu, lebih baik dari diriku yang kemarin, lebih baik dari diriku satu jam yang lalu, lebih baik dari diriku satu menit yang lalu" tambahku sok keren.


"Tidak sekalian satu detik?" sindir Eno.


Sialan!!


"Kau tidak bisa menjadi lebih baik hanya dengan bicara!" tambahnya sok menasehati.


Lihat saja nanti.
.
.
.
.
.
"Dua delapan empat"


BUK!!


"Dua delapan lima"


BUK!!


"Dua delapan enam"


BUK!!


"Counter!!"


Saat kakek meneriakkan itu, aku reflek langsung berbalik menyerangnya dengan mendorong dadanya sampai dia mundur beberapa langkah.


"Tidak sampai.."


"Kakek sudah lelah. Maklum, usia" sahut kakek sebelum aku menyelesaikan kalimatku. "Tapi itu tadi perkembangan yang baik. Istirahat 10 menit, setelah itu kita sparring. Kalian berdua melawanku. Kalian boleh bekerja sama, silahkan kalian berdiskusi. Hahaha..." tambahnya seperti ada maksud lain kemudian pergi dari ruangan latihan ini.


Setelah kakek meninggalkan ruangan ini, aku langsung menghampiri Eno yang masih terbengong.


"Hanya bisa bicara heh?" sindirku. "Itu lebih baik daripada kau yang yang sekarang sudah tidak bisa berkata-kata"


"Diamlah!! Beritahukan saja bagaimana caranya!" balasnya dengan nada kesal.


"Mudah saja" balasku yang kemudian duduk di sebelahnya. "Lagipula aku menemukan caranya dari melihat latihanmu tadi" tambahku.


"Bagaimana caranya!!" tanyanya lagi seperti tidak sabar.


"Selama ini saat kau latihan threesixty, kau selalu menatap mata kakek bukan" tebakku.


"Ya, itu karena dengan melihat mata lawan, kita kemungkinan bisa tahu apa yang sedang dipikirkannya. Dan akhirnya kita bisa menebak pergerakannya" balasnya memberi penjelasan.


"Ya, itu memang benar" sahutku. "Tapi itu juga berlaku sebaliknya" tambahku. "Lawan juga bisa tahu apa yang kita pikirkan"


"Lalu bagaimana caramu.."


"Bahu" jawabku singkat. "Lihat bahunya, dengan begitu kau bisa menebak arah gerakan tangannya, atas, bawah, kiri, kanan" jelasku kemudian. "Tapi... Ternyata lebih sulit dipraktekkan daripada dijelaskan sih" tambahku mengingatkan.


"Oh, baiklah. Aku mengerti" sahutnya.


"Apa kau pikir kita bisa menang melawannya" tanyaku kemudian.


"Siapa? Nick?" tanya Eno balik. "Entahlah, kita memang menang jumlah, tapi itu tidak membuat kita benar-benar unggul"


"Sepertinya kita harus siap dihukum jika kalah" celetukku.


"Apa hukuman terberat yang pernah kau alami?" tanyanya tiba-tiba.


"Dikunci di basement" jawabku.


"Kau masih beruntung" sahutnya. "Kau tahu tiang bendera di halaman depan? Aku pernah diikat dan digantung disana" jelasnya kemudian. "Tiga hari"


Oh, jadi itu fungsinya.
Tapi,...


"Aku tidak bertanya" sahutku.


"Sialan!!" balasnya. "Oh iya, apa gaya bertarungmu?" tanyanya lagi.


"Bebas. Kebanyakan gerakanku mungkin hanya mengandalkan firasat" jawabku.


"Ya, sama. Aku juga hanya mengandalkan feeling" balas Eno. "Dan yang membuat kita seperti itu adalah Nick. Dia pasti lebih tahu bagaimana memaksimalkan, feeling, atau firasat, atau insting.. Entah apa dia menyebutnya"


"Ya, benar juga" sahutku. "Tapi aku harus menang, aku harus pulang" gumamku.


"Kalau aku sih tidak terlalu berambisi untuk menang" celetuknya. "Tapi aku akan membantu adikku yang ingin pulang ini" tambahnya.


Sial..
Kenapa aku merasa dia keren?


"Lagipula jika menang nanti, aku bisa mengakses kembali mobil-mobilku yang disimpan disini" tambahnya.


Kutarik kata-kataku tadi.
Dia juga punya tujuan sendiri.


"Memang ada berapa mobilmu?" tanyaku iseng.


"20" jawabnya cepat.


"Heh?!"


"Tapi itu yang ada di rumah ini, total aku punya 22" tambahnya lagi dengan nada bicara seperti itu adalah hal yang biasa.


"HEH?!!"


"Oke, sudah 10 menit" ucap kakek yang tiba-tiba muncul.


"Oke, sudah saatnya" ucap Eno yang kemudian berdiri.


Aku juga mengikutinya untuk berdiri.


"Tidak perlu menahan diri pada orang tua ini" ucap kakek sambil memasang kuda-kuda.


Baiklah, sepertinya aku harus siap-siap sakit di sekujur tubuhku lagi.
.
.
.
.
.
.
.
*Beberapa jam kemudian.


"Hah.. Hah... Bagaimana keadaanmu?" tanyaku pada Eno yang sedang duduk bersandar di tembok.


"Baik. Sangat baik" jawabnya. "Hahaha... Aduduh..."


Hasil dari sparring nya?
Oh, tentu saja kami berdua... Kalah.
Kalah telak.
Kakek kami tidak memberi ampun sama sekali.
Maka beginilah hasilnya, tubuh kami berdua sakit semua.
Beruntung tidak sampai pingsan.


"Setidaknya sakit yang kurasakan hanya setengah dari biasanya, karena setengahnya lagi kau yang merasakannya. Senang kau berada disini. Senang bisa berbagi" tambah Eno


"Ya, tapi aku tidak senang" balasku yang sedang tiduran tengkurap.


"Kau sendiri bagaimana?" tanya Eno kemudian.


"Mungkin hanya beberapa tulang rusukku ada yang retak, atau mungkin patah" jawabku. "Mungkin ada 79 tulang rusukku yang patah"


"Kau tidak punya tulang rusuk sebany- Kau hanya ingin menyindirku kan" balasnya.


"Hahaha.. Atatatatatata.." aku merasakan sakit saat sedang tertawa. "Yah, dari yang kurasakan mungkin hanya tulang, otot dan organ dalamku saja. Ayolah tidak seburuk itu" jelasku.


"Hahaha..."


"Kalian masih bisa tertawa?" sahut sebuah suara tiba-tiba.


Suara siapa?
Siapa lagi kalau bukan kakek kami.


Dia lalu menghampiri Eno yang sepertinya sudah tidak bisa bergerak, kemudian memukul wajahnya sampai Eno terjatuh ke lantai.


Pingsan?!!
Ah, sial.


Setelah itu dia menghampiriku dan lalu mengambil ancang-ancang seperti seorang pesepakbola yang akan melakukan tendangan bebas.
Tunggu dulu, dia akan..


Kejadian setelahnya aku tidak ingat karena berlangsung begitu cepat dan yang pasti semuanya mendadak menjadi gelap.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Kapan ini akan berakhir?" keluhku saat mendapati diriku tengah duduk meringkuk di tempat yang sama untuk kesekian kalinya.


Ini adalah ruangan kosong berbentuk hexagon yang disetiap sisi ruangannya hanya terdapat kaca tanpa adanya pintu ataupun jendela. Lalu kemudian dari balik kaca-kaca tersebut akan muncul para gadisku satu persatu, dimulai dari Vanka, Okta, Stefi, Shania, Gracia, dan pastinya Shani.
Urutan kemunculan mereka selalu sama, seperti yang kusebutkan tadi.


Kenapa aku bisa mengetahuinya?
Karena aku sudah mengalami mimpi ini berulang kali.
Kenapa aku bisa tahu kalau ini mimpi?
Karena dari awal aku berada di ruangan ini, semuanya jadi tidak masuk akal.
Permasalahannya adalah, entah kenapa aku tidak bisa bangun dari mimpi ini.


"Kak Ian.."


Sudah dimulai.


"Yan.."


Tunggu sebentar..


"Kak Adri.."


Tunggu dulu.
Aku baru sadar, kenapa dia memanggilku menggunakan 'kak'?


"Ian!!"


Cara memanggilnya terdengar seperti orang marah-marah.


"Kak Ads~"


Kalian pasti tahu itu siapa?


"Mas..~"


Baiklah, sekaranglah saatnya.


Aku bangkit berdiri menghampiri kaca yang menghalangi antara diriku dan Shani.
Kuletakkan telapak tangan kananku di kaca tersebut. Kutunggu sampai.. Shani yang berada disisi lain kaca tersebut melakukan hal yang sama. Lalu sesuai dengan aba-abaku, aku dan Shani sama-sama menggerakkan telunjuk kami mengetuk kaca tersebut. Dan cukup dengan satu ketukan tersebut, kaca tersebut langsung retak sebelum akhirnya pecah dan aku dan Shani bisa bersama. Shani memelukku dengan erat.


20 detik sebelum nantinya aku akan mengulangi lagi adegan ini dari awal aku duduk meringkuk tadi.


"Kamu milih aku?" tanya Shani tiba-tiba.


"Dari 142 kejadian, 138 diantaranya aku milih kamu, Shan" jawabku.


Ya, 138 dari 142.
Karena aku sempat memilih Gracia di dua kejadian awal.


Pada kesempatan yang pertama, karena aku masih tidak begitu mengerti pola dan maksud dari mimpi ini. Aku mencoba bertanya pada Vanka, Okta, Stefi, ataupun yang muncul duluan, tapi mereka tidak memberikan jawaban, hanya memanggil-manggil namaku saja. Jadi karena Gracia muncul duluan daripada Shani, aku langsung memecahkan kaca yang menghalangi antara diriku dengan Gracia.


Beberapa detik setelahnya, barulah Shani muncul. Dan saat aku berusaha memecahkan kaca yang menghalangi, rasanya sangat sulit, padahal sebelumnya saat memecahkan kaca Gracia terasa begitu mudah.
Aku terus menerus berusaha memecahkan kaca Shani, sampai tanganku terluka. Tapi tidak berefek apa-apa. Kaca itu tidak tergores sedikitpun.


Tak lama kemudian tiba-tiba Gracia memberi penjelasan kalau hanya satu kaca saja yang bisa dipecahkan. Itu artinya, saat aku sudah memecahkan kaca milik Gracia, aku tidak akan bisa memecahkan kaca yang lainnya.


Tapi aku tidak ingin mempercayainya, aku terus berusaha memecahkan kaca tersebut. Sampai akhirnya,..


Aku kembali ke awal. Aku duduk di tengah ruangan lalu mereka muncul lagi satu persatu.
Ini kesempatan kedua. Sama seperti tadi, aku menyelamatkan Gracia terlebih dahulu karena dia muncul terlebih dahulu daripada Shani. Setelah itu barulah, aku berusaha menyelamatkan Shani. Tapi sampai tanganku terluka lagi, aku masih tidak bisa. Bahkan Gracia sampai berusaha untuk menghentikanku. Dan pada saat aku meringkuk sambil dipeluk oleh Gracia, tiba-tiba ada seseorang yang muncul. Itu adalah Shani, dia memecahkan kacanya sendiri sampai membuat tangannya terluka.


Tidak. Shani!! Tidak!


Kemudian semuanya kembali lagi ke awal. Kesempatan ketiga.
Pada kesempatan ketiga, aku memilih untuk langsung memecahkan kaca dimana Shani akan muncul sebelum dia benar-benar muncul. Dengan sekali pukulan, kaca itu langsung pecah. Tapi setelahnya, Shani tidak juga kunjung muncul. Aku mencoba untuk memecahkan kaca Gracia, tapi sulit. Berkali-kali aku mencoba, tetap tidak bisa. Sepertinya aku memang hanya bisa memecahkan satu kaca saja.


Kemudian semuanya kembali lagi ke awal. Kesempatan keempat.
Kali ini aku berfikir dahulu sebelum bertindak. Aku berfikir sambil menunggu mereka semua muncul. Dan disaat mereka berenam muncul, aku langsung berusaha 'menghancurkan intinya' menirukan salah satu karakter di anime favoritku. Aku berhasil, semua kacanya retak dan pecah. Tapi.. Tapi saat pecahan kaca itu jatuh, tidak ada seorangpun yang muncul dibalik kaca tersebut. Seakan mereka semua musnah bersama pecahan kaca tersebut.


Jadi aku tidak bisa curang ya.


Kembali lagi ke awal. Kesempatan kelima. Mulai kesempatan kelima ini sampai seterusnya, aku memilih untuk fokus membebaskan Shani saja. Karena jika aku disuruh memilih satu, sudah pasti aku akan memilih Shani. Tidak perlu dijelaskan lagi.


Jadi begitulah, sampai pada kesempatan ke-142 aku masih terus saja mengulang mimpi ini. Padahal aku tahu kalau ini mimpi, tapi aku tetap berusaha untuk bersama dengan Shani. Dimanapun aku berada, aku akan memperjuangkannya. Karena.. Kesepian dan sendirian itu menyakitkan.


Dan dari kejadian yang terus berulang itu, sekarang aku sudah mengerti.
Ada beberapa aturan di ruangan ini.


Pertama, orang yang ada dibalik kaca hanya akan bisa memanggil namaku tanpa menjawab pertanyaanku satupun.


Kedua, mereka baru bisa menjawab pertanyaan jika sudah dibebaskan dari balik kaca tersebut.


Ketiga, hanya satu orang yang bisa dibebaskan dari balik kaca tersebut. (Aku masih tidak ingin mempercayai peraturan yang ini).


Keempat, 20 detik setelah memecahkan kaca, kejadian akan kembali lagi ke awal. Mengulang.


Dan peraturan kelima. Peraturan yang paling penting karena memberiku sebuah pelajaran.


Intinya, jika kita ingin bersama dengan orang yang kita sayangi, kita harus sama-sama memperjuangkannya.
Karena jika hanya satu orang yang berjuang, akan ada yang terluka. Dan itu adalah orang yang berjuang sendirian.


Tunggu dulu.
Kurasa ini sudah lebih dari 20 detik, kenapa tidak mengulang?


Apakah peraturannya diubah?
Kalau begitu..


Aku menggandeng Shani untuk menuju ke kaca Gracia.


"Mas?"


"Kita bertiga bisa sama-sama" jawabku.


Shani langsung tersenyum mendengarnya.


"Gre.." panggilku pada Gracia yang sedang duduk meringkuk di balik kaca tersebut dengan kepala tertunduk.


Gracia hanya melihatku beberapa saat sebelum kembali menunduk.


"Gre.. Aku gak bisa keluarin kamu dari sana kalo kamunya gak mau" aku berusaha membujuknya.


Gracia masih diam.


"Gre.. Kita bertiga bisa sama-sama" kali ini Shani yang berusaha membujuk Gracia.


Gracia akhirnya mau berdiri dan mulai berjalan gontai ke arahku dan Shani. Dan saat Gracia berhenti tepat beberapa di depanku, hanya terhalang oleh kaca. Aku langsung meletakkan satu tanganku di kaca tersebut.


"Gre.." panggilku.


Gracia hanya diam.


"Gre.." panggilku lagi.


Kali ini Gracia melihat ke arahku.


Kuberi kode padanya untuk melakukan apa yang sedang kulakukan saat ini.


Setelah menunggu cukup lama, akhirnya Gracia melakukan hal yang sama. Sama seperti tadi, sesuai dengan aba-abaku, aku dan Gracia sama-sama menggerakkan telunjuk kami mengetuk kaca tersebut. Tapi perbedaanya, butuh beberapa kali ketukan sebelum kaca tersebut mulai retak dan pecah. Dan saat kaca tersebut sudah benar-benar pecah,..


"Kak Ads~ Ci Shan~" Gracia langsung menghambur memelukku dan Shani.


Aku dan Shani pun juga langsung membalas pelukannya.


Jika seperti ini,..
Apa mungkin aku juga bisa membebaskan Shania dan yang lainnya?


"Mas~" panggil Shani ditengah pelukan kami.


"Ya?" balasku yang masih memeluknya.


"Pulang ya"


Itu adalah ucapan terakhir dari Shani sebelum akhirnya ada sebuah cahaya putih terang. Cahaya itu semakin terang hingga membuatku menutup mataku saking terangnya. Tapi semakin aku memejamkan mata, cahaya itu malah semakin terang.


Sampai akhirnya aku merasa bisa membuka kembali mataku dan,..
.
.
.
.
.
.
"Nnggghh... Atatatata.." aku melenguh kesakitan.


Ini dimana?


Aku melihat sekelilingku dan kemudian berusaha untuk bangun. Tapi rasanya sulit, aku merasakan sakit di sekitar dadaku.
Sepertinya memang benar-benar ada tulang rusukku yang retak.


"Kau sudah bangun?" tanya sebuah suara tiba-tiba.


Aku menoleh dan,..


"Jangan terlalu banyak bergerak, tulang rusukmu ada yang patah" tambah Eno.


Ya, itu Eno. Dan dia..


Tunggu dulu.
Patah?!
Sial, ternyata lebih parah.


Tapi aku sedikit bersyukur karena akhirnya aku bisa bangun dari mimpi aneh itu.


Tapi sudah berapa lama aku pingsan?


"Kau sendiri bagaimana?" tanyaku balik.


"Tangan kiriku" jawabnya tanpa menjelaskan apa yang terjadi pada tangan kirinya. Tapi tangan kirinya itu terlihat dibalut dengan perban.


Mampus lo! Gak bisa cebok, batinku.


"Oh iya, selamat ulang tahun yang ke 23 ya" ucap Eno tiba-tiba.


"Ah iya, terimaka- HEH?!!" aku langsung kaget. "Aku pingsan berapa lama?! Ini tanggal berapa?!" tanyaku kemudian dengan beruntun.


"Hahaha... Santai, santai.." balasnya. "Ini masih di tahun 2018. Tenang saja"


Itu tidak benar-benar menjawab pertanyaanku dan juga tidak benar-benar membuatku tenang.


"Berapa lama aku pingsan?" tanyaku.


"3 hari" jawabnya akhirnya.


Sial!


Aku langsung berusaha untuk bangkit dari tempat tidur ini.


"Kenapa?" tanyanya kemudian.


Aku tidak menjawab pertanyaannya dan kembali berusaha untuk bangun.


"Tenanglah, aku juga baru sadar beberapa jam yang lalu" tambahnya.


"Shenny.. Greisy..." aku menghiraukannya dan lalu memanggil Shenny dan Greisy.


"Kau ini kenapa?" tanyanya lagi.


"Aku harus kembali ke Indonesia!! Apa kau tidak paham!" balasku setengah berteriak.


"Tuan Muda Eden~" akhirnya Shenny muncul juga bersama dengan Greisy kemudian mereka berdua berusaha memegangiku.


"Shenny, Greisy.. Apa kabar?" sapa Eno sok akrab. Atau mungkin memang akrab? "Bisa minta tolong panggilkan Viony?"


Viony itu siapa lagi?
Oh, apa jangan-jangan...


"Maaf, Tuan Muda Noah. Tapi saya tidak bisa melaksanakannya, saya sekarang sudah menjadi pelayan pribadi Tuan Muda Eden" tolak Shenny secara halus.


"Pintar juga kau memilih.." ucap Eno sambil menengok ke arahku. "Kalau begitu, Gre-"


"Maaf, tapi Greisy juga sudah menjadi pelayan pribadiku" ucapku memotong perkataan Eno sambil memberikan sedikit senyuman.


"Huh?! Kau mendapat dua?" tanya Eno kaget.


"Memangnya saat kau disuruh memilih, kakek menyuruhmu untuk memilih satu?" tanyaku balik.


"Tidak sih.. Dia hanya menyuruhku untuk memilih... Ah, kalau tahu seperti itu aku memilih kalian berdua juga" balas Eno yang terlihat seperti kecewa.


"Maaf, Tuan Muda Noah. Tapi rayuan anda itu tidak akan berpengaruh lagi pada saya" balas Greisy. "Karena saya sudah menjadi milik Tuan Muda Eden" tambahnya lalu tiba-tiba memelukku.


"Atatata..... Gre.." aku berusaha melepaskan pelukannya. Bukan karena tidak suka, tapi karena badanku masih terasa sakit.


"Ah, maaf Tuan Muda~" Greisy meminta maaf.


"Tidak. Tidak apa-apa" balasku lalu mengelus kepalanya.


Ah, sial!
Karena tingkahnya itu, aku juga jadi memperlakukannya mirip seperti..


"Kenapa anda memanggil kami, Tuan Muda?" tanya Shenny kemudian.


"Ah iya, hampir lupa. Aku perlu susu hangat" balasku.


"Biar saya saja" balas Greisy lalu mulai membuka pakaiannya.


"Eh, eh, eh.. Maksudku, bisakah salah satu dari kalian membuatkanku minuman susu hangat" ucapku meralat. "Dan yang satunya, tolong panggilkan... Siapa tadi namanya?" tanyaku kemudian. "Viony?"


"Kenapa kau tiba-tiba ingin memanggil Viony?" tanya Eno tiba-tiba.


"Kau tadi ingin memanggil Viony kan, aku hanya berusaha membantumu" jawabku. "Mereka berdua tidak akan mendengarkanmu, jadi aku yang meminta tolong pada mereka" jelasku kemudian.


"Oh, begitu. Ya sudah, baguslah" balas Eno.


Baguslah doang, makasih kali!!, batinku.


"Kenapa kalian masih disini? Tolong cepat laksanakan" ucapku lagi pada Shenny dan Greisy.
.
.
.
Pendek. Rambutnya juga pendek.
Sekilas mirip dengan..


"Ya, ya, ya. Aku tahu, memang mirip dengan seseorang" ucap Eno tiba-tiba seperti mengetahui apa yang kupikirkan.


"Apa kau-"


"Tidak! Aku tidak memilihnya karena dia mirip dengan orang itu" bantahnya sebelum aku menyelesaikan pertanyaanku.


"Tuan Muda Noah, kenapa anda memanggil saya?" tanya seorang wanita itu tiba-tiba pada Eno.


Wanita itu memakai pakaian crossdress maid, sama seperti Shenny, Greisy, Amandee, dan Chenia. Tapi aku baru melihatnya sekarang. Yang artinya, dia adalah si pelayan ke-5. Pelayan pribadi Eno. Viony.


Namanya mirip sama yang itu ya. Orangnya juga mirip lho.


"Memangnya kenapa? Kau sudah menjadi pelayan pribadiku, sudah seharusnya kau melayaniku saat aku sedang berada di rumah ini" ucap Eno. "Lagipula, aku merindukanmu, Vi~" tambahnya sambil memegang tangan Viony.


Vi?
Eno juga memanggilnya sama seperti...


"Berbeda dengan anda, Tuan Muda Noah tidak malu untuk merayu semua pelayan yang ada disini" bisik Shenny.


Dasar mesum, batinku.


Tunggu dulu.
Lalu apa maksudnya aku ini pemalu?
Dia tidak tahu saja kalau..


"Tuan Muda Eden~" Greisy yang baru kembali langsung memberikan susu hangat pesananku.


"Terimakasih" balasku lalu mulai meminum susu tersebut. "Ah~ sekarang badanku sudah sehat" ucapku lalu mulai bangkit dari ranjangku.


"Stuktur badan macam apa yang kau miliki itu?!" Eno terlihat heran.


"Susu mengandung kalsium, dan kalsium bagus untuk tulang kan" balasku. "Katanya kau menyukai One Piece?"


"Tapi tidak seperti itu.."


"Shenny, Greisy. Dimana kakekku? Aku harus menemuinya" ucapku lagi.


"Tunggu,.. Aku ikut" sahut Eno. "Viony~ kau temani aku ya"


Terserahlah, batinku.
.
.
.
.
.
.
.
"Kek, aku perlu bicara" panggilku untuk kesekian kalinya karena kakek tidak merespon sama sekali.


Tapi dia malah sibuk bermain golf. Dan aku baru sadar, di halaman depan rumahnya ini bisa digunakan untuk bermain golf.
Tapi bukan itu intinya..


"Aku tidak mau menanggapi jika kau masih merengek meminta kembali ke Indonesia" sahut kakek akhirnya. Tapi bukan itu jawaban yang kuharapkan.


"Tapi aku harus pulang" balasku yang tidak mau menyerah.


Ya, jika aku ingin pulang, aku harus meminta ijin padanya terlebih dahulu. Kalau tidak,.. Siapa yang akan membiayai tiket pesawatnya?
Kalian pikir tiket pesawat Belanda-Indonesia murah?


"Beri aku alasan, kenapa kakek harus mengijinkanmu pulang?" tanyanya kemudian.


"Aku... Harus... Kuliah" jawabku sedikit ragu.


"Kau akan kuliah disini!" balasnya cepat.


"Tapi, kek.." panggilku lagi.


Kali ini dia diam tanpa menanggapiku.


"Kek.." panggilku sekali lagi.


Oke, cukup.., batinku.


"NICK!!" panggilku akhirnya.


Kakekku yang sedang bersiap memukul bola, langsung menghentikan gerakannya saat aku memanggilnya menggunakan namanya.


"Hahaha... Baiklah, kau mendapat perhatianku sekaranh" sahut kakekku akhirnya. "Kesempatan terakhir, katakan alasanmu yang sebenarnya"


Aku tersenyum sejenak, sebelum akhirnya aku mengatakan alasanku yang sebenarnya.


*Flashback End
.
.
.
.
.
.
.
"Oh sayang, kumohon jangan salah paham~


Itu memang mengesalkan, tapi kita harus melepaskan amarah kita~


Aku sudah melakukan kesalahan berulang kali, Yeah Memang..


Jangan khawatir, kemarin aku ada di rumah~


Cuaca yang sepi
Dalam perasaan yang juga sepi
Dengan selimut berbulu tebal
Aku menggunakannya untuk menutupi perasaanku yang sepi~


'Aku akan jadi lebih baik', Mengelak Lagi..


Beri aku kesempatan terakhir, maafkan aku~

Aku tak berpikir untuk melepaskanmu
Cintaku, berbaringlah di sisiku, nyanyikanlah lagu pengantar tidurmu~


Kau mau pergi kemana?
Kenapa kau mengeluarkan tandukmu lagi?
Itu akan membuatku jadi gila lagi~"


"Lagu siapa itu?" tanya sebuah suara tiba-tiba.


Aku menoleh dan,...


"Lagu?" tanyaku balik pada Eno.


"Ya, lagu yang baru saja kau nyanyikan.." balasnya.


"Aku tadi hanya melamun dan... Sepertinya tidak sadar sedikit bergumam dengan asal" balasku.


"Melamun huh? Dengan menggumamkan kata-kata puitis dan berirama seperti tadi" sahutnya dengan nada seperti menyindir.


"Terserahlah.." sahutku malas.


Ya memang tadi aku sedang melamun dan tidak sengaja bergumam..
Bahkan aku tidak sadar kalau masih berada di dalam mobil menuju bandara.


Dan,.. Jadi begitulah, kira-kira sudah hampir seminggu aku berada disini.
Cukup lama. Entah bagaimana reaksi Shani dan yang lainnya nanti saat aku kembali.


Shani sepertinya tidak akan marah padaku. Dia sudah marah tadi di telefon, dia tidak akan marah padaku secara langsung. Dia tidak bisa, karena aku tahu betul harus memasang ekspresi wajah seperti apa agar Shani tidak marah padaku. Hehehe..
Gracia, sama saja. Tapi mungkin efeknya dia hanya akan lebih manja lagi padaku. Akan repot kalau seperti itu.
Stefi, sepertinya dia sudah tahu kalau aku akan sedikit lama. Jadi dia tidak akan mempermasalahkannya. Entah kenapa aku punya firasat kalau dia punya firasat kalau aku kan pergi agak lama. (Gimana sih?)
Duo baper? Tidak usah dijelaskan lah.
Shania. Ini yang paling menakutkan. Sepertinya kali ini dia tidak hanya akan mengomeliku, tapi juga akan 'main tangan'. Agak mirip sama 'Tuan Putri-nya Eno' kayaknya.


"Masih jauh?" tanyaku kemudian pada Eno.


"Sebentar lagi.." jawabnya yang masih berkonsentrasi menyetir.
.
.
.
.
.
"Ya sudah, aku berangkat" ucapku yang kemudian bergegas untuk keluar dari mobil begitu sampai di bandara.


"Tunggu sebentar" cegahnya saat aku hendak keluar.


"Ap-"


"Shani.. Gracia..." ucapnya tiba-tiba. "Itu satu orang? Atau dua orang?" tanyanya kemudian.


"Kenapa kau tiba-tiba menanyakan hal itu?" tanyaku balik. "Darimana kau mendengar nama-nama itu?"


"Saat kau pingsan tadi, kau mengigau sambil meneriakkan nama itu" jawabnya.


"Bukan urusanmu" balasku.


"Aku bukan bermaksud untuk sok menasehatimu, tapi.." kata-katanya sedikit menggantung. "Daripada nanti akan menimbulkan masalah dan merepotkan dirimu sendiri" tambahnya. "Ingat! Cukup satu wanita saja untuk diajak berkomitmen"


"Ee.... A..Aku pergi dulu" pamitku lagi.


"Tunggu sebentar" cegahnya lagi.


Mau apa lagi orang ini?, batinku.


"Ini" ucapnya yang kemudian menyodorkan sesuatu padaku.


"Apa ini?" tanyaku yang sedang kaget dan bingung.


"Kau tidak bisa melihat ini apa?" tanyanya balik.


"Tas gitar" jawabku yang masih kebingungan.


"Yang artinya isinya adalah...." dia sengaja menggantungkan kalimatnya.


"Gitar" sambungku.


"Kalau sudah tahu, kenapa kau bertanya?" sindirnya.


"Tapi kenap-"


"Kau mengutak-atik setelannya kan" tuduhnya tiba-tiba sebelum aku benar-benar menyelesaikan pertanyaanku.


Kali ini aku hanya memberikan sebuah anggukan kecil sebagai jawaban.


"Nah, karena itu.. Kau ambil saja" ucapnya lagi.


Tunggu, bukankah gitar yang waktu itu sudah ada tali gitarnya?
Kenapa yang ini masih harus dimasukkan ke dalam tas gitar?


"Sudah sana. Nanti kau terlambat" tambahnya menyadarkanku dari lamunan dan seperti mengusir.


Tanpa perlu diperintah lagi, aku segera keluar dari mobil tersebut.


"Tunggu dulu.. Ini tidak akan terkena bea cukai kan?" tanyaku kemudian yang berbalik badan.


"Tentu saja tidak.." jawabnya cepat. "Sepertinya" tambahnya kemudian.


Sialan!, batinku.


"Oh iya,.. Satu lagi" ucapnya tiba-tiba.


"Apa lagiii????" tanyaku yang mulai kesal.


"Aku hanya ingin titip salam" jawabnya.


"Oh... Untuk siapa? Kenzo?" tanyaku kemudian. "Baiklah, nanti akan aku sampaikan"


"Untuk Vivi" jawabnya yang kemudian segera menjalankan mobilnya meninggalkanku sendirian.


"HEH!!"






-Bersambung-
.
.
.
.
.
.
.
.
.