Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Finding Reality ACT II

aku kabur :capek:
ya udah, aku ga maksa...
Palingan juga nanti balik sendiri..
Bilangin Bii gih
hah?!!
masih menanti kak Ads dan Gre neduh. Kasian Gre keujaan terus. Keenakan kak Ads meluk2 Gre terus.
kasihan Adrian doongg...
Kehujanannya kan lebih lama
Heh!!! gak usah jual mahal ya member" lain aja pada ngantri,belum lagi temen kampusnya ama yg dari dunia lain juga ,jadi gak usah sok cantik,sok nolak kaya situ siapa aja:mad:

Gimana Bro udah mirip Orang Idiot belum?
bukannya anda diem aja udah keliatan (banget) ya idiotnya?? :Peace:
Ada yang menempel tapi bukan lem
ada yang terbongkar, tapi bukan lemari..
paset
Hmmmm belum ada patok chapter baruu
emang kenapa??
Apa gara” oda Sensei libur yaa???

🤔🤔🤔🤔
Iya, anggep aja itu alesannya.

Hehe, makasih lho udah ngasih saya saran buat 'beralasan' :pandaketawa:
 
Dimana dirimu sekarang?
Aku menulis sepucuk surat yang tidak bisa ku kirimkan padamu

Bagiku, orang yang dulunya selalu sendirian, orang yang dulunya selalu tersandung
Hanya merindukan dirimu saja, sudah merupakan sebuah romansa bagiku







Part 44: She is Shania Gracia


IMG-20200307-092151.jpg



"Ehmm,... Shan.." panggilku. "Kita... Udah sampe lho.. Kamu ga mau turun?" tanyaku kemudian.

Gadis di sebelahku masih diam tak beranjak dari tempatnya. Namun tiba-tiba dia melontarkan pertanyaan tanpa menoleh ke arahku sebelumnya.

"Gimana? Kamu udah mutusin?" tanyanya tiba-tiba. "Kamu udah balik, berarti kamu udah buat keputusan kan.."

Kenapa dia yang kelihatan seperti tidak sabar??

"Pesan yang kamu tinggalin,.. Kamu bilang kalo kamu pergi buat nenangin diri dan mikir kan. Kamu juga bilang kalo kamu udah ngambil keputusan, kamu bakal balik..." tambahnya. "Sekarang kamu udah balik, jadi..."

"Kamu udah siap?" sahutku memotong ucapannya yang kurasa sudah terlalu panjang.

"Hmm??"

"Kamu udah siap sama jawaban aku?" tanyaku sekali lagi. "Kamu siap sama adanya kemungkinan terburuk di keputusan yang aku ambil ini??"

Shani menengok ke arahku dengan tatapan sendu. Dia menatapku untuk waktu yang cukup lama. Kemudian dia menarik nafas panjang yang lalu dia lepaskan sebelum akhirnya Shani mengangguk mantap,...

"Aku siap.." ucapnya.

Setelah Shani menjawab, kini giliran aku yang menarik nafas panjang dan lalu ku hembuskan kembali.

"Aku akhirnya milih..." aku sedikit menggantungkan kalimatku guna melihat reaksi Shani untuk sesaat. Setelah kurasa aman karena Shani hanya diam, barulah aku melanjutkannya. "Aku milih,.. Kalian berdua. Aku milih kamu sama Gracia..."

Shani masih diam, tidak bereaksi apapun terhadap jawabanku. Kurasa dia menunggu untuk penjelasanku.

"Tapi ini bukan berarti aku ga bisa milih, Shan. Bukan berarti aku ga berani milih. Aku cuma.... Aku... Aku cuma ga tega aja kalo harus misahin kalian berdua.." aku akhirnya memberi penjelasan. "Mungkin kamu nganggepnya aku ga tegas atau apa, tapi..."

Aku tidak melanjutkan kalimatku saat Shani tiba-tiba menyondongkan badannya ke arahku dan kemudian memeluk tubuhku dengan erat. Lalu,...

"Hiks.." dia menangis(?)

Kenapa dia menangis?
Apakah dia kecewa dengan keputusanku?

"Shan??"

"Hiks... Makasih.." ucapnya tiba-tiba. "Makasih kamu tetep milih aku ya..."

"Eh??"

"Itu keputusan yang terbaik, mas.."

Tunggu dulu, aku tidak begitu mengerti.
Keputusan terbaik?

"Iya, itu keputusan terbaik, mas.." ucapnya lagi. "Karena dengan begitu, aku bisa terus sama Gracia kan. Dan ditambah dengan adanya kamu,... Itu bikin aku makin bahagia.. Aku ga bisa bayangin kebahagiaan yang lebih baik lagi.."

Aku tidak bisa menyembunyikan kegembiraanku saat mendengar penjelasan Shani barusan. Tapi,...

"Emang kalo keputusan terburuk.. Menurut kamu yang kayak gimana?" tanyaku kemudian.

Shani menatapku dengan tatapan sayu, ada pula sedikit tetesan air mata di pipinya. Dan karena aku tidak tahan melihatnya, aku pun akhirnya mengusap pipinya guna menyingkirkan air mata dari pipinya itu.

"Kok nangis sih?"

"Keputusan terburuk yang aku pikirin adalah,... Kamu bakal kebingungan, terus akhirnya ninggalin kami berdua" jawabnya. "Ninggalin aku sama Gracia.."

"Hah?!! Engga dong.. Ga mungkin, Shan.." kini aku yang berganti memeluknya. "Itu ga mungkin, Shan.. Ga ada sedikitpun terlintas di pikiran aku buat ninggalin kamu" aku menegaskan.

"Maaass..." tangisannya semakin menjadi.

"Jangan pernah. Jangan pernah mikir kayak gitu lagi ya..." ucapku menenangkannya. "Kamu ga perlu mikirin sesuatu yang ga mungkin terjadi.."

Kurasakan gerakan kepala Shani yang mengangguk dalam pelukanku.

"Makasih ya udah sabar nungguin aku" kemudian kutempelkan keningku di keningnya, menatap matanya dalam-dalam sebelum akhirnya memejamkan mataku secara perlahan. "Dan juga,... Sebenernya masih ada kebahagiaan yang lebih baik lagi lho dari yang kamu sebutin tadi..."

"Oh ya? Ap-- Kamu mau nambah lagi?!!"

"Engga, Shan.. Bukan itu" bantahku cepat. "Yang aku maksud adalah,... Saat kita berdua ngeliat anak-anak kita tumbuh.."

Wajah Shani bersemu merah mendengarnya,... "Bisa aja sih kamu jawabnya.."

"Ga ada.. Ga ada kebahagiaan yang lebih membahagiakan dari kebahagiaan itu.." aku kembali menempelkan kening kami dan juga menatap mata indahnya itu.

"Hayo.. Kamu mau ngapain?" Shani sengaja bertanya untuk menggodaku.

"Pengennya sih nyium.." jawabku jujur. "Tapi takut nanti ada yang marah.."

"Aku ga bakal ma..." Shani tidak melanjutkan kalimatnya. "Gracia lagi ibadah kali.." sambungnya saat akhirnya mengerti maksudku.

Aku tersenyum dan tertawa kecil mendengarnya. "Ya tapi tetep aja.. Dan juga-"

"Ya udah,... Sekarang kamu jemput dia sana.. Terus langsung kamu bilang gih.." balasnya. "Kamu lamar"

"Eh?! Ya masa langsung di--"

"Waktu sama aku kan kamu juga gitu... Langsung aja. Dan,... Member jeketi ga boleh pacaran lho.." ucap Shani lagi. "Ciee,... Yang punya tunangan dua" tambahnya meledekku.

"Shan,..."

"Hihihi... Ya udah, aku keluar ya. Biar kamu bisa cepet-cepet nyusulin tunangan kedua kamu.."

"Shan.." aku langsung menahan tangannya saat dia akan keluar dari mobil. "Aku berubah pikiran.." tambahku.

"Mas??" wajah Shani nampak kaget dan bingung.

"Bukan soal keputusan aku, tapi..." aku menggantungkan kalimatku. "Aku bener-bener ga tahan pengen nyium kamu.."

Shani masih memasang ekspresi kaget di wajahnya. Tapi tentu itu tidak mengurangi kecantikannya sedikitpun. Melihat Shani yang tengah kebingungan seperti itu benar-benar membuatku gemas dan tidak tahan. Dan dengan perlahan Shani memejamkan matanya seakan sedang menunggu sesuatu.

Akhirnya,.. Kuletakkan kedua jariku pada bibirku kemudian dengan cepat kupindahkan jari tersebut ke bibirnya.

"Sementara,.. Pake perantara dulu ya.."

Shani membuka matanya dan wajahnya langsung memerah seketika. Lalu dengan cepat dia mendekatkan wajahnya ke arahku. Aku yang tidak siap dengan gerakan tiba-tibanya itu hanya bisa diam saat akhirnya bibirmya menyentuh pipiku.

"Kalo ciuman di bibir pake perantara, cium di pipi boleh langsung kan.." ucap Shani setelah selesai mencium pipiku.

"Aku sayang kamu, Shan.."

"Aku juga. Aku juga sayang kamu, Adrian.."

IMG-20200307-092149.jpg



*Flashback End
.
.
.
.
.
.
.
.
IMG-20200307-014041.jpg


Begitulah. Itulah sebenarnya yang terjadi. Itulah keputusan yang sebenarnya aku ambil saat aku kembali setelah 'menghilang'. Keputusan yang aku ambil, sebelum aku berangkat ke Belanda.
Jadi wajar saja Shani kaget dan marah saat aku kembali dari Belanda kemudian merubah keputusanku.

Tapi itu kemarin. Sekarang aku sudah yakin, aku sudah sangat yakin akan keputusanku kali ini. Dan aku tidak akan mengubahnya lagi. Aku akan memilih jalan sulit, dengan memperjuangkan dua orang gadis, Shani dan Gracia..

Sekarang yang perlu kulakukan adalah, meyakinkan Gracia kembali kalau aku tidak ingin kehilangannya lagi. Tapi itu hanya bisa terwujud kalau Gracia memang ingin diperjuangkan. Karena percuma saja jika kita memperjuangkan sesuatu yang tidak ingin diperjuangkan bukan.

Sama seperti saat Luffy dan yang lainnya berusaha untuk menyelamatkan Robin. Pada saat pertarungan pertama, Luffy dan Zoro dikalahkan dengan mudah. Karena mereka tidak memiliki alasan untuk bertarung.
Namun berbeda saat akhirnya mereka tahu alasan Robin yang sebenarnya, ditambah dengan keinginan Robin untuk hidup, maka teman-temannya akan berjuang untuk melindunginya.

Bukan seperti Naruto dan yang lainnya saat mengejar Sasuke. Memangnya Sasuke diculik? Tidak. Sasuke kabur.

Dan menurutku keputusan Sasuke itu sudah benar, karena kalau dia tetap di Konoha.. Belum tentu dia akan sekuat saat perang shinobi.
Naruto juga kuat gara-gara ada kyubi di badannya.

Tapi apa itu artinya kalau tidak ada kyubi di dalam tubuh Naruto, dia tidak akan kuat? Belum tentu.
Karena kalau tidak ada kyubi di dalam tubuh Naruto, maka artinya orang tua Naruto tidak perlu meninggal dunia. Dan itu juga berarti ada kemungkinan kalau Naruto akan dilatih secara langsung oleh ayahnya, Minato. Hokage keempat. Bayangkan saja betapa kuatnya seorang hokage, dan juga mungkin akan keren jika Naruto memakai Hiraishin no Jutsu seperti ayahnya.

Tunggu dulu, kenapa aku malah membahas hal itu??
Seharusnya saat ini aku lebih memikirkan cara untuk meyakinkan Gracia kalau aku masih dan sangat mencintainya..

"Kak.. Kak.. Kak Adrian!!" ternyata daritadi Gracia memanggilku.

"Ya, kenapa Gre?" tanyaku.

"Bajunya kakak yang basah aku masukin ke pengering.. Kakak kalo udah selesai, pake bajunya Aten aja. Udah aku siapin di kamar aku. Langsung kesana aja..."

"Oke"

Oh iya, aku belum menjelaskan situasiku saat ini ya? Maaf.
Baiklah akan aku jelaskan secara singkat. Sekarang ini aku sudah berada di dalam rumahnya Gracia atau lebih tepatnya di dalam kamar mandinya. Jadi, tadi setelah adegan pelukan,... Gracia langsung mengajakku masuk ke dalam rumahnya dan langsung menyuruhku untuk segera mandi.
Dia tidak menjelaskan alasannya, tapi mungkin dia hanya tidak ingin aku sakit. Atau dia hanya sekedar tidak tega saja?

Tapi,... Kalau kalian mengira Gracia sudah memaafkanku, sepertinya kalian salah besar. Setelah kami berdua masuk ke dalam rumahnya, Gracia langsung kembali bersikap dingin.
Atau mungkin dia sikap dinginnya itu hanya akting semata, dia sedang berpura-pura??

Dan kalau dipikir lagi.. Kenapa setiap kali aku ingin minta maaf pada seseorang yang kucintai, aku selalu kesini, ke rumahnya Gracia ya??

Dulu Shani, sekarang Gracia.
Penulisnya ga kreatif nih, mulai pusing kayaknya nulis dua cerita. Lagian sok-sokan sih..

Dan,... Sudah kupancing seperti ini, dia masih tidak mau menanggapi apapun juga..
Ya udahlah, bodoamat. Aku juga sedikit takut kalau penulisnya emosi dan membuat cerita yang membuatku menderita, merugikanku.

Seperti di part sebelumnya. Aku baru sadar, setiap kali aku mengatakan kalau aku tidak akan kemana-mana sebelum Gracia mau menemuiku, maka akan langsung terdengar suara petir bergemuruh.
Penulisnya kampret emang.. Dia seperti menertawakanku dengan membuat hujan deras. Ya kan, dia penulisnya suka-suka dia.

Tapi, ga adil.. Cerita sebelah, dari 3 dari 4 update terakhirnya ada adegan enaknya.
Yang sini kapan woi?!!!
Banyak yang nungguin nih!!
Dan,...

"HACHOOO..."

Sepertinya aku sudah terlalu lama berada di dalam kamar mandi ini, sudah saatnya aku untuk keluar. Tapi begitu aku keluar dari kamar mandi, aku tidak mendapati adanya Gracia. Sebenarnya aku ingin segera mencarinya, tapi sepertinya lebih baik kalau aku memakai baju terlebih dahulu. Jadi aku memutuskan untuk segera ke kamarnya Gracia saja. Siapa tahu juga ternyata Gracia ada disana.

"Ternyata ga ada.." keluhku saat masuk ke dalam kamarnya Gracia dan tidak menemukan Gracia ada disana.

Kaos yang ada di atas kasur Gracia langsung kuambil dan segera kupakai. Aku beruntung, meskipun sudah kehujanan seperti itu, yang basah hanya kaos dan jaketku. Maksudku yang benar-benar basah kuyup. Celanaku tidak terlalu basah, sebenarnya masih bisa kupakai, tapi Gracia memaksaku untuk melepaskannya juga.
Jadi hampir semua pakaianku diambil oleh Gracia untuk dikeringkan (katanya). Semua kecuali boxer, karena agak gimana kalau harus pakai boxer orang lain kan.

Lalu,... Hape.. Hape.. Dimana hape ku??

Setelah menemukan hape-ku yang ternyata berada di atas meja rias Gracia aku langsung mengambilnya dan,...

"Lah, mati?" aku tidak percaya. Benar-benar tidak percaya.

Seingatku dulu hape-ku ini pernah 'berenang' alias jatuh ke genangan air saat sedang banjir, tapi saat itu tidak apa-apa. Masih bisa menyala. Sedangkan tadi, hape-ku selalu berada di kantong celana. Memang masih ada kemungkinan untuk basah, tapi...

Apa memang sudah saatnya diganti ya? Sudah cukup lama juga.. Sudah berapa tahun??
Sudah sekitar 2 tahun,... Hampir 3 tahun aku memakai hape ini. Mungkin memang sudah saatnya ganti.
Ya sudahlah.

Daripada pusing, aku lebih memilih untuk melihat-lihat isi kamar Gracia, atau lebih tepatnya melihat-lihat area meja riasnya. Karena ada beberapa hal yang menarik perhatianku, seperti...

Foto kami berdua dari photo box saat itu. Foto itu diselipkan Gracia di pinggiran kaca meja riasnya.
Itu bisa berarti dua hal, antara Gracia yang sebenarnya tidak sepenuhnya marah padaku dan memang masih berharap aku kembali padanya...
Atau dia hanya lupa untuk menyingkirkan foto itu..

Lalu ada juga,... Secarik kertas terlipat yang juga menarik perhatianku.
Entah perasaanku saja, atau memang kertas itu terlihat tidak asing bagiku. Terutama dari ukuran, warna, jenis dan lipatan kertas itu.

Aku pun memutuskan untuk mengambil kertas tersebut untuk lebih bisa memastikannya. Dan saat kertas itu kubuka,...
Firasatku benar lagi untuk kesekian kalinya.

Itu bukan hanya sekedar kertas, itu adalah surat. Ya, surat.. Dan itu juga bukan sekedar surat biasa. Itu surat yang kukenali. Karena itu adalah surat,...

"LANCANG BANGET SIH?!!" Gracia yang tiba-tiba muncul langsung mengambil surat itu dari tanganku. "Ga bisa diem aja emang..??"

"Lancang...? Aku lancang??" ucapku tak percaya. "Kamu yang lancang, Gre!!" balasku kemudian yang sudah tersulut emosi. "Kamu ngambil surat itu darimana? Dari kamar Shani kan?? Iya, kan.. Kamu yang lancang karna udah ngambil surat itu tanpa ijin!!"

"Emang salah kalo ngambil surat aku lagi?!!!" Gracia berteriak.

Tunggu sebentar,...
Apa maksudnya tadi??
Surat yang dia..
Apa maksudnya?

Surat itu adalah surat yang ada di bawah meja kamar Shani. Surat yang tiba-tiba hilang saat kucari tadi, dan ternyata Gracia yang mengambilnya.
Lalu kenapa dia...

Hanya ada satu kemungkinan. Tapi aku harus memastikannya terlebih dahulu..

"Maksud kamu, Gre..?" tanyaku akhirnya.

Dia tidak langsung menjawab pertanyaanku, tapi matanya berair yang menandakan kalau dia akan menangis..

"Kelas VIII D baris paling kanan, deret ke 3.."

Tunggu sebentar,...
Kalau aku tidak salah ingat, itu.. Itu adalah bangkuku dulu saat sekolah, saat aku menerima surat itu.

Ya, kapan dan bagaimana aku mendapatkan surat itu adalah saat aku masih sekolah dan surat itu tiba-tiba sudah ada saja di dalam laci mejaku.
Apa itu artinya adalah,...

"Iya, kak.. Iya. Aku yang ngirim surat itu..." jawab Gracia yang seperti tahu pertanyaan yang ada di dalam kepalaku. "Daridulu, aku udah merhatiin kakak.. Daridulu, aku udah kagum sama kakak.. Dan perlahan,... Perasaan kagum itu.. Berubah jadi cinta. Daridulu, aku udah cinta sama kakak"

Aku tidak pernah menyangka akan terjadinya hal ini sebelumnya.
Jadi selama ini sosok pengirim surat itu adalah Gracia?
Jadi selama ini gadis yang aku cari-cari adalah Gracia?
Jadi selama ini Gracia lah yang mendukungku secara tidak langsung lewat kalimat-kalimat yang dia tuliskan di surat itu?

"Gre,.. Kamu.."

PLAAAKK!!!

Gracia menyentuh pipiku dengan cepat dan keras. Atau lebih jelasnya adalah, dia menamparku.

"Sakit?" tanya Gracia setelahnya.

Aku tidak mau pertanyannya itu. Aku tidak berani.

"Itu ga setimpal sama apa yang udah kakak lakuin sama aku. Ga setimpal sama rasa sakit yang aku rasain selama ini..." ucapan Gracia lebih menyakitkan daripada tamparannya tadi. Jauh. Jauh lebih menyakitkan. "Tega banget sih,... Udah ga bales surat dari aku.. Habis itu ngilang, terus tiba-tiba muncul lagi, dan ngasih harapan palsu..."

"Aku..."

"Mau nyangkal? Mau bela diri?" sahutnya.

"Aku cuma mau ngasih tau,... Kalo emang kamu yang ngirim surat itu.. Itu artinya kamu adalah orang yang selama ini aku cari, Gre. Kamu--"

"Ga usah.." potongnya. "Ga usah ngasih aku harapan lagi.. Udah cukup, kak... Jangan pikir dengan aku yang nyuruh kakak buat masuk ke rumah aku, itu artinya aku udah maafin kakak.. Engga. Sama sekali.."

Itu benar-benar pukulan telak.

"Alasan aku nyuruh kakak buat masuk ke rumah aku adalah,... Karena aku masih punya rasa kasihan. Aku masih punya rasa kemanusiaan.."

Yah,... Setidaknya Gracia masih menganggapku sebagai manusia. Meskipun mungkin aku adalah manusia terburuk di matanya.

"Apa maksud kakak tadi? Nyariin aku? Apa maksudnya?" tanyanya kemudian.

"Maksud aku--"

PLAAKK!!

Gracia menamparku sekali lagi. Tidak lebih keras dari sebelumnya, tapi tetap terasa sakit.

"Ga usah ngomong!!"

"Gimana aku mau jelasin kalo ga boleh ngomong?" ucapku lirih.

"Maksud aku,... Ga usah banyak omong.." ucapnya meralat.

Ya, Gracia tetaplah Gracia. Meskipun dia marah seperti saat ini, dia tetaplah seorang Shania Gracia.

"Aku.. Selama ini aku nyariin orang yang ngasih surat itu ke aku,.. Aku ga tau siapa dia, tapi aku ingin ngucapin makasih ke dia.. Karena kalimat-kalimat yang ditulisnya di surat itu udah bikin aku semangat buat jalani hari-hari yang berat.." jelasku. "Dan selama ini,... Ternyata orang itu adalah kamu, Gre? Kenapa kamu ga pernah bilang..??" tanyaku kemudian.

"Aku kan usah bilang, jangan terlalu banyak omong.."

Kesalahanku. Penjelasanku terlalu panjang. Pastinya itu membuat Gracia tidak begitu mengerti.

"Kasih alesan yang jelas atau aku tampar lagi?" dia mengancam.

"Kamu boleh tampar aku sepuas kamu, Gre. Aku ga masalah. Kalo itu bisa bikin kamu maafin aku, aku rela.." balasku. "Intinya,.. Meskipun aku gatau siapa pengirim surat itu, tapi aku pengen ketemu sama dia.. Aku pengen bilang makasih karna udah sayang aku. Dan, ternyata orang itu kamu.. Itu lebih baik. Jadi,.. Makasih ya, Gre..."

"Kak... Aku masih ga paham.." balasnya.

"Gre.. Intinya aku cuma mau ngucapin 'maaf', 'makasih', dan juga,... Aku sayang kamu" ucapku tanpa keraguan sedikitpun.

Gracia diam, dari raut wajahnya terlihat kalau dia sedang berfikir keras. Setelah dia selesai dengan kegiatannya itu, Gracia langsung menatap ke arah mataku dalam-dalam.

"Kalo emang,... Surat ini berharga bagi kakak.. Apa buktinya?" tanyanya tiba-tiba.

"Mudah aja, Gre.." balasku cepat. "Aku masih simpen surat itu,.. Kalo aku ga peduli sama surat itu, pasti suratnya udah aku buang.."

Aku berharap penjelasanku barusan sudah cukup menjelaskan untuk Gracia. Tapi aku juga baru sadar, Gracia daritadi hanya memanggilku dengan 'kakak'. Bukan seperti biasanya.

"Terus.. Kalo emang kakak peduli sama surat itu,... Kenapa ga dibales?" Gracia sepertinya masih belum puas dengan penjelasanku. "Kenapa seminggu setelahnya kakak malah ngilang??"

"Aku ga ngilang. Aku pindah sekolah" jelasku. "Dan aku pindah bukan karena surat itu ya, tapi karena hal lain. Surat itu ga ada hubungannya.." mungkin kalian sudah tahu dengan yang kumaksudkan. "Dan juga, kan udah aku jelasin di awal, aku gatau siapa pengirim surat itu.." jawabku lagi. "Kamu kan ga nulis nama kamu atau dari kelas mana kamu.."

"Malu tau, kak..!!" Gracia berteriak lagi. "Makanya suratnya aku rmtaruh di laci meja kakak, bukan aku serahin langsung di depan gerbang pas kakak lagi nungguin jemputan sambil dengerin lagu lewat earphone!!"

Detail banget!!

"Ya, seengaknya.. Kamu bisa ngasih tau gimana caranya aku bales surat kamu itu... Suratnya harus aku tinggalin dimana kek.. Biar nanti bisa kamu ambil" kucoba memberi penjelasan sekali lagi.

"Oh, bisa gitu ya??"

Astaga... Dia tidak terpikiran cara itu?
Ya, dia memang Shania Gracia.

"Huwaaa... Maafin aku, kak..." tiba-tiba Gracia berteriak lalu memelukku erat.

Sekarang ini harusnya aku senang, tapi aku malah bingung.
Kenapa dia bisa berubah secepat ini?

"Kok kamu yang--"

"Pasti sakit ya tadi aku tampar 2 kali" ternyata dia meminta maaf karena hal itu.

"Kamu ga perlu minta maaf, Gre.. Aku yang harusnya minta maaf... Aku--"

"Aku udah maafin kakak!!" Gracia memotong ucapanku lagi. "Dari semenjak aku tau kalo kakak dateng ke rumah aku tadi,... Aku udah maafin kakak, bahkan sebelum kakak teriak-teriak kayak orang gila tadi.."

Eh?!
Aku harus senang atau sedih ya?

"Tapi aku disuruh nge-test kesungguhannya kakak dulu buat minta maaf.. Jadi tadi itu aku nunggu dulu" terang Gracia.

"Maksudnya?" aku tidak mengerti. Seperti ada yang janggal dari kalimatnya barusan.

"Iya, kak.. Aku nunggu. Mana lama lagi..."

"Berapa lama emangnya?" tanyaku yang penasaran.

"Berapa ya?" Gracia mengawang-ngawang. "37 menit kalo ga salah"

37 menit?!!
Padahal aku kira aku sudah berjam-jam ada di luar sana tadi.
Aku kira aku sudah sekitar 2 jam, yaa... Setidaknya 1 ½ jam lah.

"Aku nunggu dulu.. Aku mau nunggu sampe kakak nyerah...." jawabnya yang masih tetap memelukku.

"Eh?!!"

"Tapi kakak ga keliatan kayak orang nyerah sedikitpun. Sebenernya aku tadi itu ngintip dari balik jendela lho, kak.." aku sudah tahu akan hal itu sih. Aku tahu kalau dia mengintip. "Bahkan kakak ga nunduk sama sekali,..."

"Kalo kamu merhatiin aku dari dulu, kayak yang ada di surat kamu itu... Harusnya kamu tau dong dulu aku ikut ekskul apa" balasku.

"Nge-band sama voli. Apa hubungannya??" balas Gracia. Ternyata dia memang benar-benar memperhatikanku.

"Sebenernya nge-band itu aku cuma diajakin aja sih,.." balasku. "Ekskul aku itu voli.."

"Terus? Apa hubungannya??" Gracia kelihatan penasaran.

"Kamu tau apa kebiasaan dari ekskul voli?" tanyaku padanya.

"Lompat-lompat" bener sih. Tapi maksudku bukan itu.

"Voli ngajarin kita buat selalu ngeliat ke atas.. Tapi itu bukan berarti aku ga pernah nengok ke bawah ya, aku bisa kesandung nanti" sepertinya itu terlalu rumit. "Gini, maksud aku... Voli ngajarin aku buat ga gampang nunduk ke bawah, atau bisa dibilang.. Ga gampang nyerah"

"Oh"

Aku menjelaskan panjang lebar, dan dia hanya menanggapinya dengan 'oh'??
Tapi aku harus ingat lagi, dia adalah Shania Gracia. Memang seperti itulah dia.
.
.
.
IMG-20200305-234037.jpg


"Iseng banget sih, kak!!" Gracia protes setelah mendengarkan satu kebenaran dariku.

Jadi, barusan aku menjelaskan tentang alasanku kenapa dulu aku memakai earphone saat menunggu jemputan. Sebenarnya aku hanya memakai earphone-nya.
Ya, aku hanya memakai earphone tanpa menyalakan musiknya, bahkan aku tidak mencolokkan earphone-ku itu pada apapun. Aku hanya sekedar memasangnya di telingaku.

Kenapa aku melakukannya?
Simple, aku hanya tidak ingin diganggu saja. Terkesan seperti orang yang anti sosial memang, tapi sekali lagi aku tekankan.. Aku hanya tidak ingin diganggu. Oleh para perempuan yang meskipun satu sekolah denganku, tapi sebenarnya tidak aku kenali.

Tapi,... Gracia menganggap tindakanku itu adalah tindakan iseng?
Terserah dia sajalah.

"Tapi, kak.. Aku agak bingung deh.." ucap Gracia lagi.

Oh iya, aku belum menjelaskan keadaan kami kan. Sekarang ini aku dan Gracia sudah duduk bersebelahan dilantai, bersandar di samping tempat tidurnya sambil sesekali meminum coklat panas yang dibuatkan oleh Gracia.

"Kakak kan dulu pendek ya.. Kok sok-sokan ikut voli sih?" tanyanya tiba-tiba.

"Gre,... Kamu ga pantes ngomong kayak gitu..." balasku yang tidak terima. "Kamu sama aku, lebih tinggi aku. Dari dulu.. Lebih tinggi aku. Ga pernah berubah..." aku menekankan.

"Iihh..!!" Gracia ngambek. Ngambek ya, bukan marah. Itu hal yang berbeda. "Iya, iya.. Yang meskipun dulu pendek, tapi lompatannya tinggi.." tambahnya.

Tapi kalau benar-benar ditanya apa alasanku memilih untuk ekskul voli yang bisa dibilang bukanlah olahraga yang populer di Indonesia saat itu.
Kenapa bukan sepakbola atau basket yang jauh lebih populer? Aku punya penjelasannya.

Kenapa bukan sepakbola? Atau mungkin lebih tepatnya futsal? Mudah saja.
Kalau saat jam pelajaran olahraga, sudah pasti aku dan teman-temanku akan bermain bola. Jadi, intinya itu hanya untuk have fun. Sehingga tidak perlu ikit ekskul futsal lagi.

Lalu, kenapa bukan basket? Lebih mudah lagi.
Kebanyakan anak-anak sekolah yang ikut ekskul basket itu hanya untuk gaya-gayaan saja. Tidak serius untuk bermain menghasilkan prestasi.
Dan sepertinya hal itu terus berlanjut di level pemain profesional. Lihat saja kompetisi basket di Indonesia. Lihat poin-nya.
Rasanya sulit untuk mendapatkan poin 60 ke atas.

Aku tidak akan membandingkan dengan pemain NBA. Karena secara fisik saja jauh.
Tapi coba lihat saja cara bermainnya, sangat jarang saat melakukan serangan, akan langsung mendapatkan poin.
Mereka selalu berusaha untuk mendapatkan three point.

Kenapa berusaha mengejar tiga poin yang sulit dan belum pasti, padahal peluang untuk mendapatkan 2 poin beruntut bisa lebih terbuka?
Kalian pasti tahu maksudku kan.

Dan juga, seperti yang dikatakan Gracia tadi. Dulu aku memang tidak begitu tinggi, (bukan pendek lho ya, hanya tidak begitu tinggi. Camkan itu) tapi aku tahu cara melompat dengan benar. Maka dari itu aku pede saja untuk ikut ekskul voli.

"Oh iya,.. Dulu aku sering lho, ngintipin kakak waktu lagi latihan..."

"Dasar... Udah pendek.. Tukang ngintip lagi.." ledekku bermaksud bercanda.

Oh, jadi begitu... Pantas saja saat itu Gracia pernah berpendapat kalau aku cukup jago dalam bidang olahraga. Jadi itu acuannya.

"Kak...!!" Gracia cemberut. "Padahal kan menurut survei pasangan yang selisih tinggi badannya cukup jauh itu keliatan uwu.." tambahnya kemudian.

Survei dari mana itu?
Atau lebih tepatnya, survei macam apa itu??

"Makanya, mending sama aku aja daripada sama--"

"Gre"

"Maaf"

"Tapi kenapa kamu dulu itu merhatiin aku sih?" tanyaku kemudian berusaha mengembalikan pembicaraan yang sepertinya mulai menyimpang. "Segitunya merhatiin aku banget ya??"

Kalau diingat-ingat lagi, mungkin 'firasat'ku ini bisa berkembang sejauh ini dikarenakan dulu saat masa sekolah aku selalu merasa diperhatikan seseorang. Jadi si bocah satu ini pemicunya.

"Kakak lupa?? Kakak dulu itu pernah nyelametin aku waktu aku lagi dibully sama kakak kelas.." balas Gracia.

Emang iya ya? Iya kali.
Ya udah, anggep aja iya ya. Biar cepet.

"Oh... Gitu ya?" balasku. "Jadi... Kita udah resmi baikan ya ini.. Eh?! Iya ngga sih?" aku mencoba memastikan.

"Tergantung" jawab Gracia.

"Tergantung?"

"Tergantung dari keputusan kakak. Pastiin dulu hubungan kita kayak gimana" balas Gracia lagi.

"Aku.."

Sepertinya aku tahu ini mengarah kemana. Dan aku juga sudah tahu harus bagaimana. Tapi aku juga harus ingat. Dia adalah Gracia.

"Kakak,... Sebenernya kakak selama ini nganggep aku ini ap--"

"Gre,..." sahutku. "Aku gatau kedepannya kita bakal kayak gimana, tapi aku nyaman sama perasaan aku ke kamu saat ini. Kamu juga ngerasain hal yang sama kan.." tambahku.

Gracia menatapku dengan wajah bingung dan bibir yang sedikit terbuka. Dia seakan tidak percaya dengan apa yang baru kuucapkan barusan.

Daripada aku memikirkan untuk menyusun kata-kata romantis yang panjang, mungkin lebih baik jika aku langsung mengucapkannya. Lagipula, dia ini Gracia kan.

"Gre,... Jadian yuk.." ucapku akhirnya.

Gracia masih dengan ekspresi bingungnya hanya menatapku tanpa mengucapkan apapun.

"Kalo kamu kehabisan kata-kata,.. Kamu bisa jawab pake anggukan"

Dan Gracia pun langsung mengangguk tanpa kuminta untuk kedua kalinya.

Ya, aku memang hanya memberinya satu opsi. Mengangguk.
Karena aku yakin, memang hanya itulah jawaban yang akan diberikan oleh Gracia.

"Kak Ads.."

Akhirnya. Akhirnya aku bisa mendengar panggilan itu lagi. Dan hanya dengan panggilan itu saja, sudah cukup untuk membuatku bahagia saat ini.

"Aku sayang kamu, kak Ads.."

"Aku juga sayang sama kamu, Gre.."

Dan entah siapa yang memulai, tapi pada detik berikutnya,... Bibir kami pun bertemu.
.
.
.
.
.
"Kak.." panggil Gracia. Aku otomatis menengok ke arahnya.

"Ya?"

"Kedinginan engga??"


IMG-20200301-162136.jpg




Bersambung.jpg

-Bersambung-
 
Terakhir diubah:
Catatan Penulis:


Gimana?
Udah puas kalian??
Udah puas Adrian ditampar 2 kali??



Makasih
• TTD H4N53N


*NB: udah kayak gini, kalo masih dihujat,... Kalian emang kebangetan


Alias


Index kayaknya udah bener tuh...
 
Terakhir diubah:
Nani? (bukan mantan sayap klubmu)
Nani Hamidah??:bingung:
Mau Baca Yang maren w lom berani e.. Tim w lagi duka Diputusin adehh.. Nunggu sekali lage dah.. Sabarr.. Pantengin B manusia paling gak peka dlu dah
Diputusin??
Emang pernah ditembak?:senam:
eh lupa mau ngingetin,indexnya rusak gara" geser IP kemarin
Doh...
Males banget harus benahin satu-satu:tendang:
Yahhhh tau gitu gak ngingetinnnn
Makasih..
Apakah msih ADA memperjuangkan Ads

kita tunggu kelanjutannya
Entah...
Liat aja kelanjutannya

Alias

Yang sabar ya nunggunya wkwkwk
Tandain dulu
Oke
like sama tandain dulu ah.

masih idup kan kak Ads? yaudah belum perlu dikasihani hehehe. Bercanda Ads ✌
Anda sendiri?
Apa anda masih ada umur untuk membaca ending cerita ini nantinya??
*dark jokes yang sungguh menjengkelkan :pandaketawa:
Oi, ini udah bulan depan kali.
Udah dikasih kesempatan...
Saya sengaja diemin, saya kasih waktu 48 jam (bahkan lebih) untuk edit komen..

Tapi,... Ah, ga jadi deh..

Alias

Saya baru tau antara tanggal 1 maret 2020 pukul 19.10 ke tanggal 1 maret 2020 pukul 23.43 itu udah termasuk ganti bulan

Alias

Bacot lo
ngga jadi, gatau mau kemana :sendirian:
Tuh kan..:pandajahat:
Tadinya aku kira ini 'bagaikan langit TEEET, disore hari TEET, berwarna biru TEET, sebiru hati gre TEET'
Oh, tidak doonngg...


Oh iya, sekalian pengumuman ya..
Karena ada yang bacot..

Rencana saya untuk update bulan depan, diundur jadi setelah lebaran..

Alias

Kalian tau harus nyalahin siapa...

Iya, saya emang jahat
Lagian emang saya pernah bilang kalo saya ini orang baik??
 
Oh iya, sekalian pengumuman ya..
Karena ada yang bacot..

Rencana saya untuk update bulan depan, diundur jadi setelah lebaran..

Alias

Kalian tau harus nyalahin siapa...

Iya, saya emang jahat
Lagian emang saya pernah bilang kalo saya ini orang baik??


buset setelah lebaran. wa pasti lupa kak ads pernah ada seperti bego story
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd