Hai sobat-sobat semua....!
Salam hormat buat admin, super moderator, moderatot, guru besar, suhu, master dan reader yang ane hormati.
Ijinkan ane memposting cerita ini sebagai partisipasi ane untuk meramaikan even LKTCP 2018. Semoga even LKTCP2018 tahun ini semakin ramai dan semarak.
Cerita ini hanyalah fiktif. Baik nama, tempat maupun kejadiannya. Jika ada kesamaan dari cerita ini di kehidupan nyata, itu hanya kebetulan semata.
Semoga terhibur, selamat membaca...!!!
========================================================
Palembang, 30 April 1995
Rumah panggung terbuat dari kayu berlantai dua terdapat sebuah keluarga yang terdiri dari; Bapak, Ibu dan seorang anak laki-laki berusia 8 tahun.
Jam 01.00 wib...
Anak laki-laki itu terbangun dari tidurnya karena ingin buang air besar. Ia bergegas turun dari ranjangnya, turun ke lantai bawah menuju kamar mandi satu-satunya di rumah itu yang berdampingan dengan kamar orang tuanya. Langsung saja, ia memasuki kamar mandi itu karena sudah tidak kuat menahannya.
Namun, dari arah kamar orang tuanya terdengar suara-suara aneh seperti suara orang yang sedang mendesah.
Setelah ia selesai menuntaskan hajatnya, dengan rasa penasaran anak laki-laki itu pun berusaha mengetahui apa yang terjadi di dalam kamar orang tuanya.
Setelah mencari-cari lubang untuk mengintip, akhirnya ia menemukannya. Dan lubang itu tepat mengarah langsung ke arah ranjang orang tuanya.
Dengan mata terbelalak, anak laki-laki itu shock saat ia melihat seorang laki-laki yang ia kenal dengan nama Om Farid yang merupakan adik kandung dari ayahnya sudah dalam keadaan bugil, begitu pun dengan ibunya sudah telanjang bulat di atas ranjang. Mereka berdua berciuman dengan penuh nafsu.
Om Farid lalu membuka lebar paha ibunya, menggesek-gesekkan anunya pada lubang kencing ibunya yang sudah terlihat basah.
"Aaarrrggghhh...!!!" erang Om Farid dan ibunya berbarengan saat kedua kelamin mereka sudah bersatu dalam lubang kencing ibunya.
Menyaksikan pemandangan itu, seketika suara nafas anak laki-laki itu terdengar tidak beraturan dan wajahnya berubah menjadi merah, di bagian bawah alat kelamin anak laki-laki itu ikut tegang dan berdiri.
.
.
.
.
Sementara itu di waktu yang hampir bersamaan, seorang lelaki dewasa berusia 35 tahun memakai jaket kulit berwarna hitam baru saja turun dari taksi, ia sempat berdiri sejenak menghadap rumah itu dengan senyum bahagia. Sambil menenteng sebuah tas, ia pun mulai melangkah memasuki halaman rumah hingga sampai di depan pintu rumah itu.
"Pasti mereka sudah pada tidur." gumam lelaki itu setelah melihat jam di tangannya yang menunjukkan jam 1 dini hari.
Lalu ia merogoh saku jaketnya mengeluarkan kunci cadangan rumah itu.
Ceklek...
Setelah kunci itu terbuka, perlahan-lahan ia memutar handle pintu itu. Hingga akhirnya pintu itu terbuka.
Lelaki itu masuk ke dalam rumah dengan wajah bahagia membayangkan akan kembali bertemu dengan anak dan istri tercinta.
Namun, tiba-tiba...
Langkah kakinya terhenti ketika ia berada persis di depan pintu kamar. Tatkala ia mendengar suara desahan dari dalam kamar itu.
"Ohhh... Lemak nian, Rid." (Ohhh... Nikmat sekali, Rid) lenguhan wanita dari dalam kamar itu.
"Lemak mano, kontol aku? Apo kontol Mas Arman, Yun?" (Nikmat mana, kontol aku? Apa kontol Mas Arman, Yun) tanya laki-laki itu menggoda wanita yang saat ini sedang ia setubuhi dari dalam kamar.
"Jelaslah, lemak kontol kamu Rid. Buktinyo, aku ketagehan kontol kamu. Sampe bunting dan melahirke anak. Dia anak kito, Rid. Bukan dari benih Mas Arman. Mas Arman itu, bininyo cuma kapal bae. Aku ditinggalin berbulan-bulan dak dienjok nafkah batin samo dio. Ohhh...! Teruuus sodok yang kenceng memek aku, Rid!" (Jelaslah, Nikmat kontol kamu Rid. Buktinya, aku ketagihan kontolmu. Sampai hamil dan melahirkan anak. Dia anak kita, Bukan dari benih Mas Arman. Mas Arman itu, istrinya cuma kapal aja. Aku ditinggalin berbulan-bulan tidak dikasih nafkah batin sama dia. Ohhh...! Teruuus sodok yang kencang memek aku, Rid!) sahut wanita itu sambil ia merintih nikmat atas apa yang dilakukan oleh pasangannya.
Bak disambar petir di siang bolong, tatkala ia mendengarkan jawaban 'Yuni Hastini', istrinya dari dalam kamar itu.
Wanita yang dinikahinya 9 tahun yang lalu, adalah sosok wanita cantik. Memiliki sifat keibuan yang lemah lembut dan tutur katanya santun serta selalu patuh kepadanya.
Tapi ternyata, selama ini istri yang sangat dicintainya sudah berbuat serong hingga hamil dengan 'Farid Yuliansyah', adik kandungnya yang ia biayai sekolahnya hingga ke perguruan tinggi.
Lelaki itu terlihat sangat murka setelah mendengar perkataan mereka, dalam hatinya ia menghardik. Bangsat...! Kalian telah menghianati kepercayaanku. Tidak ada kata maaf untuk kalian berdua. Penghianatan mesti dibayar dengan kematian."
Dengan penuh kemarahan yang meluap-luap, ia melihat sebuah golok yang terpajang di dinding dan segera mengambil golok tersebut lalu berlari menuju kamar itu.
Brakkk...
Sebuah tendangan yang keras, membuat pintu kamar itu terbuka lebar hingga membuat kaget Yuni dan Farid yang masih dalam posisi bersetubuh kedua kelamin mereka masih bersatu.
"Maaas Arman...!!!" seru keduanya panik setelah menyadari siapa gerangan yang datang dan mendobrak pintu kamar itu.
Penis Farid yang tadinya berdiri perkasa saat menggagahi vagina kakak iparnya, seketika menciut lemas dan terlepas dengan sendirinya dari vagina Yuni.
Perasaan malu, takut dan menyesal tampak dari raut muka Farid. Seketika tubuhnya gemetar dan bergigik ngeri saat melihat sorot mata Arman, kakak kandungnya yang terlihat memancarkan aura untuk membunuh.
Sementara itu, Yuni dengan cepat menarik selimut untuk menutupi tubuhnya yang telanjang bulat.
"Bangsat, kalian berduo pantas mati."(Bangsat, kalian berdua pantas mati) teriak Arman lantang dan penuh amarah.
"Ampun Mas Arman. Ampuni Farid. Farid khilaf, Mas." ujarnya sambil menyembah kaki Arman yang memegang golok dengan penuh amarah.
Namun bukan dapat sebuah kata 'maaf' dari Arman, melainkan sebuah tendangan yang tepat menghantam kepalanya hingga membuat tubuh Farid tersungkur dan menghantam dinding kamar itu.
"Buuuggghhh..."
"Ampun, Mas Arman. Ampuni Yuni dan Farid. Hiks..." mohon Yuni sambil beranjak dari ranjang, bersujud di kaki suaminya dengan bercucuran air mata.
"Apa kau bilang? Ampun...! TIDAK!!! Kalian berdua telah menginjak-injak harga diriku. Kalian berdua akan kubunuh sekarang juga." sahut Arman dengan penuh emosi, ia langsung menendang kepala istrinya tanpa ada rasa belas kasihan sedikit pun. Hingga tubuh Yuni pun terlempar ke belakang dan kepalanya menghantam ranjang tempat mereka tadi melakukan hubungan terlarang.
Farid berusaha berdiri, darah keluar dari bibirnya yang pecah. Tapi belum juga ia bisa bernafas lega ia sudah diserang kembali oleh Arman dengan serangan golok yang membabi buta. Farid hanya bisa mengelak dan menghindar dari serangan golok yang bertubi-tubi diarahkan kepadanya oleh Arman yang sudah kalap.
Beberapa saat kemudian...
Ayunan golok dari tangan Arman tepat mengenai sasarannya.
"Craassshhh..."
"Aaarrrgghhh...!!!" erang Farid saat golok itu mengenai lehernya.
Golok yang tajam itu seketika membelah leher Farid sehingga membuat tubuh Farid terhuyung-huyung dan ambruk di lantai dengan darah yang memuncrat dari lehernya.
Tidak sampai di situ saja, saat tubuh Farid berkejat-kejat seperti ikan yang kekeringan air. Arman segera memegang leher Farid dan langsung menggoroknya.
"Craaassshhh..."
"TIDAAAAKKK...!!! Farid...!" teriak Yuni histeris memanggil nama adik iparnya yang sekaligus juga ayah dari anaknya.
Seketika Yuni pingsan karena tidak sanggup menyaksikan kejadian itu di depan matanya.
"Buugghhh..." Tubuh Farid ambruk ke lantai dengan kepala yang terpenggal.
Semua kejadian itu tak luput dari pandangan mata anak laki-laki itu. Ia menyaksikannya mulai dari persetubuhan Ibu dan Om-nya sampai pembunuhan sadis yang dilakukan oleh Arman yang dianggap ayahnya ternyata bukan ayah kandungnya.
Badannnya tampak bergetar hebat dengan lutut yang gemetaran dan mata terbelalak tatkala melihat ayahnya kemudian menggorok leher ibunya yang sedang pingsan.
Darah menggenangi seluruh ruangan kamar itu. Kemudian ayahnya meletakkan kepala Om Farid dan ibunya berdampingan di lantai kamar.
Potongan kepala Om Farid dengan mata melotot teronggok di lantai, di sebelah kanan kepala Om Farid adalah potongan kepala ibunya dengan mata yang tertutup rapat.
Pemandangan yang mengerikan adalah saat anak laki-laki itu melihat ke arah ranjang.
Di sana, ia menyaksikan kesadisan ayahnya memotong-motong tubuh bugil ibunya yang sudah terbujur kaku tanpa kepala. Kedua tangan ibunya ditebas hingga putus, lalu memutilasi kedua kakinya. Tidak sampai di situ saja, tubuh bagian atas ibunya. Dipotong-potong hingga menjadi beberapa potongan tubuh oleh ayahnya.
Tidak puas dengan memutilasi tubuh ibunya, ayahnya lalu mendekati tubuh Om Farid yang sudah tanpa kepala lalu juga memutilasinya menjadi beberapa potongan.
Setelah melakukan pembunuhan sadis itu, tampak ayahnya tertunduk lesu memegangi kedua lututnya sambil menangis tersedu-sedu.
Beberapa menit kemudian, ayahnya bangkit dan memasukkan potongan-potongan tubuh Om Farid dan ibunya ke dalam karung yang besar.
Anak itu menyaksikan semua kejadian sadis itu dengan wajah pucat pasi dan dengan keringat dingin. Hingga akhirnya, ia pingsan tak sanggup lagi untuk terus menyaksikan semua itu.
.
.
.
Matanya mulai terbuka, kesadarannya mulai pulih. Anak laki-laki itu celingak-celinguk memperhatikan sekitarnya. Ternyata ia kini sudah berada di sebuah pesawat terbang, duduk bersebelahan dengan ayahnya yang tertidur pulas.
20 tahun kemudian...
Palembang, 1 Juli 2015. Jam 08.00 wib...
Lokasi : Rumah Sakit Umum Palembang
Mulustrasi dr. Burhan
"Dokter... Dokter Burhan...!" seru seseorang dari arah pintu memanggilnya.
"Eh, iya. Ada apa Suster?" sahut dr. Burhan agak kaget.
"Dokter Retno mau bertemu." Suster Riana memberitahu. "Apa boleh disuruh masuk, dok?"
"Suruh masuk aja, Sus!" jawab dr. Burhan dengan senyum ramahnya.
Suster Riana mengangguk dan menutup pintu itu.
Nama dokter yang kini sedang duduk di meja kerjanya sambil menunggu kedatangan dr. Retno yang tadi diberitahukan oleh Suster Riana.
Tok... Tok... Tok...
"Masuk...!" seru dr. Burhan.
dr. Retno Harsiwi Ahmad, Sp.PD adalah salah satu dari lima orang dokter spesialis penyakit dalam yang bertugas di RSUP dr. M. Husen.
Dokter cantik itu kini sudah berdiri di ambang pintu dengan senyumannya lalu masuk menuju ke arah dr. Burhan sambil membawa map di tangannya.
"Silahkan duduk, dokter Retno!" ucap dr. Burhan ramah menyambut kedatangan dr. Retno.
"Terima kasih, dokter Burhan." sahut dr. Retno lalu duduk persis di hadapan dr. Burhan.
"Tumben pagi-pagi dokter Retno ke sini! Ada keperluaan apa, dok?" tanya dr Burhan memulai obrolan dengan santai.
"Begini dokter Burhan." dr. Retno menjelaskan tujuannya menemui dr. Burhan. "Pasien saya bernama Ny. Sulastri berusia 60 tahun, kemaren sudah menjalani serangkaian tes medisnya untuk operasi besok. Dan hasilnya, 'semuanya oke'. Ini saya bawakan data-data pasiennya, dok."
Dokter Retno menyerahkan map di tangannya pada dr. Burhan.
Dokter Burhan membaca sejenak hasil tes laboratorium pasien tersebut berikut juga foto rontgen pasien bernama Ny. Sulastri. Lalu ia bangkit sambil membawa foto rontgen itu dan meletakkannya di sebuah alat untuk melihat foto rontgen itu dengan jelas. Dari foto rontgen itu, terlihat sebuah benda berada di dalam ginjal.
"Hmmm... Untuk operasinya besok, bagaimana persiapannya dr. Retno?" tanya dr. Burhan. "Apakah semuanya sudah siap?"
"Saya sudah konfirmasi tadi dok, ke bagian operasi. Mereka bilang, 'peralatan dan ruang operasi sudah siap untuk operasi besok'." sahut dr. Retno memberitahu.
"Jika semuanya sudah OK. Saya siap melakukan operasinya besok." sahut dr. Burhan tegas.
"Makasih ya, dokter Burhan. Sampai ketemu besok di ruang operasi." ucap dr. Retno berdiri lalu menyalami dr. Burhan.
"Sama-sama, dokter Retno." sahut dr. Burhan menyambut tangan dr. Retno.
"Saya permisi dulu ya, dokter Burhan." pamit dr. Retno disertai senyuman tipisnya.
"Silahkan, dokter Retno! Oiya dok. Titip pesan buat suster Riana di depan suruh ke mari! " jawab dr. Burhan ramah.
Dokter Retno mengangguk lalu melangkah ke luar ruangan itu. Dokter Burhan kembali melanjutkan pekerjaannya, menunggu kehadiran suster Riana menanyakan apa ada pasien yang mau menemuinya.
Jam menunjukkan pukul 20.00 wib, jalanan di kota Palembang berangsur-angsur mulai berkurang kepadatannya.
Seseorang sedang mengendarai mobil Toyota Fortuner. Mobil itu melaju dengan kecepatan sedang di jalan Jenderal Sudirman.
Dari kaca spionnya, terlihat sebuah mobil Honda Jazz di belakangnya melaju dengan sedikit kencang dan berusaha menyalip mobilnya.
"Dari ciri-ciri dan warna mobilnya sepertinya itu mobil... Ya, benar tidak salah lagi." gumam lelaki yang saat ini sedang menyetir mobil Toyota Fortuner.
Mobil Honda Jazz yang tadinya berada di belakang mobilnya, kini sudah sejajar dengan mobilnya.
Lelaki yang mengendarai Toyota Fortuner itu menoleh ke samping kanan melihat siapa pengemudi mobil Honda Jazz itu.
Seketika ia terperanjat kaget saat melihat pengemudi mobil itu dan orang di sampingnya.
Namun karena mobil Honda Jazz itu melaju lebih cepat dari mobilnya, hingga mobil itu melewati mobil yang dikendarainya.
Plat nomor polisi di depannya itu, tampak jelas, BG 51 LVI.
Pengendara mobil Toyota Fortuner itu segera menginjak gas dengan keras membuat laju mobilnya menjadi kencang dari sebelumnya dan jarak mobil yang dikejarnya itu pun semakin dekat jaraknya. Namun pengendara mobil itu tidak mau mendahului mobil Honda Jazz di depannya, melainkan hanya membuntuti mobil itu.
Hingga akhirnya, mobil yang ia buntuti memasuki sebuah perumahan. "Perumahan Sukarame Permai", sebuah plang nama terlihat saat ia mau memasuki gerbang perumahan itu.
Mobil itu berhenti sejenak di depan pagar rumah di Blok J-07. Seorang lelaki muda, putih dan bertubuh atletis turun dari mobil membukakan pintu pagar rumah itu.
Mobil itu masuk ke dalam dan lelaki muda itu menutup kembali pagar yang sempat ia buka. Terdengar suara tawa canda saat wanita itu turun dari mobil menggandeng tangan lelaki muda itu masuk ke dalam rumah.
Orang itu mendengus kesal lalu ia menjalankan mobilnya pergi meninggalkan rumah itu dengan kecepatan tinggi menuju suatu tempat di pinggiran kota Palembang.
.
.
.
Lokasi : Perumahan Sukarame Permai Blok J-07
Dua orang berlainan jenis sudah berada di atas ranjang. Keduanya sudah dalam keadaan bugil. Lelaki muda itu menggoda lawan jenisnya dengan mencolek-colek payudara yang besar dan menggantung.
"Ih, kamu godain Tante aja. Kalau kamu mau, tinggal remas aja tetek Tante." ujarnya balas menggoda lelaki muda itu.
"Memangnya Tante Silvi mau diapain sama David?" goda lelaki muda itu kembali.
"Memek Tante pengen dimasukin kontol kamu, David sayang. Puasin Tante malam ini. Ih...! kamu godain Tante mulu dari tadi. Awas kamu ya...! Tante bikin kamu tidak bisa jalan."
"Hehehe... Siapa takut..?" jawab lelaki muda itu pede.
Wanita itu segera mendorong tubuh lelaki muda lalu ia berjongkok menghadap penis lelaki muda yang mulai bangun. Tangannya langsung menggenggam penis itu mengocoknya dari atas ke bawah membuat mata lelaki itu merem-melek menikmati halusnya kocokan tangan wanita itu.
"Aaakkhh...! Enak banget Tante. Sepongin kontol David dong, Tante." lenguhnya nikmat. Lelaki itu juga meminta wanita itu segera mengoral penisnya.
"Sluuurrpphh... Sluuurrpphh..." lidah wanita itu mulai bermain-main di kepala penis itu, terkadang sesekali memainkan lidahnya di atas lubang kencing lelaki itu.
.
.
.
Sementara di luar rumah itu, seseorang berpakain serba hitam dengan penutup kepala sedang mengendap-endap di halaman rumah itu.
Di punggungnya ada sebuah tas mirip ransel berwarna hitam. Ia mulai mengeluarkan sebuah kunci dari dalam tas ranselnya lalu mendekati pintu itu.
Ceklek..."
Perlahan-lahan ia mulai mendorong pintu itu sepelan mungkin lalu mulai masuk ke dalam rumah.
Di dalam kamar, wanita itu sudah berada di atas tubuh lelaki muda itu. Dari kewanitaannya nampak banjir oleh cairan yang keluar dari dalam vaginannya. Ia menggesek-gesekkan kepala penis milik lelaki muda itu. Setelah dirasa cukup basah batang penis itu lalu diarahkannya ke lubang vaginanya. Sambil menggenggam penis itu, wanita itu mulai menurunkan pantatnya dan secara perlahan-lahan penis itu pun menyeruak masuk dan semakin dalam masuknya saat wanita itu menghentakkan pantatnya ke bawah dengan cepat.
"Aaarrrggghhh...!!!" erang keduanya saat kedua kelamin mereka menyatu.
Wanita itu dengan liar mulai menaik-turunkan pantatnya, kepalanya berputar-putar ke kiri dan ke kanan.
"Oohhh...!!! Enaaaakkk banget kontol kamu, Vid. Besar dan panjang. Terasa penuh di dalam. Ooohhh...!!!" desahnya sambil terus memompa penis itu bagai seorang penunggang kuda pacu.
.
.
.
Lelaki yang memakai pakaian serba hitam dan memakai penutup kepala, melihat dan mendengar dengan jelas apa yang sedang kedua insan itu lakukan.
Tangannya sudah ia lapisi sarung tangan karet yang sangat tipis. Lalu ia mengeluarkan tombak kecil yang runcing, yang panjangnya sekitar 30 cm dari dalam tas ranselnya. Lelaki itu berjalan pelan mendekati kedua pasangan yang sudah dikuasai hawa nafsu itu.
Pada saat Silvi berteriak menjemput orgasmenya, yang membuat tubuhnya ambruk menimpa tubuh David disertai pelukan yang sangat erat di leher pemuda itu.
Dan disaat itu pula, lelaki berpakaian serba hitam itu menghujamkan tombak itu ke tubuh Silvi di bagian punggung sebelah kanannya dengan tenaga yang sangat besar. Lalu menekan tombak itu dengan segenap tenaga yang dimilikinya.
"Arrgghh...!!!"
"Hu..uhuk.. Uhuk..."
Tombak itu pun menembus paru-paru Silvi. dan terus masuk hingga merobek jantung David yang masih merem di bawah.
Seketika tubuh keduanya menggelempar-gelempar kesakitan dan tidak berapa lama tubuh Silvi berhenti bergerak. Sementara David meronta-ronta kesakitan saat tombak itu mulai menerobos masuk ke jantungnya.
Silvi tewas dengan tombak menancap di punggungnya kanannya. Sedangkan David dengan sisa-sisa tenaganya meronta-ronta mencoba melepaskan pelukan erat Silvi yang telah tewas di atas tubuhnya.
Tombak itu ia tekan semakin dalam ke tubuh Silvi hingga tembus dan merobek jantung David yang masih menggelempar-gelempar bagai cacing kepanasan. Lalu mulai berhenti bergerak dan diam.
Melihat kedua korban sudah tidak bergerak lagi, ia segera mencabut tombak itu dengan kedua tangannya, sehingga darah keluar menyembur dengan sangat kencang bak air mancur.
Tidak puas sampai di situ, ia mengeluarkan pisau yang sangat tajam lalu memegang kepala wanita itu dan menempelkan pisaunya ke leher Silvi yang sudah tak bernyawa. Kepala itu terpisah dari tubuhnya setelah disayat dan digorok dengan pisau yang tajam itu.
"Buugghh.."
Kepala wanita itu ia lempar ke lantai dengan sangat kuat.
Kemudian ia melakukan yang sama terhadap lelaki muda itu, menyayat lehernya lalu menggoroknya hingga putus dari badannya.
Setelah merapikan semua perbuatannya barusan, lelaki misterius berpakaian serba hitam itu mulai meninggalkan rumah itu dengan segala kekacauan dan kesadisannya.
.
.
.
Keesokan harinya...
Seorang ART terlihat sedang membuka pintu rumah itu, setelah berada di dalam rumah itu, ia nampak terkejut melihat kamar tidur majikannya terbuka.
Saat ia berdiri di ambang pintu seketika ia berteriak histeris.
"Nyonyaaaaa....!!! Tidaaaakkkk...!!!"
ART itu pingsan seketika karena shock atas apa yang ia lihat.
Teriakan histeris ART itu sempat didengar oleh warga sekitar perumahan. Mereka satu persatu mendatangi rumah itu dengan penuh rasa penasaran.
Palembang, 2 Juli 2015. Jam 08.00 wib...
Lokasi : Kantor Poltabes Palembang
Brigadir Polisi Satu atau disingkat Briptu Lusi Herawati nama yang ada di papan nama di atas meja kerjanya. Seorang polwan cantik yang bertugas di unit Reskrim Poltabes Palembang di bawah pimpinan Inspektur Polisi Satu atau Iptu Rizki Kurniawan.
Berwajah cantik, bertubuh sintal serta supel dalam bergaul dengan sesama anggota kepolisian membuat Briptu Lusi menjadi idola dari korps kepolisian tersebut. Namun, sayang mereka mesti gigit jari karena dia telah menikah.
"Briptu Lusi, dipanggil oleh Iptu Rizki." seorang polwan memberitahunya.
"Terima kasih Briptu Desi." sahutnya lalu tersenyum ramah pada polwan yang memberitahunya tadi.
Briptu Lusi bangkit dari kursinya lalu berjalan menuju ruangan Iptu Rizki.
Tok... Tok... Tok...
"Masuk...!" sahut orang di dalam ruangan dengan suara tegas.
"Ceklek..."
Briptu Lusi mulai melangkah masuk ke ruangan itu.
Di hadapannya duduk atasannya yang ia kagumi karena ramah, cerdas dan selalu peduli pada rekan kerjanya.
Di atas meja kerjanya terpajang sebuah sign name atau papan nama.
"Silahkan duduk, Briptu!"
"Terima kasih, 'Ndan." Briptu Lusi tersenyum lalu duduk di kursi.
"Briptu Lusi, sekarang kamu ikut saya. Barusan ada laporan dari masyarakat, di perumahan Sukarame Permai telah terjadi pembunuhan. Dan menurut informasinya, ada 2 orang korban meninggal dunia." Iptu Rizki memberitahukan maksud dan tujuannya memanggilnya.
"Siap, 'Ndan." jawab Briptu Lusi tegas.
"Yuk, kita berangkat sekarang!" Iptu Rizki mengambil pistol revolver kaliber 44 lalu memasangkannya di pinggangnya.
Keduanya keluar dari ruangan itu, menuju mobil pribadi milik Iptu Rizki. Di halaman Poltabes Palembang telah bersusun 2 mobil ambulan dari bagian forensik, dan 2 mobil patroli dari unit Reskrim Poltabes Palembang.
.
.
.
Lokasi : Perumahan Sukarame Permai
Suara sirine iring-iringan mobil polisi dan mobil ambulan memasuki sebuah kompleks perumahan Sukarame Permai di kota Palembang, membuat kaget dan gempar warga sekitar kompleks dan juga penghuni kompleks perumahan tersebut.
2 mobil ambulan dari bagian forensik telah dipersiapkan di halaman depan rumah Blok J.07 untuk membawa dua jenazah korban pembunuhan.
Iptu Rizki dan Briptu Lusi segera turun dari mobil. Keduanya segera masuk ke dalam rumah bersama para petugas lainnya termasuk juga dari bagian forensik.
Iptu Rizki dan Briptu Lusi beserta petugas lainnya kini mulai melangkah mendekati kamar tidur.
Dan setelah sampai di dalam kamar tidur itu, Suasana ngeri dan mencekam yang dirasakan oleh mereka.
Terlihat banyak darah yang tergenang di lantai. Darah berceceran dimana-mana, bahkan ada darah yang memercik dan menempel di dinding kamar. Dan yang lebih membuat ngeri dan shock Iptu Rizki, Briptu Lusi dan petugas lainnya, saat menemukan dua potongan kepala korban teronggok di lantai. Bau amis darah menyeruak ke seluruh ruangan. Bagian forensik segera membagikan masker untuk semua petugas.
Belum sempat Briptu Lusi memakai maskernya, tiba-tiba...
"Hoek... Hoek..."
Briptu Lusi mendadak mual dan berasa ingin muntah. Dia berlari keluar dari kamar itu dengan wajah pucat pasi.
Iptu Rizki sudah menggunakan masker saat ia mulai ikut mengecek kondisi korban bersama dari bagian forensik.
Nampak tubuh kedua korban pembunuhan itu masih berada di atas ranjang dalam keadaan bugil dan berpelukan dengan kelamin masih bersatu tanpa kepala.
Barang bukti yang ditemukan oleh Iptu Rizki di TKP, hanya secarik kertas berupa pesan dalam Bahasa Rusia, убийца (baca: ubiytsa). Lalu ia masukkan ke dalam kantong plastik transparan.
Garis polisi pun segera dipasang oleh pihak kepolisian. Dan jenazah kedua korban pembunuhan itu, lalu dimasukkan di kantung jenazah untuk dibawa ke dalam mobil ambulan oleh bagian forensik, selanjutnya akan dilakukan autopsi untuk mengetahui sebab kematian kedua korban.
Saksi yang melaporkan dan melihat pertama kali, nampak masih shock. Dia tidak bisa ditanyai, diam dan terus menutup wajahnya dalam dekapan Briptu Lusi. Saksi itu segera dibawa oleh Iptu Rizki dan Briptu Lusi ke kantor Poltabes Palembang untuk dimintai keterangan lebih lanjut.
.
.
.
Kasus pembunuhan yang terjadi di perumahan Sukarame Permai itu seketika menguap ke permukaan. Hampir semua media cetak maupun eletronik memberitakan tentang kasus pembunuhan itu. Dan sempat menjadi trandding topic di beberapa stasiun TV lokal maupun Nasional dan headline di beberapa surat kabar lokal maupun Nasional.
Palembang, 16 Juli 2015
Lokasi : Ruangan Kanit Reskrim Poltabes Palembang
"Selamat pagi, 'Ndan. Saya membawakan berkas-berkas penyelidikan di TKP kemaren untuk kasus pembunuhan di perumahan Sukarame Permai." ujar Briptu Lusi sambil menyerahkan sebuah map ke atas meja.
"Silahkan duduk, Briptu Lusi!" perintah orang itu penuh wibawa.
Iptu Rizki membuka map itu dan mulai mempelajari berkas kasus itu. Di dalam berkas itu terdapat hasil autopsi dari bagian forensik Polda Sumsel.
Di laporan tim forensik itu tertulis korban laki-laki ditemukan mati mengenaskan dengan luka tusuk yang menganga di jantungnya. Sementara korban berjenis kelamin wanita ditemukan terluka di paru-parunya yang bolong tertembus benda tajam. Diduga korban mati ditikam dengan benda tajam yang panjangnya antara 20 cm - 30 cm dengan lebar luka akibat benda tajam itu makin mengecil.
"Berarti pelaku menggunakan bahan tajam tapi bukan pisau. Kalau pakai pisau maka laporan lukanya akan berbeda. Dan tidak akan mungkin tembus ke tubuh perempuan dibawahnya." Iptu Rizki mulai berpikir tentang senjata pelaku dalam menghabisi korbannya.
Dan ia mengamati lebih lanjut pesan singkat dalam Bahasa Rusia, убийца.
Apa maksud dari tulisan ini? Aku mesti cari informasinya mengenai pesan ini. Oiya kayaknya saya nggak asing dengan bentuk huruf ini." gumamnya bertanya dalam hati.
Iptu Rizki terus berpikir tentang pesan itu hingga akhirnya ia berteriak kegirangan.
"Yesss...!!!"
Briptu Lusi pun ikut kaget melihat tingkah atasannya yang tiba-tiba berteriak kegirangan. Lalu ia bertanya karena penasaran. "Maaf, 'Ndan. Ada apa barusan komandan berteriak kegirangan?"
"Eh, itu anu...! Tidak ada apa-apa Briptu." sahut Iptu Rizki gugup dan sedikit malu dengan tingkahnya tadi. Lalu ia mengalihkan dengan meminta Briptu Lusi mempelajari biodata korban pembunuhan.
"Briptu Lusi, tolong kamu baca biodata kedua korban itu!" Iptu Rizki menyerahkan map berisi berkas-berkas kasus pembunuhan itu.
Briptu Lusi menerima map itu lalu ia mulai serius mempelajari berkas itu, terutama membaca biodata kedua korban pembunuhan.
Biodata korban wanita :
Nama lengkap : Silvi Agustina
Usia : 28 tahun
Pekerjaan : Sekretaris PT. AAA cabang Palembang
Status : Menikah
Biodata korban laki-laki :
Nama lengkap : David Hariman
Usia : 20 tahun
Pekerjaan : Mahasiswa
Status : Belum menikah
Melihat biodata itu Briptu Lusi, mencatat bahwa kedua korban adalah pasangan selingkuh. Karena status korban wanita adalah menikah sesuai keterangan dari ART korban yang juga merupakan saksi dalam kasus pembunuhan ini.
"Ndan, menurut saya kita mesti menemui ART yang menjadi saksi utama dari kasus ini. Saya penasaran tentang suami siri dari korban wanita. Ini bisa kita jadikan awal penyelidikan kita. Semoga saja saksi sudah bisa kita mintai keterangannya"
"Ok. Kalau begitu kita pergi sekarang ke rumah saksi tersebut!" sahut Iptu Rizki cepat dan ia bangkit dari kursinya, membawa lencana dan kartu identitasnya serta tak lupa pistolnya.
1 jam kemudian...
Mereka berdua telah berada di alamat rumah ART yang merupakan saksi utama yang menemukan kedua korban pembunuhan di sebuah rumah yang dijaga ketat oleh pihak kepolisan. ART itu sekarang di bawah perlindungan LPSK atau Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban.
Briptu Lusi mulai menginterogasi saksi dan Iptu Rizki mencatat keterangannya. Dari kesaksian itu, ada sedikit informasi tentang suami korban. Bahwa suami korban hanya pulang 6 bulan sekali, berusia kurang lebih 45-50 tahun, tinggi 170 berbadan kekar dan brewokan. Dia sempat diberitahu oleh majikannya bahwa suami korban adalah seorang pengusaha yang usahanya berada di Negara Rusia. Namun sekitar setahun ini, suami korban sering berada di rumah itu walau hanya sebulan sekali.
"Pantas saja ada pesan Bahasa Rusia. Berarti terduga pelaku adalah suami korban sendiri." ujar Iptu Rizki pada Briptu Lusi sambil nyetir mobil pada saat mereka baru saja selesai menginterogasi saksi.
"Iya, 'Ndan. Saya juga menyimpulkan seperti itu. Menurut saya kita mesti bikin sketsa wajah pelaku terlebih dahulu 'Ndan. Sesuai dengan ciri-ciri fisik dari saksi tadi." sahut Briptu Lusi memberikan pendapatnya.
"Siip...! Udah cantik, cerdas pula kamu, Briptu. Sayang udah ni..." Iptu Rizki tidak melanjutkan kalimatnya ia tidak mau merusak hubungan kerjanya menjadi urusan pribadi. Lalu ia mengalihkan pembicaraan. "Ayo kita balik ke markas, kita minta Briptu Anto buatin sketsa wajah pelaku."
Iptu Rizki terlihat tersenyum pada Briptu Lusi dan hanya sebuah anggukan kepala dari Briptu Lusi sebagai jawabannya.
Mendapatkan pujian dari atasannya dan senyuman itu seketika wajah Briptu Lusi tersipu, ada kekaguman tersendiri pada sosok lelaki di sampingnya yang penuh wibawa dan perhatian padanya sejak awal ia bekerja di korps ini.
"Apa maksud perkataannya? Apakah ia masih mencintaiku dan terus menungguku sampai sekarang walau aku sudah menikah?" tanya Briptu Lusi dalam hati.
Dua hari kemudian...
Sketsa wajah terduga pelaku pembunuhan sesuai informasi dan keterangan dari saksi kini menghiasi halaman utama surat kabar lokal dan Nasional. Bahkan media elektronik pun ikut menayangkan gambar sketsa wajah terduga pelaku pembunuhan.
Wartawan pun tiap hari selalu berkumpul di Poltabes Palembang untuk turut mengikuti perkembangan kasus yang banyak menyita perhatian publik karena kesadisannya. Iptu Rizki dan Briptu Lusi tanpa sungkan melayani dengan baik para pemburu berita itu. Malah nanti malam keduanya diminta kesediaannya untuk hadir dalam acara berita di salah satu stasiun TV lokal, PALTV.
Lokasi : Di Stasiun PALTV, jam 20.00 wib
"Apa benar itu sketsa wajah terduga pelaku?" tanya presenter berita PALTV saat mewawancarai Iptu Rizki Kurniawan dalam acara TKP.
"Sampai detik ini kami dari penyidik belum bisa memberikan kepastian sketsa wajah itu adalah pelakunya. Namun dalam beberapa pengusutan kami di lapangan indikasinya mengarah ke sketsa wajah itu sebagai tersangkanya. Dan kami mohon kerja sama dari semua pihak termasuk masyarakat untuk ikut membantu kami. Jika ada yang melihat sketsa wajah ini tolong segera hubungi kami." jawab Iptu Rizki Kurniawan dengan ramah namun terlihat tegas semua perkataannya. Di sampingnya duduk Briptu Lusi rekan kerjanya dalam pengusutan kasus ini.
"Ok, Pak Kanit dan Bu Lusi terima kasih atas waktu dan kesediaannya telah hadir dan memberikan penjelasan langsung mengenai kasus pembunuhan sadis ini di acara TKP." ujar presenter berita itu sambil menyalami Iptu Rizki dan Briptu Lusi.
"Demikianlah wawancara kami dengan Kanit Reskrim Poltabes Palembang Iptu Rizki Kurniawan dan Briptu Lusi Herawati dalam acara TKP." kata presenter itu memberitahukan kepada pemirsa di rumah.
Palembang, 23 Juli 2015. Jam 22.00 wib...
Di sebuah kompleks perumahan di daerah Bukit Besar, Briptu Lusi baru saja pulang setelah diantar oleh Iptu Rizki.
Setelah mobil Iptu Rizki meninggalkan halaman rumahnya, Briptu Lusi segera mengambil kunci rumahnya di sebuah pot kembang. Wajahnya tampak begitu lelah karena kasus yang ia usut bersama Iptu Rizki sangat menyita fisik dan pikirannya.
Sudah seminggu ini, Briptu Lusi mesti tinggal sendiri di rumah yang dibelikan oleh suaminya 4 bulan yang lalu. Di dinding bercat putih itu terpajang foto pernikahannya 2 tahun yang lalu. Namun, sampai sekarang belum ada tanda-tanda kehamilannya.
Dalam hati Briptu Lusi menggerutu kesal dengan sikap suaminya. "Bang, kenapa kamu lebih mementingkan pekerjaanmu dibandingkan aku dan kebahagian rumah tangga kita. Kalau begini terus, aku udah nggak kuat Bang."
Kesepian, itulah yang dirasakan Briptu Lusi saat ini. Tanpa buah hati yang mereka nanti-nantikan. Namun, ia mesti kuat menjalani pernikahan ini mungkin belum saatnya saja mereka mempunyai momongan.
Dengan langkah kaki gontai, ia segera melangkah ke kamar mandi setelah tadi ia sempat mengganti seragam dinasnya dengan sebuah kimono.
Suara gemericik air menandakan bahwa ia sedang mulai mandi di bawah guyuran shower di kamar mandi itu.
.
.
Sementara itu, seorang laki-laki tersenyum tipis saat melihat mobil Iptu Rizki sudah meninggalkan halaman rumah itu. Lelaki dengan tinggi +/- 170 cm, berpakaian serba hitam dan menggunakan penutup kepala itu mulai melangkahkan kakinya menuju rumah Briptu Lusi.
Selama seminggu ini, ia mengawasi rumah Briptu Lusi. Dan ia bisa menduplikatkan kunci rumah itu yang selalu ditaruh polwan itu di sebuah pot kembang saat akan meninggalkan rumahnya.
Ceklek...
Perlahan-lahan ia membuka pintu itu supaya tidak sampai terdengar pemilik rumah itu. Setelah ia berada di dalam rumah itu, lelaki misterius itu mendengar suara gemericik air di dalam kamar mandi.
Seringai licik keluar dari bibir lelaki itu ketika mengetahui Briptu Lusi sedang mandi. Lantas ia segera menuju kamar tidur Briptu Lusi yang terbuka lebar dan bersembunyi di balik pintu kamar yang terbuka itu.
.
.
.
Tak lama kemudian Briptu Lusi keluar dari kamar mandi. Ia mengenakan kimono yang tadi ia pakai sebelum ke kamar mandi lalu melangkah ke kamar tidurnya dengan wajah lebih segar.
Tanpa ada kecurigaan sama sekali Briptu Lusi memasuki kamar tidurnya. Begitu ia sudah berada di dalam kamarnya, betapa kagetnya ia ketika melihat dari pantulan cermin ada lelaki berpakaian serba hitam hitam dengan penutup kepala berdiri tepat di belakangnya.
Briptu Lusi bargerak maju setelah menyadarinya. Ia berusaha mengambil pistol yang ia letakkan di meja hiasnya. Namun, gerakan Briptu Lusi kalah cepat dengan sergapan lelaki itu. Lalu secepat kilat lelaki itu mengarahkan sapu tangannya, membekap hidung dan mulut Briptu Lusi.
"Hmmm..." gumam Briptu Lusi. Ia meronta-ronta berusaha melepaskan diri.
Beberapa detik kemudian...
Rontaan Briptu Lusi makin lama semakin melemah, hingga akhinya polwan itu pun sudah diam, tidak ada gerakan sama sekali.
Lelaki itu membopong tubuh Briptu Lusi yang tertidur pulas dan meletakkannya ke atas ranjang lalu menarik simpul baju kimono yang dikenakannya hingga kini dihadapannya tergolek tubuh bugil polwan yang beberapa hari ini menjadi targetnya.
"Benar-benar tubuh yang indah dan sexy. Sayang sekali kalau tubuh seindah ini hanya dianggurin saja." gumamnya mengagumi keindahan tubuh polwan cantik itu.
Segera ia melucuti pakaiannya sendiri hingga bugil. Terlihat penis lelaki itu mengacung dengan gagahnya lalu ia naik ke atas ranjang.
Bibirnya dengan rakus mulai menghisap puting buah dada kanan Briptu Lusi dengan penuh nafsu disertai dengan remasan tangan kirinya pada gundukan buah dada Briptu Lusi sebelah kiri.
Sementara tangan kanan lelaki itu sudah berada di bibir vagina Briptu Lusi.
Silih berganti bibir dan tangan kiri lelaki itu memilin, meremas dan menghisap kedua payudara yang sangat indah dan kenyal milik seorang polwan cantik itu hingga membuat vagina Briptu Lusi basah dan semakin becek.
Terdengar dengkuran halus dari bibir Briptu Lusi seperti orang yang tidur sangat pulas pada saat lelaki itu mulai menindih tubuhnya.
Lelaki itu sejenak menggesek-gesekkan penisnya pada bibir vagina Briptu Lusi. Dan setelah penisnya berada tepat pada lubang vagina itu yang kini mulai semakin banyak mengeluarkan cairannya. Lelaki itu lalu mendorong pinggulnya ke depan hingga batang penisnya menerobos masuk ke dalam lubang kenikmatan milik sang polwan sampai mentok.
"Aaarrgghh...!!!" erangnya saat seluruh batang penisnya sudah tertanam dalam vagina sang polwan.
Lelaki itu mulai memompa vagina sang polwan gerakan yang cepat dan liar.
Plok... Plok... Plok...
Plok... Plok... Plok...
Plok... Plok... Plok...
Terdengar nyaring bunyi deritan ranjang itu saat lelaki itu menyetubuhi Briptu Lusi dengan penuh nafsu dan kasar.2
Bosan dengan posisi missionary, lantas lelaki itu membalikkan tubuh Briptu Lusi hingga tubuh sang polwan tengkurup.
Plakkk... Plakkk... Plakkk...
3 kali tangan lelaki itu menampar pantat Briptu Lusi, hingga terlihat memerah dan meninggalkan bekas tamparan tangan.
Ia lantas memasukkan jari tengahnya ke lubang anus sang polwan. Sempit dan sangat susah lelaki itu memasukkan jari tengahnya di lubang anus itu.
Lelaki itu bangkit lalu mengambil sebotol hand & body lotion di meja hias itu. Di oleskannya di lubang seputaran lubang pantat Briptu Lusi kemudian jari tengahnya mulai ia arahkan ke lubang tersebut.
Jari tengah lelaki itu mulai lancar keluar masuk lubang pantat sang polwan sambil ia mengocok penisnya supaya kembali tegang maksimal.
Sempat ia menjilati lubang anus Briptu Lusi yang terlihat mulai merekah dan mengeluarkan busa dari hand & body lotion yang ia tuangkan tadi.
Hand & body lotion itu ia ambil dari botolnya lalu dioleskan ke penisnya dan ke lubang pantat Briptu Lusi.
Penis lelaki itu kini sudah berada di depan lubang pantat sang polwan dan perlahan-lahan kepala penis itu sudah memasukinya. Dan dengan hentakan yang kuat penis lelaki itu berhasil menerobos masuk lubang yang biasanya tempat keluarnya kotoran.
"Aarrrggghhh...!!!" erang lelaki itu saat penisnya sudah seutuhnya berada di dalam.
Langsung ia menggenjot anus Briptu Lusi dengan kasar sambil menampar pantatnya. Lubang anus itu terlihat membesar dan melebar saat penis itu keluar masuk dengan cepat dan kasar.
"Ahhh... Ahhh... Ahhh..." desah lelaki itu dengan suara terengah-engah dan mata merem melek saat penisnya mengaduk-aduk lubang anus polwan cantik itu.
Tanpa berhenti lelaki itu terus menggenjot pantat itu dengan ritme semakin cepat. Hingga akhirnya, tampak nafas lelaki itu semakin memburu, wajahnya semakin memerah dan gerakan pompaan penisnya semakin cepat tak beraturan menandakan bahwa sesaat lagi ia akan menjemput orgasmenya yang sudah semakin dekat.
Dengan hentakan yang kuat ia menghujamkan penisnya sedalam-dalamnya sambil mengerang kenikmatan.
"Aaarrgghh...!!!"
Croottt... Croottt... Croottt... Croottt... Croottt..
Sperma lelaki itu menembak dengan kencang di dalam lubang anus Briptu Lusi. Tubuhnya ambruk kelelahan setelah mendapatkan orgasmenya barusan dan menimpa tubuh bugil di bawahnya.
.
.
.
Jam 1 dini hari...
Tubuh Briptu Lusi mulai menggeliat, kesadarannya mulai kembali seperti sediakala. Namun, ia seketika shock setelah menyadari keadaan dirinya. Baju kimononya terbuka dan dari kemaluan dan lubang pantatnya terasa perih. Sakit sekali yang dirasakan olehnya terutama di daerah pantat dan di dalam anusnya.
Sambil terisak-isak ia berusaha mengingat-ingat kejadian sebelumnya. Dengan sekuat tenaga ia bangkit dari ranjangnya dan memakai pakaiannya.
Ia mengambil HP BB-nya yang terletak di meja hiasnya, lalu menulis pesan BBM kepada Iptu Rizki atasannya untuk meminta ijin tidak masuk.
BBM atau Black Berry Massanger itu terkirim namun belum ada tanda-tanda BBM-nya itu dibaca oleh atasannya.
Briptu Lusi hanya bisa menangis menyesali dirinya yang sudah ternoda, ia terus mengutuk perbuatan lelaki pemerkosanya yang sama sekali tidak dapat ia kenali.
Iptu Rizki telah selesai menjalankan ibadah sholat Subuh lalu membuat sarapan pagi dan kopi. Sesaat ia tersenyum miris karena ia masih melajang di usianya yang sudah memasuki 29 tahun dan mau menyentuh angka 30 tahun.
Pengalaman pahit semasa kecilnya, membuat Iptu Rizki dingin terhadap lawan jenis. Ditambah lagi cintanya pada wanita yang ia sukai hanya bertepuk sebelah tangan dan lebih memilih menikah dengan lelaki lain dua tahun lalu.
"Lusi, sampai detik ini aku masih mencintaimu. Aku memang lelaki pengecut yang tidak berani mengungkapkan perasaan sukaku padamu. Salah kah aku bila berharap engkau menyambut cintaku walau engkau sudah menjadi milik orang lain."
Tiba-tiba ia tersadar dari lamunannya, ketika terdengar suara lengkingan ceret air yang menandakan bahwa airnya telah mendidih.
Iptu Rizki mematikan kompor gasnya, membuat kopi setelah tadi ia selesai membuat nasi goreng. Sambil menyalakan HP BB-nya yang semalam ia cas. Iptu Rizki kaget setelah membaca BBM dari Briptu Lusi yang ia kirim pada jam 1.10 AM.
Segera ia menulis di HP BB-nya untuk membalas BBM dari Briptu Lusi yang baru saja dibacanya.
Dua jam kemudian...
Mobil Iptu Rizki sudah berhenti di halaman rumah Briptu Lusi, sambil menenteng kantong kresek Iptu Rizki bergegas menuju pintu rumah itu.
Ting... Tong...
Suara bel rumah itu berbunyi setelah Iptu Rizki memencet bel tersebut.
"Siapa...?" seru orang dari dalam rumah itu.
"Saya, Briptu. Iptu Rizki." sahut Iptu Rizki cepat.
Ceklek...
Pintu rumah itu terbuka seseorang keluar dari dalam dengan wajah kusam dan mata sembab. Briptu Lusi mempersilahkan atasannya masuk ke dalam rumah dengan pintu tetap terbuka.
Iptu Rizki kaget melihat kondisi wanita yang ia sukai, kini di hadapannya wanita itu tampak menyimpan luka bukan secara fisik tetapi luka secara psikologis. Ia menatap tajam mata Briptu Lusi yang tampak sembab habis menangis dan mungkin kurang tidur.
Apa yang sudah terjadi padamu, Lus? Saya tidak percaya kalau kamu saat ini cuma sakit demam." tanyanya dalam hati.
Briptu Lusi hanya bisa menundukkan kepala, dia tidak berani beradu pandang dengan lelaki di hadapannya saat ini. Tatapan mata yang tajam dari lelaki itu seakan menguliti sanubarinya dan pikirannya.
Briptu Lusi mempersilahkan atasannya masuk ke dalam rumahnya dengan pintu tetap terbuka.
Setelah mereka duduk, hanya ada kebisuan di antara keduanya. Suasana menjadi canggung dan kaku apalagi Briptu Lusi hanya diam dan terus menundukkan kepala.
"Lusi, kamu percaya 'kan padaku. Tolong katakan apa yang sebenarnya terjadi padamu, Lus! Apapun yang terjadi aku akan selalu ada untukmu, percayalah padaku." bujuk Iptu Rizki.
Tidak ada sepatah katapun keluar dari bibir wanita itu, melainkan isak tangis yang meledak seketika.
Iptu Rizki segera bangkit dan mendekati Briptu Lusi. Dibenamkannya kepala Briptu Lusi ke pundaknya sambil ia mengelus rambutnya mencoba untuk menenangkannya.
"Menangislah... Keluarkan semua bebanmu, Lusi. Setelah itu ceritakan semuanya padaku. Aku pasti akan membantumu." Iptu Rizki mengelus lembut rambut Briptu Lusi dengan penuh perasaan.
Beberapa saat kemudian...
Tangisan Briptu Lusi mulai reda, namun ia masih diam dalam kebisuannya. Malah kepalanya dibenamkan ke dada atasannya itu.
"Kita ke dokter aja, Lus! Kalau kamu begini terus sakitmu malah semakin parah." bujuk Iptu Rizki lagi sambil menarik pelan tangan Briptu Lusi.
"Ndan, saaayyya... Saaayyyaaa semalam dii.. perkosaaa. Hikssss..." Briptu Lusi kembali menangis dalam dekapan Iptu Rizki.
Bagai petir di siang bolong, seketika tubuh Iptu Rizki bergetar hebat. Perasaan lelaki itu bercampur aduk. Kaget dan marah menjadi satu. Tangannya yang tadinya mengelus rambut Briptu Lusi tiba-tiba menjadi terkepal. Ingin rasanya ia sesegera mungkin mencari dan menangkap pelaku pemerkosaan terhadap wanita yang ia cintai ini.
Namun ia sadar bahwa kondisi mental rekan kerjanya ini sedang terguncang, setidaknya ia sebagai penegak hukum tau gimana kondisi kejiwaan korban pemerkosaan pastinya saat ini Briptu Lusi perlu dibangkitkan kepercayaan dirinya dan bangkit dari traumanya.
"Kamu tenang dulu, Lus. Pasti kita akan ringkus pelakunya. Yang terpenting saat ini kamu mesti bangkit. Sekarang kita temui Mbak Henny. Kamu ceritakan semua yang terjadi padamu. Saya yakin Mbak Henny bisa membuatmu tenang. Ayo, ini perintah! Hehehe..." Kekeh Iptu Rizki berusaha menghibur Briptu Lusi dengan sedikit candaan.
Hanya anggukan kepala dari Briptu Lusi, dan itu sedikit membuat Iptu Rizki tersenyum. Dan akhirnya mereka pergi menemui Henny Sulistiawan, PSi. Seorang psikolog kepolisian yang juga bertugas di Polda Sumsel.
Tanpa disadari oleh keduanya, sejak tadi ada sepasang mata memperhatikan mereka berdua dengan wajah marah. Orang itu pergi dari sana, sambil menghempaskan bungkusan yang ia bawa di tangannya.
Kondisi kejiwaan Briptu Lusi berangsur-angsur mulai membaik seperti sedia kala setelah menemui psikolog kemaren. Bahkan hari ini, ia mulai bisa masuk kantor, berbicara dengan sesama rekan kerjanya, tersenyum dan tertawa.
Sejak kejadian itu, Iptu Rizki semakin perhatian dan selalu berusaha melindungi Briptu Lusi. Menelepon, BBM-an untuk memastikan keadaannya baik-baik saja di rumahnya.97th
Berbanding terbalik dengan suami Briptu Lusi, suaminya sampai hari ini belum menampakkan batang hidungnya. Bahkan, untuk nelpon atau sekedar menanyakan kabarnya saja tidak pernah.
Hubungan Iptu Rizki dan Briptu Lusi, makin hari semakin dekat. Bukan sekedar dekat karena hubungannya soal pekerjaan, melainkan perasaan keduanya mulai semakin intim.
Briptu Lusi sudah tidak sungkan-sungkan lagi untuk menceritakan kondisi rumah tangganya yang kurang bahagia bersama suaminya. Ia menceritakan sikap dan sifat suaminya yang lebih mementingkan pekerjaan dibandingkan kebahagiaan rumah tangga mereka. Semua itu diceritakannya secara gamblang kepada Iptu Rizki.
Briptu Lusi bisa merasakan ketulusan Iptu Rizki saat berada di dekatnya, itu yang membuatnya nyaman dan mulai terbuka. Ia merasakan debaran jantungnya begitu kencang saat berdekatan dengan atasannya itu.
"Kenapa perasaan sayangku kepada Iptu Rizki lebih besar dibandingkan perasaan sayangku pada suamiku? Selama aku berpacaran dengan suamiku dulu, debaran di hatiku tidak sebesar apa yang kurasakan saat ini dengan Iptu Rizki? Apa mungkin aku telah jatuh cinta padanya? Dan kenapa sampai hari ini suamiku belum pulang ke rumah? Bahkan telepon pun tidak." Berbagai pertanyaan berkecamuk di hatinya.
Begitu pula yang dirasakan Iptu Rizki. Hari-harinya terasa semakin indah karena selalu bersama orang yang selama ini ia cintai. Ia juga merasakan gejolak dalam dirinya jika berdekatan dengan Briptu Lusi.
Benih-benih asmara kini mulai bersemi dan dirasakan oleh keduanya. Komunikasi yang awalnya terlihat canggung dan formal kini berubah menjadi komunikasi layaknya sepasang kekasih. Sapaan 'Ndan maupun pangkat hanya mereka ucapkan jika keduanya berada di kantor atau sedang bertugas.
Namun jika diluar urusan pekerjaan, keduanya sudah memakai kata panggilan, 'aku dan kamu' atau 'Mas dan Adek', bahkan dengan kata, 'sayang'.
Palembang, 26 Juli 2015. Jam 10.00 wib...
Kriiingg... Kriiingg... Kriiingg...
Dering telepon masuk di bagian pengaduan. Seorang polwan berpangkat Bripda mengangkat telepon masuk tersebut.
"Hallo...! Apakah ini benar telepon polisi bagian pengaduan masyarakat." seru suara dari ujung telepon sana.
"Iya, hallo...! Benar, Pak. Ini nomor telepon polisi bagian pengaduan masyarakat." sahut polwan itu dengan ramah melayani telepon masuk.
"Begini, Bu. Saya ketua RT11 yang beralamat di lorong firma H. Akil No. 164 RT 11 RW 04 Kelurahan 3-4 Ulu kecamatan Seberang Ulu 1 Palembang." ujar orang dari ujung telepon sana memberitahu.
"Apa yang bisa kami bantu ya, Pak?" tanya polwan itu ramah.
"Saya ingin melaporkan telah terjadi pembunuhan di RT saya, Bu. Dua orang ditemukan meninggal dunia di sebuah rumah." ujar orang dari ujung telepon sana.
"Ok, Pak. Terima kasih atas informasinya. Petugas kami akan segera meluncur ke TKP. Tolong Bapak bantu kepolisian untuk mengamankan TKP dari orang-orang biar barang bukti di sana tidak hilang." Polwan itu memberikan arahannya.
"Siap, Bu. Saya beserta warga sekitar akan memgamankan TKPnya. Itu saja Bu yang bisa saya beritahukan. Kami harap pihak kepolisian bisa sesegera mungkin datang ke lokasi." ujar penelepon itu dari ujung telepon sana.
"Siap, Pak. Kami usahakan secepatnya dan sesegera mungkin datang ke TKP." sahut polwan itu.
"Terima kasih dan selamat pagi, Bu." ujar penelepon di ujung telepon sana mengakhiri teleponnya.
"Selamat pagi, Pak." sahut polwan itu sambil menutup teleponnya.
Semua percakapan telepon itu telah direkam lalu polwan itu membawa rekaman tadi untuk diserahkan ke Unit Reskrim yang kebetulan sedang berdinas saat itu Briptu Lusi.
"Selamat pagi Briptu Lusi." ujar polwan itu sambil menghormat. "Saya membawa rekaman percakapan tadi dari penelepon yang memberitahukan adanya pembunuhan." Polwan itu meletakkan hasil rekaman itu ke meja Briptu Lusi.
"Terima kasih, Bripda Yuli." Briptu Lusi segera mengambil rekaman itu, membawanya ke ruangan Kanit Reskrim.
.
.
.
"Semua sudah saya koordinasikan dengan tim. Jangan lupa bawa pistolmu Briptu demi keamanan karena situasi di lapangan tidak bisa diprediksi." ujar Iptu Rizki memberikan arahannya.
"Siap, 'Ndan. Senpi sudah siap, 'Ndan. Tinggal meluncur ke TKP." tanggap Briptu Lusi cepat.
"Ayo kita berangkat sekarang ke TKP!" Iptu Rizki sudah berdiri dengan gagahnya lalu keluar dari ruangannya lebih dulu dibandingkan Briptu Lusi yang menyusul di belakangnya.
.
.
.
Jam 12.00 wib...
Lokasi : TKP di lorong firma H. Akil 3-4 ulu Kecamatan Seberang Ulu 1 Palembang
Iptu Rizki dan Briptu Lusi beserta petugas lainnya telah sampai di TKP.
Mereka memasuki sebuah gang atau lorong di kawasan padat penduduk. Di sana banyak terdapat rumah-rumah panggung, rumah limas khas Palembang.
Iptu Rizki dan Briptu Lusi beserta petugas lainnya didampingi oleh ketua RT setempat memasuki sebuah rumah panggung no. 163 RT 11 RW. 04. Dalam sebuah kamar di rumah tersebut ditemukan dua orang jenazah, satu jenazah laki-laki berusia +/- 45 tahun dan satu lagi jenazah wanita berusia +/- 30 tahun. Kedua korban ditemukan dalam keadaan bugil dengan luka tusuk di jantung korban.
"Dia bukannya suami Silvi? Suami siri korban pembunuhan di perumahan Sukarame Permai." ujar Briptu Lusi kaget setelah melihat jenazah laki-laki yang terbujur kaku dalam kantong jenazah.
"Dari ciri-cirinya, antara sketsa wajah yang dibuat Briptu Anto kemaren dengan korban ini sangat mirip." sahut Iptu Rizki ikut membenarkan pendapat Briptu Lusi.
"Berarti pelaku pembunuhan ini, kemungkinan ada kaitannya dengan kasus pembunuhan tempo hari, 'Ndan." Briptu Lusi menganalisa kejadian pembunuhan ini dengan kasus pembunuhan yang mereka tangani kemaren yang sampai saat ini belum ada titik terangnya.
"Iya. Briptu. Kemungkinan bisa seperti itu. Dan kasus yang kita tangani ini jadi semakin rumit." sahutnya sambil garuk-garuk kepalanya. Iptu Rizki kemudian menelusuri sekitaran TKP melihat dan meneliti apa saja yang menjadi kejanggalan di sana.
"Lihat...! Ada secarik kertas di sana!" ujar Briptu Lusi sambil mendekat ke tempat yang ia maksud lalu ia menyerahkan kertas itu pada Iptu Rizki.
"Pembunuh mesti layak mati. Salam dari ayah dan ibu, semoga kalian berjumpa di sana!" (убийца)
"Apa maksud pesan ini? Coba kamu baca Briptu!" Iptu Rizki menyerahkan kertas itu.
Briptu Lusi segera membaca kertas itu, sempat terbersit di benaknya, "apakah jenazah lelaki itu, ada hubungannya dengan suamiku?"
Melihat Briptu Lusi termenung seolah sedang berpikir, Iptu Rizki menegurnya, "Ada apa Briptu? Apa yang sedang kamu pikirkan?"
"Eh, tidak ada apa-apa 'Ndan." sahut Briptu Lusi kaget. "Sepertinya pesan ini memberitahukan bahwa pelakunya telah berhasil membalaskan dendamnya."
"Iya, saya pun berpikir seperti itu, Briptu. Tapi ada kejanggalan yang terjadi di kasus pembunuhan ini dengan kasus pembunuhan yang kemaren, walaupun luka yang dialami oleh kedua korban sama persis. Luka akibat benda tajam tapi bukan benda berbentuk pisau, keris ataupun golok." Iptu Rizki memberikan pendapatnya sesuai dengan analisa dari kematian korban pembunuhan kemaren.
"Maksud komandan, pelaku pembunuhan di perumahan 'Sukarame Permai' berbeda dengan pelaku pembunuhan di tempat ini." sahut Briptu Lusi memahami jalan pikiran atasannya itu.
"Pintar sekali analisa kamu, Briptu. Padahal saya hanya menjelaskan luka korban yang sama di bagian tertentu tetapi berbeda dari cara kesadisan membunuhnya. Pelaku pembunuhan di perumahan 'Sukarame Permai' lebih sadis dan pelakunya itu bisa dikategorikan psikopat. Sedangkan pelaku pembunuhan di tempat ini lebih rapi namun tidak terlalu sadis.
"Aku faham jalan pikiran kamu, Mas." gumam Briptu Lusi dalam hati.
"Yuk, kita balik ke Markas! Ada yang mesti saya kerjakan untuk memecahkan kasus yang rumit ini." Iptu Rizki keluar dari rumah itu kembali ke mobilnya.
Sementara petugas lainnya mulai membuat police line memotret korban sebelum dibawa oleh tim forensik.
Palembang, 30 Juli 2015. Jam 20.00 wib...
Beberapa hari kemudian Iptu Rizki dan Briptu Lusi terus mencari bukti tambahan dan menanyakan kepada para saksi yang melihat kejadian pembunuhan itu. Namun, tetap belum ada perkembangan signifikan dari kasus-kasus pembunuhan tersebut. Masyarakat mulai menanyakan kredibilitas dan kapasitas penegak hukum. Masyarakat dibuat ketakutan akan teror pembunuh yang terkenal sadis itu.
"Dek Lusi, refreshing dulu kita. Biar fresh otak kita. Bagaimana kalau nanti malam, kita makan malam? Tadi Mas udah [/i]reservasi tempat di Riverside restoran." Iptu Rizki berbicara sambil nyetir saat akan pulang mengantar Briptu Lusi ke rumahnya.
"Ok, Mas. Kayaknya kita perlu refreshing sejenak biar tidak stress. Jam berapa ya, Mas?" Briptu Lusi bertanya rencana mereka makan malam.
"Insya Allah, jam 7 malam Mas jemput kamu. Dandan yang paling cantik ya?" ucap Iptu Rizki menggoda Briptu Lusi.
"Iya, Mas. Tapi Mas juga mesti dandan yang paling cakep dan ganteng juga ya, gimana deal?" tantang Briptu Lusi.
"Ok, deal. Siapa takut..?" jawab Iptu Rizki pede.
.
.
.
Malam ini, Iptu Rizki akan mengajak Briptu Lusi makan malam di sebuah restorant. Entah mengapa ia terlihat bahagia sekali malam ini? Walau mereka berdua sering makan siang bersama beberapa hari ini. Namun malam ini terasa spesial buat keduanya karena ini adalah makan malam pertama mereka berdua.
Sebuah gaun pesta tanpa lengan berwarna merah menyala telah ia persiapkan untuk acara makan malam ini. Gaun yang sama sekali jarang ia pakai karena suaminya orang yang kurang romantis yang hanya sibuk memikirkan profesinya sebagai seorang dokter sejak mereka berpacaran 3 tahun yang lalu.
Malam ini Briptu Lusi berusaha tampil anggun dan cantik supaya Iptu Rizki senang. Ia merias tubuhnya dengan make-up yang tipis menyesuaikan dengan gaun yang ia kenakan nanti.
Sambil memutar-mutar tubuhnya ia melihat dirinya di cermin menilai penampilannya sendiri.
Sebuah mobil berhenti tepat di halaman rumah Briptu Lusi. Lalu keluarlah seorang laki-laki mengenakan setelan jas berwarna hitam sambil membawa buket bunga mawar merah di tangannya.
Dengan gagah ia melangkahkan kakinya menuju serambi rumah itu. Dengan perasaan jantung yang berdegup kencang, Iptu Rizki menekan bel rumah itu.
Ting... Tong... Suara bel berbunyi.
Tak lama kemudian pintu itu mulai terbuka. Keluar seorang wanita anggun dan cantik dengan mengenakan gaun pesta tanpa lengan berwarna merah menyala.
Iptu Rizki terperangah sejenak tanpa mengedipkan matanya sama sekali. Ia diam melongo seperti orang bego. Terpukau dengan penampilan Briptu Lusi yang kini sudah berdiri di hadapannya dengan senyuman indahnya.
"Kamu malam ini terlihat anggun dan cantik sekali, Lusi." Iptu Rizki tanpa sadar memuji penampilan wanita di hadapannya saat ini.
Mendapatkan pujian tersebut membuat wajah Briptu Lusi merah merona. Ada rasa puas mendapatkan sanjungan itu karena ia pun ingin berusaha tampil anggun dan cantik di hadapan Iptu Rizki.
"Mas Rizki juga terlihat semakin ganteng dengan jas ini." Tiba-tiba saja kalimat itu meluncur tanpa ia pikirkan.
Membuat Iptu Rizki tersenyum lalu ia menyerahkan buket bunga itu pada Briptu Lusi dan Briptu Lusi menerima buket bunga mawar itu dengan hati senang.
"Makasih, Mas. Tunggu bentar ya, mau simpan buket bunga ini ke dalam!" Briptu Lusi lalu meninggalkan Iptu Rizki kembali ke dalam kamarnya meletakkan buket bunga itu.
30 menit kemudian...
Tepuk tangan berdiri dari semua pengunjung restoran menyudahi penampilan solo Iptu Rizki di atas panggung sambil ia membentuk gambar hati dari jarinya ditujukan kepada Briptu Lusi yang hanya bisa terperangah kaget.
Iptu Rizki turun dari panggung berjalan mendekati meja yang ditempati oleh Briptu Lusi.
Lalu ia duduk di samping Briptu Lusi dan mulai mengatakan perasaan hatinya. "Maaf ya, Dek. Jika selama ini Mas hanya bisa memendam rasa sayang Mas padamu. Namun kali ini, Mas mau jujur sama kamu lewat lagu yang Mas nyanyikan tadi. Kamu jangan salah faham dengan ini. Mas ngerti dengan status kamu yang sudah bersuami. Mas hanya..." Iptu Rizki tidak sanggup melanjutkan perkataannya.
Briptu Lusi hanya diam dan tak bisa berkata-kata. Dia hanya bisa menundukkan kepala. Walaupun hatinya saat ini mulai merasakan getaran perasaan cinta pada atasannya itu, namun ia wanita yang sudah bersuami.
Tiba-tiba...
Briptu Lusi bangkit dan berlari meninggalkan Iptu Rizki yang hanya terpaku menyesali apa yang sudah ia lakukan.
"Lusi... Tunggu...!" teriak Iptu Rizki.
Lalu ia berusaha mengejar Briptu Lusi yang telah jauh pergi meninggalkannya.
Sepasang mata tidak jauh dari sana menyaksikan semua kejadian itu, sambil mengambil foto keduanya.
Dengan sebuah senyuman lelaki itu pergi meninggalkan tempat itu.
Dua jam kemudian...
"Auuuww..." teriak Briptu Lusi mengerang kesakitan ketika ia baru siuman dari pingsannya.
Briptu Lusi yang meringis kesakitan sambil memegangi lutut kirinya yang mengeluarkan darah dan pelipis kirinya juga terlihat darah yang mulai mengering.
Gaun pesta malam warna merah yang dikenakannya robek memanjang dibagian dadanya, hingga BH berwarna putih itu pun terlihat dengan jelas. Sementara itu dibagian bawah gaun itu juga robek hingga memperlihatkan pahanya yang mulus.
Kondisi Iptu Rizki sangat memprihatinkan dari betisnya terlihat darah yang mulai mengering. Dari dahinya terlihat sobek memanjang masih mengeluarkan darah segar.
Jas yang dikenakannya robek memanjang di sisi kanannya. Dan celana katunnya robek di bagian betisnya.
Briptu Lusi berusaha bangkit walau dengan wajah meringis kesakitan menahan perih di lutut kirinya. Terseok-seok ia berjalan mencari Iptu Rizki dan akhirnya ia melihat sosok Iptu Rizki tergeletak di sebuah pohon besar.
"Mas Rizki...!!!" seru Briptu Lusi histeris saat ia melihat sosok itu.
Ia lalu berjalan tertatih-tatih mendekati Iptu Rizki yang tampak diam saja.
"Mas Rizki... Bangun, Mas! Jangan tinggalkan Adek! Adek sayang banget sama Mas. Hiksss..." Briptu Lusi menggoyang-goyangkan tubuh Iptu Rizki sambil menangis tersedu-sedu.
"Kalau kamu benar-benar sayang pada Mas. Cium dong!" Tiba-tiba Iptu Rizki bersuara menggoda wanita yang menangisi dirinya. Matanya mulai terbuka sambil menahan sakit di sekujur tubuhnya.
Mendengar suara Iptu Rizki barusan membuat tangisan Briptu Lusi berhenti, sebuah cubitan kecil mendarat di perut Iptu Rizki.
"Rasain, tuh!" ketus Briptu Lusi sambil memanyunkan bibirnya.
Mendapatkan cubitan dari Briptu Lusi membuat Iptu Rizki berteriak kesakitan. "Awww..."
"Iiihhh...!!! Siapa suruh bikin Adek jantungan?" ujarnya gemas.
Briptu Lusi tersenyum memandangi wajah lelaki itu yang tadi telah menyelamatkan hidupnya lalu mencium bibir lelaki itu sambil memejamkan matanya.
"Cuuuppp..." Bibir Briptu Lusi sudah menempel di bibir Iptu Rizki.
Ciuman singkat penuh rasa yang dirasakan oleh Iptu Rizki. Briptu Lusi mau menarik bibirnya namun tiba-tiba Iptu Rizki menahan kepalanya dan segera ia mencium bibir merah merekah itu dengan penuh perasaan. Awal dari sebuah hubungan yang membuat kedua hati dan perasaan keduanya bersatu.
Ciuman keduanya tidak lagi pelan dan lembut penuh perasaan tetapi mulai meningkat menjadi panas dan liar. Lidah keduanya sudah saling berputar-putar, seolah sedang saling berkejaran. Iptu Rizki menghisap lidah Briptu Lusi dengan penuh nafsu. Begitu pun sebaliknya, saat Iptu Rizki menjulurkan lidahnya Briptu Lusi dengan penuh nafsu menghisapnya.
Nafsu birahi kini sudah menguasai keduanya membuat keduanya menjadi lupa diri. Dengan cekatan tangan Iptu Rizki menggeser gaun yang sudah robek itu ke samping sambil mereka berciuman.
BH putih yang dikenakan sebagai penutup terakhir payudaranya kini terlihat jelas di hadapannya. Bergetar tangan Iptu Rizki saat akan membuka kait BH itu. Lalu dengan isyarat anggukan kepala dari pemiliknya maka ia pun membuka penutup terakhir bagian atas wanita itu.
Payudara Briptu Lusi kini terlihat nyata di hadapannya. "Sungguh indah payudaramu, Dek. Tidak besar dan juga tidak kecil. Mas boleh pegang?" bisiknya di telinga Briptu Lusi.
Hanya anggukan kepala dari sang empunya payudara. Membuat Iptu Rizki semakin bernafsu untuk meraba gundukan itu.
"Ohhh...! Mas Rizki..!!!" desah Briptu Lusi ketika kedua tangan kasar Iptu Rizki mulai membelai payudaranya.
"Sungguh kenyal Dek, tetek kamu." bisiknya lagi di telinga sang polwan.
"Yang kencangan Mas remesnya. Ohhh...!!!"
Wajah Briptu Lusi terlihat memerah, deru nafasnya sudah tidak beraturan. Dengan cepat ia bangkit dan meloloskan celana dalamnya sendiri. Perlahan ia mendorong tubuh Iptu Rizki rebah ke tanah.
Kini posisi Briptu Lusi di atas dengan tubuh bagian atas terbuka polos.
Lalu ia bergerak turun ke bawah, membuka ikat pinggang dan menurunkan resletingnya. Menggeser celana itu hingga terlolosi dari tubuh lelaki itu. Terlihat celana dalam itu sudah menggelembung. Namun tak lama celana dalam itu pun sudah ia lucuti.
Penis itu langsung meloncat keluar, terbebas dari sangkarnya. Briptu Lusi terperanjat dengan mata melotot saat melihat penis itu. "Besar sekali penis kamu, Mas. Jauh lebih besar dan panjang dari punya suamiku." gumamnya dalam hati.
Segera ia mengocok penis itu pelan-pelan hingga terlihat penis itu menjadi tegang maksimal.
Dengan tidak sabaran Briptu Lusi segera berjongkok di depan penis itu. Membimbing dan mengarahkannya di depan lubang vaginanya yang sudah becek.
Salam hormat buat admin, super moderator, moderatot, guru besar, suhu, master dan reader yang ane hormati.
Ijinkan ane memposting cerita ini sebagai partisipasi ane untuk meramaikan even LKTCP 2018. Semoga even LKTCP2018 tahun ini semakin ramai dan semarak.
Cerita ini hanyalah fiktif. Baik nama, tempat maupun kejadiannya. Jika ada kesamaan dari cerita ini di kehidupan nyata, itu hanya kebetulan semata.
Semoga terhibur, selamat membaca...!!!
========================================================
Palembang, 30 April 1995
Rumah panggung terbuat dari kayu berlantai dua terdapat sebuah keluarga yang terdiri dari; Bapak, Ibu dan seorang anak laki-laki berusia 8 tahun.
Jam 01.00 wib...
Anak laki-laki itu terbangun dari tidurnya karena ingin buang air besar. Ia bergegas turun dari ranjangnya, turun ke lantai bawah menuju kamar mandi satu-satunya di rumah itu yang berdampingan dengan kamar orang tuanya. Langsung saja, ia memasuki kamar mandi itu karena sudah tidak kuat menahannya.
Namun, dari arah kamar orang tuanya terdengar suara-suara aneh seperti suara orang yang sedang mendesah.
Setelah ia selesai menuntaskan hajatnya, dengan rasa penasaran anak laki-laki itu pun berusaha mengetahui apa yang terjadi di dalam kamar orang tuanya.
Setelah mencari-cari lubang untuk mengintip, akhirnya ia menemukannya. Dan lubang itu tepat mengarah langsung ke arah ranjang orang tuanya.
Dengan mata terbelalak, anak laki-laki itu shock saat ia melihat seorang laki-laki yang ia kenal dengan nama Om Farid yang merupakan adik kandung dari ayahnya sudah dalam keadaan bugil, begitu pun dengan ibunya sudah telanjang bulat di atas ranjang. Mereka berdua berciuman dengan penuh nafsu.
Om Farid lalu membuka lebar paha ibunya, menggesek-gesekkan anunya pada lubang kencing ibunya yang sudah terlihat basah.
"Aaarrrggghhh...!!!" erang Om Farid dan ibunya berbarengan saat kedua kelamin mereka sudah bersatu dalam lubang kencing ibunya.
Menyaksikan pemandangan itu, seketika suara nafas anak laki-laki itu terdengar tidak beraturan dan wajahnya berubah menjadi merah, di bagian bawah alat kelamin anak laki-laki itu ikut tegang dan berdiri.
.
.
.
.
Sementara itu di waktu yang hampir bersamaan, seorang lelaki dewasa berusia 35 tahun memakai jaket kulit berwarna hitam baru saja turun dari taksi, ia sempat berdiri sejenak menghadap rumah itu dengan senyum bahagia. Sambil menenteng sebuah tas, ia pun mulai melangkah memasuki halaman rumah hingga sampai di depan pintu rumah itu.
"Pasti mereka sudah pada tidur." gumam lelaki itu setelah melihat jam di tangannya yang menunjukkan jam 1 dini hari.
Lalu ia merogoh saku jaketnya mengeluarkan kunci cadangan rumah itu.
Ceklek...
Setelah kunci itu terbuka, perlahan-lahan ia memutar handle pintu itu. Hingga akhirnya pintu itu terbuka.
Lelaki itu masuk ke dalam rumah dengan wajah bahagia membayangkan akan kembali bertemu dengan anak dan istri tercinta.
Namun, tiba-tiba...
Langkah kakinya terhenti ketika ia berada persis di depan pintu kamar. Tatkala ia mendengar suara desahan dari dalam kamar itu.
"Ohhh... Lemak nian, Rid." (Ohhh... Nikmat sekali, Rid) lenguhan wanita dari dalam kamar itu.
"Lemak mano, kontol aku? Apo kontol Mas Arman, Yun?" (Nikmat mana, kontol aku? Apa kontol Mas Arman, Yun) tanya laki-laki itu menggoda wanita yang saat ini sedang ia setubuhi dari dalam kamar.
"Jelaslah, lemak kontol kamu Rid. Buktinyo, aku ketagehan kontol kamu. Sampe bunting dan melahirke anak. Dia anak kito, Rid. Bukan dari benih Mas Arman. Mas Arman itu, bininyo cuma kapal bae. Aku ditinggalin berbulan-bulan dak dienjok nafkah batin samo dio. Ohhh...! Teruuus sodok yang kenceng memek aku, Rid!" (Jelaslah, Nikmat kontol kamu Rid. Buktinya, aku ketagihan kontolmu. Sampai hamil dan melahirkan anak. Dia anak kita, Bukan dari benih Mas Arman. Mas Arman itu, istrinya cuma kapal aja. Aku ditinggalin berbulan-bulan tidak dikasih nafkah batin sama dia. Ohhh...! Teruuus sodok yang kencang memek aku, Rid!) sahut wanita itu sambil ia merintih nikmat atas apa yang dilakukan oleh pasangannya.
Bak disambar petir di siang bolong, tatkala ia mendengarkan jawaban 'Yuni Hastini', istrinya dari dalam kamar itu.
Wanita yang dinikahinya 9 tahun yang lalu, adalah sosok wanita cantik. Memiliki sifat keibuan yang lemah lembut dan tutur katanya santun serta selalu patuh kepadanya.
Tapi ternyata, selama ini istri yang sangat dicintainya sudah berbuat serong hingga hamil dengan 'Farid Yuliansyah', adik kandungnya yang ia biayai sekolahnya hingga ke perguruan tinggi.
Lelaki itu terlihat sangat murka setelah mendengar perkataan mereka, dalam hatinya ia menghardik. Bangsat...! Kalian telah menghianati kepercayaanku. Tidak ada kata maaf untuk kalian berdua. Penghianatan mesti dibayar dengan kematian."
Dengan penuh kemarahan yang meluap-luap, ia melihat sebuah golok yang terpajang di dinding dan segera mengambil golok tersebut lalu berlari menuju kamar itu.
Brakkk...
Sebuah tendangan yang keras, membuat pintu kamar itu terbuka lebar hingga membuat kaget Yuni dan Farid yang masih dalam posisi bersetubuh kedua kelamin mereka masih bersatu.
"Maaas Arman...!!!" seru keduanya panik setelah menyadari siapa gerangan yang datang dan mendobrak pintu kamar itu.
Penis Farid yang tadinya berdiri perkasa saat menggagahi vagina kakak iparnya, seketika menciut lemas dan terlepas dengan sendirinya dari vagina Yuni.
Perasaan malu, takut dan menyesal tampak dari raut muka Farid. Seketika tubuhnya gemetar dan bergigik ngeri saat melihat sorot mata Arman, kakak kandungnya yang terlihat memancarkan aura untuk membunuh.
Sementara itu, Yuni dengan cepat menarik selimut untuk menutupi tubuhnya yang telanjang bulat.
"Bangsat, kalian berduo pantas mati."(Bangsat, kalian berdua pantas mati) teriak Arman lantang dan penuh amarah.
"Ampun Mas Arman. Ampuni Farid. Farid khilaf, Mas." ujarnya sambil menyembah kaki Arman yang memegang golok dengan penuh amarah.
Namun bukan dapat sebuah kata 'maaf' dari Arman, melainkan sebuah tendangan yang tepat menghantam kepalanya hingga membuat tubuh Farid tersungkur dan menghantam dinding kamar itu.
"Buuuggghhh..."
"Ampun, Mas Arman. Ampuni Yuni dan Farid. Hiks..." mohon Yuni sambil beranjak dari ranjang, bersujud di kaki suaminya dengan bercucuran air mata.
"Apa kau bilang? Ampun...! TIDAK!!! Kalian berdua telah menginjak-injak harga diriku. Kalian berdua akan kubunuh sekarang juga." sahut Arman dengan penuh emosi, ia langsung menendang kepala istrinya tanpa ada rasa belas kasihan sedikit pun. Hingga tubuh Yuni pun terlempar ke belakang dan kepalanya menghantam ranjang tempat mereka tadi melakukan hubungan terlarang.
Farid berusaha berdiri, darah keluar dari bibirnya yang pecah. Tapi belum juga ia bisa bernafas lega ia sudah diserang kembali oleh Arman dengan serangan golok yang membabi buta. Farid hanya bisa mengelak dan menghindar dari serangan golok yang bertubi-tubi diarahkan kepadanya oleh Arman yang sudah kalap.
Beberapa saat kemudian...
Ayunan golok dari tangan Arman tepat mengenai sasarannya.
"Craassshhh..."
"Aaarrrgghhh...!!!" erang Farid saat golok itu mengenai lehernya.
Golok yang tajam itu seketika membelah leher Farid sehingga membuat tubuh Farid terhuyung-huyung dan ambruk di lantai dengan darah yang memuncrat dari lehernya.
Tidak sampai di situ saja, saat tubuh Farid berkejat-kejat seperti ikan yang kekeringan air. Arman segera memegang leher Farid dan langsung menggoroknya.
"Craaassshhh..."
"TIDAAAAKKK...!!! Farid...!" teriak Yuni histeris memanggil nama adik iparnya yang sekaligus juga ayah dari anaknya.
Seketika Yuni pingsan karena tidak sanggup menyaksikan kejadian itu di depan matanya.
"Buugghhh..." Tubuh Farid ambruk ke lantai dengan kepala yang terpenggal.
Semua kejadian itu tak luput dari pandangan mata anak laki-laki itu. Ia menyaksikannya mulai dari persetubuhan Ibu dan Om-nya sampai pembunuhan sadis yang dilakukan oleh Arman yang dianggap ayahnya ternyata bukan ayah kandungnya.
Badannnya tampak bergetar hebat dengan lutut yang gemetaran dan mata terbelalak tatkala melihat ayahnya kemudian menggorok leher ibunya yang sedang pingsan.
Darah menggenangi seluruh ruangan kamar itu. Kemudian ayahnya meletakkan kepala Om Farid dan ibunya berdampingan di lantai kamar.
Potongan kepala Om Farid dengan mata melotot teronggok di lantai, di sebelah kanan kepala Om Farid adalah potongan kepala ibunya dengan mata yang tertutup rapat.
Pemandangan yang mengerikan adalah saat anak laki-laki itu melihat ke arah ranjang.
Di sana, ia menyaksikan kesadisan ayahnya memotong-motong tubuh bugil ibunya yang sudah terbujur kaku tanpa kepala. Kedua tangan ibunya ditebas hingga putus, lalu memutilasi kedua kakinya. Tidak sampai di situ saja, tubuh bagian atas ibunya. Dipotong-potong hingga menjadi beberapa potongan tubuh oleh ayahnya.
Tidak puas dengan memutilasi tubuh ibunya, ayahnya lalu mendekati tubuh Om Farid yang sudah tanpa kepala lalu juga memutilasinya menjadi beberapa potongan.
Setelah melakukan pembunuhan sadis itu, tampak ayahnya tertunduk lesu memegangi kedua lututnya sambil menangis tersedu-sedu.
Beberapa menit kemudian, ayahnya bangkit dan memasukkan potongan-potongan tubuh Om Farid dan ibunya ke dalam karung yang besar.
Anak itu menyaksikan semua kejadian sadis itu dengan wajah pucat pasi dan dengan keringat dingin. Hingga akhirnya, ia pingsan tak sanggup lagi untuk terus menyaksikan semua itu.
.
.
.
Matanya mulai terbuka, kesadarannya mulai pulih. Anak laki-laki itu celingak-celinguk memperhatikan sekitarnya. Ternyata ia kini sudah berada di sebuah pesawat terbang, duduk bersebelahan dengan ayahnya yang tertidur pulas.
©©©©©
20 tahun kemudian...
Palembang, 1 Juli 2015. Jam 08.00 wib...
Lokasi : Rumah Sakit Umum Palembang
Mulustrasi dr. Burhan
"Dokter... Dokter Burhan...!" seru seseorang dari arah pintu memanggilnya.
"Eh, iya. Ada apa Suster?" sahut dr. Burhan agak kaget.
"Dokter Retno mau bertemu." Suster Riana memberitahu. "Apa boleh disuruh masuk, dok?"
"Suruh masuk aja, Sus!" jawab dr. Burhan dengan senyum ramahnya.
Suster Riana mengangguk dan menutup pintu itu.
dr. Burhanuddin Abdullah, Sp.B
Dokter Spesialis Bedah
Dokter Spesialis Bedah
Nama dokter yang kini sedang duduk di meja kerjanya sambil menunggu kedatangan dr. Retno yang tadi diberitahukan oleh Suster Riana.
Tok... Tok... Tok...
"Masuk...!" seru dr. Burhan.
dr. Retno Harsiwi Ahmad, Sp.PD adalah salah satu dari lima orang dokter spesialis penyakit dalam yang bertugas di RSUP dr. M. Husen.
Dokter cantik itu kini sudah berdiri di ambang pintu dengan senyumannya lalu masuk menuju ke arah dr. Burhan sambil membawa map di tangannya.
"Silahkan duduk, dokter Retno!" ucap dr. Burhan ramah menyambut kedatangan dr. Retno.
"Terima kasih, dokter Burhan." sahut dr. Retno lalu duduk persis di hadapan dr. Burhan.
"Tumben pagi-pagi dokter Retno ke sini! Ada keperluaan apa, dok?" tanya dr Burhan memulai obrolan dengan santai.
"Begini dokter Burhan." dr. Retno menjelaskan tujuannya menemui dr. Burhan. "Pasien saya bernama Ny. Sulastri berusia 60 tahun, kemaren sudah menjalani serangkaian tes medisnya untuk operasi besok. Dan hasilnya, 'semuanya oke'. Ini saya bawakan data-data pasiennya, dok."
Dokter Retno menyerahkan map di tangannya pada dr. Burhan.
Dokter Burhan membaca sejenak hasil tes laboratorium pasien tersebut berikut juga foto rontgen pasien bernama Ny. Sulastri. Lalu ia bangkit sambil membawa foto rontgen itu dan meletakkannya di sebuah alat untuk melihat foto rontgen itu dengan jelas. Dari foto rontgen itu, terlihat sebuah benda berada di dalam ginjal.
"Hmmm... Untuk operasinya besok, bagaimana persiapannya dr. Retno?" tanya dr. Burhan. "Apakah semuanya sudah siap?"
"Saya sudah konfirmasi tadi dok, ke bagian operasi. Mereka bilang, 'peralatan dan ruang operasi sudah siap untuk operasi besok'." sahut dr. Retno memberitahu.
"Jika semuanya sudah OK. Saya siap melakukan operasinya besok." sahut dr. Burhan tegas.
"Makasih ya, dokter Burhan. Sampai ketemu besok di ruang operasi." ucap dr. Retno berdiri lalu menyalami dr. Burhan.
"Sama-sama, dokter Retno." sahut dr. Burhan menyambut tangan dr. Retno.
"Saya permisi dulu ya, dokter Burhan." pamit dr. Retno disertai senyuman tipisnya.
"Silahkan, dokter Retno! Oiya dok. Titip pesan buat suster Riana di depan suruh ke mari! " jawab dr. Burhan ramah.
Dokter Retno mengangguk lalu melangkah ke luar ruangan itu. Dokter Burhan kembali melanjutkan pekerjaannya, menunggu kehadiran suster Riana menanyakan apa ada pasien yang mau menemuinya.
©©©©©
Jam menunjukkan pukul 20.00 wib, jalanan di kota Palembang berangsur-angsur mulai berkurang kepadatannya.
Seseorang sedang mengendarai mobil Toyota Fortuner. Mobil itu melaju dengan kecepatan sedang di jalan Jenderal Sudirman.
Dari kaca spionnya, terlihat sebuah mobil Honda Jazz di belakangnya melaju dengan sedikit kencang dan berusaha menyalip mobilnya.
"Dari ciri-ciri dan warna mobilnya sepertinya itu mobil... Ya, benar tidak salah lagi." gumam lelaki yang saat ini sedang menyetir mobil Toyota Fortuner.
Mobil Honda Jazz yang tadinya berada di belakang mobilnya, kini sudah sejajar dengan mobilnya.
Lelaki yang mengendarai Toyota Fortuner itu menoleh ke samping kanan melihat siapa pengemudi mobil Honda Jazz itu.
Seketika ia terperanjat kaget saat melihat pengemudi mobil itu dan orang di sampingnya.
Namun karena mobil Honda Jazz itu melaju lebih cepat dari mobilnya, hingga mobil itu melewati mobil yang dikendarainya.
Plat nomor polisi di depannya itu, tampak jelas, BG 51 LVI.
Pengendara mobil Toyota Fortuner itu segera menginjak gas dengan keras membuat laju mobilnya menjadi kencang dari sebelumnya dan jarak mobil yang dikejarnya itu pun semakin dekat jaraknya. Namun pengendara mobil itu tidak mau mendahului mobil Honda Jazz di depannya, melainkan hanya membuntuti mobil itu.
Hingga akhirnya, mobil yang ia buntuti memasuki sebuah perumahan. "Perumahan Sukarame Permai", sebuah plang nama terlihat saat ia mau memasuki gerbang perumahan itu.
Mobil itu berhenti sejenak di depan pagar rumah di Blok J-07. Seorang lelaki muda, putih dan bertubuh atletis turun dari mobil membukakan pintu pagar rumah itu.
Mobil itu masuk ke dalam dan lelaki muda itu menutup kembali pagar yang sempat ia buka. Terdengar suara tawa canda saat wanita itu turun dari mobil menggandeng tangan lelaki muda itu masuk ke dalam rumah.
Orang itu mendengus kesal lalu ia menjalankan mobilnya pergi meninggalkan rumah itu dengan kecepatan tinggi menuju suatu tempat di pinggiran kota Palembang.
.
.
.
Lokasi : Perumahan Sukarame Permai Blok J-07
Dua orang berlainan jenis sudah berada di atas ranjang. Keduanya sudah dalam keadaan bugil. Lelaki muda itu menggoda lawan jenisnya dengan mencolek-colek payudara yang besar dan menggantung.
"Ih, kamu godain Tante aja. Kalau kamu mau, tinggal remas aja tetek Tante." ujarnya balas menggoda lelaki muda itu.
"Memangnya Tante Silvi mau diapain sama David?" goda lelaki muda itu kembali.
"Memek Tante pengen dimasukin kontol kamu, David sayang. Puasin Tante malam ini. Ih...! kamu godain Tante mulu dari tadi. Awas kamu ya...! Tante bikin kamu tidak bisa jalan."
"Hehehe... Siapa takut..?" jawab lelaki muda itu pede.
Wanita itu segera mendorong tubuh lelaki muda lalu ia berjongkok menghadap penis lelaki muda yang mulai bangun. Tangannya langsung menggenggam penis itu mengocoknya dari atas ke bawah membuat mata lelaki itu merem-melek menikmati halusnya kocokan tangan wanita itu.
"Aaakkhh...! Enak banget Tante. Sepongin kontol David dong, Tante." lenguhnya nikmat. Lelaki itu juga meminta wanita itu segera mengoral penisnya.
"Sluuurrpphh... Sluuurrpphh..." lidah wanita itu mulai bermain-main di kepala penis itu, terkadang sesekali memainkan lidahnya di atas lubang kencing lelaki itu.
.
.
.
Sementara di luar rumah itu, seseorang berpakain serba hitam dengan penutup kepala sedang mengendap-endap di halaman rumah itu.
Di punggungnya ada sebuah tas mirip ransel berwarna hitam. Ia mulai mengeluarkan sebuah kunci dari dalam tas ranselnya lalu mendekati pintu itu.
Ceklek..."
Perlahan-lahan ia mulai mendorong pintu itu sepelan mungkin lalu mulai masuk ke dalam rumah.
Di dalam kamar, wanita itu sudah berada di atas tubuh lelaki muda itu. Dari kewanitaannya nampak banjir oleh cairan yang keluar dari dalam vaginannya. Ia menggesek-gesekkan kepala penis milik lelaki muda itu. Setelah dirasa cukup basah batang penis itu lalu diarahkannya ke lubang vaginanya. Sambil menggenggam penis itu, wanita itu mulai menurunkan pantatnya dan secara perlahan-lahan penis itu pun menyeruak masuk dan semakin dalam masuknya saat wanita itu menghentakkan pantatnya ke bawah dengan cepat.
"Aaarrrggghhh...!!!" erang keduanya saat kedua kelamin mereka menyatu.
Wanita itu dengan liar mulai menaik-turunkan pantatnya, kepalanya berputar-putar ke kiri dan ke kanan.
"Oohhh...!!! Enaaaakkk banget kontol kamu, Vid. Besar dan panjang. Terasa penuh di dalam. Ooohhh...!!!" desahnya sambil terus memompa penis itu bagai seorang penunggang kuda pacu.
.
.
.
Lelaki yang memakai pakaian serba hitam dan memakai penutup kepala, melihat dan mendengar dengan jelas apa yang sedang kedua insan itu lakukan.
Tangannya sudah ia lapisi sarung tangan karet yang sangat tipis. Lalu ia mengeluarkan tombak kecil yang runcing, yang panjangnya sekitar 30 cm dari dalam tas ranselnya. Lelaki itu berjalan pelan mendekati kedua pasangan yang sudah dikuasai hawa nafsu itu.
Pada saat Silvi berteriak menjemput orgasmenya, yang membuat tubuhnya ambruk menimpa tubuh David disertai pelukan yang sangat erat di leher pemuda itu.
Dan disaat itu pula, lelaki berpakaian serba hitam itu menghujamkan tombak itu ke tubuh Silvi di bagian punggung sebelah kanannya dengan tenaga yang sangat besar. Lalu menekan tombak itu dengan segenap tenaga yang dimilikinya.
"Arrgghh...!!!"
"Hu..uhuk.. Uhuk..."
Tombak itu pun menembus paru-paru Silvi. dan terus masuk hingga merobek jantung David yang masih merem di bawah.
Seketika tubuh keduanya menggelempar-gelempar kesakitan dan tidak berapa lama tubuh Silvi berhenti bergerak. Sementara David meronta-ronta kesakitan saat tombak itu mulai menerobos masuk ke jantungnya.
Silvi tewas dengan tombak menancap di punggungnya kanannya. Sedangkan David dengan sisa-sisa tenaganya meronta-ronta mencoba melepaskan pelukan erat Silvi yang telah tewas di atas tubuhnya.
Tombak itu ia tekan semakin dalam ke tubuh Silvi hingga tembus dan merobek jantung David yang masih menggelempar-gelempar bagai cacing kepanasan. Lalu mulai berhenti bergerak dan diam.
Melihat kedua korban sudah tidak bergerak lagi, ia segera mencabut tombak itu dengan kedua tangannya, sehingga darah keluar menyembur dengan sangat kencang bak air mancur.
Tidak puas sampai di situ, ia mengeluarkan pisau yang sangat tajam lalu memegang kepala wanita itu dan menempelkan pisaunya ke leher Silvi yang sudah tak bernyawa. Kepala itu terpisah dari tubuhnya setelah disayat dan digorok dengan pisau yang tajam itu.
"Buugghh.."
Kepala wanita itu ia lempar ke lantai dengan sangat kuat.
Kemudian ia melakukan yang sama terhadap lelaki muda itu, menyayat lehernya lalu menggoroknya hingga putus dari badannya.
Setelah merapikan semua perbuatannya barusan, lelaki misterius berpakaian serba hitam itu mulai meninggalkan rumah itu dengan segala kekacauan dan kesadisannya.
.
.
.
Keesokan harinya...
Seorang ART terlihat sedang membuka pintu rumah itu, setelah berada di dalam rumah itu, ia nampak terkejut melihat kamar tidur majikannya terbuka.
Saat ia berdiri di ambang pintu seketika ia berteriak histeris.
"Nyonyaaaaa....!!! Tidaaaakkkk...!!!"
ART itu pingsan seketika karena shock atas apa yang ia lihat.
Teriakan histeris ART itu sempat didengar oleh warga sekitar perumahan. Mereka satu persatu mendatangi rumah itu dengan penuh rasa penasaran.
©©©©©
Palembang, 2 Juli 2015. Jam 08.00 wib...
Lokasi : Kantor Poltabes Palembang
Brigadir Polisi Satu atau disingkat Briptu Lusi Herawati nama yang ada di papan nama di atas meja kerjanya. Seorang polwan cantik yang bertugas di unit Reskrim Poltabes Palembang di bawah pimpinan Inspektur Polisi Satu atau Iptu Rizki Kurniawan.
Berwajah cantik, bertubuh sintal serta supel dalam bergaul dengan sesama anggota kepolisian membuat Briptu Lusi menjadi idola dari korps kepolisian tersebut. Namun, sayang mereka mesti gigit jari karena dia telah menikah.
"Briptu Lusi, dipanggil oleh Iptu Rizki." seorang polwan memberitahunya.
"Terima kasih Briptu Desi." sahutnya lalu tersenyum ramah pada polwan yang memberitahunya tadi.
Briptu Lusi bangkit dari kursinya lalu berjalan menuju ruangan Iptu Rizki.
Tok... Tok... Tok...
"Masuk...!" sahut orang di dalam ruangan dengan suara tegas.
"Ceklek..."
Briptu Lusi mulai melangkah masuk ke ruangan itu.
Di hadapannya duduk atasannya yang ia kagumi karena ramah, cerdas dan selalu peduli pada rekan kerjanya.
Di atas meja kerjanya terpajang sebuah sign name atau papan nama.
Inspektur Polisi Satu Rizki Kurniawan
Nrp. 1005-A
Kepala Unit Reskrim Poltabes Palembang
Nrp. 1005-A
Kepala Unit Reskrim Poltabes Palembang
"Silahkan duduk, Briptu!"
"Terima kasih, 'Ndan." Briptu Lusi tersenyum lalu duduk di kursi.
"Briptu Lusi, sekarang kamu ikut saya. Barusan ada laporan dari masyarakat, di perumahan Sukarame Permai telah terjadi pembunuhan. Dan menurut informasinya, ada 2 orang korban meninggal dunia." Iptu Rizki memberitahukan maksud dan tujuannya memanggilnya.
"Siap, 'Ndan." jawab Briptu Lusi tegas.
"Yuk, kita berangkat sekarang!" Iptu Rizki mengambil pistol revolver kaliber 44 lalu memasangkannya di pinggangnya.
Keduanya keluar dari ruangan itu, menuju mobil pribadi milik Iptu Rizki. Di halaman Poltabes Palembang telah bersusun 2 mobil ambulan dari bagian forensik, dan 2 mobil patroli dari unit Reskrim Poltabes Palembang.
.
.
.
Lokasi : Perumahan Sukarame Permai
Suara sirine iring-iringan mobil polisi dan mobil ambulan memasuki sebuah kompleks perumahan Sukarame Permai di kota Palembang, membuat kaget dan gempar warga sekitar kompleks dan juga penghuni kompleks perumahan tersebut.
2 mobil ambulan dari bagian forensik telah dipersiapkan di halaman depan rumah Blok J.07 untuk membawa dua jenazah korban pembunuhan.
Iptu Rizki dan Briptu Lusi segera turun dari mobil. Keduanya segera masuk ke dalam rumah bersama para petugas lainnya termasuk juga dari bagian forensik.
Iptu Rizki dan Briptu Lusi beserta petugas lainnya kini mulai melangkah mendekati kamar tidur.
Dan setelah sampai di dalam kamar tidur itu, Suasana ngeri dan mencekam yang dirasakan oleh mereka.
Terlihat banyak darah yang tergenang di lantai. Darah berceceran dimana-mana, bahkan ada darah yang memercik dan menempel di dinding kamar. Dan yang lebih membuat ngeri dan shock Iptu Rizki, Briptu Lusi dan petugas lainnya, saat menemukan dua potongan kepala korban teronggok di lantai. Bau amis darah menyeruak ke seluruh ruangan. Bagian forensik segera membagikan masker untuk semua petugas.
Belum sempat Briptu Lusi memakai maskernya, tiba-tiba...
"Hoek... Hoek..."
Briptu Lusi mendadak mual dan berasa ingin muntah. Dia berlari keluar dari kamar itu dengan wajah pucat pasi.
Iptu Rizki sudah menggunakan masker saat ia mulai ikut mengecek kondisi korban bersama dari bagian forensik.
Nampak tubuh kedua korban pembunuhan itu masih berada di atas ranjang dalam keadaan bugil dan berpelukan dengan kelamin masih bersatu tanpa kepala.
Barang bukti yang ditemukan oleh Iptu Rizki di TKP, hanya secarik kertas berupa pesan dalam Bahasa Rusia, убийца (baca: ubiytsa). Lalu ia masukkan ke dalam kantong plastik transparan.
Garis polisi pun segera dipasang oleh pihak kepolisian. Dan jenazah kedua korban pembunuhan itu, lalu dimasukkan di kantung jenazah untuk dibawa ke dalam mobil ambulan oleh bagian forensik, selanjutnya akan dilakukan autopsi untuk mengetahui sebab kematian kedua korban.
Saksi yang melaporkan dan melihat pertama kali, nampak masih shock. Dia tidak bisa ditanyai, diam dan terus menutup wajahnya dalam dekapan Briptu Lusi. Saksi itu segera dibawa oleh Iptu Rizki dan Briptu Lusi ke kantor Poltabes Palembang untuk dimintai keterangan lebih lanjut.
.
.
.
Kasus pembunuhan yang terjadi di perumahan Sukarame Permai itu seketika menguap ke permukaan. Hampir semua media cetak maupun eletronik memberitakan tentang kasus pembunuhan itu. Dan sempat menjadi trandding topic di beberapa stasiun TV lokal maupun Nasional dan headline di beberapa surat kabar lokal maupun Nasional.
©©©©©
Palembang, 16 Juli 2015
Lokasi : Ruangan Kanit Reskrim Poltabes Palembang
"Selamat pagi, 'Ndan. Saya membawakan berkas-berkas penyelidikan di TKP kemaren untuk kasus pembunuhan di perumahan Sukarame Permai." ujar Briptu Lusi sambil menyerahkan sebuah map ke atas meja.
"Silahkan duduk, Briptu Lusi!" perintah orang itu penuh wibawa.
Iptu Rizki membuka map itu dan mulai mempelajari berkas kasus itu. Di dalam berkas itu terdapat hasil autopsi dari bagian forensik Polda Sumsel.
Di laporan tim forensik itu tertulis korban laki-laki ditemukan mati mengenaskan dengan luka tusuk yang menganga di jantungnya. Sementara korban berjenis kelamin wanita ditemukan terluka di paru-parunya yang bolong tertembus benda tajam. Diduga korban mati ditikam dengan benda tajam yang panjangnya antara 20 cm - 30 cm dengan lebar luka akibat benda tajam itu makin mengecil.
"Berarti pelaku menggunakan bahan tajam tapi bukan pisau. Kalau pakai pisau maka laporan lukanya akan berbeda. Dan tidak akan mungkin tembus ke tubuh perempuan dibawahnya." Iptu Rizki mulai berpikir tentang senjata pelaku dalam menghabisi korbannya.
Dan ia mengamati lebih lanjut pesan singkat dalam Bahasa Rusia, убийца.
Apa maksud dari tulisan ini? Aku mesti cari informasinya mengenai pesan ini. Oiya kayaknya saya nggak asing dengan bentuk huruf ini." gumamnya bertanya dalam hati.
Iptu Rizki terus berpikir tentang pesan itu hingga akhirnya ia berteriak kegirangan.
"Yesss...!!!"
Briptu Lusi pun ikut kaget melihat tingkah atasannya yang tiba-tiba berteriak kegirangan. Lalu ia bertanya karena penasaran. "Maaf, 'Ndan. Ada apa barusan komandan berteriak kegirangan?"
"Eh, itu anu...! Tidak ada apa-apa Briptu." sahut Iptu Rizki gugup dan sedikit malu dengan tingkahnya tadi. Lalu ia mengalihkan dengan meminta Briptu Lusi mempelajari biodata korban pembunuhan.
"Briptu Lusi, tolong kamu baca biodata kedua korban itu!" Iptu Rizki menyerahkan map berisi berkas-berkas kasus pembunuhan itu.
Briptu Lusi menerima map itu lalu ia mulai serius mempelajari berkas itu, terutama membaca biodata kedua korban pembunuhan.
Biodata korban wanita :
Nama lengkap : Silvi Agustina
Usia : 28 tahun
Pekerjaan : Sekretaris PT. AAA cabang Palembang
Status : Menikah
Biodata korban laki-laki :
Nama lengkap : David Hariman
Usia : 20 tahun
Pekerjaan : Mahasiswa
Status : Belum menikah
Melihat biodata itu Briptu Lusi, mencatat bahwa kedua korban adalah pasangan selingkuh. Karena status korban wanita adalah menikah sesuai keterangan dari ART korban yang juga merupakan saksi dalam kasus pembunuhan ini.
"Ndan, menurut saya kita mesti menemui ART yang menjadi saksi utama dari kasus ini. Saya penasaran tentang suami siri dari korban wanita. Ini bisa kita jadikan awal penyelidikan kita. Semoga saja saksi sudah bisa kita mintai keterangannya"
"Ok. Kalau begitu kita pergi sekarang ke rumah saksi tersebut!" sahut Iptu Rizki cepat dan ia bangkit dari kursinya, membawa lencana dan kartu identitasnya serta tak lupa pistolnya.
1 jam kemudian...
Mereka berdua telah berada di alamat rumah ART yang merupakan saksi utama yang menemukan kedua korban pembunuhan di sebuah rumah yang dijaga ketat oleh pihak kepolisan. ART itu sekarang di bawah perlindungan LPSK atau Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban.
Briptu Lusi mulai menginterogasi saksi dan Iptu Rizki mencatat keterangannya. Dari kesaksian itu, ada sedikit informasi tentang suami korban. Bahwa suami korban hanya pulang 6 bulan sekali, berusia kurang lebih 45-50 tahun, tinggi 170 berbadan kekar dan brewokan. Dia sempat diberitahu oleh majikannya bahwa suami korban adalah seorang pengusaha yang usahanya berada di Negara Rusia. Namun sekitar setahun ini, suami korban sering berada di rumah itu walau hanya sebulan sekali.
"Pantas saja ada pesan Bahasa Rusia. Berarti terduga pelaku adalah suami korban sendiri." ujar Iptu Rizki pada Briptu Lusi sambil nyetir mobil pada saat mereka baru saja selesai menginterogasi saksi.
"Iya, 'Ndan. Saya juga menyimpulkan seperti itu. Menurut saya kita mesti bikin sketsa wajah pelaku terlebih dahulu 'Ndan. Sesuai dengan ciri-ciri fisik dari saksi tadi." sahut Briptu Lusi memberikan pendapatnya.
"Siip...! Udah cantik, cerdas pula kamu, Briptu. Sayang udah ni..." Iptu Rizki tidak melanjutkan kalimatnya ia tidak mau merusak hubungan kerjanya menjadi urusan pribadi. Lalu ia mengalihkan pembicaraan. "Ayo kita balik ke markas, kita minta Briptu Anto buatin sketsa wajah pelaku."
Iptu Rizki terlihat tersenyum pada Briptu Lusi dan hanya sebuah anggukan kepala dari Briptu Lusi sebagai jawabannya.
Mendapatkan pujian dari atasannya dan senyuman itu seketika wajah Briptu Lusi tersipu, ada kekaguman tersendiri pada sosok lelaki di sampingnya yang penuh wibawa dan perhatian padanya sejak awal ia bekerja di korps ini.
"Apa maksud perkataannya? Apakah ia masih mencintaiku dan terus menungguku sampai sekarang walau aku sudah menikah?" tanya Briptu Lusi dalam hati.
Dua hari kemudian...
Sketsa wajah terduga pelaku pembunuhan sesuai informasi dan keterangan dari saksi kini menghiasi halaman utama surat kabar lokal dan Nasional. Bahkan media elektronik pun ikut menayangkan gambar sketsa wajah terduga pelaku pembunuhan.
Wartawan pun tiap hari selalu berkumpul di Poltabes Palembang untuk turut mengikuti perkembangan kasus yang banyak menyita perhatian publik karena kesadisannya. Iptu Rizki dan Briptu Lusi tanpa sungkan melayani dengan baik para pemburu berita itu. Malah nanti malam keduanya diminta kesediaannya untuk hadir dalam acara berita di salah satu stasiun TV lokal, PALTV.
Lokasi : Di Stasiun PALTV, jam 20.00 wib
"Apa benar itu sketsa wajah terduga pelaku?" tanya presenter berita PALTV saat mewawancarai Iptu Rizki Kurniawan dalam acara TKP.
"Sampai detik ini kami dari penyidik belum bisa memberikan kepastian sketsa wajah itu adalah pelakunya. Namun dalam beberapa pengusutan kami di lapangan indikasinya mengarah ke sketsa wajah itu sebagai tersangkanya. Dan kami mohon kerja sama dari semua pihak termasuk masyarakat untuk ikut membantu kami. Jika ada yang melihat sketsa wajah ini tolong segera hubungi kami." jawab Iptu Rizki Kurniawan dengan ramah namun terlihat tegas semua perkataannya. Di sampingnya duduk Briptu Lusi rekan kerjanya dalam pengusutan kasus ini.
"Ok, Pak Kanit dan Bu Lusi terima kasih atas waktu dan kesediaannya telah hadir dan memberikan penjelasan langsung mengenai kasus pembunuhan sadis ini di acara TKP." ujar presenter berita itu sambil menyalami Iptu Rizki dan Briptu Lusi.
"Demikianlah wawancara kami dengan Kanit Reskrim Poltabes Palembang Iptu Rizki Kurniawan dan Briptu Lusi Herawati dalam acara TKP." kata presenter itu memberitahukan kepada pemirsa di rumah.
©©©©©
Palembang, 23 Juli 2015. Jam 22.00 wib...
Di sebuah kompleks perumahan di daerah Bukit Besar, Briptu Lusi baru saja pulang setelah diantar oleh Iptu Rizki.
Setelah mobil Iptu Rizki meninggalkan halaman rumahnya, Briptu Lusi segera mengambil kunci rumahnya di sebuah pot kembang. Wajahnya tampak begitu lelah karena kasus yang ia usut bersama Iptu Rizki sangat menyita fisik dan pikirannya.
Sudah seminggu ini, Briptu Lusi mesti tinggal sendiri di rumah yang dibelikan oleh suaminya 4 bulan yang lalu. Di dinding bercat putih itu terpajang foto pernikahannya 2 tahun yang lalu. Namun, sampai sekarang belum ada tanda-tanda kehamilannya.
Dalam hati Briptu Lusi menggerutu kesal dengan sikap suaminya. "Bang, kenapa kamu lebih mementingkan pekerjaanmu dibandingkan aku dan kebahagian rumah tangga kita. Kalau begini terus, aku udah nggak kuat Bang."
Kesepian, itulah yang dirasakan Briptu Lusi saat ini. Tanpa buah hati yang mereka nanti-nantikan. Namun, ia mesti kuat menjalani pernikahan ini mungkin belum saatnya saja mereka mempunyai momongan.
Dengan langkah kaki gontai, ia segera melangkah ke kamar mandi setelah tadi ia sempat mengganti seragam dinasnya dengan sebuah kimono.
Suara gemericik air menandakan bahwa ia sedang mulai mandi di bawah guyuran shower di kamar mandi itu.
.
.
Sementara itu, seorang laki-laki tersenyum tipis saat melihat mobil Iptu Rizki sudah meninggalkan halaman rumah itu. Lelaki dengan tinggi +/- 170 cm, berpakaian serba hitam dan menggunakan penutup kepala itu mulai melangkahkan kakinya menuju rumah Briptu Lusi.
Selama seminggu ini, ia mengawasi rumah Briptu Lusi. Dan ia bisa menduplikatkan kunci rumah itu yang selalu ditaruh polwan itu di sebuah pot kembang saat akan meninggalkan rumahnya.
Ceklek...
Perlahan-lahan ia membuka pintu itu supaya tidak sampai terdengar pemilik rumah itu. Setelah ia berada di dalam rumah itu, lelaki misterius itu mendengar suara gemericik air di dalam kamar mandi.
Seringai licik keluar dari bibir lelaki itu ketika mengetahui Briptu Lusi sedang mandi. Lantas ia segera menuju kamar tidur Briptu Lusi yang terbuka lebar dan bersembunyi di balik pintu kamar yang terbuka itu.
.
.
.
Tak lama kemudian Briptu Lusi keluar dari kamar mandi. Ia mengenakan kimono yang tadi ia pakai sebelum ke kamar mandi lalu melangkah ke kamar tidurnya dengan wajah lebih segar.
Tanpa ada kecurigaan sama sekali Briptu Lusi memasuki kamar tidurnya. Begitu ia sudah berada di dalam kamarnya, betapa kagetnya ia ketika melihat dari pantulan cermin ada lelaki berpakaian serba hitam hitam dengan penutup kepala berdiri tepat di belakangnya.
Briptu Lusi bargerak maju setelah menyadarinya. Ia berusaha mengambil pistol yang ia letakkan di meja hiasnya. Namun, gerakan Briptu Lusi kalah cepat dengan sergapan lelaki itu. Lalu secepat kilat lelaki itu mengarahkan sapu tangannya, membekap hidung dan mulut Briptu Lusi.
"Hmmm..." gumam Briptu Lusi. Ia meronta-ronta berusaha melepaskan diri.
Beberapa detik kemudian...
Rontaan Briptu Lusi makin lama semakin melemah, hingga akhinya polwan itu pun sudah diam, tidak ada gerakan sama sekali.
Lelaki itu membopong tubuh Briptu Lusi yang tertidur pulas dan meletakkannya ke atas ranjang lalu menarik simpul baju kimono yang dikenakannya hingga kini dihadapannya tergolek tubuh bugil polwan yang beberapa hari ini menjadi targetnya.
"Benar-benar tubuh yang indah dan sexy. Sayang sekali kalau tubuh seindah ini hanya dianggurin saja." gumamnya mengagumi keindahan tubuh polwan cantik itu.
Segera ia melucuti pakaiannya sendiri hingga bugil. Terlihat penis lelaki itu mengacung dengan gagahnya lalu ia naik ke atas ranjang.
Bibirnya dengan rakus mulai menghisap puting buah dada kanan Briptu Lusi dengan penuh nafsu disertai dengan remasan tangan kirinya pada gundukan buah dada Briptu Lusi sebelah kiri.
Sementara tangan kanan lelaki itu sudah berada di bibir vagina Briptu Lusi.
Silih berganti bibir dan tangan kiri lelaki itu memilin, meremas dan menghisap kedua payudara yang sangat indah dan kenyal milik seorang polwan cantik itu hingga membuat vagina Briptu Lusi basah dan semakin becek.
Terdengar dengkuran halus dari bibir Briptu Lusi seperti orang yang tidur sangat pulas pada saat lelaki itu mulai menindih tubuhnya.
Lelaki itu sejenak menggesek-gesekkan penisnya pada bibir vagina Briptu Lusi. Dan setelah penisnya berada tepat pada lubang vagina itu yang kini mulai semakin banyak mengeluarkan cairannya. Lelaki itu lalu mendorong pinggulnya ke depan hingga batang penisnya menerobos masuk ke dalam lubang kenikmatan milik sang polwan sampai mentok.
"Aaarrgghh...!!!" erangnya saat seluruh batang penisnya sudah tertanam dalam vagina sang polwan.
Lelaki itu mulai memompa vagina sang polwan gerakan yang cepat dan liar.
Plok... Plok... Plok...
Plok... Plok... Plok...
Plok... Plok... Plok...
Terdengar nyaring bunyi deritan ranjang itu saat lelaki itu menyetubuhi Briptu Lusi dengan penuh nafsu dan kasar.2
Bosan dengan posisi missionary, lantas lelaki itu membalikkan tubuh Briptu Lusi hingga tubuh sang polwan tengkurup.
Plakkk... Plakkk... Plakkk...
3 kali tangan lelaki itu menampar pantat Briptu Lusi, hingga terlihat memerah dan meninggalkan bekas tamparan tangan.
Ia lantas memasukkan jari tengahnya ke lubang anus sang polwan. Sempit dan sangat susah lelaki itu memasukkan jari tengahnya di lubang anus itu.
Lelaki itu bangkit lalu mengambil sebotol hand & body lotion di meja hias itu. Di oleskannya di lubang seputaran lubang pantat Briptu Lusi kemudian jari tengahnya mulai ia arahkan ke lubang tersebut.
Jari tengah lelaki itu mulai lancar keluar masuk lubang pantat sang polwan sambil ia mengocok penisnya supaya kembali tegang maksimal.
Sempat ia menjilati lubang anus Briptu Lusi yang terlihat mulai merekah dan mengeluarkan busa dari hand & body lotion yang ia tuangkan tadi.
Hand & body lotion itu ia ambil dari botolnya lalu dioleskan ke penisnya dan ke lubang pantat Briptu Lusi.
Penis lelaki itu kini sudah berada di depan lubang pantat sang polwan dan perlahan-lahan kepala penis itu sudah memasukinya. Dan dengan hentakan yang kuat penis lelaki itu berhasil menerobos masuk lubang yang biasanya tempat keluarnya kotoran.
"Aarrrggghhh...!!!" erang lelaki itu saat penisnya sudah seutuhnya berada di dalam.
Langsung ia menggenjot anus Briptu Lusi dengan kasar sambil menampar pantatnya. Lubang anus itu terlihat membesar dan melebar saat penis itu keluar masuk dengan cepat dan kasar.
"Ahhh... Ahhh... Ahhh..." desah lelaki itu dengan suara terengah-engah dan mata merem melek saat penisnya mengaduk-aduk lubang anus polwan cantik itu.
Tanpa berhenti lelaki itu terus menggenjot pantat itu dengan ritme semakin cepat. Hingga akhirnya, tampak nafas lelaki itu semakin memburu, wajahnya semakin memerah dan gerakan pompaan penisnya semakin cepat tak beraturan menandakan bahwa sesaat lagi ia akan menjemput orgasmenya yang sudah semakin dekat.
Dengan hentakan yang kuat ia menghujamkan penisnya sedalam-dalamnya sambil mengerang kenikmatan.
"Aaarrgghh...!!!"
Croottt... Croottt... Croottt... Croottt... Croottt..
Sperma lelaki itu menembak dengan kencang di dalam lubang anus Briptu Lusi. Tubuhnya ambruk kelelahan setelah mendapatkan orgasmenya barusan dan menimpa tubuh bugil di bawahnya.
.
.
.
Jam 1 dini hari...
Tubuh Briptu Lusi mulai menggeliat, kesadarannya mulai kembali seperti sediakala. Namun, ia seketika shock setelah menyadari keadaan dirinya. Baju kimononya terbuka dan dari kemaluan dan lubang pantatnya terasa perih. Sakit sekali yang dirasakan olehnya terutama di daerah pantat dan di dalam anusnya.
Sambil terisak-isak ia berusaha mengingat-ingat kejadian sebelumnya. Dengan sekuat tenaga ia bangkit dari ranjangnya dan memakai pakaiannya.
Ia mengambil HP BB-nya yang terletak di meja hiasnya, lalu menulis pesan BBM kepada Iptu Rizki atasannya untuk meminta ijin tidak masuk.
From : Briptu Lusi
to : Iptu Rizki
"Ndan, besok saya tidak bisa masuk. Saya sepertinya mau demam sekarang. (1.10 AM)."
BBM atau Black Berry Massanger itu terkirim namun belum ada tanda-tanda BBM-nya itu dibaca oleh atasannya.
Briptu Lusi hanya bisa menangis menyesali dirinya yang sudah ternoda, ia terus mengutuk perbuatan lelaki pemerkosanya yang sama sekali tidak dapat ia kenali.
©©©©©
Iptu Rizki telah selesai menjalankan ibadah sholat Subuh lalu membuat sarapan pagi dan kopi. Sesaat ia tersenyum miris karena ia masih melajang di usianya yang sudah memasuki 29 tahun dan mau menyentuh angka 30 tahun.
Pengalaman pahit semasa kecilnya, membuat Iptu Rizki dingin terhadap lawan jenis. Ditambah lagi cintanya pada wanita yang ia sukai hanya bertepuk sebelah tangan dan lebih memilih menikah dengan lelaki lain dua tahun lalu.
"Lusi, sampai detik ini aku masih mencintaimu. Aku memang lelaki pengecut yang tidak berani mengungkapkan perasaan sukaku padamu. Salah kah aku bila berharap engkau menyambut cintaku walau engkau sudah menjadi milik orang lain."
Tiba-tiba ia tersadar dari lamunannya, ketika terdengar suara lengkingan ceret air yang menandakan bahwa airnya telah mendidih.
Iptu Rizki mematikan kompor gasnya, membuat kopi setelah tadi ia selesai membuat nasi goreng. Sambil menyalakan HP BB-nya yang semalam ia cas. Iptu Rizki kaget setelah membaca BBM dari Briptu Lusi yang ia kirim pada jam 1.10 AM.
From : Briptu Lusi
to : Iptu Rizki
"Ndan, besok saya tidak bisa masuk. Saya sepertinya mau demam sekarang. (1.10 AM)."
Segera ia menulis di HP BB-nya untuk membalas BBM dari Briptu Lusi yang baru saja dibacanya.
From : Iptu Rizki
to : Briptu Lusi
"Saya boleh mampir ke rumah, Briptu? Saya khawatir pada kondisi Briptu. Bentar lagi saya otw ke sana!"
Dua jam kemudian...
Mobil Iptu Rizki sudah berhenti di halaman rumah Briptu Lusi, sambil menenteng kantong kresek Iptu Rizki bergegas menuju pintu rumah itu.
Ting... Tong...
Suara bel rumah itu berbunyi setelah Iptu Rizki memencet bel tersebut.
"Siapa...?" seru orang dari dalam rumah itu.
"Saya, Briptu. Iptu Rizki." sahut Iptu Rizki cepat.
Ceklek...
Pintu rumah itu terbuka seseorang keluar dari dalam dengan wajah kusam dan mata sembab. Briptu Lusi mempersilahkan atasannya masuk ke dalam rumah dengan pintu tetap terbuka.
Iptu Rizki kaget melihat kondisi wanita yang ia sukai, kini di hadapannya wanita itu tampak menyimpan luka bukan secara fisik tetapi luka secara psikologis. Ia menatap tajam mata Briptu Lusi yang tampak sembab habis menangis dan mungkin kurang tidur.
Apa yang sudah terjadi padamu, Lus? Saya tidak percaya kalau kamu saat ini cuma sakit demam." tanyanya dalam hati.
Briptu Lusi hanya bisa menundukkan kepala, dia tidak berani beradu pandang dengan lelaki di hadapannya saat ini. Tatapan mata yang tajam dari lelaki itu seakan menguliti sanubarinya dan pikirannya.
Briptu Lusi mempersilahkan atasannya masuk ke dalam rumahnya dengan pintu tetap terbuka.
Setelah mereka duduk, hanya ada kebisuan di antara keduanya. Suasana menjadi canggung dan kaku apalagi Briptu Lusi hanya diam dan terus menundukkan kepala.
"Lusi, kamu percaya 'kan padaku. Tolong katakan apa yang sebenarnya terjadi padamu, Lus! Apapun yang terjadi aku akan selalu ada untukmu, percayalah padaku." bujuk Iptu Rizki.
Tidak ada sepatah katapun keluar dari bibir wanita itu, melainkan isak tangis yang meledak seketika.
Iptu Rizki segera bangkit dan mendekati Briptu Lusi. Dibenamkannya kepala Briptu Lusi ke pundaknya sambil ia mengelus rambutnya mencoba untuk menenangkannya.
"Menangislah... Keluarkan semua bebanmu, Lusi. Setelah itu ceritakan semuanya padaku. Aku pasti akan membantumu." Iptu Rizki mengelus lembut rambut Briptu Lusi dengan penuh perasaan.
Beberapa saat kemudian...
Tangisan Briptu Lusi mulai reda, namun ia masih diam dalam kebisuannya. Malah kepalanya dibenamkan ke dada atasannya itu.
"Kita ke dokter aja, Lus! Kalau kamu begini terus sakitmu malah semakin parah." bujuk Iptu Rizki lagi sambil menarik pelan tangan Briptu Lusi.
"Ndan, saaayyya... Saaayyyaaa semalam dii.. perkosaaa. Hikssss..." Briptu Lusi kembali menangis dalam dekapan Iptu Rizki.
Bagai petir di siang bolong, seketika tubuh Iptu Rizki bergetar hebat. Perasaan lelaki itu bercampur aduk. Kaget dan marah menjadi satu. Tangannya yang tadinya mengelus rambut Briptu Lusi tiba-tiba menjadi terkepal. Ingin rasanya ia sesegera mungkin mencari dan menangkap pelaku pemerkosaan terhadap wanita yang ia cintai ini.
Namun ia sadar bahwa kondisi mental rekan kerjanya ini sedang terguncang, setidaknya ia sebagai penegak hukum tau gimana kondisi kejiwaan korban pemerkosaan pastinya saat ini Briptu Lusi perlu dibangkitkan kepercayaan dirinya dan bangkit dari traumanya.
"Kamu tenang dulu, Lus. Pasti kita akan ringkus pelakunya. Yang terpenting saat ini kamu mesti bangkit. Sekarang kita temui Mbak Henny. Kamu ceritakan semua yang terjadi padamu. Saya yakin Mbak Henny bisa membuatmu tenang. Ayo, ini perintah! Hehehe..." Kekeh Iptu Rizki berusaha menghibur Briptu Lusi dengan sedikit candaan.
Hanya anggukan kepala dari Briptu Lusi, dan itu sedikit membuat Iptu Rizki tersenyum. Dan akhirnya mereka pergi menemui Henny Sulistiawan, PSi. Seorang psikolog kepolisian yang juga bertugas di Polda Sumsel.
Tanpa disadari oleh keduanya, sejak tadi ada sepasang mata memperhatikan mereka berdua dengan wajah marah. Orang itu pergi dari sana, sambil menghempaskan bungkusan yang ia bawa di tangannya.
©©©©©
Kondisi kejiwaan Briptu Lusi berangsur-angsur mulai membaik seperti sedia kala setelah menemui psikolog kemaren. Bahkan hari ini, ia mulai bisa masuk kantor, berbicara dengan sesama rekan kerjanya, tersenyum dan tertawa.
Sejak kejadian itu, Iptu Rizki semakin perhatian dan selalu berusaha melindungi Briptu Lusi. Menelepon, BBM-an untuk memastikan keadaannya baik-baik saja di rumahnya.97th
Berbanding terbalik dengan suami Briptu Lusi, suaminya sampai hari ini belum menampakkan batang hidungnya. Bahkan, untuk nelpon atau sekedar menanyakan kabarnya saja tidak pernah.
Hubungan Iptu Rizki dan Briptu Lusi, makin hari semakin dekat. Bukan sekedar dekat karena hubungannya soal pekerjaan, melainkan perasaan keduanya mulai semakin intim.
Briptu Lusi sudah tidak sungkan-sungkan lagi untuk menceritakan kondisi rumah tangganya yang kurang bahagia bersama suaminya. Ia menceritakan sikap dan sifat suaminya yang lebih mementingkan pekerjaan dibandingkan kebahagiaan rumah tangga mereka. Semua itu diceritakannya secara gamblang kepada Iptu Rizki.
Briptu Lusi bisa merasakan ketulusan Iptu Rizki saat berada di dekatnya, itu yang membuatnya nyaman dan mulai terbuka. Ia merasakan debaran jantungnya begitu kencang saat berdekatan dengan atasannya itu.
"Kenapa perasaan sayangku kepada Iptu Rizki lebih besar dibandingkan perasaan sayangku pada suamiku? Selama aku berpacaran dengan suamiku dulu, debaran di hatiku tidak sebesar apa yang kurasakan saat ini dengan Iptu Rizki? Apa mungkin aku telah jatuh cinta padanya? Dan kenapa sampai hari ini suamiku belum pulang ke rumah? Bahkan telepon pun tidak." Berbagai pertanyaan berkecamuk di hatinya.
Begitu pula yang dirasakan Iptu Rizki. Hari-harinya terasa semakin indah karena selalu bersama orang yang selama ini ia cintai. Ia juga merasakan gejolak dalam dirinya jika berdekatan dengan Briptu Lusi.
Benih-benih asmara kini mulai bersemi dan dirasakan oleh keduanya. Komunikasi yang awalnya terlihat canggung dan formal kini berubah menjadi komunikasi layaknya sepasang kekasih. Sapaan 'Ndan maupun pangkat hanya mereka ucapkan jika keduanya berada di kantor atau sedang bertugas.
Namun jika diluar urusan pekerjaan, keduanya sudah memakai kata panggilan, 'aku dan kamu' atau 'Mas dan Adek', bahkan dengan kata, 'sayang'.
©©©©©
Palembang, 26 Juli 2015. Jam 10.00 wib...
Kriiingg... Kriiingg... Kriiingg...
Dering telepon masuk di bagian pengaduan. Seorang polwan berpangkat Bripda mengangkat telepon masuk tersebut.
"Hallo...! Apakah ini benar telepon polisi bagian pengaduan masyarakat." seru suara dari ujung telepon sana.
"Iya, hallo...! Benar, Pak. Ini nomor telepon polisi bagian pengaduan masyarakat." sahut polwan itu dengan ramah melayani telepon masuk.
"Begini, Bu. Saya ketua RT11 yang beralamat di lorong firma H. Akil No. 164 RT 11 RW 04 Kelurahan 3-4 Ulu kecamatan Seberang Ulu 1 Palembang." ujar orang dari ujung telepon sana memberitahu.
"Apa yang bisa kami bantu ya, Pak?" tanya polwan itu ramah.
"Saya ingin melaporkan telah terjadi pembunuhan di RT saya, Bu. Dua orang ditemukan meninggal dunia di sebuah rumah." ujar orang dari ujung telepon sana.
"Ok, Pak. Terima kasih atas informasinya. Petugas kami akan segera meluncur ke TKP. Tolong Bapak bantu kepolisian untuk mengamankan TKP dari orang-orang biar barang bukti di sana tidak hilang." Polwan itu memberikan arahannya.
"Siap, Bu. Saya beserta warga sekitar akan memgamankan TKPnya. Itu saja Bu yang bisa saya beritahukan. Kami harap pihak kepolisian bisa sesegera mungkin datang ke lokasi." ujar penelepon itu dari ujung telepon sana.
"Siap, Pak. Kami usahakan secepatnya dan sesegera mungkin datang ke TKP." sahut polwan itu.
"Terima kasih dan selamat pagi, Bu." ujar penelepon di ujung telepon sana mengakhiri teleponnya.
"Selamat pagi, Pak." sahut polwan itu sambil menutup teleponnya.
Semua percakapan telepon itu telah direkam lalu polwan itu membawa rekaman tadi untuk diserahkan ke Unit Reskrim yang kebetulan sedang berdinas saat itu Briptu Lusi.
"Selamat pagi Briptu Lusi." ujar polwan itu sambil menghormat. "Saya membawa rekaman percakapan tadi dari penelepon yang memberitahukan adanya pembunuhan." Polwan itu meletakkan hasil rekaman itu ke meja Briptu Lusi.
"Terima kasih, Bripda Yuli." Briptu Lusi segera mengambil rekaman itu, membawanya ke ruangan Kanit Reskrim.
.
.
.
"Semua sudah saya koordinasikan dengan tim. Jangan lupa bawa pistolmu Briptu demi keamanan karena situasi di lapangan tidak bisa diprediksi." ujar Iptu Rizki memberikan arahannya.
"Siap, 'Ndan. Senpi sudah siap, 'Ndan. Tinggal meluncur ke TKP." tanggap Briptu Lusi cepat.
"Ayo kita berangkat sekarang ke TKP!" Iptu Rizki sudah berdiri dengan gagahnya lalu keluar dari ruangannya lebih dulu dibandingkan Briptu Lusi yang menyusul di belakangnya.
.
.
.
Jam 12.00 wib...
Lokasi : TKP di lorong firma H. Akil 3-4 ulu Kecamatan Seberang Ulu 1 Palembang
Iptu Rizki dan Briptu Lusi beserta petugas lainnya telah sampai di TKP.
Mereka memasuki sebuah gang atau lorong di kawasan padat penduduk. Di sana banyak terdapat rumah-rumah panggung, rumah limas khas Palembang.
Iptu Rizki dan Briptu Lusi beserta petugas lainnya didampingi oleh ketua RT setempat memasuki sebuah rumah panggung no. 163 RT 11 RW. 04. Dalam sebuah kamar di rumah tersebut ditemukan dua orang jenazah, satu jenazah laki-laki berusia +/- 45 tahun dan satu lagi jenazah wanita berusia +/- 30 tahun. Kedua korban ditemukan dalam keadaan bugil dengan luka tusuk di jantung korban.
"Dia bukannya suami Silvi? Suami siri korban pembunuhan di perumahan Sukarame Permai." ujar Briptu Lusi kaget setelah melihat jenazah laki-laki yang terbujur kaku dalam kantong jenazah.
"Dari ciri-cirinya, antara sketsa wajah yang dibuat Briptu Anto kemaren dengan korban ini sangat mirip." sahut Iptu Rizki ikut membenarkan pendapat Briptu Lusi.
"Berarti pelaku pembunuhan ini, kemungkinan ada kaitannya dengan kasus pembunuhan tempo hari, 'Ndan." Briptu Lusi menganalisa kejadian pembunuhan ini dengan kasus pembunuhan yang mereka tangani kemaren yang sampai saat ini belum ada titik terangnya.
"Iya. Briptu. Kemungkinan bisa seperti itu. Dan kasus yang kita tangani ini jadi semakin rumit." sahutnya sambil garuk-garuk kepalanya. Iptu Rizki kemudian menelusuri sekitaran TKP melihat dan meneliti apa saja yang menjadi kejanggalan di sana.
"Lihat...! Ada secarik kertas di sana!" ujar Briptu Lusi sambil mendekat ke tempat yang ia maksud lalu ia menyerahkan kertas itu pada Iptu Rizki.
"Pembunuh mesti layak mati. Salam dari ayah dan ibu, semoga kalian berjumpa di sana!" (убийца)
"Apa maksud pesan ini? Coba kamu baca Briptu!" Iptu Rizki menyerahkan kertas itu.
Briptu Lusi segera membaca kertas itu, sempat terbersit di benaknya, "apakah jenazah lelaki itu, ada hubungannya dengan suamiku?"
Melihat Briptu Lusi termenung seolah sedang berpikir, Iptu Rizki menegurnya, "Ada apa Briptu? Apa yang sedang kamu pikirkan?"
"Eh, tidak ada apa-apa 'Ndan." sahut Briptu Lusi kaget. "Sepertinya pesan ini memberitahukan bahwa pelakunya telah berhasil membalaskan dendamnya."
"Iya, saya pun berpikir seperti itu, Briptu. Tapi ada kejanggalan yang terjadi di kasus pembunuhan ini dengan kasus pembunuhan yang kemaren, walaupun luka yang dialami oleh kedua korban sama persis. Luka akibat benda tajam tapi bukan benda berbentuk pisau, keris ataupun golok." Iptu Rizki memberikan pendapatnya sesuai dengan analisa dari kematian korban pembunuhan kemaren.
"Maksud komandan, pelaku pembunuhan di perumahan 'Sukarame Permai' berbeda dengan pelaku pembunuhan di tempat ini." sahut Briptu Lusi memahami jalan pikiran atasannya itu.
"Pintar sekali analisa kamu, Briptu. Padahal saya hanya menjelaskan luka korban yang sama di bagian tertentu tetapi berbeda dari cara kesadisan membunuhnya. Pelaku pembunuhan di perumahan 'Sukarame Permai' lebih sadis dan pelakunya itu bisa dikategorikan psikopat. Sedangkan pelaku pembunuhan di tempat ini lebih rapi namun tidak terlalu sadis.
"Aku faham jalan pikiran kamu, Mas." gumam Briptu Lusi dalam hati.
"Yuk, kita balik ke Markas! Ada yang mesti saya kerjakan untuk memecahkan kasus yang rumit ini." Iptu Rizki keluar dari rumah itu kembali ke mobilnya.
Sementara petugas lainnya mulai membuat police line memotret korban sebelum dibawa oleh tim forensik.
©©©©©
Palembang, 30 Juli 2015. Jam 20.00 wib...
Beberapa hari kemudian Iptu Rizki dan Briptu Lusi terus mencari bukti tambahan dan menanyakan kepada para saksi yang melihat kejadian pembunuhan itu. Namun, tetap belum ada perkembangan signifikan dari kasus-kasus pembunuhan tersebut. Masyarakat mulai menanyakan kredibilitas dan kapasitas penegak hukum. Masyarakat dibuat ketakutan akan teror pembunuh yang terkenal sadis itu.
"Dek Lusi, refreshing dulu kita. Biar fresh otak kita. Bagaimana kalau nanti malam, kita makan malam? Tadi Mas udah [/i]reservasi tempat di Riverside restoran." Iptu Rizki berbicara sambil nyetir saat akan pulang mengantar Briptu Lusi ke rumahnya.
"Ok, Mas. Kayaknya kita perlu refreshing sejenak biar tidak stress. Jam berapa ya, Mas?" Briptu Lusi bertanya rencana mereka makan malam.
"Insya Allah, jam 7 malam Mas jemput kamu. Dandan yang paling cantik ya?" ucap Iptu Rizki menggoda Briptu Lusi.
"Iya, Mas. Tapi Mas juga mesti dandan yang paling cakep dan ganteng juga ya, gimana deal?" tantang Briptu Lusi.
"Ok, deal. Siapa takut..?" jawab Iptu Rizki pede.
.
.
.
Malam ini, Iptu Rizki akan mengajak Briptu Lusi makan malam di sebuah restorant. Entah mengapa ia terlihat bahagia sekali malam ini? Walau mereka berdua sering makan siang bersama beberapa hari ini. Namun malam ini terasa spesial buat keduanya karena ini adalah makan malam pertama mereka berdua.
Sebuah gaun pesta tanpa lengan berwarna merah menyala telah ia persiapkan untuk acara makan malam ini. Gaun yang sama sekali jarang ia pakai karena suaminya orang yang kurang romantis yang hanya sibuk memikirkan profesinya sebagai seorang dokter sejak mereka berpacaran 3 tahun yang lalu.
Malam ini Briptu Lusi berusaha tampil anggun dan cantik supaya Iptu Rizki senang. Ia merias tubuhnya dengan make-up yang tipis menyesuaikan dengan gaun yang ia kenakan nanti.
Sambil memutar-mutar tubuhnya ia melihat dirinya di cermin menilai penampilannya sendiri.
Sebuah mobil berhenti tepat di halaman rumah Briptu Lusi. Lalu keluarlah seorang laki-laki mengenakan setelan jas berwarna hitam sambil membawa buket bunga mawar merah di tangannya.
Dengan gagah ia melangkahkan kakinya menuju serambi rumah itu. Dengan perasaan jantung yang berdegup kencang, Iptu Rizki menekan bel rumah itu.
Ting... Tong... Suara bel berbunyi.
Tak lama kemudian pintu itu mulai terbuka. Keluar seorang wanita anggun dan cantik dengan mengenakan gaun pesta tanpa lengan berwarna merah menyala.
Iptu Rizki terperangah sejenak tanpa mengedipkan matanya sama sekali. Ia diam melongo seperti orang bego. Terpukau dengan penampilan Briptu Lusi yang kini sudah berdiri di hadapannya dengan senyuman indahnya.
"Kamu malam ini terlihat anggun dan cantik sekali, Lusi." Iptu Rizki tanpa sadar memuji penampilan wanita di hadapannya saat ini.
Mendapatkan pujian tersebut membuat wajah Briptu Lusi merah merona. Ada rasa puas mendapatkan sanjungan itu karena ia pun ingin berusaha tampil anggun dan cantik di hadapan Iptu Rizki.
"Mas Rizki juga terlihat semakin ganteng dengan jas ini." Tiba-tiba saja kalimat itu meluncur tanpa ia pikirkan.
Membuat Iptu Rizki tersenyum lalu ia menyerahkan buket bunga itu pada Briptu Lusi dan Briptu Lusi menerima buket bunga mawar itu dengan hati senang.
"Makasih, Mas. Tunggu bentar ya, mau simpan buket bunga ini ke dalam!" Briptu Lusi lalu meninggalkan Iptu Rizki kembali ke dalam kamarnya meletakkan buket bunga itu.
30 menit kemudian...
Mereka telah tiba di salah satu restorant favorit di kota Palembang. Riverside restorant namanya. Restorant yang terletak di depan Benteng Kuto Besak dengan pemandangan sungai musi dan jembatan Ampera sebagai icon kota Palembang.
Keduanya disambut dengan ramah oleh 'Sandi Ramadhan', manajer restoran itu yang kebetulan teman satu sekolahan dengan Iptu Rizki. Mereka berdua adalah alumni dari SMA Negeri 1 Palembang.
Hidangan sudah tersedia di atas meja, keduanya mulai menyantap makan malam itu sambil memandangi suasana malam di kota Palembang yang saat itu sangat cerah sekali. Di hadapan mereka tampak megah jembatan Ampera dengan warna-warni cahaya lampu yang menghiasinya. Di samping kanan mereka terhampar sungai Musi yang merupakan sungai terpanjang di Indonesia.
Keduanya makan dengan penuh bahagia, pandangan mata Iptu Rizki terus memandangi wanita di hadapannya. Ia seakan tidak pernah bosan melihat keanggunan dan kecantikan Briptu Lusi yang berpenampilan malam ini bagaikan seorang dewi.
Akhirnya makanan di piring keduanya ludes. Sebelum meninggalkan restoran itu, Iptu Rizki berkata pada Briptu Lusi. "Dek, Mas mau ke toilet dulu, ya!"
Dan Briptu Lusi hanya menjawab dengan sebuah senyuman dan anggukan kepala.
Iptu Rizki berlalu meninggalkan Briptu Lusi seorang diri.
Tiba-tiba...
Terdengar suara orang berbicara melalui mix menyapa semua pengunjung restoran ini.
"Selamat malam semua. Selamat menikmati makan malam. Ijinkan saya membawakan sebuah lagu untuk kalian semua dan terkhusus orang yang duduk di sana! 'Lusi Herawati'."
Semua pengunjung mengarahkan pandangannya ke atas stage atau panggung. Di sana telah duduk Iptu Rizki dengan gitar akuistiknya dengan lampu sorot mengarah semua ke arahnya
Iptu Rizki terus memandang wajah Briptu Lusi sambil memainkan gitar lalu mulailah bernyanyi dengan sepenuh hati.
Keduanya disambut dengan ramah oleh 'Sandi Ramadhan', manajer restoran itu yang kebetulan teman satu sekolahan dengan Iptu Rizki. Mereka berdua adalah alumni dari SMA Negeri 1 Palembang.
Hidangan sudah tersedia di atas meja, keduanya mulai menyantap makan malam itu sambil memandangi suasana malam di kota Palembang yang saat itu sangat cerah sekali. Di hadapan mereka tampak megah jembatan Ampera dengan warna-warni cahaya lampu yang menghiasinya. Di samping kanan mereka terhampar sungai Musi yang merupakan sungai terpanjang di Indonesia.
Keduanya makan dengan penuh bahagia, pandangan mata Iptu Rizki terus memandangi wanita di hadapannya. Ia seakan tidak pernah bosan melihat keanggunan dan kecantikan Briptu Lusi yang berpenampilan malam ini bagaikan seorang dewi.
Akhirnya makanan di piring keduanya ludes. Sebelum meninggalkan restoran itu, Iptu Rizki berkata pada Briptu Lusi. "Dek, Mas mau ke toilet dulu, ya!"
Dan Briptu Lusi hanya menjawab dengan sebuah senyuman dan anggukan kepala.
Iptu Rizki berlalu meninggalkan Briptu Lusi seorang diri.
Tiba-tiba...
Terdengar suara orang berbicara melalui mix menyapa semua pengunjung restoran ini.
"Selamat malam semua. Selamat menikmati makan malam. Ijinkan saya membawakan sebuah lagu untuk kalian semua dan terkhusus orang yang duduk di sana! 'Lusi Herawati'."
Semua pengunjung mengarahkan pandangannya ke atas stage atau panggung. Di sana telah duduk Iptu Rizki dengan gitar akuistiknya dengan lampu sorot mengarah semua ke arahnya
Iptu Rizki terus memandang wajah Briptu Lusi sambil memainkan gitar lalu mulailah bernyanyi dengan sepenuh hati.
Kesempurnaan Cinta
by Rizki Febrian
Kau dan aku tercipta oleh waktu
Hanya untuk saling mencintai
Mungkin kita ditakdirkan bersama
Rajut kasih jalin cinta
Berada dipelukanmu
Mengajarkanku apa artinya kenyamanan
Kesempurnaan cinta
Berdua bersamamu
Mengajarkanku apa artinya kenyamanan
Kesempurnaan cinta
Kau dan aku tercipta oleh waktu
Hanya untuk saling mencintai
Mungkin kita ditakdirkan bersama
Rajut kasih menjalin cinta
Berada dipelukanmu
Mengajarkanku apa artinya kenyamanan
Kesempurnaan cinta
Berdua bersamamu
Mengajarkanku apa artinya kenyamanan
Kesempurnaan cinta
Tak pernah terbayangkan olehku
Bila kau tinggalkan aku
Hancurlah hatiku
Musnah harapanku sayang
Berada dipelukanmu
Mengajarkanku apa artinya kenyamanan
Kesempurnaan cinta
Berada dipelukanmu
Mengajarkanku apa artinya kenyamanan
Kesempurnaan cinta
Berdua bersamamu
Mengajarkanku apa artinya kenyamanan
Kesempurnaan cinta
by Rizki Febrian
Kau dan aku tercipta oleh waktu
Hanya untuk saling mencintai
Mungkin kita ditakdirkan bersama
Rajut kasih jalin cinta
Berada dipelukanmu
Mengajarkanku apa artinya kenyamanan
Kesempurnaan cinta
Berdua bersamamu
Mengajarkanku apa artinya kenyamanan
Kesempurnaan cinta
Kau dan aku tercipta oleh waktu
Hanya untuk saling mencintai
Mungkin kita ditakdirkan bersama
Rajut kasih menjalin cinta
Berada dipelukanmu
Mengajarkanku apa artinya kenyamanan
Kesempurnaan cinta
Berdua bersamamu
Mengajarkanku apa artinya kenyamanan
Kesempurnaan cinta
Tak pernah terbayangkan olehku
Bila kau tinggalkan aku
Hancurlah hatiku
Musnah harapanku sayang
Berada dipelukanmu
Mengajarkanku apa artinya kenyamanan
Kesempurnaan cinta
Berada dipelukanmu
Mengajarkanku apa artinya kenyamanan
Kesempurnaan cinta
Berdua bersamamu
Mengajarkanku apa artinya kenyamanan
Kesempurnaan cinta
Tepuk tangan berdiri dari semua pengunjung restoran menyudahi penampilan solo Iptu Rizki di atas panggung sambil ia membentuk gambar hati dari jarinya ditujukan kepada Briptu Lusi yang hanya bisa terperangah kaget.
Iptu Rizki turun dari panggung berjalan mendekati meja yang ditempati oleh Briptu Lusi.
Lalu ia duduk di samping Briptu Lusi dan mulai mengatakan perasaan hatinya. "Maaf ya, Dek. Jika selama ini Mas hanya bisa memendam rasa sayang Mas padamu. Namun kali ini, Mas mau jujur sama kamu lewat lagu yang Mas nyanyikan tadi. Kamu jangan salah faham dengan ini. Mas ngerti dengan status kamu yang sudah bersuami. Mas hanya..." Iptu Rizki tidak sanggup melanjutkan perkataannya.
Briptu Lusi hanya diam dan tak bisa berkata-kata. Dia hanya bisa menundukkan kepala. Walaupun hatinya saat ini mulai merasakan getaran perasaan cinta pada atasannya itu, namun ia wanita yang sudah bersuami.
Tiba-tiba...
Briptu Lusi bangkit dan berlari meninggalkan Iptu Rizki yang hanya terpaku menyesali apa yang sudah ia lakukan.
"Lusi... Tunggu...!" teriak Iptu Rizki.
Lalu ia berusaha mengejar Briptu Lusi yang telah jauh pergi meninggalkannya.
Sepasang mata tidak jauh dari sana menyaksikan semua kejadian itu, sambil mengambil foto keduanya.
Dengan sebuah senyuman lelaki itu pergi meninggalkan tempat itu.
©©©©©
Iptu Rizki berusaha mengejar mobil taksi yang membawa Briptu Lusi. Namun di belakang mobilnya, seorang pengemudi motor ikut membuntutinya sejak dari Riverside restoran. Mobil taksi itu bukan menuju ke rumahnya melainkan ke jalan yang lain. Iptu Rizki terus memacu mobilnya untuk terus mengikuti kemana pun mobil itu berjalan. Hingga sampailah mobil taksi itu di sebuah taman. Seorang wanita cantik memakai gaun pesta malam berwarna merah keluar dari mobil taksi itu sambil menangis terisak-isak berdiri di sisi jalan. Di sisi jalan itu terlihat jurang yang cukup dalam.
Iptu Rizki memberhentikan mobilnya. Dari kaca spionnya ia kaget ada seorang pengemudi motor berpakaian serba hitam ikut berhenti sejenak.
Iptu Rizki melihat gelagat mencurigakan dari orang itu, dan ia segera mengeluarkan pistolnya, keluar dari pintu mobil sebelah kiri.
Jarak ia dengan Briptu Lusi hanya berjarak 50 meter.
Melihat gelagat orang itu tidak baik ia segera berlari kencang ke arah Lusi saat pengendara motor itu pun menyalakan motornya.
"Bruummm... Bruuummm..."
Iptu Rizki berlari kencang ke arah Briptu Lusi sebelum pengendara motor itu menabraknya. Ia berlari sambil menembak ke arah pengendara motor itu.
Dorrr...
Sebuah timah panas keluar dari moncong pistolnya, namun ternyata luput dari sasaran bidiknya karena pengendara motor itu sempat membelokkan motornya ke arah kanan sambil menundukkan kepalanya.
Motor itu terus melaju kencang ke arah Briptu Lusi yang tengah melamun menatap jurang di hadapannya.
Iptu Rizki berteriak kencang memberitahu Briptu Lusi ada bahaya di depannya. "Lusi... Awas...!!!"
Briptu Lusi seketika menoleh dan kaget saat ada sebuah motor melaju kencang ke arahnya ingin menabraknya. Namun ia hanya terpaku diam di posisinya dengan tubuh gemetar ketakutan dan hanya bisa memejamkan matanya.
Iptu Rizki berhasil mendahului pengendara motor itu, dia berhasil menarik tangan Briptu Lusi ke sisi jalan hingga pistol di tangannya terlepas dan jatuh di tanah.
Namun, saking kuatnya tarikan tangannya membuat tubuh Briptu Lusi limbung dan tertarik ke tubuhnya. Beban tubuh Briptu Lusi tak sanggup ia tahan sehingga membuat tubuhnya terhempas ke tanah dengan tubuh Briptu Lusi di atas, keduanya jatuh berguling-guling meluncur turun ke bawah hingga jatuh ke dalam jurang.
.
.
.
Sementara itu di atas, pengendara motor itu berhenti lalu turun dari motornya. Ia sempat melihat ke bawah, sangat gelap dan tak bisa dilihat dengan pandangan mata.
Tersungging senyum penuh kemenangan dari pengendara motor itu, saat mengetahui Iptu Rizki dan Briptu Lusi jatuh ke dalam jurang yang sangat dalam. Pengendara motor itu melihat pistol Iptu Rizki tergeletak di tanah, mengambilnya dan pergi dari tempat itu dengan kecepatan tinggi.
Iptu Rizki memberhentikan mobilnya. Dari kaca spionnya ia kaget ada seorang pengemudi motor berpakaian serba hitam ikut berhenti sejenak.
Iptu Rizki melihat gelagat mencurigakan dari orang itu, dan ia segera mengeluarkan pistolnya, keluar dari pintu mobil sebelah kiri.
Jarak ia dengan Briptu Lusi hanya berjarak 50 meter.
Melihat gelagat orang itu tidak baik ia segera berlari kencang ke arah Lusi saat pengendara motor itu pun menyalakan motornya.
"Bruummm... Bruuummm..."
Iptu Rizki berlari kencang ke arah Briptu Lusi sebelum pengendara motor itu menabraknya. Ia berlari sambil menembak ke arah pengendara motor itu.
Dorrr...
Sebuah timah panas keluar dari moncong pistolnya, namun ternyata luput dari sasaran bidiknya karena pengendara motor itu sempat membelokkan motornya ke arah kanan sambil menundukkan kepalanya.
Motor itu terus melaju kencang ke arah Briptu Lusi yang tengah melamun menatap jurang di hadapannya.
Iptu Rizki berteriak kencang memberitahu Briptu Lusi ada bahaya di depannya. "Lusi... Awas...!!!"
Briptu Lusi seketika menoleh dan kaget saat ada sebuah motor melaju kencang ke arahnya ingin menabraknya. Namun ia hanya terpaku diam di posisinya dengan tubuh gemetar ketakutan dan hanya bisa memejamkan matanya.
Iptu Rizki berhasil mendahului pengendara motor itu, dia berhasil menarik tangan Briptu Lusi ke sisi jalan hingga pistol di tangannya terlepas dan jatuh di tanah.
Namun, saking kuatnya tarikan tangannya membuat tubuh Briptu Lusi limbung dan tertarik ke tubuhnya. Beban tubuh Briptu Lusi tak sanggup ia tahan sehingga membuat tubuhnya terhempas ke tanah dengan tubuh Briptu Lusi di atas, keduanya jatuh berguling-guling meluncur turun ke bawah hingga jatuh ke dalam jurang.
.
.
.
Sementara itu di atas, pengendara motor itu berhenti lalu turun dari motornya. Ia sempat melihat ke bawah, sangat gelap dan tak bisa dilihat dengan pandangan mata.
Tersungging senyum penuh kemenangan dari pengendara motor itu, saat mengetahui Iptu Rizki dan Briptu Lusi jatuh ke dalam jurang yang sangat dalam. Pengendara motor itu melihat pistol Iptu Rizki tergeletak di tanah, mengambilnya dan pergi dari tempat itu dengan kecepatan tinggi.
©©©©©
Jurang itu memiliki beberapa undakan atau tingkatan. Dari atas meluncur ke bawah kemiringan tanahnya 45° berjarak sekitar 2 meter hingga ke undakan pertama. Terdapat batu-batuan yang besar dan tajam dan banyak ranting-ranting pohon. Undakan pertama ini mempunyai panjang tanah seluas 5 meter dengan ditumbuhi pohon-pohon yang tinggi dan besar. Tekstur tanahnya keras dan banyak terlihat kerikil dan batu-batuan cadas. Dari undakan pertama sampai ke bawah mempunyai kemiringan tanahnya 90° hingga sampai ke dasar jurang yang diperkirakan sekitar 10 meter.
Tubuh keduanya berguling-guling mengikuti kemiringan tanah itu.
"Breeet..." bunyi sobekan kain.
"Auuuww..." Briptu Lusi berteriak kesakitan saat lututnya tergores batu yang tajam dan gaunnya sobek oleh ranting-ranting pohon.
Begitu juga yang dialami oleh Iptu Rizki, jasnya robek tersangkut ranting kayu dari pohon dan celana katunnya robek. Betisnya mengeluarkan darah akibat tergores batu cadas.
"Buugghhh..."
Tubuh keduanya membentur tanah dengan sangat kuat lalu tubuh mereka terpisah.
Tubuh Iptu Rizki berguling-guling ke bawah dengan sangat cepat hingga tubuhnya tertahan sebuah pohon besar. Namun, kepalanya menghantam pohon itu hingga membuatnya tak sadarkan diri. Sedangkan Briptu Lusi, tubuhnya terlempar ke kanan membentur pohon yang lainnya hingga membuatnya pingsan.
Mereka berdua selamat dan tidak sampai jatuh ke dasar jurang yang diperkirakan memiliki ke dalaman 10 meter dari permukaan tanah tempat Iptu Rizki terkapar. Keadaan keduanya cukup memprihatinkan.
Tubuh keduanya berguling-guling mengikuti kemiringan tanah itu.
"Breeet..." bunyi sobekan kain.
"Auuuww..." Briptu Lusi berteriak kesakitan saat lututnya tergores batu yang tajam dan gaunnya sobek oleh ranting-ranting pohon.
Begitu juga yang dialami oleh Iptu Rizki, jasnya robek tersangkut ranting kayu dari pohon dan celana katunnya robek. Betisnya mengeluarkan darah akibat tergores batu cadas.
"Buugghhh..."
Tubuh keduanya membentur tanah dengan sangat kuat lalu tubuh mereka terpisah.
Tubuh Iptu Rizki berguling-guling ke bawah dengan sangat cepat hingga tubuhnya tertahan sebuah pohon besar. Namun, kepalanya menghantam pohon itu hingga membuatnya tak sadarkan diri. Sedangkan Briptu Lusi, tubuhnya terlempar ke kanan membentur pohon yang lainnya hingga membuatnya pingsan.
Mereka berdua selamat dan tidak sampai jatuh ke dasar jurang yang diperkirakan memiliki ke dalaman 10 meter dari permukaan tanah tempat Iptu Rizki terkapar. Keadaan keduanya cukup memprihatinkan.
©©©©©
Dua jam kemudian...
"Auuuww..." teriak Briptu Lusi mengerang kesakitan ketika ia baru siuman dari pingsannya.
Briptu Lusi yang meringis kesakitan sambil memegangi lutut kirinya yang mengeluarkan darah dan pelipis kirinya juga terlihat darah yang mulai mengering.
Gaun pesta malam warna merah yang dikenakannya robek memanjang dibagian dadanya, hingga BH berwarna putih itu pun terlihat dengan jelas. Sementara itu dibagian bawah gaun itu juga robek hingga memperlihatkan pahanya yang mulus.
Kondisi Iptu Rizki sangat memprihatinkan dari betisnya terlihat darah yang mulai mengering. Dari dahinya terlihat sobek memanjang masih mengeluarkan darah segar.
Jas yang dikenakannya robek memanjang di sisi kanannya. Dan celana katunnya robek di bagian betisnya.
Briptu Lusi berusaha bangkit walau dengan wajah meringis kesakitan menahan perih di lutut kirinya. Terseok-seok ia berjalan mencari Iptu Rizki dan akhirnya ia melihat sosok Iptu Rizki tergeletak di sebuah pohon besar.
"Mas Rizki...!!!" seru Briptu Lusi histeris saat ia melihat sosok itu.
Ia lalu berjalan tertatih-tatih mendekati Iptu Rizki yang tampak diam saja.
"Mas Rizki... Bangun, Mas! Jangan tinggalkan Adek! Adek sayang banget sama Mas. Hiksss..." Briptu Lusi menggoyang-goyangkan tubuh Iptu Rizki sambil menangis tersedu-sedu.
"Kalau kamu benar-benar sayang pada Mas. Cium dong!" Tiba-tiba Iptu Rizki bersuara menggoda wanita yang menangisi dirinya. Matanya mulai terbuka sambil menahan sakit di sekujur tubuhnya.
Mendengar suara Iptu Rizki barusan membuat tangisan Briptu Lusi berhenti, sebuah cubitan kecil mendarat di perut Iptu Rizki.
"Rasain, tuh!" ketus Briptu Lusi sambil memanyunkan bibirnya.
Mendapatkan cubitan dari Briptu Lusi membuat Iptu Rizki berteriak kesakitan. "Awww..."
"Iiihhh...!!! Siapa suruh bikin Adek jantungan?" ujarnya gemas.
Briptu Lusi tersenyum memandangi wajah lelaki itu yang tadi telah menyelamatkan hidupnya lalu mencium bibir lelaki itu sambil memejamkan matanya.
"Cuuuppp..." Bibir Briptu Lusi sudah menempel di bibir Iptu Rizki.
Ciuman singkat penuh rasa yang dirasakan oleh Iptu Rizki. Briptu Lusi mau menarik bibirnya namun tiba-tiba Iptu Rizki menahan kepalanya dan segera ia mencium bibir merah merekah itu dengan penuh perasaan. Awal dari sebuah hubungan yang membuat kedua hati dan perasaan keduanya bersatu.
Ciuman keduanya tidak lagi pelan dan lembut penuh perasaan tetapi mulai meningkat menjadi panas dan liar. Lidah keduanya sudah saling berputar-putar, seolah sedang saling berkejaran. Iptu Rizki menghisap lidah Briptu Lusi dengan penuh nafsu. Begitu pun sebaliknya, saat Iptu Rizki menjulurkan lidahnya Briptu Lusi dengan penuh nafsu menghisapnya.
Nafsu birahi kini sudah menguasai keduanya membuat keduanya menjadi lupa diri. Dengan cekatan tangan Iptu Rizki menggeser gaun yang sudah robek itu ke samping sambil mereka berciuman.
BH putih yang dikenakan sebagai penutup terakhir payudaranya kini terlihat jelas di hadapannya. Bergetar tangan Iptu Rizki saat akan membuka kait BH itu. Lalu dengan isyarat anggukan kepala dari pemiliknya maka ia pun membuka penutup terakhir bagian atas wanita itu.
Payudara Briptu Lusi kini terlihat nyata di hadapannya. "Sungguh indah payudaramu, Dek. Tidak besar dan juga tidak kecil. Mas boleh pegang?" bisiknya di telinga Briptu Lusi.
Hanya anggukan kepala dari sang empunya payudara. Membuat Iptu Rizki semakin bernafsu untuk meraba gundukan itu.
"Ohhh...! Mas Rizki..!!!" desah Briptu Lusi ketika kedua tangan kasar Iptu Rizki mulai membelai payudaranya.
"Sungguh kenyal Dek, tetek kamu." bisiknya lagi di telinga sang polwan.
"Yang kencangan Mas remesnya. Ohhh...!!!"
Wajah Briptu Lusi terlihat memerah, deru nafasnya sudah tidak beraturan. Dengan cepat ia bangkit dan meloloskan celana dalamnya sendiri. Perlahan ia mendorong tubuh Iptu Rizki rebah ke tanah.
Kini posisi Briptu Lusi di atas dengan tubuh bagian atas terbuka polos.
Lalu ia bergerak turun ke bawah, membuka ikat pinggang dan menurunkan resletingnya. Menggeser celana itu hingga terlolosi dari tubuh lelaki itu. Terlihat celana dalam itu sudah menggelembung. Namun tak lama celana dalam itu pun sudah ia lucuti.
Penis itu langsung meloncat keluar, terbebas dari sangkarnya. Briptu Lusi terperanjat dengan mata melotot saat melihat penis itu. "Besar sekali penis kamu, Mas. Jauh lebih besar dan panjang dari punya suamiku." gumamnya dalam hati.
Segera ia mengocok penis itu pelan-pelan hingga terlihat penis itu menjadi tegang maksimal.
Dengan tidak sabaran Briptu Lusi segera berjongkok di depan penis itu. Membimbing dan mengarahkannya di depan lubang vaginanya yang sudah becek.
Terakhir diubah: