Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT RANJANG YANG TERNODA - REMASTERED

Assyiiikk.......semoga semakin lancar jaya dan update terus.

Termasuk XYZ yah....ditunggu
 
Wah udh dilanjutin
Ane fans cerita lidya sih
Jujur aja ane lupa part 11 gmn ceritanya hahaha dibaca dlu deh
 
Pertamakali Baca RYT pas Kelas 2 SMA.
Ga kerasa udah lama bgt & bentar lagi menjelang TAMAT 🎉🎉🎉

Wadidaw jiwa. Jadi merasa bersalah meracuni. Hahaha.

Panggilan anissa jangan anis huu. Malah jd ngebayangin gubernur.. 😅

Hahahaha, udah terlanjur dari 10 tahun yang lalu je, Hu.
Kalo mau dipanggil Nisa, udah ada karakter lain di cerita sebelah yang namanya itu.

sampai jumpa lagi d bulan depan :v

Udah mau update sekarang sih, tapi kalo bacanya mau bulan depan juga gpp. :v

Ini ada sidestory yang balas dendam nya kan??
Sidestory balas dendam yang mana ya, Hu? :bingung:
 
BAGIAN 11-C
ANISSA TERANIAYA




“Halo, Dodit? Ini Alya.”

Dodit yang sebelumnya tidur jadi terbangun kaget dan gelagapan, dia melirik ke arah jam dinding, sudah hampir jam 11 malam. Begitu gugupnya ia hingga hampir-hampir telepon genggamnya lepas dari tangan. “Mb…Mbak Alya? Kenapa, Mbak? Ada perlu dengan saya?”

“Iya… maaf ya, mengganggu semalam ini.”

“Tidak apa-apa, Mbak. Memangnya ada apa?”

“Anu, ini lho… Mas Paidi kan sedang sakit. Dia masuk angin, padahal besok aku harus mengantarkan Opi sekolah dan belanja karena beras dan kebutuhan pokok lain sudah habis. Mas Hendra tentu tidak bisa diminta tolong sedangkan SIM aku saat ini sudah habis masa berlakunya. Habisnya sih sudah sejak beberapa minggu yang lalu, tapi aku belum sempat perpanjangan karena repot-nah sekarang kan lagi musim banget nih razia, jadi aku bingung gimana keluarnya. Aku jadi keingetan kamu, bagaimana ya kalau aku minta tolong diantar? Sekali ini saja. Duh maaf banget jadi merepotkan, benernya bisa aja sih naik ojek online-tapi sekalian pengen bawa mobil ke cuci mobil juga.”

“Astaga, kirain kenapa, Mbak. Ya tentu saja bisa. Kemanapun Mbak Alya ingin pergi, aku siap mengantar.”

“Aduh, terima kasih sekali ya. Oke, besok pagi sekitar jam setengah 10 aku tunggu di rumah ya? Kita antar Opi dulu, setelah itu belanja, cuci mobil dan pulangnya jemput Opi lagi. Bagaimana? Gak lama kok. Beneran nih ga gangguin waktu kamu?”

“Siap, beneran Mbak.”

“Eh, tapi kamu tidak ada acara kan?”

“Nggak ada, Mbak. Santai aja.”

“Oke kalau begitu. Sampai jumpa besok. Terima kasih ya.”

“Sama-sama.” Dodit menutup smartphone-nya dengan senang, dia akan mengantarkan Mbak Alya belanja! Beruntung sekali! Tidak akan dia sia-siakan kesempatan ini! Sudah sejak lama dia ingin bertemu kembali dengan kakak ipar Anissa itu, wajahnya yang ayu dan tubuhnya yang molek… ahh, Mbak Alya besok memintanya ditemani belanja! Tidak ada yang lebih indah dari itu! Mbak Alya yang selama ini telah menjadi temannya berfantasi setiap kali bermasturbasi! Bukankah ini yang namanya pucuk dicinta ulampun tiba?

Oooh… Mbak Alya yang ayu…

Terdengar bunyi ringtone mengalun.

Ringtone? Dodit mengernyitkan dahi. Oh! Hape Dodit rupanya kembali bergetar dan berdering. Gara-gara bangun terkaget dan mendapatkan kabar gembira dari Mbak Alya membuatnya jadi lupa dering hapenya sendiri. Dodit melirik nomor di hapenya, nomor ini… Anissa?

“Halo?” suara Dodit sedikit ragu-ragu mengangkat telpon. “Sayang? Ada apa malam-malam begini…”

“Mas, aku butuh kamu ajak keluar besok pagi. Aku… aku bosan di rumah…”

“Be… besok pagi?” Dodit menggerutu dalam hati. Bukankah besok pagi dia sudah janji dengan Mbak Alya yang bagaikan dewi khayangan itu? Lagipula akhir-akhir ini Anissa aneh, kalau diajak pergi selalu terdiam seribu bahasa. Ia malas mengajaknya keluar. “Aduh, maaf sekali, sayang, aku tidak bisa. Aku sudah ada janji terlebih dahulu. Dengan… dengan calon klienku…maaf ya? Bagaimana kalau ditunda lain kali? Sorenya misalnya?”

“Mas, aku mohon mas. Perasaanku tidak enak. Aku ingin pergi denganmu besok.”

“Anissa sayang, aku benar-benar tidak bisa. Bagaimana kalau lusa saja? Atau sore? Sore dan malam aku bebas.”

“Tolong Mas, sekali ini saja aku minta tolong. Aku benar-benar butuh keluar.”

“Anissa, aku tidak bisa… aku kan sudah bilang kalau aku…”

Klik.

Telepon sudah ditutup, membuat Dodit termangu.

Di sisi lain, air mata Anis kembali berurai. Kalau Dodit saja tidak bisa datang dan menyelamatkannya, siapa yang bisa? Apa yang harus dia lakukan? Bagaimana dia akan melalui hari esok? Perasaannya semakin tidak nyaman. Sejak tidur dengan Udin dia sudah menghindar dari Pak Bejo, tapi orang tua bejat itu terus saja menelpon dan mengirimi pesan singkat, menerornya.

Dia harus pergi dari sini tanpa sepengetahuan siapapun.

Harus pergi. Harus pergi. Harus pergi. Harus pergi. Harus pergi. Harus pergi. Harus pergi.





.::..::..::..::.




Matahari bersinar terik menghujani bumi.

Keringat deras menghujani tubuh Anissa, kakinya melangkah tertatih. Dia harus lari, dia harus kabur, tidak boleh ada yang tahu dan tidak boleh ada yang mengikuti. Tapi… dia tidak tahu kemana harus pergi…? Kemana…? Anissa kebingungan. Si cantik itu kini tengah berada di trotoar jalan besar yang jauh dari rumah, ia sampai kesini setelah berputar-putar dengan kendaraan umum. Kini ia menghadang angkot namun tidak tahu angkot tujuan mana yang seharusnya ia naiki.

Anis memang sengaja tidak memasan ojek atau taksi online, karena dia takut sekali dapat dilacak melalui history. Dia harus memakai kendaraan umum yang random supaya jejaknya tidak terlacak. Entah benar entah tidak bisa melacak penggunakan ojol, tapi Anis benar-benar ketakutan ia dapat dilacak.

Anissa memang akhirnya memutuskan untuk kabur dari rumah, dia tidak bisa hidup seperti ini terus menerus, dia harus lepas dari jebakan Pak Bejo walaupun untuk itu dia harus diam-diam pergi dari rumah tanpa sepengetahuan keluarga ataupun Dodit. Semuanya harus dilakukan mendadak, hari ini saja dia harus mengendap-endap keluar melalui jalan belakang. Anissa tidak pernah mau merepotkan keluarganya.

Tinggal di rumah sendiri sudah tidak aman lagi karena Pak Bejo setiap saat bisa tiba-tiba muncul dan menyerang keluarganya. Bukan sekali dua kali saja Pak Bejo mengancam Anis kalau dia akan menyakiti keluarganya seandainya Anis berani macam-macam. Ancaman Pak Bejo jelas tidak main-main dan bukan itu yang diinginkan oleh Anissa. Setelah kondisinya aman nanti, dia baru akan memberitahu keluarganya apa yang terjadi. Dengan begitu mereka bisa mencari cara bagaimana untuk lepas dari tangan Pak Bejo dan preman-premannya.

Ke tempat Ussy? Ya, hanya ke tempat dialah Anissa sepertinya bisa pergi menyelamatkan diri. Itu artinya dia harus naik angkot ke jurusan X.

Kebetulan! Dia sedang beruntung! Itu ada satu yang datang dari kejauhan! Anissa bergegas bersiap di pinggir jalan, tas berisi pakaian ia siapkan agar mudah dibawa. Hati Anis berdetak kencang seiring datangnya angkot yang melaju pelan.

Sudah dekat! Anissa kegirangan.

Pegangan tangan Anis makin erat mencengkeram tasnya.

Satu kakinya sudah turun ke jalan dan tangannya siap melambai menghentikan bis.

Tapi sebelum bis itu sampai di tempat Anissa, sebuah mobil kijang berhenti tepat di depan gadis itu. Begitu dekat jaraknya dengan Anis, sampai-sampai gadis itu terperanjat dan mundur.

Pintu tengah mobil terbuka dan seorang pria bertubuh besar melangkah keluar. Jendela depan turun untuk memperlihatkan penumpang di samping sopir, mau tak mau Anis menengok ke depan.

“Mau lari kemana kamu, sayang?” wajah tengik Pak Bejo yang tersenyum keji tiba-tiba muncul ketika jendela depan dibuka.

Anissa menjerit sekencang-kencangnya sebelum ia ditarik masuk ke dalam mobil yang kemudian melaju kencang.





.::..::..::..::.





“Hari ini panas sekali, ya?”

Suara Alya terdengar sangat merdu di telinga Dodit. Lebih merdu dari lantunan lagu yang dinyanyikan penyanyi lagu jazz di layar monitor mobil. Berdua saja dengan Mbak Alya di tengah jalan, menikmati lagu. Mungkin inikah surga? Tapi kok panas ya?

“Iya, Mbak. Panas banget. Maaf AC-ku ternyata agak rusak jadi kurang dingin. Jendelanya sudah dibuka sedikit kan?”

“Sudah. Ya angin dari jendela ini satu-satunya yang bisa bikin agak adem.” Alya mengangkat kepalanya ke dekat jendela untuk menikmati lintasan angin. Saat itu mereka berdua sudah pulang dari belanja, cuci mobil, dan sedang mengikuti jalan ke arah sekolah Opi. Beruntung jalan tidak macet dan lancar sehingga mobil Dodit bisa melaju cukup kencang.

Tiba-tiba saja...

“Aduh! Aduh!” Alya menutup matanya dengan tangan.

Dodit pun kaget melihatnya, “Ke-kenapa, Mbak?”

“Aduh, mataku kelilipan!”

Dodit menatap Alya dengan khawatir, ia pun meminggirkan mobir ke trotoar, untung jalan sedang sepi. Dia melepaskan sabuk pengaman, mendekati kepala Alya dan membuka tangan yang mengatup di mata. Dodit memperhatikan mata Alya. Mata indah wanita jelita itu berwarna merah dan mengeluarkan air mata. Rupanya ada satu binatang kecil yang secara tidak sengaja ingin masuk menikmati keindahan mata si cantik itu.

“Sebentar… ada yang masuk…” kata Dodit sambil mendekatkan bibirnya ke mata Alya, “jangan ditutup dulu, Mbak. Aku tiup ya?”

“I-iya...”

Fuh!

Dodit meniup dan binatang itu pergi.

“Nah, sudah hilang, Mbak.”

“Aduh… terima kasih….” ketika akhirnya bisa membuka mata kembali dengan jelas, wajah Alya memerah. Ternyata dia sangat dekat dengan Dodit!

“Sama-sama, Mbak.” Begitu juga Dodit yang wajahnya memerah. Karena posisi duduk yang sempit, tanpa disadari, ternyata tubuh mereka sangat berdekatan nyaris berpelukan. Tangan Dodit menyelinap di sela lengan Alya untuk menyangga sementara tangan lain menahan di pintu.

“Te-terima kasih.” Ucap Alya pelan mengulang ucapan terima kasihnya karena bingung apa yang harus dilakukan. Ia menatap Dodit dengan malu-malu.

Dodit juga menatap Alya dengan penuh perasaan. “Sama-sama…”

Entah spontan entah dorongan alam bawah sadar, kepala Dodit menunduk sedikit, bibirnya membuka dan merekah. Bibir Mbak Alya… basah dan mungil…

“A-apa yang…” ucapan Alya itu tak pernah terselesaikan karena bibirnya segera dilumat oleh Dodit.

Bibir Alya sangat lembut dan terasa manis, lipstiknya tipis dan bentuk bibir yang mungil sangat nyaman dikecup, dipagut dan dilumat. Untuk beberapa saat Alya tak melawan karena sangat terkejut, matanya terbelalak! Dodit memejamkan matanya dan mulai memberanikan diri memanfaatkan kekagetan Alya. Tangannya bergerak nakal menyusuri bahu hingga ke dada Alya. Ia menangkup buah dada istri Hendra itu dan…

Bibir mereka lepas mendadak ketika tangan Alya mendorongnya!

Dodit masih terpejam ketika sebuah tamparan hadir di pipinya!

Plaaakkkk!

Dodit terbelalak kebingungan dan keringatnya menetes deras. A-apa yang baru saja ia lakukan? Kenapa dia melakukannya? Demi dewa… kenapa dia melakukannya? Ah, sial! Rasa panas akibat tamparan Alya memang sudah sepantasnya ia terima. Tamparan itu tidak keras, ia tahu Mbak Alya tidak ingin menyakitinya, hanya ingin membangunkannya dari mimpi di siang bolong saja.

Alya mencoba menata hatinya, ini semua hanya kesalahan sesaat dan Dodit pasti hanya khilaf saja, ia yakin dan pasti akan hal itu. Pasti. Dodit hanya tenggelam dalam suasana, tidak kurang, tidak lebih. Tidak mungkin ada yang lebih, Dodit ini calon adik iparnya! Alya tersenyum sambil mengelus punggung tangan Dodit.

“Apa yang kita lakukan tadi kesalahan.” Bisik Alya pelan. “Wajar terjadi, maaf aku menamparmu, ya...”

Mendengar suara lembut Alya, Dodit justru semakin tidak karuan, ia merasa jengah telah melakukan hal yang tidak sepantasnya pada wanita cantik yang seharusnya ia anggap sebagai kakak ipar ini. Lihat sekarang, Alya malah memberinya ketenangan setelah menamparnya, bukan memarahinya dengan tudingan lelaki kurang ajar.

“I... iya, Mbak. A… aku khilaf, Mbak. Aku minta maaf. Aku… aku…”

“Sshh… tak perlu membuat banyak alasan yang akhirnya nanti akan kau sesali lebih dari apa yang telah kau lakukan.” Kata Alya berusaha bijak walaupun dadanya masih terus berdegup dengan kencang. “Lupakan yang sudah berlalu dan jangan pernah kau ungkit kembali.”

“I... iya, Mbak.”

“Kalau kamu berjanji tidak akan menceritakan apa yang terjadi hari ini kepada orang lain, aku juga tidak akan mengatakan apapun pada siapapun.”

“I... iya, Mbak.”

“Kenapa kamu melakukannya?”

“Ka-karena aku terpesona... sama Mbak Alya. Mbak Alya cantik banget dan seksi dan... aduh maaf kalau aku tidak sopan.” Dodit mengeluarkan semua isi batinnya. “Kalau boleh jujur aku sebenarnya ada sedikit rasa sama Mbak Alya.”

Kejujuran calon adik iparnya itu membuat Alya terkesiap kaget. Sungguhkah? Sungguh Dodit punya perasaan yang seperti itu? Mengejutkan tentunya bagi Alya, tapi ia kemudian menarik napas panjang. “Tidak mungkin ada apa-apa di antara kita. Ada baiknya kamu fokus sama Anis. Dia gadis yang cantik, manis, dan sangat penurut. Jangan khianati cintanya.”

“I... iya, Mbak.”

Wajah Alya memerah, rasanya tersanjung juga disukai oleh pria yang lebih muda darinya. “Ka-kamu sungguh menyukaiku?”

“Sungguh, Mbak. Mbak Alya dewi paling indah yang pernah diturunkan dari khayangan.”

“Bisa aja.”

“Sungguh, Mbak.”

Alya menatap Dodit dengan pandangan yang penuh arti. Ada kalanya seseorang memanfaatkan beberapa detik kegilaan untuk menciptakan penghibur di hati yang menunjukkan bahwa kita sedang waras-warasnya.

Alya melepas seatbelt-nya. Ia mendekat ke arah Dodit.

Pemuda itu kalang kabut. Jantungnya berdetak teramat kencang.

“Eh, Mbak?”

Alya memejamkan mata. Dodit juga.

Bibir mereka bertaut, saling mengelus lembut, menciptakan kedekatan birahi yang sebelumnya terasa tabu menjadi ungkapan rasa tertumpah yang tak mungkin dilukiskan. Bibir Alya yang mungil dilumat dengan buas oleh Dodit yang memang sangat mendamba, ia memeluk Alya erat. Alya sendiri membiarkan dirinya hanyut dalam peluk dan cium dari calon adik iparnya.

Sampai akhirnya bibir keduanya terlepas... ada jaring cair tercipta antara kedua bibir yang baru saja terpisah, seakan tak rela ciuman itu berakhir begitu saja.

“Eh... ehmm... Mbak...”

“I-itu tadi ucapan terima kasihku untuk semuanya. Tapi itu juga akan menjadi yang pertama kali dan terakhir. Tidak akan ada lagi setelah ini.” ucap Alya dengan wajah memerah. Ia mengangkat jari kelingkingnya. “Tidak ada juga yang boleh tahu. Janji?”

Wajah Dodit langsung merah padam, ia tersenyum bahagia. Ia mengangkat jari kelingkingnya dan ditautkan di jari sang calon kakak ipar. “Janji.”

“Ya sudah, sekarang jalan.”

“I... iya, Mbak.”

Dodit yang gelagapan meraih kunci mobil dengan tangan bergetar dan memutarnya dengan gugup. Ia begitu lega ketika mobil bergetar lembut dan mesinnya menyala, betapa ingin ia segera membawa mobil ini pulang ke rumah. Punggung tangannya berusaha menghapus keringat yang terus menerus turun. Dodit tadinya merasa sangat bersalah, sangat. Tapi sekarang...

Tapi sekarang...

Tapi...

Tapi… bibir mungil Mbak Alya… bibir yang basah itu… begitu manis, begitu lembut, begitu nyaman beradu dengannya. Dodit tersenyum kecil. Walau bagaimanapun ia tak akan pernah bisa melupakan ciuman yang sangat indah itu.

Alya melirik ke samping, melihat ke arah senyuman seiris di bibir Dodit. Ia memalingkan muka ke jendela, menatap pemandangan di kejauhan, dan menyunggingkan seulas senyum.

Mobil melaju pelan membawa Dodit dan Alya meninggalkan kenangan yang tak akan pernah terulang.

Tak akan pernah.




.::..::..::..::.





“Saya mau dibawa kemana ini, Pak?”

Anis mulai ketakutan melihat mobil melaju kencang menuju daerah yang sama sekali tidak dikenalnya, melaju dan meliuk melewati dearah perbukitan dan masuk ke jalan sepi yang gelap. Satu-satunya penanda yang bisa ia kenali adalah sebuah komplek rumah sakit besar namun Anis tidak yakin rumah sakit apa namanya karena laju kendaraan ini kencang sekali.

Sebenarnya sejak siang tadi mobil ini hanya berputar-putar saja melalui jalan tikus yang berbeda-beda dan belasan kilometer dari tempat Anissa tadi diculik, Pak Bejo ingin membingungkan Anissa supaya ia tidak memahami lokasi. Gadis itu bukan orang yang mudah menghapal tempat - sehingga usaha Pak Bejo ini berhasil.

“Sudah diam saja.” kering Pak Bejo menjawab. Wajahnya masih tanpa ekspresi, keras dan kasar.

Mereka sampai di sebuah tempat yang tersembunyi di balik perbukitan, tak jauh dari sebuah rumah sakit dan kompleks lapangan golf. Di tempat itu terdapat banyak sekali gudang-gudang penyimpanan barang pabrik di sepanjang jalan dan kios warung kopi yang berjajar. Mobil Pak Bejo masuk ke sebuah gudang kecil yang letaknya paling ujung dan jauh dari semua keramaian. Tempatnya sendiri tidak besar, bahkan pengap dan gelap. Gudang itu terletak di samping sebuah rumah sangat sangat sederhana dengan dua kamar.

Anissa walaupun kecapekan tetap meronta dan berteriak-teriak tanpa henti ketika digiring masuk ke dalam kamar di dalam rumah itu. Suasananya yang dingin dan gelap membuat Anissa makin ketakutan apalagi tasnya juga direbut salah satu anak buah Pak Bejo.

“Pak, tolong Pak! Kenapa saya disekap di sini? Pak Bejo! Saya mohon, Pak! Bebaskan saya, Pak!”

Tentu saja pintu itu tidak terbuka.

Anissa jatuh terduduk dan menangis sejadi-jadinya.

Siapa yang kini bisa menyelamatkannya?





.::..::..::..::.





Ruangan yang berada di rumah di sisi sebuah gudang yang ada pinggiran kota itu penuh dengan asap rokok yang mengepul tanpa henti. Wajah-wajah orang yang ada di dalamnya nampak serius, mereka duduk di kursi rotan yang mengelilingi sebuah meja yang menyuguhkan bir dan kacang goreng. Bidak-bidak catur yang belum sempat dibereskan tersebar dimana-mana.

Di ruangan itu, Imron, Pak Kobar dan Pak Bejo bertemu.

Imron geleng-geleng kepala dan memperlihatkan wajah tidak senang. “Aku tidak akan pernah setuju dengan cara seperti ini, Jo. Ini sudah tidak menyenangkan lagi. Aku tidak takut polisi, tapi cara seperti ini akan menggagalkan semua rencana kita. Percuma dong kita memeras dosen sialan itu kalau akhirnya cuma begini? Padahal uang yang masuk sudah ratusan juta! Aku tidak peduli dengan uang, aku hanya tidak mau rugi. Itu saja.”

Pak Kobar mengangguk-angguk setuju, “yang dikatakan Imron benar, Pak Bejo. Kita memang sering memaksa cewek manapun supaya mau dijadikan budak seks. Kita membuat mereka takluk di bawah lutut dan menyembah kita agar mau kita tiduri kapan saja, dimana saja, bagaimanapun caranya. Tapi itu bukan berarti kita akan menculik mereka berhari-hari lamanya. Setelah ini apa yang akan kamu lakukan? Memperkosa mereka, memukuli dan menghajar mereka seperti yang dulu pernah kamu lakukan?!”

“Dasar kalian semua penakut!!” maki Pak Bejo jengkel. “Kakak ipar gadis ini sudah membuatku malu! Kacungnya sudah menghajar anak buahku, berani pula menantangku! Mau ditaruh dimana mukaku ini kalau orang kurang ajar itu melenggang tanpa maaf? Ini adalah balasan yang setimpal! Akan kubuat gadis itu menderita dengan caraku!”

“Caramu sama sekali tidak elegan dan kotor. Aku kan sudah pernah bilang, kalau kamu mau cewek, aku bisa sediakan berapapun, tidak perlu cara menjijikkan seperti ini kamu lakukan! Menculik anak orang, cuih.” balas Imron dengan santai.

“Percayalah padaku, Ron.”

“Tidak. Ini bukan caraku, Bro. Apa yang aku lakukan kotor tapi elegan, tidak seperti yang kamu lakukan ini! Aku memaksa seorang cewek menjadi budakku dengan bermain cinta dan kemauan mereka sendiri, bukan paksaan dan siksaan. Aku tidak ingin ikut campur urusanmu lagi. Aku keluar dari bisnis ini! Maaf, tapi kamu sendirian mulai sekarang.”

Pak Bejo terkejut dan kecewa, “Tapi…”

Pak Kobar ikut mengangguk. “kamu sendirian, Jo. Aku juga tidak mau disangkutpautkan masalah ini. Kamu sudah keterlaluan. Aku tidak mengijinkan gadis itu dibawa lagi ke hotelku. Titik.”

Pak Bejo ambruk dengan lemas, tapi kemudian kerut wajahnya berubah kesal, “kalau kalian tidak mau ikut campur ya sana! Pulang saja! Aku kecewa dengan kalian!”

Imron dan Pak Kobar berdiri dan mengangguk hampir bersamaan. Tidak perlu menjawab pertanyaan orang yang sudah lupa daratan seperti itu. Sepertinya Pak Bejo lupa siapa yang telah menolongnya dulu, siapa yang memberinya uang, siapa yang memberinya makan, siapa yang memberinya penginapan. Orang tua itu hanya ingin mengeruk keuntungan demi keuntungan dengan memperkerjakan Anissa tanpa henti, dia mulai serakah.

Pak Kobar melirik ke arah Udin yang duduk diam di pojok, pemuda itu memang diam saja sedari tadi menyaksikan pertentangan antara Imron dan Pak Kobar melawan Pak Bejo, Udin tak tahu harus berbuat atau berkata apa. Pak Kobar tersenyum pada keponakannya itu. “Aku tahu kamu masih ingin berada di sini untuk memastikan nasib gadis itu. Jika kamu berubah pikiran, aku masih tetap berada di motel. Tapi ingat, jika polisi menemukanmu, aku tidak akan pernah mengakui pernah menampungmu.”

Udin mengangguk dengan pandangan kosong.

Pak Kobar menepuk pundak Udin dan melangkah menyusul Imron yang sudah berdiri di pintu keluar. Pak Bejo marah-marah melihat kepergian mereka berdua.

“Kalian pikir kalian siapa, hah?? Kalian pikir aku tidak bisa bekerja tanpa kalian? Kalian pikir kalian siapaaa??”

Tidak ada gunanya Pak Bejo berteriak-teriak karena Imron dan Pak Kobar sudah melangkah keluar ruangan, meninggalkannya sendirian.





.::..::..::..::.





Hingga pagi menjelang, Anissa masih berharap Dodit akan datang dan menyelamatkannya. Itu yang membuatnya tetap bertahan, sinar matahari yang masuk samar melalui jendela dengan tirai yang selalu tertutup membuat harapannya terus terjaga, sepanjang malam hingga pagi ia berjaga. Asanya masih ada, segunung, sebukit, sekepal, sejengkal, setitik, sekecil apapun, berapapun ukurannya asa itu masih menyala.

Sayang hingga sinar matahari itu mulai redup dan menghilang Dodit masih juga belum datang. Justru Pak Bejo yang datang dan membuka pintu.

“Selamat sore, anak manis. Maaf membuatmu menunggu lama. Hari ini kursusmu akan segera dimulai.” Kata pria tua itu sambil terkekeh. “Aku akan memanggilkan guru kursus privat untukmu sore ini.”

Anissa kebingungan, ia meringkuk di pojok ruangan dengan ketakutan, wajahnya pucat pasi dan kepalanya menggeleng-geleng tak mau berhenti, ia benar-benar sangat ketakutan. Di samping Pak Bejo berdiri sosok wajah asing yang tak dikenalinya, wajahnya keras dan tubuhnya kekar, rambutnya yang keriting dipotong membulat.

“Dia ini panggilannya Kribo,” kata Pak Bejo. “Dia orang kepercayaanku. Dia yang akan menjadi guru privatmu hari ini.”

Kribo tersenyum meringis, wajahnya sangat bengis dan kejam. Anissa langsung tak menyukainya sejak pandangan pertama. Pria itu maju pelan dan menarik lengan Anis dengan kasar.

“Jangan! Jangan… saya tidak mau, Pak… jangan…” Anissa mencoba minta pertolongan Pak Bejo namun pria tua itu hanya mendengus tak mau tahu meninggalkan mereka berdua. Ia duduk di sofa yang ada di ruang tengah dan menyalakan televisi. Telinganya seakan tersumpal dengan raungan dan teriakan Anis yang dibawa paksa oleh Kribo keluar dari kamar.

Gadis itu dibawa paksa menuju gudang yang sepi, di sana hanya ada kayu dan kotak-kotak kardus kosong. Lampu ruangan awalnya dimatikan, sehingga Anissa tak bisa melihat apapun. Ia berjalan dengan tertatih karena digandeng paksa oleh Kribo. Anis bisa mendengar suara pintu dikunci rapat dan tawa beberapa orang yang ada di dalam gudang.

Ketika lampu kembali dinyalakan, Anissa ternyata sudah berada di tengah ruangan.

Terpaksa berjalan pelan di tengah gudang yang sudah kosong karena tak tahu harus kemana dan berbuat apa, Anissa menatap ketakutan ke sekelilingnya. Di sana sudah berdiri 5 atau 6 atau 7 orang berwajah sangar yang sama sekali tidak ia kenal yang mengitarinya, ia tidak bisa menghitung dengan pasti jumlah mereka karena ketakutan menatap satu demi satu wajah yang ada. Yang Anissa ketahui dengan pasti bahwa wajah mereka tidak ada yang tampan, hampir semua berkulit hitam dan sawo matang, memiliki otot yang kencang dan masing-masing memiliki tato yang memenuhi bagian tubuh tertentu.

Yang membuat si cantik itu makin gemetar dan ketakutan adalah karena orang-orang itu tidak mengenakan celana! Mereka tersenyum menjijikkan sambil menjulurkan lidah seperti hendak menelan Anis hidup-hidup sementara batang penis mereka dipamerkan kemana-mana! Tangan mereka bergerak ke selangkangan untuk mengocok kemaluan masing-masing saat Anissa melangkah ke tengah ruangan. Seakan hanya dengan menyaksikan Anissa melangkah saja mereka sudah terangsang, walaupun harus diakui, gerakan si cantik itu memang gemulai.

Di ujung ruangan terletak sebuah kursi kayu yang memiliki ikat permanen terbuat dari kulit di bagian lengan dan kakinya, bentuknya seperti kursi penyiksaan yang ada di cerita-cerita kuno. Melihat kursi itu Anissa makin merinding, apalagi ia juga melihat lima tripod dengan video kamera yang siap dinyalakan berada di sisi-sisi gudang semua diarahkan menuju ke kursi itu. Apa yang orang-orang ini rencanakan??!

Seorang laki-laki yang kulitnya hitam dan bibirnya tebal maju ke depan Anis sambil berulang kali menjilat bibirnya sendiri. Gadis yang ketakutan itu hendak mengucapkan sepatah kata… namun tiba-tiba saja orang itu menamparnya tanpa sebab!!

Anissa jatuh terjerembab dengan pipi yang merah dan tersengat. Walaupun bisa berdiri kembali, namun gadis itu shock berat sembari mengelus pipinya yang panas. Ia menatap orang yang ada di hadapannya dengan wajah pucat pasi. Kenapa dia ditampar? Apa salahnya?

Namun belum Anissa protes, anggota kawanan yang lain sudah datang mengerumuninya seperti anak-anak berebut es krim.

“Ckckckck, coba lihat ikan yang kita dapat hari ini, anak-anak. Putri duyung kecil dengan lekukan tubuh yang sangat seksi dan molek. Tubuh macam ini yang aku bilang sangat menggiurkan…” goda salah satu pria yang mencoba mendekati Anissa yang ketakutan setengah mati, dia mencolek pundak Anis dan membuat gadis itu menjerit tertahan, si cantik itu pun bergerak memutar ketakutan sembari menutup dada dan bagian bawah perutnya.

“Jangan… jangan…” tolak Anissa sambil menggelengkan kepala ketakutan, hampir-hampir ia menangis.

Namun para serigala buas itu tentu tak berhenti. Salah seorang dari mereka bergerak ke belakang Anis, memegang tangannya dengan erat dan memutar tubuhnya agar mereka berdua bisa saling berhadapan. Anissa langsung menundukkan kepala, tak mau bertatapan wajah dengan orang itu!

“Senangnya, kita bisa bermain-main dengan putri duyung yang cantik seharian penuh hari ini. Putri duyung kecil yang menyelam di antara hiu sudah sepantasnya disantap kan?” kata orang yang memutar tubuh Anis tadi.

“Yaaaa…!! Dia ini putri duyung lonte!”

“Ayo kita lihat apa yang ada di balik pakaian putri duyung lonte ini!”

“Bokongnya bulet kencang! Aku suka bokongnya!”

Salah satu dari mereka bergerak maju dan meremas buah dada kanan Anissa. Meremasnya dengan begitu kencang, membuat dara jelita itu mengernyit kesakitan dan akhirnya sadar kalau situasinya saat ini sangat berbahaya sekali, keringatnya mulai menetes deras membasahi tubuh indahnya dan jantungnya berdegup sangat kencang. Nasib malang apalagi yang hendak menimpanya kini? Kenapa dia tidak melihat Pak Bejo?

“Auuuh! Jangan! Saya mohon, jangan…!!” pinta Anissa memohon ampun, ia berusaha mendorong tangan seorang lelaki yang mengelus paha dan berusaha menyentuh selangkangannya.

Tentu saja pria itu langsung naik pitam karena ditolak oleh Anissa!

“Lonte sialan!!” laki-laki yang didorong tangannya menjadi sangat gusar dan dengan kasar menarik kepala Anis ke depan dengan mendorong bagian belakang kepala dara itu, “Kamu dengar baik-baik! Kami akan melakukan apapun yang ingin kami lakukan, kapanpun kami ingin melakukannya, dan bagaimanapun kami ingin melakukannya! NGERTI KAMU?! Kamu itu cuma lonte murahan! Jadi lebih baik kamu diam saja!! Percuma minta tolong! Tidak akan ada orang yang akan menolong kamu, NGERTI?!”

“Sudah Yon, langsung saja! Dia ini kan cewek murahan, dia pasti sudah ga sabar mau dientotin! Heh! Pelacur tengik, diam kamu! Jangan buka mulut kecuali mau nyepong kontol!” laki-laki lain membentak Anis dengan galak sambil berusaha menenangkan rekannya yang marah.

Anissa merasa terbebas sebentar ketika orang yang memegang lengannya tadi melepas cengkramannya. Merasa mendapat angin sesaat, Anis bergegas dan bergerak cepat. Dengan panik, si cantik itu bangkit dan mencoba berlari menuju pintu! Sayang, baru satu kaki melangkah, ia sudah jatuh terjerembab karena tiga pasang tangan sigap menarik tubuhnya. Tentu Anis mencoba meronta dan berusaha melepaskan dirinya dari sergapan, walaupun sia-sia belaka.

Si molek itu dibawa ke sebuah tikar yang berada di sudut gudang dengan paksa.

“Mau kabur ya?! Dasar lonte sialan! Tidak tahu diri!”

“Telanjangi saja!”

“Ayo diewe sampe mampus!!”

“Bokongnya! Aku mau bokongnya!”

“Baunya harum! Aku mau jilati seluruh tubuhnya!”

Anissa mencoba melihat laki-laki yang mengitarinya satu demi satu untuk menandai mereka, tapi ia tidak bisa menghitung jumlahnya, ia mencoba fokus namun sulit sekali rasanya karena sudah terlalu panik dan degup jantungnya berdetak sedemikian cepat sehingga sekali ia berkonsentrasi, langsung buyar dengan cepatnya. Tangan si cantik itu dengan otomatis melingkar di dada untuk menutup buah dadanya sementara tangan lain melindungi bagian bawah perutnya. Air mata gadis yang sudah pernah diperkosa Pak Bejo itu mulai mengalir karena tahu nasib buruknya hanya tinggal menunggu waktu saja.

“Jangan.. saya mohon jangan lakukan ini. Berhenti… saya mohon … biarkan saya pergi…”

Laki-laki yang tadi menamparnya bernama Yono, selain anggota kawanan Pak Bejo, dia juga salah seorang saudara bandot tua itu. ia mengambil satu langkah ke depan ketika Anissa mulai merengek dan menatapnya galak, “kita bisa melakukan ini dengan kasar, atau kita bisa melakukan ini dengan lembut sesuai persetujuanmu. Lepas semua bajumu dan perlihatkan pada kami seperti apa tubuh molekmu kalau kamu bersedia melayani kami! Atau mau aku tampar lagi??”

“Jangan… saya mohon jangan…” Anissa bergerak mundur ke belakang menjauhi Yono.

“Memang dasar kamu pelacur kecil yang tengik! Buka bajumu!!” Yono yang sudah gelap mata meraih kerah baju Anis dan menariknya ke depan dengan satu sentakan yang mengagetkan. Tidak berhenti di situ saja, Yono merobek bagian depan baju berkancing Anissa sehingga dadanya terbuka lebar, begitu kasar dan kuatnya gerakan Yono sehingga kancing Anis terlempar dari bajunya. “Ayo buka susumu! Barang segitu gede jangan disembunyikan! Percuma!”

Tak perlu waktu lama bagi semua pria yang ada di ruangan itu untuk membantu Yono melucuti pakaian Anissa dan membuatnya telanjang bulat di hadapan mereka. Sebenarnya tiga diantara mereka sudah pernah kita kenal sebelumnya, Badu, Kribo dan Jabrik. Kroco anak buah Pak Bejo yang tempo hari dihajar oleh Paidi. Anissa meronta sebisa mungkin dengan hasil sia-sia, seluruh pakaian yang melekat di tubuh lepas tanpa sisa.

Anissa kini telah bugil. Dara cantik itu berdiri gemetar dengan tangan menyilang melindungi dada dan selangkangannya dari tatapan liar para preman yang buas.

Anis menangis sesunggukan di hadapan para serigala buas yang telah siap memangsanya itu. Begitu cepatnya para lelaki itu bergerak sehingga bahkan Anissa sendiri kaget ia bisa ditelanjangi dengan amat cepat. Begitu Yono membuka baju Anissa, laki-laki lain ikut maju, menyeretnya ke tikar, menekuk dan mengunci tubuhnya agar tidak bisa bergerak dan mulai menelanjanginya. Roknya ditarik ke bawah dengan sentakan demi sentakan yang menyakitkan kakinya, bra dan celana dalamnya ditarik dengan kasar tanpa mempedulikan teriakan sakit yang ia lontarkan.

Bagai karnivora kelaparan yang berebut daging segar, semua lelaki yang ada di sana menyerang Anissa, tak sabar ingin mempermalukan gadis cantik dan anggun itu. Anis sendiri tidak bisa berbuat banyak dan hanya bisa pasrah karena perlawanannya sedari tadi berakhir dengan sia-sia. Apalagi setelah ia telanjang, kawanan preman itu dengan beringas menyerangnya! Tangan-tangan mereka bergerak cepat menjarah keindahan tubuhnya, jari jemari dengan nakal meremas-remas payudara Anis seperti balon, mereka mencubit pentilnya, menggosok bibir kemaluannya dan menyentuh-nyentuh liang duburnya. Orang-orang biadab itu menganggap Anissa bagaikan tak bernyawa, ia dianggap seonggok daging tanpa hati dan perasaan!

Mereka makin menggila, seorang pria dengan kasar menampar payudara Anissa yang kenyal karena gemas, meremasnya dengan kencang dan menumbukkan sebelah kanan dan kiri bersamaan, yang lain menepuk pantatnya dengan keras berkali-kali hingga warnanya memerah dan yang lain lagi menjambak rambutnya kesana kemari. Anissa menjerit dan menangis histeris, memohon agar mereka berhenti, namun para lelaki yang sudah gelap mata itu terus saja menyentuh dan mengumpatnya.

“Gila! Lihat susunya! Gede banget! Ini bukan susu! Ini pepaya bangkok!”

“Hajar terus! Aku suka dengerin jeritannya! Jeritannya manja!”

“Lonte!”

“Cewek murahan!”

“Bibirnya manis banget, emang dasar tukang sepong!”

“Wew, memang nakal cewek satu ini! Masa rambut memeknya dicukur!”

Mendengar itu semua, teman-temannya tertawa. Tubuh Anissa makin merinding, ia benar-benar ketakutan.

“Sudah dengar sendiri kan? Kamu memang pelacur kecil yang nakal.” Kata salah satu dari mereka, “Kamu suka dientotin kan? Iya kan? IYA KAN??”

“Berani taruhan! Cewek macam ni begitu ketemu sama cowok, pasti langsung buka celana! Gak tahan dia lihat kontol!”

“Aku pengen bokongnya. Aku harus dapat bokongnya!”

Kribo menjambak rambut Anis dan menariknya ke belakang, gadis itu menjerit kesakitan! Tangis Anissa makin mendera karena ketakutan, preman-preman itu membuat bibirnya kelu dan lidahnya beku, airmatanya pun mulai menangis deras tanpa bisa dibendung. Belum selesai begitu saja dengan menjambak rambut indah si dara jelita, kemaluan Kribo ditampar-tamparkan ke pipi Anissa, kanan ke kiri, kiri ke kanan.

“Kamu pernah dientotin kontol segede ini, sayang?” tanyanya tanpa malu, “kalau belum pernah berarti kamu beruntung hari ini! Kontol gedeku ini bakal masuk ke semua lubangmu!”

“Jangan…! Ampun! Saya mohon! Ampuni saya… ampuni saya! Saya mohon! Saya mohooon!!”

“Dia malah minta tuh, Bo! Ambil aja gih! Emang dasar Lonte tuh! Malah minta dientotin!”

Anissa begitu bingung dan ketakutan, dia semakin tidak tahu apa yang harus dilakukan. Nasibnya benar-benar dalam bahaya. Pemerkosaannya hanya tinggal menunggu waktu saja. Tanpa bisa memberikan perlawanan berarti, Anis digiring ke kursi yang memiliki ikat. Yono dan Kribo dibantu teman-teman lain mulai bekerja. Mereka membalik tubuh Anis dan membungkukkannya hingga wajahnya menempel di landasan kursi. Kembali gadis itu mencoba meronta dan kembali ia gagal melepaskan diri. Tangan Anis ditarik ke belakang, ditekuk agar lengan bawahnya saling bersilang dan diikat dengan erat menggunakan isolasi berukuran besar. Setelah selesai mereka membaliknya kembali sehingga Anis bersandar dengan tangannya yang sudah terikat di belakang. Posisi yang membuatnya tersiksa.

Jabrik dan salah seorang teman yang bernama Kemal membuka kaki Anissa lebar-lebar sementara Badu meremas buah dada dara itu dengan gemas, ia menarik puting susu Anissa dengan sangat kencang membuat dara jelita itu mengernyit menahan sakit. Kribo menjambak rambut Anis ke belakang, membuat gadis itu menengadah ke atas tepat berhadapan dengan wajah Kribo. Air mata Anis kini tak terbendung, ia begitu ketakutan sehingga tak bisa berhenti gemetar.

“Jangan... jangan... jangan... jangan...”

Anissa sudah tak bisa berbuat apa-apa, tubuhnya jadi sasaran serangan, seluruh kawanan preman yang ada. Ia disentuh, dicubit dan diremas di sekujur tubuh oleh tangan-tangan para begundal itu. Jabrik dan Kemal menaikkan lutut Anis hingga kakinya terangkat ke atas, membuat bagian bawahnya terekspos tanpa halangan. Tangan-tangan mereka bergerak liar, menyentuh, mencubit dan meremas setiap sentimeter jenjang kaki dan paha mulusnya termasuk meremas pantat bulatnya yang menggoda.

Badu masih tetap mengerjai buah dada Anis, ia tak hentinya meremas dan memilin sehingga puting susu Anis menjorok ke depan dengan kencang. Kribo dan Yono kini merabai selangkangannya, mengelus bibir kemaluannya bergantian. Seorang pria berkulit gelap yang sepertinya berasal dari wilayah timur Indonesia, mencium bibir Anis dan memaksanya membuka mulut dengan menjambaknya. Lidah orang bernama Wewengko itu masuk menjelajah di mulut Anis dan menikmati apapun yang ada di sana, ia juga meludahi bagian wajah si cantik itu hingga belepotan air liur.

Begitu ketakutannya Anissa, sehingga ia tak mampu lagi meronta atau bergerak, ia hanya pasrah menerima apa yang mereka lakukan pada tubuhnya. Gadis malang itu gemetar ketakutan hebat dan selalu berharap kawanan itu selanjutnya akan berhenti.

“Ko punya tubuh sangat indah, eh! Kami akan bersenang-senang sepanjang malam!” Ejek Wewengko. Walaupun sudah pernah diperkosa oleh Pak Bejo, sudah pernah bercinta dengan Pak Doni dan sudah tidur dengan Udin, namun Anissa tak pernah membayangkan dia akan dijadikan santapan beramai-ramai seperti ini. Semuanya preman anak buah Pak Bejo dan semuanya bertujuan memperkosanya dengan kasar.

Anissa memejamkan mata dan kembali menangis senggugukan. “Kumohon jangan sakiti aku,” pintanya penuh peluh air mata.

“Ko diam aja eh, pelacur! Ko hanya bikin hancur feeling! Tadi kan sudah bilang jangan kasih omong! Aku kasih tahu biar kamu nggak banyak omong lagi! Kamu tahu apa itu gangbang? Tahu ya? Jangan-jangan ko malah udah langganan gangbang, dasar pelacur! Hari ini kami mau gangbang, kasih nikmat!”

Kribo dengan meringis kejam, “kamu pasti menyukainya nanti, bahkan minta tambah. Kamu hanya perlu dilatih, jadi yang harus kamu lakukan adalah diam saja dan nikmati.”

Wewengko kini berada tepat di selangkangan Anis, “buka eh! Aku mau lihat ko punya!”

Badu dan Kemal membentangkan kaki Anis kembali, seakan memberi jalan lebar bagi Wewengko. Anissa tentu berusaha meronta dengan sekuat tenaga, tapi ia tetap tak bisa berbuat banyak, perlawanannya menjadi sia-sia dan tidak berarti. Wewengko kini jongkok di depan selangkangan Anis dan mulai menggunakan jarinya untuk mengerjai bibir kemaluan si cantik itu. Pria berkulit gelap itu mencibir dan menghina Anis, “apa aku bilang tadi eh, dia punya sudah basah. Memang dia ini pelacur!”

“Jangan! Jangan! Saya mohon! Saya mohon! Saya mohon! Jangan! Jangaaan! Jangaaaan!”

Dengan menggunakan jari jemarinya yang bergerak liar, Wewengko membuka bibir kemaluan Anis lebar-lebar dan mulai menjilati kelentitnya. Anissa bisa merasakan lidah pria itu bergerak menyusur di semua bagian bawahnya, tubuh si cantik itu menggelinjang tanpa bisa berhenti ketika Wewengko menjilati bibir kemaluannya dan sesekali menembus masuk liang cintanya. Gadis jelita itu memejamkan mata dan menggemeretakkan gigi. Tak ada satupun hal yang bisa ia lakukan untuk mencegah Wewengko. Seperti sedang menikmati buah yang manis, Wewengko menyeruput cairan yang ada di seputar kemaluan sang dara tanpa merasa jijik, membuat Anissa menggelinjang tak henti.

“Berhenti… saya mohon…! Saya mohon… berhenti…”

Selesai mencicipi bibir kemaluan Anis, Wewengko menengadah dan menatap si cantik itu dengan gembira, “Tahu tidak sayang? Memek ko rasanya manis sekali!”

Tak mau berlama-lama di bawah, Wewengko berdiri menghampiri kepala Anissa yang masih menggantung karena kakinya diangkat naik oleh Badu dan Kemal. Kemaluan hitam pria itu menggantung di depan wajah Anis, membuat gadis itu risih dan takut. Anissa pun membuang muka karena jijik. Wewengko yang merasa terhina hendak menampar Anis namun dicegah oleh Kribo yang menggelengkan kepala, ia maju menyodorkan kontolnya ke muka Anissa menggantikan Wewengko yang mundur.

“Kita mulai pelajaran pertama, nyepong kontol!” kata Kribo dengan penuh senyum, namun karena Anis kembali membuang muka, ia jadi sebal. “Oi, balik dia!”

Badu, Kemal, Jabrik, Wewengko dan Yono membalik tubuh Anissa hingga perutnya mengganjal kursi. Buah dadanya tergencet ke bawah dengan wajah menghadap langsung ke penis Kribo. Batang panjang kemaluan pria bertubuh kekar itu kini ditamparkan berulang kali ke wajah Anis, mengenai hidung dan pipinya. Ia sengaja melakukannya agar Anissa bisa merasakan kerasnya penis itu. Anis tentu saja berusaha memundurkan kepala atau bergerak ke kanan kiri untuk menghindari bersentuhan dengan batang kejantanan Kribo.

“Jangan..” pinta Anis sia-sia, “lepaskan saya.. salah saya apa sama kalian...? Saya mohon...”

“Memangnya kenapa?” Kribo menghardik Anis, membuat gadis itu gemetar ketakutan. “Apa kamu takut melihat kontolku? Ini bukan kontol pertama yang pernah masuk ke mulutmu, kan? Ayo diemut! SEKARANG!!”

Darah Anis terasa membeku dan wajahnya jadi pucat pasi ketika Kribo meminta Anis mengulum batang kejantanan pria kekar itu. Gadis itu takut sekali, selain ukurannya yang besar, penis Kribo memiliki urat-urat besar yang bertonjolan dan rambut kering yang menggerombol di pangkal. Anissa meneguk ludahnya, membayangkan bagaimana rasanya benda ini pun ia tak berani. Kini ia harus mengulumnya?

“Lama amat sih!!!” hardik Kribo emosi.

Anissa masih berusaha meronta ketika penis itu dioleskan dari tepian telinga ke pipi kiri hingga ke pipi kanan melintas wajah cantiknya. Bau batang kejantanan yang pesing membuat Anis mengernyit jengah dan kewaspadaannya pun lengah, mulutnya membuka secara reflek! Kribo pun menggunakan kesempatan ini untuk mendorong penisnya ke mulut Anis. Tidak mau mengalah, Anissa menutup mulutnya rapat-rapat.

Kribo semakin emosi karena gagal.

Plakkk!

Tanpa ampun Kribo menampar pipi Anissa. “Mungkin niat kami masih kurang jelas ya? Apa aku perlu menjelaskannya sekali lagi? Kamu ada di sini untuk melayani kami. Tidak akan ada yang menolongmu, jadi jangan pernah berharap akan ada pahlawan kesiangan yang datang! Menolongmu juga percuma karena kami menjaga ketat tempat ini. Kami akan memperkosamu siang malam sampai Bos Bejo memutuskan untuk menjualmu ke lokalisasi atau menggunakanmu untuk memeras bos-bos gendut berduit tebal. Saat kami selesai dengan perkosaan ini, kamu akan menjadi pelacur kelas teri yang siap dijual 24 jam. Pelacur murahan yang cukup tahu bagaimana caranya membuka kaki lebar-lebar. Kamu hanya perlu bekerja sama dengan melakukan apa yang kami minta tanpa perlu melawan, kalau melawan, ujung-ujungnya kamu hanya akan sakit sendiri.”

Selama mengucapkan ancamannya, Kribo menyekik leher Anissa sehingga gadis itupun sesak nafas. Anis megap-megap mencari udara, wajahnya berubah pucat. Melihat Anis semakin kesulitan bernafas, Kribo melepaskannya, dia tidak mau Anissa mati sebelum berhasil diperkosa.

Sekali lagi dia menjambak Anis, mendekatkan wajahnya ke arah kejantanannya yang mengeras. Ujung gundul kemaluan Kribo dioleskan ke bibir mungil gadis jelita itu dan didesakkan supaya masuk, tapi Anis masih bersikeras menutup bibirnya.

“Buka mulutmu, pelacur tengik!” maki Kribo tak sabar lagi, tangannya naik ke atas bersiap menampar Anissa sekali lagi.

Dengan airmata menetes di pipi, Anissa membuka mulutnya pelan supaya ujung gundul kemaluan Kribo bisa masuk. Dengan menggunakan tangan kanannya Kribo membimbing batang kejantanannya untuk menembus bibir mungil gadis jelita itu, tangan kiri Kribo yang bebas digunakan untuk menggerakkan kepala Anis maju mundur menyusuri panjang batang hitam kemaluannya. Penis berkulit tebal berwarna gelap dengan urat yang melingkar-lingkar itu akhirnya berhasil keluar masuk mulut Anissa yang mungil manis.

“Pelacur sialan, gini aja kok lama banget!” gerutu Kribo tak jelas. “Wah! Sedotanmu enak sekali..”

Kribo menambah kecepatannya, memaksa si cantik itu bergerak lebih cepat. Kepala Anis terantuk-antuk seperti boneka tak bernyawa.

“Ayo hajar terus, Bang Kribo!” teriak Kemal penuh semangat.

“Makan terus batangku!” Kribo ikut terbakar semangatnya.

Anissa ingin mati saja rasanya. Kemaluan Kribo sangat bau dan tidak enak dikulum, ia jijik sekali namun tidak bisa berbuat banyak. Penis yang sudah keras itu justru makin lama makin keras dan membesar, terasa di dalam rongga mulutnya yang hangat.

Wewengko tertawa-tawa sambil membantu Kribo menggerakkan kepala Anissa supaya penis Kribo bisa semakin masuk ke dalam mulut sang dara. Benar saja, begitu dalam sodokannya ujung gundul penis Kribo bisa mengetuk dinding kerongkongan Anis! Si cantik itu tersedak dan memejamkan mata kesakitan karena mulutnya terus menelan batang kejantanan Kribo yang sudah mengeras. Gadis itu berontak dan meronta mencoba bebas, ia tak sanggup menarik nafas, belum pernah dalam hidupnya Anissa diperlakukan seperti ini, dia bisa mati! Suara menggelegak keluar dari tenggorokan si cantik itu.

Di saat Anissa meronta karena lemas tak bisa bernafas, Kribo malah mengeluarkan erangan kenikmatan yang panjang. “Gilaaaaaaaaaa! Enak banget!”

“Jebol tenggorokannya!”

“Pelacur!”

“Kalian harus coba mulutnya, bener-bener enak.”

Tangis dan air liur menetes dari wajah cantik Anissa yang mulutnya diperkosa secara brutal. Masih dengan kemaluan Kribo dimulutnya, dara cantik itu sesunggukan. Ia tahu pasti mereka semua akan mencoba melakukan hal yang sama kepadanya, memperkosa mulutnya. Tanpa henti. Kantung kemaluan Kribo terlempar-lempar bersamaan dengan gerakan maju mundur penisnya dan berulangkali menampar dagu Anis. Rambut kemaluan yang bau dan tebal berulang kali melesak dan mengkikis bibir indah si cantik itu. Semua preman yang ada di sana tertawa terbahak-bahak melihat wajah jijik Anissa.

“Top, semuanya ditelen sama lonte satu ini!”

“Suka makan jembut?”

Kribo tak berhenti mempermainkan Anissa, seluruh batang kemaluannya amblas ditelan gadis itu. Memang sukar dipercaya bibir semungil milik Anissa bisa menelan utuh kemaluan Kribo yang sudah membesar dan mengeras seperti kayu. Memegang bagian belakang kepala gadis itu, Kribo memaju mundurkan kemaluannya dengan lebih cepat, menggasak tenggorokan Anissa hingga hampir tersedak kembali. Suara basah menggelegak keluar dari mulut Anissa dan lelehan air liur mengalir deras dari mulut gadis itu.

“Benar, seperti itu. basahi mulutmu. Kontolku lebih enak masuk kalau mulutmu basah.” Kribo mengerang keenakan, menggoyang kemaluannya dan menusuk lagi ke dalam mulut Anissa. “Seperti itu. Seperti itu juga. Seperti itu juga. Seperti itu juga..”

Ujung gundul penis Kribo mendesak masuk tanpa ampun, Anissa juga tak berhenti meronta. Raung kesakitan dara cantik itu justru membuat Kribo makin terangsang. Suara menggelegak dan tersedak yang dikeluarkan Anis dan pemandangan indah mulut mungil yang terpaksa menelan kemaluannya membuat Kribo naik ke langit kenikmatan. Ia terus saja menggerakkan kemaluannya tanpa henti, ini membuat Anissa kian tersiksa, Kribo tak berhenti memperkosa mulutnya sementara ia kesusahan bernafas. Berhenti, cepat berhenti, cepatlah berhenti, jerit Anis dalam batin.

“Makan tuh kontol!”

“Bikin dia mati tersedak, Bo!”

“Lagi! lagi! lagi! lagi! terus! Lagi!”

“Telan sampai mampus!”

Gelegak suara tersedak kembali keluar dari mulut Anissa yang mencoba menarik nafas, namun desakan penis Kribo di mulutnya sangat cepat dan dalam, membuatnya tersiksa.

Kribo mengelus rambut Anissa yang menangis, “wajahmu kelihatan sangat cantik kalau menelan kontol seperti ini, lonteku…”

Anissa memejamkan mata, ia semakin tak kuat bertahan, pria bejat ini memperlakukan mulutnya seperti liang kewanitaan! Kribo bukannya berhenti namun malah makin menjadi, terlebih lagi ada semangat dari kawan-kawannya!

“Telan sampai dalam, lonte sialan! Kamu bisa makan semuanya!”

“Cekik dia sampai mampus, Bo! Lonte satu ini suka dicekik!”

“Wajahnya manis kalau mulutnya ngemut kontol!”

“Dia goyang terus, Bo! Ayo terus! Bikin dia goyang!”

“Bagus kalau dia suka kontol, dia akan jilat semua kontol kita!”

“Edan, baru make mulutnya aja sudah bikin aku pengen ngeluarin pejuh!!” Kribo menggelengkan kepala takjub, heran sekali dia. Sekejap kemudian pria berambut keriting itu memejamkan mata dan mendengus penuh nafsu, gerakan pinggulnya kian cepat! “Ya! Ya! Terus! Yaaa! Ohhh!! Uuughh!! Aku mau keluar, lonte sialan! Aku mau keluarin semua di mulut kamu! Semuanya! Semuanyaaa!!”

Semua preman yang sedang menonton kebuasan Kribo memperkosa mulut Anissa bisa mendengar suara hantaman perut pria itu di kening sang dara, kantong kemaluan laki-laki sadis itu juga menumbuk dagu Anissa hingga menimbulkan suara saat penisnya masuk sangat dalam ke kerongkongan. Bukannya merasa kasihan dengan Anissa yang jelas sangat tersiksa, mereka malah memberikan setiap kali Kribo menggeram dan penisnya melesak. Kribo memang tak peduli, ia menganggap mulut Anissa adalah liang cintanya, ia menumbuknya dengan cepat dan kejam, tak peduli gadis itu tersedak dan tak bisa bernafas.

Lalu saat yang dinanti Kribo pun tiba! Pria itu menekan kepala Anissa dalam-dalam hingga menempel di bagian perut bawahnya, membiarkan Anissa meronta sementara ia sendiri melenguh sangat lama sembari memejamkan mata. Kribo rupanya telah berhasil mencapai puncak! Dengan hidung yang menempel di pusar Kribo, Anissa bisa merasakan penis yang ditanam di mulutnya berdenyut berulang, benda keras itu bergetar dan makin kencang denyutannya, lalu tiba-tiba saja mengeluarkan cairan hangat yang membanjir di dalam mulutnya, turun melalui kerongkongan dan memenuhi perutnya!

Pria sialan itu orgasme dalam mulutnya!

Bagaimana mungkin ini semua bisa terjadi pada dirinya? Batin Anissa sambil menjerit. Dia dipaksa menelan pejuh seorang begundal sadis! Mulut mungil Anissa memberontak, menolak menelan benda yang ia anggap menjijikkan itu, tapi goyangan meronta Anissa malah justru membuat Kribo makin merasa nikmat! Leleran pejuh yang menggumpal dan membuih keluar dari sisi-sisi mulut sang dara, menetes membentuk temali kental yang menuruni bibir dan dagunya. Meskipun sudah mengeluarkan seluruh mani dari ujung gundul kemaluannya, Kribo masih juga belum berhenti berherak maju mundur. Gerakan dan goyangan tubuh Anissa membuat leleran air mani tadi kian turun dari dagu, menetes ke leher dan jatuh ke balon buah dadanya.

Setelah beberapa saat, akhirnya Kribo menarik penisnya dari mulut Anissa.

Saat kejantanan Kribo itu dilepas perlahan, dari ujung gundulnya melejit cairan cinta yang membanjiri kerongkongan sang dara. Menebarkan campuran rasa asin-hambar yang kenyal dan lengket di dalam mulut Anissa. Si cantik itupun megap-megap berusaha menarik nafas begitu penis Kribo lepas, ia tersedak dan berulang kali terbatuk. Lega sekali rasanya bisa bernafas dengan bebas kembali. Air mani yang tertinggal di dalam kerongkongan Anis terdorong keluar, menetes melalui pinggir bibir dan menetes ke dagunya. Hingga saat itupun, batang kemaluan Kribo masih belum tuntas mengeluarkan ledakan air cinta, penisnya masih terus berdenyut dan menyemprotkan pejuh ke wajah Anissa. Rombongan preman itupun bersorak-sorai menyambut orgasme pertama yang mendera tubuh sang dara jelita.

“Tuh dia suka sama pejuhnya!”

“Pelacur memang suka itu eh?”

“Telan! Jangan sampai keluar! Telan! Keluarin susah itu!! Ditelaaaaan semuaaa!!”

“Telan, lonte!” pinta Kribo.

Anissa yang sudah hancur rasa percaya dirinya, membuka mulut dan menelan semua pejuh yang dikeluarkan Kribo. Lidahnya bergerak memutar di sekitar bibir dan menarik air mani Kribo kembali ke dalam, persis ketika ia sedang makan es krim.

“Enak kan rasanya? Sedikit asin tapi berkhasiat.” Kata Kribo sambil tertawa. “Masih belum bersih semua, tidak baik kalau masih ada yang tersisa.”

Kribo menggoyangkan batang kejantanannya beberapa kali dengan tangan untuk mengeluarkan sisa air mani yang masih tersisa. “Keluarkan lidahmu, lonte!”

Anissa membuka mulut dan menyentuhkan lidahnya ke penis Kribo. Pria itu bisa melihat sisa-sisa mani masih menempel di bibir Anis, namun ia tidak peduli. Mempergunakan penisnya, Kribo menghapus sisa pejuh itu dan menyodokkan batangnya ke dalam tenggorokan si cantik itu sekali lagi.

“Pelajaran selesai, jalang! Sekarang kamu sudah resmi jadi lonte kami. Wajahmu sudah penuh pejuh dan kerongkonganmu sudah menelan kontol.” Kata Kribo sambil tertawa walaupun tidak ada yang lucu. “Ayo, sekarang giliran kalian.”

Setelah menarik nafas panjang Anissa memejamkan mata, sepertinya ini semua masih jauh dari usai. Tubuhnya kembali ditarik dan dibalik hingga kepalanya menggantung di ujung kursi. Kemal dan Yono memulai aksi dengan meremas buah dada Anis yang menggantung dan kenyal seperti bantal. Melihat buah dada sentosa milik sang dara, Yono menjadi tak tahan, iapun menggigit puting susu si jelita itu dengan pelan, menggeriginya hingga Anissa menggelinjang, apalagi kemudian Yono menjilatinya penuh nafsu! Kemal maju ke depan dan menjambak rambut sang dara, seperti apa yang dilakukan Kribo tadi, pemuda itu menamparkan kemaluannya ke wajah Anis!

“Aku mau kamu melakukan seperti apa yang tadi kamu lakukan pada temanku! Rasakan kontolku, di mulutmu, dengan lidahmu, ke tenggorokanmu…”

Anissa tak menjawab, ia hanya bisa meneteskan air mata.

“Perempuan jalang sialan, bagaimana, masih mau ngemut kontol lagi?” tanya Kemal sambil memaksa Anissa menganggukkan kepala. “Kamu pasti mau, kamu kan lonte.” Pria bertubuh besar itu membalikkan badan ke arah kawan-kawannya. “Bagaimana, apa kalian mau membantu lonte ini dengan menyediakan kontol?”

“Ha-ha, ya! Tentu!” hampir bersamaan mereka menjawab. “Yang tadi belum apa-apa!”

“Ayo ngomong kalau kamu mau ngemut kontol lagi! Ngomong! Cuih!” Yono menampar Anissa pelan dan dengan kurang ajar meludah di wajahnya. “Aku mau mendengar kamu memohon, meminta kami memperkosamu lagi, misalnya meminta kami membuat anusmu lebih lebar dan lubangnya perih karena terluka!”

Anissa diam dan menatap Yono dengan pandangan benci yang tak terkatakan.

“Ayo ngomong!” tampar Yono lagi. “Malah melotot!”

“Aku mohon..!” teriak Anissa.

“Mohon apa?”

“Aku mohon..,” Anissa berhenti sejenak, tangis dan rasa malu membuat lidahnya tercekat. “mohon perkosa aku.” Bisiknya tanpa daya.

“Nah, kalau kamu sendiri yang ngomong gitu kan jauh lebih sopan dan manis.” ejek Kribo yang ikut datang untuk menghina gadis itu. “Yang perlu kamu lakukan kan hanya tinggal meminta..” Kribo berpikir sejenak, “..bagaimana kalau sekarang kita coba dengar pintamu sekali lagi tapi lengkapi dengan kata memek dan anus.”

“Aku tidak mau… aku tidak..”

“Katakan.”

“Ak.. aku mohon…, ak… akku..” Anissa tergagap namun kemudian ia menghela nafas sangat panjang, air matanya menetes ketika ia mengucapkan kalimat yang tidak pernah ia duga akan keluar dari mulutnya sendiri. “Aku mohon… perkosa memek dan anusku…”

“Bagus sekali.” Kribo bertepuk tangan, “sekarang katakan kamu ingin nyepong kontol.”

“Ak… aku ingin… nyepong kon… kont…” Anissa menggeleng, “aku tidak bisa mengatakannya…”

Kribo mendelik marah.

Anissa pun menganggukkan kepala sebagai permohonan ampun, “ja…jangan! ak… aku ingin… ingin…. nyep… nyepong kontol… aku ingin nyepong kont… kontol….”

Yono dan yang lain tertawa terbahak-bahak, “baiklah kalau itu maumu, lonte cantik.”

Sembari tersenyum licik, Yono membuka bibir Anissa dan mulai mencoba melesakkan kemaluannya ke dalam mulut yang masih menyisakan cairan mani Kribo. Sekali lagi Anis megap-megap mencoba bernafas, apalagi Yono menekan hidung sang dara sehingga mau tak mau Anissa harus membuka mulutnya lebar-lebar.

“Lonte cantik, sekarang giliranku merasakan mulutmu! Rasakan kontolku masuk ke kerongkonganmu, ke tenggorokanmu, kalau bisa akan kutembus sampai perutmu!! Akan kusemprotkan dalam-dalam pejuhku sampai kamu kenyang minum mani!” kata Yono kembali. Tanpa peduli sakit yang kini dirasakan Anissa, pria sadis itu duduk di atas kepala sang dara dan melesakkan penisnya ke dalam mulut yang terbuka. Dengan satu lenguhan panjang, Yono menjebloskan kemaluannya dalam-dalam. Ketika Anis mulai tersedak, Yono menarik keluar penisnya dengan menyisakan ujung gundul masih berada di mulut sang dara.

“Sedot, ayo sedot! Lonte sialan! Kenapa harus selalu disuruh?! Ayo sedot!!!”

Dengan air mata menetes deras, Anissa dengan patuh menghisap dan menjilat ujung gundul batang kejantanan Yono. Kribo datang membantu, ia menekuk kaki Anissa ke depan hingga lutut gadis itu hampir sampai di telinganya sendiri. Dengan tubuh yang ditekuk seperti itu, pantat dan memek Anissa mengundang sekali untuk diserang!

“Ayo! Lonte ini masih punya dua lubang lagi di belakang! Sumbat saja!” kata Kribo sambil menyunggingkan senyuman. Kalau kakak ipar Anissa yang cantik sudah menolak Pak Bejo mentah-mentah dan memilih bajingan kurus kering yang jadi supirnya itu untuk menghajar mereka tempo hari, kini dia akan lampiaskan semua kekesalan pada Anissa!

Usai Yono melampiaskan nafsunya pada Anissa, gadis itu bisa merasakan serangan datang silih berganti, tangan-tangan jahil merambah seluruh lekuk tubuhnya yang mulai bermandikan keringat. Ada tangan yang nakal mengelus paha mulusnya yang seputih pualam, ada jemari yang meremas pantatnya yang sekal dan ada telunjuk yang cekatan mengoyak bibir liang cintanya, semuanya hampir bersamaan! Buah dadanya yang sentosa jelas menjadi sasaran empuk, bergantian mereka menjilati, menggigit dan meremas-remas payudara Anis. Puting susunya dipilin dan ditarik-tarik membuat Anis meringis kesakitan sementara para pria buas yang mengitarinya justru tertawa terbahak-bahak. Sial bagi dara malang itu, rasa sakit yang mengitari putingnya justru membuat barang mungil itu menegak dan mengeras, menghunjuk ke atas. Wajah cantik Anis yang panik juga tak kalah parah, terus menerus diserang oleh tamparan kemaluan para penyerangnya.

“Pelacur!”

“Lonte!”

“Cewek murahan!”

“Sampah!”

Hinaan dari semua penjuru makin menyudutkan dan membuat Anis terhina sementara detik-detik pemerkosaannya kian cepat datang. Anissa sudah tak bisa lagi mengetahui siapa yang menyerang bagian tubuhnya yang mana, mereka berputar dan bergantian menyentuhnya. Salah seorang dari mereka meletakkan batang kemaluannya tepat di tengah lembah buah dada Anissa dan menggunakan balon payudara gadis itu untuk menekan penisnya, setelah dirasa ketat dan nyaman, orang itu mulai memperkosa payudara Anissa dengan bergerak maju mundur dengan cepat! Tak butuh waktu lama bagi orang itu untuk kemudian menyemprotkan cairan maninya ke dagu dan dada sang dara! Usai orgasme, ia meludahi dada Anissa dan turun dari atas tubuhnya.

Tangisan Anissa tak terbendung, entah sudah berapa lama ia menangis, mungkin bahkan hingga kering, tapi para preman itu tak juga berhenti melecehkannya. Hingga akhirnya ia mendengar teriakan Badu.

“Sudah waktunya ngentot!”





BAGIAN 11-C SELESAI.
BERSAMBUNG KE BAGIAN 11-D
 
BAGIAN 11-D
ANISSA TERANIAYA




Preman itu melesakkan penisnya ke dalam memek Anissa perlahan, si cantik itu memejamkan mata ketika merasakan ujung gundul kemaluan Badu masuk hingga memenuhi liang cintanya. Anissa menarik nafas pendek satu dua karena mencoba bersiap dengan serangan Badu. Benar saja, dengan satu sodokan yang keras dan kejam, Badu menanamkan penisnya dalam-dalam! Anissa ingin menjerit kesakitan namun teriakannya terhenti karena ketika mulutnya membuka, satu penis berbau busuk menembus bibirnya!

Melihat Anissa tak berdaya dengan penis yang melesak di mulut, Badu mengulangi lagi sodokannya dengan lebih kencang lagi! Begitu kencangnya desakan penis Badu, sampai-sampai tubuh Anissa hampir melejit.

“Memekmu enak sekali!!” teriak Badu puas.

“Ayo, lonte…bibirmu seksi sekali, aku suka merasakan bibirmu…” orang yang sedang memperkosa mulut Anis, yang ternyata adalah Kemal mulai merem melek keenakan. Sama seperti Badu, ia juga bergerak maju mundur dengan cepat, menanamkan kemaluannya di dalam mulut Anissa. Saat gadis itu mulai tersedak, Kemal menarik penisnya dan tanpa disangka, ia telah mencapai puncak! Semprotan air mani meledak di mulut Anissa. Tembakan demi tembakan cairan kental memenuhi mulut, membasahi bibir dan menempel di lidah sang dara jelita itu.“Ayo telan! Telan semua!” teriakan Kemal begitu nyaring rasanya di telinga Anissa. “Ayo, lonte sialan! Telan semuanya!”

Anissa hendak menelan, tapi kerongkongannya terasa begitu sakit sehingga ia terbatuk-batuk karena tersedak. Ketika gadis itu membuka mata, semprotan mani lain membasahi wajahnya! Entah siapa yang kali ini menyemprotkan air mani ke wajah Anissa karena gadis itu sudah kembali memejamkan matanya untuk mencegah semprotan itu masuk ke matanya. Kemal mengoleskan ujung gundulnya di pipi Anissa untuk membersihkannya dari air maninya sendiri. Para preman itu bersorak-sorak melihat wajah Anissa yang makin tak karuan belepotan cairan cinta.

“Begitu seharusnya wajah lonte!”

“Lonte seperti dia pasti minta lagi! lanjut!”

“Lanjut!”

“Lanjuuuuttt!”

Dengan mulut megap-megap, Anissa berusaha bernafas. Rasanya susah sekali membuka mulut dengan cairan kental yang membanjir di mulutnya. Ia merasa seperti tenggelam dalam lautan air mani. Berulang kali gadis itu tersedak dan terbatuk-batuk. Setiap kali ia menelan atau mengeluarkan cairan itu melalui sela bibir, seperti masih ada sisa yang tertinggal hingga ia terus-menerus bisa merasakan cairan sperma dalam mulutnya. Satu garis panjang kental menetes dari bibir mungil Anissa, menetes melalui dagu turun hingga leher dan bagian atas dadanya. Ketika ia masih berusaha menata diri untuk bersiap, tiba-tiba Badu melenguh panjang penuh kenikmatan, preman yang masih memperkosa memeknya itu mengejang dan menarik keluar penisnya. Tak pelak lagi, satu semprotan hebat membanjir di buah dada dan perut sang dara!

Anissa sesunggukan dengan air mata yang kering, malam masih panjang. Orang-orang ini pasti belum akan berhenti…

“Sepertinya bagian yang ini sudah matang, ayo kita balik!” kata Kribo yang langsung disambut sorakan teman-temannya.

Mereka mengangkat tubuh Anissa dan berusaha membuatnya berdiri, namun karena tidak kuat dan kedua tangannya masih terikat isolasi, si cantik itu ambruk dan jatuh berlutut. Wewengko menarik kursi ke depan Anissa dan membungkukkan tubuh gadis itu ke depan hingga tubuhnya bersandar di kursi dengan kepala yang tergantung di ujung kursi dan pantatnya naik ke atas. Kini Kribo menarik kaki Anis dan mengikatnya di kursi, begitu juga dengan pinggangnya yang ramping.

“Pantat pelacur ini mulus sekali.” kata Jabrik yang langsung disambut sorakan teman-temannya, mereka memang tahu Jabrik sangat menyukai pantat mulus wanita cantik. “Kalian boleh menyoraki aku, tapi coba lihat lobang anusnya! Pasti sempit dan nikmat sekali!”

Jabrik menampar pipi bokong Anis dengan sekeras-kerasnya! Anissa pun menjerit sekuat tenaga! Ketika kepalanya tegak, ia bisa melihat sekeliling dan melihat wajah-wajah pemerkosanya sedang meringis puas melihat gadis itu ketakutan.

Para preman itu tertawa lagi.

Kribo menowel dagu cantik Anis dan menatapnya tajam, “lihat aku baik-baik, lonte sialan.”

Anissa mencoba membuka matanya, namun karena ada leleran air mani yang lekat membasahi bagian matanya, ia hanya bisa mengejap beberapa kali sebelum menutup lagi matanya.

“Kamu sudah mulai mengerti apa yang harus kamu lakukan, betul?”

Anissa tak menjawab, bukan karena ia tak mau tapi karena ia sibuk menelan sisa mani dalam kerongkongannya. Dengan ketakutan gadis itu hanya bisa menganggukkan kepalanya saja.

Sayangnya Kribo tetap marah melihat dara itu terdiam, iapun menjambak dan menarik rambut Anissa. “Betul tidak? Jangan diam saja, dasar lonte!!!”

“Be... betul.” jawab Anissa sekuat daya.

“Dasar pelacur murahan…”

“Aku mau bokongnya,” kata Jabrik menyela Kribo, “kira-kira muat atau tidak ya?”

“Tentu saja muat.” Kribo terkekeh, “kamu bahkan bisa memasukkan lenganmu ke dalam sana kalau mau!”

“Cewek ini pantatnya mulus banget.”

“Bagaimana pelacur sialan? Kamu mau menikmati permainan baru kami?”

Anissa sudah berniat menggeleng namun karena ketakutan akan kembali disakiti, ia hanya bisa terdiam menggigil dengan wajah pucat pasi. Jabrik mengoleskan satu jarinya di bibir anus Anis yang mungil dan bersih, lalu perlahan menusuk ke dalam, menjajal sempitnya tempat itu. Anissa mengeluarkan satu erangan panjang karena sakit dan memejamkan matanya pedih.

Jabrik berujar gembira, “ini sempit banget!! Kontolku bakalan kegencet. Oh, tapi jangan takut, lonteku… kamu pasti akan terbiasa.”

Mendengar apa yang akan dilakukan Jabrik kepadanya membuat Anissa tak bisa lagi berdiam diri, ia meronta habis-habisan! Sayang ia tak bisa berbuat banyak karena terikat erat, bahkan kemudian Badu maju kembali dan menyodokkan penisnya ke dalam mulut sang dara, membuat gadis itu terkunci tak sanggup bergerak! Dengan mencengkeram pipi bokong Anissa dan menggerakkannya ke kanan dan kiri, Jabrik membuka akses ke anus gadis itu lebar-lebar. Ia sempat menampar pantat mulus dara itu sehingga berwarna merah, Anissa hanya bisa memejamkan mata dan menahan perih yang dirasa. Jabrik maju ke depan dan berbisik di telinga sang dara, “baiklah lonte sialan. Siap dientotin bokongnya?”

Jabrik meludahi jemarinya sendiri, lalu mengoleskannya di belahan pantat Anissa. Dengan penuh harap, ia meletakkan ujung gundul kemaluannya yang sudah menegang di lubang pembuangan Anis yang mungil dan bersih.

Jabrik mendorongnya masuk.

Anissa terbelalak lebar! Ia mengernyit kesakitan namun tak bisa berteriak karena mulutnya juga sedang diperkosa. Ia hanya bisa mengatupkan kedua kepalan tangannya erat-erat seakan hendak meremukkan sesuatu. Penis Jabrik yang memasuki wilayah sempit terangsang hebat dan kian lama kian membesar, sodokannya juga menguat dari saat ke saat, menguasai daerah jajahan baru, tempat yang seharusnya tidak boleh dimasuki oleh penis. Anis menangis hebat, rasanya sakit. Sakit sekali. Seakan lubang anusnya hendak dirobek dengan kasar.

Jabrik belum menusukkan seluruh penisnya ke dalam pantat sang dara, namun tiap kali ia menusuk, Anissa merasa pantatnya akan jebol. Duburnya memanas dan tubuhnya menegang, ia sangat kesakitan. Jabrik yang memaksa masuk membuat lubang anus Anissa terpaksa merenggang karena harus membuka jalan. Ini jauh lebih sakit daripada saat pertamakali Pak Bejo memperkosanya dulu. Yang kali ini seperti terasa ada batang pedang yang masuk tubuhnya untuk menjajah perut menembus hingga ke dada.

Badu mendorong penisnya masuk ke mulut Anissa untuk menambah penderitaannya.

Tangisan Anis kian tak terbendung. Hentikan… hentikan… hentikan…

Menahan perih dan sakit seperti itu membuat mata Anissa berkunang-kunang, ia merasa pandangannya kabur, tubuhnya mulai melemah… dia tak tahan lagi… sepertinya dia… akan… pingsan… dia… akan…

Plaakkk!

Tangan Badu menampar Anissa, untuk menyadarkannya. Gadis itu membelalakkan mata karena kini pipinya pun terasa panas dan perih. Tepat di saat Anissa sadar kembali, ia merasakan kantong kemaluan Jabrik sudah menampar pipi pantatnya! Penis pria itu sudah masuk semua ke duburnya!

“Auughhh… bokongnya sempit banget.” Ujar Jabrik sambil menggemeretakkan giginya dengan gemas, ia menggoyangkan pantatnya dengan penuh kenikmatan. “Aku sukaaa sekali bokongmuuuu, sayaaaang!!”

Kribo terbahak-bahak, “itulah pelajaran berikutnya, lonte sialan! Sodomi!”

Badu menarik penisnya yang sudah hampir orgasme dari mulut Anissa dan langsung menyemprotkan spermanya ke seluruh wajah si cantik itu. Hidung, bibir, kening, pipi, bahkan pelupuk mata, semua kena cairan lengket berwarna putih gading yang kental itu. Untungnya Anissa sudah tidak peduli lagi, karena begitu Badu menarik kemaluannya, Anissa langsung tersedak dan terbatuk-batuk, ia juga menggeram kesakitan karena Jabrik masih menggoyangkan penis di anusnya. Dengan kurang ajar, Badu membersihkan ujung gundul batang kejantanannya di rambut indah Anissa.

Belum sempat Anissa bernafas lega, penis lain datang menyerang mulutnya! Penis demi penis menjejal mulutnya tanpa henti, Anissa merasakan bibirnya mulai perih dan berasa seperti hendak robek karenanya. Wajahnya yang cantik kini makin kabur karena wajahnya basah oleh cairan mani kental yang menempel di sana-sini, di pipi, leher, kening, hidung, semua.

Dengan satu sodokan kencang, Jabrik menanamkan batang kejantanannya dalam-dalam di dubur Anissa. Cairan kental meluncur deras dari ujung gundul kemaluan Jabrik memenuhi lorong belakang sang dara cantik. Batang kemaluan Jabrik berdenyut beberapa lama ketika semprotan itu mengalir deras dan membanjiri liang dalam Anissa, lalu beberapa saat kemudian berhenti. Akhirnya, setelah beberapa saat yang menyiksa, penis itu mengecil lemas dan dikeluarkan dari pantat Anis. Saat penis itu keluar, leleran cairan cinta menetes dari anus hingga ke bibir kemaluannya.

Anissa berharap pemerkosaannya yang brutal oleh kawanan preman ini selesai. Tapi asa itu pudar ketika sekali lagi ia merasakan pantatnya dielus seseorang dan penis lain perlahan mulai memasuki anusnya. Cairan cinta yang sedari tadi disemprotkan Jabrik ke dalam liang belakang membuat penis yang ini masuk lebih mudah, orang ini bisa melesakkan penisnya dalam-dalam hingga kantong kemaluannya mentok menampar pipi pantat Anissa.

Ia menyodominya untuk beberapa menit, menariknya dan melesakkannya dalam-dalam ke liang cinta sang dara. Preman ini rupanya tidak puas hanya dengan satu lubang saja. Anissa tetap memejamkan mata karena tak ingin melihat siapa pemerkosanya kali ini, tapi penisnya begitu kencang dan keras menghajar memeknya, berulang-ulang kali dia menggauli Anissa hingga akhirnya ia mencapai klimaks dan cairan cintanya disemprotkan ke dalam vagina si cantik itu.

Wewengko menggoyang kepala Anissa ke depan dan belakang dengan sangat kasar, rambut panjang dan halus milik si cantik itu bagai terbang memutar seperti baling-baling. Dara itu bisa merasakan air mani yang menetes dari mulutnya dan jatuh ke perut, tapi ia hanya bisa meneguk sedikit ke dalam mulut dan kerongkongannya.

“Mulai sekarang kamu tak lebih dari seorang pelacur hina yang harus menyediakan mulut, memek dan bokong untuk semua laki-laki yang menginginkanmu eh!” ujar Wewengko. “Kamu pikir kamu ini gadis suci yang masih perawan eh? Pikir lagi baik-baik! Semua kehormatanmu sudah kami renggut!”

Anissa tidak menjawab karena ia sekali lagi tersedak. Bibirnya tepat berada di ujung terdalam kejantanan pria itu tapi ia tahu kalau ucapan preman itu tepat sekali, dia sudah bukan lagi gadis perawan yang masih suci, dia sudah kotor dan menjijikkan. Saat tersedak, kerongkongan Anis bergejolak dan tubuhnya menggelinjang, hal itu justru membuat sang preman yang sedang memperkosa mulutnya menjadi semakin terangsang dan akhirnya melepaskan cairan lengket ke dalam tenggorokan dara jelita itu.

Saat penis preman itu ditarik, Anis berusaha menarik nafas dalam-dalam. Pria itu hanya tertawa, “Luar biasa, cewek satu ini memang jago kalau disuruh nyepong kontol.” Cengirnya, “lain kali kita harus mengundang lebih banyak orang lagi.” preman itu dengan kurang ajar membersihkan penisnya yang masih belepotan air mani menggunakan rambut halus Anis yang kini acak-acakan.

Selesaikah mereka? Tidak. Tubuh si cantik itu kembali ditarik, satu penis masuk ke mulut dan satu ke dalam memeknya, dengan brutal mereka memperlakukan tubuh Anis seperti boneka tak bernyawa. Yang memperkosa mulutnya tanpa ampun mendorong pinggulnya hingga kantong kemaluannya bisa menampar-nampar dagu Anissa. Gadis itu sudah tak mampu lagi merasakan dan memahami bagaimana, kapan dan apa yang terjadi.

Yang bisa ia rasakan hanyalah penis yang keras, besar dan panjang yang dilesakkan ke dalam semua lubang di tubuhnya. Anis menggeram sebentar ketika satu batang kemaluan ditarik dari pantatnya dan digantikan penis lain, tetesan mani menetes hingga membasahi pahanya yang mulus. Lututnya terluka karena tergesek-gesek karpet yang dibentangkan di bawah kursi saat tubuhnya dipaksa membungkuk sembari terikat di atas kursi ketika ia berulangkali diperkosa.

Badu mengeluarkan sebuah spidol boardmarker warna merah yang biasa digunakan untuk menulis di papan tulis dari kantongnya. Saat itu Anissa masih diperkosa oleh Kemal yang merem melek saat merasakan kontolnya dipijat oleh liang cinta sang dara. Di pipi pantat kiri Badu menulis kata ‘PELACUR’ dengan spidolnya, sementara di pipi pantat kanan ia menulis kata ‘LONTE’, di tengah kedua kata itu, sembari membubuhkan tanda panah ke bawah menuju bibir anus Anissa, ia menulis ‘SILAHKAN MASUK’. Kemal tertawa terbahak-bahak karenanya dan gagal mencapai klimaks, dengan bercanda Ia memaki Badu yang membuatnya kehilangan konsentrasi.

Rasanya seperti tiada akhir, semuanya berlangsung terus dan terus. Penis coklat hingga hitam legam berulangkali berpindah dan bergantian, mengisi mulutnya sampai ia tersedak, membanjirinya dengan air mani di kerongkongan dan wajahnya. Vaginanya sudah bukan barang rahasia lagi karena semua preman di sana telah membanjirinya dengan sperma mereka, jika sampai Anissa hamil, ia tidak akan tahu siapa ayah anaknya karena semua orang ini telah memperkosanya tanpa ampun. Pantatnya yang molek telah diacak-acak dan anusnya begitu perih karena berulangkali disodomi.

Dara itu kini seperti orang lumpuh, tak bisa bergerak dan hanya mampu terkulai pasrah, satu-satunya protes yang kini ia lakukan hanyalah menggeram dan mengerang, tangisnya tak berhenti mengalir sampai kering, ia kini hanyalah boneka mainan yang jadi sumber pelampiasan kebejatan para preman. Bagi mereka, Ia boneka yang hanya pantas diperkosa. Mereka tidak peduli ketika ia tersedak dengan mulut masih mengulum kontol ketika penis lain mendesak memeknya. Mereka tidak peduli ketika mereka bersamaan membanjiri lubang-lubangnya dengan pejuh deras. Mereka adalah binatang buas dan gadis itu tak lebih dari seonggok daging. Parahnya lagi, mereka sering memaksa Anissa membuka mulut untuk mengatakan bahwa ia menikmati perkosaan ini.

“Lonte satu ini suka banget digangbang! Lihat nih, airnya keluar terus! Kamu memang pelacur murahan! Lonte pinggir jalan! Kamu suka disodomi! Kamu suka ngemuk kontol! Kamu nggak bisa hidup tanpa ada kontol di memek! Ayo bilang kamu suka kontol! Ayo bilang!”

“A… aku suka kontol…” desah Anissa lemah. “Aku pelacur… aku lonte… aku suka disodomi… ngemut… kontol… memek… aku…”

“Kamu mau kontolku kan? Ayo bilang kamu suka kontolku!”

“A… aku suka kontolmu… aku mau… aku mohon…”

“Lancrooootkaaan!!” teriak salah seorang preman.

Pemerkosaan bergilir dan berantai ini telah menghancurkan kemurnian pikiran dan tubuh Anissa yang lugu dan indah dengan rasa sakit dan penghinaan. Bertubi-tubi dan bergantian penis demi penis menjajah tubuhnya, menusuk, mendera dan menyakitnya. Satu selesai, diganti yang lain, lalu yang lain lagi, kemudian yang lain lagi, dan lagi, dan lagi, dan lagi… tanpa henti.

Mereka semua memperkosanya satu persatu, bergiliran, bergantian, atau bahkan bersamaan. Mereka menggunakan tubuhnya bagaikan mainan bocah, menindas kesadarannya, membuatnya tersiksa. Mereka menggunakan semua lubang yang ada di tubuhnya, liang cinta, anus, mulut, semua – kadang satu, kadang dua, kadang semua bersamaan. Semuanya digunakan tanpa terkecuali, tanpa henti, tanpa ampun.

Anissa tahu semua lelaki yang ada di ruangan itu sangat menyukai tubuhnya dan gilanya mereka memiliki cara yang berbeda-beda memperlakukannya. Mereka begitu ingin mempermalukan seorang gadis baik-baik yang datang dari keluarga berada yang tidak mungkin mereka dapatkan dengan cara biasa.

Mereka memperkosa dan menghancurkan rasa percaya dirinya, menghancurkan semangat dan mentalnya. Tanpa rasa kasihan mereka menyodominya dengan begitu menyakitkan, membuatnya memuja penis mereka dan membiarkan mereka menyemburkan air mani di bagian tubuhnya yang manapun. Sadis, brutal, merendahkan. Mereka menganggap Anis seperti sampah, seperti pelacur yang bisa digunakan semua lubangnya, seperti pelacur yang mau digangbang oleh pria berkasta rendah, seperti pelacur murahan yang hanya perlu dibayar semurah-murahnya.

Waktu terus berjalan, terus menyayat hati dan nurani Anissa. Tubuhnya yang kelelahan banjir oleh keringat dan cairan cinta yang meleleh dari semua lubangnya. Wajahnya penuh lelehan air mani, rambutnya basah oleh air mani, buah dadanya, selangkangannya, pahanya, kakinya, semuanya basah oleh air mani. Ia terus menerus di-gangbang, depan belakang, atas bawah, mereka silih berganti menggunakan tubuhnya. Ia tidak tahu bagaimana mereka bisa terus menerus mengeluarkan mani dan semangat untuk memperkosanya, ia sudah begitu lemas, lemah dan tak berdaya.

Berkali-kali Anissa merengek supaya mereka berhenti, tapi mereka terus saja memperkosanya dan memompa air mani ke seluruh tubuhnya, seakan tanpa henti. Tanpa sepengetahuan Anis, mereka semua telah minum obat kuat dan pemacu daya tahan tubuh sehingga mampu berbuat seperti ini.

Hingga suatu ketika, Kribo adalah yang terakhir memperkosa Anissa. Kali ini ia sudah tidak bisa lagi mengeluarkan cairan cinta, bahkan penisnya sudah sangat terasa panas. Kawan-kawan lain mentertawakan Kribo yang sudah lemas.

“Payah! Begitu saja letoy!”

Opo kuwi? Wes ngunu tok? Sudah selesai? Begitu saja?”

Kribo mengayunkan tangan sambil bercanda dan terkekeh. “Aku sudah lelah. Kalian teruskan saja, aku mau ke tempat bos dulu.”

“Payah!”

Kribo kembali terkekeh di antara tawa para preman, ia mengambil celana dan mengenakannya. Preman itu beristirahat sejenak, menenggak bir yang ada di meja dan meninggalkan kawan-kawannya yang masih lanjut mengerumuni Anissa – entah apa yang kemudian mereka lakukan pada gadis malang tersebut. Preman itu melangkah keluar gudang menuju ruang tengah yang ada di rumah samping. Di sana, duduk di sofa yang ada di tengah ruangan sambil menonton sinetron sambil mengocok penisnya, adalah bandot tua pemimpin kelompok preman itu, Pak Bejo Suharso.





.::..::..::..::.





Langkah kaki Udin terasa berat. Kepalanya pun pening.

Menyaksikan apa yang terjadi di dalam gudang membuat hati Udin tersayat pedih, betapa tidak, ia tak menyangka Pak Bejo akan tega memberikan Anissa pada preman-premannya untuk diperlakukan sehina ini. Udin tidak mungkin bisa melawan mereka, dia hanya pemuda tolol yang lemah dan bodoh!

Udin meneteskan air mata saat ia berjalan meninggalkan gudang, betapa tololnya dia mau terjebak ke dalam permainan para preman ini, betapa malunya dia dulu telah memanfaatkan kelemahan Anissa hanya untuk bisa menidurinya. Dia tak akan pernah bisa meminta maaf padanya, pada gadis yang untuk selamanya akan ia cintai. Bagaimana mungkin dia berhadapan kembali dengan Anis setelah apa yang telah ia lakukan? Ia tak akan pernah bisa menatap mata indahnya lagi dengan jenaka. Ia tak akan sanggup bercanda lagi seperti dulu. Ia telah berubah menjadi pria terkutuk yang tak ada bedanya dengan para preman yang kini tengah memperkosanya tanpa ampun!

Apa yang membedakannya dengan para begundal itu? Ia sama menjijikkannya! Bukankah ia mengaku mencintai Anissa? Kenapa ia malah pergi? Kenapa ia tak melindunginya? Anis memang bukan perawan lagi, ia sudah kotor, tapi Udin merasa ia jauh lebih kotor. Dia yang seharusnya melindungi dan menyelamatkan, malah menggali nafsu binatang.

Langkah kaki Udin yang meninggalkan gudang tempat Pak Bejo dan kawan-kawan memperkosa Anis kian terasa berat. Hendak dibawa kemana kaki ini sekarang? Seluruh dunia seperti menatapnya jijik… benar, ia memang menjijikkan. Udin menutup telinga rapat-rapat karena ia tak sanggup mendengar teriakan Anissa yang masih bisa terdengar walau samar.

Wajah cantik Anis yang berkeringat deras, tubuh telanjangnya yang carut marut diperkosa oleh para lelaki buas, pandangan mata indah yang dulu mempesona kini runtuh dan selalu memohon ampun agar semuanya diakhiri… semua yang terjadi pada Anissa menghantui langkah kaki Udin.

Ia memejamkan mata, mencoba melupakan, mencoba mencari terang di hati dan pikiran.

Teriakan itu terdengar lagi…

Ia tak bisa membantu Anissa. Ia tak bisa…

Wajah Anissa yang mengajaknya makan siang di kampus terbayang dengan manis dan lembut…

Ia tak bisa membantu Anissa. Tak bisa…

Suara mesra Anissa saat memanggil namanya tak akan pernah ia lupakan…

Anissa… Anissa!

Batin Udin bergejolak, perasaannya… perasaannya pada Anis…

Ini semua salah! Semuanya salah! Kenapa ia malah pergi? Kenapa ia justru lari?!! Ada yang harus dia lakukan! Ada sesuatu yang bisa ia lakukan untuk Anissa! Ada yang bisa membuatnya kembali menjadi manusia! Batinnya.. perasaannya… semua meyakinkan Udin kalau dia tidak akan pernah sanggup dan tega meninggalkan Anis di dalam sana, menjadi mangsa para pria menjijikkan yang memanen keindahan tubuhnya.

Ia tidak sanggup.

Ia tidak boleh seperti ini…

Ia bukan orang seperti mereka!

Ia tidak dididik menjadi orang tidak bermoral seperti mereka!

… apa yang telah dia lakukan? Apa yang telah membuatnya sesat?

Masih ada waktu!

Ia memang telah kotor, tapi ia masih bisa menyelamatkan Anis. Ia masih bisa! Ia yakin masih bisa! Persetan dengan bajingan tengik seperti Pak Bejo dan kawan-kawannya! Udin tahu apa yang terbaik dan yang terbaik adalah menyelamatkan Anissa! Seandainya ini semua membuatnya harus masuk bui, tapi ia tahu mana yang baik dan mana yang buruk!

Masih ada waktu! Masih ada waktu!

Udin berlari sekuat tenaga.

Masih ada waktu!





.::..::..::..::.





“Halo, Bos? Baru sibuk?” kekeh Kribo yang menangkap basah Pak Bejo bermasturbasi.

Pak Bejo cuek sembari melanjutkan ‘pekerjaannya’ tanpa merasa risih sedikitpun. “Percayalah, nak. Ariel Tatum ini hot banget. Sekali waktu pengen juga nidurin dia. Kebetulan aku ada teman yang bekerja di bidang foto artis di studio Naga Langit, pernah dengar? Dia biasa menjebak artis-artis dengan obat bius di minuman untuk membuat mereka pingsan dan mengambil foto mereka saat telanjang. Setelah itu memaksanya bercinta dengan ancaman akan menyebarkan gambar ke internet, saudara, orang tua dan teman.”

Kribo menganggukkan kepala setuju saat ia melongok ke TV, Ariel Tatum yang seperti hanya mengenakan kemeja warna putih tanpa celana memang tidak bisa dilewatkan, tapi gadis yang ada di gudang juga tidak kalah hot. “Bos. Sepertinya cewek itu sudah mau pingsan, yakin tidak mau ambil bagian?” tanya Kribo pada Pak Bejo yang awalnya cuek.

“Gila kalian, aku kira sudah berhenti sejak tadi sore. Sudah berapa jam kalian perkosa dia?”

“Cukup lama juga, kami tidak menghitung waktunya.”

Wasu. Lha bisa mati lah. Bagaimana keadaannya?”

“Sejauh ini masih sadar, tapi dia sudah di ambang batas.” Kata Kribo, “kalau Bos mau pakai, sekarang saatnya. Mumpung cewek itu masih sadar.”

“Baguuuus!” Pak Bejo memasukkan batang zakarnya ke celana, bangkit dari kursinya dan berjalan menghampiri Kribo, ia menepuk bahu anak buahnya itu dengan bangga, “gadis itu komoditi bagus yang bisa dijual kemana saja, jangan biarkan ia sakit, pingsan berlebihan apalagi mati. Layani dia dengan layak setelah ini, aku tidak ingin punya budak seks yang kurus kering karena kelaparan dan kedinginan. Aku ingin dia tetap seksi dan montok.”

“Siap, Bos.”

“Tapi saat ini kontolku juga sudah tidak tahan ingin masuk lagi ke memek sempit lonte sialan itu.”

Kribo tertawa, “silahkan saja dipakai, bos. Kami semua sudah mencicipi.”

“Ya… ya… kamu kembalilah dahulu ke gudang, nanti aku susul.”

“Siap, Bos.”

Saat kakinya hendak melangkah keluar, Kribo jadi teringat sesuatu.

“Si Udin kemana, Bos? Kok tidak kelihatan?”

“Mana aku tahu?! Dia tidak menyusul kalian?

“Tidak Bos, dia tidak kelihatan sejak awal.”

“Ah, paling-paling dia ke WC. Dia kan pecundang, takut lihat ceweknya kalian perkosa habis-habisan. Sudah, nanti juga dia datang lagi minta jatah. Kamu balik saja ke gudang.”

“Siap, Bos.”

Kribo pun melangkah keluar, namun ia beristirahat sebentar di luar gudang. Preman sadis itu sempat menghabiskan sebatang rokok sebelum kembali ke dalam. Semua kawannya duduk bermalas-malasan di dalam, beberapa sudah mulai memakai baju, yang lain sedang membersihkan kemaluan mereka menggunakan pakaian yang diambil dari tas milik Anissa. Beha dan celana dalam menjadi kain pembersih favorit mereka.

Hampir semua orang yang ada di situ menatap ke arah si cantik yang tak berdaya. Tubuhnya yang sudah carut marut karena diperlakukan dengan kejam masih terikat di kursi, pantatnya masih tersumbat dildo yang terus menerus bergerak karena baterainya tidak dimatikan dan cairan cinta yang bercampur melekat hampir di semua bagian tubuhnya. Entah darimana dildo itu berasal, Kribo tak tahu – tahu-tahu ada saja. Melihat kondisi sang gadis, preman itu sedikit merasa iba melihat seorang wanita bisa diturunkan derajatnya seperti ini.

Suara erangan yang keluar dari mulut Anissa mengingatkan Kribo sewaktu mereka menggilir mulut mungil Anis dan menyemprotkan air maninya ke wajah si cantik itu. Kini hampir seluruh wajah Anissa tertutup oleh masker mani yang belepotan. Dia hampir tak bisa dikenali. Satu desahan pelan dan lembut keluar dari mulutnya, sedikit terdengar seperti menggelembung karena masih adanya mani yang tersimpan di mulut. Bibir kemaluan Anis kini berwarna merah terang, terbuka dan membengkak dengan cairan cinta meleleh dari semua bagian dan menetes hingga lantai.

Kribo berjalan mendekat dan memegang rantai anjing yang mengikat leher Anissa. Wajah gadis itu sudah tidak karuan lagi, penuh air mani dan terlihat pucat tanpa nyawa. “Kamu kelihatan cantik, sayang. Beginilah seharusnya seorang lonte terlihat.”

“Demen bange lihat seorang lonte diperlakukan seperti ini,” kata Pak Bejo saat ia melangkah masuk ke ruangan, ia melepas celananya, meletakkannya di sebuah meja dan berjalan menuju Anis yang wajahnya berantakan. Kribo menarik rambut Anis agar si cantik itu menengadah melihat Pak Bejo.

“Sepertinya seseorang baru saja main kuda-kudaan sampai puas,” goda Pak Bejo tanpa perasaan, “kamu malah sekarang kelihatan kayak babi yang baru saja mainan lumpur, anak manis. Kotor banget!”

Anissa tak bergeming, ia memang sudah tak mau dan tak bisa lagi melawan. Ia sudah tidak peduli apa kata dan perbuatan mereka.

“Kalau saja dulu kamu bisa lihat apa jadinya kamu yang sekarang ya, manis?” gelak Pak Bejo. “Itu akibatnya kalau kamu berusaha lari dariku. Kamu hanya akan menjadi lonte murahan yang diperkosa beramai-ramai oleh orang-orang rendahan seperti anak buahku. Kamu jadi sesosok tubuh tanpa jiwa yang hanya tahu gimana itu ngewe dan buka kaki lebar-lebar buat jalan masuk kontol!”

Sembari mengoleskan sejumlah besar air mani yang ditumpahkan ke wajah Anissa dengan kemaluannya sendiri, Pak Bejo menggoda gadis muda yang malang itu, “kamu ini kalau makan sering belepotan. Biar aku bantu.”

Jabrik, Badu dan Kribo semuanya maju untuk melihat.

Tanpa merasa jijik, dengan menggunakan penisnya yang mengeras seperti kayu layaknya sebuah sekop, Pak Bejo mengumpulkan air mani yang ada di wajah Anissa dan melesakkannya masuk ke dalam mulut mungilnya yang terbuka lebar. Tegukan demi tegukan terdengar saat Anis menelan semua pejuh yang masuk ke mulutnya. Terakhir sekali sembari memegang kepala Anissa, Pak Bejo melesakkan penisnya ke dalam mulutnya.

Tanpa mempedulikan bagaimana kondisi Anissa, Pak Bejo berpikir dengan santai, seperti orang yang tanpa dosa. Lihat saja saat ini, seorang wanita yang teramat molek dan seksi ada dalam kuasanya, dia bisa melakukan apa saja dengan gadis ini, termasuk mengisi mulutnya dengan penisnya yang gemuk tanpa perlawanan sama sekali.

Untuk beberapa lama, Pak Bejo memperkosa mulut Anissa sampai ia mencapai puncak kenikmatan. “Buka matamu lebar-lebar, anak manis. Aku ingin melihat matamu yang indah saat aku mengucurkan pejuhku.”

Anissa membuka matanya perlahan, namun susah sekali karena dia sangat lemah. Anis hanya bisa membuka sebelah matanya.

“Ini dia!!” raung Pak Bejo sekuat tenaga. Tubuhnya bergetar saat ia merasakan sendiri luncuran cairan mani melesat dari dalam tubuhnya ke dalam mulut si cantik itu. Sekali lagi, cairan cinta meleleh dari pinggir bibir Anissa, menetes hingga turun hingga ke dagunya.

Anissa ambruk dengan lemah karena kelelahan.

“Kita akan bersama selamanya, lonteku yang cantik. Aku akan menggunakan memekmu setiap malam tanpa henti, aku akan membawa serta teman-temanku biar mereka juga bisa memakai semua lubangmu. Intinya, apapun yang aku minta, kamu akan lakukan dengan sepenuh hati.” Kata Pak Bejo yang menginginkan agar Anissa menjadi budak seksnya.

Dengan kondisinya yang sudah seperti ini, apa gunanya melawan dan menolak? Anissa sudah terlampau lemah.

“Anak manis, aku ingin mendengar kau mengulang kata-kata yang tempo hari kau ucapkan saat kita bercinta…” bisik Pak Bejo di telinga Anissa sambil mengarahkan hapenya ke wajah mereka berdua. “…dan jangan lupa tersenyum saat mengatakannya.”

Anissa yang sudah tak berdaya berusaha untuk membuka mata tapi susah sekali. ia hanya bisa berkata pelan, “A-aku mencintaimu, Pak Bejo.”

Bejo Suharso, preman dan pemerkosa itu tertawa terbahak-bahak diikuti oleh kawanannya. Tingkah laku mereka mirip serigala yang meraung bersamaan di bawah cahaya bulan penuh yang menerangi langit malam.

Pak Bejo yang keji puas.

Ya, dia puas!

Dia sangat puas!





.::..::..::..::.





Seperti hari-hari biasa, suasana perpustakaan kampus X sangat tenang siang itu. Sebagian mahasiswa yang berada di sana sibuk mencari bahan untuk kuliah atau skripsi. Satu diantaranya adalah seorang gadis cantik berambut panjang yang diikat ekor kuda. Kulitnya yang putih dan wajahnya yang berbinar membuat gadis ini gampang dikenali dari kejauhan, apalagi dia lumayan populer di Instagram sehingga dengan follower yang teramat banyak sehingga sering malang melintang di timeline. Beberapa pemuda sengaja masuk ke perpustakaan hanya untuk duduk di dekat si cantik ini.

Namun wajah itu kini begitu serius, selain mencoba menyalin beberapa bagian keterangan dari buku yang ia baca, ia juga nampak sangat sedih. Satu pikiran menggelayut di benaknya dan terus menganggu tak mengijinkannya berkonsentrasi. Gadis yang sedang membaca itu bernama Aprilia Ussy Indriani, panggilannya Ussy, sahabat Anissa.

Sebagai seorang sahabat, Ussy benar-benar khawatir dengan keberadaan Anis yang hingga kini masih belum diketahui ada di mana. Anis nampak begitu berbeda dan aneh akhir-akhir ini sehingga beribu pikiran buruk membuat Ussy gelisah. Terlebih lagi ketika terakhir kali mereka bertemu, Anis juga tidak pernah lagi pulang bersama Dodit sang tunangan. Apa gerangan yang membuat Anis menjadi seperti ini? Rahasia besar apa yang ia sembunyikan?

Ussy mendesahkan nafas yang amat panjang, dia tidak bisa berbuat apa-apa lagi kecuali berharap ada yang menolongnya dengan memberitahukan keberadaan Anis. Keluarga Anis sudah menghubungi pihak yang berwenang sehingga mereka semua hanya bisa berharap. Ada di mana sebenarnya Anissa?

Saat Ussy menghela nafas untuk yang kedua kalinya, tiba-tiba pintu perpustakaan terbuka lebar dengan kerasnya, mengagetkan semua orang yang ada di dalam. Petugas perpustakaan pun bangkit dari duduknya dan menghardik marah, “siapa itu yang masuk ribut-ribut? Ini perpustaka…”

Belum selesai kata-kata sang petugas perpustakaan, sesosok tubuh lunglai berlari ke arah Ussy. Semua yang di dalam makin kaget karena mereka mengenal sosok yang sangat kumuh, kotor, berdebu dan berkeringat deras ini, bukankah ini Udin?

“Cepat… cepat… kita… harus… menolong… menolong… Anis… cepat…” kata Udin dengan suara patah-patah pada Ussy.

Suasana di sana langsung gempar. Banyak orang yang mengenali Udin dan Ussy mendekat untuk mencari tahu, mereka bertanya-tanya apakah yang sedang terjadi? Kenapa Udin masuk ke perpustakaan dengan cara seperti ini?

“Apa maksud kamu, Din?”

Ussy mengernyitkan dahinya sembari menutup buku yang ia baca. Detak jantung Ussy berdebar dengan kencang. Penampilan Udin kacau balau dan berantakan. Dia juga sangat bau seperti sudah beberapa hari tidak mandi namun justru itu yang membuat Ussy penasaran, dia tahu pasti Anis sudah beberapa hari ini menghilang - kalau memang Udin tahu sesuatu tentang itu…

“Anis… dia… Anissa… dia… dia… aku tahu dimana dia…” mulut Udin yang masih megap-megap mencoba mengeluarkan kata yang dia inginkan walaupun seluruh kalimat seperti tercekat di dalam tenggorokannya, terasa berat sekali rasanya berucap. Betapa Udin seperti ingin membatukkan apa yang ada di dada, menumpahkan semua kata. Dia orang jahat, dia orang busuk, dia telah membuat Anis menderita, tapi dia tidak akan membiarkannya lama-lama, dia harus menyelamatkan gadis yang sangat ia cintai itu… “cepat… cepat… selamatkan Anis…”

Udin ambruk dengan lemas ke lantai, mengagetkan Ussy yang langsung menjerit, mengagetkan semua orang yang ada di sana.

“Udin? Kamu kenapa, Din? UDIN?!! UDIIIN!??? Tolooong! Toloooong!!”

Suara panik Ussy menggema di perpustakaan itu.





.::..::..::..::.





Anissa semakin tenggelam dalam khayal yang dalam, daya pikirnya mulai kabur, tubuhnya sudah tak bisa dikendalikan lagi. Ia bisa merasakan detak jantungnya sendiri melemah dan tarikan nafasnya kian tipis. Ia bahkan tak mampu lagi mengeluarkan suara selain erangan, ia sudah benar-benar tidak kuat lagi bertahan.

Mungkinkah sebentar lagi ia akan mati?

Mungkin lebih baik begitu, daripada hidup dengan semua noda yang tersemat pada dirinya.

Tubuhnya yang lemah terbaring tanpa daya di tikar, sementara kelompok preman Pak Bejo beristirahat di sekeliling Anissa, menunggu kembalinya nafsu mereka untuk meneruskan pemerkosaan terhadap gadis malang itu. Mereka duduk dan bercanda sambil bermain kartu, minuman keras dan makanan kecil ditebarkan begitu saja di sekitar gudang.

“Kalian sudah capek? Aku ngewe lagi, ya? Gadis satu itu memang cantik, cuma istirahat sebentar sudah bisa bikin naik lagi.” Pak Bejo tertawa melihat penisnya kembali menegang hanya dengan melihat Anissa yang telanjang terbaring tanpa daya, kawan-kawannya pun tertawa dan mempersilahkan pria tua itu menikmati kembali nikmat liang cinta Anissa.

Pria tambun berwajah buruk itu berdiri dan melangkah menuju si gadis malang. Baru tiga langkah ia berjalan, tiba-tiba pintu depan dibuka dan cahaya terang lampu senter menyorot wajahnya! Siapa yang membuka pintu? Sejak kapan pintu itu tidak dikunci?

“Hei! Siapa nih main-main?” teriak Pak Bejo marah. “Tutup lagi, monyet!”

Sambil mengejapkan mata, Pak Bejo mencoba melihat siapa yang dengan kurang ajar menyorotkan lampu senter ke arahnya. Pria tua itu makin jengkel karena orang itu hanya berdiri saja di pintu tanpa menjawab, dari sosoknya, orang itu adalah seorang lelaki bertubuh kurus. Lampu senter yang disorotkan pria itu akhirnya dimatikan dan Pak Bejo bisa melihat siapa sebenarnya yang telah datang.

Preman tua itupun terbelalak melihat siapa yang baru saja datang!

Ia tak percaya ini! Bagaimana mungkin?!!

Pak Bejo pucat pasi. Wajah itu… adalah…

…Paidi!!

Wasuuuuu! Berani-beraninya kowe muncul di sini!” maki Pak Bejo marah, ia berbalik meninggalkan Anissa, mengambil sebatang kayu yang ada di lantai dan membawanya untuk menghadapi Paidi.

Pria tua bejat itu tidak tahu bagaimana Paidi bisa menemukan tempat ini ataupun bagaimana orang itu bisa datang di saat yang tidak tepat, tapi dia berniat mengakhiri kesombongan sang mantan napi itu sekali untuk selamanya! Pria gemuk itu berkacak pinggang menantang Paidi. Bisa apa si kurus kering ini di hadapan Kribo, Yono, Wewengko dan yang lain?! Mereka akan mengeroyoknya sampai mampus! Biar tahu rasa dia!

Penuh kegeraman, Pak Bejo mengancam. “Malah justru bagus kalau kamu datang! Kami akan beri pelajaran supaya tidak lagi jadi duri dalam daging!”

Badu, Jabrik dan Kribo yang tempo hari dihajar Paidi berdiri di belakang Pak Bejo dengan wajah penuh amarah, mereka juga punya dendam yang harus dibayar lunas!

Paidi tersenyum sinis, wajahnya tenang dan ia tak mundur selangkah pun menghadapi Pak Bejo dan preman-premannya. Ia membuka pintu lebih lebar dan berjalan masuk ke dalam dengan jumawa. Di belakang sang pria kurus, muncul deretan pria-pria kekar yang berwajah garang, jauh lebih garang dari Pak Bejo dan kawanannya!

Satu orang masuk, dua, tiga, empat orang, lima, enam… berapa sebenarnya jumlah mereka? Susul menyusul orang berwajah kekar masuk ke gudang dan menatap marah kawanan Pak Bejo!

Ketika orang terakhir masuk, Pak Bejo akhirnya sadar jumlah lawan mereka lebih dari dua puluh orang dan tidak ada yang menatap ramah. Dari ukuran tubuh, kawanan yang dibawa Paidi jauh lebih besar dan kekar dibanding kawanan Pak Bejo.

Kawanan preman anak buah Pak Bejo yang sebagian masih telanjang buru-buru memakai celana dan menatap gentar menghadapi rombongan orang berwajah garang yang baru saja datang. Mereka mundur teratur, apa-apaan ini? Siapa mereka? Siapa yang diajak Paidi datang ke sini?

“Perkenalkan, ini kawan-kawanku saat masih di penjara dulu, Pak Bejo.” Kata Paidi tanpa ekspresi. “Kami ke sini dengan sopan untuk mengambil kembali Anissa. Kami tidak membutuhkan persetujuan atau apapun darimu, dan akan mengembalikan gadis itu pada keluarganya.”

Pak Bejo hendak membuka mulut, tapi Paidi sudah mengangkat jari telunjuknya ke atas.

“Oh dan satu lagi. Kami tidak akan mengampuni kalian setelah apa yang kalian lakukan terhadap neng Anissa, itu sudah pasti. Kalian tuntas malam ini.”

Walaupun mendengar namanya disebut, Anissa hanya mengerang tak berdaya saat melihat kedatangan Paidi, ia sudah terlalu lemah untuk mengetahui apa yang terjadi. Ia juga hanya bisa mengerang saat teman-teman Paidi menyerang Pak Bejo sambil mengeluarkan suara nyaring yang nyaris memekakkan telinga. Tak lama kemudian terdengar suara gaduh disusul jeritan kesakitan yang menyayat. Kaki dan tangan yang patah, darah para pemerkosa berceceran kemana-mana. Entah kenapa, suara teriakan minta ampun dari Pak Bejo, Kemal, Yono, Wewengko dan yang lain terdengar menyenangkan bagi gadis itu.

Paidi mendekati Anissa, melepaskannya dari ikatan dan memberikan jaketnya untuk menutup tubuh telanjang gadis itu.

“Semua sudah aman. Tenang saja, kami datang untuk menyelamatkanmu.” Dengan menggunakan kain handuk kecil, Paidi membersihkan wajah Anissa agar ia bisa lebih mudah bernafas. “Mas Dodit, Bu Alya dan yang lain ada di depan menunggu kita.”

Anissa hanya bisa mengeluarkan erangan pelan dan meneteskan air mata kembali.

Kembali Paidi berbisik, “Semua sudah aman sekarang.”

Anissa memejamkan mata dan tersenyum.





.::..::..::..::.





Paidi dan Dodit membawa Anissa meninggalkan gudang dan meletakkannya di ruang tengah rumah sebelah gudang, mereka mengistirahatkan gadis malang itu di sebuah sofa panjang. Alya, Lidya dan Ussy langsung menangis melihat kondisi Anissa yang mengenaskan. Mata Anis terbuka tapi pandangannya jauh seperti tak sadarkan diri, nafasnya satu dua dan dari mulutnya hanya keluar erangan yang tak jelas.

Ussy mengeluarkan tissue dan langsung membersihkan bagian tubuh sahabat karibnya yang kotor dan basah. Alya dan Lidya ikut membantu. Tangan Anissa terkulai lemas, wajahnya sayu dengan cairan mani berlumuran di sekujur tubuhnya. Dodit terus menerus menciumi dahi Anis yang telah bersih dan mendekapnya hangat. Ia juga terus berusaha mengajak bicara tunangannya itu tapi Anissa tak menjawab sepatah katapun.

Paidi membungkuk untuk memeriksa Anis, ia memeriksa mata, detak jantung dan luka-luka yang mungkin diderita tunangan Dodit itu.

“Bagaimana dia?” tanya Dodit.

“Keadaan Neng Anissa cukup parah, kita harus membawanya ke rumah sakit, segera.” Jawab Paidi saat melihat kondisi Anissa yang menyedihkan, “kawanan preman itu memperkosanya tanpa ampun. Seandainya kita terlambat datang, mungkin saja ia bisa mati.”

“Pak Bejo memang bajingan!” maki Lidya marah.

Alya segera mengeluarkan kunci mobilnya, “Ini pakai mobilku saja. Akan terlalu lama kalau menunggu mobil ambulance datang, apalagi rumah sakit tidak jauh kalau kamu ngebut. Kami akan baik-baik saja karena orang-orang sialan itu sudah tidak berdaya, apalagi polisi sebentar lagi juga datang. Mas Paidi tolong antar Dodit, Ussy dan Anis ke rumah sakit.”

“Baik, Bu. Saya akan jemput Bu Alya dan Bu Lidya setelah menurunkan Neng Anissa.” Jawab Paidi.

Sambil menunggu Anissa diberi pakaian layak seadanya dan dipersiapkan menuju rumah sakit, Paidi berlari menghampiri kawan-kawannya yang masih duduk menjaga kawanan Pak Bejo. Semua kawanan Pak Bejo sudah tak berdaya, mengerang kesakitan karena dikeroyok. Mereka terkulai di lantai dengan wajah babak belur bahkan ada yang patah tulang.

“Aku tidak bisa berjaga berlama-lama, harus mengantarkan Neng Anissa ke rumah sakit. Kalau boleh minta bantuan sekali lagi, aku harap kalian bersedia jaga di sini sampai nanti polisi datang, pastikan tidak ada satu bajingan pun yang lolos.” Kata Paidi.

“Jangan khawatir. Kamu jaga diri. Begitu polisi datang, kami pergi.” Seorang pria berkulit gelap, berwajah burik dan berusia sekitar empatpuluh tahun menjawab.

“Terima kasih Mas Wakidi dan yang lain… terima kasih banyak atas bantuan kalian,” kata Paidi. Kawan-kawan Paidi menepuk pundaknya seakan berterima kasih, selama ini, Paidi selalu membantu mereka tanpa pamrih, ini saatnya bagi mereka untuk membalas jasa.

“Kapan saja butuh bantuan, hubungi kami lagi.” kata orang yang bernama Wakidi. Ketika Paidi hendak beranjak pergi, Wakidi yang kikuk menahan sebentar. “Anu… tapi… aku sebenarnya mau sekalian pamit. Teman-teman yang lain mungkin bisa membantu menjaga orang-orang sialan ini untuk beberapa saat ke depan, tapi kami berenam harus segera pergi karena.. kamu tahu sendiri status kami masih pelarian. Kami tidak bisa bertemu polisi.”

“Kemana kalian akan pergi?” tanya Paidi lagi sambil melihat lima orang yang berdiri gelisah di belakang Wakidi karena takut polisi akan segera datang. Dia tidak begitu mengenal mereka sebaik Wakidi. Kalau tidak salah nama mereka Rustam, Asep, Bagong… dan ia tidak kenal yang lain.

“Entahlah, kami berpikir akan pergi ke pantai dan pergi ke pulau lain.”

Paidi mencabut dompetnya dan menarik secarik kertas bertuliskan nama dan alamat seseorang. “Ini alamat temanku, dia tinggal di pantai dan sudah berjanji akan memberikan kapal gratis untuk aku seandainya aku minta, dulu aku pernah membantunya hingga dia bisa bebas dari penjara. Kalian bisa kesana dan mengambil kapal yang dia janjikan itu.”

Wakidi mengambil kertas itu dan mengangguk-angguk sambil mengucapkan terima kasih, matanya berkaca-kaca. “aku tidak tahu apa yang bisa kami beri…”

“Sudah, yang penting kalian semua selamat. Berhati-hatilah, semoga kalian mendapatkan yang terbaik. Jangan lagi berbuat jahat.” Kata Paidi sambil berlari. Ia menengok ke belakang dan tersenyum pada Wakidi, “cuaca laut sedang buruk, hati-hati.”

Wakidi mengangguk dan tersenyum.

Dodit dan Paidi segera bergegas membopong Anissa yang sangat lemah ke mobil diikuti oleh Ussy yang datang membantu. Alya dan Lidya hanya bisa melihat dengan pandangan iba, kedua kakak beradik itu berpelukan. Air mata tak berhenti menetes dari pelupuk mata mereka. Kasihan sekali nasib Anissa. Alya tak mengira Pak Bejo bisa sekejam ini.

Seperempat jam setelah mobil Alya pergi membawa Anis meninggalkan gudang tua, beberapa mobil polisi datang.





.::..::..::..::.





Raungan sirene polisi mengaung tanpa henti. Masyarakat sekitar yang penasaran apa yang terjadi bergerombol di sekitar gudang tua tempat Pak Bejo menyekap Anissa. Tanpa tahu permasalahan, satu dua orang warga nekad maju untuk sekedar memukul satu persatu anggota gang preman yang sedang digiring masuk ke dalam truk untuk dibawa ke kantor polisi.

Pak Bejo, Jabrik, Badu, Yono, Kemal dan Wewengko semua tertangkap. Hanya Kribo yang tak terlihat, entah dimana dia berada. Sepertinya dia berhasil meloloskan diri.

Polisi sebenarnya datang terlambat karena anak buah Pak Bejo semua sudah babak belur setelah dihajar teman-teman Paidi. Saat sirene polisi datang, teman-teman Paidi lari dan berpencar karena ada sebagian dari mereka yang hanya bebas bersyarat, kalau sampai tertangkap tangan sedang main hakim sendiri, mereka bisa masuk bui kembali. Saat kawanan Pak Bejo ditangkap polisi, hanya ada sekitar empat belas orang tersisa.

Pak Bejo digiring terakhir, walaupun sudah tertangkap dan diborgol, sifat arogannya masih terlihat dengan senyum sinis yang tak pernah hilang dari wajahnya.

Dengan darah yang mengucur dari pelipis dan mata yang sembap, orang tua bejat itu kesulitan menggunakan indera penglihatan, Pak Bejo memicingkan mata untuk melihat dua sosok yang sudah sangat ia kenal.

Sang durjana bejat bertatapan mata dengan Alya dan Lidya yang melihat kearahnya dengan raut wajah emosional, marah dan jijik. Pria tua yang tangannya sudah diborgol itu malah tertawa. Meskpun sedang digiring oleh beberapa orang polisi, Pak Bejo masih sempat mendekati Alya dan Lidya, para polisi itu langsung mengencangkan pegangan mereka.

“Ini belum berakhir. Semua belum berakhir. Lihat saja nanti! Aku pasti kembali!” tawanya yang serak terdengar parau dan tidak nyaman didengarkan. “Kamu akan melayaniku lagi dengan penuh kepatuhan... karena memekmu yang legit itu tak akan bisa lagi dipuaskan oleh kontol lain selain kontolku.” kata Pak Bejo pada Alya, ia melirik ke arah Lidya, “...dan kamu...”

Belum sempat ia mengucapkan sepatah kata, tamparan Alya sudah datang.

Plaaaaakkk!

Alya menggelengkan kepala. “Tidak. Semua sudah berakhir. Kamu akan membusuk di penjara, bajingan jahanam! Jangan pernah mengancam adikku dan keluargaku yang lain! Karena kalau kamu keluar nanti – akan kupastikan kamu langsung dikebiri, bajingan!”

Pak Bejo tertawa terbahak-bahak.

Pak Bejo menundukkan kepala ketika dia digiring ke mobil polisi, beberapa orang yang berkumpul di tempat itu memaki-makinya, beberapa bahkan sempat melayangkan pukulan ke arah kepala dan tubuh Pak Bejo. Wajahnya juga masih berbilur-biru karena sempat dihajar Paidi tadi.

Di kejauhan, dua sosok manusia sama-sama mengepulkan asap rokoknya dengan tenang. Mereka tahu apa yang terjadi dan mereka sebelumnya juga sudah memperingatkan Pak Bejo. Kalau ada apa-apa yang terjadi sekarang, itu jelas di luar tanggung jawab mereka. Mereka juga tidak takut akan diseret oleh Pak Bejo ke pengadilan karena keduanya sudah menyiapkan alibi yang sangat kuat dengan bantuan teman-teman mereka. Kalau Pak Bejo jatuh, maka dia harus jatuh sendiri. Itu resiko yang sudah dia ambil karena tidak mengikuti anjuran mereka.

Dua orang itu adalah Imron dan Pak Kobar.

“Kita pergi sekarang?” tanya Pak Kobar.

Imron melepas rokok yang ia hisap, dilempar ke tanah dan menginjaknya pelan. Pria buruk muka itu mengangguk dan tersenyum lebar pada Pak Kobar. Dia sudah punya rencana baru untuk membuat kampus menjadi mimpi buruk bagi seorang dosen cantik. “Pak Kobar kenal Bu….”

Percakapan mereka tak terdengar lagi begitu mereka berbalik dan berjalan menuju kegelapan. Setelah beberapa saat hanya siulan Imron yang terdengar lamat-lamat.

Keduanya hilang ditelan malam tanpa seorangpun melihat keberadaan mereka.





.::..::..::..::.





.: BEBERAPA MINGGU KEMUDIAN :.



Dina menguap sambil meletakkan novel yang baru ia baca di atas meja di samping kursi santainya, capek sekali rasanya beberapa hari ini. Apa sebaiknya tidur saja? Besok ada janji dengan seorang klien penting yang harus ia dapatkan kontraknya sehingga ia harus bangun pagi-pagi sekali agar tidak terkena macet di jalan.

Si cantik itu melirik ke jam dinding.

Mungkin memang lebih baik tidur saja sekarang, apalagi suami dan anak-anak juga sudah terlelap jauh lebih awal dan para pembantu sudah kembali ke kamar masing-masing.

Sebelum beranjak untuk mematikan lampu, mata Dina menatap layar televisi yang belum ia matikan, saluran berita sedang menayangkan sebuah kasus kriminal. Dina berhenti sebentar untuk menyaksikannya.

“Hari ini, seorang dosen ternama dari Fakultas X Jurusan X Universitas X, sebut saja namanya Dn (xx tahun) ditemukan tewas dirumahnya di kawasan X, pria setengah baya ini diduga keras meninggal dunia karena bunuh diri karena tidak nampak adanya tanda-tanda penganiayaan dan meninggal dengan cara gantung diri. Saat ini polisi masih terus melakukan olah TKP untuk mendapatkan keterangan yang lebih lengkap.

Almarhum meninggalkan seorang istri dan dua orang anak yang masih bersekolah yang pada saat kejadian sedang tidak berada di rumah karena berlibur di Bali. Selain surat wasiat, Dn juga meninggalkan sepucuk surat pendek yang berisi permohonan maaf karena telah menyakiti perasaan sang istri dan mengaku tidak sanggup menahan beban dan dosa lebih lama lagi.

Berdasarkan penelusuran ke pihak akademik, almarhum diduga keras terkait dengan skandal joki tes masuk Universitas X yang akhir-akhir ini merebak di media massa dan merugikan para korban hingga ratusan juta rupiah. Pihak universitas konon sudah melayangkan surat resmi pemanggilan pertanggungjawaban sekaligus pemecatan kepada almarhum namun sebelum sidang dimulai, Dn sudah melakukan bunuh diri, hal ini makin menguatkan…”

Dina menggelengkan kepala. Aneh-aneh saja sekarang ini, dosen terkenal kok jadi joki, eeh begitu dipanggil untuk pertanggungjawaban malah bunuh diri. Bukankah itu sama saja mengakui perbuatannya? Lagipula seorang akademisi yang terhormat kok mau-maunya dia jadi joki yang paling-paling tidak seberapa besar dapat persennya? Udah gitu bunuh diri pula, benar-benar pengecut yang tidak bertanggungjawab.

“Mama Dina sudah makan?”

Terdengar kata-kata lembut dari pintu yang terbuka. Dina tersenyum melihat Dudung membawakan roti tawar yang dioles dengan selai nanas yang berantakan dan segelas susu dingin. Dia pikir tadi suaminya sudah tidur, Dina pun segera mematikan televisi.

“Belum. Mau makan sama-sama?” Dina berbohong, dia tadi sebenarnya sudah makan malam, tapi ia tidak tega menyaksikan Dudung memberinya perhatian berlebih dengan membuatkan roti dan membawakan susu. Dengan gerakan elegan Dina melangkah ke arah Dudung dan mencium bibirnya dengan lembut.

“Kita makan sama-sama yuk.”

Dina menggandeng Dudung yang tersenyum untuk duduk di meja. Dina tak peduli lagi seberapa larut malam ini.

Mereka berdua makan bersama.

Mereka berdua tertawa bersama.





BAGIAN 11-D SELESAI.
BERSAMBUNG KE BAGIAN 12



Part 11-A, B, C and D including cameos from characters created by the legendary Mr. Shusaku.

Notes: Ada sebagian besar adegan dari versi asli yang sengaja saya potong dalam versi Remastered ini. Alasannya karena setelah mempertimbangkan banyak hal – pertama untuk memangkas jumlah kata dalam satu post, kedua karena adegan-adegan tersebut rasanya terlalu gore dan sangat menyesakkan bagi sebagian besar pembaca. Jadi bisa dibilang versi ini adalah versi tunedown alias versi yang jauh lebih lembut dari yang asli. Versi lembut pun rasanya masih agak menyesakkan. Tapi kalo sampeyan mau versi asli yang bikin muntah, maybe next time ada semacam Director’s cut. Hehehe, ga janji juga sih.
 
Keren suhu, akhirnya yang ditunggu, epic comeback ini namanya hehe
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd