Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT 55 Days Later: Part 2 (Tamat)

Status
Please reply by conversation.
Brace yourself......

11. Life and Death


"Hati-hati ya kak Dino, Gracia"

Aku dan Gracia berangkat menuju ke radio tower, sepertinya cukup jauh dari camp ini. Aku bisa melihat tower itu dari kejauhan. Gracia berjalan didepan sedangkan aku dibelakangnya.

"Emmmm em emmmn emmm emmmm"

"Ngapain sih Gre" tanyaku.

"Nyanyi kak hehe" balasnya.

"Nyanyi kok emmmm doang gitu"

"Suka-suka gue lah kak" Gracia manyun. Ughh manis sekali dia.

"Yaudah terserah hehe"

Kami berjalan melewati rimbunnya hutan, tempat tersebut masih terlihat hijau, pepohonan dengan daun-daun yang segar. Udara yang dihasilkan segar sekali.

"Bagus ya kak tempatnya" kata Gracia.

"Hehe iya"

"Kak lihat, ada air terjun" kami tiba di suatu tempat, air terjun itu cukup deras namun kurasa masih aman-aman saja. Aku dan Gracia duduk disebuah batu besar menghadap air terjun itu untuk beristirahat sejenak. Kucelupkan kakiku ke air, terasa dingin sekali.

Kulihat Gracia melakukan hal yang sama denganku. Ia membasuh kedua tangannya dan mukanya.

"Seger banget kak airnya" kata Gracia tersenyum.

"Mau mandi sekalian Gre? Hehe aku tunggu disini"

"Ihhh kakak mau lihat aku mandi gitu?" mukanya memerah.

"Kalau mau bareng, kenapa tidak?" tanyaku. Sebenarnya pikiranku mulai jorok saat ini. Membayangkan aku dan Gracia telanjang bareng di alam terbuka seperti ini, sepertinya mengasyikan.

Sebentar Din, jangan yang aneh-aneh dah.

Hehehe.

"Mesum ah kakak ihhh" Gracia memanyunkan bibirnya, menambah pesona lucu dari wanita ini.

"Hehe canda-canda"

"Kak, aku mau main-main air dulu boleh?" tanya Gracia.

"Hehe boleh-boleh, tapi jangan lama ya keburu sore nanti"

Gracia terlihat senang bermain-main dengan air sungai ini. Dasar Gracia, terkadang ia menyibakkan air kearahku sehingga bajuku menjadi basah. Kubalas perlakuan dia.

"Ihhhh kak basah nih" gerutu Gracia setelah bajunya juga basah karena kusiram air.

"Biar impas Gre, punyaku juga basah haha" kami tertawa bersama. Setelah puas bermain-main air kami melanjutkan perjalanan. Tak lupa aku menandai titik-titik yang bisa aku hafal menggunakan tali warna merah pemberian Sandi. Singkatnya kami telah sampai di sebuah tebing yang cukup tinggi, beruntung terdapat tangga bambu yang menempel di tebing.

"Gracia, kamu naik dulu ya" kataku.

"Kak, tapi aku takut"

"Takut ketinggian ya?" tanyaku.

"Sedikit sih kak, tapi tetap saja takut"

"Yaudah, pas kamu naik jangan lihat kebawah, lihat anak tangga saja. Kamu pasti bisa kok Gre" aku memegang pundaknya berusaha untuk meyakinkan dia. Gracia menggangguk.

"Oke hehe kamu naik dulu, nanti kalau sudah sampai atas, giliranku"

Gracia mulai menaiki tangga bambu itu, kulihat dia masih ragu, terkadang ia berhenti sejenak.

"Gracia, lanjut aja bentar lagi sampai" teriakku.

"Iya kak" jawabnya.

"Hati-hati, pelan pelan saja"

Akhirnya Gracia sampai diatas tebing, kunaiki tangga itu dengan perlahan karena tangga tersebut terbuat dari bambu, sebenarnya aku juga takut dengan ketinggian namun aku berusaha untuk tetap tenang dan tidak melihat kebawah.

"Hahhhhh sampai juga" akhirnya aku sampai juga di atas tebing.

"Gimana Gre?" tanyaku.

"Emmmm, aku gemeteran tadi" balasnya.

"Hehehe sama"

****



Akhirnya kami sampai di radio tower yang dimaksud Sandi. Radio tower itu berukuran cukup besar dan tampak terbengkalai, namun yang kulihat tower itu tampak baik-baik saja. Menara tower itu cukup tinggi dan terdapat beberapa parabola yang menempel di setiap bagian tower itu. Aku mengecek pintu yang terbuat dari besi itu. Terkunci.

"Gre, kamu awasi belakangku ya. Aku coba untuk jebolin pintu ini"

"Iya kak"

Dengan shotgun ini, kuarahkan moncong senapan itu kearah gembok pintu, kutekan pelatuknya pelan saja.

DOR

Gembok itu hancur seketika, lalu kubuka pintu itu sambil membawa shotgunku. Ruangan ini terlihat kecil, terdapat sebuah peralatan-peralatan elektronik yang sudah mati tanpa listrik. Kucek semua ruangan itu untuk memastikan tak ada mayat hidup disini.

"Aman, yuk Gre masuk"

Gracia masuk ke ruangan ini, dia tampak tercengang melihat isi dari ruangan radio tower ini. Mulutnya seperti bengong dan aghh! lucu banget sih ini cewek.

"Kenapa Gre?" tanyaku heran.

"Emmm tempat apaan nih kak? banyak banget peralatan disini" kata Gracia.

"Namanya aja radio tower Gre, isinya peralatan elektronik semua hehe"

Gracia menggaruk kepalanya, ia seperti bingung. Lalu aku mengecek peralatan elektronik yang terpasang disana sini. Terdapat sebuah kotak besar yang berisi tombol-tombol yang aku tak mengerti apa fungsinya. Oh iya aku baru ingat kalau Sandi memberiku sebuah buku panduan. Kubuka ranselku dan mengambil buku berwarna merah yang berisi panduan.

Lalu kubuka buku itu, Sandi sudah memberikan sebuah tanda bagian mana saja yang harus dicek.

"Di radio tower itu ada sebuah komputer, cek dulu apa komputer tersebut bisa dihidupkan" aku membaca bagian pertama dari buku panduan ini.

"Hmmn komputer, nah itu dia"

Komputer itu terdiri dari sebuah layar tabung yang ukurannya seperti televisi yang umum digunakan. Aku coba mencari-cari sebuah saklar untuk menghidupkan komputer tersebut. Sialnya aku tak bisa menemukan.

CEKLEK

Komputer itu tiba-tiba saja hidup.

"Gracia" aku menoleh kebelakang, Gracia tampaknya menemukan sebuah engsel yang mungkin itu adalah sumber listriknya.

"Hehe kak, aku coba-coba aja" katanya terkekeh.

"Bagus Gre" kuacungkan jempol kearah Gracia. Dia tersenyum saja.

"Oke, terus emmmm....." kubuka kembali buku panduan itu untuk mencari langkah selanjutnya.

"Setelah komputer itu hidup, masukkan kode ini untuk login

4 8 15 16 23 42"

"Oke, 4.... 8..... 15.... 16..... 32..... 42...... dan enter" kutekan tombol enter dan sial! kenapa muncul pesan error?

"Kak, 23 bukan 32" celetuk Gracia.

"Oh iya hehe lupa" kekehku sambil menggaruk kepalaku. Gracia terkekeh melihat tingkahku.

"Terus gimana lagi kak?" tanya Gracia.

"Sebentar" kubuka lembaran buku panduan itu. "Nah ini dia, jika komputer sudah hidup, jalankan program transmitter yang sudah ada di desktop. Kalau sudah jalan, cari button Activate untuk mengaktifkan transmitter radio tower. Jika beres berarti radio tower itu sudah berfungsi"

Aku langsung mencari program transmitter, tak sulit menemukannya karena sudah ada shortcutnya di desktop. Kuklik dua kali ikon program itu dan beberapa saat kemudian program tersebut menampilkan jendela utama, aku langsung menekan tombol Activate.

"The transmitter is running"

Program tersebut menampilkan kotak dialog yang menunjukkan bahwa transmitter telah aktif.

"Akhirnya hehe, sudah jalan radio towernya"

"Dah gitu doang kak?" kata Gracia.

"Iya gitu doang"

"Yahhh gak asyik" Gracia memanyunkan bibirnya.

"Lah kok gak asyik" tanyaku heran.

"Kirain bakal harus pecahin kode-kode rahasia gitu kayak yang aku lihat di film-film" balasnya.

"Yaelah Gre kebanyakan nonton James Bond kamu wkwkwk" aku tertawa. Gracia hanya cemberut saja.

"Yuk, kita balik...."

"Eh kak, aku nemu tangga nih" kata Gracia.

"Tangga apaan?"

"Tangga keatas tower kayaknya. Kita naik yuk kak" Gracia merengek. Ah, ekspresi mukanya benar-benar lucu kalau saat dia seperti itu hehe.



"Hhhhhh okelah kita naik"

Singkatnya kami menaiki tangga yang menuju ke atas tower. Sesampainya disana terlihat pemandangan yang indah sekali. Dari atas sini terlihat dua pegunungan yang berwarna hijau dan ada beberapa awan seperti kabut yang menyelimuti beberapa bagian pegunungan. Indah sekali, aku tak menyangka di saat wabah mayat hidup seperti ini, alam tetap saja menampakkan keindahannnya.

"Wahhh kak bagus banget pemandangannya" kata Gracia terlihat takjub dengan keindahan alam.

"Hehe iya Gre bagus banget"

Kami duduk santai diatas bangunan radio tower. Kubuka ranselku dan mengambil sebuah cokelat pemberian Citra, kubuka bungkus cokelat itu dan mulai kulahap. Enak sekali. Kulihat Gracia sedang mengemut sebuah permen lollipop. Siang ini langit terlihat mendung namun tak ada rintik hujan yang turun dari langit. Kami terdiam menikmati makanan ringan masing-masing.

"Gracia...." aku berkata.

"Iya kak"

"Emmm, pengen ngomong apa ya hehe" kataku bingung sambil menggaruk kepalaku.

"Oh iya Gre, kenapa kamu mau ikut aku?"

"Emmm kak, aku pengen aja sih" balasnya.

"Tapi kamu tahu sendiri kan, diluar sini berbahaya. Kita aja gak tahu ada mayat hidup di sekitar sini" jelasku.

"Tapi kan ada kak Dino, kakak pasti melindungi aku hehe" kekehnya, aku semakin tidak mengerti.

"Sebenarnya sih kak, aku ingin ikut kakak karena....." kata-katanya terputus.

"Karena?" tanyaku tidak mengerti.

"Karena aku..... aku gak mau ninggalin kakak" jawabnya. "Gak tau sih kak, aku saja gak mengerti sama perasaan ini"

Kudekatkan posisi dudukku, sekarang aku menatap dia, Gracia membalas tatapanku. Mungkin ini aneh tapi aku merasa nyaman dengan tatapan matanya yang bulat itu. Indah sekali.

"Gracia, aku mau kamu jujur"

"Saat kita bermain kemarin malam, kamu sempat berkata kalau kamu menyukaiku...." Gracia terlihat kaget mendengar ucapanku.

"Saat itu kamu memang sadar berbicara seperti itu atau gimana?" tanyaku sambil terus menatap matanya. Ia menunduk tak berani melihatku. Kupegang kedua bahunya.

"Gracia, gak apa-apa kamu jujur aja"

Cukup lama kami terdiam, aku masih memegang bahunya, Gracia perlahan menatapku kembali, aku tahu dia seperti sulit melontarkan jawaban dari pertanyaanku.

"Kak.... aku.... aku......"

"Aku suka sama kakak. Saat kita pertama kali bertemu di rumah itu dulu, aku mulai menyukaimu kak" aku terkejut mendengar perkataannya.

Berarti benar, Gracia menyukaiku.

Mata Gracia membulat, terlihat indah. Mungkin terdengar aneh tapi seakan-akan aku melihat mata Dila dan Citra bercampur menjadi satu. Kami bertatapan cukup lama tanpa melontarkan sepatah kata-pun.

"Kak..."

"Iya Gre"

"Kenapa diem?" tanya dia.

"Emmm, entahlah. Aku......"

"Hehehe, kakak juga suka sama aku kan" kata Gracia. Hatiku luluh saat dia berkata seperti itu.

"Kok tahu?" tanyaku heran.

"Dari mata kakak udah kelihatan kok" Gracia tersenyum. Tiba-tiba Gracia memelukku erat sekali, aku balas pelukannya juga dan kuelus rambut panjangnya.

Hatiku bercampur dengan rasa bahagia dan bingung, bahagia karena jujur aku memang menyukai Gracia sejak awal kami bertemu dulu, namun juga terdapat rasa bingung karena aku juga menyukai Citra, dan Dila. Ah! Persetan dengan Dila, mungkin dia sudah tiada atau mungkin aku tak akan bertemu dia lagi setelah ia meninggalkanku selama empat tahun.


"Gracia....." kataku sambil melepas pelukannya, ia terlihat bingung.

"Maaf Gre, aku... aku... sudah menyukai seseorang...."

"Citra ya kak, aku tahu kok" Gracia langsung menjawab. Aku menggangguk. Kami kembali terdiam, hanya terdengar suara burung-burung yang memamerkan kicauannya.

"Kak....."

"Aku gak apa-apa jadi yang kedua untuk kakak" kata Gracia.

"Maksudnya?" tanyaku tak mengerti.

"Emmm, jadi di hati kakak ada Citra, dan juga aku" balasnya tersenyum walau aku tahu dari nada suaranya ia seperti kecewa dengan jawabanku. Kamu salah Gracia, di hatiku sebenarnya masih ada satu orang lagi, Dila.

"Gracia, kamu yakin?" kataku sambil mengelus pipinya.

"Iya kak, aku gak apa-apa. Citra itu sahabatku, mungkin salah satu sahabat terbaik selama hidupku. Aku akan melakukan segala cara untuk membuat sahabatku bahagia" balas Gracia.

"Aku juga tak ingin mengulangi kesalahan yang sama dengan sahabatku dulu...." tambahnya.

"Aku.... aku pernah melakukan kesalahan besar hingga akhirnya dia meninggalkanku...." raut muka Gracia berubah, kulihat air matanya mulai mengalir dari matanya.

"Gracia...." kupeluk kembali tubuhnya, kurasakan bagian pakaianku basah akibat air mata Gracia.

"Hiks....hiks.... aku akan bahagiakan Citra, dan juga kakak"

"Harusnya kan aku yang ngomong begitu Gre" balasku.

"Ehhh, emmm oh iya hehe" Gracia mengusap air matanya.

"Iya Gre, terimakasih" kuelus rambutnya kembali. Kami berpelukan cukup lama, tak ada nafsu, hanya pelukan kasih sayang. Dalam hatiku aku bahagia.

"Dah ah jangan nangis Greeemmmpphhhh" tiba-tiba Gracia mencium bibirku, lembut sekali. Aku membalas ciumannya hingga berubah menjadi lumatan. Lidah Gracia berusaha untuk bermain dengan lidahku, aku membalasnya sehingga kami bermain lidah. Air liurnya kuhisap masuk ke mulutku dan Gracia membalas perlakuanku. Tubuh kami jatuh kebawah, posisi Gracia berada diatas tubuhku dan masih dalam posisi berciuman.

"Mmmpphhhhh mmpphhhhhh"

Desahan kecil keluar dari sela-sela bibir Gracia, pertanda ia menikmati cumbuan ini. Anehnya aku sama sekali tak merasakan sedikitpun nafsu di tubuhku, yang ada hanya rasa kasih sayang dan cinta yang mulai tumbuh di hatiku.

"Emmmpp kak....." Gracia melepas ciumanku dan menatapku.

"Kenapa?" tanyaku.

"Lihat wajah kakak gemesin deh hehe"

"Yaelah Gre, aku biasa aja orangnya. Gak ganteng-ganteng amat" jawabku memelas walau sebenarnya aku senang sekali dipuji seperti itu.

"Hehehe tapi menurutku kamu gemesin" Gracia mencubit pipiku.

"Kamu juga sih" kubalas perlakuan Gracia dengan memegang pipinya. Gracia terkekeh.

"Kamu dan Citra sama-sama cantik"

"Hmmm, kalau dibandingkan sama Anin, kak Aya? mereka juga cantik loh kak"

"Hehe iya juga sih, tapi kalau kamu tetep paling cantik dan juga gemesin kayak kelinci" kataku.

"Ihhhh kak kok aku disamain kayak kelinci sih?"

"Gigimu itu kayak kelinci hehe" aku tertawa, begitu juga dengan Gracia.

"Kayak gini ya kak" Gracia mengubah raut wajahnya menjadi terlihat lucu sekali.



"Ya ampun Gre, jadi gesrek akunya" balasku.

"Hahahaha"

"Hahahaha"

Kami tertawa bersama, suara kami mungkin cukup keras. Aneh juga sih kita sebagai "pasangan-kekasih" sedang bermesraan di bangunan radio tower, di alam terbuka yang "berbahaya" karena kita tak tahu ada mayat hidup atau tidak. Tapi aku tak peduli, aku menikmati semua ini, bersama Gracia.

Siang hari ini kami habiskan dengan bercengkrama, mengobrol hal apapun yang kita tahu, kadang kami tertawa bersama saat membahas hal yang lucu. Gracia adalah wanita yang asyik diajak bercanda, dan yang jelas aku semakin sayang dengan dia. Terkadang kami berpelukan dan berciuman mesra di sela-sela obrolan kami.

Mungkin ini adalah salah satu hari terbaik selama hidupku, dan aku tak akan lupa dengan hari ini.

"Hahaha kakak lucu"

"Hehehe, eh Gre yuk balik ke camp, nanti kemaleman" kataku.

"Iya kak, yuk"

Singkatnya kami berjalan meninggalkan radio tower yang sudah berfungsi itu. Kulihat langit yang terlihat mendung cukup pekat, sepertinya sebentar lagi akan hujan.

"Kita percepat langkah, soalnya bentar lagi mau hujan" kataku.

"Iya kak hehe"

Kami melewati tempat saat kita pergi, beruntung aku sudah menandai titik-titik tempat menggunakan tali warna merah pemberian Sandi sehingga aku tidak kesulitan mencari jalan pulang. Mungkin perlu sekitar satu jam untuk perjalanan pulang.

Kami berhenti sejenak di sebuah pohon besar dengan batu-batu besar disekitarnya. Aku membuka botol berisi air mineral dan kuteguk cairan itu hingga habis. Ah, kurasakan kerongkonganku segar sekali diterpa air mineral ini. Gracia juga sedang meneguk air minumnya. Setelah beristirahat sejenak kami melanjutkan perjalanan. Cukup lama kami berjalan mengikuti tanda tali berwarna merah itu hingga akhirnya kami tiba disebuah tebing yang kami lewati saat perjalanan pergi.

"Kamu turun dulu Gre, dan ingat jangan lihat ke bawah" kataku.

"Iya kak siap hehe"

Gracia menuruni anak tangga, kulihat dari atas tebing, Gracia terus menuruni tangga tanpa melihat ke bawah, setelah Gracia sampai ke bawah giliranku menuruni anak tangga ini.

"Nah, yuk kita lanjutin perja......."

GGGRHHHHHHHHHHHHH

Sialan! kulihat ada beberapa mayat hidup yang menuju kearah kami, aku merasakan udara yang sangat dingin dan sekitarnya terlihat berwarna putih. Kabut Kematian!



"Kak....."

"Tetap didekatku, Gracia" kuambil sebuah belati dari ranselku dan kupegang dengan erat. "Gracia, kamu jangan sekali-kali pisah dengan kakak, tetap didekatku, oke"

"Aku takut kak"

"Kita akan baik-baik saja, aku janji"

Salah satu mayat hidup itu berjalan cepat dan bersiap menyerangku. Dengan belati ini kutebas leher mahkluk bangsat itu. Sialan, belati itu justru menancap kuat di leher mahkluk itu sehingga aku kesulitan untuk melepaskannya.

"Kak awas"

GGRRRRHHHHHHHHHHH AGHHHHHHHHHH

Nyaris saja tanganku tergigit oleh mahkluk itu, kulepas belati itu dengan susah payah dan dengan sekali tebasan, mahkluk itu terlepas lehernya dan bersimbah darah.

"Aghhhhh"

"Gre, jangan dilihat"

Kulihat Gracia menutupi mukanya dengan tangan, ia tampak ketakutan.

"Ayo Gracia, kita pergi dari sini" kutarik tangannya dan bergegas untuk melangkahkan kaki lebih cepat. Sialnya, kabut ini terlalu tebal dan suara-suara mayat hidup semakin memekikkan telinga.

"Pegang tanganku Gre"

"Iya kak"

Pandangan di mataku hanya terlihat samar-samar akibat kabut itu, kami terus berlari menghindari mahkluk-mahkluk bangsat yang terus mengejar.

BRUKKK

Aku tersandung dan terjatuh, pegangan tanganku ke Gracia terlepas sehingga kami terpisah, beruntung kepalaku tak terbentur oleh batu didekatku.

"GRACIAAAA"

"KAK DINOOOOO"

GRRRRGHHHHHHHHHHH

DOR DOR DOR

Aku mendengar suara letusan pistol, kudekati sumber suara itu, Gracia menembaki beberapa mayat hidup yang mendekatinya.

"GRACIAAA" ia menoleh melihatku.

"KAK AWASSS"

BRUKKK

Mayat hidup itu menubrukku dari samping, aku terjatuh terguling bersama mahkluk itu. Sialan! mayat itu berusaha menggigitku, aku berusaha untuk memukul-mukul mayat hidup namun sia-sia saja, tenaga mereka sangat kuat.

"AGHHHHHHH KAKKKKKKK"

"GRACIAAAAA AGHHHHHHH"

Aku mendengar teriakan Gracia, ia seperti kesakitan. Tanpa sadar emosiku memuncak, tubuhku terasa seperti mendapat tenaga tambahan. Dengan susah payah aku mengambil revolver dari sakuku dan kutodongkan moncong revolver itu kearah kepala mahkluk yang berusaha menggigitku.

DOR

Mayat itu langsung terjatuh dengan luka tembak di kepala. Aku langsung bangun dan berlari menuju suara Gracia. Aku tak percaya yang aku lihat.

Gracia tergigit di bagian tangannya.

Dengan cepat aku menembakkan revolver kearah kepala mayat yang menggigit Gracia. Satu tembakan sudah cukup untuk melumpuhkan mahkluk biadab itu.

"AGHHHHH KAK SAKITTTTTT"

"Gracia...." aku langsung mengecek tangan kanan Gracia, terdapat luka bekas gigitan yang cukup dalam dan terus mengeluarkan darah.

GGRRHHHHHHHAHHHHH

"Kak....."

"Jangan sekarang Gre" aku mengangkat tubuh Gracia dan berlari. Mayat hidup itu semakin banyak dan suaranya semakin berisik. Aku terus berlari menghindari pepohonan dan mahkluk itu.

"Kita masuk kesana" beruntung sekali, aku menemukan sebuah gua. Tanpa pikir panjang aku memasuki gua itu dan berlindung, berharap mayat-mayat itu tidak menemukan kami. Tiba-tiba aku mendengar suara guntur, dan tak lama kemudian hujan turun, mengaburkan kabut kematian itu.

"Gracia, bertahanlah" aku menekan bagian luka di tangan kanannya sekuat tenaga untuk menghentikan pendarahan, namun sepertinya usahaku sia-sia saja, darah itu terus mengalir. Tubuhnya terlihat semakin melemah dan mukanya menjadi pucat. Virus itu telah aktif.

"Kak......."

"Tolong Gre, bertahanlah, kita bisa lalui ini"

"Kak..... tolong........" tangan Gracia bergerak menggengam lenganku erat sekali. Kulihat matanya berair.

"Kak, percuma......" suara Gracia terdengar lemah sekali.

Tidak Gre, kamu bisa bertahan!

"Aku sudah digigit mahkluk itu kak......."

"Gracia........"

"Aku gak mau jadi bagian dari mereka. Aku... Aghhhhh.... aku gak mau menggigit kakak" Gracia menggengam lenganku erat sekali. Tangannya berlumuran darah, Gracia mulai mengeluarkan darah dari mulutnya. Tangannya mulai memegang pistolku yang tergeletak didekatku.

"Ini permintaanku kak, tolong......"

"Gracia, jangan...."

"Kak Dino..... Uhukkkk uhukkkk" Gracia terbantuk dan memuntahkan darah.

"Kak, kalau kakak benar-benar mencintaiku, tolong lakukan permintaanku...."

"...tembak aku kak, biar aku tidak berubah menjadi mahkluk itu......"

"TIDAK GRACIA. AKU TAK AKAN MELAKUKAN ITU" aku berteriak. Tanpa sadar air mataku mulai mengalir.

"Kak, tolong........" mulut Gracia terus mengeluarkan darah, suaranya semakin melemah.

"Ini permintaanku kak..... aku...... erghhhh..... aku sayang.... kak Dino"

"Kamu... yakin?" tanyaku sambil mengusap rambutnya, ia berusaha tersenyum kearahku, membuat hatiku semakin hancur melihat keadaannya sekarang.

"Iya.... kak... ughhhhh.... biarkan aku mati.... kak....."

"Gracia...." kupeluk erat tubuhnya, air mataku semakin deras keluar, ini adalah pelukan terakhirnya bersama dia.

"Kak, terima kasih atas semuanya......." Gracia berkata walau tersendat.

"Maafkan aku Gracia, maafkan aku......."

"It's okay, tolong setelah itu........ titip salam ke Citra"

Kuambil revolver itu dan kuperiksa tempat pelurunya, tinggal satu saja.

"Dan.... satu lagi..... kak......" tangan kiri Gracia memegang pipiku, mengusap air mataku yang terus saja mengalir.

"Tolong..... tolong jangan pernah…. lupakan….. aku....."

Air mataku mulai mengalir, tak kuasa menahan emosiku yang bergejolak di hati. Kupeluk tubuhnya kembali yang semakin melemah, cukup lama kami berpelukan sampai pakaianku berwarna merah karena darahnya. Aku berdiri dan mengambil satu langkah mundur. Kuarahkan pistol itu ke arah kepala Gracia. Dia tertunduk dan terus mengeluarkan darah. Tanganku bergetar.

"Kak Dino........" Gracia menatapku, matanya mulai terlihat memerah, virus biadab itu mulai menggerogoti tubuhnya.

"Maafkan aku, Gracia......"

Kupejamkan mataku dan kutekan pelatuk pistol itu perlahan.








DOR







Peluru itu melesat mengenai kepala Gracia. Dengan perlahan kubuka mata ini walau terasa sangat berat. Ia langsung tewas seketika. Kujatuhkan pistol itu dan kudekati tubuh Gracia yang sudah tak bernyawa. Kurobek jaket Gracia untuk menutupi luka di kepalanya.

"Gracia........"

Kupejamkan matanya dan kuusap air matanya yang meluber di pipinya. Tanpa sadar aku menangis, hatiku bergemuruh kencang menyalahkan diriku sendiri.

"Aku bodoh, benar-benar bodoh. Kenapa aku tak bisa menyelamatkan dia......"


“Jadi gini loh kak cara masang umpan”

“Yaelah kak, mancing ikan memang butuh kesabaran”

“Hayooo, kakak sama Citra ngapain? Hehe”

"Selama ada kak Dino, aku gak bakal digigit mereka kok hehe"


Memoriku berputar kembali, teringat semua kenanganku bersama Gracia, memang awalnya aku tidak terlalu akrab dengan dia namun seiring berjalannya waktu aku semakin dekat dengan dia, bahkan baru beberapa jam yang lalu dia mengutarakan perasaanya kepadaku.

“Kenapa kamu harus pergi secepat ini Gre……”

Aku putuskan untuk mengubur Gracia, kubawa tubuhnya keluar gua, aku menemukan sebuah pepohonan besar. Dengan sekop yang aku temukan di gua aku mulai menggali lubang dan menaruh tubuh Gracia di lubang itu. Hujan yang mengguyur beberapa saat yang lalu membuat tanah ini jadi gembur sehingga aku tak kesulitan menggalinya.

"Gracia, selamat tinggal" kutimbun lubang itu dengan tanah galian dan kutancapkan sebuah batu besar diatasnya, seperti batu nisan. Kembali air mataku mengalir melihat kuburan Gracia, tanpa sadar aku terduduk dan menggengam tanah kuat-kuat.

"Aku harus bilang apa ke Citra......"

Tiba-tiba seekor kelinci mendekatiku, binatang itu berjalan dan duduk disampingku. Ia melihatku dengan mata membulat hitam. Terlihat indah.

"Hei..." aku mengelus kelinci berwarna putih itu, sepertinya ia senang. Hewan itu kemudian berlari kearah hutan dan menghilang entah kemana.


"Hehe iya juga sih, tapi kalau kamu tetep paling cantik dan juga gemesin kayak kelinci"

"Ihhhh kak kok aku disamain kayak kelinci sih?"

"Gigimu itu kayak kelinci hehe"

"Kayak gini ya kak"



Aku langsung teringat dengan percakapannya dengan dia beberapa jam yang lalu. Kelinci putih itu......

Gracia.....

Air mataku kembali mengalir mengingat kejadian itu, hatiku benar-benar lemah. Aku tak menyangka baru saja tadi Gracia berada disampingku, dan sekarang ia telah tiada.

Kulihat sebuah kupu-kupu besar berwarna biru sedang hinggap di batu besar itu, mahkluk itu hanya mengepakkan sayapnya. Tiba-tiba aku teringat dengan sebuah peristiwa beberapa hari yang lalu. Iya, saat Kyla mengorbankan nyawanya karena Citra.

"Kyla...."

Baru saja aku ingin menangkap kupu-kupu itu, binatang bersayap itu langsung terbang entah kemana. Aku berdiri dan meninggalkan makam itu, aku menoleh sejenak ke arah makan Gracia. Kulihat sebuah sinar matahari menyinari makam itu. Aku kembali menangis dan meninggalkan tempat itu.

Hatiku berkecamuk, menyalahkan diriku sendiri. Aku bisa aja kabur dari sini dan melupakan mereka......

Tidak, tidak bisa. Aku harus memberitahu mereka....

Credits Roll (Disarankan untuk mendengarkan lagu ini setelah membaca, for the best experience)
 
Sedikit trivia (......)

1. Waktu dan tempat saya persilahkan.
2. Penampilan terakhir Gracia. Maaf ya gan :(
2. Dan, emhhhhh, ini adalah episode tersulit yang ane tulis setelah episode When Worlds Down.
3. kode 4 8 15 16 23 42 terinspirasi dari serial tv LOST
4. Sekali lagi, waktu dan tempat saya persilahkan.

Dan episode selanjutnya adalah episode terakhir dari cerita ini, jadi untuk pembaca yang masih excited dengan cerita ini, selamat menunggu hehe.
 
Kenapaaaaa....????

Pengamat alay kesayanganku :kbocor::kbocor::kbocor:

Padahal udah di spoiler sama penulisnya, tetep nangis lho :galau:


Alias

Ditunggu matinya si Dino eh, ditunggu part terakhirnya maksudnya

:sendirian::sendirian::sendirian:
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd